BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perusahaan PMA dan Perusahaan PMDN Penanaman modal asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (UU No.25/2007). Definisi lain menyebutkan perusahaan yang sebagian besar kepemilikan sahamnya dimiliki pihak asing dan aliran modalnya terjadi dari suatu negara ke negara lain sebagai akibat adanya kegiatan bisnis atau kegiatan lainnya yang masih berada dalam pengawasan negara (Ismaya, 2006: Kamus Perbankan. Pustaka Grafika, Bandung). Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri (UU No.25/2007). Perusahaan PMA merupakan subsidiary dari perusahaan multinasional yang berkedudukan kantor pusat di luar negeri adalah perusahaan yang terlibat dalam suatu bisnis internasional dan berbasis usaha mencakup kegiatan ekonomi antar negara (ekonomi global), sedangkan perusahaan PMDN adalah perusahaan domestik yang basis usahanya hanya mencakup kegiatan usaha di 7 8 dalam negeri. Dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi di dalam lingkup ekonomi satu negara, PMA yang melakukan afiliasi bisnis kompleks dengan banyak negara dan memiliki peluang investasi lebih besar daripada PMDN memiliki peluang untuk meraih lebih banyak hutang dan mampu mempertahankan rasio hutang optimalnya dibandingkan PMDN. Peluang ini memungkinkan struktur modal PMA akan berbeda dengan PMDN (Rudolf Lumbantobing, 2008). B. Pengertian Modal dan Struktur modal Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutanghutangnya. Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa hutang lancar, hutang jangka panjang, dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik atas perusahaan, yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan oleh pemilik atau para pemilik (Prabansari dan Kusuma, 2005). Modal pada dasarnya dapat dibedakan dalam Modal Sendiri dengan Modal Asing / Hutang (Riyanto, 2008): 1. Modal Sendiri Modal Sendiri atau ekuitas merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Modal sendiri dapat berasal dari dalam perusahaan (internal source) dan luar perusahaan (external source). Modal 9 sendiri yang berasal dari dalam perusahaan adalah modal atau dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, sedangkan modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan. Curt sandig dalam Riyanto (2008) menjelaskan perbedaan antara modal asing dan modal sendiri adalah: 10 Tabel II.1 Perbedaan Modal Asing dan Modal Sendiri Modal asing 1 Modal yang Modal Sendiri terutama Modal memperhatikan terutama kepada berkepentingan kepentingannya sendiri. Yaitu kontinuitas, kepentingan kreditur 2 dan terhadap kelancaran dan keselamatan perusahaan. Modal yang tidak mempunyai Modal yang dengan kekuasaannya pengaruh terhadap dapat penyelenggaraan perusahaan. 3 tertarik mempengaruhi politik perusahaan. Modal dengan beban bunga Modal yang mempunyai hak atas yang tetap, tanpa memandang laba sesudah pembayaran bunga adanya keuntungan atau kepada modal asing kerugian. 4 Modal yang hanya sementara Modal yang digunakan di dalam turut bekerja sama di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak perusahaan. 5 terbatas atau tidak tertentu lamanya Modal yang dijamin, modal Modal yang menjadi jaminan, dan yang mempunyai hak hak nya adalah sesudah modal didahulukan (hak preferent) asing di dalam likuidasi. sebelum modal sendiri di dalam likuidasi. Sumber : Riyanto (2008) 11 Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan menurut Riyanto (2008) terdiri dari: a. Modal Saham Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu PT. adapun jenis-jenis dari saham menurut Riyanto (2008): 1) Saham Biasa (Common Stock) Para pemegang saham biasa akan mendapatkan keuntungan berupa deviden apabila perusahaan mengalami keuntungan pada akhir tahun, namun apabila perusahaan tidak mengalami keuntungan atau bahkan kerugian, pemegang saham tidak akan mendapatkan deviden. Hal tersebut merupakan ketentuan hukum bagi pemegang saham biasa. 2) Saham Preferen (Preferred Stock) Para pemegang saham preferen mempunyai keistimewaan diatas pemegang saham biasa, terutama dalam hal: a) Pembagian Deviden Deviden dari saham preferen diambilkan terlebih dahulu, kemudian sisanya untuk dibagikan kepada pemilik saham biasa. b) Pembagian Kekayaan 12 Apabila perusahaan dilikuidasi, maka dalam pembagian kekayaan, pemilik saham preferen didahulukan daripada pemilik saham biasa.Namun kelemahan dari pemilik saham preferen adalah tidak mempunyai suara dalam rapat umum pemegang saham.Adapun persamaan antara pemilik saham biasa dengan preferen adalah kesamaanya memperoleh deviden hanya pada kondisi perusahaan memperoleh keuntungan. c) Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Preferred Stock) Jenis pemilik saham ini pada dasarnya sama dengan pemilik saham preferen. Perbedaannya terletak pada apabila pemilik saham preferen kumulatif tidak memperoleh deviden selama beberapa periode waktu karena kondisi perusahaan tidak memperoleh keuntungan, namun bila di kemudian hari perusahaan memperoleh keuntungan, pemilik saham preferen kumulatif berhak menuntut atas deviden-deviden yang belum dibayarkan perusahaan pada waktu lampau. 3) Cadangan Cadangan adalah dana cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun berjalan. Tidak semua cadangan termasuk dalam modal sendiri (Riyanto, 2008). Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri adalah: 13 a) Cadangan Ekspansi b) Cadangan Modal Kerja c) Cadangan Selisih Kurs d) Cadangan untuk menampung hal-hal yang tidak diduga sebelumnya (Cadangan Umum). Menurut Riyanto (2008), cadangan yang tidak termasuk dalam modal sendiri adalah cadangan depresiasi, cadangan piutang ragu-ragu, dan cadangan yang bersifat utang (cadangan untuk pension pegawai dan cadangan untuk membayar pajak). Dalam PT sering pula terdapat apa yang disebut dengan cadangan rahasia dan cadangan diam. Cadangan rahasia adalah cadangan yang besar jumlahnya tidak nampak dalam neraca dan besarannya tidak diketahui. Cadangan diam pada prinsipnya tidak berbeda dengan cadangan rahasia, tetapi dapat diduga nilai cadangannya di dalam perusahaan. Adanya cadangan rahasia tersebut ada kaitannya terutama dengan pembagian deviden. Pemegang saham pada umumnya menghendaki agar seluruh atau sebagian besar dari keuntungan yang diperoleh perusahaan hendaknya dibagikan dalam bentuk deviden. Tetapi dilain pihak, yaitu pimpinan perusahaan, menghendaki perusahaan yang dipimpinnya terus berkembang. Untuk keperluan pengembangan dan perluasan perusahaan diperlukan adanya cadangan, dan cadangan hanya dapat dibentuk dari laba yang diperoleh. Apabila semua keuntungan dibayarkan 14 sebagai deviden, maka perusahaan tidak dapat membentuk dana cadangan. Supaya perusahaan dapat membentuk dana cadangan yang tidak diketahui oleh pemegang saham atau pihak luar adalah dengan cara membentuk dana cadangan rahasia. 4) Laba Ditahan Laba Ditahan Menurut Riyanto (2008), laba ditahan adalah keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan. Keuntungan tersebut ada yang dibagikan menjadi deviden dan sebagian ditahan oleh perusahaannya. Apabila penahanan keuntungan tersebut sudah dengan tujuan tertentu, maka dibentuklah dana cadangan. Apabila belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan dana tersebut, maka keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang ditahan (retained earning). 2. Modal Asing Menurut FASB, utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Menurut IAI, kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi ( Ghozali dan Chairiri, 2007 dalam Pitaloka 2009). Menurut Munawir (2004) utang adalah 15 semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Utang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan utang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari utang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa. Modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan modal terebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayarkan kembali (Riyanto, 2008). Ada tiga golongan utang atau modal asing: a. Utang Jangka Pendek (Short Term Debt) Modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek terdiri dari utang perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan usahanya. Menurut Riyanto (2008), jenis-jenis utang jangka pendek adalah: 1) Kredit Rekening Koran Kredit yang diberikan bank kepada perusahaan dengan batas platfond tertentu dimana perusahaan mengambil tidak sekaligus, melainkan sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhannya, dan 16 bunga yang harus dibayar sesuai dengan jumlah yang telah diambil. Perusahaan hanya akan mengambil rekening Koran dalam hal-hal yang perlu saja, seperti untuk memenuhi kebutuhankebutuhan akan modal kerja pada kondisi usaha yang tidak pasti (uncertainty). 2) Kredit dari Penjual Kredit yang terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit.Kredit ini juga disebut dengan kredit perniagaan (trade credit). 3) Kredit dari Pembeli Kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya atau barangbarang lainnya. 4) Kredit Wesel Kredit wesel ini terjadi apabila perusahaan mengeluarkan surat pengakuan utang yang berisikan kesanggupan untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan pada saat tertentu (notes payable), dan setelah ditandatangani, surat tersebut diuangkan atau dijual ke bank. Pihak yang mengeluarkan surat utang tersebut menerima kredit selama waktu mulai diuangkannya sampai saat dimana utang tersebut harus dibayar. Bagi bank atau pembeli surat utang tersebut merupakan tagihan atau 17 wesel taguh (notes receivables), dan bagi pihak yang mengeluarkan utang, surat tersebut merupakan utang wesel (notes payables). 5) Utang Jangka Menengah (Intermediate Term Debt) Menurut Riyanto (2008), utang jangka menengah adalah utang yang jangka waktunya lebih dari setahun namun kurang dari 10 tahun. Kebutuhan membiayai usaha dengan kredit ini dirasakan karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan utang jangka pendek, namun juga sulit dipenuhi dengan kredit jangka panjang di lain pihak. Untuk kebutuhan modal yang tidak begitu besar jumlahnya, juga tidak ekonomis untuk dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal. Ciri khas dari pembelanjaan hutang jangka menengah adalah pembelanjaan hutang dengan cara mengadakan kontak langsung dengan pihak yang meminjam atau kreditur. Bentuk-bentuk kredit jangka menengah: a) Term Loan Kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan angsuran (amortization tetap payment), selama misalkan suatu periode pembayaran tertentu angsuran dilakukan setiap bulan, kwartal, atau tahunan.Term Loan ini biasanya diberikan oleh bank dagang, perusahaan asuransi, supplier, atau manufaktur. 18 b) Leasing Suatu cara untuk mendapatkan service dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti halnya penjualan obligasi untuk mendapatkan service dan hak milik atas aktiva tersebut dan bedanya dengan leasing tidak disertai dengan hak milik. Ada tiga bentuk utama dari leasing: c) Sale and Leaseback Dalam hal ini, pemilik aktiva menjual aktivanya kepada leasing corporation atau bank, dan dibuat perjanjian leasing untuk menggunakan aktiva tersebut selama periode tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. d) Service Leases Atau Operating Leases memberikan services baik dari bidang keuangan atau mengenai pemeliharaannya. e) Financial Leases Bentuk leasing yang tidak memberikan financial service. Lessor menerima pembayaran sewa dari lesse yang meliputi harga penuh dari leased equipment tersebut dengan bunga yang diinginkannya. 6) Utang Jangka Panjang (Long Term Debt) 19 Utang yang jangka waktunya lebih dari 10 tahun.Utang jangka panjang biasanya digunakan untuk membiayai perluasan usaha atau modernisasi dari perusahaan. Utang jangka panjang digunakan untuk keperluan dengan kebutuhan biaya yang besar. Menurut Brigham (1989) dan Riyanto (2008) bentuk-bentuk utang jangka panjang antara lain: a) Pinjaman Bersyarat Pinjaman yang biasanya didapatkan dari lembaga keuangan seperti bank, lembaga asuransi, atau lembaga pension. Jangka waktu pinjaman ini antara 2 tahun hingga 30 tahun. Dalam pinjaman bersyarat ini, debitur diwajibkan membayar bunga setiap tahun menurut suku bunga acuan yang berlaku hingga angsuran tersebut dilunasi pada akhir masa jatuh tempo. b) Pinjaman Obligasi Pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjag, dimana debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nilai nominal tertentu. Pembayaran kembali pinjaman obligasi dapat dijalankan secara sekaligus atau berangsur setiap tahunnya. Apabila sistem pelunasan sekaligus yang digunakan maka sistem ini disebut dengan Sinking Funds System, namun apabila sistem angsuran yang digunakan disebut Amortization System. Jenis-jenis obligasi antara lain: 20 (i) Obligasi Biasa (Bonds) Obligasi yang bunganya tetap dibayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang apakah debitur memperoleh keuntungan atau tidak. Bunga obligasi dibayarkan dua kali setiap tahunnya. (ii) Obligasi pendapatan (Income Bonds) Jenis obligasi yang pembayaran bunganya hanya dilakukan pada waktu-waktu debitur atau perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut mendapatkan keuntungan. Tetapi kreditur mempunyai hak kumulatif atas bunga yang tidak dibayarkan debitur pada saat debitur tidak mengalami keuntungan. (iii) Obligasi yang dapat ditukarkan (Convertible Bonds) Obligasi yang memberikan kesempatan kepada pemegang surat obligasi tersebut untuk pada suatu saat tertentu menukarkannya dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan. c) Pinjaman Hipotik (Mortgage) Merupakan pinjaman jangka panjang dimana pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotik terhadap suatu barang yang tidak bergerak, agar supaya apabila debitur tidak mampu 21 memenuhi kewajibannya, barang tersebut dapat dijual dan hasil penjualannya dapat digunakan untuk menutup taguhannya. d) Warrant Hutang jangka panjang dengan kreditur membeli sejumlah saham sesuai dengan nominal saham pada pasar modal dengan harga yang spesifik. Menurut Weston dan Copeland (1992) struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Hal ini senada dengan pendapat VanHorne (1988) yang mendefinisikan struktur modal sebagai bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham preferen dan saham biasa. Senada pula Song (2005) juga mendefinisikan sruktur modal sebagai gabungan dari beberapa jenis sekuritas, yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham biasa, dan saham preferen yang diterbitkan oleh perusahaan untuk mendanai investasi asetnya. Sedangkan menurut Wild et al, (2005) mendefinisikan struktur modal sebagai komposisi pendanaan antara ekuitas dan utang pada suatu perusahaan. Selanjutnya menurut Riyanto (2001: 282), struktur modal merupakan perbandingan perimbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. C. Teori Struktur Modal 22 1. Teori struktur modal dari Miller dan Modligiani (Capital structure theory) Menurut Hasa, (2008) pada teori ini mereka berpendapat bahwa dengan asumsi tidak ada pajak, bancruptcy cost, tidak adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham, dan pasar terlibat dalam kondisi yang efisien, maka value yang bisa diraih oleh perusahaan tidak terkait dengan bagaimana perusahaan melakukan strategi pendanaan. Setelah menghilangkan asumsi tentang ketiadaan pajak, hutang dapat menghemat pajak yang dibayar karena hutang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan yang terkena pajak sehingga nilai perusahaan bertambah. 2. Pecking order theory Myers dan Majluf (dalam Husnan, 2002) menyebutkan bahwa pecking order theory adalah menentukan preferensi sumber dana yang paling disukai. Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik, karena manajemen memiliki informasi yang lebih banyak mengenai prospek, risiko, dan nilai perusahaan, daripada pemodal publik, karena manajemen perusahaan merupakan pengambil keputusan-keputusan keuangan, dan yang menyusun berbagai rencana perusahaan. Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan sumber dana internal atau eksternal yang akan diambil. Sesuai dengan teori, maka investasi perusahaan akan diambil dari internal terlebih dahulu, baru diikuti pengambilan hutang. Teori pecking 23 order menyatakan sebagai berikut (Brealey dan Myers, dalam Husnan, 2002): a. Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. b. Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian deviden dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran deviden yang terlalu besar. c. Pembayaran deviden yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih atau kurang untuk invetasi. d. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru. e. Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan, dan depresiasi. Pendanaan secara internal lebih disukai karena pendanaan ini memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu ”membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Penerbitan saham baru sebagai kebijakan pendanaan perusahaan akan memperoleh sorotan dari pemodal luar dan bisa dipersepsikan sebagai kabar buruk karena asimetrik informasi. Penerbitan saham baru bisa ditafsirkan sebagai harga saham yang sudah terlampau tinggi sehingga akan terjadi underpricing pada saham baru yang diterbitkan 24 perusahaan. Selain itu, pertimbangan perusahaan lebih menyukai pendanaan eksternal dalam bentuk hutang daripada modal sendiri adalah pertimbangan biaya emisi saham baru yang lebih mahal daripada biaya emisi obligasi. 3. Trade off theory Almadana, (2014) mengatakan bahwa Trade off theory menjelaskan hubungan antara pajak, risiko kebangkrutan, dan penggunaan hutang yang disebabkan karena keputusan pendanaan perusahaan. Model ini merupakan lanjutan dari teori Modigliani dan Miller yang mengatakan bahwa dalam keadaan pasar sempurna, nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Setelah itu MM langsung membenahi hasil temuannya dengan mengatakan bahwa dengan adanya pajak, penggunaan hutang akan menjadi relevan dalam perusahaan. Hal ini disebabkan karena bunga hutang yang menjadi kewajiban akan mengurangi tingkat penghasilan yang terkena pajak, sehingga perusahaan bisa meningkatkan nilainya dengan hutang. Namun faktanya tidak ada satupun perusahaan yang keputusan pendanaannya seluruhnya menggunakan hutang. Model Modigliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan keagenan yang dapat timbul apabila pengorbanan dalam penggunaan hutang melebihi manfaat yang didapat perusahaan. Sehingga struktur modal yang optimal ditentukan dari menyeimbangkan keuntungan dari penggunaan hutang diukur dengan biaya kebangkrutan dan keagenan yang timbul. Konsep trade off theory ini menjelaskan nilai 25 perusahaan akan meningkat seiring dengan peningkatan leverage (akibat interest tax shield). Penggunaan hutang akan berhenti sampai pada ekspektasi biaya keagenan, biaya financial distress atau biaya kebangkrutan lebih besar daripada interest tax shield, sehingga dampaknya akan mengurangi nilai perusahaan. Sehingga DeAngelo dan Masulis (1980) menjelaskan bahwa tujuan dari teori ini adalah perimbangan modal sendiri dengan modal luar. Sepanjang manfaat penggunaan hutang masih besar, hutang akan ditambah, tetapi bila pengorbanan menggunakan hutang sudah lebih besar, maka hutang tidak lagi optimal untuk ditambah. Sehingga impilkasi dari trade off theory (Brigham, 1999) adalah perusahaan dengan risiko bisnis dan biaya keagenan yang tinggi menggunakan hutang yang rendah, sedangkan perusahaan yang terbebani pajak tinggi akan memperoleh manfaat penghematan pajak bila menggunakan hutang. 4. Teori keagenan (Agency approach) Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang asaham dengan manajer sebenarnya adalah konsep free cash flow. Tetapi ada kecenderungan bahwa manajer ingin menahan sumber daya (termasuk free cash flow) sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan terkait free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). 26 5. Signalling theory Menurut Hartono, (2005) dalam Sukirni (2012), Signalling Theory menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharap dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Sedangkan menurut Suwardjono (2005) dalam Sukirni (2012), Signalling Theory berakar dari teori akuntansi pragmatik yang memusatkan perhatiannya kepada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi. Salah satu informasi yang dapat dijadikan sinyal adalah pengumuman yang dilakukan oleh suatu emiten. Pengumuman ini nantinya dapat mempengaruhi naik turunya harga sekuritas perusahaan emiten yang melakukan pengumuman. D. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Maith, (2013) menjelaskan Analisis laporan keuangan terdiri dari dua bagian kata, yaitu “analisis” dan laporan keuangan”. Analisis adalah penguraian suatu persoalan atau permasalahan serta menjelaskan mengenai hubungan antara bagian-bagian yang ada di dalamnya untuk selanjutnya diperoleh suatu pengertian secara keseluruhan. Sedangkan laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Harahap (2011:190) mengungkapkan analisis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna 27 antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data nonkuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Tujuan analisis laporan keuangan mempunyai maksud untuk menegaskan apa yang diinginkan atau diperoleh dari analisis yang dilakukan. Dengan adanya tujuan, analisis selanjutnya akan dapat terarah, memiliki batasan dan hasil yang ingin dicapai. E. Pengertian Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDTE) 1. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) yang mencerminkan rasio antara total debt (total hutang) dengan total ekuitas (modal sendiri). Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek atau jangka panjang), sedangkan total ekuitas adalah total modal sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukan komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat Debt to Equity Ratio (DER) berarti komposisi hutang dalam struktur modal perusahaan semakin besar dari modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) (Munawir, 2007). Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara sumber dana pihak ketiga dengan hutang yang menggambarkan struktur perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) menunjukan tingkat resiko suatu perusahaan dimana 28 semakin tinggi rasio Debt to Equity Ratio (DER) maka semakin tinggi resiko perusahaan. Hal ini memberikan indikasi bahwa jumlah ekuitas perusahaan tidak mampu menutupi kuantitas hutang perusahaan. Kesimpulannya semakin banyak laba operasi perusahaan yang digunakan untuk membayar beban bunga tetap, semakin banyak aliran kas yang digunakan untuk membayar angsuran tetap, sehingga laba bersih setelah pajak (EAT) perusahaan akan banyak berkurang (Almadana, 2014). Menurut Riyanto (1999), semakin tinggi tingkat Debt to Equity Ratio (DER) berarti semakin tinggi rasio hutang perusahaan yang digunakan untuk pembiayaan aktiva perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) menunjukan bagian dari tiap modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Pilihan pendanaan struktur modal yang digunakan sangat penting karena pada suatu perbandingan tertentu antara hutang dengan modal sendiri pada tingkat arus kas operasi tertentu dapat meminimalisasi biaya modal rata-rata tertimbang. Hal ini berarti dapat memaksimalisasi nilai pasar dari perusahaan (Nurita, 2012). Menurut Brigham (1989), para investor lebih tertarik pada tingkat Debt to Equity Ratio (DER) tertentu yang besaran rasionya kurang dari satu, karena nilai Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan yang menunjukan nilai lebih dari satu memberi arti bahwa koefisien hutang dalam suatu perusahaan lebih tinggi dari jumlah modal sendiri. Seperti yang telah diutarakan oleh Riyanto (1999) mengenai koefisien hutang, yaitu angka perbandingan antara jumlah modal asing dengan modal sendiri tidak boleh melebihi 1:1 atau 100%. 29 Rasio Debt to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut: π·πππ‘ π‘π πΈππ’ππ‘π¦ π ππ‘ππ (DER) = πππ‘ππ πΏπππππππ‘π¦ πππ‘ππ πΈππ’ππ‘π¦ 2. Long Time Debt to Equity Ratio (LTDTE) Rasio hutang jangka panjang terhadap modal sendiri (Long Time Debt to Equity Ratio) menggambarkan struktur modal perusahaan dan rasio utang terhadap modal akan menentukan besarnya laverage keuangan yang digunakan perusahaan (Weston dan Copeland, 1992:22 dalam Pitaloka, 2009). Long Time Debt to Equity Ratio (LTDTE) merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana utang dapat ditutupi oleh modal perusahaan atau berapa porsi utang dibanding dengan modal perusahaan, supaya aman porsi hutang harus lebih kecil dari modal. Perusahaan yang menggunakan semakin banyak hutang maka akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin besar. Rasio hutang jangka panjang terhadap modal sendiri (long time debt to equity ratio) dapat dirumuskan sebagai berikut: πΏπππ ππππ π·πππ‘ π‘π πΈππ’ππ‘π¦ π ππ‘ππ (LTDTE) = πππ‘ππ πΏπππ ππππ π·πππ‘ πππ‘ππ πΈππ’ππ‘π¦ 30 F. Pengertian Return On Assets (ROA) dan Net Profit Margin (NPM) 1. Return On Assets (ROA) Menurut Hery (2012), Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktivitas yang dimilikinya. Return On Assets (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut: π ππ‘π’ππ ππ π΄π π ππ‘π (ROA) = πΏπππ ππππ πβ πππ‘ππ ππ ππ‘ 2. Net Profit Margin (NPM) Menurut Hery (2012), Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Net Profit Margin (NPM) dapat dirumuskan sebagai berikut: πππ‘ ππππππ‘ ππππππ (NPM) = πΏπππ ππππ πβ πππππ’ππππ ππππ πβ 31 G. Teori Struktur Modal yang Optimal Santika (2011), menjelaskan didalam penelitiannya teori-teori tentang struktur modal yang optimal menurut para ahli diantaranya, Megginson (1997), menjelaskan model trade off theory yang menggambarkan bahwa struktur modal yang optimal dapat ditentukan dengan menyeimbangkan keuntungan atas penggunaan utang dengan cost financial dan agency problems. Teori ini merupakan kesimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan hutang. Mirza (1996) the trade – off model memang tidak dapat dipergunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan tetapi melalui model ini memungkinkan dibuat 3 kesimpulan tentang penggunaan leverage yaitu : (1) Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang yang lebih besar, (2) Perusahaan yang memiliki tangible assets dan marketable assets seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets. Hal ini disebabkan intangible assets lebih mudah untuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress,dibandingkan standart asset dan tangible assets, dan (3) Perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya dari pada perusahaan yang dibayarkan diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan.