SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS) OLEH: ASPAR AMIEN B111 11 368 BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS) SKRIPSI Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum disusun dan diajukan oleh ASPAR AMIEN B 111 11 368 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i PENGESAHAN SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS) disusun dan diajukan oleh ASPAR AMIEN B 111 11 368 Telah Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Pada Hari Senin, 7 Maret 2016 Dan Dinyatakan Diterima Panitia Ujian Ketua Sekretaris Prof. Dr. Muhadar, S.H.,M.S. NIP. 19590317 198703 1 002 Dr. Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H. NIP. 19671010 199202 2 002 An. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik, Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. NIP. 19610607 198601 1 003 ii PERSETUJUAN PEMBIMBING Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa : Nama : ASPAR AMIEN Nomor Induk : B 111 11 368 Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS) Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi. Makassar, Januari 2016 Pembimbing I Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S. NIP. 19631024 198903 1 002 Pembimbing II Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H NIP. 19671010 199202 2 002 iii PERSETUJUAN UNTUK MENEMPUH UJIAN SKRIPSI Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa : Nama : ASPAR AMIEN Nomor Induk : B 111 11 368 Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS) Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi. Makassar, Januari 2016 a.n. Dekan Pembantu Dekan I, Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. NIP. 196106071986011003 iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama : ASPAR AMIEN NIM : B111 11 368 program studi : Ilmu Hukum dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul, TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS) adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila dikemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70). Makassar, 20 April 2016 Yang membuat pernyataan, Materai 6000 Aspar Amien v ABSTRAK ASPAR AMIEN (B111 11 368), “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)”. Di bawah bimbingan Bapak Muhadar selaku pembimbing I dan Ibu Nur Azisa selaku pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS dan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan memilih instansi yang relevan dengan masalah dalam skripsi ini yakni Pengadilan Negeri Makassar dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh secara langsung di lapangan atau dengan teknik tanya jawab (wawancara) terhadap narasumber di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tersebut. Sedangkan teknik pengumpulan data Sekunder diperoleh dari membaca dan menelaah beberapa literatur, dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang mendukung dan yang berhubungan dengan materi yang akan dikemukakan dalam skripsi. Setelah semua data terkumpul, maka data tersebut diolah dan dianalisa secara kualitatif dan selanjutnya disajikan secara deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa 1). Penerapan Hukum Pidana Materil oleh Hakim terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS telah tepat, karena tindak pidana yang dilakukan terdakwa telah memenuhi unsurunsur dari syarat pemidanaan atau telah memenuhi ketentuan penerapan sanksi terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2). Pertimbangan Hukum Hakim terhadap tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam menjatuhkan pemidanaan telah tepat karena Hakim dalam perkara No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS menjatuhkan pemidanaan berdasarkan pasal 184 KUHAP merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya alat-alat bukti tersebut bukti tersebut mendukung fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang meyakinkan hakim bahwa tindak pidana penyalahgunaan Narkotika benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. vi KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan terutama nikmat umur dan kesehatan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan narkotika Yang Dilakukan Oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.Mks)” sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Strata Satu Universitas Hasanuddin Makassar. Tak lupa Shalawat dan salam terhaturkan untuk Sang Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm H Muh Amien dan Ibunda Hj Ramlah dengan penuh ketulusan, kesabaran dan kasih sayang membesarkan dan tak henti-hentinya memberikan semangat serta nasihat kepada Penulis dalam menimba ilmu pengetahuan. Pencapaian Penulis tidak lepas dari keberadaan kedua orang tua Penulis yang senantiasa memberikan Doa dan dukungannya. Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu, maka izinkanlah Penulis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga penulisan Skripsi ini: Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini menemui banyak kendala dan hambatan, untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S selaku Pembimbing I (satu) dan Dr. Aziza .S.H., M.H selaku Pembimbing II (dua) yang telah banyak vii membimbing dan memberikan arahan selama penulisan Skripsi. Dan terima kasih kepada para pihak yang ikut membantu dan terus memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 1. Terima kasih kepada Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas Hasanuddin. 2. Terima kasih kepada Prof. Dr. Farida, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Unhas, beserta para Wakil Dekan Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., atas berbagai bantuan yang diberikan kepada Penulis, baik bantuan untuk menunjang berbagai kegiatan individual maupun yang dilaksanakan oleh Penulis bersama organisasi lain di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 3. Terima kasih kepada H.M. Imran Arief, SH., MH., Dr. Dara Indrawati, SH., MH dan Hijrah Adhyanti Mirzana, S.H., M.H selaku Dewan penguji yang telah memberikan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Terima kasih kepada Ketua Bagian Hukum Pidana Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S dan Sekretaris Bagian Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H dan Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang telah menuangkan ilmu kepada Penulis sejak kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar sampai sekarang. 5. Terima kasih Kepada Seluruh staff akademik dan perpustakaan FHUH khususnya kepada Pak Usman, kak Tri dan Pak Ramalan atas segala bantuannya selama Penulis berkuliah di FH-UH. 6. Terima kasih kepada saudara-saudari penulis verawati Amien, Hastomo Amien, S.E, Susisusanti Amien, dan Agung Saputra viii Amien yang memberikan dorongan dan semangat serta motivasi dalam menyelesaikan studi ini. 7. Kepada sahabat-sahabat yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri, Desi fita sari, whiwinnurhidayat, Antho Rukmanasari, Andi Ahmad Fauzan, Zoelfadly, trysutrisno, Andri Atmawijaya Yasin, Andi Rio Fatwadewanda, Ikbal sanjaya, dhirga adipaty, Terima kasih atas berbagi pengalamannya selama ini dan yang selalu setia menemani dan memberikan bantuan serta dorongan kepada penulis. 8. Kepada teman-teman seperjuangan Selama di Fakultas Hukum, Fadhil Putra, Muh Muallif Heru W, Muh Try Fandy Nasir, Muh Abdillah Fadlyansyah, Muh Febriansyah, Zainal Arief, A Arie Veriansyah, Aldi Rinaldi, Irfan Nur hadi, Zulham Syahrir, Agung Hidayat, Zakaria, Ichwan Setiawan, Nidzamul Nadvi, Ismail, Syahrul Alam, Febry Nur Naim, selamat berjuang dan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. 9. Kepada teman-teman Mediasi angkatan 2011, selamat berjuang dan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. 10. Terima kasih kepada Keluarga Besar Gerakan Radikal Anti Tindak Pidana Korupsi (GARDA TIPIKOR) dan UKM Bola Basket Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah menjadi teman baik dan memberikan banyak pelajaran hidup kepada Penulis. 11. Terima Kasih Kepada Teman KKN Gelombang 87 UNHAS khususnya Kab. Enrekang, Kec. Curio, Desa/Kelurahan Mandalan. Terima kasih atas pengalaman baru yang diberikan selama KKN. Skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kritik dan saran yang ix membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya kepada rekanrekan yang telah turut memberikan sumbangsinya dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Makassar, Januari 2015 Aspar Amien x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ........................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... v ABSTRAK .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................. xi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. B. C. D. BAB II Latar Belakang Masalah ........................................................ Rumusan Masalah ................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................. Tujuan Penelitian ................................................................... 1 8 8 8 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 10 A. Tinjauan Yuridis ..................................................................... 10 B. Tindak Pidana ........................................................................ 15 1. Pengertian Tindak Pidana ................................................ 15 2. Unsur-unsur Tindak Pidana .............................................. 18 C. Narkotika................................................................................ 21 1. Pengertian Narkotika ....................................................... 21 2. Penyalahgunaan Narkotika ............................................. 23 3. Jenis dan Penggolongan Narkotika ................................. 25 4. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika................................ 32 D. Pidana dan Pemidanaan....................................................... 41 1. Pengertian Pidana & Pemidanaan .................................. 41 2. Teori Tujuan Pemidanaan ............................................... 43 3. Jenis-jenis Pemidanaan .................................................. 46 E. Kepolisian ............................................................................. 56 1. Pengertian Kepolisian ..................................................... 56 2. Tugas dan Wewenang Kepolisian ................................... 57 3. Kode Etik Profesi POLRI dan Sanksi bagi Anggota POLRI yang .melakukan pelanggaran ........................................ 61 F. Pertimbangan Hakim ............................................................ 64 xi 1. Pertimbangan Yuridis ...................................................... 64 2. Pertimbangan Sosiologis ................................................ 70 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 71 A. B. C. D. BAB IV Lokasi Penelitian.................................................................. Jenis dan Sumber Data ....................................................... Teknik Pengumpulan Data................................................... Analisis data ........................................................................ 71 71 72 72 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 73 A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalagunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS.................................................... 73 1. Posisi Kasus ................................................................... 73 2. Dakwaan JPU ................................................................. 76 3. Tuntutan Penuntut Umum ............................................... 81 4. Amar Putusan Hakim ...................................................... 82 5. Analisis Penulis .............................................................. 82 B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks ..................................................... 86 1. Pertimbangan Fakta dan Pertimbangan Hukum Hakim ..................................................................................... 87 2. Pertimbangan Subyektif ............................................... 90 3. Analisis Penulis ............................................................ 92 BAB V PENUTUP ................................................................................... 94 A. Kesimpulan ........................................................................... 94 B. Saran .................................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 96 xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah diperlukan suatu produksi Narkotika yang terus menerus untuk para penderita tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalah gunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Masalah penyalahgunaan Narkotika ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia Internasional. Memasuki abad ke-20 perhatian dunia internasional terhadap masalah Narkotika semakin meningkat, salah satu 1 dapat dilihat melalui Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961.(Kusno Adi, 2009:30) Masalah penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal bermacam-macam jenis Narkotika. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap Narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang. Setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum termasuk kepolisian yang secara universal mempunyai tugas dan fungsi menjagakeamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan ketentuanketentuan Hukum yang berlaku untuk mewujudkan kepastian Hukum dan keadilan, fungsi dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia telah diatur didalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memperluas fungsi dan tugas Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, 2 perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (Warsito Hadi Utomo, 2002:IX). Posisi Kepolisian RI sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 kerap kali mengalami perubahan. Oleh karena itu wawasan paradigma kepolisian yang mandiri, profesional dan merakyat kedepan perlu terus mendapat pemikiran yang konstruktif dan inovatif untuk menempatkan kedudukan atau posisi Kepolisian yang tepat dan efektif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi dan transparansi, yang telah melahirkan paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin mengikat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya. Kepolisian merupakan aparat penegak hukum memiliki perandalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kiprah Kepolisian sudah mulai mengisi perjalanan hidup dan ketatanegaraan di tanah air. Mereka mengarahkan segala kekuatan jaringan keahlian, perlengkapan dan personilnya untuk memberantas kejahatan-kejahatan itu, baik merupakan kejahatan perorangan maupun berupa sindikat seperti 3 sindikat curanmor, sindikat Narkotika, sindikat perdagangan perempuan, bahkan kejahatan bersifat internasional yang melibatkan warga negara Indonesia. Kepolisian berusaha mengungkap suatu kejahatan atau tindak pidana dimulai dari penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan orang atau tersangka, dan barang bukti sampai kejahatan itu dilimpahkan ke pengadilan. Maraknya kejahatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika dan bahan-bahan yang sering kali disandingkan secara gelap untuk membuat Narkotika (Prekursor) Narkotika sebagaimana yang selamaini masyarakat dengar maupun baca dari media massa perlu mendapatkan perhatian yang serius. Angka perkembangan kasus kejahatan bersangkutan dari tahun ke tahun bertumbuh dengan cepat sekalipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang peredaran Narkotika dan prekursor Narkotika. Dapat disimpulkan bahwa kejahatan Narkotika bukanlah kejahatan yang sifatnya lokal (wilayah-wilayah teretentu saja),tetapi telah merebak sampai ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Terbukti, dapat dipastikan hampir setiap wilayah hukum kabupaten/kota diIndonesia ditemukan penyalahgunaan Narkotika dan prekursor Narkotika. Penyalahgunaannya pun dilakukan oleh orang perorang hingga melibatkan kelompok tertentu dalam suatu komunitas masyarakat bahwa hingga masyarakat kalangan menengah keatas dan bahkan sampai melibatkan oknum aparat penegak hukum. Secara aktual, penyebaran Narkotika telah mencapai tingkatyang sangat memprihatinkan. Tidak terhitung lagi banyaknya upaya pemberantasan Narkotika dan prekursor Narkotika yang 4 sudah dillakukanoleh pemerintah, namun disadari bahwa bukanlah suatu hal yang mudah untuk melakukan hal tersebut. Kasus-kasus tersangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika terus saja bermunculan dengan analisis bahwa unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah masalah keuntungan ekonomis. Bisnis Narkotika dan Prekursor Narkotika tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling menggiurkan dan bukan suatu hal yang aneh apabila penjualan Narkotika dan Prekursor Narkotika selalu meningkat setiap tahunnya yang berbanding hampir sama dengan pencucian uang dari bisnis Narkotika dan Prekursor Narkotika. Artinya adalah bahwa penanganan terhadap kasus tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib mendapatkan perhatian khusus dari Para Aparat Penegak Hukum. Dalam penyelenggaraan pelayan kesehatan, Narkotika memegang peranan penting karena Narkotika ini digunakan untuk Kepentingan Ilmu Pengetahuan, Penelitian, Pengembangan Pendidikandan Pengajaran sehingga ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor. Namun demikian, dampak positif dari Narkotika sering disalah gunakan seperti penggunaan yang berlebihan dan pemakaian yang berulang-ulang tanpa ada petunjuk medis yang jelas. Akibat dari semua itu tanpa pengawasan dari petugas yang berwenang akan mengakibatkan ketagihan hingga ketergantungan, yang kemudian menimbulkan sebagai permasalahan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari seperti adanya tindakan-tindakan kriminal yang 5 dilakukan oleh para pemakai Narkotika tersebut dengan menghalalkan segala cara agar mereka dapat memperoleh obat itu sehingga mencuri dan memeras pun dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mendapatkan obat itu. Berdasarkan salah satu Asas Hukum yang dijadikan sebagai acauan terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, Yakni Lex Specialis Derogat Legi Generale, maka untuk menjerat pelaku penyalahgunaan narkotika digunakanlah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang sifatnya lebih khusus. Salah satu upaya untuk memberantas penyalahgunaan Narkotika adalah dengan mencari dan membasmi asal muasal atau yang memproduksi barang tersebut sehingga para pemakainya kesulitan untuk mendapatkan Narkotika itu. Penerapan pidana ganda dalam tindak pidana Narkotika diatur Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu pada Pasal 111 sampai dengan Pasal 127. Dalam Pasal 111 ayat (1) dijelaskan bahwa: “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).” Berdasarkan pasal di atas, maka pelaku tindak pidana Narkotika diancam dengan penjatuan pidana pokok secara kumulatif, yaitu pidana 6 penjara dan pidana denda. Oleh karena itu, penerapan pidana pokok secara kumulatif dimaksudkan sebagai efek jera bagi para produsen, penyuplai, dan pihak-pihak yang terkait dalam kejahatan Narkotika tersebut. Tetapi ternyata dalam kenyataannya banyak pelaku tindak pidana Narkotika dan masyarakat secara umum tidak merasa jera dengan beratnya ancaman sanksinya karena ternyata banyak putusan hakim yang dianggap terlalu ringan sehingga tidak sebanding dengan dampak kejahatan yang ditimbulkan atau keuntungan yang diperoleh dari peredaran Narkotika. Dalam rangka pemberantasan sindikat Narkotika yang sudah begitu meluas sampai ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, aparat kepolisian memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar demi menjaga keamanan dan stabilitas Negara Republik Indonesia. Tetapi fakta dan realita berbicara lain bahwa ternyata oknum-oknum kepolisian itu sendiri yang menjadi pelaku tindak pidana dari sindikat tersebut. Sudah ada kasus terjadi yang tersangkanya aparat kepolisian. Oleh karena itu, maka tidak mengherankan jika pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika semakin hari semakin meningkat bahkan bukan hanya dikalangan masyarakat umum tetapi juga aparat kepolisian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh Aparat Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks)”. 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka Penulis dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks? 2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/ 2013/Pn.Mks? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS 2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013 /PN.MKS D. Kegunaaan Penelitian Adapun yang menjadi Kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan ilmiah, yaitu penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, 8 khususnya yang berhubungan terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I. Di samping itu dapat menjadi bahan acuan bagi yang akan meneliti lebih luas masalah tersebut. 2. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehubungan dengan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I. Selain itu dapat dijadikan pertimbangan dalam memutuskan perkara tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I di masa yang akan datang. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Yuridis Tinjauan yuridis adalah suatu kegiatan memeriksa secara teliti, menyelidiki, mengumpulkan data, yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan persoalan menurut hukum dan dari segi hokum (W.J.S. Poerwadarminta, 2006 : 194). Dalam hal ini, Penulis akan menyelidiki secara sistematis dan objektif untuk memecahkan persoalan penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika telah menimbulkan banyak korban dan banyak masalah sosial lainnya di dunia. Untuk konteks Indonesia, ternyata negeri ini bukan lagi sekadar menjadi daerah sasaran peredaran gelap atau sekadar sasaran transaksi atau transit narkotika, tetapi Indonesia telah menjadi salah satu negara produsen narkotika dalam skala besar di dunia. Hal ini terbukti dengan beberapa kasus-kasus tertangkapnya bandar narkotika, jaringan atau sindikatnya dan terbongkarnya pabrik-pabrik besar yang memproduksi narkotika diIndonesia. Kenyataan ini tentu saja mengkhawatirkan, terutama terkait dengan masa depan dan keberlangsungan bangsa. Narkotika telah menyebar tidak hanya di kotakota, tetapi juga di daerah-daerah terpencil. Para pengguna narkotika bukan lagi terbatas pada usia dewasa, bahkan anak usia dini pun telah menjadi korbannya, dan yang paling rentan mendapat pengaruh narkotika adalah generasi muda usia remaja. Jika generasi muda negeri ini banyak 10 yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika dan menjadi korban, maka alamat lost generasi akan terjadi dimasa depan (Ahmad Syafii dalamJurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009 : 219-232). Untuk itu masyarakat memerlukan hukum yang berfungsi sebagai pengatur segala tindak tanduk manusia dalam masyarakat, oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi hukum itu pemerintah dapat menggunakan menggunakan alat paksa yang lebih keras yaitu berupa sanksi. Sanksi merupakan suatu akibat yang timbul diberikan dari reaksi atas suatu perbuatan, contohnya sanksi pidana yang dapat juga diberikan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika yang saat ini merupakan hal yang perlu sekali mendapat perhatian khusus mengingat dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika tersebut. Narkotika adalah sejenis zat kimia atau obat yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan medis dan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, sesuai dengan Pasal 6: 1. Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan kedalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c.Narkotika Golongan III. 2. Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Idan merupakan bagian yang terpisahkan dari UndangUndang ini. 11 3. Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. Namun di sisi lain Narkotika sering digunakan di luar kepentingan medis dan ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu bahaya bagi si pemakai, yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh pada tatanan kehidupan sosial masyarakat, bangsa dan negara. Hampir setiap negara di dunia menyatakan perang terhadap penyalahgunaan narkotika, dan menganggapnya sebagai suatu kejahatan berat, terutama bagi penanaman bibit, memproduksi, meracik secara ilegal, dan parapengedar gelap. Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia sekarang ini dirasakan gawat. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai letak strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi menanggulangi kejahatan penyalahgunaan narkotika, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang baru menggantikan undang-undang yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976. Pengganti undang-undang yang lama itu dirasa perlu karena seiring dengan bertambahnya waktu dirasakan tidak sesuai lagi dengan kemajuan teknologi dan perkembangan penyalahgunaan narkotika yang semakin meningkat dan bervariasi motif penyalahgunaan dan pelakunya, dilihat dari cara menanam, memproduksi, menjual, memasok dan mengkonsumsinya serta dari kalangan mana pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut, karena tidak sedikit yang 12 melakukannya adalah dari kalangan anak-anak dan remaja yang merupakan generasi penerus bangsa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dapat dikenakan sanksi pidana, yang berarti penyalahguna narkotika dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika. Harus disadari bahwa masalah penyalahgunaan narkotika adalah suatu problema yang sangat komplek, oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari semua pihak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, karena pelaksanaan undangundang tersebut, semuanya sangat tergantung pada partisipasi semua pihak baik pemerintah, aparat keamanan, keluarga, lingkungan maupun guru di sekolah, sebab hal tersebut tidak dapat hilang dengan sendirinya meskipun telah dikeluarkan undang-undang yang disertai dengan sanksi yang keras. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, termasuk dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan ilmu pengetahuan.Oleh karena itu agar penggunaan narkotika tidak disalahgunakan haruslah dilakukan pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama menurut undang-undang yang berlaku. Permasalahan narkotika dipandang sebagai hal yang gawat, dan bersifat internasional yang dilakukan dengan modus operandi dan teknologi yang canggih. M engimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, serta bertentangan dengan peraturan perundang- 13 undangan yang berlaku adalah kejahatan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia dan masyarakat, bangsa dan negara serta Keutuhan Nasional Indonesia. Hal ini merupakan tindakan subversi yang merupakan rongrongan yang dilakukan oleh pelaku perbuatan pidana narkotika terhadap bangsa dan negaranya sendiri tanpa disadari, terutama generasi muda, akibatnya menjadi bangsa yang lemah baik fisik maupun psikisnya. Untuk itu dalam hukum Nasional Indonesia telah mengatur segala yang berhubungan dengan narkotika dalam suatu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang dapat dikenakan pidana beserta denda yang harus ditanggung oleh penyalahguna narkotika atau dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika. Masyarakat awam banyak yang mengira bahwa hukuman yang dijatuhkan pada pelaku perbuatan pidana narkotika itu sama. Padahal dalam undang-undang narkotika sendiri tidak membedakan pelaku perbuatan pidana narkotika beserta sanksi yang berbeda pula. Dalam penyalahgunaan narkotika, tidak hanya pemakai saja yang dapat dikenakan pidana, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, baik pelaku yang menyuruh lakukan, yang turut serta melakukan dan penganjur maupun pembantu dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis (undang-undang khusus lebih diutamakan daripada undang-undang yang bersifat umum) 14 namun tidak semua undang-undang yang bersifat umum tersebut tidak digunakan setelah ada undang-undang khusus yang mengaturnya, karena masih ada ketentuan-ketentuan yang belum diatur dalam undang-undang khusus, dan undang-undang yang bersifat umum mengatur mengenai ketentuan tersebut, seperti mengenai penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak mengaturnya, namun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengaturnya, maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat digunakan sebagai dasar ketentuan pidana dalam hal penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana apapun juga termasuk masalah narkotika. B. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut. Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strabaarfeit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagaian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita 15 ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan ( P.A.F. Lamintang,1996:181). Adami Chazawi (2002:69) dalam bukunya menyebutkan: “Strafbaarfeit sendiri terdiri dari tiga kata yakni straf, baar dan feit, beberapa istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaarfeit, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sementara itu untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan”. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana, antara lain sebagai berikut: Moeljatno (2000:54) mengatakan bahwa: Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Simons (Moeljatno, 2000 : 56) menerangkan bahwa: Stafbaar feita dalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Menurut Van Hattum (P.A.F. Lamintang, 1996:184) mengatakan bahwa: Perkataan straafbaaritu berarti voor straaf inaanmerking komend atau straaf verdienend yang juga mempunyai arti sebagai ‘pantas untuk dihukum’, sehingga perkataan straafbaar feit seperti yang telah digunakan oleh pembuat undang-undang di dalamKUHP itu secara eliptis, harus diartikan sebagai suatu ‘tindakan’, oleh karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum, atau “feit terzakevan hetwelkeen persoon straafbaar is. 16 Jadi, menurut pendapat Van Hattum tersebut diatas, antara feitdan persoon yang melakukannya tidak dapat dipisahkan.Berbeda dengan pendapat Van Hattum dan Simons sebagamana terurai di atas, maka Pompe (Lamintang,1996:182) memberi pengertian straafbaar feit itu dari dua (2) segi, yaitu: 1. Dari segi teoritis, straafbaar feit itu dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib umum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu, demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 2. Dari segi hukum positif, straafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Tresna (Adami Chazawi; 2002:72-73) menyatakan bahwa: Walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik suatu definisi, yang menyatakan bahwa: Peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Zainal Abidin (2007:143) menguraikan, bahwa: Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, sesungguhnya istilah straafbaar feit secara harfiah dapat diterjemahkan dengan peristiwa pidana adalah keliru, karena bukan peristiwa yang dipidana, akan tetapi orang yang mewujudkan peristiwa yang dilarang atau dijatuhi sanksi. 17 Lebih lanjut Zainal Abidin (2007:231) menyatakan bahwa: Pada hakekatnya, istilah yang paling tepat untuk digunakan ialah “delik” yang berasal dari bahasa latin delictum atau delicta, karena: a. Bersifat universal (umum), semua orang di dunia mengenalnya, b. Bersifat ekonomis karena singkat, c. Tidak menimbulkan kejanggalan seperti pada peristiwa pidana, perbuatan pidana (bukan peristiwa dan perbuatan yang dipidana, akan tetapi pembuatnya), d. Luas pengertiannya, sehinnga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan oleh korporasi, orang mati, orang yang tidak dikenal menurut hukum pidana ekonomi indonesia. Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana. 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsu-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia ,dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, suatu tindakan itu dapat merupakan “eendoe“ atau “een niet doen“ atau dapat merupakan hal melakukan sesuatu ataupun hal tidak melakukan sesuatu, yang terakhir ini di dalam doktrin juga sering disebut sebagai “een nalaten“ yang juga berarti “hal mengalpakan sesuatu yang diwajibkan (oleh undang-undang)”. Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang teoritis dan sudut pandang undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya, sedangkan sudut pandang 18 undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundangundangan yang ada. Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Adami Chazawi (2002:82), unsur-unsur tersebut berasal dari rumusanrumusan tindak pidana tertentu dalam KUH Pidana, diantaranya terdapat 11 unsur tindak pidana, yakni: 1) Unsur tingkah laku; 2) Unsur melawan hukum; 3) Unsur kesalahan; 4) Unsur akibat konstitutif; 5) Unsur keadaan yang menyertai; 6) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; 7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; 8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana; 9) Unsur objek hukum tindak pidana; 10) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana; 11) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana. Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh beberapa teoritis diantaranya, menurut: 1) Menurut Moeljatno (Adami Chazawi,2002:79), unsur tindak pidana adalah: a. Perbuatan; b. Yang dilarang (oleh aturan hukum); c. Ancaman pidana ( bagi yang melanggar larangan). 19 2) Menurut R.Tresna (Adami Chazawi,2002:80), tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yakni: a. Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia) b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c. Diadakan tindakan penghukuman. 3) Menurut Vos (Adami Chazawi,2002:80), dapat ditarik unsur unsur tindak pidana sebagai berikut: a. Kelakuan manusia; b. Diancam dengan pidana; c. Dalam peraturan perundang-undangan. 4) Menurut Jonkers (penganut paham monisme), (Adami Chazawi,2002:81) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah: a. Perbuatan (yang); b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan); c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat); d. Dipertanggungjawabkan. 5) Menurut Schravendijk (Adami Chazawi,2002:81) dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut: a. Kelakuan (orang yang); b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum; c. Diancam dengan hukuman; d. Dilakukan oleh orang (yang dapat); e. Dipersalahkan/kesalahan. 20 C. Narkotika 1. Pengertian Narkotika Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaannya. AR. Sujono dan Bony Daniel, (2011:2) mengemukakan bahwakata narkotika pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani “Narkoun” yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Kemudian, Taufik Makarao (2003:16) mengemukakan bahwa “Narkotika adalah jenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh”. Lebih lanjut UU No. 35 Tahun 2009 (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011:63) menerangkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini (mengenai daftar golongan narkotika telah diuraikan dalam Bab I). Merriam-Webster (AR. Sujono,dkk;2011:1) membuat defenisi sebagai berikut: A drug (as opium or morphine) that in moderate doses dulls the senses, relieves pain, and induces profound sleep but in excessive doses causes stupor, coma, or convulsions; 21 (Sebuah obat (seperti opium atau morfin) yang dalam dosis tertentu dapat menumpulkan indra, mengurangi rasa sakit, dan mendorong tidur, tetapi dalam dosis berlebihan menyebabkan pingsan, koma, atau kejang; A drug (as marijuana or LSD) subject to restriction similar to that of addictive narcotics whether physiologically addictive and narcotic or not; Something that soothes, relives, or lulls (untuk menenangkan). Lebih lanjut (Hari Sasangka, 2003:33-34) menjelaskan bahwa: Defenisi lain dari Biro Bea dan Cukai Amerika Serikat, antara lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika ialah candu, ganja, cocaine, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari bendabenda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocaine. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen, Depressant dan Stimulant. Dari kedua defenisi tersebut, M. Ridha Ma’ruf (Hari Sasangka, 2003:33-34) menyimpulkan: a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintesis. Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein dan cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian sempit. Sedangkan narkotika sintesis adalah termasuk dalam pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintesis yang termasuk di dalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu: Hallucinogen, Depressant, dan stimulant. b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral yang akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya apabila disalahgunakan. 22 c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obatobat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic and gerous drugs. 2. Penyalahgunaan Narkotika Sampai saat sekarang ini secara aktual, penyebaran narkotika dan obat-obat terlarang mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkotika dan obat-obat terlarang, misalnya dari bandar/pengedar yang menjual di daerah sekolah, diskotik, dan tempat pelacuran. Tidak terhitung banyaknya upaya pemberantasan narkoba yang sudah dilakukan oleh pemerintah, namun masih susah untuk menghindarkan narkotika dan obat-obat terlarang dari kalangan remaja maupun dewasa. Menjadi bayangan yang telah terejawantahkan dalam bentuk yang mengerikan dimana anak-anak pada usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sudah banyak yang menggunakan bahkan membantu mengedarkan atau memang mengedarkan atau menjual narkotika dan obat-obat terlarang. Sebagaimana telah diuraikan bahwa sudah banyak dan terhitung upaya pemerintah untuk memberantas penggunaan narkotika dan obat obat terlarang, namun kasus-kasus tersangkut narkotika dan obat-obat terlarang terus saja bermunculan. Jawabannya sangat sederhana yaitu bahwa unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan di bidang narkotika dan obat-obat terlarang ini adalah masalah keuntungan ekonomis. Bisnis narkotika dan obat-obat terlarang tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling favorit di dunia, sehingga tidak mengherankan 23 apabila penjualan narkotika dan obat-obat sama dengan pencucian uang dari bisnis narkotika dan obat-obat terlarang. Begitu bahaya yang dapat ditimbulkan dalam penyalagunaan narkotika sehingga dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum dalam hal narkotika yaitu menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Larangan-larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 114 ayat (1) tersebut di atas menunjukkan bahwa undang-undang menentukan semua perbuatan dengan tanpa hak atau melawan hukum untuk menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I karena sangat membahayakan kriminalitas.Apabila dan berpengaruh perbuatan-perbuatan terhadap tersebut meningkatnya dilakukan oleh seseorang atau tanpa hak, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan narkotika atau merupakan suatu tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang berat. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas, maka dapat diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan pemakaian narkotika (obat) secara berlebih dan bukan untuk pengobatan, sehingga 24 dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, sikap dan tingkah laku dalam masyarakat. 3. Jenis dan Penggolongan Narkotika Jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan seharihari karena mempunyai dampak sebagaimana disebut di atas, terutama terhadap kaum remaja yang dapat menjadi sampah masyarakat bila terjerumus ke jurangnya, adalah sebagai berikut (Moh. Taufik Makarao, dkk ; 2003 : 21-27): a. Candu atau disebut juga dengan opium. Berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver Somniferum, nama lain dari candu selain opium adalah madat. Bagian yang dapat dipergunakan dari tanaman ini adalah getahnya yang diambil dari buahnya. Narkotika jenis candu atau opium termasuk jenis depressants yang mempunyai pengaruh hypnoticsdan tranglizers. Depressants, yaitu merangsang sistem syaraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai sebagai pembunuh rasa sakit yang kuat. Candu ini terbagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu candu mentah dan candu matang. Untuk candu mentah dapat ditemukan dalam kulit buah, daun, dan bagian-bagian lainnya yang terbawa sewaktu pengumpulan getah yang kering pada kulit buah, bentuk candu mentah berupa adonan yang membeku seperti aspal lunak, berwarna coklat kehitam-hitaman sedikit lengket. Aroma candu mentah sedikit langau dan jika dicicipi akan menimbulkan rasa mati pada lidah. Seadangkan candu masak merupakan hasil olahan dari candu mentah.Ada dua macam masakan candu, yaitu Candu masakan dingin (cingko) dan Candu masakan hangat (jicingko). 25 b. Morphine Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah, diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine termasuk jenis narkotika yang membahayakan dan memiliki daya eskalasi yang relatif cepat dimana seseorang pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingini selalu memerlukan penambahan dosis yang lambat laun membahayakan jiwa. Dalam penjualan di farmasi bahan Morphine dicampur dengan bahan lain, misalnya tepung gula, tepung kina, dan tablet APC yang dihaluskan. Menurut Pharmatologic Principles of Medical Practice oleh John C. Kranz dan Jeleff Carr bahwa sebagai obat Morphine berguna untuk hal berikut: a. Menawarkan (menghilangkan) penderitaan sakit nyeri, hanyacukup dengan 10 gram. b. Menolak penyakit mejan (diare). c. Batuk kering yang tidak mempan codeine. d. Dipakai sebelum diadakan pembedahan. e. Dipakai dalam pembedahan dimana banyak mengeluarkan darah. Karena tekanan darah berkurang. f. Sebagai obat tidur bila rasa sakit menghalang-halangi kemampuan untuk tidur, bila obat bius yang lebih lembut tidak mampu membuat rasa kantuk (tidur). Tetapi bila pemakaian Morphine disalahgunakan, maka akan selalu menimbulkan ketagihan bagi sipemakai. Dari penemuan para ahli farmasi 26 hasil bersama antara Morphine dan opium/candu menghasilkan codeine, efek codeine lebih lemah dibandingkan heroin. c. Heroin Berasal dari tumbuhan papaver somniferum. Seperti telah disinggung diatas bahwa tanaman ini juga menghasilkan codein, morphine, dan opium. Heroin disebut juga dengan sebutan putau, zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa matiseketika. d. Cocaine Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut erythroxylon coca. Untuk memperoleh Cocaineyaitu dengan memetik daun coca, laludikeringkan dan diolah di pabrik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Serbuk cocaine berwarna putih, rasanya pahit danlama-lama serbuk tadi menjadi basah. e. Ganja Berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis dengan mariyuana adalah hashis yang dibuat dari damar tumbuhan cannabis sativa. Efek dari hashis lebih kuat dari pada ganja. Ganja terbagi atas dua jenis, yakni: a. Ganja jenis jantan, dimana jenis seperti ini kurang bermanfaat,yang diambil hanya seratnya saja untuk pembuatan tali. b. Ganja jenis betina, jenis ini dapat berbunga dan berbuah, biasanya digunakan untuk pembuatan rokok ganja. 27 f. Narkotika sintesis atau buatan Adalah sejenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses kimia secara Farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu kependekan dari lainnya.Napza Narkotika tergolong zat Alkohol Psikotropika psikoaktif, yaitu zat dan Zat yang Adiktif terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran. Narkotika sintesis ini terbagi menjadi 3 (tiga) bagian sesuai menurut reaksi terhadap pemakainya. 1) Depressants Depressants atau depresif, yaitu mempunyai efek mengurangi kegiatan dari susunan syaraf pusat, sehingga dipakai untuk menenangkan syaraf seseorang atau mempermudah orang untuk tidur. Yang dimaksud zat adiktif dalam golongan depressants adalah Sedative/Hinotika (obat penghilang rasa sakit), Tranguilizers (obat penenang), Mandrax, Ativan, Valium 5, Metalium, Rohypnol, Nitrazepam, Megadon, dan lain-lain. Pemakai obat ini menjadi delirium, bicara tak jelas, ilusi yang salah, tak mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat. 2) Stimulants Yaitu merangsang sistem saraf simpatis dan berefek kebalikan dengan depressant, yaitu menyebabkan peningkatan kesiagaan, frekwensi denyut jantung bertambah/berdebar, merasa lebih tahan bekerja, merasa gembira, suka tidur, dan tidak merasalapar. Obat-obat yang tergolong stimulants adalah 28 Amfetamine/ectacy, Menth-Amphetamine/shabu-sabu, Kafein, Kokaian, Khat, Nikotin. Obat- obat ini khusus digunakan dalam waktu singkat guna mengurangi nafsu makan, mempercepat metabolisme tubuh, menaikkan tekanan darah, memperkeras denyut jantung, serta menstimulir bagian-bagian syaraf dari otak yang mengatur semangat dan kewaspadaan. 3) Hallucinogens/halusinasi Zat semacam halusinasi dapat menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak nyata yang kemudian meningkat pada halusinasi halusinasi atau khayalan karena opersepsi yang salah, artinya sipemakai tidak dapat membedakan apakah itu nyata atau hanya ilusi saja. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah L. S. D (Lysergic Acid Diethylamide), P. C. D (Phencilidine), D. M. T. (Demithyltrytamine), PsilacibeMushrooms, D. O. Peyote M. Cavtus, (illicitFormsofSTP), buttons dan GroundButtons. 4) Obat adiktif lain Yaitu minuman yang mengandung alcohol, seperti beer, wine, whisky, vodka, dan lain-lain. Minuman local, seperti suguer, tuak, dan lain-lain. Pecandu alcohol cendrung mengalami kurang gisi karena alcohol menghalangi penyerapan sari makanan seperti glukosa, asam amino, asam folat, cacium, magnesium, dan vitamin B12. Keracunan alcohol akan menimbulkan gejalah muka merah, bicara cadel, sempoyongan waktu berjalan karena 29 gangguan keseimbangan dan koordinasi motorik, dan akibatyang paling fatal adalah kelainan fungsi susunan syaraf pusat seperti neuropati yang dapat mengakibatkan koma. Jenis-jenis narkotika sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika digolongkan menjadi : a. Narkotika Golongan I : narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan pengguanaannya untuk terapai pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan pengetahuan. b. Narkotika Golongan II : narkotika yang memiliki daya adiktifkuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Meskipun demikian penggunaan narkotika golongan II untukterapi dan pengobatan menjadi pilihan terakhir jika tidak adapilihan lain. c. Narkotika Golongan III : adalah jenis narkotika yang memilikidaya adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapatdipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan danpenelitian. Zat atau obat yang dikategorikan sebagai narkotika dalam UUNo. 35 tahun 2009 tentang Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain sebagai berikut (AR. Sujono dan Bony Daniel ; 2011: 49) : a. Narkotika Golongan I (narkotika yang hanya dapat digunakan untuktujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakandalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi 30 mengakibatkan ketergantungan), yang menurut lampiran UU No. 35 Tahun 2009 terdiri dari: 1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagianbagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya. 3) Opium masak terdiri dari : a) candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan penambahan dan peragian bahan-bahan dengan lain, atau dengan tanpa maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan. b) jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing. 4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya. 5) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk Erythroxylondari serbuk dari keluarga semua tanaman Erythroxylaceae genus yang 31 menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia. 6) Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daunkoka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina. 7) Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina. 8) Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis. b. Narkotika Golongan II (narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan), yang menurut lampiran UU No.35 Tahun 2009 terdiri dari: c. Narkotika Golongan III (narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan 4. Jenis-Jenis Tindak Pidana Narkotika Adapun jenis-jenis tindak pidana narkotika yang diterangkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai baerikut : 32 Pasal 111 1) Setiap orang yang tanpa melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 112 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan Ibukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliarrupiah). 2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 “(sepertiga). Pasal 113 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana 33 dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 114 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika GolonganI, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilo gram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 115 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengankut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga). 34 Pasal 116 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga). Pasal 117 1) Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga). Pasal 118 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20( dua 35 puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambaha 1/3 (sepertiga) Pasal 119 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat(1) ditambah 1/3 (seper tiga). Pasal 120 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00 (enem ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahu dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 121 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika golongan II untuk digunakan orang lain 36 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidan dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah1/3 (seper tiga). Pasal 122 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika GolonganIII, dipidan dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahundan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lam 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga). Pasal 123 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidan dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga). Pasal 124 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahundan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 37 2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 5 (lima ) yahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat1(1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 125 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 126 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyakRp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 127 1) Setiap penyalah Guna : a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidanapenjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidanapenjara paling lama 2 (dua) tahun; dan 38 c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidanapaling lama 1 (satu) tahun. 2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54, pasal 55 dan pasal 103 3) Dalam hal penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitas sosial. Pasal 128 1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengajatidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00(satu juta rupiah). 2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telahdilaporkanoleh orang tua atau walinya sebagaimanadimaksud dalam Pasal55 ayat (1) tidak dituntut pidana. 3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksuddalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis2 (dua) kali masa perawatan dokter dirumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana. 4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 129 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun danpaling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda palingbanyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orangyang tanpa hakatau melawan hukum: a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanPrekursorNarkotika untuk pembuatan Narkotika; b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, ataumenyalurkanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. 39 Pasal 130 1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 111,Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117,Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123,Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan olehkorporasi, selainpidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,pidanayang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. 2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. Pasal 131 Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal112, Pasal113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,Pasal 118, Pasal119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal123, Pasal 124, Pasal125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal128 ayat (1), dan Pasal 129dipidana dengan pidana penjarapaling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 132 1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121,Pasal 122, Pasal123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal129,pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang samasesuaidengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasalPasaltersebut. 2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111,Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal116, Pasal 117,Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal121, Pasal 122, Pasal 123,Pasal 124, Pasal 125, Pasal126, dan Pasal 129 dilakukan secaraterorganisasi, pidanapenjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3(sepertiga). 3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidakberlaku bagi tindak pidana yang diancam denganpidana mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara 20 (dua puluh)tahun. 40 Pasal 133 1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal120,Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana matiatau pidanapenjara seumur hidup, atau pidana penjarapaling singkat 5 (lima)tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) danpalingbanyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). 2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda palingsedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 134 1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengansengajatidak melaporkan diri sebagaimana dimaksuddalam Pasal 55 ayatdipidana dengan pidana kurunganpaling lama 6 (enam) bulanatau pidana denda palingbanyak Rp2.000.000,00 (dua jutarupiah). D. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana & Pemidanaan Stelsel pidana merupakan bagian dari hukum penitensier yang berisi tentang jenis pidana, batas-batas penjatuhan pidana, cara penjatuhan pidana, cara dan dimana menjalankannya, begitu juga mengenai pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana. Disamping itu, hukum penitensier juga berisi tentang sistem tindakan 41 (maatregel stelsel).Dalam usaha negara mempertahankan dan menyelenggarakan ketertiban dan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan terhadap berbagai kepentingan hukum,secara represif di samping diberi hak dan kekuasaan untuk menjatuhkanpidana, negara juga diberi hak untuk menjatuhkan tindakan (maatregelen). Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama, yaitu berupa penderitaan. Perbedaannya hanyalah, penderitaan pada tindakan lebih kecil atau ringan daripada penderitaan yang diakibatkan oleh penjatuhan pidana (Adami Chazawi,2002:23). Pidana lebih tepat didefenisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa\orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit). Pidana dalam hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan dari hukum pidana, yang apabila dilaksanakan tiada lain adalah berupa penderitaan atau rasa tidak enak bagi yang bersangkutan disebutterpidana. Tujuan utama hukum pidana adalah ketertiban, yang secara khusus dapat disebut terhindarnya masyarakat dari perkosaan-perkosaan terhadap kepentingan hukum yang dilindungi. Mencantumkan pidana pada setiap larangan dalam hukum pidana (strafbaar feit: tindak pidana), di samping bertujuan untuk kepastian hukum dan dalam rangka membatasi kekuasaan negara juga bertujuan untuk mencegah (preventif) bagi orang yang berniat untuk melanggar hukum pidana. 42 2. Teori Tujuan Pemidanaan Dalam hukum pidana, yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan terdapat teori (Adami Chazawi, 2002: 157-156), yaitu: a. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien) Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenaran dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat, atau negara) yang telah dilindungi. Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah, yaitu: 1. Ditujukan pada penjahatnya (sudut subjektif dari pembalasan). 2. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat (sudut objektif dari pembalasan). Oleh sebab itulah dapat dikatakan bahwa teori pembalasan ini sebenarnya mengejar kepuasan hati, baik korban dan keluarganya maupun masyarakat pada umumnya. b. Teori relatif atau teori tujuan (doel teorien) Teori relatif atau tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan suatu tindakan yang dapat menimbulkan rasa takut untuk melakukan kejahatan. 43 Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu: 1. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking). 2. Bersifat memperbaiki (verbefering/reclasering). 3. Bersifat membinasakan (onscadelijk moken). Menurut sifat pencegahannya dari teori ini ada dua macam, yaitu: 1. Pencegahan umum (general preventie). Teori pidana yang bersifat menakut-nakuti merupakan teori yangpaling lama dianut orang. Menurut teori umum ini, pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan pada orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat kejahatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadikan contoh oleh masyarakat, agar masyarakat tidak meniru dan melakukan perbuatan yang serupa dengan penjahat itu. Khalayak menjadi takut untuk melakukan kejahatan maka perlu dibuat pidana yang ganas dengan eksekusinya yang sangat kejam dengan dilakukan di muka umum agar setiap orang akan mengetahuinya. Penjahat yang dipidana itu dijadikan tontonan orang banyak dan dari apa yang dilihatnya inilah yang akan membuat semua orang takut berbuat serupa. 2. Pencegahan Khusus (special preventie) Menurut teori ini, tujuan pidana adalah mencegah pelaku kejahatan yang telah dipidana agar ia tidak mengulang lagi melakukan kejahatan dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan itu dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana yang sifatnya ada tiga macam, yaitu: 44 1. Menakut-nakutinya; 2. Memperbaikinya; 3. Membuatnya menjadi tidak berdaya. Maksud menakut-nakuti adalah bahwa pidan harus dapat memberi rasa takut bagi orang-orang tertentu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orangorang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya. Pidana yang dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya.Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak lagi diperbaiki, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya menjad tidak berdaya atau bersifat membinasakan. c. Teori Gabungan (vernegings theorien) Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut: 1. Teori gabungan ini mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapat dipertahankannyatata tertib masyarakat. 2. Teori golongan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana. 45 3. Jenis-jenis Pemidanaan Stelsel pidana Indonesia pada dasarnya diatur dalam Buku I KUHP dalam bab ke-2 dari Pasal 10 sampai Pasal 43, yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa peraturan, yaitu: 1. Reglemen Penjara (Stb 1917 No. 708) yang telah diubah dengan LN 1948 No. 77); 2. Ordonasi Pelepasan Bersyarat (Stb 1917 No. 749); 3. Reglemen Pendidikan paksaan (Stb 1917 No. 741); 4. UU No. 20 Tahun 1946 Tentang Pidana Tutupan. KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan. a. Pidana pokok 1) Pidana mati. Pidana mati adalah pidana yang terberat, diantara semua jenispidana yang ada dan juga merupakan jenis pidana yang tertua, terberat dan sering dikatakan sebagai jenis pidana yang paling kejam. Di indonesia, penjatuhan pidana mati diancamkan dalam beberapa pasal tertentu dalam KUHP. Dalam hal ini, Adami Chazawi (2002: 31), berpendapat bahwa kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya juga sangat terbatas, seperti: 46 a) Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara (104, 111 ayat (2), 124 ayat (3) jo 129). b) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan atau kejahatan dengan faktor-faktor pemberat (104 ayat (3), 340). c) Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsur/faktor yang sangat memberatkan (365 ayat (4), 368 ayat (2)). d) Kejahatan-kejahatn pembajakan laut, sungai dan pantai (444). Di luar ketentuan KUHP, pidana mati diancamkan pula dalam beberapa pasal Militer(KUHPM), di dalam Kitab Undang-undang Undang-undang Nomor 5 Tahun Hukum Pidana 1997 tentang Psikotropika, dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pidana mati dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 (PNPS) Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer. Menurut undang-undang tersebut Pidana mati dolaksanakan dengan cara ditembak oleh regu penembak sampai mati. 2) Pidana penjara Pidana penjara merupakan pidana pokok yang berwujud pengurangan atauperampasan kemerdekaan seseorang. Namun demikian, tujuannya hanya untuk memberikan pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan dengan memberikan penderitaan kepada terpidana karena telah dirampas atau dihilangkan kemerdekaan bergeraknya. Selain itu, juga untuk membina dan membimbing terpidana agar dapat kembali menjadi 47 anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Adami Chazawi (2002: 34-35), stelsel pidana penjaramenurut Pasal 12 ayat (1) KUHP, dibedakan menjadi: a) Pidana penjara seumur hidup, diancamkan pada kejahatan kejahatan yang berat, yakni: o Sebagai pidana alternatif dari pidana mati, seperti Pasal 365 ayat (4) KUHP, Pasal 368 ayat (2) KUHP, dan Berdiri sendiri, dalam arti tidak sebagi alternatif pidana mati,tetapi sebagi alternatifnya adalah pidana sementara setinggi tingginya 20 (dua puluh) tahun, misalnya Pasal 106 KUHP danPasal 108 ayat (2) KUHP. b) Pidana penjara sementara waktu, ancamannya paling rendah 1hari dan paling tinggi (maksimum umum) 15 tahun [Pasal 12 ayat (2) KUHP]. Pidana penjara dapat dijatuhkan melebihi dari 15 tahun secara berturut-turut yakni dalam hal yang ditentukan dalamPasal 12 ayat (3) KUHP, yaitu sebagai berikut: o Dalam hal kejahatan-kejahatan yang hakim boleh memilih: Apakah akan menjatuhkan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara maksimum 20 tahun, misalnya Pasal 104, 365 ayat (4) dan Pasal 368 ayat (2) KUHP; Dalam hal kejahatan-kejahatan tertentu yang diancamdengan pidana penjara maksimum 20 tahun 48 sebagaialternatif pidana penjara maksimum 20 tahun sebagaialternatif pidana penjara seumur hidup [Pasal 106 KUHPdan Pasal 108 ayat (2) KUHP]. o Dalam hal telah terjadi: perbarengan, atau pengulangan atau kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan Pasal 52 KUHPpada kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana penjara sementara, maksimum 15 tahun seperti Pasal 338 KUHP, Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 140 ayat (1) KUHP. 3) Pidana Kurungan Pidana kurungan hanya bisa dijatuhkan oleh hakim bagi orang orang dewasa dan merupakan satu-satunya jenis pidan pokok berupa pembatasan kebebasan bergerak yang dapat dijatuhkan oleh hakim bagi orang-orang yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran. Menurut Adami Chazawi (2002: 38-39), dalam beberapa hal pidana kurungan adalah sama dengan pidana penjara, yaitu sebagai berikut: a) Sama-sama berupa pidana hilang kemerdekaan bergerak. b) Mengenal maksimum umum. Maksimum umum pidana penjara adalah 15 tahun yang karena alasan-alasan tertentu dapat diperpanjang menjadi maksimum 20 tahun, sedangkan maksimum pidana kurungan adalah 1 tahun yang dapat diperpanjang maksimum 1 tahun 4 bulan. Minimum umum pidana penjara maupun pidana kurungan sama yaitu 1 hari. Sementara itu, maksimum khusus disebutkan pada setiap rumusan tindak 49 pidana tertentu sendiri-sendiri yang tidak sama bagi setiap tindak pidana, bergantung diri pertimbangan berat ringannya tindak pidana yang bersangkutan. c) Orang yang dipidana kurungan dan dipidana penjara diwajibkan untuk menjalankan (bekerja) pekerjaan tertentu walaupun narapidana kurungan lebih ringan daripada narapidana penjara. d) Tempat menjalani tempat pidana penjara sama dengan tempat menjalani pidana kurungan walaupun ada sedikit perbedaan yaitu harus dipisah (Pasal 28 KUHP). e) Pidana kurungan dan pidana penjara mulai berlaku apabila terpidana tidak ditahan, yaitu pada hari putusan hakim (setelah mempunyai hukum tetap) dijalankan/dieksekusi, yaitu pada saat pejabat kejaksaan mengeksekusi dengan cara melakukan tindakan paksa memasukkan terpidana ke dalam Lembaga Pemasyarakatan. Akan tetapi, apabila pada saat putusan hakim dibacakan, terpidana kurungan maupun penjara sudah berada dalam tahanan sementara, maka putusan itu mulai berlaku (dijalankan) pada hari ketika putusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap (in karcht vangewijsdezaak). 4) Pidana denda Pidana denda diancamkan pada banyak jenis pelanggaran (Buku III) baik sebagai alternatif dari pidana kurungan maupun berdiri sendiri. Begitu juga terhadap jenis kejahatan-kejahatan ringan maupun kejahatan culpa, pidana denda sering diancamkan sebagai alternatif dari pidana kurungan. 50 Sementara itu, bagi kejahatan-kejahatan selebihnya jarang sekali diancam dengan pidana denda baik sebagai alternatif dari pidana penjara maupun berdiri sendiri. Dalam praktik hukum selama ini, pidana denda jarang sekali dijatuhkan. Hakim selalu menjatuhkan pidana kurungan atau penjara jika pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif saja dalam rumusan tindak pidan yang bersangkutan. Kecuali tindak pidana itu memang hanya diancam pidana denda saja, sehingga tidak mungkin hakim menjatuhkan pidana lain selain denda. Berdasarkan hal tersebut, jika denda tidak dibayar maka harus menjalani kurungan pengganti denda. Pidana kurungan pengganti denda ini ditetapkan lamanya berkisar antara 1 hari sampai 6 bulan. Dalam keadaan-keadaan tertentu yang memberatkan, batas waktu maksimum 6 bulan ini dapat dilampaui sampai paling tinggi menjadi 8 bulan [Pasal 30ayat (5) dan (6) KUHP]. Terpidana yang dijatuhi pidana denda boleh segera menjalani kurungan pengganti denda dengan tidak perlu menunggu sampai habis waktu untuk membayar denda. Akan tetapi, apabila kemudian ia membayar denda, ketika itu demi hukum ia harus dilepaskan dari kurungan pengganti. 5) Pidana Tutupan Pidana tutupan ditambahkan ke dalam Pasal 10 KUHP melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang, yang maksudnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa “dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam pidana 51 penjara karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan”. Tempat dan menjalani pidana tutupan, serta segala sesuatu yang perlu melaksanakan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1948 tentangRumah Tutupan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dalam PP No. 8 Tahun 1948 tentang Rumah Tutupan, tampaknya pidana tutupan bukan jenispidana yang berdiri sendiri, melainkan pidana penjara juga. Perbedaannyahanyalah terletak pada orang yang dapat dipidana. Pidana tutupan hanya dijatuhkan bagi orang yang melakukan tindak pidana karena didorong oleh maksud yang patut dihormati. Sayangnya dalam undangundang maupun peraturan pemerintah, tidak dijelaskan tentang maksud yang patut dihormati. Karena itu dalam menilainya, kriterianya diserahkan sepenuhnya kepada hakim. b. Pidana tambahan. Pidana tambahan ini hanya bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Oleh karena itu, tidaklah dapat berdiri sendiri kecuali dalam halhal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif artinya dapat dijatuhkan, tetapi tidaklah harus. Ada halhal tertentu dimana pidana tambahan bersifat imperiatif, yaitu dalam Pasal 259 bis, Pasal 261 dan Pasal 275 KUHP. Pidana tambahan disebut dalam Pasal 10 KUHP pada bagian b, yang terdiri dari: 52 1) Pencabutan hak-hak tertentu Pencabutan hak-hak tertentu hanya untuk delik-delik yang tegas ditentukan oleh undang-undang. Kadang-kadang dimungkinkan oleh undang-undang untuk mencabut berupa hak bersamaan dalam satu perbuatan, misalnya Pasal 350 KUHP. Lima jangka waktu pencabutan hak-hak tertentu, pada pidana seumur hidup lamanya adalah seumur hidup. Pada pidana penjara atau kurungan sementara dan pidana denda lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya. Dalam pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit 2tahun dan paling lam 5 tahun. Pencabutan hak mulai berlaku pada hariputusan hakim dapat dijalankan (Pasal 38 KUHP). Keistimewaan pencabutan hak ini adalah berlaku juga pada terpidana mati dapatberubah. Karena terpidana lari dari eksekusi atau juga mungkin mendapat pengampunan (grasi). Hak-hak yang dicabut disebut dalam Pasal 35 KUHP yaitu: a. Hak memegang jabatan pidana umumnya atau jabatan tertentu. b. Hak memasuki angkatan bersenjata. c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. d. Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atau orang yang bukan anak sendiri. e. Hak menjalani kekuasaan bapak, menjalankan perwalian, atau pengampuan atas anak sendiri. 53 f. Hak menjalankan mata pencaharian sendiri. 2) Perampasan barang-barang tertentu. Pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti jugahalnya dengan pidana denda. Pidana perampasan dikenal sejak sekian lama. Ada dua jenis barang yang dapat dirampas, yaitu barang-barang yang diperoleh karena kejahatan dan kedua adalah barang-barang yangdigunakan dalam melakukan kejahatan. Dalam hal itu, berlaku ketentuanumum, yaitu haruslah kepunyaan terpidana dan adapun pengecualian terdapat di dalam Pasal 250 bis KUHP dan juga di dalam perundang undangan di luar KUHP. Dari ketentuan Pasal 250 bis KUHP tersebut, dapat ditarikkesimpulan bahwa dalam hal kejahatan mata uang, maka pidana perampasan menjadi imperiatif. Berbeda dengan yang umum dan bersifat kumulatif, dapat pula dirampas walaupun bukan kepunyaan terpidana. Benda yang dirampas dieksekusi dengan jalan dilelang di muka Umum oleh jaksa, kemudian harga disetor ke kas negara sesuai dengan pos hasil dinas kejaksaan. Kalau benda itu tidak disita sebelumnya, maka barang itu ditaksir dan terpidana boleh memiliki, menyerahkan, atau harganya berupa uang yang diserahkan. 3) Pengumuman putusan hakim Di dalam Pasal 43 KUHP ditentukan bahwa apabila hakimmemerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan aturan 54 tersebut di dalamnya atau aturan umum lain, maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. Contohnya sebagai berikut: a. Pasal 206 ayat (2) KUHP (menunjuk Pasal 204 dan Pasal 205KUHP, yaitu menjual dan seterusnya, atau karena kealpaannyamenyerahkan barang-barang yang berbahaya bagi nyawa orang atau kesehatan orang). b. Pasal 261 KUHP (menunjuk Pasal 359 sampai Pasal 360 KUHP,yaitu karena kealpaannya menyebabkan orang mati atau luka berat). c. Pasal 377 ayat (1) KUHP (menunjuk Pasal 372, Pasal 374, dan Pasal 375 KUHP, yaitu kejahatn penggelapan), Pasal 395 ayat (1) KUHP [menunjuk Pasal 402 ayat (2) KUHP, yaitu kejahatan curang]. Berdasarkan delik-delik yang dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pidana ini adalah agar masyarakat waspada terhadap kejahatan kejahatan seperti penggelapan, perbuatan curang dan sebagainya. 55 E. Kepolisian 1. Pengertian Kepolisian Menurut Warsito Hadi Utomo (2005; 5), istilah polisi mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Pengertian polisi yang sekarang misalnya berbeda dengan pengertian polisi dari awal ditemukannya istilah tersebut. “Pertama kali ditemukan polisi dari perkataan Yunani Politea yang berarti seluruh pemerintah Negara kota”. Di indonesia pada zaman belanda istilah polisi dikenal melaluikonsep catur praja oleh Van Vollenhonen yang membagi pemerintahan menjadi 4 (empat), yaitu bestuur, politea, rectspraa dan regeling. Pada pengertian diatas, polisi (politie) termasuk organ-organ pemerintah yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajibankewajiban umum. Menurut Warsito Hadi Utomo, (2005;5), polisi yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat. Dalam kamus Bahasa Indonesia W.J.S.Poerwodarmintodi kemukakan bahwa istilah Polisi mengandung pengertian sebagai berikut: 1. Badan Pemerintahan (kelompok pegawai negeri yang bertugas memelihara keamanan dan memelihara ketertiban umum. 2. Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan dan menjaga ketertiban umum. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsidan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 56 Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat dalam pasal 5 yaitu: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negarayang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertibanmasyarakat, menegakkan hukum, serta memberikanperlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepadamasyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalamnegeri. 2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kepolisiannasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakanperan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. 2. Tugas dan Wewenang Kepolisian Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia menurutundang-undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 13 adalah: 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. Menegakkan hukum; dan 3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas sebagai berikut : a. Melaksanakn pengaturan, penjagaan, pengawasan, dan patrolterhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; 57 c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakatterhadap hukum dan peraturan perundang- undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknisterhadap kepolisian khusus, penyidikan pegawai negeri sipil, danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindakpidana sesuai dengan hukum secara pidana dan peraturanperundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan masyarakat untuk sementara belumditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengankepentingannya dalam lingkup tugas polisi; serta 58 l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Wewenang Polri diperoleh secara atributif berdasarkan Pasal 30 ayat (4) UUD Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain. Institusi Polri diberikan kepercayaan, amanah dan tanggung jawab olehNegara untuk mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Tujuan pemberian wewenang kepada Polri adalah agar mampu menciptakan atau mewujudkan rasa aman, tentram, tertibdan damai dalam masyarakat. Oleh karena itu kita berharap agar setiap insan Polri merenungkan dan memahami kembali apa tujuan wewenang yang diberikan dan mengapa wewenang itu diberikan. Wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Polri umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakanyang dilakukan polisi dengan asas legalitas dan plichmatigheid yang sebagai besar bersifat preventif. 2. Wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan tugas sebagai alat Negara penegak hukum khususnya untuk kepentingan penyidikan, dimana sebagian besar sifatnya represif. Menurut undang-undang No. 2 Tahun 2002, dalam rangka menyelenggarakan tugas, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : 59 a. Menerima laporan dan/atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barag bukti; j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadila, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. 60 3. Kode Etik Profesi POLRI dan Sanksi bagi Anggota POLRI yang melakukan pelanggaran a. Pengertian Kode Etik Bartens (Abdulkadir Muhammad, 2006:13) menjelaskan, Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethosadalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah Etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal-usul kata ini, maka Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmutentang adat kebiasaan. Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu : 1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentanghak dan kewajiban moral (akhlak); 2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah etik secara umum, digunakan dalam hubungannya dengan tindakan-tindakan yang baik dan buruk, benar atau salah yang dilakukan terhadap oleh orang lain atau terhadap dirinya sendiri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pengertian Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. 61 Menurut Hebeyb menyatakan bahwa, profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian. Sedangkan menurut Kamaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menurut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa (Supriadi; 2008:16). Adapun yang menjadi indikator profesi adalah : 1. Menggunakan pengetahuan dengan spesialis/keahlian; 2. Adanya persyaratan minimal sebelum masuk; 3. Kebebasan mengembangkan teknik, tetapi prosedur umum distandarisasi; 4. Adanya skrining yang tegas dan teliti; 5. Adanya kode etik; 6. Pengakuan oleh masyarakat. Kedudukan kode etik profesi Polri terdapat pada undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 34 : 1. Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapatmenjadi pedoman bagi pengembangan fungsi kepolisianlainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya. 3. Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan keputusan Kapolri. 62 b. Sanksi bagi Anggota POLRI yang Melakukan Pelanggaran Syarat pertama untuk menindak suatu perbuatan yang tercela, yaitu adanya suatu ketentuan dalam KUHP yang merumuskan perbuatan yang tercela itu dan memberikan suatu sanksi terhadapnya. Adapun dasar hukum bagi anggota POLRI yang melakukan pelanggaran dan melanggar kode etik profesi kepolisian, yaitu : a. Pasal 30 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 2002 yangberbunyi “anggota kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat”. b. Pasal 11 (a) dan (b) peraturan pemerintah Indonesia No. 1 Tahun2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi “anggota Kepolisian Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan tindak pidana dan pelanggaran”. c. Pasal 13 ayat (1) peraturan pemerintah Indonesia No. 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi “anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinasKepolisian Negara Republik Indonesia karena melangga rsumpah/janji, dan/atau kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Sebelum pemisahan TNI dan POLRI, anggota POLRI yang melakukan tindak pidana atau pelanggaran diproses berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara (KUHDT). Setelah dikeluarkan 63 ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor VI tahun 2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI. Maka setelah ditetapkan Undang-undang kepolisian yang baru yang memuat pokok-pokok mengenai tujuan, kedudukan, peranan, dan tugas serta pembinaan profesionalisme kepolisian. Jika seorang anggota (oknum) kepolisian melakukan tindak pidana maka ketentuan pidana dalam KUHP dan peraturan perundang undangan tindak pidana khusus berlaku baginya dan sanksi pidana yang diterapkan sesuai ancaman pidana dalam KUHP dan dalam peraturan perundangundangan tindak pidana khusus. F. Pertimbangan Hakim 1. Pertimbangan Yuridis Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan Hakim yang memandang hukum sebagai suatu sistem yang utuh yang mencakupi asas-asas hukum, norma-norma hukum, dan aturan-aturan hukum. a. Dasar-dasar yang menyebabkan diperberatnya pidana Dasar-dasar yang menyebabkan diperberatnya pidana terhadap si pembuat dalam undang-undang terbagi atas dua yaitu, dasar pemberatan pidana umum dan dasar pemberatan pidana khusus. Mengenai dasar pemberatan pidana umum ada beberapa hal, yaitu pemberatan pidana karena jabatan diatur dalam Pasal 51 KUHP, menggunakan sarana bendera kebangsaan diatur dalam Pasal 51 ayat (1) KUHPidana, dan recidive (pengulangan tindak pidana). 64 1) Dasar pemberatan pidana karena jabatan Pemberatan karena jabatan diatur dalam Pasal 52 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: Bilamana seorang pejabat karena melakukan tindak pidana suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya ditambah sepertiga. 2) Dasar pemberatan pidana dengan menggunakan sarana bendera kebangsaan Pemberatan dengan menggunakan sarana bendera kebangsaan ini diatur dalam Pasal 52 a KUHP yang rumusannya sebagai berikut: Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat ditambah sepertiga. 3) Pengulangan tindak pidana Mengenai pengulangan ini, KUHP mengatur sebagai berikut: Pertama, menyebutkan dengan mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-syarat tertentu yang dapat terjadi pengulangan. Pengulangan hanya terbatas pada tindak-tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487, dan Pasal 488 KUHP. Kedua, di luar kelompok kejahatan dalam Pasal 486, Pasal 487, dan Pasal 488 KUHP juga menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat (3), Pasal 489 ayat (2), Pasal 495 ayat (2), dan Pasal 501 ayat (2) KUHP. 4) Karena perbarengan (concursus) Ada 3 (tiga) bentuk perbarengan yang dikenal dalam hokum pidana, yaitu Concursus idealis, concursus realis, dan delictum 65 continuatum/voortgezettehandeling. ketiga bentuk concursus itu adalah sebagai berikut: Concursus idealis (perbarengan peraturan) Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk kedalam lebih dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu perbuatan, yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP Bab VI Pasal 63 tentang perbarengan disebutkan: a. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. b. Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan. Concursus realis (perbarengan perbuatan) Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana. Concursus realis ini diatur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71 KUHP. Delictum Continuatum/Voortgezettehandeling (perbuatan berlanjut) Perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHP. Perbuatan berlanjut terjadi apabila 66 seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah: a. Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan; b. Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya; dan c. Tenggang waktu diantara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama. Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat. Pasal 64 ayat (2) KUHP merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat (3) KUHP merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatankejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 373 (penggelapan ringan), dan Pasal 407 ayat (1) (pengrusakan barang ringan) yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut. 67 Selain dasar pemberatan pidana umum ada juga dasar pemberatan pidana khusus. Maksud diperberatnya pidana pada dasar pemberatan pidana khusus adalah pada si pembuat dapat dipidana melampaui atau diatas ancaman maksimun pada tindak pidana yang bersangkutan. Disebut dasar pemberatan pidana khusus, karena hanya berlaku pada tindak pidana tertentu yang dicantumkan alasan pemberatan, dan tidak berlaku pada tindak pidana lain. Mencantumkan atau meletakkan unsur pemberat khusus dari bentuk pokok suatu jenis tindak pidana, dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya, dalam tindak pidana penganiayaan yaitu dengan cara mencantumkan dalam satu pasal dari rumusan bentuk pokoknya, tetapi pada ayat yang berbeda. Contohnya, penganiayaan pada Pasal 351 KUHP, bentuk pokoknya dirumuskan pada ayat (1), unsur pemberatnya mengenai akibat luka berat dan kematian yang dirumuskan pada ayat (2) dan ayat (3) KUHP. b. Dasar-Dasar Yang Menyebabkan Diperingannya Pidana Dasar-dasar yang menyebabkan diperingannya pidana terhadap si pembuat dalam undang-undang terbagi atas dasar diperingannya pidana umum dan dasar diperingannya pidana khusus. Mengenai dasar diperingannya pidana umum ada beberapa hal yaitu berdasarkan KUHP, berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, perihal percobaan, dan pembantuan kejahatan. Penulis akan uraikan satu persatu hal-hal yang menjadi perihal diperingannya pidana umum, yaitu sebagai berikut: 68 1) Berdasarkan KUHP Bab III Buku I KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan, atau memberatkan pidana. Tentang hal-hal yang meringankan pidana diatur dalam Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 KUHP. Akan tetapi sejak berlakunya Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang Peradilan Anak maka ketiga pasal tersebut tidak berlaku lagi. 2) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak, dasar peringanan pidana umum adalah sebab pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan) tahun tetapi belum 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan anak yang belum berusia 8 (delapan) tahun dan melakukan tindak pidana tidak dapat diajukan ke pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan. 3) Perihal percobaan dan pembantuan kejahatan Percobaan dan pembantuan diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 57 ayat (1) KUHP. Pidana maksimun terhadap si pembuatnya dikurangi sepertiga dari ancaman maksimun pada kejahatan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena percobaan dan pembantuan adalah suatu ketentuan/aturan umum (yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang) mengenai penjatuhan pidana terhadap pembuat yang gagal dan orang yang membantu orang lain melakukan kejahatan, yang artinya orang yang mencoba itu atau orang yang membantu (pelaku 69 pembantu) tidak mewujudkan suatu tindak pidana tertentu, hanya mengambil sebagian syarat suatu tindak pidana tertentu. Untuk dasar diperingannya pidana khusus hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang disebutkan itu saja, dan tidak berlaku umum untuk segala macam tindak pidana. Dasar peringanan pidana yang bersifat khusus diatur dalam Pasal 308, Pasal 341, dan Pasal 342 KUHP. 2. Pertimbangan Sosiologis Pertimbangan sosiologis adalah pertimbangan yang menggunakan pendekatan-pendekatan terhadap latar belakang, kondisi sosial ekonomi dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Pasal 5 ayat (1) Rancangan KUHP Nasional Tahun 1999-2000, menentukan bahwa dalam pemidanaan, Hakim mempertimbangkan: a. Kesalahan terdakwa; b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana; c. Cara melakukan tindak pidana; d. Sikap batin membuat tindak pidana; e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku; f. Sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana; g. Pengaruh tindak pidana terhadap masa depan pelaku; h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana, terhadap korban atau keluarga. Pertimbangan keputusan disesuaikan dengan kaidah-kaidah, asasasas dan keyakinan yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu pengetahuan tentang sosiologis, psikologis perlu dimiliki oleh seorang Hakim. 70 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di lakukan dikantor Pengadilan Negeri Makaasar, Penulis memilih lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian relevan dengan masalah yang akan diteliti. Perlu suatu penelusuran secara sistematis terhadap instansi tersebut. B. Jenis dan sumber data 1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu: a) Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung di lapangan dengan cara mengadakan wawancara terhadap narasumber di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tersebut. b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari beberapa literatur, dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang mendukung. 2. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini, yaitu: a) Sumber Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu sumber data lapangan sebagai salah satu pertimbangan hukum dari para penegak hukum yang terkait dengan rumusan masalah penulis seperti ahli hukum. 71 b) Sumber Penelitian Kepustakaan (Library Research), sumber data yang diperoleh dari hasil penelaahan beberapa literatur dan sumber bacaan lainnya yang dapat mendukung penulisan skripsi ini. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Data primer, dengan melakukan wawancara dengan pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) 2. Data sekunder, dengan membaca dan menelaah berbagai literatur yang meliputi perundang-undangan, buku-buku, Koran dan dokumen lain yang relevan dengan masalah yang diteliti, termasuk data-data dari internet. D. Analisis data Data yang diperoleh baik data primer dan data sekunder akan diolah dan di analisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas. Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data yang berupaya memberikan gambaran secara jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas secara kuantitatif dan selanjutnya data tersebut disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. 72 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalagunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam Putusan No.1811/Pid.B /2013/PN.MKS. Hakim dalam memeriksa perkara pidana, berupaya mencari dan membuktikan kebenaran hukum materil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta memegang teguh surat dakwaan yang dirumuskan oleh Jaksa Penuntut Umum yang selanjutnya disebut JPU. Sebelum Penulis menguraikan mengenai Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyalagunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar pada Perkara Nomor. 1811/Pid.B/2013/PN.Mks, maka perlu diketahui terlebih dahulu Posisi Kasus, Dakwaan JPU, Tuntutan Penuntut Umum, dan Amar Putusan Hakim, yaitu sebagai berikut: 1. Posisi Kasus - Berawal Pada hari MInggu tanggal 01 September 2013 sekitar jam 20.30 wita, terdakwa dihubungi oleh lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA semuanya memesan sabu kepada terdakwa, namun terdakwa katakan “tidak ada barang saya tapi nanti saya ambilkan, tunggu saya disitu nanti saya jemput uangnya”. - Sekitar jam 20.40 terdakwa keluar untuk menjemput uang pembelian milik lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA dan terdakwa bertemu lelaki Asdar di batas kota Gowa Makassar dan terdakwa mengambil uang lelaki ASDAR sebanyak Rp 300.000,(Tiga ratus ribu rupiah) dan terdakwa bertemu dengan lelaki ANDI jalan Tallasalapang dan terdakwa mengambi uang lelaki ANDI sebanyak Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dan terdakwa menuju kerumah lelaki ANDIKA di kompleks pandang-pandang dan saya mengambi uang lelaki ANDIKA sebanyak Rp 200.000,- 73 (Dua ratus ribu rupiah) sehingga uang terkumpul sebanyak Rp 800.000,- (Delapan ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa menghubungi lelaki ADI dengan jalan menelpon dan terdakwa berkata “Ada barang saya mau beli” dan lelaki ADI berkata “Ada kesini mau berapa” dan terdakwa katakana “Saya mau pesan setengah” dan lelaki ADI berkata ”kesini saya tunggu” selanjutnya terdakwa menuju jalan Gaga makssar kerumah lelaki ADI dan saat terdakwa tiba di rumah lelaki ADI terdakwa langsung bertemu dengan lelaki ADI kemudian terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) dan lelaki ADI menyerahkan 1 (satu) paket sabu yang beratnya kurang lebih 0.5 (setengah) gram, sabu yang terbungkus dengan menggunakan plastik scahset bening, berasamaan dengan itu lelaki ANDI WIRAWAN Asld. WAWAN menghubungi terdakwa dengan berkata “ada barang” dan terdakwa katakan “kerumah saja” setelah itu terdakwa langsung pulang kerumah terdakwa diantar oleh tukang ojek karena terdakwa tidak tahu mengendarai sepedah motor, dan di rumah terdakwa sabu tersebut terdakwa bagi menjadi 5 (lima) paket, setelah itu terdakwa menghubungi lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA dan menyampaikan brang sudah ada silahkan diambil didepan Aspol Batang Kaluku jalan Malino kabupaten Gowa. - Dan saat lelaki ANDI lelaki ASDAR dan lelaki ANDIKA sudah berada didepan Aspol batang kaluku kemudian menghubungi terdakwa kalau terdakwa sudah berada di depan Aspol kemudian terdakwa keluar untuk mengantarkan sabu tersebut kepada lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA dan setelah sabu tersebut terdakwa serahkan kepada lelaki ASDAR, lelaki ANDI dan lelaki ANDIKA kemudian terdakwa pulang kerumah terdakwa. - Sekitar jam 21.30 terdakwa tiba dirumah terdakwa setelah pada saat itu lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN sudah ada dirumah terdakwa tepatnya diatas teras terdakwa dan terdakwa mengajak lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN masuk kedalam rumah terdakwa, dan pada saat terdakwa dan lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN, sudah berada didalam rumah terdakwa, lalu terdakwa memperlihatkan kepada lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN, lalu terdakwa membuat alat isap bong tersebut jadi, lalu terdakwa bersama lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN mulai mengkonsumsi sabu tersebut sambil bercerita dan sisa sabu 74 yang terdakwa gunakan bersama lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN terdakwa simpan di lantai di bawah kursi. - Sekitar jam 24.00 wita saat kemudian lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN menyerahkan uang kepada terdakwa sebanyak Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) sambil terdakwa berkata “ini pak pengganti barang” namun saat itu terdakwa berkata “Tidak usahlah barusan lagi kesini” namun lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN tetap berusaha menyerahkan uang kepada terdakwa sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) kemudian terdakwa mengambil uang tersebut dan mengembalikan kepada lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN sebanyak Rp.150.000,- (Seratus lima pulu ribu rupiah) dan terdakwa berkata “ini saja untuk beli rokok” dan terdakwa bersama lelaki ANDI WIRAWAN als. WAWAN melanjutkan bercerita - Pada hari Senin tanggal 02 September 2013 sekita jam 01.45 wita lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO menghubungi terdakwa dengan jalan SMS dan berkata “lagi dimana mas” dan terdakwa balik SMS dengan berkata “lagi dirumah, kerumah ki” tidak lama kemudian lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO datang ke rumah terdakwa, lalu masuk ke rumah dan duduk di bawah lantai baru kemudian tersangka mengambil sabu yang berada didalam scahcet plastic sabu tersebut dengan menggunakan sendok yang terbuat dari pipet plastic warna putih kemudaian terdakwa menyerahkan kepada lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO dan terdakwa melihat lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO memasukan sabu tersebut kedalam pireks kaca kemudian mengkonsumsi sabu tersebut setelah itu terdakwa keluar dari rumah terdakwa karena terdakwa mendengar ada pintu mobil yang tertutup karena ingin tahu tamu siapa yang datang malam-malam dan saat itu terdakwa melihat 2 (dua) orang laki-laki, kemudian terdakwa menyapa orang tersebut dengan berkata “pak, mau cari siapa?” lalu 2 (dua) orang tersebut mendekati terdakwa dan seorang laki-laki berambut gondrong membawa hand dikem juga mendekati terdakwa lalu salah seorang dari ketiga orang tersebut berkata kepada terdakwa “dimana rumah pak ANANG?” dan terdakwa menjawab “di sini rumah pak ANANG”. Setelah saya menjawab seperti itu, orang tersebut memaksa masuk ke rumah terdakwa namun terdakwa menghalangi dengan berkata “bapak mau masuk buat apa?” orang tersebut berkata “saya mau periksa rumahmu” dan terdakwa katakan “dengan dasar apa bapak 75 masuk rumah saya untuk memeriksa rumah saya?” dan orang tersebut mengacam terdakwa dengan berkata “kalo kamu tidak mau buka pintu pagar ini saya panggil pasukan untuk menggerebek rumah kamu” karena situasinya sudah larut malam dan terdakwa tidak mau ribut kemudian terdakwa mempersilakan orang tersebut masuk dengan berkata “bantu saya pak” kemudian salah seorang yang berambut gondrong yang menggunakan hand dikem langsug masuk rumah terdakwa dan menggeledah rumah terdakwa mulai di dapur sampai ke ruang tamu dan saat itu terdakwa hanya di ruang tamu saja dan karena terdakwa melihat lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN dengan lelaki SUDIRMAN dg SIGOLLO sudah tidak ada di tempat sehingga terdakwa merasa bahwa barang tersebut telah dibuang oleh lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN sehingga terdakwa ditanya di mana barang bukti tersebut terdakwa katakan “tidak ada pak” namun tidak lama kemudian orang yang berambut gondrong tersebut datang dari ruang tengah dan berkata “ini ada bongnya masih ada sabu di dalamnya” kemudian orang yang berambut gondrong tersebut mengangkat kursi yang ada diruang tamu rumah terdakwa dan di salah satu kursi di bawah lantai di temukan 2 (dua) paket sabu yang terbungkus plastic scahset bening kemudian terdakwa diminta untuk menunjukan barang bukti yang lainnya namun karena sudah tidak ada lagi kemudian polisi mengumpulkan terdakwa, lelaki SUDIRMAN dan lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN diruangan tamu dan setelah melakukan penggeledahan di rumah terdakwa dan tidak menemukan barang bukti yang lain kemudian terdakwa bersama lelaki SUDIRMAN dan lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN bersama dengan barang bukti yang lainnya di Brimob Polda Sulsel pada jam 10.30 WITA terdakwa bersama lelaki ANDI WIRAWAN Als. WAWAN dan lelaki SUDIRMAN DG SIGOLLO bersama barang bukti yang ditemukan di bawah ke kantor Dit Reserse Narkoba Polda Sulsel untuk pemeriksaan lebih lanjut. 2. Dakwaan JPU Surat dakwaan merupakan dasar atau landasan pemeriksaan perkara dalam sidang di pengadilan. JPU harus bersikap cermat/teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang- 76 undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. JPU juga harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/delik yang didakwakan secara jelas, dalam artian rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsurunsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai pelaku (pleger), pelaku peserta (medepleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP, tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk dan susunan dari surat dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum, masingmasing JPU dalam menyusun surat dakwaan pada umumnya dipengaruhi oleh strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masingmasing, namun demikian tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan yaitu surat dakwaan tunggal, surat dakwaan subsider, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan kumulatif, dan surat dakwaan kombinasi. 77 Dalam perkara Nomor 1811/Pid.B/2013/PN.Mks ini, JPU mmemberikan Dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Dakwaan pertama Melanggar pasal112 ayat (1) joncto pasal 132 ayat (1) UU.RI. No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dakwaan kedua melanggar pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI No.35 Th 2009 tentang Narkotika,. Dakwaan JPU dalam Putusan Nomor 1811/Pid.B/2013/PN.Mks. ini, akan Penulis uraikan sebagai berikut: a. Dakwaan Pertama Bahwa ia terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02 September 2013, bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masi termaksud dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Gowa, namun mengingatsebaia saksisaksinya berada di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Makassar maka Pengadilan Negeri Makassar berwenang mengadili dan memeriksa perkara tersebut berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHAP, terdakwa secara tanpa hak atau melawan telah melakukan percobaan atau permufakatan jahat untukmlakukan tindakan pidana Nrkotika da precursor Narkotika yatu memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman yaitu jenis shabu-shabu sebanyak 2 (dua) paket, yang dilakuka oleh dia terdakwa dengan cara: - Berawal adanya informasi dari masyarakat yang mengatakan bahwa disekitar Aspol Batang Kaluku Kab. Gowa menjadi tempat peredaran Narkoba, selanjutnya pada hari Senin tangal 2 September 2013 team dari resmob Den A Brimob Polda Sulsel melakukan penyidikan ditempat tersebut dengan cara mendatangi rumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 78 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa dan melakukan penggeledahan badan dan penggeledahan rumah terdakwa ditemukan 2 (dua) sachet shabushabu di bawah kursi tamu serta alat untuk mengisap shabu (bong) dibelakang TV; - Bahwa 2 (dua) paket shabu-shabu tersebut setelah ditimbang beratnya 0.0258 gram dan berdasarkan Berita Acara Pemerikaan Laboratoris Krimnalistik pada Pusat Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar No. Lab: 1334/NNF/IX/2013 tanggal 9 September 2013 yang dalam kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti berupa Kristal bening yang ditemukan didalam rumah terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI dan urine terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI adalah benar mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golngan I (satu) no urut 61 Lampiran UU. RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; - Bahwa terdakwa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman tersebut tanp ijin dari pihak berwenang dan bukan digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. - Perbuatan ia terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (1) joncto pasal 132 ayat (1) UU.RI. No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika b. Dakwaan Kedua : Bahwa ia terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02 September 2013 sekiar pukul 01.45 WITA atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan September 2013, bertempat dirumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masi termaksud dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Gowa, namun mengingatsebaia saksi-saksinya berada di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Makassar maka Pengadilan Negeri Makassar 79 berwenang mengadili dan memeriksa perkara tersebut berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHAP, secara tanpa hak atau melawan hokum terdakwa telah menyalahgunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yaitu jenis shabushabu bagi diri sendiri, yang dilakuka oleh dia terdakwa dengan cara: - Pada waktu dan tempa seperti tersebut diatas terdakwa telah menyiapkan alat penghisap berupa bong yang terdiri dari botol yang telah dilubangi tutupnya kemudian dipasangi pipet plastik kemudian dihubungkan dengan pireks kemudian pireks kaca tersebut di beri shabu-shabu lalu dibawah pireks atau kertas alumunium foil ersebut dibakar dengan api yang telah atur dan terdakwa menghisapnya melalui pipet plastic; - Bahwa 1 (satu) bah pireks kaca masih terdapat shabu-shabu yang ditemukan dirumah terdakwa tersebut setelah di timbang beratnya 0.0263 gram dan berdasarkan Berita Acara Pemerikaan Laboratoris Krimnalistik pada Pusat Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar No. Lab: 1334/NNF/IX/2013 tanggal 9 September 2013 yang dalam kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti berupa Kristal bening yang ditemukan di pirekskacamilik terdakwa bahwa barang bukti berupa Kristal bening yang ditemukan didalam rumah terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI dan urine terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI adalah benar mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golngan I (satu) no urut 61 Lampiran UU. RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; - Bahwa terdakwa telah menyalah gunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman tersebuttanpa ijin dari pihak yang berwenang dan bukan digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan dan/atau pengembangan ilmu atau tehnologi. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maka sampailah kami pada pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang di dakwakan yaitu dakwaan kedua : melanggar pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI No.35 Th 2009 tentang Narkotika 80 3. Tuntutan Penuntut Umum Tuntutan Penuntut Umum merupakan permohonan Penuntut Umum kepada Hakim ketika hendak mengadili suatu perkara. Adapun tuntutan Penuntut Umum dalam Nomor Registrasi Perkara PDM- 653/Mks/Ep/10/2013, tertanggal 31 Oktober 2013 yang pada pokoknya meminta Hakim Pengadilan Negeri Makassar memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI bersalah melakukan tindak pidana Narkotika sebagai diatur dalam pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (Enam) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan sementara; 3. Menyatakan barang bukti berupa: - 2 (dua) paket shabu-shabu berat bersih 0.0258 gram; - 2 (dua) bh pireks kaca; - 1 (satu) bh pireks kaca masih ada shabu seberat 0.0265 gram; - 1 (satu) set alat penghisap shabu yang terbuat dari botol air mineral; - 1 (satu) hb timbangan elektrik warna biru silver merk Henherr; - 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna hitam abu-abu tipe GTE1195; - 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna ungu tipe GT-E1080F - 1 (satu) hb Hp merk Blackberry warna hitam; Dirampas untuk dimusnahkan; 4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 5000,- (Lima Ribu Rupiah). 81 4. Amar Putusan Hakim Dalam perkara Nomor 1811/Pid.B/2013/PN.Mks. Hakim memutuskan: MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa Terdakwa ANANG MUH. ILMANSYAH BIN AGUS ISWANDI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri“; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1(satu) Tahun dan 8(delapan) Bulan ; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan ; 5. Menetapkan barang bukti berupa : a. b. c. d. 2 (dua) paket shabu-shabu berat bersih 0.0258 gram; 2 (dua) bh pireks kaca; 1 (satu) bh pireks kaca masih ada shabu seberat 0.0265 gram; 1 (satu) set alat penghisap shabu yang terbuat dari botol air mineral; e. 1 (satu) hb timbangan elektrik warna biru silver merk Henherr; f. 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna hitam abu-abu tipe GTE1195; g. 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna ungu tipe GT-E1080F h. 1 (satu) hb Hp merk Blackberry warna hitam; dirampas untuk dimusnahkan 6. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah); 5. Analisis Penulis Untuk membuktikan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahwa para terdakwa melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009, maka unsur-unsur tentang tindak pidana tersebut harus terpenuhi seluruhnya. 82 Adapun unsur-unsur pasal yang didakwakan JPU dalam perkara ini kepada terdakwa, dalam hal ini Pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009 yaitu sebagai berikut: a. Unsur Barang Siapa Yang dimaksud “Barang Siapa” disini ialah siapa saja orang ata subjek hokum yang melkukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, dalam hal ini menunjuk ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02 September 2013, bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa terdakwa telah menggunakan shabu-shabu unuk dirinya sendiri; Bahwa pada awal persidangn Majelis Hakim telah menanyakan identitas terdakwa dan dibenarkan oleh terdakwa serta sesuai dalam dakwan jaks penuntut umum. Dengan demikian unsure ini telah terbukti secara sah. b. Unsur “Dengan tanpa hak melawan hukum’ Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusi, SE dan saksi Riswan R, bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Yang berwenang beraitan dengan shabu-shabu yang digunakannya. Keterngan pra saksi telah dibenrkan terdakwa. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah. c. Unsur “Menyalahgunakan Narkotika GolonganI bukan tanaman yaitu jenis shabu-shabu. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusli, SE dan saksi Riswan terdakwa telah menggunakan shabu-shabu di Aspol Batang Kaluku 83 Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa Pada hari Senin tanggal 2 September 2013 dengan cara terdakwa memakai shabushabu yaitu terdakwa menyiapkan alat pengisap berupa berupa bong yang terdiri dari botol yang telah dilubangi tutupnya kemudian dipasangi pipet plastik kemudian dihubungkan dengan pireks kaca tersebut diberi shabushabu lalu dibawah pireks kaca dan almunium foil tersebut dibakar dengan api yang dan terdakwa mengisap melalui pipet plasti. Keteranga para saksi telah dibenarkan oleh terdakwa. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah. Berdasarkan penjelasan Penulis di atas maka dapat dilihat dan disimpulkan bahwa perbuatan para terdakwa memang benar telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum. Sebagaimana yang terurai di posisi kasus diatas, terdapat beberapa kekeliruan atas penulisan dakwaan yang mana pada dakwaan pertama pasal yang digunakan tidak tepat dengan fakta-faktanya. Oleh kerana itu menurut saya jaksa penuntut umum dalam menulis dakwaan perlu ketelitian. Berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang terungkap dipersidangan juga semakin membuktikan terdakwa memenuhi semua unsur-unsur dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Alat Bukti Surat Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Cab. Makassar No. Lab: 1334/NNF/IX/2013 tanggal 9 September 2013 yang berkesimpulaan bahwa barang bukti berupa kristal bening yang 84 ditemukan di pireks kaca milik terdakwa ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI adalah benar mengandung sediaan Metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU.RI No.35 Th 2009 tentang Narkotika. Petunjuk Adanya persesuaian antara alat bukti yang diajukan kedepan persidangan yang menunjukan kesalahan dan sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu terdakwa telah melakukan tindak pidana Penyalah Gunaan Narkotika. Keterangan Terdakwa - Bahwa benar terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani; - Bahwa benar terdakwa belum pernah dihukum; - Bahwa benar terdakwa tidak akan di dampingi oleh Penasehat Hukum; - Bahwa benar terdakwa telah ditangkap oleh petugas Kepolisian Polda Sul-Sel pada hari Senin tanggal 02 September 2013 sekitar pukul 02.00 WITA di rumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa; - Bahwa benar terdakwa menggunakan shabu-shabu bersamasama dengan saksi SUDIRMAN dan saksi A WIRAWAN AMIR; - Bahwa benar terdakwa tidak mempunyai ijin dari yang berwenang berkaian dengan shabu-shabu tersebut Barang Bukti - 2 (dua) paket shabu-shabu berat bersih 0.0258 gram; - 2 (dua) bh pireks kaca; - 1 (satu) bh pireks kaca masih ada shabu seberat 0.0265 gram; 85 - 1 (satu) set alat penghisap shabu yang terbuat dari botol air mineral; - 1 (satu) hb timbangan elektrik warna biru silver merk Henherr; - 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna hitam abu-abu tipe GTE1195; - 1 (satu) hb Hp merk Samsung warna ungu tipe GT-E1080F - 1 (satu) hb Hp merk Blackberry warna hitam; Barang bukti yang diajukan dalam persidangan ini telah disita secara sah menurut hukum, karena itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian. Ketua sidang telah memperlihatkan barang bukti tersebut kepada terdakwa dan atau saksi yang bersangkutan telah membenarkannya. B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks. Pengambilan keputusan sangatlah diperlukan oleh Hakim dalam membuat keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan setelah proses pemeriksaan dan persidangan selesai, maka Hakim harus mengambil keputusan yang sesuai. Hal ini sangat perlu untuk menciptakan putusan yang proporsional dan mendekati rasa keadilan. Untuk itu sebelum menjatuhkan sanksi pidana, Hakim melakukan tindakan untuk menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya dengan melihat bukti-bukti yang ada (fakta persidangan) dan disertai keyakinannya setelah itu mempertimbangkan dan memberikan penilaian atas peristiwa yang terjadi serta menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya Hakim 86 mengambil kesimpulan dengan menetapkan suatu sanksi pidana terhadap perbuatan yang dilakukan terdakwa. Penulis akan memberikan penilaian terhadap hal yang menjadi dasar pertimbangan-pertimbangan yang digunakan Hakim dalam Putusan Nomor 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks. 1. Pertimbangan Fakta dan Pertimbangan Hukum Hakim Pertimbangan fakta dan pertimbangan hukum Hakim didasarkan pada dakwaan JPU, alat bukti yang sah, dan syarat subyektif dan obyektif seseorang dapat dipidana. Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks. ini, setelah mendengar keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan alat bukti lainnya kemudian mendapatkan fakta-fakta hukum yaitu sebagai berikut: Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi dan pemeriksaan tersangka Lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, serta dengan didukung di sitanya 2 (dua) sachet sabu kemasan sachet plastik. dari tersangka Lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI (berteman) ditemukan oleh Polisi dari Resmob Den A Brimob Polda Sulsel bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa adalah sebagai berikut, pada hari Senin tanggal 02 September 2013 sekiar pukul 02.00 WITA, dan tersangka Lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI mengak bahwa barang bukti tersebut miliknya yang didapatkan dengan jalan membeli 1 (satu) paket sabu dalam kemasan plastik bening dari lelaki ADI yang bertempat di jalan Gagak Makassar seharga Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) kemudian 1 (satu) paket sabu tersebut dibagi manjadi 5 (lima) paket sabu setelah di bagi menjadi 5 (lima) peket kemudian diserahkan kepada lelaki ANDI sebanyak 1 (satu) paket kepada lelaki ASDAR sebanyak 1 (satu) paket dan kepada lelaki ANDIKA sebanyak 1 (satu) paket dan 2 (dua) paket yang sebagian digunakan bersama lelaki ANDI WIRAWAN AMIR, S.Pd Als. WAWAN dan lelaki SUDIRMAN Dg. 87 SIGOLLO Als. Gollo, di rumah tersangka lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa. yang kemudian 2 (dua) paket sabu tersebut ditemukan oleh Resmob Den Brimob Polda Sulsel, pada saat melakukan pengrebekan terhadap tersangka lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI (berteman) dirumah tersangka lelaki ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa. Bahwa benar terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani Bahwa benar terdakwa belu pernah dihukum; Bahwa benar terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hokum; Bahwa benar terdakwa di tangkap oleh petugas Kepolisian Polda Sulsel pada hari Senin tanggal 2 September 2013 sekitar pukul 02.00 WITA di rumah terdakwa di Aspol Batang Kaluku Blok E No.17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab.Gowa; Bahwa benar terdakwa telah menggunakan shabu-shabu bersamasama dengan saksi SUDIRMAN dan saksi A. WIRAWAN AMIR; Bahwa benar terdakwa tidak mempunyai ijin dari yang berwenang berkaitan dengan shabu-shabu tersebut. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah disebutkan di atas, kemudian Hakim mempertimbangkan apakah seseorang telah dapat dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana atau tidak yang didakwakan kepada terdakwa, maka keseluruhan dari unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh JPU kepada terdakwa haruslah dapat dibuktikan dan terpenuhi seluruhnya. Adapun unsur-unsur pasal yang didakwakan JPU dalam perkara ini kepada terdakwa, dalam hal ini Pasal 127 ayat (1) huruf a UU.RI.No.35 Th 2009 yaitu sebagai berikut: 88 a. Unsur Barang Siapa Yang dimaksud “Barang Siapa” disini ialah siapa saja orang ata subjek hokum yang melkukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, dalam hal ini menunjuk ANANG MUH ILMANSYAH Bin AGUS SISWANDI, pada hari Senin tanggal 02 September 2013, bertempat di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa terdakwa telah menggunakan shabu-shabu unuk dirinya sendiri; Bahwa pada awal persidangn Majelis Hakim telah menanyakan identitas terdakwa dan dibenarkan oleh terdakwa serta sesuai dalam dakwan jaks penuntut umum. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah. b. Unsur “Dengan tanpa hak melawan hukum’ Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusi, SE dan saksi Riswan R, bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Yang berwenang beraitan dengan shabu-shabu yang digunakannya. Keterngan pra saksi telah dibenarkan terdakwa. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah. c. Unsur “Menyalahgunakan Narkotika GolonganI bukan tanaman yaitu jenis shabu-shabu. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Laode Rusli, SE dan saksi Riswan terdakwa telah menggunakan shabu-shabu di Aspol Batang Kaluku Blok E No. 17 Kel. Batang Kaluku Kec. Somba Opu Kab. Gowa Pada hari Senin tanggal 2 September 2013 dengan cara terdakwa memakai shabushabu yaitu terdakwa menyiapkan alat pengisap berupa berupa bong yang 89 terdiri dari botol yang telah dilubangi tutupnya kemudian dipasangi pipet plastik kemudian dihubungkan dengan pireks kaca tersebut diberi shabushabu lalu dibawah pireks kaca dan almunium foil tersebut dibakar dengan api yang dan terdakwa mengisap melalui pipet plasti. Keteranga para saksi telah dibenarkan oleh terdakwa. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah. Setelah semua unsur-unsur tindak pidana berhasil dibuktikan, maka selanjutnya Hakim mempertimbangkan alasan-alasan pengecualian, pengurangan atau penambahan pidana. Dalam perkara ini, Hakim menilai bahwa terdakwa Anang Muh Ilmansyah adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, serta tidak ditemukan alasan pengecualian penuntutan, alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada dirinya, sehingga terdakwa tetap dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab atas perbuatannya. 2. Pertimbangan Subyektif Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, bahwa Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Artinya, dalam memutus suatu perkara Hakim tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek yuridisnya saja, tetapi Hakim juga harus mempertimbangkan aspek sosiologisnya. Dalam hal ini, Hakim harus mempertimbangkan rasa keadilan dari sisi pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan masyarakat. Dengan demikian, 90 diharapakan tercipta putusan yang mendekati rasa keadilan bagi semua pihak, sehingga masyarakat mempunyai respek dan kepercayaan yang tinggi terhadap eksistensi pengadilan sebagai lembaga peradilan yang mampu mengakomodir para pencari keadilan. Hal-hal yang menjadi pertimbangan subyektif Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara Nomor 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks. adalah: Hal-hal yang meringankan: • Terdakwa masih muda; • Terdakwa berterus terang di depan persidangan; • Terdakwa merupakan tulang pungggung keluarga; Hal-hal yang memberatkan: • Perbuatan terdakwa dapat membahayakan kelangsungan generasi bangsa; • perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah tentang pemberantasan Tindak Pidana Narkotika; Mencermati pertimbangan di atas, dapat dikatakan bahwa pertimbangan yang digunakan Hakim terfokus kepada pelakunya dan melihat kerugian yang akan dialami Negara. Hal tersebut penting untuk mewujudkan seleuruh program pemerintah tentang pemberantasan Tindak Pidana Narkotika. Hakim setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas kemudian menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1(satu) Tahun 8 (delapan) bulan penjara dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan. 91 3. Analisis Penulis Putusan Hakim merupakan pernyataan Hakim sebagai pejabat negara yang diberi kewenangan untuk itu berupa putusan penjatuhan pidana jika perbuatan pelaku tindak pidana terbukti secara sah dan meyakinkan. Dalam upaya membuat putusan serta menjatuhkan sanksi pidana, Hakim harus mempunyai pertimbangan yuridis yang terdiri dari dakwaan Penuntut Umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang bukti, pasal-pasal yang dilanggar dan pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan serta kondisi terdakwa pada saat melakukan perbuatan. Dalam putusan no. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim menurut Penulis sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh penulis sebelumnya, yaitu berdasarkan dua alat bukti yang sah, dimana dalam kasus ini, alat bukti yang digunakan Hakim adalah keterangan saksi dan keterangan terdakwa serta alat bukti yang dipakai terdakwa melakukan penyalahgunaan Narkotika. Lalu kemudian mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini Majjelis Hakim berdasarkan fakta-fakta yang timbul dipersidangan menilai bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya, terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkan. Selain hal di atas, Hakim juga tidak melihat adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf yang dapat menjadi alasan penghapusan pidana 92 terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sama halnya dengan Jaksa Penuntut Umum. 93 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan Hukum Pidana Materil oleh Hakim terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS telah tepat, karena tindak pidana yang dilakukan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari syarat pemidanaan atau telah memenuhi ketentuan penerapan sanksi terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam menjatuhkan pemidanaan telah tepat karena Hakim dalam perkara No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS menjatuhkan pemidanaan berdasarkan pasal 184 KUHAP merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya alat-alat bukti tersebut bukti tersebut mendukung fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang meyakinkan hakim bahwa tindak 94 pidana penyalahgunaan Narkotika benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. B. Saran Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran, yaitu: 1. Perlunya pegawasan terhadap pelaksanaan sanksi pidana dan sanksi internal terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anggota kepolisian sehingga sanksi dapat diterapkan dengan tegas dan memberi efek jera kepada para pelaku. 2. Aparat kepolisian dan instansi terkait agar lebih mengintensifkan pengawasan terhadap jalur-jalur yang diduga sebagai tempat keluar masuknya pengedaran narkotika. 3. Memberikan sanksi seberat-beratnya terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana khususnya narkotika karena seharusnya anggota kepolisian tersebut menjadi panutan bagi masyarakat 95 DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad; 2006. “Etika Profesi Hukum”. Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Adami Chazawi; 2002. “Pembelajaran Hukum Pidana 1”.Jakarta,Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Bagian Andi Hamzah;2008.“Asas-Asas Hukum Pidana”. Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. Andi Zainal Abidin Farid; 2007. ”Hukum Pidana 1”.Jakarta, PenerbitSinar Grafika. Hari Sasangka; 2003. “Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana”. Bandung, Penerbit Manda Maju. P.A.F. Lamintang; 1997. “Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia”. Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Leden Marpaung; 2009. “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana”. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Moeljatno; 2000. “Asas-Asas Hukum Pidana”. Jakarta, penerbit Renika Cipta. Sujono, AR, Bony Daniel; 2011. “Komentar &Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”. Jakarta, Penerbit Sinar Grafika. Supriadi; 2008. “Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia”. Jakarta, Penerbit Sinar Grafika. R. Soesilo;1994.”Kitab Undang-Undang Hukum Penjelasannya”.Bogor, Penerbit Politea. Pidana Dengan Taufik Makarao, dkk; 2003. “Tindak Pidana Narkotika”. Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia Utomo, Warsito Hadi; 2005. “Hukum Kepolisian di Indonesia”. Jakarta, Penerbit Prestasi Pustaka Publisher. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan;2002; ”Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta,Penerbit Balai Pustaka. Poerwadarminta, W.J.S;2006; ”Kamus Besar Bahasa Indonesia”.Jakarta: Balai Pustaka. 96 Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 97