Templat tugas akhir S1

advertisement
RESPON OTOT POLOS ILEUM KELINCI LOKAL
TERHADAP MEDAN MAGNET 60 DAN 420 GAUSS SECARA
IN VITRO DENGAN VARIASI SUHU TYRODE
TANTY INTAN PRATIWI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Respon Otot
Polos Ileum Kelinci Lokal Terhadap Medan Magnet 60 dan 420 Gauss Secara In
Vitro dengan Variasi Suhu Tyrode adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Tanty Intan Pratiwi
NIM G74100078
ABSTRAK
TANTY INTAN PRATIWI. Respon Otot Polos Ileum Kelinci Lokal Terhadap
Medan Magnet 60 dan 420 Gauss Secara In Vitro dengan Variasi Suhu Tyrode.
Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan KOEKOEH SANTOSO.
Sistem pencernaan dalam tubuh makhluk hidup melibatkan organ usus
halus, dimana di dalamnya terdapat kanal Na+, K+, dan Ca2+ yang berperan
penting dalam kontraksi otot polos. Pengamatan terhadap kontraksi otot polos
dilakukan pada ileum yang diisolasi dari kelinci lokal yang telah dimatikan
sebelumnya dan kemudian diletakkan dalam organbath yang diisi dengan larutan
tyrode 37 °C. Amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi otot polos ileum
kelinci diukur menggunakan Force Sensor dengan aplikasi Data Acquisition
System dari ADInstruments Australia. Pemberian medan magnet sebesar 60 Gauss
dan 420 Gauss dapat meningkatkan amplitudo dan kekuatan kontraksi, serta
menurunkan frekuensi kontraksinya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
medan magnet yang dipaparkan maka kontraksi otot polos di dalam tubuh akan
semakin menurun karena kinerja ion dalam tubuh terganggu. Namun pada variasi
suhu tyrode 20 sampai 40 °C terlihat adanya peningkatan amplitudo dan kekuatan
kontraksi. Frekuensi kontraksi cenderung konstan pada setiap suhunya, namun
d
h
C frekuensi kontraksi sangat berbeda dibandingkan suhu
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang terlalu rendah menyebabkan
kontraksi ileum tidak stabil bahkan tidak ada kontraksi karena usus mati.
Kata kunci: medan magnet, otot polos, suhu
ABSTRACT
TANTY INTAN PRATIWI. Response Ileum of Local Rabbits Smooth Muscle
with 60 and 420 Gauss of Magnetic Field According to In Vitro by Tyrode
Temperature Variation. Supervised by AKHIRUDDIN MADDU and KOEKOEH
SANTOSO.
The digestive system in the living body involving the small intestinal organs,
which included Na+, K+, and Ca2+ channels which play an important role in
smooth muscle contraction. Observations on smooth muscle contraction
performed on isolated ileum of rabbits that had just died and placed in a organbath
that has been filled with tyrode 37 °C. Amplitude, frequency, and strength of
contractions were measured using the Force Sensor Data Acquisition System with
the application of ADInstruments Australia. Magnetic field of 60 and 420 Gauss
can increase the amplitude and force of contraction, and reduce the frequency of
contractions. Increasing magnetic field will decrease the contraction of smooth
muscle in the body due to the weakening of ions performance in the body.
However, when the temperature of tyrode is decreased from 20 to 40 °C the
amplitude and force of contraction are increased. The frequency of contractions
tend to be constant at any temperature, except for 20 °C where the frequency of
contractions is very different compared to other temperatures. If the temperature is
too low the contraction of ileum is not stable or even non-exist, which probably
indicates the dead of the intestine.
Keywords: the magnetic field, smooth muscle, temperature
RESPON OTOT POLOS ILEUM KELINCI LOKAL
TERHADAP MEDAN MAGNET 60 DAN 420 GAUSS SECARA
IN VITRO DENGAN VARIASI SUHU TYRODE
TANTY INTAN PRATIWI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Respon Otot Polos Ileum Kelinci Lokal Terhadap Medan Magnet
60 dan 420 Gauss Secara In Vitro dengan Variasi Suhu Tyrode
Nama
: Tanty Intan Pratiwi
NIM
: G74100078
Disetujui oleh
Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Pembimbing I
Dr drh Koekoeh Santoso
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Respon Otot Polos Ileum Kelinci Lokal Terhadap Medan Magnet 60 dan 420
Gauss Secara In Vitro dengan Variasi Suhu Tyrode”. Dalam penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Mamah Entin dan Apa Eddy Rusnadi yang selalu memberikan doa, nasehat,
semangat dan motivasi kepada penulis.
2. BUMN PT Angkasa Pura yang telah memberikan beasiswa kepada penulis
setahun ini khususnya beasiswa penelitian.
3. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, MSi dan Dr. drh. Koekoeh Santoso selaku
dosen pembimbing skripsi.
4. Bapak Dr. Husin Alatas, Dr. Ir. Irzaman, MSi dan Dr. Mamat Rahmat, MSi
selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan.
5. Bapak Dr. Tony Ibnu Sumaryada selaku editor yang telah memberikan
masukan.
6. Bapak Dr Ir Irmansyah, MSi selaku pembimbing akademik.
7. Bapak Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc sebagai Komisi Pendidikan Departemen.
8. Bapak Firman yang selalu memberikan pelayanan akademik dengan sangat
ramah, bapak Junedi, bapak Yani yang telah membantu penulis..
9. Seluruh dosen dan staff Departemen Fisika IPB, staff Laboratorium Fisiologi
FKH IPB, serta Bapak Rais Kampung Kelinci.
10. Keluarga besar Candradimuka dan Wanadri serta rekan-rekan kakak penulis
(Alm. Denny Prasetia) untuk motivasi dan bantuannya.
11. Rekan penelitian Ardiyanto, Asep, dan Danang terimakasih untuk
kebersamaan dan kerjasamanya.
12. Teman-teman Fisika angkatan 47, kakak-kakak Fisika angkatan 45 dan 46,
serta adik-adik Fisika angkatan 48 dan 49.
13. Kakak kosan Jaika 1 Badoneng (kak Aci, kak Yaya, kak Iqoh, kak Swa, kak
Upeh, kak Reni, kak Najmi, kak Esa, kak Sarah, Natal, Depi, kak Ica, kak Ani).
14. Teman terdekat Dini Novialisa, Lia Nurafivah, Sinta (jojo), Nofitri, Hani
Monavita, Lilis Solechah, Cucu Cahyati, Herlin Verina, Ryan Sugihakim,
Kharis (mbot), Monica (AGH47), Florentina (ITP47), Yolla (MSL47), Fitri
Maharani (SVK47), Nadia Ulfa (KIM47), dan Malindo Ananda (TMB47)
terimakasih kalian telah memberikan warna dalam hari-hari penulis menjadi
mahasiswa IPB.
15. Keluarga besar HIMARIKA (Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Tanty Intan Pratiwi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gaya Magnetik dan Muatan Bergerak
2
Medan Magnetik Akibat Adanya Arus dalam Solenoida
3
Kontraksi Otot Polos pada Usus Halus
3
Potensial Membran Sel
4
Peran Ca2+ dalam Mekanisme Kontraksi Otot Polos
5
Efek Medan Magnet terhadap Sel Biologis
6
Efek Suhu terhadap Sel Biologis
7
METODE
8
Tempat dan Waktu
8
Bahan
9
Alat
9
Prosedur Penelitian
9
Isolasi Usus Halus Kelinci
9
Pemberian Medan Magnet
9
Penentuan Variasi Suhu
10
Uji Fisis dan Pengambilan Data
10
Pengolahan Data
10
Analisis Data
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1. Konsentrasi Ion
4
2. Rekomendasi IRPA/INIRC untuk Batas Pemaparan terhadap Medan Listrik
dan Medan Magnet dengan Frekuensi 50/60 Hz
7
3. Pengaruh Perubahan Suhu
8
4. Efek medan magnet dan suhu tyrode terhadap amplitudo, frekuensi, dan
kekuatan kontraksi ileum kelinci secara in vitro
11
5. Rekapitulasi hasil sidik ragam medan magnet dan suhu serta interaksinya
terhadap pengukuran amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi ileum
kelinci
13
6. Pengaruh interaksi tingkat medan magnet dan suhu terhadap pengukuran
amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi ileum kelinci
14
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Gaya magnetik yang dialami muatan bergerak dalam medan magnet
2
Solenoida yang dialiri arus I dan panjang kumparan L
3
Bagian sistem pencernaan usus halus (kiri), Struktur otot polos (kanan)
4
Fenomena Depolarisasi dan Repolarisasi pada Potensial Membran Sel
5
Grafik ΔKP rataan amplitudo gaya terhadap suhu pada paparan medan magnet
60 dan 420 Gauss
12
6. Grafik ΔKP rataan frekuensi kontraksi terhadap suhu pada paparan medan
magnet 60 dan 420 Gauss
12
7. Grafik ΔKP rataan kekuatan kontraksi terhadap suhu pada paparan medan
magnet 60 dan 420 Gauss
13
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian
Proses isolasi usus kelinci
Setting alat pemberian medan magnet
Setting alat pengambilan data
Grafik kontraksi ileum kelinci
Data
Analisis data menggunakan SPSS16
Uji lanjut menggunakan SAS 9.13
20
21
21
22
23
26
28
34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan energi listrik tidak dapat dipisahkan dari segala sektor penunjang
kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik tersebut diperlukan
pembangunan pembangkit listrik dan jaringan-jaringan transmisinya. Salah satu
jaringan transmisi yang saat ini dikenal masyarakat adalah SUTET yang
merupakan singkatan dari Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi. SUTET adalah
saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di udara
bertegangan di atas 245 kV sesuai standar di bidang ketenagalistrikan.1
Ambang batas yang di rekomendasikan oleh IRPA/INIRC, WHO 1990 dan
SNI 04-6950-2003 yaitu 0.0001 Tesla dalam lingkungan umum. Sementara di
Indonesia, SUTET yang beroperasi sebagian besar bertegangan 500 kV. Hal ini
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar SUTET, lahan seluas
ratusan kilometer persegi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik karena radiasi
elektromagnetik yang ditimbulkan. Salah satu sumber radiasi elektromagnetik
adalah medan magnet, dimana badan kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan
batas maksimum gelombang elektromagnetik yang diterima tubuh yaitu sekitar 3
sampai 5 Gauss.2 Dimana pada paparan 3 sampai 5 Gauss ini sel-sel dalam tubuh
membelah dan belum terdiferensiasi.
Sistem pencernaan dalam tubuh makhluk hidup melibatkan organ usus,
dimana di dalamnya terdapat kanal Na+, K+, dan Ca2+ yang berperan penting
dalam kontraksi otot polos. Agar suatu otot dapat berkontraksi maka harus ada
regulasi kanal, apabila kanal Ca2+ ditekan maka otot tidak akan berkontraksi.
Kecepatan kontraksi suatu otot dipengaruhi dengan adanya respon aktif membran
sel terhadap stimulus sebagai akibat dari terbukanya kanal Na+ dan K+. Jika
membran potensial mencapai batas ambang tegangan listrik maka kanal Na+
terbuka sekitar 1 ms. Hal ini menyebabkan repolarisasi (Kanal K+ terbuka untuk
mempercepat potensial membran kembali ke posisi istirahat (resting membrane
potential).3
Pada tahun 2001 Badan Internasional untuk penelitian kanker menyatakan
bahwa paparan medan magnet dengan frekuensi 50 sampai 60 Hz dapat
mempengaruhi pergerakan ion dalam tubuh. Beberapa penulis merekomendasikan
penyidikan lebih lanjut dari efek jangka panjang yang mungkin terjadi dari medan
magnet.4 Oleh karena itu peneliti melakukan pengujian kontraksi otot polos ileum
kelinci secara in vitro dengan pengaruh medan magnet 60 dan 420 Gauss serta
variasi suhu tyrode untuk membuktikan pengaruh radiasi elektromagnetik
terhadap perubahan amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi otot polos.
Dimana pada paparan 60 Gauss sel-sel dalam tubuh mulai terdiferensiasi yang
ditunjukkan dengan dimulainya kontraksi otot. Sementara paparan 420 Gauss
merupakan besar medan magnet maksimal yang dipaparkan selonoida dengan
sumber arus power supply berasal dari sumber listrik PLN.
2
Perumusan Masalah
Radiasi elektromagnetik mempengaruhi kontraksi otot dalam tubuh.
Kontraksi otot dalam tubuh melibatkan pergerakan ion Na+ (dari ekstraseluler
menuju intraseluler), ion K+ (dari intraseluler menuju ekstraseluler), dan ion Ca2+
(dari retikulum sarkoplasma menuju sitoplasma). Dengan adanya paparan medan
magnet sebesar 60 dan 420 Gauss serta adanya variasi suhu tyrode yang diberikan
diharapkan dapat mempengaruhi pergerakan ion sehingga mengubah amplitudo,
frekuensi, dan kekuatan kontraksi otot polos.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan kontraksi otot
akibat kombinasi paparan medan magnet dan perubahan suhu tyrode yang
dibuktikan melalui perubahan amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi otot
polos.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat diketahui seberapa besar
pengaruh medan magnet dan suhu terhadap sel biologis.
TINJAUAN PUSTAKA
Gaya Magnetik dan Muatan Bergerak
Muatan bergerak berinteraksi satu sama lain melalui gaya magnetik. Suatu
muatan bergerak atau arus menciptakan medan magnetik yang selanjutnya
mengerahkan gaya pada muatan bergerak. Akhirnya, seluruh medan magnetik itu
diakibatkan oleh muatan yang bergerak.5
Gambar 1 Gaya magnetik yang dialami muatan bergerak dalam medan magnet
Apabila muatan titik q bergerak dengan kecepatan v, muatan ini akan
menghasilkan medan magnetik B yang dinyatakan dalam persamaan berikut: 6
̂
(1)
3
e g
e
e
g e g hd i
q ke titik medan,
d μ˳ merupakan konstanta kesebandingan yang disebut permeabilitas ruang
bebas,
g e ili i il i μ˳ = 4π x 1 -7 T.m/A dimana 1 T = 10000 Gauss.6
Apabila suatu muatan q bergerak dengan kecepatan v dalam medan
magnetik B, gaya magnetik F pada muatan ialah
(2)
Medan Magnetik Akibat Adanya Arus dalam Solenoida
Solenoida merupakan induktor berupa gulungan kawat yang didalamnya
terdapat sebuah batang besi berbentuk silinder untuk menghasilkan medan
magnetik kuat dan seragam. Medan magnetik solenoida pada dasarnya adalah
medan magnetik dari sederetan N simpal arus identik yang ditempatkan
berdampingan. Jika kumparan-kumparan solenoida berjarak sangat dekat, medan
di dalam solenoida akan paralel dengan sumbunya kecuali di bagian ujung.5
Gambar 2 Solenoida yang dialiri arus I dan panjang kumparan L
Medan magnet yang dihasilkan pada pusat solenoida dapat dinyatakan
sebagai berikut:6
(3)
Sedangkan besar medan magnet di tepi solenoida yaitu:
(4)
dimana N adalah banyaknya lilitan pada solenoida, i adalah arus yang mengalir
dalam satuan Ampere, dan L adalah panjang solenoida dalam satuan meter.
K
e eb di g μ˳ = 4π x 1 -7 T.m/A.
Kontraksi Otot Polos pada Usus Halus
Usus halus yang terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum merupakan
bagian saluran pencernaan yang berfungsi dalam penguraian makanan secara fisik
maupun kimia, dan melakukan penyerapan hasil pencernaan. Pencernaan secara
kimia dilakukan melalui aktivitas enzim. Agar dapat bercampur seluruhnya
dengan enzim maka proses ini terjadi lewat pengadukan dan gerusan melalui
kontraksi usus halus.7
4
Filamen-filamen tipis otot halus memang mengandung aktin dan
tropomiosin namun tidak semuanya mengandung troponin. Kontraksi otot halus
tetap dipicu oleh Ca2+ karena miosin rantai ringan kinase (=myosin light chain
kinase / MLCK) secara enzimatik akan menjadi aktif hanya jika Ca2+-kalmodulin
hadir. MLCK merupakan sebuah enzim yang memfosforilasi rantai ringan miosin
sehingga menstimulasi terjadinya kontraksi otot.8
Gambar 3 Bagian sistem pencernaan usus halus (kiri), Struktur otot polos (kanan)
Otot polos sebagai struktur utama usus halus memiliki ciri miogenik yaitu
otot dapat melaksanakan ritme denyutnya secara spontan yang dinamakan sebagai
ritme basal. Ritme basal akan diperkuat oleh adanya ion Ca2+ yang masuk ke
dalam jaringan, hingga menimbulkan potensial aksi atau kontraksi lebih kuat.
Kontraksi usus halus dilaksanakan oleh otot polos visera yang memiliki
karakteristik mampu berkontraksi secara spontan tanpa ada rangsangan dari luar.
Kontraksi spontan dan ritmik ini berkaitan dengan adanya potensial gelombang
lambat (slow wave potential) yang terjadi secara terus-menerus.
Potensial Membran Sel
Konsentrasi ion di dalam dan di luar sel otot berbeda (lihat tabel 1).Hal ini
menghasilkan perbedaan potensial listrik yang sering disebut sebagai potensial
membran. Besaran potensial membran adalah -60 and -90 mV (interior sel 
bermuatan negatif). Potential ini dapat berubah dalam hitungan detik menjadi +20
sampai +50 mV yang disebut potensial aksi.3
Tabel 1 Konsentrasi Ion
Ion
Na+
K+
ClA-
Intraseluler
(mmol/l)
12
155
4
155
Ekstraseluler
(mmol/l)
145
4
120
-
Rasio: dalam/luar
1:12
40:1
1:30
-
5
Dalam keadaan tanpa rangsang, antara bagian luar dan dalam sel saraf
terdapat perbedaan muatan yang disebut potensial membran. Besar potensial
membran yang diukur pada saat istirahat disebut resting membrane potential.
Potensial istirahat selalu negatif pada sel saraf dan otot (-90 mV). Dalam keadaan
istirahat bagian luar membran bermuatan positif dan di dalam sel bermuatan
negatif, keadaan ini dinamakan polarisasi. Polarisasi terjadi karena distribusi ion
A¯, Cl¯, K+, dan Na+ yang tidak sama. Dalam keadaan istirahat potensial
membran dipertahankan pada -70 mV. Jika ada rangsangan maka akan terjadi
perubahan potensial membran dari -70 mV menjadi +35 mV. Perubahan potensial
yang terjadi disebut potensial aksi.9
Potensial aksi dimulai dengan depolarisasi membran, yang berarti peniadaan
atau berkurangnya polarisasi (beda potensial) antara cis dan ces. Penurunan beda
potensial disebabkan oleh pembukaan kanal ion natrium (Na+). Sensor listrik
kanal ion natrium peka terhadap beda potensial yang paling kecil, sehingga kanal
ion natrium terbuka pertama kali setelah sel distimulasi. Kanal ion natrium yang
terbuka menyebabkan pergerakan masuk (influx) ion natrium menjadi nyata.
Influx ion natrium membawa masuk muatan positif ke dalam cis menjadi lebih
positif, sehingga beda potensial antara cis dan ces berkurang mendekati nol.
Depolariasi membran akan berhenti manakala beda potensial membran telah
mencapai beda potensial yang lebih kecil dibandingkan kanal ion kalium. Beda
potensial akan meningkat kembali akibat pembukaan kanal ion Cl. Beda potensial
yang kembali meningkat sampai nilai ambang ion K, maka kanal tersebut akan
terbuka dan membawa muatan positif keluar dari sel. Negatifitas muatan di dalam
sel meningkat kembali dan polarisasi membran bertambah mendekati kondisi
semula. Hal inilah yang disebut dengan fenomena repolarisasi, artinya membran
kembali pada kondisi semula.9
Gambar 4 Fenomena Depolarisasi dan Repolarisasi pada Potensial Membran Sel
Peran Ca2+ dalam Mekanisme Kontraksi Otot Polos
Seperti halnya pada otot kerangka kontraksi terjadi akibat interaksi aktinmiosin, namun pengaturan interaksi ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan
otot kerangka. Awal mula kontraksi adalah aktifitas depolarisasi spontan serabut
6
otot polos sebagai akibat dari tidak stabilnya membran potensial. Hal ini akan
mengakibatkan permeabilitas membran sel otot polos terhadap Ca2+ meningkat
dan konsentrasi Ca2+ dengan sendirinya akan meningkat. Di dalam sel otot polos
Ca2+ akan diikat oleh kalmodulin sehingga terbentuk senyawa kompleks CaKalmodulin. Senyawa ini akan berikatan dengan myosin light chain kinase tidak
aktif (MLCK-inaktif), menjadi suatu senyawa enzimatis yang sangat aktif (CaKalmodulin-MLCK-aktif). Senyawa aktif ini akan melakukan fosforilasi residu
serin yang terdapat pada myosin light chain (LCp). Proses fosforilasi ini
membutuhkan 1 ATP. Hal ini menyebabkan miosin memiliki kemampuan ATPase tinggi sehingga mampu melakukan hidrolisa ATP yang berakibat pada ikatan
silang aktin-miosin.10
Dalam sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengatur yang
bereaksi dengan ion kalsium dalam memicu kontraksi yang disebut kalmodulin.
Berikut ini urutan proses aktivasi dan kontraksi yang terjadi:11
 Konsentrasi intraselular Ca2+ bergantung pada permeabilitas membran
plasma sel otot polos terhadap Ca2+. Permeabilitas otot polos tersebut
dipengaruhi oleh sistem syaraf involunter atau autonomik. Saat Ca2+
meningkat, kontraksi otot polos dimulai. Ion kalsium berikatan dengan
kalmodulin.
 Kombinasi kalmodulin dan kalsium kemudian bersambungan sekaligus
mengaktifkan miosin rantai ringan kinase (myosin light chain kinase /
MLCK), yaitu suatu enzim yang berfungsi dalam melakukan fosforilasi.
Salah satu rantai ringan dari setiap kepala miosin (sebagai rantai pengatur),
mengalami fosforilasi sebagai respon terhadap miosin kinase. Bila rantai ini tidak
mengalami fosforilasi, siklus pelekatan-pelepasan kepala dengan filamen aktin
tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengatur mengalami fosforilasi, kepala
memiliki kemampuan untuk berikatan dengan filamen aktin dan bekerja melalui
seluruh proses siklus sehingga menghasilkan kontraksi otot polos.
Efek Medan Magnet terhadap Sel Biologis
Sebagaimana diketahui, semakin panjang usus semakin lama pula makanan
berada dalam usus. Keadaan ini memungkinkan proses pencernaan dan
penyerapan zat-zat yang terkandung dalam makanan akan semakin baik. Paparan
medan listrik dan medan magnet akan meningkatkan kontraksi usus halus pada
kelinci.12 Salah satu perubahan fisis selama terjadi kontraksi otot adalah
perubahan tegangan dan panjang.7
Sebuah lembaga telah menunjukkan bahwa membran sel (membran yang
menyelubungi sel) sebagai situs utama dari interaksi antara medan ELF
(Extremely Low Frequency) dan sel. Selain sebagai batas dan menjaga integritas
struktural dari sel, membran sel juga bertanggung jawab untuk beberapa fungsi
penting dari sel seperti mengendalikan aliran material dan energi sinyal ke dalam
sel, dan transmisi informasi tiba di permukaannya ke bagian dalam sel sehingga
proses kehidupan yang tepat dapat berlangsung. Ini adalah filter yang sangat
selektif yang mempertahankan konsentrasi ion (atom bermuatan) yang tidak
merata di kedua sisi dan memungkinkan nutrisi untuk masuk, serta produk-produk
7
limbah meninggalkan sel. Hal ini dimungkinkan oleh komponen yang sangat
khusus dari membran sel.2,13
Tabel 2 Rekomendasi IRPA/INIRC untuk Batas Pemaparan terhadap Medan
Listrik dan Medan Magnet dengan Frekuensi 50/60 Hz
Klasifikasi
1. Sepanjang hari kerja
2. Waktu singkat
3. Anggota tubuh
Medan Listrik (kVrms/m)
Lingkungan kerja:
10
30
Kuat Fluks Magnetik (mTrms)
0.5
5
25
Lingkungan umum:
1. Sampai 24jam/hari
5
0.1
2. Beberapa jam/hari
10
1
Konsentrasi ion yang tidak merata digunakan oleh sel untuk transmisi sinyal
eksternal ke interior, dan untuk mengizinkan atau mencegah masuknya molekul
dan ion yang dipilih ke dalam sel. Ion-ion yang paling penting adalah kalium (K+),
natrium (Na+), klor (Cl-), hidrogen (H+), dan kalsium (Ca2+). Masuknya banyak
molekul dan ion terjadi melalui saluran dalam sel yang disebut saluran ion. Hal ini
menutup atau membuka dalam menanggapi konsentrasi ion dan dengan demikian
mengatur arus. Ada juga beberapa enzim yang melekat pada membran. Enzim ini
mengambil bagian dalam sintesis molekul serta mengendalikan tindakan awal
molekul eksternal seperti obat-obatan.13
Induksi medan listrik bebas pada benda hidup disebabkan adanya muatanmuatan listrik bebas yang biasa dinamakan ion dalam cairan tubuh (darah, getah
bening, saraf, dan otot) yang dapat dipengaruhi oleh adanya gaya yang dihasilkan
oleh muatan dan aliran arus listrik. Delman dan Brown (1989) menyatakan bahwa
di dalam plasma darah terdapat garam-garam anorganik (natrium klorida, natrium
karbonat, dan natrium fosfat), protein (dalam bentuk albumin, globulin, dan
fibrinogen), lemak (lesitin dan gliserol) serta zat-zat lainnya seperti hormon,
vitamin, enzim, dan nutrien. Garam-garam tersebut akan terinduksi ketika medan
elektromagnetik diberikan. Terinduksinya garam-garam dalam tubuh
menyebabkan sirkulasi darah menjadi lebih lancar.13
Radiasi elektromagnetik berinteraksi dengan neurotransmitter dan hormon
pertumbuhan.13 Secara garis besar, energi total yang diserap dan distribusinya di
dalam tubuh tergantung kepada keadaan paparan radiasi seperti adanya benda lain
di sekitar sumber radiasi, dan sifat elektrik tubuh (konstan dielektrik dan
konduktivitas).12 Elektromagnetik mengganggu kontraksi usus halus yang
merupakan bagian dari sistem pencernaan. Terganggunya fungsi kontraksi saluran
pencernaan menyebabkan fungsi digesti dan absorbsi tidak berjalan dengan
semestinya. Pencernaan di usus merupakan kerjasama antara gerakan peristaltik
dengan kerja enzim.7
Efek Suhu terhadap Sel Biologis
Kelinci adalah hewan homeotermik yang memiliki faktor pengontrol, yaitu
faktor pengendali kecepatan reaksi kimia dalam tubuh, termasuk proses
metabolisme. Zhoff dan Mancrief (1990) mengatakan bahwa sesuai dengan
8
hukum Van Hoff, setiap peningkatan suhu sebesar 10 °C akan mengakibatkan laju
proses biokimia meningkat dua kali. Peningkatan suhu mengakibatkan toksisitas
berbagai kontaminan terlarut meningkat, menurunkan konsentrasi oksigen terlarut,
meningkatkan konsumsi oksigen karena meningkatnya suhu tubuh serta
meningkatkan laju metabolisme. Penurunan suhu lingkungan dapat
mengakibatkan rendahnya respon imunitas, mengurangi aktivitas, nafsu makan
dan pertumbuhan.14
Peningkatan suhu dapat mempengaruhi membran sel dan protein. Ekor asam
le
d il i
g d f f li id bi “ eleleh” d
h i ggi
g berarti
bahwa mereka menjadi lebih cair dan memungkinkan lebih banyak gerakan. Hal
ini mempengaruhi permeabilitas sel yang menyebabkan molekul yang seharusnya
tidak masuk justru masuk ke dalam sel sehingga merusak sel. Transmembran atau
protein perifer juga dapat rusak oleh suhu tinggi. Temperatur yang tinggi
menyebabkan protein mengubah sifat, atau rusak. Peningkatan suhu juga
meningkatkan reaksi yang terjadi dalam sel, ketika suhu terlalu tinggi maka akan
menghancurkan protein, reaksi dan sel-sel.15
Penurunan temperatur juga memiliki efek pada membran sel dan sel. Ekor
asam lemak dari fosfolipid menjadi lebih kaku pada suhu dingin. Ini
mempengaruhi fluiditas, permeabilitas dan kemampuan sel untuk hidup. Ketika
sel-sel kurang cairan, mereka tidak bisa bergerak atau tumbuh. Penurunan
permeabilitas berarti bahwa molekul penting tidak bisa masuk ke sel. Selain itu,
suhu dingin dapat menyebabkan reaksi seluler untuk memperlambat atau bahkan
menghentikan pergerakan suatu otot.15 (lihat Tabel 3)
Tabel 3 Pengaruh Perubahan Suhu
Klasifikasi
mempengaruhi
Ekor asam lemak
dari fosfolipid
Permeabilitas
Pergerakan otot
Peningkatan suhu
Membran sel dan protein
Penurunan suhu
Membran sel dan sel
cair
kaku
molekul yang seharusnya
tidak masuk justru masuk
ke dalam sel sehingga
merusak sel
Stabil atau meningkat
molekul penting tidak bisa
masuk ke sel
Lambat bahkan berhenti
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi
dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Pelaksanaan penelitian dimulai
pada bulan Oktober hingga Desember 2013.
9
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: kelinci
jantan dengan bobot 2 – 2.5 kg yang dibeli di Kampung Kelinci, larutan tyrode
dan NaCl 0.9 % yang biasanya dipesan dari Staff Laboratorium Fisiologi FKH
IPB, air, dan es batu. (lihat Lampiran 1)
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: power supply
type PASCO, multimeter, sensor medan magnet type PASCO, organbath,
termometer, kompor listrik, interface PASCO 750, koil selonoida, kabel, data
Acquistion System Powerlab 4ST ADInstruments, sensor gaya type
ADInstruments, benang, penggaris, alat bedah, software DataStudio dan Chart5,
software SPSS16 dan software SAS9.13. (lihat Lampiran 1)
Prosedur Penelitian
Isolasi Usus Halus Kelinci
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan dewasa
dengan bobot sekitar 2 - 2.5 kg yang telah dipuasakan selama semalam. Kemudian
kelinci dipotong dan dibuka abdomennya dengan menggunakan alat bedah.
Selanjutnya usus halus dikeluarkan dari tubuh dan diisolasi menjadi duodenum,
jejunum, dan ileum. Kemudian usus halus tersebut dibersihkan dari isi lumen
dengan menggunakan NaCl 0.9 %. Pada penelitian ini hanya digunakan ileum
yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi larutan tyrode 37 °C.
(lihat Lampiran 2)
Ileum kelinci kemudian dipotong 1 - 2 cm dan kemudian kedua ujungnya
diikat dengan benang. Ujung benang yang satu diikatkan pada ujung tabung
aerator dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung organbath yang telah diisi
larutan tyrode 37 °C, sedangkan ujung lainnya diikatkan pada sensor gaya
transduser ADInstruments.
Pemberian Medan Magnet
Medan magnet yang diberikan pada penelitian ini adalah sebesar 60 Gauss
dan 420 Gauss. Besar medan magnet yang diberikan ini sebelumnya ditentukan
dengan mengatur besar arus pada power supply yang disambungkan ke koil
selonoida. Besar medan magnet dapat dibaca pada Laptop yang telah
disambungkan ke interface PASCO 750 dengan menggunakan software
DataStudio. (lihat Lampiran 3)
Usus halus yang telah dirangkai pada organbath dan sensor gaya type
ADInstruments diberi medan magnet dari selonoida. (lihat Lampiran 3)
10
Penentuan Variasi Suhu
Organbath terdiri dari dua gelas kaca, dimana gelas yang di dalam
ukurannya lebih kecil dibandingkan gelas yang di luar. Gelas kecil diisi larutan
tyrode dengan suhu 37 °C, sedangkan gelas bagian luar diisi air. Dengan
mengubah-ubah suhu air maka secara spontan suhu tyrode berubah menjadi 20 °C,
25 °C, 30 °C, 35 °C, dan 40 °C.
Uji Fisis dan Pengambilan Data
Uji fisis yang dilakukan dalam penelitian adalah secara in vitro yaitu
pemberian medan magnet sebesar 60 dan 420 Gauss dengan variasi suhu pada
ileum kelinci yang terdapat dalam organbath. Tiap sampel usus halus diambil 5
kontrol dan 5 perlakuan. Untuk 120 detik pertama usus tidak diberi perlakuan
apapun (kontrol), kemudian 120 detik selanjutnya diberikan medan magnet
(perlakuan), selanjutnya dilakukan kontrol lagi kemudian perlakuan lagi begitu
sampai 5 kali ulangan. Begitu juga untuk variasi suhu yang lainnya dilakukan 5
kontrol dan 5 perlakuan.
Data yang diambil berupa grafik yang terdapat pada layar komputer
menggunakan software Chart5. Grafik tersebut menunjukkan kontraksi usus halus
pada waktu tertentu. (lihat Lampiran 5)
Pengolahan Data
Data yang diperoleh berupa grafik hubungan gaya terhadap waktu.
Kemudian grafik tersebut diblok untuk dilihat perubahan gaya dari waktu ke
waktu. Untuk menentukan amplitudo dan frekuensi kontraksi usus, grafik yang
telah diblok tadi klik Window pada Menu Bar pada tampilan Chart5, kemudian
pilih Data Pad. Kemudian akan muncul tabel, amplitudo dan frekuensi dapat
ditentukan dengan mengklik kolom untuk di-setup. Dimana untuk mencari
amplitudo rata-rata dapat mengklik Cyclic Measurements kemudian pilih Average
Cyclic Height. Sedangkan untuk mencari frekuensi rata-rata dapat mengklik
Cyclic Measurements kemudian pilih Average Cyclic Frequency.
Besar amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi yang diperoleh
kemudian di-copy ke Microsoft Office Excel 2007. (lihat Lampiran 6)
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk membuktikan apakah data yang diperoleh
berdeda nyata atau tidak. Pada penelitian ini analisis data menggunakan software
SPSS16 dan SAS9.13.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan dua faktor, yaitu medan magnet dan suhu. Setiap perlakuan
diulang sebanyak lima kali sehingga diperoleh lima data untuk setiap kontrol dan
perlakuan. Data dianalisis menggunakan analiasi ragam (Uji F). Uji nilai tengah
yang digunakan adalah Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang
kepercayaan 5%.16 (lihat Lampiran 7 dan Lampiran 8)
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ileum kelinci yang digunakan sebelumnya telah diisolasi sehingga tidak
dipengaruhi oleh sistem saraf eksternal simpatik dan parasimpatik. Pergerakan
ileum kelinci menunjukkan adanya kontraksi spontan pergerakan autonomik.
Kontraksi ileum kelinci dilakukan oleh otot visera yang memiliki karakteristik
mampu berkontraksi secara spontan tanpa perlu adanya rangsangan dari luar.7
Kymogram kontraksi ileum kelinci dapat dilihat pada layar komputer
menggunakan software Chart5 dari ADInstruments. Secara normal suatu otot
polos dapat berkontraksi pada suhu tubuh sekitar 37 °C, namun pada penelitian ini
dilakukan variasi suhu tyrode sekitar 20 °C sampai 40 °C. Sehingga ileum kelinci
dapat mengalami kontraksi yang berbeda setiap suhunya dilihat dari perubahan
amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksinya. (lihat Lampiran 5)
Perbedaan nilai Δ pada Tabel 4 menunjukkan adanya perubahan pada setiap
pengambilan sampel. Hal ini disebabkan isolasi usus yang dilakukan pada waktu
bersamaan sedangkan waktu penggunaannya berbeda karena keterbatasan sensor
yang ada, dan setiap ganti sampel pemasangan benang tidak selalu sama. Oleh
karena itu, agar didapatkan data yang valid, maka dari setiap sampel harus diambil
data kontrol dan perlakuannya.
Tabel 4 Efek medan magnet dan suhu tyrode terhadap amplitudo, frekuensi, dan
kekuatan kontraksi ileum kelinci secara in vitro
Suhu (°C)
20
25
30
35
40
Δ A li d Gaya (N)
0.00026 ±
0.01166 ±
0.03492 ±
0.03377 ±
0.05338 ±
60
0.00008
0.00390
0.00225
0.00183
0.00766
0.00573 ±
0.01529 ±
0.03623 ±
0.03521 ±
0.06429 ±
420
0.00143
0.00163
0.00269
0.00123
0.00143
Δ F e e i kontraksi (kontraksi/detik)
1.90627 ±
0.07099 ±
0.15840 ±
0.21660 ±
0.21285 ±
60
0.77525
0.02524
0.00953
0.01008
0.03187
0.05846 ±
0.04023 ±
0.15763 ±
0.22960 ±
0.17140 ±
420
0.00321
0.02766
0.02350
0.00643
0.00517
Δ Ke
kontraksi (N)
0.01410 ±
0.00795 ±
0.25102 ±
0.24482 ±
0.27355 ±
60
0.00028
0.00150
0.00095
0.00099
0.00113
0.01235 ±
0.01714 ±
0.25496 ±
0.24899 ±
0.27345 ±
420
0.00132
0.00156
0.00370
0.00092
0.00042
Amplitudo gaya merupakan perbedaan rata-rata antara kontraksi maksimum
dan kontraksi minimum. Amplitudo dinyatakan dalam satuan Newton. Medan
magnet menyebabkan kontraksi ileum kelinci berubah. Pada amplitudo,
pemberian medan magnet berbanding lurus dengan perubahan amplitudo
kontraksi, semakin besar medan magnet yang dipaparkan semakin besar
perubahan amplitudo kontraksinya. (lihat Tabel 4 dan Gambar 5)
Suarga (2006) meneliti kontraksi usus kelinci dengan variasi medan magnet,
dimana telihat perbedaan antara sebelum dan sesudah dipaparkan medan magnet.
Medan
(Gauss)
12
Amplitudo kontraksi ileum kelinci meningkat ketika diberi paparan medan magnet
yang semakin besar.10 Ikusima (1996) membuktikan bahwa induksi magnetik dan
kerja protein merangsang sistem kekebalan. Gumay (1993) menunjukkan
fenomena hormesis pada taraf kuat medan magnetik di percobaan tikus. Nair
(1989) mengatakan bahwa medan magnet berinteraksi dengan hormon,
neurotransmitter, dan hormon pertumbuhan. Perubahan amplitudo kontraksi pada
usus yang mengalami paparan medan magnet diduga karena adanya perubahan
kanal dan konsentrasi ion. Dengan adanya rangsangan berupa medan magnet
maka terjadi perubahan potensial membran yang menyebabkan terjadinya
potensial aksi dan hidrolisis ATP yang ditunjukkan dengan adanya proses
fosforilasi sehingga otot polos ileum berkontraksi.4, 11, 13
Δ Amplitudo gaya (N)
0.001
0.0005
0
-0.0005
20
25
30
35
40
60 Gauss
420 Gauss
-0.001
-0.0015
Suhu (ͦC)
Gambar 5 Grafik ΔKP rataan amplitudo gaya terhadap suhu pada paparan medan
magnet 60 dan 420 Gauss
Frekuensi merupakan banyaknya kontraksi setiap waktu. Satuan frekuensi
dinyatakan dalam kontraksi/waktu. Medan magnet berbanding lurus dengan
perubahan frekuensi kontraksi, semakin besar medan magnet yang dipaparkan
semakin besar kontraksi dalam setiap waktu. (lihat Tabel 4)
Δ Frekuensi kontraksi
(kontraksi/detik)
0.1
0.08
0.06
0.04
60 Gauss
0.02
420 Gauss
0
-0.02
20
25
30
Suhu (ͦC)
35
40
Gambar 6 Grafik ΔKP rataan frekuensi kontraksi terhadap suhu pada paparan
medan magnet 60 dan 420 Gauss
Nuryandani (2005) dan Suarga (2006) menunjukkan bahwa pada paparan
medan magnet yang semakin besar maka frekuensi kontraksinya akan semakin
besar.10, 12 Pada Gambar 6 terlihat bahwa perubahan frekuensi kontraksi paparan
420 Gauss lebih besar dibandingkan 60 Gauss, kecuali pada suhu 20 °C. Hal ini
dikarenakan pada suhu 20 °C ileum kelinci cenderung tidak berkontraksi di suhu
ini. Penurunan suhu mengakibatkan rendahnya respon imunitas dan aktivitas suatu
13
Δ kekuatan kontraksi (N)
otot.14
Kekuatan kontraksi merupakan besarnya kemampuan suatu otot untuk
menghasilkan gaya tarik. Paparan medan magnet berbanding lurus dengan gaya
tarik dari ileum kelinci, semakin besar medan magnetnya maka kekuatan
kontraksinya meningkat. (lihat Tabel 4)
Pada Gambar 7 terlihat bahwa pada paparan 60 Gauss dan 420 Gauss
terdapat perubahan kontraksi ileum yang cukup jelas setiap suhunya. Pada suhu di
bawah suhu normal (kurang dari 30 °C) dan di atas suhu normal (di atas 30 °C)
perubahan kekuatan kontraksi 420 Gauss cenderung lebih besar. Sedangkan pada
suhu 30 °C perubahan kekuatan kontraksi yang lebih besar adalah saat diberi
paparan medan magnet 60 Gauss. Pada suhu ini terjadi perubahan kekuatan
kontraksi maksimum pada paparan 60 Gauss dan kekuatan kontraksi minimum
pada paparan 420 Gauss. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu normal 30 °C
sangat cocok untuk melihat perbedaan kekuatan kontraksi pada setiap medan
magnet yang dipaparkan karena suhu yang paling ideal untuk suatu metabolisme
dalam tubuh yaitu sekitar 28-32 °C.3
0.001
0.0005
0
-0.0005
20
25
30
35
40
60 Gauss
420 Gauss
-0.001
-0.0015
Suhu (°C)
Gambar 7 Grafik ΔKP rataan kekuatan kontraksi terhadap suhu pada paparan
medan magnet 60 dan 420 Gauss
Uji beda nyata terkecil (BNT) adalah prosedur yang paling sederhana untuk
pembandingan berpasangan. Uji ini memberikan nilai BNT tunggal pada taraf
nyata yang ditentukan, yang membuat kepastian antara nyata dan tidak nyata antar
perlakuan. Dua perlakuan dinyatakan berbeda nyata pada taraf nyata yang
ditentukan apabila perbedaannya melebihi nilai BNT yang dihitung, selain itu
berarti tidak berbeda nyata.16
Tabel 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam medan magnet dan suhu serta interaksinya
terhadap pengukuran amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi ileum kelinci
Pengukuran
Amplitudo Gaya
Frekuensi kontraksi
Kekuatan
(N)
(kontraksi/waktu)
kontraksi (N)
Medan
< 0.0001**
< 0.0001**
< 0.0001**
Suhu
< 0.0001**
< 0.0001**
< 0.0001**
Interaksi
0.0045**
< 0.0001**
< 0.0001**
** : be bed
g
(α > . 1)
Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada faktor
tunggal medan magnet dan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap pengukuran
Variasi
14
amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi dengan nilai (Pr>F) kurang dari
0.0001. Sedangkan interaksi kedua faktor tunggal (medan dan suhu) juga
berpengaruh sangat nyata, dimana nilai (Pr>F) sebesar 0.0045. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh variasi medan, suhu, ataupun kombinasi keduanya
terhadap kontraksi ileum kelinci (lihat Lampiran 7).
Uji BNT biasanya masih kurang tepat untuk melihat pengaruh dari setiap
perlakuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut seperti uji jarak ganda
Duncan (UJGD). Perhitungan UJGD memerlukan sederetan nilai yang masingmasing berkaitan dengan satu gugus pembanding pasangan tertentu, untuk
mementukan klasifikasi perbedaan antara dua rataan perlakuan sebagai berbeda
nyata atau tidak berbeda nyata.16
Tabel 6 Pengaruh interaksi tingkat medan magnet dan suhu terhadap pengukuran
amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi ileum kelinci
Suhu (°C)
Rataan
20
25
30
35
40
Amplitudo gaya (N)
0.000252 0.012390 0.035388 0.033926 0.053290 0.027049
60
f
d
c
c
b
b
0.005508 0.015612 0.036484 0.035380 0.065066 0.031610
420
e
d
c
c
a
a
0.002880 0.014001 0.035936 0.034653 0.059178
Rataan
d
c
b
b
a
Frekuensi kontraksi (kontraksi/detik)
1.859500 0.069000 0.159900 0.216500 0.211700 0.503330
60
a
b
b
b
b
a
0.059400 0.027900 0.155000 0.229100 0.170000 0.128260
420
b
b
b
b
b
b
0.959400 0.048400 0.157500 0.222800 0.190900
Rataan
a
b
b
b
b
Kekuatan kontraksi (N)
0.014072 0.008370 0.250634 0.245122 0.273762 0.158392
60
g
i
c
e
a
b
0.012122 0.017250 0.255638 0.248886 0.273374 0.161454
420
h
f
b
d
a
a
0.013097 0.012810 0.253136 0.247004 0.273568
Rataan
d
d
b
c
a
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom tidak berbeda
nyata pada Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 5%.
Tabel 6 menunjukkan perbedaan pengaruh interaksi medan magnet dan
suhu. Pada amplitudo, medan magnet 420 Gauss dengan suhu 40 °C
menghasilkan amplitudo kontraksi terbesar, dan medan magnet 60 Gauss dengan
suhu 20 °C menghasilkan amplitudo kontraksi terkecil. Sedangkan frekuensi
terbesar yaitu saat medan magnet 60 Gauss dengan suhu 20 °C, frekuensi
kontraksi berbeda jauh dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan pada suhu 20 °C,
ileum kelinci tidak berkontraksi normal (kontraksi sangat cepat setiap detiknya).
Secara keseluruhan frekuensi kontraksi dengan variasi medan dan suhu tidak
berbeda nyata, hal ini ditunjukkan dengan huruf yang sama di belakang angka
Medan
(Gauss)
15
pada setiap kolom dan baris. Kekuatan kontraksi terlihat sangat beragam, dimana
setiap interaksi medan dan suhu menghasilkan gaya tarik yang berbeda. Gaya
kontraksi terbesar yaitu saat medan 60 Gauss dengan suhu 40 °C dan gaya
kontraksi terkecil saat medan 60 Gauss dengan suhu 25 °C. Huruf alfabet pertama
menunjukkan hasil uji Duncan terbesar.16
Beberapa karya sebelumnya menunjukkan bahwa medan elektromagnetik
pada sistem hidup memiliki efek pada enzim yang berkaitan dengan regulasi
pertumbuhan, keseimbangan kalsium dalam sel dan ekspresi gen.17 Filamenfilamen tipis otot polos mengandung aktin dan tropomiosin namun tidak semua
mengandung troponin. Kontraksi otot polos tetap dipicu oleh Ca2+ karena miosin
rantai ringan kinase (=myosin light chain kinase / MLCK) secara enzimatik akan
menjadi aktif hanya jika Ca2+-kalmodulin hadir. MLCK merupakan sebuah enzim
yang memfosforilasi rantai ringan miosin sehingga menstimulasi terjadinya
kontraksi otot.8
Pengaruh yang diberikan oleh medan magnet dan suhu terhadap amplitudo
kontraksi spontan usus halus menunjukkan hubungan berbanding lurus. Artinya
semakin besar paparan medan magnet yang digunakan semakin besar pula
perubahan yang terjadi. Sedangkan penurunan suhu dapat menyebabkan kontraksi
menurun. Hal tersebut dapat terjadi melalui berbagai kemungkinan. Antara lain
terjadi perubahan aliran ion Ca2+ yang berperan dalam kontraksi otot polos,
terganggunya membran sel otot polos dan terganggunya aktivitas enzim MLCK.
Medan magnet juga dapat mempengaruhi sifat listrik sistem biologis di dalam
tubuh.
Medan magnet dapat mengubah aliran masuk (influx) ion Ca2+ ke dalam sel
dan mempercepat aliran keluar ion Ca2+. Perubahan aliran ion tersebut terjadi
melalui proses pembelokkan arah masuk ion Ca2+. Ion Ca2+ yang seharusnya
masuk kedalam intraseluler sel otot polos usus halus melalui pompa kalium akan
mengalami pembelokan sehingga tidak dapat masuk melalui pompa ion tersebut.
Hal tersebut mengakibatkan ion Ca2+ yang masuk menjadi sedikit dan [Ca2+] di
dalam sel akan cepat berkurang, sehingga akan terjadi ketidakstabilan sistem yang
mendukung terjadinya proses kontraksi otot.
Kontraksi otot polos ileum dipicu oleh Ca2+ karena miosin rantai ringan
kinase (MLCK) secara enzimatik akan menjadi aktif hanya jika Ca2+-kalmodulin
hadir. Dengan berkurangnya aliran masuk ion Ca2+ kedalam sel, maka [Ca2+] yang
bereaksi dengan kalmodulin akan berkurang juga, sehingga aktifasi MLCK akan
terhambat sehingga kontraksi otot polos akan menurun.
Mekanisme interaksi tersebut sesuai dengan hukum Faraday. Hukum
Faraday menyatakan bahwa medan magnet akan menimbulkan gaya terhadap
aliran ion yang bergerak. Lebih jauh lagi, kelanjutan hukum Faraday yang
dinamakan efek Hall menyatakan bahwa ketika medan magnet ditempatkan secara
tegak lurus terhadap arah aliran arus listrik, maka akan mengalami pembelokkan
dan memisahkan muatan ion.18 Pembelokan ion tersebut akan berlawanan arah
bergantung pada kutub magnet yang dihadapkan dan muatan ion. Terdapat
kemungkinan juga medan magnet tersebut mempengaruhi Ca2+ yang keluar dari
sarkoplasma retikulum dan mempengaruhi Ca2+ ketika bereaksi dengan
kalmodulin.
Mekanisme interaksi medan magnet terhadap aliran ion kalsium ini sesuai
dengan hasil eksperimen independen yang dilakukan oleh Blackman. Blackman
16
meneliti perilaku aliran keluar kalsium yang tidak normal dari membran sel
jaringan otak secara in vitro. Jaringan otak yang diberi medan magnet
menunjukkan terjadinya kenaikan effluks ion kalsium jika dibandingkan dengan
yang tidak diberikan medan magnet.13
Dari penelitian ini juga dapat terlihat bahwa medan magnet yang besar akan
besar pula kenaikan amplitudo yang terjadi. Sedangkan untuk parameter
frekuensi, data yang diperoleh menunjukkan hubungan terbalik antara besar
medan magnet terhadap frekuensi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
medan magnet yang dipaparkan maka kontraksi otot polos dalam tubuh semakin
menurun. Interaksi antara medan magnet dengan kontraksi usus halus
menunjukkan representasi gerakan peristaltik usus.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa medan magnet
menyebabkan amplitudo, frekuensi, dan kekuatan kontraksi otot polos ileum
kelinci berubah. Medan magnet sebesar 60 dan 420 Gauss dapat meningkatkan
amplitudo dan kekuatan kontraksi, serta menurunkan frekuensi kontraksi. Hal ini
menunjukkan bahwa radiasi elektromagnetik berupa paparan medan magnet
mempengaruhi kinerja ion dalam tubuh, semakin besar paparan medan magnet
yang dipaparkan maka kontraksi otot polos dalam tubuh semakin lemah. Medan
magnet akan menimbulkan gaya terhadap aliran ion yang bergerak sesuai Hukum
Faraday, bahkan akan menimbulkan pembelokan dan pemisahan muatan ion
Pada variasi suhu dari 20 sampai 40 C, data yang diperoleh menunjukkan
bahwa amplitudo kontraksi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air
dalam tabung organbath. Frekuensi kontraksi cenderung konstan setiap suhunya,
d
h
C frekuensi kontraksi sangat berbeda dibandingkan suhu
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang terlalu rendah menyebabkan
kontraksi ileum tidak stabil bahkan tidak ada kontraksi karena usus mati.
Perbedaan kontraksi tercatat pada pemberian medan magnet sebesar 60 Gauss.
Kekuatan kontraksi maksimum diperoleh saat suhu tyrode 40 °C sedangkan
kekuatan kontraksi minimum terjadi saat suhu 25 °C. Perubahan suhu
mempengaruhi kinerja protein dan sel, serta pergerakan ion Ca2+. Dengan
berkurangnya aliran masuk ion Ca2+ kedalam sel, maka [Ca2+] yang bereaksi
dengan kalmodulin akan berkurang juga, sehingga aktifasi MLCK akan terhambat
sehingga kontraksi otot polos akan menurun.
Saran
Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, disarankan untuk
menggunakan alat pendeteksi kontraksi (dalam hal ini yaitu force sensor) lebih
dari satu karena pengambilan data harus dilakukan secara bergantian sedangkan
usus kelinci diisolasi dalam waktu bersamaan. Selain itu perlu diingatkan bahwa
hewan yang akan dijadikan uji atau sampel sebaiknya dipuasakan (tidak diberi
17
pakan) kurang lebih semalam, hal ini untuk mencegah banyaknya kotoran di
organ tubuh hewan yang akan digunakan. Untuk mengetahui pengaruh medan
magnet lebih lanjut, perlu dirancang suatu percobaan dengan dosis paparan kuat
medan yang lebih tinggi, namun itu berbahaya bagi tubuh kita sebaiknya lebih
berhati-hati. Dan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu, sebaiknya
menggunakan termometer digital agar lebih tepat pembacaan temperaturnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anies. [UNDIP]. 2007. Mengatasi Gangguan Kesehatan Masyarakat
Akibat Radiasi Elektromagnetik Dengan Manajemen Berbasis Lingkungan.
Semarang: Universitas Diponegoro. Pidato Pengukuhan Upacara
Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
2. Suwitno, Murdiyah F. 2010. Kajian Medan Magnet dan Medan Listrik
pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Kampar-Pekanbaru
Berdasarkan Rekomendasi IRPA/INIRC WHO. Jurnal Elektro ELTEK.
9(2):106-109.
3. [IPB FKH] Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan (ID).
2013. Fisiologi Otot. Bogor (ID): IPB.
4. Comba P, Fazzo L. 2009. Commentary: Health Effects of Magnetic Fields
Generated from Power Lines: New Clues for an Old Puzzle. Ann Ist
Super Sanita (IT). 45(3): 233-237.
5. Giancoli D. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid Kedua. Yuhilza Hanum, Irwan
Arifin, penerjemah; Wibi Hardani, Sylvester LS, editor. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Physics.
6. Tipler PA. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 2.
Bambang Soegijono, penerjemah; Wibi Hardani, editor. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Physics for Scientists and Engineers.
7. Goenarso D, Suripto, Zulfiani. 2004. Efek Gosipol Terhadap Kontraksi
Usus Halus Mencit (Mus musculus) Swiss Webster Jantan Secara Invitro.
Jurnal Matematika dan Sains (ID). 9(1):183-188.
8. Gunawan A. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot.
INTEGRAL (ID). 6(2):58-71.
9. Gunawan A. 2002. Mekanisme Penghantaran Dalam Neuron
(Neurotransmisi). INTEGRAL (ID). 7(1):38-43.
10. Suarga C. 2006. Efek Medan Magnet Terhadap Usus Halus Kelinci Secara
Invitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
11. Brown JH, and Taylor P. 2006. Receptor Agonists And Antagonists
Muscarinic. I : L e ce L. B
(Ed ) G d
d Gil
’ The
Pharmacological Basis of Therapeutic, 11th Ed. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
12. Nuryandani E. 2005. Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus
Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik dan Magnet Secara Invitro [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
18
13. Nair I, Morgan MG, Florig HK. 1989. Biological Effects of Power
Frequency Electric and Magnetic Fields. Pittsburgh, PA (US): Carnegie
Mellon University.
14. Sitio S. 2008. Pengaruh Medan Listrik pada Media Pemeliharaan
Bersalinitas 3 ppt Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
15. Sridianti. 2014. Pengaruh Suhu terhadap Membran Sel. [internet].
[diunduh 2014 Februari 17 pukul 23.34]. Tersedia pada:
http://www.sridianti.com/pengaruh-suhu-terhadap-membran-sel.html.
16. Buyukuslu N, Celik O, Atak C. 2006. The Effect of Magnetic Field on the
Activity of Superoxide Dismutase. Journal of Cell and Molecular Biology
(TR). 1(5):57-62.
17. Gomez KA, Gomez AA. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian Edisi Kedua. Syamsuddin E, Baharsyah JS, penerjemah;
Nasution AH, pendamping. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricutural Research.
18. Suryono, dkk. 2009. Karakterisasi Sensor Magnetik Efek Hall UGN3503
Terhadap Sumber Magnet dan Implementasinya pada Pengukuran Massa.
Jurnal Berkala Fisika (ID). 12(1):-.
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian
PASCO CI-7500 Science
Workshop 750 interface
Alat Bedah
Interface Powerlab 4ST
ADInstruments
Interface ADInstruments
Power Supply PASCO
Scientific SF-9584A lowvoltage sebagai sumber arustegangan solenoida
Gelas ukur sebagai tempat
sampel (ileum)
Gelas erlenmeyer sebagai
tempat larutan tyrode
Organbath sebagai tempat
meletakkan organ dan untuk
mengatur suhu tyrode
Termometer untuk mengatur
suhu air dan tyrode
Sensor force ADInstruments
untuk menentukan besarnya
gaya yang diperoleh
Sensor medan magnet PASCO
CI-6520A untuk menentukan
besarnya medan magnet
Solenoida sebagai sumber
medan magnet
Kompor listrik untuk
memanaskan air dan tyrode
Laptop untuk mengambil dan
menyimpan data dalam software
Kelinci
21
Lampiran 2 Proses isolasi usus kelinci
Lampiran 3 Setting alat pemberian medan magnet
22
Lampiran 4 Setting alat pengambilan data
23
Lampiran 5 Grafik kontraksi ileum kelinci
A. Paparan medan magnet 60 Gauss
Medan (Gauss)
Suhu
Ulangan
60
(°C)
Kontrol
1
2
20
3
4
5
1
2
25
3
4
5
1
2
30
3
4
5
1
35
2
3
Perlakuan
24
4
5
1
2
40
3
4
5
B. Paparan medan magnet 420 Gauss
Medan (Gauss)
Suhu
Ulangan
420
(°C)
Kontrol
1
2
20
3
4
5
1
2
25
3
4
5
Perlakuan
25
1
2
30
3
4
5
1
2
35
3
4
5
1
2
40
3
4
5
26
Lampiran 6 Data
A. Paparan medan magnet 60 Gauss
Perlakuan Variasi Suhu
20 °C
25 °C
60 Gauss
30 °C
35 °C
40 °C
Amplitudo (N)
Frekuensi (Hz)
Gaya (N)
K
P
(ΔKP)
K
P
(ΔKP)
0.00033
0.00028
0.00005
1.74139
1.10167
0.63972
0.01441
0.01443
-0.00002
0.00031
0.00035
-0.00004
1.37886
1.02294
0.35593
0.01439
0.01424
0.00015
0.00033
0.00029
0.00003
1.31751
1.74548
-0.42797
0.01416
0.01411
0.00005
0.00017
0.00015
0.00002
2.82028
3.10101
-0.28073
0.01393
0.01384
0.00009
0.00017
0.00019
-0.00002
2.50726
2.32629
0.18097
0.01377
0.01374
0.00003
0.00674
0.00874
-0.00201
0.10752
0.09946
0.00806
0.00607
0.00744
-0.00137
0.00652
0.00840
-0.00188
0.09574
0.08707
0.00867
0.00555
0.00667
-0.00111
0.01129
0.01352
-0.00223
0.05691
0.05244
0.00447
0.00760
0.00870
-0.00111
0.01507
0.01548
-0.00040
0.05429
0.04200
0.01229
0.00919
0.00975
-0.00056
0.01501
0.01581
-0.00081
0.05041
0.06409
-0.01368
0.00925
0.00929
-0.00004
0.03367
0.03168
0.00199
0.15963
0.18028
-0.02066
0.25169
0.25025
0.00144
0.03264
0.03375
-0.00111
0.16553
0.15755
0.00798
0.25037
0.25041
-0.00004
0.03485
0.03546
-0.00061
0.15578
0.16187
-0.00610
0.25063
0.24945
0.00118
0.03424
0.03659
-0.00235
0.14770
0.14825
-0.00055
0.25280
0.25119
0.00162
0.03682
0.03946
-0.00263
0.15590
0.15154
0.00436
0.25153
0.25187
-0.00034
0.03109
0.03098
0.00011
0.21629
0.21678
-0.00049
0.24274
0.24494
-0.00221
0.03341
0.03684
-0.00342
0.20596
0.19754
0.00843
0.24417
0.24368
0.00050
0.03388
0.03419
-0.00032
0.21787
0.21445
0.00342
0.24510
0.24546
-0.00036
0.03460
0.03320
0.00139
0.21478
0.22515
-0.01037
0.24531
0.24585
-0.00054
0.03504
0.03442
0.00061
0.22845
0.22871
-0.00026
0.24530
0.24568
-0.00038
0.05260
0.04553
0.00707
0.22021
0.24336
-0.02316
0.27030
0.27367
-0.00338
0.04533
0.04758
-0.00225
0.24615
0.23366
0.01249
0.27417
0.27424
-0.00007
0.04943
0.05031
-0.00088
0.23340
0.22364
0.00976
0.27429
0.27423
0.00006
0.05432
0.06137
-0.00705
0.20888
0.18617
0.02271
0.27449
0.27299
0.00150
0.06565
0.06166
0.00399
0.16121
0.17182
-0.01061
0.27345
0.27368
-0.00024
K
P
(ΔPK)
27
B. Paparan medan magnet 420 Gauss
Perlakuan Variasi Suhu
20 °C
25 °C
420
Gauss
30 °C
35 °C
40 °C
Amplitudo (N)
Frekuensi (Hz)
Gaya (N)
K
0.00627
P
0.00676
(ΔKP)
-0.00049
K
0.05717
P
0.05762
(ΔKP)
-0.00044
K
0.01350
P
0.01355
(ΔPK)
-0.00005
0.00699
0.00679
0.00021
0.05736
0.05691
0.00045
0.01344
0.01311
0.00033
0.00688
0.00662
0.00026
0.05133
0.05860
-0.00727
0.01278
0.01277
0.00001
0.00545
0.00407
0.00138
0.06031
0.06081
-0.00051
0.01267
0.01084
0.00182
0.00417
0.00330
0.00088
0.06160
0.06288
-0.00128
0.01053
0.01034
0.00019
0.01372
0.01457
-0.00085
0.03675
0.03903
-0.00228
0.01397
0.01483
-0.00087
0.01548
0.01691
-0.00143
0.02979
0.01276
0.01704
0.01732
0.01778
-0.00046
0.01777
0.01716
0.00061
0.04760
0.00996
0.03765
0.01809
0.01785
0.00025
0.01438
0.01363
0.00075
0.04566
0.06905
-0.02339
0.01790
0.01832
-0.00041
0.01350
0.01579
-0.00229
0.10311
0.00861
0.09451
0.01784
0.01747
0.00036
0.03284
0.03036
0.00248
0.20215
0.19498
0.00716
0.24541
0.25152
-0.00611
0.03634
0.03694
-0.00060
0.15012
0.13651
0.01361
0.25590
0.25753
-0.00163
0.03698
0.03732
-0.00034
0.14771
0.15602
-0.00830
0.25555
0.25621
-0.00065
0.03617
0.03922
-0.00305
0.15405
0.14446
0.00959
0.25781
0.25643
0.00138
0.03755
0.03858
-0.00103
0.14713
0.14313
0.00400
0.25674
0.25650
0.00025
0.03629
0.03445
0.00184
0.22169
0.22925
-0.00757
0.24759
0.24733
0.00026
0.03371
0.03525
-0.00154
0.23044
0.22980
0.00064
0.24931
0.24884
0.00047
0.03467
0.03603
-0.00136
0.23852
0.23380
0.00472
0.24921
0.24913
0.00008
0.03559
0.03750
-0.00192
0.23855
0.22195
0.01661
0.25007
0.24935
0.00073
0.03493
0.03367
0.00127
0.22134
0.23055
-0.00921
0.24924
0.24978
-0.00054
0.06273
0.06462
-0.00190
0.16687
0.16881
-0.00195
0.27378
0.27299
0.00079
0.06162
0.06609
-0.00447
0.18037
0.16880
0.01157
0.27304
0.27391
-0.00087
0.06231
0.06518
-0.00287
0.17314
0.16350
0.00964
0.27362
0.27343
0.00019
0.06544
0.06594
-0.00050
0.17452
0.17115
0.00338
0.27400
0.27366
0.00034
0.06544
0.06350
0.00194
0.16922
0.17766
-0.00844
0.27323
0.27288
0.00035
28
Lampiran 7 Analisis data menggunakan SPSS16
A. Paparan Medan Magnet 60 Gauss
a) Amplitudo
NPar Tests
/K-S(NORMAL)=Amplitudo
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
25
-.0005100
.00258546
-.00705
.00707
Amplitudo
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
25
Mean
-.0005100
Std. Deviation
.00258546
a
Most Extreme Differences
Absolute
.205
Positive
.205
Negative
-.126
Kolmogorov-Smirnov Z
1.026
Asymp. Sig. (2-tailed)
.243
a. Test distribution is Normal.
Descriptives
95% Confidence Interval
N
Mean
Std.
Deviation
for Mean
Std. Error
Minimum Maximum
Lower
Upper
Bound
Bound
20C
5
.0000080
.00003701 .00001655
-.0000380
.0000540
-.00004
.00005
25C
5
-.0014660
.00080897 .00036178
-.0024705
-.0004615
-.00223
-.00040
30C
5
-.0009420
.00184166 .00082362
-.0032287
.0013447
-.00263
.00199
35C
5
-.0003260
.00184280 .00082413
-.0026141
.0019621
-.00342
.00139
40C
5
.0001760
.00550658 .00246262
-.0066613
.0070133
-.00705
.00707
Total
25
-.0005100
.00258546 .00051709
-.0015772
.0005572
-.00705
.00707
29
b) Frekuensi
NPar Tests
/K-S(NORMAL)=Frekuensi
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
25
.0193872
.18528142
-.42797
.63972
Frekuensi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
25
Mean
.0193872
Std. Deviation
.18528142
a
Most Extreme Differences
Absolute
.373
Positive
.373
Negative
-.329
Kolmogorov-Smirnov Z
1.864
Asymp. Sig. (2-tailed)
.002
a. Test distribution is Normal.
Descriptives
95% Confidence Interval
for Mean
N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Minimum Maximum
Lower
Upper
Bound
Bound
20C
5
.0935840
.44352447
.19835017
-.4571244
.6442924
-.42797
.63972
25C
5
.0039620
.01024467
.00458155
-.0087584
.0166824
.0039620 .01024467
30C
5
-.0029940
.01120511
.00501108
-.0169070
.0109190
-.0029940 .01120511
35C
5
.0001460
.00690107
.00308625
-.0084228
.0087148
.0001460 .00690107
40C
5
.0022380
.01864750
.00833941
-.0209159
.0253919
.0022380 .01864750
Total
25
.0193872
.18528142
.03705628
-.0570932
.0958676
.0193872 .18528142
30
c) Kekuatan
NPar Tests
/K-S(NORMAL)=Kekuatan
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
25
-.0002060
.00110449
-.00338
.00162
Kekuatan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
25
Mean
-.0002060
Std. Deviation
.00110449
a
Most Extreme Differences
Absolute
.174
Positive
.174
Negative
-.174
Kolmogorov-Smirnov Z
.871
Asymp. Sig. (2-tailed)
.433
a. Test distribution is Normal.
Descriptives
95% Confidence Interval
N
Mean
Std.
Deviation
for Mean
Std. Error
Minimum Maximum
Lower
Upper
Bound
Bound
20C
5
.0000600
.00006403
.00002864 -.0000195
.0001395
-.00002
.00015
25C
5
-.0008380
.00053504
.00023928 -.0015023
-.0001737
-.00137
-.00004
30C
5
.0007720
.00089829
.00040173 -.0003434
.0018874
-.00034
.00162
35C
5
-.0005980
.00098890
.00044225 -.0018259
.0006299
-.00221
.00050
40C
5
-.0004260
.00179117
.00080103 -.0026500
.0017980
-.00338
.00150
Total
25
-.0002060
.00110449
.00022090 -.0006619
.0002499
-.00338
.00162
31
B. Paparan Medan Magnet 420 Gauss
a) Amplitudo
NPar Tests
/ NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=Amplitudo
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
25
-.0005208
.00171917
-.00447
.00248
Amplitudo
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
25
Mean
-.0005208
Std. Deviation
.00171917
a
Most Extreme Differences
Absolute
.065
Positive
.058
Negative
-.065
Kolmogorov-Smirnov Z
.323
Asymp. Sig. (2-tailed)
1.000
a. Test distribution is Normal.
Descriptives
95% Confidence Interval
N
Mean
Std.
Deviation
for Mean
Std. Error
Minimum Maximum
Lower
Upper
Bound
Bound
20C
5
.0004480
.00071188
.00031836 -.0004359
.0013319
-.00049
.0004480
25C
5
-.0006420
.00131199
.00058674 -.0022711
.0009871
-.00229
-.0006420
30C
5
-.0005080
.00198110
.00088598 -.0029679
.0019519
-.00305
-.0005080
35C
5
-.0003420
.00175508
.00078490 -.0025212
.0018372
-.00192
-.0003420
40C
5
-.0015600
.00243277
.00108797 -.0045807
.0014607
-.00447
-.0015600
Total
25
-.0005208
.00171917
.00034383 -.0012304
.0001888
-.00447
-.0005208
32
b) Frekuensi
NPar Tests
NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=Frekuensi
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
25
.0063972
.02178654
-.02339
.09451
Frekuensi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
25
Mean
-.0063972
Std. Deviation
.02178654
a
Most Extreme Differences
Absolute
.233
Positive
.233
Negative
-.197
Kolmogorov-Smirnov Z
1.163
Asymp. Sig. (2-tailed)
.134
a. Test distribution is Normal.
Descriptives
95% Confidence Interval
N
Mean
Std.
Deviation
for Mean
Std. Error
Minimum Maximum
Lower
Upper
Bound
Bound
20C
5
-.0018100
.00311316
.00139225 -.0056755
.0020555
-.00727
.00045
25C
5
.0247060
.04511203
.02017472 -.0313080
.0807200
-.02339
.09451
30C
5
.0052120
.00832963
.00372512 -.0051306
.0155546
-.00830
.01361
35C
5
.0010380
.01043218
.00466541 -.0119153
.0139913
-.00921
.01661
40C
5
.0028400
.00826025
.00369410 -.0074165
.0130965
-.00844
.01157
Total
25
.0063972
.02178654
.00435731 -.0025958
.0153902
-.02339
.09451
33
c) Kekuatan
NPar Tests
NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=Kekuatan
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
Descriptive Statistics
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
25
-.0001516
.00143421
-.00611
.00182
Kekuatan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
25
Mean
-.0001516
Std. Deviation
.00143421
a
Most Extreme Differences
Absolute
.228
Positive
.176
Negative
-.228
Kolmogorov-Smirnov Z
1.141
Asymp. Sig. (2-tailed)
.148
a. Test distribution is Normal.
Descriptives
95% Confidence Interval
N
Mean
Std.
Deviation
for Mean
Std. Error
Minimum Maximum
Lower
Upper
Bound
Bound
20C
5
.0004600
.00077492 .00034655 -.0005022
.0014222
-.00005
.00182
25C
5
-.0002260
.00051801 .00023166 -.0008692
.0004172
-.00087
.00036
30C
5
-.0013520
.00288266 .00128916 -.0049313
.0022273
-.00611
.00138
35C
5
.0002000
.00047943 .00021441 -.0003953
.0007953
-.00054
.00073
40C
5
.0001600
.00061790 .00027633 -.0006072
.0009272
-.00087
.00079
Total
25
-.0001516
.00143421 .00028684 -.0007436
.0004404
-.00611
.00182
34
Lampiran 8 Uji lanjut menggunakan SAS 9.13
A. Membuktikan adanya pengaruh dari setiap faktor tunggal medan dan suhu
The ANOVA Procedure
Class Level Information
Levels
Class
Values
medan
2
420 60
suhu
5
20 25 30 35 40
Number of Observations Read
50
Number of Observations Used
50
a) Amplitudo
Dependent Variable: amplitudo
Sum of
Source
DF
Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
9
0.01942456
0.00215828
202.98
<.0001
Error
Corrected
Total
40
0.00042532
0.00001063
49
0.01984988
R-Square
Coeff Var
Root MSE
amplitudo Mean
0.978573
11.11783
0.003261
0.029330
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
medan
1
0.00026001
suhu
4
0.01897457
0.00026001
24.45
<.0001
0.00474364
446.13
<.0001
medan*suhu
4
0.00018998
0.00004749
4.47
0.0045
Duncan's Multiple Range Test for amplitudo
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
0.000011
Number of Means
2
Critical Range
.001864
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
medan
A
0.0316100
25
420
B
0.0270492
25
60
Number of
Means
Critical Range
2
3
4
5
.002947
.003099
.003198
.003270
35
Duncan Grouping
Mean
N
suhu
A
0.059178
10
40
B
0.035936
10
30
B
0.034653
10
35
C
0.014001
10
25
D
0.002880
10
20
b) Frekuensi
Dependent Variable: frekuensi
Sum of
Source
DF
Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
9
13.46064107
1.49562679
19.56
<.0001
Error
Corrected
Total
40
3.05888724
0.07647218
49
16.51952831
R-Square
Coeff Var
Root MSE
amplitudo Mean
0.814832
87.56783
0.276536
0.315796
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
medan
1
1.75842005
1.75842005
22.99
<.0001
suhu
4
5.35057616
1.33764404
17.49
<.0001
medan*suhu
4
6.35164486
1.58791122
20.76
<.0001
Duncan's Multiple Range Test for frekuensi
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
0.076472
Number of Means
2
Critical Range
.1581
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
medan
A
0.50333
25
60
B
0.12826
25
420
Number of
Means
Critical Range
2
3
4
5
.2500
.2628
.2712
.2773
Duncan Grouping
Mean
N
suhu
A
0.9594
10
20
B
0.2228
10
35
B
0.1909
10
40
B
0.1575
10
30
36
B
0.0484
10
25
c) Kekuatan
Dependent Variable: kekuatan
Sum of
Source
DF
Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
9
0.72417563
0.08046396
56524.9
<.0001
Error
Corrected
Total
40
0.00005694
0.00000142
49
0.72423257
R-Square
Coeff Var
Root MSE
amplitudo Mean
0.999921
0.746053
0.001193
0.159923
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
medan
1
0.00011720
0.00011720
82.33
<.0001
suhu
4
0.72387059
0.18096765
127127
<.0001
medan*suhu
4
0.00018784
0.00004696
32.99
<.0001
Duncan's Multiple Range Test for kekuatan
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
1.424E-6
Number of Means
2
Critical Range
.0006820
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
medan
A
0.1614540
25
420
B
0.1583920
25
60
Number of
Means
Critical Range
2
3
4
5
.001078
.001134
.001170
.001196
Duncan Grouping
Mean
N
suhu
A
0.2735680
10
40
B
0.2531360
10
30
C
0.2470040
10
35
D
0.0130970
10
20
D
0.0128100
10
25
37
B. Membuktikan persentase atau besarnya pengaruh dari interaksi kombinasi
faktor tunggal (medan dan suhu)
The ANOVA Procedure
Class Level Information
Levels
Values
420/20 420/25 420/30 420/35 420/40
2
60/20 60/25 60/30 60/35 60/40
Class
interaksi
Number of Observations Read
50
Number of Observations Used
50
a) Amplitudo
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
interaksi
9
0.01942456
0.00215828
202.98
<.0001
Duncan's Multiple Range Test for amplitudo
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha
0.05
Number
of
Means
Critical
Range
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
0.000011
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.004168
.004383
.004523
.004624
.004701
.004762
.004812
.004853
.004888
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
interaksi
A
0.065066
5
420/40
B
0.053290
5
60/40
C
0.036484
5
420/30
C
0.035388
5
60/30
C
0.035380
5
420/35
C
0.033926
5
60/35
D
0.015612
5
420/25
D
0.012390
5
60/25
E
0.005508
5
420/20
F
0.000252
5
60/20
b) Frekuensi
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
interaksi
9
13.46064107
1.49562679
19.56
<.0001
Duncan's Multiple Range Test for frekuensi
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
38
Error Mean Square
Number
of
Means
Critical
Range
0.076472
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.3535
.3717
.3836
.3921
.3987
.4039
.4081
.4116
.4145
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
interaksi
A
1.8595
5
60/20
B
0.2291
5
420/35
B
0.2165
5
60/35
B
0.2117
5
60/40
B
0.1700
5
420/40
B
0.1599
5
60/30
B
0.1550
5
420/30
B
0.0690
5
60/25
B
0.0594
5
420/20
B
0.0279
5
420/25
c) Kekuatan
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
interaksi
9
0.72417563
0.08046396
56524.9
<.0001
Duncan's Multiple Range Test for kekuatan
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha
0.05
Number
of
Means
Critical
Range
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
1.424E-6
2
3
4
5
6
7
8
9
10
.001525
.001604
.001655
.001692
.001720
.001742
.001761
.001776
.001788
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
interaksi
A
0.2737620
5
60/40
A
0.2733740
5
420/40
B
0.2556380
5
420/30
C
0.2506340
5
60/30
D
0.2488860
5
420/35
E
0.2451220
5
60/35
F
0.0172500
5
420/25
G
0.0140720
5
60/20
H
0.0121220
5
420/20
I
0.0083700
5
60/25
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 16
September 1992 dari pasangan Eddy Rusnadi dan Entin.
Penulis merupakan putri bungsu dari dua bersaudara dan
mempunyai seorang kakak bernama Denny Prasetia (Alm).
Penulis memulai studinya di TK Dewi Sartika
Kadugede selama 1 tahun, kemudian melanjutkan studi di
SDN 2 Windujanten selama 6 tahun, setelah itu melanjutkan
studi di SMPN 2 Kuningan selama 3 tahun, kemudian
melanjutkan studi di SMAN 3 Kuningan selama 3 tahun.
Setelah lulus penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor.
Penulis diterima di Departemen Fisika FMIPA IPB melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2010. Selama menjadi mahasiswa
Departemen Fisika, penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Fisika TPB
2013-2014, Asisten Praktikum Eksperimen Fisika I tahun ajaran 2013-2014.
Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning sebagai mahasiswa
asal Kota Kuningan.
Selain itu penulis pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan besar maupun
kecil, diantaranya: SPIRIT 2012, Kompetisi Fisika 2011, Olimpiade Mahasiswa
IPB (OMI) 2012, Masa Perkenalan Departemen (MPD) 2012, Masa Perkenalan
Fakultas (MPF) 2012, Pesta Sains Nasional 2012 dan 2013, Panitia Sehari
Menjadi Mahasiswa IPB 2013, dan lain-lain.
Penulis pernah menjadi finalis dalam lomba Call for Paper Exploscience
2013, juara 2 Bulutangkis antar angkatan se-Departemen Fisika (2013), juara 1
Basket antar angkatan se-Departemen Fisika (2013 dan 2014), juara 1 Voli antar
angkatan se-Departemen Fisika (2013 dan 2014), juara 2 dan juara 1 Catur antar
Departemen se-FMIPA (2012 dan 2013), juara 2 Voli antar Departemen seFMIPA (2012 dan 2013), dan juara 3 Voli antar Fakultas se-IPB (2013).
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah memperoleh beasiswa
POM IPB tahun 2010-2012, beasiswa Mitsubishi Coorporation tahun 2012-2013,
dan beasiswa BUMN tahun 2013-2014.
Penulis dinyatakan lulus dari Departemen Fisika saat Sidang Sarjana 4 April
2014. Penulis menjalani masa studi sebagai mahasiswa IPB selama 3 tahun 7
bulan.
Download