skripsi tinjauan yuridis tindak pidana penyalahgunaan narkotika

advertisement
SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA YANG DILAKUKAN
OLEH OKNUM KEPOLISIAN
(Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)
OLEH:
ASPAR AMIEN
B111 11 368
BAGIAN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA YANG DILAKUKAN
OLEH OKNUM KEPOLISIAN
(Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana
pada Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
disusun dan diajukan oleh
ASPAR AMIEN
B 111 11 368
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
PENGESAHAN SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA YANG DILAKUKAN
OLEH OKNUM KEPOLISIAN
(Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)
disusun dan diajukan oleh
ASPAR AMIEN
B 111 11 368
Telah Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk
dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana
Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Pada Hari Senin, 7 Maret 2016
Dan Dinyatakan Diterima
Panitia Ujian
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Muhadar, S.H.,M.S.
NIP. 19590317 198703 1 002
Dr. Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H.
NIP. 19671010 199202 2 002
An. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik,
Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.
NIP. 19610607 198601 1 003
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :
Nama
:
ASPAR AMIEN
Nomor Induk
:
B 111 11 368
Judul Skripsi
:
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan
Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian
(Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai
ujian akhir program studi.
Makassar, Januari 2016
Pembimbing I
Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S.
NIP. 19631024 198903 1 002
Pembimbing II
Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H
NIP. 19671010 199202 2 002
iii
PERSETUJUAN UNTUK MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :
Nama
:
ASPAR AMIEN
Nomor Induk
:
B 111 11 368
Judul Skripsi
:
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang
Dilakukan oleh Oknum Kepolisian
(Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai
ujian akhir program studi.
Makassar, Januari 2016
a.n. Dekan
Pembantu Dekan I,
Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.
NIP. 196106071986011003
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
nama
: ASPAR AMIEN
NIM
: B111 11 368
program studi : Ilmu Hukum
dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul,
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN
(Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan
dan daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, 20 April 2016
Yang membuat pernyataan,
Materai 6000
Aspar Amien
v
ABSTRAK
ASPAR AMIEN (B111 11 368), “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian (Studi
Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)”. Di bawah bimbingan Bapak
Muhadar selaku pembimbing I dan Ibu Nur Azisa selaku pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil
terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh
Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS
dan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan
memilih instansi yang relevan dengan masalah dalam skripsi ini yakni Pengadilan
Negeri Makassar dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data
Primer diperoleh secara langsung di lapangan atau dengan teknik tanya jawab
(wawancara) terhadap narasumber di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban tersebut. Sedangkan teknik pengumpulan data Sekunder diperoleh dari
membaca dan menelaah beberapa literatur, dokumen resmi, peraturan
perundang-undangan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang mendukung
dan yang berhubungan dengan materi yang akan dikemukakan dalam skripsi.
Setelah semua data terkumpul, maka data tersebut diolah dan dianalisa secara
kualitatif dan selanjutnya disajikan secara deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa 1). Penerapan Hukum
Pidana Materil oleh Hakim terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika oleh
Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS
telah tepat, karena tindak pidana yang dilakukan terdakwa telah memenuhi unsurunsur dari syarat pemidanaan atau telah memenuhi ketentuan penerapan sanksi
terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. 2). Pertimbangan Hukum Hakim terhadap tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Aparat Kepolisian di Kota Makassar
dalam menjatuhkan pemidanaan telah tepat karena Hakim dalam perkara
No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS menjatuhkan pemidanaan berdasarkan pasal 184
KUHAP merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya alat-alat bukti tersebut bukti
tersebut mendukung fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang
meyakinkan hakim bahwa tindak pidana penyalahgunaan Narkotika benar-benar
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan
terutama nikmat umur dan kesehatan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan
Skripsi
ini
dengan
judul
“Tinjauan
Yuridis
Terhadap
Tindak
Pidana
Penyalahgunaan narkotika Yang Dilakukan Oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus
Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.Mks)” sebagai prasyarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Program Strata Satu Universitas Hasanuddin
Makassar. Tak lupa Shalawat dan salam terhaturkan untuk Sang Baginda
Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta
Ayahanda Alm H Muh Amien dan Ibunda Hj Ramlah dengan penuh ketulusan,
kesabaran dan kasih sayang membesarkan dan tak henti-hentinya memberikan
semangat serta nasihat kepada Penulis dalam menimba ilmu pengetahuan.
Pencapaian Penulis tidak lepas dari keberadaan kedua orang tua Penulis yang
senantiasa memberikan Doa dan dukungannya.
Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar
tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu, maka
izinkanlah Penulis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penelitian hingga penulisan Skripsi ini:
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini menemui
banyak kendala dan hambatan, untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S selaku Pembimbing
I (satu) dan Dr. Aziza .S.H., M.H selaku Pembimbing II (dua) yang telah banyak
vii
membimbing dan memberikan arahan selama penulisan Skripsi. Dan terima kasih
kepada para pihak yang ikut membantu dan terus memberikan semangat dan
dorongan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
1.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA.
selaku Rektor Universitas Hasanuddin.
2.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Farida, SH., M.Hum selaku Dekan
Fakultas Hukum Unhas, beserta para Wakil Dekan Prof. Dr. Ahmadi
Miru, S.H., M.H., Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., Dr. Hamzah
Halim, S.H., M.H., atas berbagai bantuan yang diberikan kepada
Penulis, baik bantuan untuk menunjang berbagai kegiatan individual
maupun yang dilaksanakan oleh Penulis bersama organisasi lain di
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
3.
Terima kasih kepada H.M. Imran Arief, SH., MH., Dr. Dara Indrawati,
SH., MH dan Hijrah Adhyanti Mirzana, S.H., M.H selaku Dewan
penguji yang telah memberikan bimbingannya sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
4.
Terima kasih kepada Ketua Bagian Hukum Pidana Prof. Dr. Muhadar,
S.H., M.S dan Sekretaris Bagian Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H dan Para
Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang telah
menuangkan ilmu kepada Penulis sejak kuliah pada Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin Makassar sampai sekarang.
5.
Terima kasih Kepada Seluruh staff akademik dan perpustakaan FHUH khususnya kepada Pak Usman, kak Tri dan Pak Ramalan atas
segala bantuannya selama Penulis berkuliah di FH-UH.
6.
Terima kasih kepada saudara-saudari penulis verawati Amien,
Hastomo Amien, S.E, Susisusanti Amien, dan Agung Saputra
viii
Amien yang memberikan dorongan dan semangat serta motivasi
dalam menyelesaikan studi ini.
7.
Kepada sahabat-sahabat yang sudah saya anggap sebagai keluarga
sendiri, Desi fita sari, whiwinnurhidayat, Antho Rukmanasari, Andi
Ahmad Fauzan, Zoelfadly, trysutrisno, Andri Atmawijaya Yasin,
Andi Rio Fatwadewanda, Ikbal sanjaya, dhirga adipaty, Terima
kasih atas berbagi pengalamannya selama ini dan yang selalu setia
menemani dan memberikan bantuan serta dorongan kepada penulis.
8.
Kepada teman-teman seperjuangan Selama di Fakultas Hukum,
Fadhil Putra, Muh Muallif Heru W, Muh Try Fandy Nasir, Muh
Abdillah Fadlyansyah, Muh Febriansyah, Zainal Arief, A Arie
Veriansyah, Aldi Rinaldi, Irfan Nur hadi, Zulham Syahrir, Agung
Hidayat, Zakaria, Ichwan Setiawan, Nidzamul Nadvi, Ismail,
Syahrul Alam, Febry Nur Naim, selamat berjuang dan terima kasih
atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.
9.
Kepada teman-teman Mediasi angkatan 2011, selamat berjuang dan
terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.
10. Terima kasih kepada Keluarga Besar Gerakan Radikal Anti Tindak
Pidana Korupsi (GARDA TIPIKOR) dan UKM Bola Basket Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin yang telah menjadi teman baik dan
memberikan banyak pelajaran hidup kepada Penulis.
11. Terima Kasih Kepada Teman KKN Gelombang 87 UNHAS khususnya
Kab. Enrekang, Kec. Curio, Desa/Kelurahan Mandalan. Terima kasih
atas pengalaman baru yang diberikan selama KKN.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun telah banyak menerima bantuan
dari berbagai pihak. Apabila terdapat
kesalahan-kesalahan dalam skripsi
ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kritik dan saran yang
ix
membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya kepada rekanrekan yang telah turut memberikan sumbangsinya dalam menyelesaikan skripsi
ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Makassar, Januari 2015
Aspar Amien
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ........................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A.
B.
C.
D.
BAB II
Latar Belakang Masalah ........................................................
Rumusan Masalah ................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................
1
8
8
8
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 10
A. Tinjauan Yuridis ..................................................................... 10
B. Tindak Pidana ........................................................................ 15
1. Pengertian Tindak Pidana ................................................ 15
2. Unsur-unsur Tindak Pidana .............................................. 18
C. Narkotika................................................................................ 21
1. Pengertian Narkotika ....................................................... 21
2. Penyalahgunaan Narkotika ............................................. 23
3. Jenis dan Penggolongan Narkotika ................................. 25
4. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika................................ 32
D. Pidana dan Pemidanaan....................................................... 41
1. Pengertian Pidana & Pemidanaan .................................. 41
2. Teori Tujuan Pemidanaan ............................................... 43
3. Jenis-jenis Pemidanaan .................................................. 46
E. Kepolisian ............................................................................. 56
1. Pengertian Kepolisian ..................................................... 56
2. Tugas dan Wewenang Kepolisian ................................... 57
3. Kode Etik Profesi POLRI dan Sanksi bagi Anggota POLRI
yang .melakukan pelanggaran ........................................ 61
F. Pertimbangan Hakim ............................................................ 64
xi
1. Pertimbangan Yuridis ...................................................... 64
2. Pertimbangan Sosiologis ................................................ 70
BAB III
METODE PENELITIAN ............................................................... 71
A.
B.
C.
D.
BAB IV
Lokasi Penelitian..................................................................
Jenis dan Sumber Data .......................................................
Teknik Pengumpulan Data...................................................
Analisis data ........................................................................
71
71
72
72
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 73
A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Penyalagunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh
Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam Putusan No.
1811/Pid.B/2013/PN.MKS.................................................... 73
1. Posisi Kasus ................................................................... 73
2. Dakwaan JPU ................................................................. 76
3. Tuntutan Penuntut Umum ............................................... 81
4. Amar Putusan Hakim ...................................................... 82
5. Analisis Penulis .............................................................. 82
B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana
terhadap
pelaku
dalam
Putusan
No.
1811/Pid.B/2013/Pn.Mks ..................................................... 86
1. Pertimbangan Fakta dan Pertimbangan Hukum Hakim
..................................................................................... 87
2. Pertimbangan Subyektif ............................................... 90
3. Analisis Penulis ............................................................ 92
BAB V
PENUTUP ................................................................................... 94
A. Kesimpulan ........................................................................... 94
B. Saran .................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 96
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga
untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah
diperlukan suatu produksi Narkotika yang terus menerus untuk para
penderita tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika di satu sisi
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain
dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalah gunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan
yang ketat dan saksama. Narkotika apabila dipergunakan secara tidak
teratur menurut takaran/dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan
mental
bagi
yang
menggunakannya
serta
dapat
menimbulkan
ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat
yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus
menerus karena sebab-sebab emosional.
Masalah penyalahgunaan Narkotika ini bukan saja merupakan
masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan
juga bagi dunia Internasional. Memasuki abad ke-20 perhatian dunia
internasional terhadap masalah Narkotika semakin meningkat, salah satu
1
dapat dilihat melalui Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun
1961.(Kusno Adi, 2009:30)
Masalah penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, sekarang ini
sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain
karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan
mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran
nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap.
Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini
sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat
maraknya pemakaian secara illegal bermacam-macam jenis Narkotika.
Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap
Narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di
kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.
Setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum termasuk
kepolisian
yang
secara
universal
mempunyai
tugas
dan
fungsi
menjagakeamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan ketentuanketentuan Hukum yang berlaku untuk mewujudkan kepastian Hukum dan
keadilan, fungsi dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
diatur didalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia memperluas fungsi dan tugas Kepolisian yang meliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
2
perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (Warsito Hadi Utomo, 2002:IX).
Posisi Kepolisian RI sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 kerap kali mengalami perubahan. Oleh karena itu wawasan
paradigma kepolisian yang mandiri, profesional dan merakyat kedepan
perlu terus mendapat pemikiran yang konstruktif dan inovatif untuk
menempatkan kedudukan atau posisi Kepolisian yang tepat dan efektif
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan kemajuan
masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena
supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi dan
transparansi, yang telah melahirkan paradigma baru dalam melihat tujuan,
tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai
tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang makin mengikat dan lebih berorientasi
kepada masyarakat yang dilayaninya.
Kepolisian merupakan aparat penegak hukum memiliki perandalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kiprah
Kepolisian sudah mulai mengisi perjalanan hidup dan ketatanegaraan di
tanah air. Mereka mengarahkan segala kekuatan jaringan keahlian,
perlengkapan dan personilnya untuk memberantas kejahatan-kejahatan itu,
baik merupakan kejahatan perorangan maupun berupa sindikat seperti
3
sindikat curanmor, sindikat Narkotika, sindikat perdagangan perempuan,
bahkan kejahatan bersifat internasional yang melibatkan warga negara
Indonesia. Kepolisian berusaha mengungkap suatu kejahatan atau tindak
pidana dimulai dari penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan orang atau
tersangka, dan barang bukti sampai kejahatan itu dilimpahkan ke
pengadilan.
Maraknya kejahatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan
Narkotika dan bahan-bahan yang sering kali disandingkan secara gelap
untuk membuat Narkotika (Prekursor) Narkotika sebagaimana yang
selamaini masyarakat dengar maupun baca dari media massa perlu
mendapatkan perhatian yang serius. Angka perkembangan kasus
kejahatan bersangkutan dari tahun ke tahun bertumbuh dengan cepat
sekalipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang peredaran Narkotika
dan prekursor Narkotika. Dapat disimpulkan bahwa kejahatan Narkotika
bukanlah kejahatan yang sifatnya lokal (wilayah-wilayah teretentu
saja),tetapi telah merebak sampai ke seluruh pelosok wilayah Indonesia.
Terbukti, dapat dipastikan hampir setiap wilayah hukum kabupaten/kota
diIndonesia ditemukan penyalahgunaan Narkotika dan prekursor Narkotika.
Penyalahgunaannya pun dilakukan oleh orang perorang hingga melibatkan
kelompok tertentu dalam suatu komunitas masyarakat bahwa hingga
masyarakat kalangan menengah keatas dan bahkan sampai melibatkan
oknum aparat penegak hukum. Secara aktual, penyebaran Narkotika telah
mencapai tingkatyang sangat memprihatinkan. Tidak terhitung lagi
banyaknya upaya pemberantasan Narkotika dan prekursor Narkotika yang
4
sudah dillakukanoleh pemerintah, namun disadari bahwa bukanlah suatu
hal yang mudah untuk melakukan hal tersebut. Kasus-kasus tersangkut
Narkotika dan Prekursor Narkotika terus saja bermunculan dengan analisis
bahwa unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan
di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah masalah keuntungan
ekonomis.
Bisnis Narkotika dan Prekursor Narkotika tumbuh menjadi salah satu
bisnis yang paling menggiurkan dan bukan suatu hal yang aneh apabila
penjualan Narkotika dan Prekursor Narkotika selalu meningkat setiap
tahunnya yang berbanding hampir sama dengan pencucian uang dari bisnis
Narkotika dan Prekursor Narkotika. Artinya adalah bahwa penanganan
terhadap kasus tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib
mendapatkan perhatian khusus dari Para Aparat Penegak Hukum.
Dalam penyelenggaraan pelayan kesehatan, Narkotika memegang
peranan penting karena Narkotika ini digunakan untuk Kepentingan Ilmu
Pengetahuan, Penelitian, Pengembangan Pendidikandan Pengajaran
sehingga ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan
impor. Namun demikian, dampak positif dari Narkotika sering disalah
gunakan seperti penggunaan yang berlebihan dan pemakaian yang
berulang-ulang tanpa ada petunjuk medis yang jelas. Akibat dari semua itu
tanpa pengawasan dari petugas yang berwenang akan mengakibatkan
ketagihan hingga ketergantungan, yang kemudian menimbulkan sebagai
permasalahan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
kehidupan sehari-hari seperti adanya tindakan-tindakan kriminal yang
5
dilakukan oleh para pemakai Narkotika tersebut dengan menghalalkan
segala cara agar mereka dapat memperoleh obat itu sehingga mencuri dan
memeras pun dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mendapatkan obat
itu.
Berdasarkan salah satu Asas Hukum yang dijadikan sebagai acauan
terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, Yakni Lex
Specialis
Derogat
Legi
Generale,
maka
untuk
menjerat
pelaku
penyalahgunaan narkotika digunakanlah Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika yang sifatnya lebih khusus. Salah satu upaya untuk
memberantas penyalahgunaan Narkotika adalah dengan mencari dan
membasmi asal muasal atau yang memproduksi barang tersebut sehingga
para pemakainya kesulitan untuk mendapatkan Narkotika itu.
Penerapan pidana ganda dalam tindak pidana Narkotika diatur
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu
pada Pasal 111 sampai dengan Pasal 127. Dalam Pasal 111 ayat (1)
dijelaskan bahwa:
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam,
memelihara,
memiliki,
menyimpan,
menguasai,
atau
menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”
Berdasarkan pasal di atas, maka pelaku tindak pidana Narkotika
diancam dengan penjatuan pidana pokok secara kumulatif, yaitu pidana
6
penjara dan pidana denda. Oleh karena itu, penerapan pidana pokok
secara kumulatif dimaksudkan sebagai efek jera bagi para produsen,
penyuplai, dan pihak-pihak yang terkait dalam kejahatan Narkotika
tersebut. Tetapi ternyata dalam kenyataannya banyak pelaku tindak pidana
Narkotika dan masyarakat secara umum tidak merasa jera dengan beratnya
ancaman sanksinya karena ternyata banyak putusan hakim yang dianggap
terlalu ringan sehingga tidak sebanding dengan dampak kejahatan yang
ditimbulkan atau keuntungan yang diperoleh dari peredaran Narkotika.
Dalam rangka pemberantasan sindikat Narkotika yang sudah begitu
meluas sampai ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, aparat kepolisian
memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar demi menjaga
keamanan dan stabilitas Negara Republik Indonesia. Tetapi fakta dan
realita berbicara lain bahwa ternyata oknum-oknum kepolisian itu sendiri
yang menjadi pelaku tindak pidana dari sindikat tersebut. Sudah ada kasus
terjadi yang tersangkanya aparat kepolisian. Oleh karena itu, maka tidak
mengherankan jika pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika
semakin hari semakin meningkat bahkan bukan hanya dikalangan
masyarakat umum tetapi juga aparat kepolisian.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis terdorong untuk
melakukan penelitian yang mendalam tentang “Tinjauan Yuridis
Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh Aparat
Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks)”.
7
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka Penulis dapat
mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku
tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh
Aparat
Kepolisian
di
Kota
Makassar
dalam
putusan
No.
1811/Pid.B/2013/Pn.Mks?
2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan
pidana
terhadap
pelaku
dalam
Putusan
No.
1811/Pid.B/
2013/Pn.Mks?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku
tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh
Aparat
Kepolisian
di
Kota
Makassar
dalam
putusan
No.
1811/Pid.B/2013/PN.MKS
2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013
/PN.MKS
D.
Kegunaaan Penelitian
Adapun yang menjadi Kegunaan penelitian dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan ilmiah, yaitu penelitian diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
8
khususnya
yang
berhubungan
terhadap
Tindak
Pidana
Penyalahgunaan Narkotika Golongan I. Di samping itu dapat
menjadi bahan acuan bagi yang akan meneliti lebih luas masalah
tersebut.
2. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi sehubungan dengan tindak pidana penyalahgunaan
Narkotika golongan I. Selain itu dapat dijadikan pertimbangan dalam
memutuskan perkara tindak pidana penyalahgunaan Narkotika
golongan I di masa yang akan datang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Yuridis
Tinjauan yuridis adalah suatu kegiatan memeriksa secara teliti,
menyelidiki, mengumpulkan data, yang dilakukan secara sistematis dan
objektif untuk memecahkan persoalan menurut hukum dan dari segi hokum
(W.J.S. Poerwadarminta, 2006 : 194). Dalam hal ini, Penulis akan
menyelidiki secara sistematis dan objektif untuk memecahkan persoalan
penyalahgunaan narkotika.
Penyalahgunaan narkotika telah menimbulkan banyak korban dan
banyak masalah sosial lainnya di dunia. Untuk konteks Indonesia, ternyata
negeri ini bukan lagi sekadar menjadi daerah sasaran peredaran gelap atau
sekadar sasaran transaksi atau transit narkotika, tetapi Indonesia telah
menjadi salah satu negara produsen narkotika dalam skala besar di dunia.
Hal ini terbukti dengan beberapa kasus-kasus tertangkapnya bandar
narkotika, jaringan atau sindikatnya dan terbongkarnya pabrik-pabrik besar
yang memproduksi narkotika diIndonesia. Kenyataan ini tentu saja
mengkhawatirkan,
terutama
terkait
dengan
masa
depan
dan
keberlangsungan bangsa. Narkotika telah menyebar tidak hanya di kotakota, tetapi juga di daerah-daerah terpencil. Para pengguna narkotika
bukan lagi terbatas pada usia dewasa, bahkan anak usia dini pun telah
menjadi korbannya, dan yang paling rentan mendapat pengaruh narkotika
adalah generasi muda usia remaja. Jika generasi muda negeri ini banyak
10
yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika dan menjadi korban,
maka alamat lost generasi akan terjadi dimasa depan (Ahmad Syafii
dalamJurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009 : 219-232).
Untuk itu masyarakat memerlukan hukum yang berfungsi sebagai
pengatur segala tindak tanduk manusia dalam masyarakat, oleh karena itu,
dalam menjalankan fungsi hukum itu pemerintah dapat menggunakan
menggunakan alat paksa yang lebih keras yaitu berupa sanksi. Sanksi
merupakan suatu akibat yang timbul diberikan dari reaksi atas suatu
perbuatan, contohnya sanksi pidana yang dapat juga diberikan terhadap
pelaku penyalahgunaan narkotika yang saat ini merupakan hal yang perlu
sekali mendapat perhatian khusus mengingat dampak-dampak yang dapat
ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika tersebut. Narkotika adalah
sejenis zat kimia atau obat yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan
medis dan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, sesuai dengan Pasal
6:
1. Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan
kedalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan
c.Narkotika Golongan III.
2. Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Idan merupakan bagian yang terpisahkan dari UndangUndang ini.
11
3. Ketentuan
mengenai
perubahan
penggolongan
Narkotika
Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan
Menteri.
Namun di sisi lain Narkotika sering digunakan di luar kepentingan
medis dan ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu
bahaya bagi si pemakai, yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh
pada tatanan kehidupan sosial masyarakat, bangsa dan negara. Hampir
setiap negara di dunia menyatakan perang terhadap penyalahgunaan
narkotika, dan menganggapnya sebagai suatu kejahatan berat, terutama
bagi penanaman bibit, memproduksi, meracik secara ilegal, dan
parapengedar gelap. Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia
sekarang ini dirasakan gawat. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai
letak strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan politik dalam
dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi menanggulangi
kejahatan penyalahgunaan narkotika, yaitu dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang ini merupakan
undang-undang yang baru menggantikan undang-undang yang lama yaitu
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976. Pengganti undang-undang yang
lama itu dirasa perlu karena seiring dengan bertambahnya waktu dirasakan
tidak sesuai lagi dengan kemajuan teknologi dan perkembangan
penyalahgunaan narkotika yang semakin meningkat dan bervariasi motif
penyalahgunaan dan pelakunya, dilihat dari cara menanam, memproduksi,
menjual, memasok dan mengkonsumsinya serta dari kalangan mana
pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut, karena tidak sedikit yang
12
melakukannya adalah dari kalangan anak-anak dan remaja yang
merupakan generasi penerus bangsa. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dapat
dikenakan sanksi pidana, yang berarti penyalahguna narkotika dapat
disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika. Harus disadari bahwa
masalah penyalahgunaan narkotika adalah suatu problema yang sangat
komplek, oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari semua pihak
agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, karena pelaksanaan undangundang tersebut, semuanya sangat tergantung pada partisipasi semua
pihak baik pemerintah, aparat keamanan, keluarga, lingkungan maupun
guru di sekolah, sebab hal tersebut tidak dapat hilang dengan sendirinya
meskipun telah dikeluarkan undang-undang yang disertai dengan sanksi
yang keras. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan sumber daya
manusia Indonesia perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang
pengobatan dan pelayanan kesehatan, termasuk dengan mengusahakan
ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat
dan ilmu pengetahuan.Oleh karena itu agar penggunaan narkotika tidak
disalahgunakan haruslah dilakukan pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan seksama menurut undang-undang yang berlaku. Permasalahan
narkotika dipandang sebagai hal yang gawat, dan bersifat internasional
yang dilakukan dengan modus operandi dan teknologi yang canggih. M
engimpor,
mengekspor,
memproduksi,
menanam,
menyimpan,
mengedarkan dan menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat, serta bertentangan dengan peraturan perundang-
13
undangan yang berlaku adalah kejahatan dan merupakan bahaya yang
sangat besar bagi kehidupan manusia dan masyarakat, bangsa dan negara
serta Keutuhan Nasional Indonesia. Hal ini merupakan tindakan subversi
yang merupakan rongrongan yang dilakukan oleh pelaku perbuatan pidana
narkotika terhadap bangsa dan negaranya sendiri tanpa disadari, terutama
generasi muda, akibatnya menjadi bangsa yang lemah baik fisik maupun
psikisnya. Untuk itu dalam hukum Nasional Indonesia telah mengatur
segala yang berhubungan dengan narkotika dalam suatu Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika telah mengatur tentang ketentuan pidana bagi siapa
saja yang dapat dikenakan pidana beserta denda yang harus ditanggung
oleh penyalahguna narkotika atau dapat disebut sebagai pelaku perbuatan
pidana narkotika. Masyarakat awam banyak yang mengira bahwa hukuman
yang dijatuhkan pada pelaku perbuatan pidana narkotika itu sama. Padahal
dalam undang-undang narkotika sendiri tidak membedakan pelaku
perbuatan pidana narkotika beserta sanksi yang berbeda pula. Dalam
penyalahgunaan narkotika, tidak hanya pemakai saja yang dapat
dikenakan pidana, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, baik
pelaku yang menyuruh lakukan, yang turut serta melakukan dan penganjur
maupun pembantu dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana.
Berdasarkan
hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
meskipun
berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis (undang-undang
khusus lebih diutamakan daripada undang-undang yang bersifat umum)
14
namun tidak semua undang-undang yang bersifat umum tersebut tidak
digunakan setelah ada undang-undang khusus yang mengaturnya, karena
masih ada ketentuan-ketentuan yang belum diatur dalam undang-undang
khusus, dan undang-undang yang bersifat umum mengatur mengenai
ketentuan tersebut, seperti mengenai penyertaan dalam melakukan
perbuatan pidana, di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika tidak mengaturnya, namun di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) telah mengaturnya, maka Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dapat digunakan sebagai dasar ketentuan pidana
dalam hal penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana apapun juga
termasuk masalah narkotika.
B.
Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan
“strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak
pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tanpa memberikan
sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud
dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut. Perkataan “feit” itu sendiri di
dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een
gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat
dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strabaarfeit” itu dapat
diterjemahkan sebagai “sebagaian dari suatu kenyataan yang dapat
dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita
15
ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai
pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan ( P.A.F.
Lamintang,1996:181).
Adami Chazawi (2002:69) dalam bukunya menyebutkan:
“Strafbaarfeit sendiri terdiri dari tiga kata yakni straf, baar dan feit,
beberapa istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari
strafbaarfeit, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan
hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh,
sementara itu untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,
pelanggaran dan perbuatan”.
Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana,
antara lain sebagai berikut:
Moeljatno (2000:54) mengatakan bahwa:
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Simons (Moeljatno, 2000 : 56) menerangkan bahwa:
Stafbaar feita dalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan
pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan
kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung
jawab.
Menurut Van Hattum (P.A.F. Lamintang, 1996:184) mengatakan
bahwa:
Perkataan straafbaaritu berarti voor straaf inaanmerking komend
atau straaf verdienend yang juga mempunyai arti sebagai ‘pantas
untuk dihukum’, sehingga perkataan straafbaar feit seperti yang telah
digunakan oleh pembuat undang-undang di dalamKUHP itu secara
eliptis, harus diartikan sebagai suatu ‘tindakan’, oleh karena telah
melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi
dapat dihukum, atau “feit terzakevan hetwelkeen persoon straafbaar
is.
16
Jadi, menurut pendapat Van Hattum tersebut diatas, antara feitdan
persoon yang melakukannya tidak dapat dipisahkan.Berbeda dengan
pendapat Van Hattum dan Simons sebagamana terurai di atas, maka
Pompe (Lamintang,1996:182) memberi pengertian straafbaar feit itu dari
dua (2) segi, yaitu:
1. Dari segi teoritis, straafbaar feit itu dapat dirumuskan sebagai
suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib umum) yang
dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan
oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap
pelaku tersebut adalah perlu, demi terpeliharanya tertib hukum
dan terjaminnya kepentingan umum.
2. Dari segi hukum positif, straafbaar feit itu sebenarnya adalah
tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan
Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat
dihukum.
Tresna (Adami Chazawi; 2002:72-73) menyatakan bahwa:
Walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi
yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik suatu
definisi, yang menyatakan bahwa: Peristiwa pidana itu adalah suatu
perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan
lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
Zainal Abidin (2007:143) menguraikan, bahwa:
Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, sesungguhnya istilah straafbaar
feit secara harfiah dapat diterjemahkan dengan peristiwa pidana
adalah keliru, karena bukan peristiwa yang dipidana, akan tetapi
orang yang mewujudkan peristiwa yang dilarang atau dijatuhi sanksi.
17
Lebih lanjut Zainal Abidin (2007:231) menyatakan bahwa:
Pada hakekatnya, istilah yang paling tepat untuk digunakan ialah
“delik” yang berasal dari bahasa latin delictum atau delicta, karena:
a. Bersifat universal (umum), semua orang di dunia mengenalnya,
b. Bersifat ekonomis karena singkat,
c. Tidak menimbulkan kejanggalan seperti pada peristiwa pidana,
perbuatan pidana (bukan peristiwa dan perbuatan yang dipidana,
akan tetapi pembuatnya),
d. Luas pengertiannya, sehinnga meliputi juga delik-delik yang
diwujudkan oleh korporasi, orang mati, orang yang tidak dikenal
menurut hukum pidana ekonomi indonesia.
Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana tersebut di
atas, maka dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan
yang melawan hukum yang mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke
dalam unsu-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah
disebutkannya suatu tindakan manusia ,dengan tindakan itu seseorang
telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang.
Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, suatu tindakan itu dapat
merupakan “eendoe“ atau “een niet doen“ atau dapat merupakan hal
melakukan sesuatu ataupun hal tidak melakukan sesuatu, yang terakhir ini
di dalam doktrin juga sering disebut sebagai “een nalaten“ yang juga berarti
“hal mengalpakan sesuatu yang diwajibkan (oleh undang-undang)”.
Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari
dua sudut pandang yaitu sudut pandang teoritis dan sudut pandang
undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum,
yang tercermin pada bunyi rumusannya, sedangkan sudut pandang
18
undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan
menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundangundangan yang ada. Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan
oleh Adami Chazawi (2002:82), unsur-unsur tersebut berasal dari rumusanrumusan tindak pidana tertentu dalam KUH Pidana, diantaranya terdapat
11 unsur tindak pidana, yakni:
1) Unsur tingkah laku;
2) Unsur melawan hukum;
3) Unsur kesalahan;
4) Unsur akibat konstitutif;
5) Unsur keadaan yang menyertai;
6) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;
7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;
8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
9) Unsur objek hukum tindak pidana;
10) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
11) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh beberapa
teoritis diantaranya, menurut:
1) Menurut Moeljatno (Adami Chazawi,2002:79), unsur tindak
pidana adalah:
a. Perbuatan;
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);
c. Ancaman pidana ( bagi yang melanggar larangan).
19
2) Menurut R.Tresna (Adami Chazawi,2002:80), tindak pidana
terdiri dari unsur-unsur yakni:
a. Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia)
b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. Diadakan tindakan penghukuman.
3) Menurut Vos (Adami Chazawi,2002:80), dapat ditarik unsur unsur
tindak pidana sebagai berikut:
a. Kelakuan manusia;
b. Diancam dengan pidana;
c. Dalam peraturan perundang-undangan.
4) Menurut
Jonkers
(penganut
paham
monisme),
(Adami
Chazawi,2002:81) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana
adalah:
a. Perbuatan (yang);
b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);
c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);
d. Dipertanggungjawabkan.
5) Menurut Schravendijk (Adami Chazawi,2002:81) dalam batasan
yang dibuatnya secara panjang lebar itu, jika dirinci terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kelakuan (orang yang);
b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum;
c. Diancam dengan hukuman;
d. Dilakukan oleh orang (yang dapat);
e. Dipersalahkan/kesalahan.
20
C.
Narkotika
1. Pengertian Narkotika
Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat
begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupun elektronik yang
memberitakan tentang penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari
berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaannya.
AR. Sujono dan Bony Daniel, (2011:2) mengemukakan bahwakata
narkotika pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani “Narkoun” yang
berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Kemudian, Taufik Makarao
(2003:16) mengemukakan bahwa “Narkotika adalah jenis zat yang dapat
menimbulkan
pengaruh-pengaruh
tertentu
bagi
orang-orang
yang
menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh”.
Lebih lanjut UU No. 35 Tahun 2009 (AR. Sujono dan Bony Daniel,
2011:63) menerangkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa,
mengurangi sampai menghilangkan
rasa
nyeri,
dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini (mengenai
daftar golongan narkotika telah diuraikan dalam Bab I).
Merriam-Webster
(AR.
Sujono,dkk;2011:1)
membuat
defenisi
sebagai berikut:
A drug (as opium or morphine) that in moderate doses dulls the
senses, relieves pain, and induces profound sleep but in excessive
doses causes stupor, coma, or convulsions;
21
(Sebuah obat (seperti opium atau morfin) yang dalam dosis tertentu
dapat menumpulkan indra, mengurangi rasa sakit, dan mendorong
tidur, tetapi dalam dosis berlebihan menyebabkan pingsan, koma,
atau kejang;
A drug (as marijuana or LSD) subject to restriction similar to that of
addictive narcotics whether physiologically addictive and narcotic or
not;
Something that soothes, relives, or lulls (untuk menenangkan).
Lebih lanjut (Hari Sasangka, 2003:33-34) menjelaskan bahwa:
Defenisi lain dari Biro Bea dan Cukai Amerika Serikat, antara lain
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika ialah candu,
ganja, cocaine, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari bendabenda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocaine.
Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat,
obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen, Depressant dan
Stimulant.
Dari kedua defenisi tersebut, M. Ridha Ma’ruf (Hari Sasangka,
2003:33-34) menyimpulkan:
a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan
narkotika sintesis. Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai
jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein dan
cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian sempit.
Sedangkan narkotika sintesis adalah termasuk dalam pengertian
narkotika secara luas. Narkotika sintesis yang termasuk di
dalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat
yaitu: Hallucinogen, Depressant, dan stimulant.
b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan syaraf
sentral yang akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau
pembiusan. Berbahaya apabila disalahgunakan.
22
c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obatobat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic and gerous
drugs.
2. Penyalahgunaan Narkotika
Sampai saat sekarang ini secara aktual, penyebaran narkotika dan
obat-obat terlarang mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Hampir
seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkotika dan
obat-obat terlarang, misalnya dari bandar/pengedar yang menjual di daerah
sekolah, diskotik, dan tempat pelacuran. Tidak terhitung banyaknya upaya
pemberantasan narkoba yang sudah dilakukan oleh pemerintah, namun
masih susah untuk menghindarkan narkotika dan obat-obat terlarang dari
kalangan remaja maupun dewasa. Menjadi bayangan yang telah
terejawantahkan dalam bentuk yang mengerikan dimana anak-anak pada
usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sudah banyak yang
menggunakan
bahkan
membantu
mengedarkan
atau
memang
mengedarkan atau menjual narkotika dan obat-obat terlarang.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa sudah banyak dan terhitung
upaya pemerintah untuk memberantas penggunaan narkotika dan obat
obat terlarang, namun kasus-kasus tersangkut narkotika dan obat-obat
terlarang terus saja bermunculan. Jawabannya sangat sederhana yaitu
bahwa unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan
di bidang narkotika dan obat-obat terlarang ini adalah masalah keuntungan
ekonomis. Bisnis narkotika dan obat-obat terlarang tumbuh menjadi salah
satu bisnis yang paling favorit di dunia, sehingga tidak mengherankan
23
apabila penjualan narkotika dan obat-obat sama dengan pencucian uang
dari bisnis narkotika dan obat-obat terlarang.
Begitu bahaya yang dapat ditimbulkan dalam penyalagunaan
narkotika sehingga dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum dalam hal
narkotika yaitu menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Larangan-larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 114
ayat (1) tersebut di atas menunjukkan bahwa undang-undang menentukan
semua perbuatan dengan tanpa hak atau melawan hukum untuk
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I karena
sangat
membahayakan
kriminalitas.Apabila
dan
berpengaruh
perbuatan-perbuatan
terhadap
tersebut
meningkatnya
dilakukan
oleh
seseorang atau tanpa hak, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan
penyalahgunaan narkotika atau merupakan suatu tindak pidana khusus
yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang berat.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas, maka dapat
diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan pemakaian
narkotika (obat) secara berlebih dan bukan untuk pengobatan, sehingga
24
dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, sikap dan tingkah laku dalam
masyarakat.
3. Jenis dan Penggolongan Narkotika
Jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan seharihari karena mempunyai dampak sebagaimana disebut di atas, terutama
terhadap kaum remaja yang dapat menjadi sampah masyarakat bila
terjerumus ke jurangnya, adalah sebagai berikut (Moh. Taufik Makarao, dkk
; 2003 : 21-27):
a. Candu atau disebut juga dengan opium.
Berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver
Somniferum, nama lain dari candu selain opium adalah madat. Bagian yang
dapat dipergunakan dari tanaman ini adalah getahnya yang diambil dari
buahnya. Narkotika jenis candu atau opium termasuk jenis depressants
yang mempunyai pengaruh hypnoticsdan tranglizers. Depressants, yaitu
merangsang sistem syaraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai
sebagai pembunuh rasa sakit yang kuat.
Candu ini terbagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu candu mentah dan candu
matang. Untuk candu mentah dapat ditemukan dalam kulit buah, daun, dan
bagian-bagian lainnya yang terbawa sewaktu pengumpulan getah yang
kering pada kulit buah, bentuk candu mentah berupa adonan yang
membeku seperti aspal lunak, berwarna coklat kehitam-hitaman sedikit
lengket. Aroma candu mentah sedikit langau dan jika dicicipi akan
menimbulkan rasa mati pada lidah. Seadangkan candu masak merupakan
hasil olahan dari candu mentah.Ada dua macam masakan candu, yaitu
Candu masakan dingin (cingko) dan Candu masakan hangat (jicingko).
25
b. Morphine
Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada
candu mentah, diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine
termasuk jenis narkotika yang membahayakan dan memiliki daya eskalasi
yang relatif cepat dimana seseorang pecandu untuk memperoleh
rangsangan yang diingini selalu memerlukan penambahan dosis yang
lambat laun membahayakan jiwa. Dalam penjualan di farmasi bahan
Morphine dicampur dengan bahan lain, misalnya tepung gula, tepung kina,
dan tablet APC yang dihaluskan. Menurut Pharmatologic Principles of
Medical Practice oleh John C. Kranz dan Jeleff Carr bahwa sebagai obat
Morphine berguna untuk hal berikut:
a. Menawarkan
(menghilangkan)
penderitaan
sakit
nyeri,
hanyacukup dengan 10 gram.
b. Menolak penyakit mejan (diare).
c. Batuk kering yang tidak mempan codeine.
d. Dipakai sebelum diadakan pembedahan.
e. Dipakai dalam pembedahan dimana banyak mengeluarkan
darah. Karena tekanan darah berkurang.
f. Sebagai
obat
tidur
bila
rasa
sakit
menghalang-halangi
kemampuan untuk tidur, bila obat bius yang lebih lembut tidak
mampu membuat rasa kantuk (tidur).
Tetapi bila pemakaian Morphine disalahgunakan, maka akan selalu
menimbulkan ketagihan bagi sipemakai. Dari penemuan para ahli farmasi
26
hasil bersama antara Morphine dan opium/candu menghasilkan codeine,
efek codeine lebih lemah dibandingkan heroin.
c. Heroin
Berasal
dari
tumbuhan
papaver
somniferum.
Seperti
telah
disinggung diatas bahwa tanaman ini juga menghasilkan codein, morphine,
dan opium. Heroin disebut juga dengan sebutan putau, zat ini sangat
berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa matiseketika.
d. Cocaine
Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut erythroxylon coca.
Untuk
memperoleh
Cocaineyaitu
dengan
memetik
daun
coca,
laludikeringkan dan diolah di pabrik dengan menggunakan bahan-bahan
kimia. Serbuk cocaine berwarna putih, rasanya pahit danlama-lama serbuk
tadi menjadi basah.
e. Ganja
Berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan rumput
bernama cannabis sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis
dengan mariyuana adalah hashis yang dibuat dari damar tumbuhan
cannabis sativa. Efek dari hashis lebih kuat dari pada ganja. Ganja terbagi
atas dua jenis, yakni:
a. Ganja
jenis
jantan,
dimana
jenis
seperti
ini
kurang
bermanfaat,yang diambil hanya seratnya saja untuk pembuatan
tali.
b. Ganja jenis betina, jenis ini dapat berbunga dan berbuah,
biasanya digunakan untuk pembuatan rokok ganja.
27
f. Narkotika sintesis atau buatan
Adalah sejenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses
kimia secara Farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu
kependekan
dari
lainnya.Napza
Narkotika
tergolong
zat
Alkohol
Psikotropika
psikoaktif,
yaitu
zat
dan
Zat
yang
Adiktif
terutama
berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku,
perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran. Narkotika sintesis ini terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian sesuai menurut reaksi terhadap pemakainya.
1) Depressants
Depressants atau depresif, yaitu mempunyai efek mengurangi
kegiatan dari susunan syaraf pusat, sehingga dipakai untuk
menenangkan syaraf seseorang atau mempermudah orang
untuk tidur. Yang dimaksud zat adiktif dalam golongan
depressants adalah Sedative/Hinotika (obat penghilang rasa
sakit), Tranguilizers (obat penenang), Mandrax, Ativan, Valium 5,
Metalium, Rohypnol, Nitrazepam, Megadon, dan lain-lain.
Pemakai obat ini menjadi delirium, bicara tak jelas, ilusi yang
salah, tak mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat.
2) Stimulants
Yaitu merangsang sistem saraf simpatis dan berefek kebalikan
dengan depressant, yaitu menyebabkan peningkatan kesiagaan,
frekwensi denyut jantung bertambah/berdebar, merasa lebih
tahan
bekerja,
merasa
gembira,
suka
tidur,
dan
tidak
merasalapar. Obat-obat yang tergolong stimulants adalah
28
Amfetamine/ectacy, Menth-Amphetamine/shabu-sabu, Kafein,
Kokaian, Khat, Nikotin. Obat- obat ini khusus digunakan dalam
waktu singkat guna mengurangi nafsu makan, mempercepat
metabolisme tubuh, menaikkan tekanan darah, memperkeras
denyut jantung, serta menstimulir bagian-bagian syaraf dari otak
yang mengatur semangat dan kewaspadaan.
3) Hallucinogens/halusinasi
Zat semacam halusinasi dapat menimbulkan perasaan-perasaan
yang tidak nyata yang kemudian meningkat pada halusinasi
halusinasi atau khayalan karena opersepsi yang salah, artinya
sipemakai tidak dapat membedakan apakah itu nyata atau hanya
ilusi saja. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah L. S. D
(Lysergic Acid Diethylamide), P. C. D (Phencilidine), D. M. T.
(Demithyltrytamine),
PsilacibeMushrooms,
D.
O.
Peyote
M.
Cavtus,
(illicitFormsofSTP),
buttons
dan
GroundButtons.
4) Obat adiktif lain
Yaitu minuman yang mengandung alcohol, seperti beer, wine,
whisky, vodka, dan lain-lain. Minuman local, seperti suguer, tuak,
dan lain-lain. Pecandu alcohol cendrung mengalami kurang gisi
karena alcohol menghalangi penyerapan sari makanan seperti
glukosa, asam amino, asam folat, cacium, magnesium, dan
vitamin B12. Keracunan alcohol akan menimbulkan gejalah muka
merah, bicara cadel, sempoyongan waktu berjalan karena
29
gangguan keseimbangan dan koordinasi motorik, dan akibatyang
paling fatal adalah kelainan fungsi susunan syaraf pusat seperti
neuropati yang dapat mengakibatkan koma.
Jenis-jenis narkotika sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 6 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
digolongkan menjadi :
a. Narkotika Golongan I : narkotika yang paling berbahaya dengan
daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan
pengguanaannya untuk terapai pengobatan, kecuali penelitian
dan pengembangan pengetahuan.
b. Narkotika Golongan II : narkotika yang memiliki daya adiktifkuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Meskipun
demikian penggunaan narkotika golongan II untukterapi dan
pengobatan menjadi pilihan terakhir jika tidak adapilihan lain.
c. Narkotika Golongan III : adalah jenis narkotika yang memilikidaya
adiktif
atau
potensi
ketergantungan
ringan
dan
dapatdipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan
danpenelitian.
Zat atau obat yang dikategorikan sebagai narkotika dalam UUNo. 35
tahun 2009 tentang Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan,
antara lain sebagai berikut (AR. Sujono dan Bony Daniel ; 2011: 49) :
a. Narkotika Golongan I (narkotika yang hanya dapat digunakan
untuktujuan
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
tidak
digunakandalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
30
mengakibatkan ketergantungan), yang menurut lampiran UU No.
35 Tahun 2009 terdiri dari:
1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagianbagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh
dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya
mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3) Opium masak terdiri dari :
a) candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui
suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan,
pemanasan
penambahan
dan
peragian
bahan-bahan
dengan
lain,
atau
dengan
tanpa
maksud
mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk
pemadatan.
b) jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa
memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun
atau bahan lain. jicingko, hasil yang diperoleh dari
pengolahan jicing.
4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau
dalam
bentuk
Erythroxylondari
serbuk
dari
keluarga
semua
tanaman
Erythroxylaceae
genus
yang
31
menghasilkan
kokain
secara
langsung
atau
melalui
perubahan kimia.
6) Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari
daunkoka yang dapat diolah secara langsung untuk
mendapatkan kokaina.
7) Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8) Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan
semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil
olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk
damar ganja dan hasis.
b. Narkotika Golongan II (narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan),
yang menurut lampiran UU No.35 Tahun 2009 terdiri dari:
c. Narkotika Golongan III (narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan
4. Jenis-Jenis Tindak Pidana Narkotika
Adapun jenis-jenis tindak pidana narkotika yang diterangkan dalam
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
baerikut :
32
Pasal 111
1) Setiap orang yang tanpa melawan hukum menanam,
memelihara,
memiliki,
menyimpan,
menguasai,
atau
menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan dipidana denda paling
sedikit Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan
I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling lama
20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum
Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 112
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan
Ibukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
4(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
jutarupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan
miliarrupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 “(sepertiga).
Pasal 113
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan
I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikitRp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)
kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk
bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
33
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
GolonganI, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk
tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilo gram atau melebihi 5
(lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya
5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6
(enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 115
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa,
mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling
sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengankut, atau
mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)
kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi
5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (seper tiga).
34
Pasal 116
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau
memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau
pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (seper tiga).
Pasal 117
1) Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan
II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,
menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga).
Pasal 118
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, menyalurkan Narkotika Golongan II,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20( dua
35
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambaha 1/3 (sepertiga)
Pasal 119
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan
II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud
padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) ditambah 1/3 (seper tiga).
Pasal 120
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa,
mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.600.000.000,00 (enem ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahu dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 121
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau
memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau
pemberian Narkotika golongan II untuk digunakan orang lain
36
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain
mati atau cacat permanen, pelaku dipidan dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah1/3 (seper tiga).
Pasal 122
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
memiliki,menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
GolonganIII, dipidan dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahundan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,
menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud
padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lam 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga).
Pasal 123
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III,
dipidan dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga).
Pasal 124
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahundan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
37
2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli,menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beratnya lebih 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling sedikit 5 (lima ) yahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
pada ayat1(1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 125
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa,
mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan
III,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 126
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan
Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan
Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) dan paling banyakRp.5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain
ataupemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang
lainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan
pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(limabelas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 127
1) Setiap penyalah Guna :
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan
pidanapenjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan
pidanapenjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
38
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan
pidanapaling lama 1 (satu) tahun.
2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 54, pasal 55 dan pasal 103
3) Dalam hal penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan
Narkotika, penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitas sosial.
Pasal 128
1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup
umur,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang
sengajatidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000,00(satu juta rupiah).
2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telahdilaporkanoleh
orang tua atau walinya sebagaimanadimaksud dalam Pasal55 ayat
(1) tidak dituntut pidana.
3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana
dimaksuddalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi
medis2 (dua) kali masa perawatan dokter dirumah sakit dan/atau
lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak
dituntut pidana.
4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 129
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun
danpaling
lama
20
(dua
puluh)
tahun
dan
denda
palingbanyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap
orangyang tanpa hakatau melawan hukum:
a. memiliki,
menyimpan,
menguasai,
atau
menyediakanPrekursorNarkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi,
mengimpor,
mengekspor,
ataumenyalurkanPrekursor
Narkotika
untuk
pembuatan
Narkotika;
c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
39
Pasal 130
1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal
111,Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal
117,Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,Pasal 121, Pasal 122, Pasal
123,Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan
olehkorporasi, selainpidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya,pidanayang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),korporasi
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 131
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal112,
Pasal113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,Pasal 118,
Pasal119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal123, Pasal 124,
Pasal125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal128 ayat (1), dan
Pasal 129dipidana dengan pidana penjarapaling lama 1 (satu) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Pasal 132
1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111, Pasal 112, Pasal113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116,
Pasal 117, Pasal118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121,Pasal 122,
Pasal123,
Pasal
124,
Pasal
125,
Pasal
126,
dan
Pasal129,pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang
samasesuaidengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasalPasaltersebut.
2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
111,Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal116, Pasal
117,Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal121, Pasal 122, Pasal
123,Pasal 124, Pasal 125, Pasal126, dan Pasal 129 dilakukan
secaraterorganisasi,
pidanapenjara
dan
pidana
denda
maksimumnya ditambah 1/3(sepertiga).
3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)tidakberlaku bagi tindak pidana yang diancam denganpidana
mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara 20 (dua
puluh)tahun.
40
Pasal 133
1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu,
memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan,
memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan,
melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup
umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,Pasal 115,Pasal 116,
Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal120,Pasal 121, Pasal 122,
Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal126, dan Pasal 129 dipidana
dengan pidana matiatau pidanapenjara seumur hidup, atau pidana
penjarapaling singkat 5 (lima)tahun dan paling lama 20 (duapuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) danpalingbanyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah).
2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu,
memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan,
memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan,
melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup
umur untuk menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 15 (limabelas)
tahun dan pidana denda palingsedikitRp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan palingbanyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal 134
1) Pecandu
Narkotika
yang
sudah
cukup
umur
dan
dengansengajatidak melaporkan diri sebagaimana dimaksuddalam
Pasal 55 ayatdipidana dengan pidana kurunganpaling lama 6 (enam)
bulanatau pidana denda palingbanyak Rp2.000.000,00 (dua
jutarupiah).
D.
Pidana dan Pemidanaan
1. Pengertian Pidana & Pemidanaan
Stelsel pidana merupakan bagian dari hukum penitensier yang berisi
tentang jenis pidana, batas-batas penjatuhan pidana, cara penjatuhan
pidana, cara dan dimana menjalankannya, begitu juga mengenai
pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana.
Disamping itu, hukum penitensier juga berisi tentang sistem tindakan
41
(maatregel
stelsel).Dalam
usaha
negara
mempertahankan
dan
menyelenggarakan ketertiban dan perlindungan terhadap penyalahgunaan
kekuasaan terhadap berbagai kepentingan hukum,secara represif di
samping diberi hak dan kekuasaan untuk menjatuhkanpidana, negara juga
diberi hak untuk menjatuhkan tindakan (maatregelen).
Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama, yaitu berupa
penderitaan. Perbedaannya hanyalah, penderitaan pada tindakan lebih
kecil atau ringan daripada penderitaan yang diakibatkan oleh penjatuhan
pidana (Adami Chazawi,2002:23).
Pidana lebih tepat didefenisikan sebagai suatu penderitaan yang
sengaja
dijatuhkan/diberikan
oleh
negara
pada
seseorang
atau
beberapa\orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya
yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan
dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit).
Pidana dalam hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan
dari hukum pidana, yang apabila dilaksanakan tiada lain adalah berupa
penderitaan atau rasa tidak enak bagi yang bersangkutan disebutterpidana.
Tujuan utama hukum pidana adalah ketertiban, yang secara khusus dapat
disebut terhindarnya masyarakat dari perkosaan-perkosaan terhadap
kepentingan hukum yang dilindungi. Mencantumkan pidana pada setiap
larangan dalam hukum pidana (strafbaar feit: tindak pidana), di samping
bertujuan untuk kepastian hukum dan dalam rangka membatasi kekuasaan
negara juga bertujuan untuk mencegah (preventif) bagi orang yang berniat
untuk melanggar hukum pidana.
42
2. Teori Tujuan Pemidanaan
Dalam hukum pidana, yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan
terdapat teori (Adami Chazawi, 2002: 157-156), yaitu:
a. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien)
Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar
pembenaran dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat.
Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah
melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum
(pribadi, masyarakat, atau negara) yang telah dilindungi.
Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai dua
arah, yaitu:
1. Ditujukan pada penjahatnya (sudut subjektif dari pembalasan).
2. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di
kalangan masyarakat (sudut objektif dari pembalasan).
Oleh sebab itulah dapat dikatakan bahwa teori pembalasan ini
sebenarnya mengejar kepuasan hati, baik korban dan keluarganya maupun
masyarakat pada umumnya.
b. Teori relatif atau teori tujuan (doel teorien)
Teori relatif atau tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana
adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat.
Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata
tertib itu diperlukan suatu tindakan yang dapat menimbulkan rasa takut
untuk melakukan kejahatan.
43
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu
mempunyai tiga macam sifat, yaitu:
1. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).
2. Bersifat memperbaiki (verbefering/reclasering).
3. Bersifat membinasakan (onscadelijk moken).
Menurut sifat pencegahannya dari teori ini ada dua macam, yaitu:
1. Pencegahan umum (general preventie).
Teori pidana yang bersifat menakut-nakuti merupakan teori
yangpaling lama dianut orang. Menurut teori umum ini, pidana yang
dijatuhkan pada penjahat ditujukan pada orang-orang (umum) menjadi
takut untuk berbuat kejahatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadikan
contoh oleh masyarakat, agar masyarakat tidak meniru dan melakukan
perbuatan yang serupa dengan penjahat itu.
Khalayak menjadi takut untuk melakukan kejahatan maka perlu
dibuat pidana yang ganas dengan eksekusinya yang sangat kejam dengan
dilakukan di muka umum agar setiap orang akan mengetahuinya. Penjahat
yang dipidana itu dijadikan tontonan orang banyak dan dari apa yang
dilihatnya inilah yang akan membuat semua orang takut berbuat serupa.
2. Pencegahan Khusus (special preventie)
Menurut teori ini, tujuan pidana adalah mencegah pelaku kejahatan
yang telah dipidana agar ia tidak mengulang lagi melakukan kejahatan dan
mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan
niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan itu dapat dicapai
dengan jalan menjatuhkan pidana yang sifatnya ada tiga macam, yaitu:
44
1. Menakut-nakutinya;
2. Memperbaikinya;
3. Membuatnya menjadi tidak berdaya.
Maksud menakut-nakuti adalah bahwa pidan harus dapat memberi
rasa takut bagi orang-orang tertentu yang masih ada rasa takut agar ia tidak
lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orangorang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan
yang pernah dilakukannya. Pidana yang dijatuhkan kepada orang yang
seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya.Sementara itu, orang-orang
yang ternyata tidak lagi diperbaiki, pidana yang dijatuhkan terhadapnya
haruslah bersifat membuatnya menjad tidak berdaya atau bersifat
membinasakan.
c. Teori Gabungan (vernegings theorien)
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan
dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan
itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana.
Teori gabungan ini dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu
sebagai berikut:
1. Teori
gabungan
ini
mengutamakan
pembalasan,
tetapi
pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu
dan cukup untuk dapat dipertahankannyatata tertib masyarakat.
2. Teori golongan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh
lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.
45
3. Jenis-jenis Pemidanaan
Stelsel pidana Indonesia pada dasarnya diatur dalam Buku I KUHP
dalam bab ke-2 dari Pasal 10 sampai Pasal 43, yang kemudian juga diatur
lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa peraturan, yaitu:
1. Reglemen Penjara (Stb 1917 No. 708) yang telah diubah dengan
LN 1948 No. 77);
2. Ordonasi Pelepasan Bersyarat (Stb 1917 No. 749);
3. Reglemen Pendidikan paksaan (Stb 1917 No. 741);
4. UU No. 20 Tahun 1946 Tentang Pidana Tutupan.
KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci
jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10 KUHP.
Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara
pidana pokok dengan pidana tambahan.
a. Pidana pokok
1) Pidana mati.
Pidana mati adalah pidana yang terberat, diantara semua
jenispidana yang ada dan juga merupakan jenis pidana yang tertua, terberat
dan sering dikatakan sebagai jenis pidana yang paling kejam. Di indonesia,
penjatuhan pidana mati diancamkan dalam beberapa pasal tertentu dalam
KUHP. Dalam hal ini, Adami Chazawi (2002: 31), berpendapat bahwa
kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah pada
kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya
juga sangat terbatas, seperti:
46
a) Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara (104,
111 ayat (2), 124 ayat (3) jo 129).
b) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan
atau kejahatan dengan faktor-faktor pemberat (104 ayat (3),
340).
c) Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsur/faktor yang
sangat memberatkan (365 ayat (4), 368 ayat (2)).
d) Kejahatan-kejahatn pembajakan laut, sungai dan pantai (444).
Di luar ketentuan KUHP, pidana mati diancamkan pula dalam
beberapa
pasal
Militer(KUHPM),
di
dalam
Kitab
Undang-undang
Undang-undang
Nomor
5
Tahun
Hukum
Pidana
1997
tentang
Psikotropika, dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Pidana mati dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 2
(PNPS) Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang
Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
Menurut undang-undang tersebut Pidana mati dolaksanakan dengan
cara ditembak oleh regu penembak sampai mati.
2) Pidana penjara
Pidana
penjara
merupakan
pidana
pokok
yang
berwujud
pengurangan atauperampasan kemerdekaan seseorang. Namun demikian,
tujuannya hanya untuk memberikan pembalasan terhadap perbuatan yang
dilakukan dengan memberikan penderitaan kepada terpidana karena telah
dirampas atau dihilangkan kemerdekaan bergeraknya. Selain itu, juga
untuk membina dan membimbing terpidana agar dapat kembali menjadi
47
anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan
negara.
Menurut
Adami
Chazawi
(2002:
34-35),
stelsel
pidana
penjaramenurut Pasal 12 ayat (1) KUHP, dibedakan menjadi:
a) Pidana penjara seumur hidup, diancamkan pada kejahatan
kejahatan yang berat, yakni:
o Sebagai pidana alternatif dari pidana mati, seperti Pasal 365
ayat (4) KUHP, Pasal 368 ayat (2) KUHP, dan Berdiri sendiri,
dalam arti tidak sebagi alternatif pidana mati,tetapi sebagi
alternatifnya adalah pidana sementara setinggi tingginya 20
(dua puluh) tahun, misalnya Pasal 106 KUHP danPasal 108
ayat (2) KUHP.
b) Pidana penjara sementara waktu, ancamannya paling rendah
1hari dan paling tinggi (maksimum umum) 15 tahun [Pasal 12
ayat (2) KUHP]. Pidana penjara dapat dijatuhkan melebihi dari
15 tahun secara berturut-turut yakni dalam hal yang ditentukan
dalamPasal 12 ayat (3) KUHP, yaitu sebagai berikut:
o Dalam hal kejahatan-kejahatan yang hakim boleh memilih:
 Apakah akan menjatuhkan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara
maksimum 20 tahun, misalnya Pasal 104, 365 ayat (4)
dan Pasal 368 ayat (2) KUHP;
 Dalam
hal
kejahatan-kejahatan
tertentu
yang
diancamdengan pidana penjara maksimum 20 tahun
48
sebagaialternatif pidana penjara maksimum 20 tahun
sebagaialternatif pidana penjara seumur hidup [Pasal 106
KUHPdan Pasal 108 ayat (2) KUHP].
o Dalam hal telah terjadi: perbarengan, atau pengulangan atau
kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan Pasal 52
KUHPpada kejahatan-kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara sementara, maksimum 15 tahun seperti Pasal
338 KUHP, Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 140 ayat (1)
KUHP.
3) Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya bisa dijatuhkan oleh hakim bagi orang orang
dewasa dan merupakan satu-satunya jenis pidan pokok berupa
pembatasan kebebasan bergerak yang dapat dijatuhkan oleh hakim bagi
orang-orang yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Menurut Adami Chazawi (2002: 38-39), dalam beberapa hal pidana
kurungan adalah sama dengan pidana penjara, yaitu sebagai berikut:
a) Sama-sama berupa pidana hilang kemerdekaan bergerak.
b) Mengenal maksimum umum. Maksimum umum pidana penjara
adalah 15 tahun yang karena alasan-alasan tertentu dapat
diperpanjang
menjadi
maksimum
20
tahun,
sedangkan
maksimum pidana kurungan adalah 1 tahun yang dapat
diperpanjang maksimum 1 tahun 4 bulan. Minimum umum pidana
penjara maupun pidana kurungan sama yaitu 1 hari. Sementara
itu, maksimum khusus disebutkan pada setiap rumusan tindak
49
pidana tertentu sendiri-sendiri yang tidak sama bagi setiap tindak
pidana, bergantung diri pertimbangan berat ringannya tindak
pidana yang bersangkutan.
c) Orang yang dipidana kurungan dan dipidana penjara diwajibkan
untuk menjalankan (bekerja) pekerjaan tertentu walaupun
narapidana kurungan lebih ringan daripada narapidana penjara.
d) Tempat menjalani tempat pidana penjara sama dengan tempat
menjalani pidana kurungan walaupun ada sedikit perbedaan
yaitu harus dipisah (Pasal 28 KUHP).
e) Pidana kurungan dan pidana penjara mulai berlaku apabila
terpidana tidak ditahan, yaitu pada hari putusan hakim (setelah
mempunyai hukum tetap) dijalankan/dieksekusi, yaitu pada saat
pejabat kejaksaan mengeksekusi dengan cara melakukan
tindakan paksa memasukkan terpidana ke dalam Lembaga
Pemasyarakatan.
Akan tetapi, apabila pada saat putusan hakim dibacakan, terpidana
kurungan maupun penjara sudah berada dalam tahanan sementara, maka
putusan itu mulai berlaku (dijalankan) pada hari ketika putusan itu
mempunyai kekuatan hukum tetap (in karcht vangewijsdezaak).
4) Pidana denda
Pidana denda diancamkan pada banyak jenis pelanggaran (Buku III)
baik sebagai alternatif dari pidana kurungan maupun berdiri sendiri. Begitu
juga terhadap jenis kejahatan-kejahatan ringan maupun kejahatan culpa,
pidana denda sering diancamkan sebagai alternatif dari pidana kurungan.
50
Sementara itu, bagi kejahatan-kejahatan selebihnya jarang sekali diancam
dengan pidana denda baik sebagai alternatif dari pidana penjara maupun
berdiri sendiri.
Dalam praktik hukum selama ini, pidana denda jarang sekali
dijatuhkan. Hakim selalu menjatuhkan pidana kurungan atau penjara jika
pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif saja dalam rumusan tindak
pidan yang bersangkutan. Kecuali tindak pidana itu memang hanya
diancam pidana denda saja, sehingga tidak mungkin hakim menjatuhkan
pidana lain selain denda.
Berdasarkan hal tersebut, jika denda tidak dibayar maka harus
menjalani kurungan pengganti denda. Pidana kurungan pengganti denda
ini ditetapkan lamanya berkisar antara 1 hari sampai 6 bulan. Dalam
keadaan-keadaan tertentu yang memberatkan, batas waktu maksimum 6
bulan ini dapat dilampaui sampai paling tinggi menjadi 8 bulan [Pasal
30ayat (5) dan (6) KUHP].
Terpidana yang dijatuhi pidana denda boleh segera menjalani
kurungan pengganti denda dengan tidak perlu menunggu sampai habis
waktu untuk membayar denda. Akan tetapi, apabila kemudian ia membayar
denda, ketika itu demi hukum ia harus dilepaskan dari kurungan pengganti.
5) Pidana Tutupan
Pidana tutupan ditambahkan ke dalam Pasal 10 KUHP melalui
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang, yang maksudnya
sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa
“dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam pidana
51
penjara karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh
menjatuhkan pidana tutupan”.
Tempat dan menjalani pidana tutupan, serta segala sesuatu yang
perlu melaksanakan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1948 tentangRumah
Tutupan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dalam PP No. 8 Tahun 1948
tentang Rumah Tutupan, tampaknya pidana tutupan bukan jenispidana
yang
berdiri
sendiri,
melainkan
pidana
penjara
juga.
Perbedaannyahanyalah terletak pada orang yang dapat dipidana. Pidana
tutupan hanya dijatuhkan bagi orang yang melakukan tindak pidana karena
didorong oleh maksud yang patut dihormati. Sayangnya dalam undangundang maupun peraturan pemerintah, tidak dijelaskan tentang maksud
yang patut dihormati. Karena itu dalam menilainya, kriterianya diserahkan
sepenuhnya kepada hakim.
b. Pidana tambahan.
Pidana tambahan ini hanya bersifat menambah pidana pokok yang
dijatuhkan. Oleh karena itu, tidaklah dapat berdiri sendiri kecuali dalam halhal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan
ini bersifat fakultatif artinya dapat dijatuhkan, tetapi tidaklah harus. Ada halhal tertentu dimana pidana tambahan bersifat imperiatif, yaitu dalam Pasal
259 bis, Pasal 261 dan Pasal 275 KUHP.
Pidana tambahan disebut dalam Pasal 10 KUHP pada bagian b,
yang terdiri dari:
52
1) Pencabutan hak-hak tertentu
Pencabutan hak-hak tertentu hanya untuk delik-delik yang tegas
ditentukan oleh undang-undang. Kadang-kadang dimungkinkan oleh
undang-undang untuk mencabut berupa hak bersamaan dalam satu
perbuatan, misalnya Pasal 350 KUHP.
Lima jangka waktu pencabutan hak-hak tertentu, pada pidana
seumur hidup lamanya adalah seumur hidup. Pada pidana penjara atau
kurungan sementara dan pidana denda lamanya pencabutan paling sedikit
dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya.
Dalam pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit 2tahun dan paling
lam 5 tahun. Pencabutan hak mulai berlaku pada hariputusan hakim dapat
dijalankan (Pasal 38 KUHP). Keistimewaan pencabutan hak ini adalah
berlaku juga pada terpidana mati dapatberubah. Karena terpidana lari dari
eksekusi atau juga mungkin mendapat pengampunan (grasi).
Hak-hak yang dicabut disebut dalam Pasal 35 KUHP yaitu:
a. Hak memegang jabatan pidana umumnya atau jabatan tertentu.
b. Hak memasuki angkatan bersenjata.
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum.
d. Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan
pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau
pengampu pengawas, atau orang yang bukan anak sendiri.
e. Hak menjalani kekuasaan bapak, menjalankan perwalian, atau
pengampuan atas anak sendiri.
53
f. Hak menjalankan mata pencaharian sendiri.
2) Perampasan barang-barang tertentu.
Pidana
perampasan
merupakan
pidana
kekayaan,
seperti
jugahalnya dengan pidana denda. Pidana perampasan dikenal sejak sekian
lama.
Ada dua jenis barang yang dapat dirampas, yaitu barang-barang
yang diperoleh karena kejahatan dan kedua adalah barang-barang
yangdigunakan dalam melakukan kejahatan. Dalam hal itu, berlaku
ketentuanumum, yaitu haruslah kepunyaan terpidana dan adapun
pengecualian terdapat di dalam Pasal 250 bis KUHP dan juga di dalam
perundang undangan di luar KUHP.
Dari
ketentuan
Pasal
250
bis
KUHP
tersebut,
dapat
ditarikkesimpulan bahwa dalam hal kejahatan mata uang, maka pidana
perampasan menjadi imperiatif. Berbeda dengan yang umum dan bersifat
kumulatif, dapat pula dirampas walaupun bukan kepunyaan terpidana.
Benda yang dirampas dieksekusi dengan jalan dilelang di muka
Umum oleh jaksa, kemudian harga disetor ke kas negara sesuai dengan
pos hasil dinas kejaksaan. Kalau benda itu tidak disita sebelumnya, maka
barang itu ditaksir dan terpidana boleh memiliki, menyerahkan, atau
harganya berupa uang yang diserahkan.
3) Pengumuman putusan hakim
Di
dalam
Pasal
43
KUHP
ditentukan
bahwa
apabila
hakimmemerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan aturan
54
tersebut di dalamnya atau aturan umum lain, maka harus ditetapkan pula
bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana.
Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim hanya dapat
dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
Contohnya sebagai berikut:
a. Pasal 206 ayat (2) KUHP (menunjuk Pasal 204 dan Pasal
205KUHP,
yaitu
menjual
dan
seterusnya,
atau
karena
kealpaannyamenyerahkan barang-barang yang berbahaya bagi
nyawa orang atau kesehatan orang).
b. Pasal 261 KUHP (menunjuk Pasal 359 sampai Pasal 360
KUHP,yaitu karena kealpaannya menyebabkan orang mati atau
luka berat).
c. Pasal 377 ayat (1) KUHP (menunjuk Pasal 372, Pasal 374, dan
Pasal 375 KUHP, yaitu kejahatn penggelapan), Pasal 395 ayat
(1) KUHP [menunjuk Pasal 402 ayat (2) KUHP, yaitu kejahatan
curang].
Berdasarkan delik-delik yang dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pengumuman putusan hakim, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pidana ini adalah agar masyarakat waspada terhadap kejahatan kejahatan
seperti penggelapan, perbuatan curang dan sebagainya.
55
E.
Kepolisian
1. Pengertian Kepolisian
Menurut Warsito Hadi Utomo (2005; 5), istilah polisi mempunyai
pengertian yang berbeda-beda. Pengertian polisi yang sekarang misalnya
berbeda dengan pengertian polisi dari awal ditemukannya istilah tersebut.
“Pertama kali ditemukan polisi dari perkataan Yunani Politea yang berarti
seluruh pemerintah Negara kota”.
Di indonesia pada zaman belanda istilah polisi dikenal melaluikonsep
catur praja oleh Van Vollenhonen yang membagi pemerintahan menjadi 4
(empat), yaitu bestuur, politea, rectspraa dan regeling. Pada pengertian
diatas, polisi (politie) termasuk organ-organ pemerintah yang mempunyai
wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajibankewajiban umum.
Menurut Warsito Hadi Utomo, (2005;5), polisi yaitu sebagai tiap-tiap
usaha untuk memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan
masyarakat.
Dalam
kamus
Bahasa
Indonesia
W.J.S.Poerwodarmintodi
kemukakan bahwa istilah Polisi mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Badan Pemerintahan (kelompok pegawai negeri yang bertugas
memelihara keamanan dan memelihara ketertiban umum.
2. Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan dan menjaga
ketertiban umum.
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsidan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
56
Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia terdapat dalam pasal 5 yaitu:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negarayang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertibanmasyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikanperlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepadamasyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalamnegeri.
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kepolisiannasional
yang
merupakan
satu
kesatuan
dalam
melaksanakanperan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
2. Tugas dan Wewenang Kepolisian
Tugas
pokok
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
menurutundang-undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 13 adalah:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2. Menegakkan hukum; dan
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
diatas, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas sebagai berikut :
a. Melaksanakn
pengaturan,
penjagaan,
pengawasan,
dan
patrolterhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan;
b. Menyelenggarakan
segala
kegiatan
dalam
menjamin
keamanan,ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
57
c. Membina
masyarakat
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat,kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga
masyarakatterhadap
hukum
dan
peraturan
perundang-
undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan
koordinasi,
pengawasan,
dan
pembinaan
teknisterhadap kepolisian khusus, penyidikan pegawai negeri
sipil, danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua
tindakpidana
sesuai dengan hukum
secara
pidana dan
peraturanperundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian;
i.
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
termasuk
memberikan
bantuan
dan
pertolongan
dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j.
Melayani
kepentingan
masyarakat
untuk
sementara
belumditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai
dengankepentingannya dalam lingkup tugas polisi; serta
58
l.
Melaksanakan
tugas
lain
sesuai
dengan
peraturan
perundangundangan.
Wewenang Polri diperoleh secara atributif berdasarkan Pasal 30
ayat (4) UUD Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain. Institusi
Polri diberikan kepercayaan, amanah dan tanggung jawab olehNegara
untuk
mengayomi,
melindungi,
dan
melayani
masyarakat
serta
menegakkan hukum. Tujuan pemberian wewenang kepada Polri adalah
agar mampu menciptakan atau mewujudkan rasa aman, tentram, tertibdan
damai dalam masyarakat. Oleh karena itu kita berharap agar setiap insan
Polri merenungkan dan memahami kembali apa tujuan wewenang yang
diberikan dan mengapa wewenang itu diberikan. Wewenang untuk
melakukan tindakan yang diberikan kepada Polri umumnya dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakanyang
dilakukan polisi dengan asas legalitas dan plichmatigheid yang
sebagai besar bersifat preventif.
2. Wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan
tugas sebagai alat Negara penegak hukum khususnya untuk
kepentingan penyidikan, dimana sebagian besar sifatnya
represif.
Menurut undang-undang No. 2 Tahun 2002, dalam rangka
menyelenggarakan tugas, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara
umum berwenang :
59
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat mengganggu ketertiban umum;
c.
Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang;
i.
Mencari keterangan dan barag bukti;
j.
Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l.
Memberikan
bantuan
pengamanan
dalam
sidang
dan
pelaksanaan putusan pengadila, kegiatan instansi lain, serta
kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu.
60
3. Kode Etik Profesi POLRI dan Sanksi bagi Anggota POLRI yang
melakukan pelanggaran
a. Pengertian Kode Etik
Bartens (Abdulkadir Muhammad, 2006:13) menjelaskan, Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang berarti
adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari
ethosadalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini
terbentuklah istilah Etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC)
sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal-usul
kata ini, maka Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmutentang adat kebiasaan.
Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentanghak
dan kewajiban moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Istilah etik secara umum, digunakan dalam hubungannya dengan
tindakan-tindakan yang baik dan buruk, benar atau salah yang dilakukan
terhadap oleh orang lain atau terhadap dirinya sendiri.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pengertian Profesi
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejujuran dan sebagainya) tertentu.
61
Menurut Hebeyb menyatakan bahwa, profesi adalah pekerjaan
dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian. Sedangkan menurut
Kamaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya
menurut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa
(Supriadi; 2008:16).
Adapun yang menjadi indikator profesi adalah :
1. Menggunakan pengetahuan dengan spesialis/keahlian;
2. Adanya persyaratan minimal sebelum masuk;
3. Kebebasan mengembangkan teknik, tetapi prosedur umum
distandarisasi;
4. Adanya skrining yang tegas dan teliti;
5. Adanya kode etik;
6. Pengakuan oleh masyarakat.
Kedudukan kode etik profesi Polri terdapat pada undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 34 :
1. Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2. Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapatmenjadi
pedoman
bagi
pengembangan
fungsi
kepolisianlainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.
3. Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi kepolisian Negara
Republik Indonesia diatur dengan keputusan Kapolri.
62
b. Sanksi bagi Anggota POLRI yang Melakukan Pelanggaran
Syarat pertama untuk menindak suatu perbuatan yang tercela, yaitu
adanya suatu ketentuan dalam KUHP yang merumuskan perbuatan yang
tercela itu dan memberikan suatu sanksi terhadapnya. Adapun dasar
hukum bagi anggota POLRI yang melakukan pelanggaran dan melanggar
kode etik profesi kepolisian, yaitu :
a. Pasal 30 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 2002
yangberbunyi “anggota kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat”.
b. Pasal 11 (a) dan (b) peraturan pemerintah Indonesia No. 1
Tahun2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang berbunyi “anggota Kepolisian Republik
Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila
melakukan tindak pidana dan pelanggaran”.
c. Pasal 13 ayat (1) peraturan pemerintah Indonesia No. 1 Tahun
2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang berbunyi “anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari
dinasKepolisian Negara Republik Indonesia karena melangga
rsumpah/janji, dan/atau kode etik profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia”.
Sebelum pemisahan TNI dan POLRI, anggota POLRI yang
melakukan tindak pidana atau pelanggaran diproses berdasarkan Kitab
Undang-undang Hukum Disiplin Tentara (KUHDT). Setelah dikeluarkan
63
ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor VI tahun 2000 tentang
pemisahan TNI dan POLRI. Maka setelah ditetapkan Undang-undang
kepolisian yang baru yang memuat pokok-pokok mengenai tujuan,
kedudukan, peranan, dan tugas serta pembinaan profesionalisme
kepolisian.
Jika seorang anggota (oknum) kepolisian melakukan tindak pidana
maka ketentuan pidana dalam KUHP dan peraturan perundang undangan
tindak pidana khusus berlaku baginya dan sanksi pidana yang diterapkan
sesuai ancaman pidana dalam KUHP dan dalam peraturan perundangundangan tindak pidana khusus.
F.
Pertimbangan Hakim
1. Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan Hakim yang memandang
hukum sebagai suatu sistem yang utuh yang mencakupi asas-asas hukum,
norma-norma hukum, dan aturan-aturan hukum.
a. Dasar-dasar yang menyebabkan diperberatnya pidana
Dasar-dasar yang menyebabkan diperberatnya pidana terhadap si
pembuat dalam undang-undang terbagi atas dua yaitu, dasar pemberatan
pidana umum dan dasar pemberatan pidana khusus.
Mengenai dasar pemberatan pidana umum ada beberapa hal, yaitu
pemberatan pidana karena jabatan diatur dalam Pasal 51 KUHP,
menggunakan sarana bendera kebangsaan diatur dalam Pasal 51 ayat (1)
KUHPidana, dan recidive (pengulangan tindak pidana).
64
1) Dasar pemberatan pidana karena jabatan
Pemberatan karena jabatan diatur dalam Pasal 52 KUHP yang
rumusannya sebagai berikut:
Bilamana seorang pejabat karena melakukan tindak pidana suatu
kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan
tindak pidana memakai kekuasaan, atau sarana yang diberikan
kepadanya karena jabatannya, pidananya ditambah sepertiga.
2) Dasar pemberatan pidana dengan menggunakan sarana
bendera kebangsaan
Pemberatan dengan menggunakan sarana bendera kebangsaan ini
diatur dalam Pasal 52 a KUHP yang rumusannya sebagai berikut:
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera
kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut
dapat ditambah sepertiga.
3) Pengulangan tindak pidana
Mengenai pengulangan ini, KUHP mengatur sebagai berikut:
Pertama, menyebutkan dengan mengelompokkan tindak-tindak
pidana tertentu dengan syarat-syarat tertentu yang dapat terjadi
pengulangan. Pengulangan hanya terbatas pada tindak-tindak
pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487, dan
Pasal 488 KUHP.
Kedua, di luar kelompok kejahatan dalam Pasal 486, Pasal 487, dan
Pasal 488 KUHP juga menentukan beberapa tindak pidana khusus
tertentu yang dapat terjadi pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat
(3), Pasal 489 ayat (2), Pasal 495 ayat (2), dan Pasal 501 ayat (2)
KUHP.
4) Karena perbarengan (concursus)
Ada 3 (tiga) bentuk perbarengan yang dikenal dalam hokum pidana,
yaitu
Concursus
idealis,
concursus
realis,
dan
delictum
65
continuatum/voortgezettehandeling. ketiga bentuk concursus itu adalah
sebagai berikut:

Concursus idealis (perbarengan peraturan)
Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk kedalam
lebih dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan
berupa satu perbuatan, yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari
satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana
yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi,
yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Dalam
KUHP Bab VI Pasal 63 tentang perbarengan disebutkan:
a. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan
pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara
aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
b. Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan
pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang
khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.

Concursus realis (perbarengan perbuatan)
Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan terjadi
apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan
masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak
pidana. Concursus realis ini diatur dalam Pasal 65 sampai
dengan Pasal 71 KUHP.

Delictum
Continuatum/Voortgezettehandeling
(perbuatan
berlanjut)
Perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) KUHP. Perbuatan berlanjut terjadi apabila
66
seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau
pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van Toelichting),
kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa
sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut”
adalah:
a. Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan;
b. Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya;
dan
c. Tenggang waktu diantara perbuatan-perbuatan itu tidak
terlalu lama.
Sistem
pemberian
pidana
bagi
perbuatan
berlanjut
menggunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu
aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka
dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat.
Pasal 64 ayat (2) KUHP merupakan ketentuan khusus dalam hal
pemalsuan dan perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat
(3) KUHP merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatankejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian
ringan), Pasal 373 (penggelapan ringan), dan Pasal 407 ayat (1)
(pengrusakan barang ringan) yang dilakukan sebagai perbuatan
berlanjut.
67
Selain dasar pemberatan pidana umum ada juga dasar pemberatan
pidana khusus. Maksud diperberatnya pidana pada dasar pemberatan
pidana khusus adalah pada si pembuat dapat dipidana melampaui atau
diatas ancaman maksimun pada tindak pidana yang bersangkutan. Disebut
dasar pemberatan pidana khusus, karena hanya berlaku pada tindak
pidana tertentu yang dicantumkan alasan pemberatan, dan tidak berlaku
pada tindak pidana lain.
Mencantumkan atau meletakkan unsur pemberat khusus dari bentuk
pokok suatu jenis tindak pidana, dilakukan dengan beberapa cara.
Misalnya, dalam tindak pidana penganiayaan yaitu dengan cara
mencantumkan dalam satu pasal dari rumusan bentuk pokoknya, tetapi
pada ayat yang berbeda. Contohnya, penganiayaan pada Pasal 351 KUHP,
bentuk pokoknya dirumuskan pada ayat (1), unsur pemberatnya mengenai
akibat luka berat dan kematian yang dirumuskan pada ayat (2) dan ayat (3)
KUHP.
b. Dasar-Dasar Yang Menyebabkan Diperingannya Pidana
Dasar-dasar yang menyebabkan diperingannya pidana terhadap si
pembuat dalam undang-undang terbagi atas dasar diperingannya pidana
umum dan dasar diperingannya pidana khusus.
Mengenai dasar diperingannya pidana umum ada beberapa hal yaitu
berdasarkan KUHP, berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997,
perihal percobaan, dan pembantuan kejahatan. Penulis akan uraikan satu
persatu hal-hal yang menjadi perihal diperingannya pidana umum, yaitu
sebagai berikut:
68
1) Berdasarkan KUHP
Bab III Buku I KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan,
mengurangkan, atau memberatkan pidana. Tentang hal-hal yang
meringankan pidana diatur dalam Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 KUHP.
Akan tetapi sejak berlakunya Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang
Peradilan Anak maka ketiga pasal tersebut tidak berlaku lagi.
2) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Peradilan Anak
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Anak, dasar peringanan pidana umum adalah sebab pembuatnya anak
(disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan) tahun tetapi belum 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan anak yang
belum berusia 8 (delapan) tahun dan melakukan tindak pidana tidak dapat
diajukan ke pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan.
3) Perihal percobaan dan pembantuan kejahatan
Percobaan dan pembantuan diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan
Pasal 57 ayat (1) KUHP. Pidana maksimun terhadap si pembuatnya
dikurangi sepertiga dari ancaman maksimun pada kejahatan yang
bersangkutan. Hal ini disebabkan karena percobaan dan pembantuan
adalah suatu ketentuan/aturan umum (yang dibentuk oleh pembentuk
undang-undang) mengenai penjatuhan pidana terhadap pembuat yang
gagal dan orang yang membantu orang lain melakukan kejahatan, yang
artinya orang yang mencoba itu atau orang yang membantu (pelaku
69
pembantu) tidak mewujudkan suatu tindak pidana tertentu, hanya
mengambil sebagian syarat suatu tindak pidana tertentu.
Untuk dasar diperingannya pidana khusus hanya berlaku khusus
terhadap tindak pidana yang disebutkan itu saja, dan tidak berlaku umum
untuk segala macam tindak pidana. Dasar peringanan pidana yang bersifat
khusus diatur dalam Pasal 308, Pasal 341, dan Pasal 342 KUHP.
2. Pertimbangan Sosiologis
Pertimbangan sosiologis adalah pertimbangan yang menggunakan
pendekatan-pendekatan terhadap latar belakang, kondisi sosial ekonomi
dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Pasal 5 ayat (1) Rancangan
KUHP Nasional Tahun 1999-2000, menentukan bahwa dalam pemidanaan,
Hakim mempertimbangkan:
a. Kesalahan terdakwa;
b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana;
c. Cara melakukan tindak pidana;
d. Sikap batin membuat tindak pidana;
e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku;
f. Sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana;
g. Pengaruh tindak pidana terhadap masa depan pelaku;
h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana, terhadap korban
atau keluarga.
Pertimbangan keputusan disesuaikan dengan kaidah-kaidah, asasasas dan keyakinan yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu
pengetahuan tentang sosiologis, psikologis perlu dimiliki oleh seorang
Hakim.
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan dikantor Pengadilan Negeri Makaasar,
Penulis memilih lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa lokasi
penelitian relevan dengan masalah yang akan diteliti. Perlu suatu
penelusuran secara sistematis terhadap instansi tersebut.
B.
Jenis dan sumber data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a) Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung di lapangan
dengan cara mengadakan wawancara terhadap narasumber
di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tersebut.
b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari beberapa
literatur, dokumen resmi, peraturan perundang-undangan,
dan sumber-sumber kepustakaan lain yang mendukung.
2. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini, yaitu:
a) Sumber Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu sumber
data lapangan sebagai salah satu pertimbangan hukum dari para
penegak hukum yang terkait dengan rumusan masalah penulis
seperti ahli hukum.
71
b) Sumber Penelitian Kepustakaan (Library Research), sumber data
yang diperoleh dari hasil penelaahan beberapa literatur dan
sumber bacaan lainnya yang dapat mendukung penulisan skripsi
ini.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Data primer, dengan melakukan wawancara dengan pihak
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
2. Data sekunder, dengan membaca dan menelaah berbagai
literatur yang meliputi perundang-undangan, buku-buku, Koran
dan dokumen lain yang relevan dengan masalah yang diteliti,
termasuk data-data dari internet.
D.
Analisis data
Data yang diperoleh baik data primer dan data sekunder akan diolah
dan di analisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan
sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas. Analisis data
yang digunakan oleh penulis adalah analisis data yang berupaya
memberikan gambaran secara jelas dan konkrit terhadap objek yang
dibahas secara kuantitatif dan selanjutnya data tersebut disajikan secara
deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai
dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Penyalagunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Aparat
Kepolisian di Kota Makassar dalam Putusan No.1811/Pid.B
/2013/PN.MKS.
Hakim dalam memeriksa perkara pidana, berupaya mencari dan
membuktikan kebenaran hukum materil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan, serta memegang teguh surat dakwaan yang dirumuskan oleh
Jaksa Penuntut Umum yang selanjutnya disebut JPU. Sebelum Penulis
menguraikan mengenai Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana
Penyalagunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian di Kota
Makassar pada Perkara Nomor. 1811/Pid.B/2013/PN.Mks, maka perlu diketahui
terlebih dahulu Posisi Kasus, Dakwaan JPU, Tuntutan Penuntut Umum, dan Amar
Putusan Hakim, yaitu sebagai berikut:
1. Posisi Kasus
-
Berawal Pada hari MInggu tanggal 01 September 2013 sekitar
jam 20.30 wita, terdakwa dihubungi oleh lelaki ASDAR, lelaki
ANDI dan lelaki ANDIKA semuanya memesan sabu kepada
terdakwa, namun terdakwa katakan “tidak ada barang saya tapi
nanti saya ambilkan, tunggu saya disitu nanti saya jemput
uangnya”.
-
Sekitar jam 20.40 terdakwa keluar untuk menjemput uang
pembelian milik lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA dan
terdakwa bertemu lelaki Asdar di batas kota Gowa Makassar dan
terdakwa mengambil uang lelaki ASDAR sebanyak Rp 300.000,(Tiga ratus ribu rupiah) dan terdakwa bertemu dengan lelaki ANDI
jalan Tallasalapang dan terdakwa mengambi uang lelaki ANDI
sebanyak Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dan terdakwa
menuju kerumah lelaki ANDIKA di kompleks pandang-pandang
dan saya mengambi uang lelaki ANDIKA sebanyak Rp 200.000,-
73
(Dua ratus ribu rupiah) sehingga uang terkumpul sebanyak Rp
800.000,- (Delapan ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa
menghubungi lelaki ADI dengan jalan menelpon dan terdakwa
berkata “Ada barang saya mau beli” dan lelaki ADI berkata “Ada
kesini mau berapa” dan terdakwa katakana “Saya mau pesan
setengah” dan lelaki ADI berkata ”kesini saya tunggu” selanjutnya
terdakwa menuju jalan Gaga makssar kerumah lelaki ADI dan
saat terdakwa tiba di rumah lelaki ADI terdakwa langsung
bertemu dengan lelaki ADI kemudian terdakwa menyerahkan
uang sebesar Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) dan lelaki
ADI menyerahkan 1 (satu) paket sabu yang beratnya kurang lebih
0.5 (setengah) gram, sabu yang terbungkus dengan
menggunakan plastik scahset bening, berasamaan dengan itu
lelaki ANDI WIRAWAN Asld. WAWAN menghubungi terdakwa
dengan berkata “ada barang” dan terdakwa katakan “kerumah
saja” setelah itu terdakwa langsung pulang kerumah terdakwa
diantar oleh tukang ojek karena terdakwa tidak tahu mengendarai
sepedah motor, dan di rumah terdakwa sabu tersebut terdakwa
bagi menjadi 5 (lima) paket, setelah itu terdakwa menghubungi
lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA dan menyampaikan
brang sudah ada silahkan diambil didepan Aspol Batang Kaluku
jalan Malino kabupaten Gowa.
-
Dan saat lelaki ANDI lelaki ASDAR dan lelaki ANDIKA sudah
berada didepan Aspol batang kaluku kemudian menghubungi
terdakwa kalau terdakwa sudah berada di depan Aspol kemudian
terdakwa keluar untuk mengantarkan sabu tersebut kepada lelaki
ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA dan setelah sabu
tersebut terdakwa serahkan kepada lelaki ASDAR, lelaki ANDI
dan lelaki ANDIKA
kemudian terdakwa pulang kerumah
terdakwa.
-
Sekitar jam 21.30 terdakwa tiba dirumah terdakwa setelah pada
saat itu lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN sudah ada dirumah
terdakwa tepatnya diatas teras terdakwa dan terdakwa mengajak
lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN masuk kedalam rumah
terdakwa, dan pada saat terdakwa dan lelaki ANDI WIRAWAN
als. WAWAN, sudah berada didalam rumah terdakwa, lalu
terdakwa memperlihatkan kepada lelaki ANDI WIRAWAN als.
WAWAN, lalu terdakwa membuat alat isap bong tersebut jadi, lalu
terdakwa bersama lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN mulai
mengkonsumsi sabu tersebut sambil bercerita dan sisa sabu
74
yang terdakwa gunakan bersama lelaki ANDI WIRAWAN als.
WAWAN terdakwa simpan di lantai di bawah kursi.
-
Sekitar jam 24.00 wita saat kemudian lelaki ANDI WIRAWAN als.
WAWAN menyerahkan uang kepada terdakwa sebanyak Rp.
200.000,- (dua ratus ribu rupiah) sambil terdakwa berkata “ini pak
pengganti barang” namun saat itu terdakwa berkata “Tidak
usahlah barusan lagi kesini” namun lelaki ANDI WIRAWAN als.
WAWAN tetap berusaha menyerahkan uang kepada terdakwa
sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa
mengambil uang tersebut dan mengembalikan kepada lelaki
ANDI WIRAWAN als. WAWAN sebanyak Rp.150.000,- (Seratus
lima pulu ribu rupiah) dan terdakwa berkata “ini saja untuk beli
rokok” dan terdakwa bersama lelaki ANDI WIRAWAN als.
WAWAN melanjutkan bercerita
-
Pada hari Senin tanggal 02 September 2013 sekita jam 01.45
wita lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO menghubungi terdakwa
dengan jalan SMS dan berkata “lagi dimana mas” dan terdakwa
balik SMS dengan berkata “lagi dirumah, kerumah ki” tidak lama
kemudian lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO datang ke rumah
terdakwa, lalu masuk ke rumah dan duduk di bawah lantai baru
kemudian tersangka mengambil sabu yang berada didalam
scahcet plastic sabu tersebut dengan menggunakan sendok
yang terbuat dari pipet plastic warna putih kemudaian terdakwa
menyerahkan kepada lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO dan
terdakwa melihat lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO memasukan
sabu tersebut kedalam pireks kaca kemudian mengkonsumsi
sabu tersebut setelah itu terdakwa keluar dari rumah terdakwa
karena terdakwa mendengar ada pintu mobil yang tertutup
karena ingin tahu tamu siapa yang datang malam-malam dan
saat itu terdakwa melihat 2 (dua) orang laki-laki, kemudian
terdakwa menyapa orang tersebut dengan berkata “pak, mau cari
siapa?” lalu 2 (dua) orang tersebut mendekati terdakwa dan
seorang laki-laki berambut gondrong membawa hand dikem juga
mendekati terdakwa lalu salah seorang dari ketiga orang tersebut
berkata kepada terdakwa “dimana rumah pak ANANG?” dan
terdakwa menjawab “di sini rumah pak ANANG”. Setelah saya
menjawab seperti itu, orang tersebut memaksa masuk ke rumah
terdakwa namun terdakwa menghalangi dengan berkata “bapak
mau masuk buat apa?” orang tersebut berkata “saya mau periksa
rumahmu” dan terdakwa katakan “dengan dasar apa bapak
75
masuk rumah saya untuk memeriksa rumah saya?” dan orang
tersebut mengacam terdakwa dengan berkata “kalo kamu tidak
mau buka pintu pagar ini saya panggil pasukan untuk
menggerebek rumah kamu” karena situasinya sudah larut malam
dan terdakwa tidak mau ribut kemudian terdakwa mempersilakan
orang tersebut masuk dengan berkata “bantu saya pak”
kemudian salah seorang yang berambut gondrong yang
menggunakan hand dikem langsug masuk rumah terdakwa dan
menggeledah rumah terdakwa mulai di dapur sampai ke ruang
tamu dan saat itu terdakwa hanya di ruang tamu saja dan karena
terdakwa melihat lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN dengan
lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO sudah tidak ada di tempat
sehingga terdakwa merasa bahwa barang tersebut telah dibuang
oleh lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN sehingga terdakwa
ditanya di mana barang bukti tersebut terdakwa katakan “tidak
ada pak” namun tidak lama kemudian orang yang berambut
gondrong tersebut datang dari ruang tengah dan berkata “ini ada
bongnya masih ada sabu di dalamnya” kemudian orang yang
berambut gondrong tersebut mengangkat kursi yang ada diruang
tamu rumah terdakwa dan di salah satu kursi di bawah lantai di
temukan 2 (dua) paket sabu yang terbungkus plastic scahset
bening kemudian terdakwa diminta untuk menunjukan barang
bukti yang lainnya namun karena sudah tidak ada lagi kemudian
polisi mengumpulkan terdakwa, lelaki SUDIRMAN dan lelaki
ANDI WIRAWAN Als. WAWAN diruangan tamu dan setelah
melakukan penggeledahan di rumah terdakwa dan tidak
menemukan barang bukti yang lain kemudian terdakwa bersama
lelaki SUDIRMAN dan lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN
bersama dengan barang bukti yang lainnya di Brimob Polda
Sulsel pada jam 10.30 WITA terdakwa bersama lelaki ANDI
WIRAWAN Als. WAWAN dan lelaki SUDIRMAN DG SIGOLLO
bersama barang bukti yang ditemukan di bawah ke kantor Dit
Reserse Narkoba Polda Sulsel untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2. Dakwaan JPU
Surat dakwaan merupakan dasar atau landasan pemeriksaan
perkara dalam sidang di pengadilan. JPU harus bersikap cermat/teliti
terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-
76
undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan
yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam
dakwaan tidak berhasil dibuktikan. JPU juga harus mampu merumuskan
unsur-unsur tindak pidana/delik yang didakwakan secara jelas, dalam artian
rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam
bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata
lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang
didakwakan harus dapat dijelaskan/digambarkan dalam bentuk fakta
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsurunsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam
melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai pelaku
(pleger), pelaku peserta (medepleger), penggerak (uitlokker), penyuruh
(doen pleger) atau hanya sebagai pembantu.
Dalam
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana
yang
selanjutnya disebut KUHAP, tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk
dan susunan dari surat dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum, masingmasing JPU dalam menyusun surat dakwaan pada umumnya dipengaruhi
oleh strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masingmasing, namun demikian tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur
dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan yaitu
surat dakwaan tunggal, surat dakwaan subsider, surat dakwaan alternatif,
surat dakwaan alternatif, surat dakwaan kumulatif, dan surat dakwaan
kombinasi.
77
Dalam
perkara
Nomor
1811/Pid.B/2013/PN.Mks
ini,
JPU
mmemberikan Dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Dakwaan pertama
Melanggar pasal112 ayat (1) joncto pasal 132 ayat (1) UU.RI. No.35 Tahun
2009 tentang Narkotika, dakwaan kedua melanggar pasal 127 ayat (1) huruf
a UU.RI No.35 Th 2009 tentang Narkotika,. Dakwaan JPU dalam Putusan
Nomor 1811/Pid.B/2013/PN.Mks. ini, akan Penulis uraikan sebagai berikut:
a. Dakwaan Pertama
Bahwa ia terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS
SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02 September 2013, bertempat di
Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu
Kab. Gowa atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masi termaksud dalam
daerah Hukum Pengadilan Negeri Gowa, namun mengingatsebaia saksisaksinya berada di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Makassar maka
Pengadilan Negeri Makassar berwenang mengadili dan memeriksa perkara
tersebut berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHAP, terdakwa secara tanpa hak
atau melawan telah melakukan percobaan atau permufakatan jahat
untukmlakukan tindakan pidana Nrkotika da precursor Narkotika yatu
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I
bukan tanaman yaitu jenis shabu-shabu sebanyak 2 (dua) paket, yang
dilakuka oleh dia terdakwa dengan cara:
-
Berawal adanya informasi dari masyarakat yang mengatakan
bahwa disekitar Aspol Batang Kaluku Kab. Gowa menjadi tempat
peredaran Narkoba, selanjutnya pada hari Senin tangal 2
September 2013 team dari resmob Den A Brimob Polda Sulsel
melakukan penyidikan ditempat tersebut dengan cara
mendatangi rumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E No.
78
17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa dan
melakukan penggeledahan badan dan penggeledahan rumah
terdakwa ditemukan 2 (dua) sachet shabushabu di bawah kursi
tamu serta alat untuk mengisap shabu (bong) dibelakang TV;
-
Bahwa 2 (dua) paket shabu-shabu tersebut setelah ditimbang
beratnya 0.0258 gram dan berdasarkan Berita Acara Pemerikaan
Laboratoris Krimnalistik pada Pusat Laboratorium Forensik Polri
Cabang Makassar No. Lab: 1334/NNF/IX/2013 tanggal 9
September 2013 yang dalam kesimpulannya menyatakan bahwa
barang bukti berupa Kristal bening yang ditemukan didalam
rumah terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS
SISWANDI dan urine terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin
AGUS SISWANDI adalah benar mengandung metamfetamina
dan terdaftar dalam golngan I (satu) no urut 61 Lampiran UU. RI
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
-
Bahwa terdakwa memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman tersebut tanp
ijin dari pihak berwenang dan bukan digunakan untuk
kepentingan pelayanankesehatan dan atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi.
-
Perbuatan ia terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal
112 ayat (1) joncto pasal 132 ayat (1) UU.RI. No.35 Tahun 2009
tentang Narkotika
b. Dakwaan Kedua :
Bahwa ia terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS
SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02 September 2013 sekiar pukul 01.45
WITA atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan September
2013, bertempat dirumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17
Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa atau setidak-tidaknya
ditempat lain yang masi termaksud dalam daerah Hukum Pengadilan
Negeri Gowa, namun mengingatsebaia saksi-saksinya berada di wilayah
Hukum Pengadilan Negeri Makassar maka Pengadilan Negeri Makassar
79
berwenang mengadili dan memeriksa perkara tersebut berdasarkan pasal
84 ayat (2) KUHAP, secara tanpa hak atau melawan hokum terdakwa telah
menyalahgunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yaitu jenis shabushabu bagi diri sendiri, yang dilakuka oleh dia terdakwa dengan cara:
-
Pada waktu dan tempa seperti tersebut diatas terdakwa telah
menyiapkan alat penghisap berupa bong yang terdiri dari botol
yang telah dilubangi tutupnya kemudian dipasangi pipet plastik
kemudian dihubungkan dengan pireks kemudian pireks kaca
tersebut di beri shabu-shabu lalu dibawah pireks atau kertas
alumunium foil ersebut dibakar dengan api yang telah atur dan
terdakwa menghisapnya melalui pipet plastic;
-
Bahwa 1 (satu) bah pireks kaca masih terdapat shabu-shabu
yang ditemukan dirumah terdakwa tersebut setelah di timbang
beratnya 0.0263 gram dan berdasarkan Berita Acara Pemerikaan
Laboratoris Krimnalistik pada Pusat Laboratorium Forensik Polri
Cabang Makassar No. Lab: 1334/NNF/IX/2013 tanggal 9
September 2013 yang dalam kesimpulannya menyatakan bahwa
barang bukti berupa Kristal bening yang ditemukan di
pirekskacamilik terdakwa bahwa barang bukti berupa Kristal
bening yang ditemukan didalam rumah terdakwa ANANG MUH
ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI dan urine terdakwa ANANG
MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI adalah benar
mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golngan I
(satu) no urut 61 Lampiran UU. RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
-
Bahwa terdakwa telah menyalah gunakan Narkotika Golongan I
bukan tanaman tersebuttanpa ijin dari pihak yang berwenang dan
bukan digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan
dan/atau pengembangan ilmu atau tehnologi.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maka
sampailah kami pada pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana
yang di dakwakan yaitu dakwaan kedua : melanggar pasal 127 ayat (1)
huruf a UU.RI No.35 Th 2009 tentang Narkotika
80
3. Tuntutan Penuntut Umum
Tuntutan Penuntut Umum merupakan permohonan Penuntut Umum
kepada Hakim ketika hendak mengadili suatu perkara. Adapun tuntutan
Penuntut
Umum
dalam
Nomor
Registrasi
Perkara
PDM-
653/Mks/Ep/10/2013, tertanggal 31 Oktober 2013 yang pada pokoknya
meminta Hakim Pengadilan Negeri Makassar memeriksa dan mengadili
perkara ini memutuskan:
1. Menyatakan terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS
SISWANDI bersalah melakukan tindak pidana Narkotika sebagai
diatur dalam pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH
Bin AGUS SISWANDI dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun
6 (Enam) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan
sementara;
3. Menyatakan barang bukti berupa:
- 2 (dua) paket shabu-shabu berat bersih 0.0258 gram;
- 2 (dua) bh pireks kaca;
- 1 (satu) bh pireks kaca masih ada shabu seberat 0.0265 gram;
- 1 (satu) set alat penghisap shabu yang terbuat dari botol air
mineral;
- 1 (satu) hb timbangan elektrik warna biru silver merk Henherr;
- 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna hitam abu-abu tipe GTE1195;
- 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna ungu tipe GT-E1080F
- 1 (satu) hb Hp merk Blackberry warna hitam;
Dirampas untuk dimusnahkan;
4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara
sebesar Rp. 5000,- (Lima Ribu Rupiah).
81
4. Amar Putusan Hakim
Dalam
perkara
Nomor
1811/Pid.B/2013/PN.Mks.
Hakim
memutuskan:
MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa Terdakwa ANANG MUH. ILMANSYAH
BIN AGUS ISWANDI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan Narkotika
Golongan I bagi diri sendiri“;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 1(satu) Tahun dan 8(delapan)
Bulan ;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
a.
b.
c.
d.
2 (dua) paket shabu-shabu berat bersih 0.0258 gram;
2 (dua) bh pireks kaca;
1 (satu) bh pireks kaca masih ada shabu seberat 0.0265 gram;
1 (satu) set alat penghisap shabu yang terbuat dari botol air
mineral;
e. 1 (satu) hb timbangan elektrik warna biru silver merk Henherr;
f. 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna hitam abu-abu tipe GTE1195;
g. 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna ungu tipe GT-E1080F
h. 1 (satu) hb Hp merk Blackberry warna hitam; dirampas untuk
dimusnahkan
6. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah);
5. Analisis Penulis
Untuk membuktikan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahwa para
terdakwa
melakukan
tindak
pidana
penyalahgunaan
narkotika
sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009,
maka unsur-unsur tentang tindak pidana tersebut harus terpenuhi
seluruhnya.
82
Adapun unsur-unsur pasal yang didakwakan JPU dalam perkara ini
kepada terdakwa, dalam hal ini Pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th
2009 yaitu sebagai berikut:
a. Unsur Barang Siapa
Yang dimaksud “Barang Siapa” disini ialah siapa saja orang ata
subjek
hokum
yang
melkukan
perbuatan
pidana
dan
dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dalam hal ini menunjuk ANANG
MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02
September 2013, bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel.
Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa terdakwa telah menggunakan
shabu-shabu unuk dirinya sendiri;
Bahwa pada awal persidangn Majelis Hakim telah menanyakan
identitas terdakwa dan dibenarkan oleh terdakwa serta sesuai dalam
dakwan jaks penuntut umum. Dengan demikian unsure ini telah terbukti
secara sah.
b. Unsur “Dengan tanpa hak melawan hukum’
Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusi, SE dan saksi
Riswan R, bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Yang berwenang beraitan
dengan shabu-shabu yang digunakannya. Keterngan pra saksi telah
dibenrkan terdakwa. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah.
c. Unsur “Menyalahgunakan Narkotika GolonganI bukan tanaman
yaitu jenis shabu-shabu.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusli, SE dan saksi
Riswan terdakwa telah menggunakan shabu-shabu di Aspol Batang Kaluku
83
Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa Pada hari
Senin tanggal 2 September 2013 dengan cara terdakwa memakai shabushabu yaitu terdakwa menyiapkan alat pengisap berupa berupa bong yang
terdiri dari botol yang telah dilubangi tutupnya kemudian dipasangi pipet
plastik kemudian dihubungkan dengan pireks kaca tersebut diberi shabushabu lalu dibawah pireks kaca dan almunium foil tersebut dibakar dengan
api yang dan terdakwa mengisap melalui pipet plasti.
Keteranga para saksi telah dibenarkan oleh terdakwa. Dengan
demikian unsur ini telah terbukti secara sah.
Berdasarkan penjelasan Penulis di atas maka dapat dilihat dan
disimpulkan bahwa perbuatan para terdakwa memang benar telah
terpenuhi dan terbukti menurut hukum.
Sebagaimana yang terurai di posisi kasus diatas, terdapat beberapa
kekeliruan atas penulisan dakwaan yang mana pada dakwaan pertama
pasal yang digunakan tidak tepat dengan fakta-faktanya. Oleh kerana itu
menurut saya jaksa penuntut umum dalam menulis dakwaan perlu
ketelitian.
Berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang terungkap dipersidangan
juga semakin membuktikan terdakwa memenuhi semua unsur-unsur dari
dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Alat Bukti Surat
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik
Cab. Makassar No. Lab: 1334/NNF/IX/2013 tanggal 9 September 2013
yang berkesimpulaan bahwa barang bukti berupa kristal bening yang
84
ditemukan di pireks kaca milik terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin
AGUS SISWANDI adalah benar mengandung sediaan Metamfetamina dan
terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU.RI No.35 Th 2009
tentang Narkotika.
Petunjuk
Adanya persesuaian antara alat bukti yang diajukan kedepan
persidangan yang menunjukan kesalahan dan sesuai dengan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum yaitu terdakwa telah melakukan tindak pidana
Penyalah Gunaan Narkotika.
Keterangan Terdakwa
-
Bahwa benar terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani;
-
Bahwa benar terdakwa belum pernah dihukum;
-
Bahwa benar terdakwa tidak akan di dampingi oleh Penasehat
Hukum;
-
Bahwa benar terdakwa telah ditangkap oleh petugas Kepolisian
Polda Sul-Sel pada hari Senin tanggal 02 September 2013
sekitar pukul 02.00 WITA di rumah terdakwa di Aspol Batang
Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab.
Gowa;
-
Bahwa benar terdakwa menggunakan shabu-shabu bersamasama dengan saksi SUDIRMAN dan saksi A WIRAWAN AMIR;
-
Bahwa benar terdakwa tidak mempunyai ijin dari yang
berwenang berkaian dengan shabu-shabu tersebut
Barang Bukti
-
2 (dua) paket shabu-shabu berat bersih 0.0258 gram;
-
2 (dua) bh pireks kaca;
-
1 (satu) bh pireks kaca masih ada shabu seberat 0.0265 gram;
85
-
1 (satu) set alat penghisap shabu yang terbuat dari botol air
mineral;
-
1 (satu) hb timbangan elektrik warna biru silver merk Henherr;
-
1 (satu) hb Hp merk Samsung warna hitam abu-abu tipe GTE1195;
-
1 (satu) hb Hp merk Samsung warna ungu tipe GT-E1080F
-
1 (satu) hb Hp merk Blackberry warna hitam;
Barang bukti yang diajukan dalam persidangan ini telah disita secara
sah menurut hukum, karena itu dapat digunakan untuk memperkuat
pembuktian.
Ketua sidang telah memperlihatkan barang bukti tersebut kepada
terdakwa dan atau saksi yang bersangkutan telah membenarkannya.
B.
Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana
Terhadap Pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks.
Pengambilan keputusan sangatlah diperlukan oleh Hakim dalam
membuat keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan putusan setelah proses pemeriksaan dan
persidangan selesai, maka Hakim harus mengambil keputusan yang
sesuai. Hal ini sangat perlu untuk menciptakan putusan yang proporsional
dan mendekati rasa keadilan. Untuk itu sebelum menjatuhkan sanksi
pidana, Hakim melakukan tindakan untuk menelaah terlebih dahulu tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya dengan melihat bukti-bukti
yang ada (fakta persidangan) dan disertai keyakinannya setelah itu
mempertimbangkan dan memberikan penilaian atas peristiwa yang terjadi
serta menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya Hakim
86
mengambil kesimpulan dengan menetapkan suatu sanksi pidana terhadap
perbuatan yang dilakukan terdakwa.
Penulis akan memberikan penilaian terhadap hal yang menjadi dasar
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan Hakim dalam Putusan Nomor
1811/Pid.B/2013/Pn.Mks.
1. Pertimbangan Fakta dan Pertimbangan Hukum Hakim
Pertimbangan fakta dan pertimbangan hukum Hakim didasarkan
pada dakwaan JPU, alat bukti yang sah, dan syarat subyektif dan obyektif
seseorang dapat dipidana. Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang
memeriksa dan mengadili perkara Nomor 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks. ini,
setelah mendengar keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan alat
bukti lainnya kemudian mendapatkan fakta-fakta hukum yaitu sebagai
berikut:
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi dan
pemeriksaan tersangka Lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS
SISWANDI, serta dengan didukung di sitanya 2 (dua) sachet sabu
kemasan sachet plastik. dari tersangka Lelaki ANANG MUH ILMANSYAH
Bin AGUS SISWANDI (berteman) ditemukan oleh Polisi dari Resmob Den
A Brimob Polda Sulsel bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel.
Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa adalah sebagai berikut, pada
hari Senin tanggal 02 September 2013 sekiar pukul 02.00 WITA, dan
tersangka Lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI mengak
bahwa barang bukti tersebut miliknya yang didapatkan dengan jalan
membeli 1 (satu) paket sabu dalam kemasan plastik bening dari lelaki ADI
yang bertempat di jalan Gagak Makassar seharga Rp. 800.000,- (delapan
ratus ribu rupiah) kemudian 1 (satu) paket sabu tersebut dibagi manjadi 5
(lima) paket sabu setelah di bagi menjadi 5 (lima) peket kemudian
diserahkan kepada lelaki ANDI sebanyak 1 (satu) paket kepada lelaki
ASDAR sebanyak 1 (satu) paket dan kepada lelaki ANDIKA sebanyak 1
(satu) paket dan 2 (dua) paket yang sebagian digunakan bersama lelaki
ANDI WIRAWAN AMIR, S.Pd Als. WAWAN dan lelaki SUDIRMAN Dg.
87
SIGOLLO Als. Gollo, di rumah tersangka lelaki ANANG MUH ILMANSYAH
Bin AGUS SISWANDI di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang
Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa. yang kemudian 2 (dua) paket sabu
tersebut ditemukan oleh Resmob Den Brimob Polda Sulsel, pada saat
melakukan pengrebekan terhadap tersangka lelaki ANANG MUH
ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI (berteman) dirumah tersangka lelaki
ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI di Aspol Batang Kaluku
Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa.

Bahwa benar terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani

Bahwa benar terdakwa belu pernah dihukum;

Bahwa benar terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hokum;

Bahwa benar terdakwa di tangkap oleh petugas Kepolisian Polda
Sulsel pada hari Senin tanggal 2 September 2013 sekitar pukul
02.00 WITA di rumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E
No.17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab.Gowa;

Bahwa benar terdakwa telah menggunakan shabu-shabu bersamasama dengan saksi SUDIRMAN dan saksi A. WIRAWAN AMIR;

Bahwa benar terdakwa tidak mempunyai ijin dari yang berwenang
berkaitan dengan shabu-shabu tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah disebutkan di atas,
kemudian Hakim mempertimbangkan apakah seseorang telah dapat
dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana atau tidak yang didakwakan
kepada terdakwa, maka keseluruhan dari unsur-unsur pasal yang
didakwakan oleh JPU kepada terdakwa haruslah dapat dibuktikan dan
terpenuhi seluruhnya.
Adapun unsur-unsur pasal yang didakwakan JPU dalam perkara ini
kepada terdakwa, dalam hal ini Pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009
yaitu sebagai berikut:
88
a. Unsur Barang Siapa
Yang dimaksud “Barang Siapa” disini ialah siapa saja orang ata
subjek
hokum
yang
melkukan
perbuatan
pidana
dan
dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dalam hal ini menunjuk ANANG
MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02
September 2013, bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel.
Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa terdakwa telah menggunakan
shabu-shabu unuk dirinya sendiri;
Bahwa pada awal persidangn Majelis Hakim telah menanyakan
identitas terdakwa dan dibenarkan oleh terdakwa serta sesuai dalam
dakwan jaks penuntut umum. Dengan demikian unsur ini telah terbukti
secara sah.
b. Unsur “Dengan tanpa hak melawan hukum’
Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusi, SE dan saksi
Riswan R, bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Yang berwenang beraitan
dengan shabu-shabu yang digunakannya. Keterngan pra saksi telah
dibenarkan terdakwa. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah.
c. Unsur “Menyalahgunakan Narkotika GolonganI bukan tanaman
yaitu jenis shabu-shabu.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusli, SE dan saksi
Riswan terdakwa telah menggunakan shabu-shabu di Aspol Batang Kaluku
Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa Pada hari
Senin tanggal 2 September 2013 dengan cara terdakwa memakai shabushabu yaitu terdakwa menyiapkan alat pengisap berupa berupa bong yang
89
terdiri dari botol yang telah dilubangi tutupnya kemudian dipasangi pipet
plastik kemudian dihubungkan dengan pireks kaca tersebut diberi shabushabu lalu dibawah pireks kaca dan almunium foil tersebut dibakar dengan
api yang dan terdakwa mengisap melalui pipet plasti.
Keteranga para saksi telah dibenarkan oleh terdakwa. Dengan
demikian unsur ini telah terbukti secara sah.
Setelah semua unsur-unsur tindak pidana berhasil dibuktikan, maka
selanjutnya Hakim mempertimbangkan alasan-alasan pengecualian,
pengurangan atau penambahan pidana.
Dalam perkara ini, Hakim menilai bahwa terdakwa Anang Muh
Ilmansyah
adalah
orang
yang
memiliki
kemampuan
untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, serta tidak ditemukan alasan
pengecualian penuntutan, alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada
dirinya,
sehingga
terdakwa
tetap
dinyatakan
bersalah
dan
bertanggungjawab atas perbuatannya.
2. Pertimbangan Subyektif
Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, bahwa Hakim dan Hakim
konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Artinya, dalam memutus suatu
perkara Hakim tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek yuridisnya
saja, tetapi Hakim juga harus mempertimbangkan aspek sosiologisnya.
Dalam hal ini, Hakim harus mempertimbangkan rasa keadilan dari sisi
pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan masyarakat. Dengan demikian,
90
diharapakan tercipta putusan yang mendekati rasa keadilan bagi semua
pihak, sehingga masyarakat mempunyai respek dan kepercayaan yang
tinggi terhadap eksistensi pengadilan sebagai lembaga peradilan yang
mampu mengakomodir para pencari keadilan.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan subyektif Hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap perkara Nomor 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks. adalah:
Hal-hal yang meringankan:
•
Terdakwa masih muda;
•
Terdakwa berterus terang di depan persidangan;
•
Terdakwa merupakan tulang pungggung keluarga;
Hal-hal yang memberatkan:
•
Perbuatan
terdakwa
dapat
membahayakan
kelangsungan
generasi bangsa;
•
perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah
tentang pemberantasan Tindak Pidana Narkotika;
Mencermati
pertimbangan
di
atas,
dapat
dikatakan
bahwa
pertimbangan yang digunakan Hakim terfokus kepada pelakunya dan
melihat kerugian yang akan dialami Negara. Hal tersebut penting untuk
mewujudkan seleuruh program pemerintah tentang pemberantasan Tindak
Pidana Narkotika.
Hakim setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas kemudian
menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara
selama 1(satu) Tahun 8 (delapan) bulan penjara dikurangkan seluruhnya
dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan.
91
3. Analisis Penulis
Putusan Hakim merupakan pernyataan Hakim sebagai pejabat
negara yang diberi kewenangan untuk itu berupa putusan penjatuhan
pidana jika perbuatan pelaku tindak pidana terbukti secara sah dan
meyakinkan. Dalam upaya membuat putusan serta menjatuhkan sanksi
pidana, Hakim harus mempunyai pertimbangan yuridis yang terdiri dari
dakwaan Penuntut Umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang
bukti, pasal-pasal yang dilanggar dan pertimbangan non yuridis yang terdiri
dari latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan serta kondisi
terdakwa pada saat melakukan perbuatan.
Dalam
putusan
no.
1811/Pid.B/2013/Pn.Mks
pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim menurut Penulis sudah
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh
penulis sebelumnya, yaitu berdasarkan dua alat bukti yang sah, dimana
dalam kasus ini, alat bukti yang digunakan Hakim adalah keterangan saksi
dan keterangan terdakwa serta alat bukti yang dipakai terdakwa melakukan
penyalahgunaan Narkotika. Lalu kemudian mempertimbangkan tentang
pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini Majjelis Hakim berdasarkan
fakta-fakta yang timbul dipersidangan menilai bahwa terdakwa dapat
dipertanggungjawabkan
atas
perbuatan
yang
dilakukan
dengan
pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya, terdakwa sadar
akan akibat yang ditimbulkan.
Selain hal di atas, Hakim juga tidak melihat adanya alasan pembenar
atau alasan pemaaf yang dapat menjadi alasan penghapusan pidana
92
terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sama halnya dengan
Jaksa Penuntut Umum.
93
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Penerapan Hukum Pidana Materil oleh Hakim terhadap tindak
pidana penyalahgunaan Narkotika oleh Aparat Kepolisian di
Kota Makassar dalam putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS
telah tepat, karena tindak pidana yang dilakukan terdakwa telah
memenuhi unsur-unsur dari syarat pemidanaan atau telah
memenuhi ketentuan penerapan sanksi terhadap tindak pidana
penyalahgunaan Narkotika golongan I sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Pertimbangan
Hukum
Hakim
terhadap
tindak
Pidana
Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Aparat Kepolisian di
Kota Makassar dalam menjatuhkan pemidanaan telah tepat
karena Hakim dalam perkara No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS
menjatuhkan pemidanaan berdasarkan pasal 184 KUHAP
merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya alat-alat bukti
tersebut bukti tersebut mendukung fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan yang meyakinkan hakim bahwa tindak
94
pidana penyalahgunaan Narkotika benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
B.
Saran
Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan
saran, yaitu:
1. Perlunya pegawasan terhadap pelaksanaan sanksi pidana dan
sanksi
internal
terhadap
tindak
pidana
penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh anggota kepolisian sehingga
sanksi dapat diterapkan dengan tegas dan memberi efek jera
kepada para pelaku.
2. Aparat kepolisian dan instansi terkait agar lebih mengintensifkan
pengawasan terhadap jalur-jalur yang diduga sebagai tempat
keluar masuknya pengedaran narkotika.
3. Memberikan
sanksi
seberat-beratnya
terhadap
anggota
kepolisian yang melakukan tindak pidana khususnya narkotika
karena seharusnya anggota kepolisian tersebut menjadi panutan
bagi masyarakat
95
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad; 2006. “Etika Profesi Hukum”. Bandung, Penerbit
PT. Citra Aditya Bakti.
Adami
Chazawi; 2002. “Pembelajaran Hukum Pidana
1”.Jakarta,Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Bagian
Andi Hamzah;2008.“Asas-Asas Hukum Pidana”. Jakarta, Penerbit Rineka
Cipta.
Andi Zainal Abidin Farid; 2007. ”Hukum Pidana 1”.Jakarta, PenerbitSinar
Grafika.
Hari Sasangka; 2003. “Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana”.
Bandung, Penerbit Manda Maju.
P.A.F. Lamintang; 1997. “Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia”.
Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
Leden Marpaung; 2009. “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana”. Jakarta.
Penerbit Sinar Grafika.
Moeljatno; 2000. “Asas-Asas Hukum Pidana”. Jakarta, penerbit Renika
Cipta.
Sujono, AR, Bony Daniel; 2011. “Komentar &Pembahasan UU No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika”. Jakarta, Penerbit Sinar Grafika.
Supriadi; 2008. “Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia”.
Jakarta, Penerbit Sinar Grafika.
R.
Soesilo;1994.”Kitab Undang-Undang Hukum
Penjelasannya”.Bogor, Penerbit Politea.
Pidana
Dengan
Taufik Makarao, dkk; 2003. “Tindak Pidana Narkotika”. Jakarta, Penerbit
Ghalia Indonesia
Utomo, Warsito Hadi; 2005. “Hukum Kepolisian di Indonesia”. Jakarta,
Penerbit Prestasi Pustaka Publisher.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan;2002; ”Kamus Besar Bahasa
Indonesia”, Jakarta,Penerbit Balai Pustaka.
Poerwadarminta, W.J.S;2006; ”Kamus Besar Bahasa Indonesia”.Jakarta:
Balai Pustaka.
96
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
97
Download