skripsi amero said 106081002383 jurusan

advertisement
ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR (KURS), SUKU
BUNGA SBI DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP DANA
PIHAK KETIGA (DPK) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP VOLUME
TRANSAKSI PASAR UANG ANTAR BANK (PUAB)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
AMERO SAID
106081002383
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432H/2011
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Amero Said
Tempat/Tanggal lahir
: Jakarta, 17 Mei 1988
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. H. Usman II No. 13, RT 01/05
Meruyung – Depok, Jawa Barat 16515
Agama
: Islam
Warga negara
: Indonesia
Nama Orang Tua
Ayah
: H. Said Rakimin
Ibu
: Hj. Endang Sri Wahyuni
Telepon
: 085697477466 – (021) 92221997
Email
: [email protected]
Pendidikan :
1. SDN Cinere 01
Tahun 2000
2. SLTPN 96 Jakarta
Tahun 2003
3. SMAN 97 Jakarta
Tahun 2006
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Manajemen FEB
Tahun 2010
v
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of Inflation,
Exchange Rate, SBI Interest Rate and Money Supply (M2) toward the Third Party
Fund and its implication to the Volume of InterBank Money Market. This
research used path analysis method with decomposition model and using the
software Amos 16. The result of substructure I indicate that inflation, exchange
rate, SBI interest rate and money supply (M2) have significant effect toward the
Third Party Fund. The result of substructure II indicate that Inflation, SBI interest
rate, money supply (M2) and third party fund variables have significant effect
toward the volume of InterBank Money Market.
Keywords: Inflation, Exchange Rate, SBI Interest Rate, Money Supply (M2),
Third Party Fund, Volume of InterBank Money Market, path
analysis
vi
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh inflasi, nilai
tukar, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar (M2) terhadap dana pihak ketiga
yang disalurkan serta implikasinya pada volume transaksi pasar uang antar bank.
Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan model dekomposisi dan
menggunakan software Amos 16. Hasil pengujian pada substruktur I
menunjukkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI dan jumlah uang
beredar (M2) berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga. Hasil
pengujian pada substruktur II menunjukkan bahwa variabel inflasi, suku bunga
SBI, jumlah uang beredar (M2) dan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan
terhadap volume transaksi pasar uang antar bank.
Kata Kunci : Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2),
Dana Pihak Ketiga (DPK), Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank, analisis jalur
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT. Atas berkat rahmat,
karunia, kudrat dan iradat, serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK)
Serta Implikasinya Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD)”. Tak lupa shalawat serta
salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang membawa
kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh
ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Perbankan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan yang
penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan
kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini.
Penulis
juga
menyadari bahwa
sejak
awal penyusunan
hingga
terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi
dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini,
secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua Orang Tuaku (Hj. Endang Sri Wahyuni dan H. Said Rakimin) yang
senantiasa memberi banyak bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan
kebahagiaan serta kemuliaan kepada mereka dan semoga penulis dapat
membahagiakan keduanya. Amin.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis dan dosen pembimbing I yang telah mengarahkan dan memotivasi
selama penulis menggali ilmu di FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku Pudek I Bidang Akademik
Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selalu memberikan arahan dan nasihat,
terima kasih atas nasihat dan saran-saran yang berharga kepada penulis.
4.
Bapak Suhendra, S. Ag, MM. selaku Kepala Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
untuk berkarya.
5. Bapak Arif Mufraini, LC, M. si, selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan
penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis.
6. Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu manajemen, semoga
amal baktinya dijadikan amalan sholeh. Amin.
7. Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska,
Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Heri yang telah membantu penulis dalam
mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain.
8.
Kakak ku Tommy Iryanto, SE dan Adik-adik ku Roy Hariatsono dan
Salsabila Ananda Putri yang turut memberikan dukungan dan doa yang tulus
kepada penulis, semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melindungi dan
memberikan kebahagiaan kepada mereka, Amin.
9. Isnawati Ulfah yang tak pernah letih untuk senantiasa mendoakan yang terbaik
dan meneriakkan kata-kata semangat serta selalu ada dalam suka maupun
duka.
10. Teman-teman yang menjadi pembimbing dadakan khususnya Eep SE dan Heri
SE, yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan solusi dan
semangat saat pikiran buntu selama pembuatan skripsi.
11. Sahabat-sahabat Manajemen B’06 (Itank, Ega, Apri, Uji, Fadil, Rifqy, Diaz,
Adnan, Eko, Fadli, Beno, Didi, Mahin, Reihan, Bayu, Fajar, Jaelani, Dipta,
Rezy, Tia, Oca, Ajeng, Dea, Citra, Arisyi, Amira, dll) yang senantiasa satu
dalam tawa dan canda serta cita.
12. Kawan-kawan seperjuangan di FEB Manajemen UIN Syarif Hidayatullah
angkatan 2006 (Uji, Fadil, Husni, Hana, Fandi, Fina, Iqbal, Mia, Opik, Didi,
Wulan, Eci, dll) dan kawan-kawan seperjuangan di Perbanas (Andri, Dede,
ix
Arif) yang selalu semangat dalam berjuang menempuh gelar strata satu.
Semoga api semangat tetap menyala setelahnya, demi masa depan yang lebih
baik. Be success.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, suatu kebahagiaan
telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima kasih
banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran,
arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil
penelitian ini. Akhirnya hanya kepada Allah, semua ini penulis serahkan,
karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis sendiri.
Jakarta, Februari 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
v
ABSTRACT ............................................................................................................
vi
ABSTRAK .............................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................
viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia ................................ 11
B. Inflasi .......................................................................................... 12
C. Nilai Tukar (Kurs) ..................................................................... 16
D. Suku Bunga SBI ......................................................................... 17
E. Jumlah Uang Beredar (M2)....................................................... 22
F. Dana Pihak Ketiga (DPK) ......................................................... 25
G. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)............................................... 26
H. Penelitian Terdahulu ................................................................. 30
I. Kerangka Pemikiran.................................................................. 36
J. Paradigma Penelitian................................................................. 39
K. Hipotesis ..................................................................................... 39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 41
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 41
xi
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 41
D. Metode Analisis .......................................................................... 42
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................... 52
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................. 55
B. Penemuan dan Pembahasan ...................................................... 57
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ................................................................................ 118
B. Implikasi..................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 121
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 124
xii
Daftar Gambar
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran ......................................................................... 38
2.1
Paradigma Penelitian ........................................................................ 39
3.1
Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y .......................................... 43
3.2
Hubungan Kausal X1, X2, X3, dan Y terhadap Z ............................... 44
4.1
Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Mei 2010 ................... 56
4.2
Grafik Inflasi .................................................................................... 59
4.3
Grafik Nilai Tukar (Kurs) ................................................................. 61
4.4
Grafik Suku Bunga SBI .................................................................... 63
4.5
Grafik Jumlah Uang Beredar (M2) ................................................... 65
4.6
Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK) ..................................................... 67
4.7
Grafik Volume Transaksi PUAB ...................................................... 69
4.8
Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan .......................................... 70
4.9
Diagram Jalur Sub Struktur I ............................................................ 74
4.10 Diagram Jalur Sub Struktur II ........................................................... 82
4.11 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming .......................... 94
4.12 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming ................................ 95
4.13 Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming .............................. 101
xiii
Daftar Tabel
Nomor
Keterangan
Halaman
3.1
Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) ................................................... 51
4.1
Data Inflasi ....................................................................................... 58
4.2
Data Nilai Tukar (Kurs) .................................................................... 60
4.3
Data Suku Bunga SBI ....................................................................... 62
4.4
Data Jumlah Uang Beredar (M2) ...................................................... 64
4.5
Data Dana Pihak Ketiga (DPK) ........................................................ 66
4.6
Data Volume Transaksi PUAB ......................................................... 68
4.7
Hasil Korelasi Inflasi, Kurs, Suku Bunga SBI dan M2 ...................... 70
4.8
Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK ................ 75
4.9
Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI, M2 dan DPK terhadap
Volume Transaksi PUAB .................................................................. 83
4.10 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen .......... 90
4.11 Hasil Uji Goodness of Fit antara Inflasi, Kurs, SBI, dan M2
DPK serta Implikasinya terhadap Volume Transaksi PUAB ............. 91
4.12 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi ................................... 92
4.13 Hasil Perhitungan Pengaruh Antar Variabel Setelah Trimming ......... 93
4.14 Hasil Korelasi Setelah Trimming ...................................................... 94
4.15 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK ............ 96
4.16 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume
Transaksi PUAB ............................................................................... 102
xiv
4.17 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming ..................................... 108
4.18 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung,
Dan Tidak Langsung dan Pengaruh Total tentang Inflasi (X1), Kurs
(X2), SBI (X3), M2 (X4), dan DPK (Y) terhadap PUAB (Z) ............. 111
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun
1997/1998 sampai kini masih tidak bisa kita lupakan. Nilai kurs Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) yang semula bergerak di kisaran
Rp. 4.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- pada awal tahun 1997, jatuh hingga
menembus angka Rp. 16.000,- per USD pada awal tahun 2008. Puncaknya
adalah saat pemerintah melikuidasi 16 bank swasta nasional yang dipandang
tidak sehat (Bank Indonesia, 1998).
Hari Susanto dalam Nirdukita Ratnawati, dkk (1997:2), menyebutkan
bahwa yang membuat fundamental Indonesia kurang kuat, sehingga
menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada akhir tahun 1997
dikelompokkan menjadi beberapa faktor, yaitu pertama perekonomian
nasional tidak mampu mengendalikan diri dalam mengambil pinjaman luar
negeri, sehingga sebagian besar adalah pinjaman jangka pendek. Kedua,
defisit transaksi berjalan terus membesar secara absolut bahkan prosentase
PDB pada tahun 1997 mencapai 4%. Ketiga, jumlah hutang luar negeri yang
nilai pokoknya telah mencapai jumlah yang begitu besar bagi perekonomian
Indonesia, yaitu sebesar Rp. 9,56 trilyun atau 47,9% dari APBN pada semester
I 1997/1998 (Bisnis Indonesia, 19 November 1997). Keempat, secara
keseluruhan perekonomian Indonesia melakukan pengeluaran melebihi
1
penghasilan, baik itu sektor pemerintah melalui APBN maupun sektor swasta
dan dunia usaha dengan pembiayaan yang sebagian besar dari hutang atau
obligasi. Kelima, komposisi investasi langsung dalam bentuk pendirian usaha,
pabrik dan lain-lain cenderung secara cepat mengalami penurunan secara
absolut maupun secara relatif yang tidak sebanding dengan investasi tidak
langsung. Keenam, pertumbuhan uang dan kredit dalam negeri terlalu cepat
dan kurang terkendali dengan baik yang ditandai oleh para penyaluran kredit
yang kurang selektif dan banyak menimbulkan kredit bermasalah.
Memasuki tahun 2005, kinerja perekonomian Indonesia menunjukan
perkembangan yang membaik, namun tidak menunjukan dampak yang
signifikan. Tingkat inflasi yang tinggi pada tahun 2005 sebagai akibat dari
gejolak eksternal yaitu melonjaknya harga minyak dunia hingga mencapai
US$ 70/barrel, serta terganggunya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia
(NPI) menunjukan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil. Hal
tersebut juga memberikan dampak negatif terhadap kestabilan sistem
keuangan domestik, peningkatan volatilitas nilai tukar dan naiknya harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mencapai 127% dari harga semula pada
Oktober 2005. Sehingga, pada akhir tahun 2005 tingkat inflasi melonjak naik
menjadi 17,11% jauh dari perkiraan Pemerintah dan BI yang menargetkan
tingkat inflasi pada tahun 2005 sebesar 5,0% - 7,0%. (Nova Riana
Banjarnahor, 2008:22).
Berbagai kondisi makroekonomi dan sektor riil tersebut menimbulkan
imbas yang kurang menggembirakan pada sistem keuangan di Indonesia.
2
Dalam hal ini, mekanisme kebijakan moneter yang dominan dalam
mempengaruhi sektor riil di Indonesia adalah sektor perbankan.
Dengan
demikian peran perbankan sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel
moneter terutama dalam hubungannya dengan pengelolaan dana. Peningkatan
peran perbankan sangat diperlukan untuk meningkatkan volume usaha sektor
riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Perbankan adalah salah satu sektor kunci yang
berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yakni menyalurkan dana dari pihak
yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana.
Stabilitas sistem perbankan dan sistem moneter merupakan dua aspek
yang saling terkait satu sama lain. Stabilnya sistem perbankan secara umum
dicerminkan dengan kondisi perbankan yang sehat dan berjalannya fungsi
intermediasi perbankan dalam memobilisasi simpanan masyarakat untuk
disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha. Apabila
kondisi ini terpelihara maka proses perputaran uang dan mekanisme transmisi
kebijakan moneter dalam perekonomian yang sebagian besar berlangsung
melalui sistem perbankan juga dapat berjalan dengan baik. Stabilnya sistem
perbankan menentukan efektifitas kebijakan moneter (Perry Warjiyo, 2007).
Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas
moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter, seperti jumlah uang
yang beredar, uang primer, kredit perbankan dan suku bunga untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi.
3
Menurut UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004 pada Pasal 7 mengatakan
bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal,
yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah
terhadap barang dan jasa dapat tercermin dari perkembangan laju inflasi dan
stabilitas oleh rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada
perkembangan nilai rupiah.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem
nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar
sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan
nilai tukar pada level tertentu. Secara operasional, pengendalian sasaransasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
pengaturan kredit atau pembiayaan (www.bi.go.id ).
Efektifitas kebijakan moneter sangat berperan dalam menjalankan fungsi
perbankan sebagai lembaga intermediasi dan fungsi bank sentral sebagai
4
pengendali stabilitas moneter. Dengan menggunakan berbagai macam
instrumen, Bank Sentral berfungsi sebagai lembaga stabilisator makro
ekonomi dan bank umum dari sisi mikro ekonomi dalam menjaga stabilitas
moneter. Kebijakan moneter merupakan kebijakan ekonomi makro yang pada
umumnya mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian
(tertutup atau terbuka), serta faktor-faktor fundamental lainnya.
Stabilitas sistem moneter dan perbankan sangat dibutuhkan oleh
perbankan untuk melakukan estimasi-estimasi atau prediksi-prediksi yang
harus dilakukan perbankan dalam menghadapi resiko-resiko perbankan.
Pencapaian sasaran kestabilan moneter dapat didukung oleh pencapaian
kesehatan dan kestabilan perbankan melalui beberapa aspek. Sistem
perbankan yang sehat diperlukan agar sinyal kebijakan moneter dapat
ditransmisikan secara efektif ke berbagai aktifitas ekonomi.
Apabila kondisi bank-bank rentan, bank sentral jelas akan mengalami
kesulitan untuk menilai keterkaitan instrument kebijakan moneter yang
ditempuhnya dengan arah kinerja perekonomian yang diinginkan, sehingga
akan mempersulit perumusan kebijakan moneter yang akan ditempuh. Dengan
kondisi perbankan yang memburuk, efektivitas kebijakan moneter juga akan
terhambat karena bank-bank tidak mampu merespon sinyal kebijakan moneter
secara baik.
Sasaran akhir kebijakan moneter seperti pertumbuhan GDP dan tingkat
harga yang stabil dapat dicapai antara lain dengan pemantauan sasaran, yang
berupa M1, M2 ataupun suku bunga jangka pendek. Perkembangan M1 dan
5
M2 selama ini lebih banyak dipantau melalui perilaku pengganda uang
(multiplier) yang diasumsikan relatif stabil dan juga melalui mekanisme
perubahan uang primer (M0) Bank Indonesia. Mengingat bahwa uang beredar
(M1 dan M2) dipengaruhi oleh perbankan dan perilaku masyarakat, maka
selain tetap menjaga stabilitas perbankan, perilaku masyarakat perlu pula
untuk dipantau.
Dapat dikatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter yang
dominan mempengaruhi sektor riil di Indonesia adalah jalur perbankan.
Dengan demikian, peranan perbankan sebagai kompenen sistem moneter
sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel moneter, terutama dalam
hubungannya dengan pengelolaan dana asset likuid.
Peningkatan sumber dana yang cukup signifikan, memberikan ruang gerak
yang cukup besar bagi perbankan untuk meningkatkan penempatannya pada
asset likuid. Sepanjang semester II 2009 alat likuid bank yang terdiri dari
primary reserve, secondary reserve dan tertiary reserve meningkat sebesar Rp
34,2 trilyun (5,1%). Pada dasarnya, kepemilikan alat likuid diperlukan bank
sebagai antisipasi terhadap kebutuhan likuiditas, khususnya yang bersifat
segera dan yang berjangka waktu pendek. Oleh karena itu, guna
meminimalisir resiko likuiditas, bank akan memelihara alat likuid dalam
jumlah tertentu (Kajian Stabilitas Keuangan, 2010:25).
Seiring dengan membaiknya kondisi likuiditas perbankan, aktivitas bank
pada PUAB juga membaik. Secara umum, transaksi PUAB (baik rupiah
maupun valas) selama semester II 2009, lebih baik dibandingkan dengan
6
periode yang sama tahun 2008. Rata-rata harian volume transaksi PUAB
rupiah terus meningkat meskipun ada sedikit penurunan pada triwulan akhir
2009, sedangkan pada PUAB valas, rata-rata harian volume transaksi terus
meningkat, meskipun belum kembali ke level sebelum terimbas krisis global
pada tahun 2008 (Kajian Stabilitas Keuangan, 2010:27).
Kondisi perbankan sangat berpengaruh besar terhadap bekerjanya dan
efektifnya saluran transmisi moneter seperti inflasi, volatilitas nilai tukar, suku
bunga dan banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat. Dalam kondisi
dimana kesehatan dan stabilitas perbankan terjaga dan berkembang kuat,
saluran transmisi moneter tersebut tidak menunjukan perbedaan yang berarti.
Akan tetapi, dalam kondisi ketika perbankan sedang mengalami sejumlah
permasalahan, sehingga proses intermediasi keuangan maupun pasar keuangan
tidak berjalan normal, maka perilaku saluran transmisi moneter tersebut
menunjukan perbedaan yang berarti. Proses intermediasi ini merupakan fungsi
dan tugas perbankan, namun di sisi lain perbankan juga harus menjaga
likuiditasnya, karena bank harus menghadapi berbagai resiko yang harus
dihadapi, dan perlu diantisipasi dalam mengahadapi ketidakpastian dimasa
yang akan datang.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul, “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai
Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2)
Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) serta Implikasinya Terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)”.
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI
dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK).
2. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
3. Bagaimana pengaruh langsung dan tidak langsung variabel Inflasi, Nilai
Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel
intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB).
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
a. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK).
8
b. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
c. Untuk menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung Inflasi,
Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan
variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda,
yakni manfaat akademis maupun praktis.
a) Dari segi teoritis pada perspektif akademis, penelitian ini akan
bermanfaat untuk:
1. Bagi peneliti untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri
dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.
2. Bagi civitas akademika dapat menambah informasi sumbangan
pemikiran dan bahan kajian penelitian.
b) Dari segi perspektif praktis hasil penelitian ini, bisa dipandang
bermanfaat untuk:
1. Bagi
manajemen
memberikan
perusahaan
sumbangan
perbankan
pemikiran
yang
diharapkan
bermanfaat
dapat
bagi
9
manajemen perbankan sebagai bahan acuan dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
2. Untuk memberikan informasi tambahan bagi investor dan
masyarakat yang berkepentingan untuk menginvestasikan dananya
di perbankan.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia
Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan
kegiatan berupa pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. Pengertian perbankan
sendiri menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7
tahun 1992 Bab I Pasal 1 tentang perbankan yaitu bahwa perbankan adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan pengertian bank menurut UU
No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk kredt dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
Pengertian lebih teknis tentang bank dapat ditemukan pada Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan
yaitu Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan
antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana
dan pihak-pihak yang
memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu
lintas pembayaran.
Dari definisi tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan
usahanya terutama dalam menghimpun dana dalam bentuk simpanan adalah
11
merupakan sumber utama dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran
dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan
pada peningkatan taraf hidup masyarkat. Definisi tersebut merupakan
komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.
B. Inflasi
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:279) inflation is the percentage
of annual increase in a general price level.
Menurut Dornbusch, Fischer and Richard (2008:149) inflation is the rate
which the general level of prices is rising. In countries, high rates of inflation
could happen price double every month, money stop being a useful medium of
exchange and sometimes output drops dramatically.
Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga
secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode
lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga
pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya.
Menurut Boediono (2001:161) inflasi adalah kecendrungan dari harga
untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas
kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga-harga lain.
Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya
12
daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu
negara, (Khalwaty, 2001:5).
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah
dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan
memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan
di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis
barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara
lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari
suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang
besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah
besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran
level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam
suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB
atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan
(www.bps.go.id).
13
Menurut Boediono (2001:162) Inflasi dapat di golongkan menjadi dua
golongan, golongan pertama didasarkan pada “parah” atau tidaknya inflasi
tersebut, yaitu ;
1. Inflasi ringan ( dibawah 10% setahun)
2. Inflasi sedang (antara10-30% setahun)
3. Inflasi berat ( antara 30-100% setahun)
4. Hiperinflasi (diatas 100% setahun).
Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas
dasar ini di bedakan 2 macam inflasi :
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai
barang terlalu kuat. Infasi ini disebut demand pull inflation. Faktor
penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks
makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi
output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih
besar dari pada kapasitas perekonomian.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, ini disebut cost
push inflation. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri
terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga
komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi
negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya
distribusi.
14
Menurut Sadono Sukirno (2004:338), terdapat beberapa dampak buruk
dari inflasi yaitu sebagai berikut :
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakkan perkembangan
ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan
produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya
lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi
produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun.
Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran juga
akan semakin
meningkat.
b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi
negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan
masyarakat.
c. Inflasi
akan
menurunkan
pendapatan
riil
orang-orang
yang
berpendapatan tetap.
Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan hargaharga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang
berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan
menurun.
d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang.
Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-
15
institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya
akan menurun apabila inflasi berlaku.
e. Memperburuk pembagian kekayaan
Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan
menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatnya, dan pemilik
kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil
kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan
nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan
pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan
pemilik-pemilik harta tetap dan penjual atau pedagang akan menjadi
semakin tidak merata.
C. Nilai Tukar Rupiah/$ (Kurs)
Menurut David C. Colander (2006:460) exchange rate is determined in
what called the “forex market” (foreign exchange market). In the forex
market, traders buy and sell currencies, taking orders from banks which in
turn take orders for currencies from individuals and companies that want to
excahanged one currency for another.
Menurut Brue Mc Connell (2005:99) Exchange rate is the rate at which
two currency of one nation can be exchanged for the currency another nation.
Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai tukar
uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah
catatan (quatation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam
16
harga mata uang domestik (domestik currency) atau resiprokalnya, yaitu harga
mata
uang
domestik
dalam
mata
uang
asing.
Nilai
tukar
uang
merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang
lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi
perdagangan internasional, turisme, inestasi internasional, ataupun aliran uang
jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun
batas-batas hukum.
Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu Negara yang diukur atau
dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yan
amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs
memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai
Negara kedalam satu bahasa yang sama, (Kurgmen, 2004:40).
Jika kurs riil tinggi, barang-barang dari luar negeri relatif lebih murah dan
barang-barang domestik lebih mahal. Jika kurs rill rendah, barang-barang dari
luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah,
Mankiw (2006:130).
D. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
1. Suku Bunga
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:505), interest rate is the price
paid for borrowing money for a period of time, usually expressed as a
percentage of the principal per year.
17
Menurut Frederic S. Mishkin (2007:4), interest rate is the cost of
borrowing or the price paid for the rental of funds (usually expressed as a
percentage of the rental of $100 per year).
Menurut Kasmir (2003:37), bunga bagi bank berdasarkan prinsip
konvensional dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank
kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya . Bunga juga dapat
diartikan sebagai harga yang harus dibayarkan kepada nasabah (yang
memiliki simpanan) dan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank
(nasabah yang memperoleh pinjaman).
Menurut Sadono Sukirno (2005:375) bunga adalah pembayaran ke atas
modal yang dipinjam dari pihak lain. Sedangkan, suku bunga adalah harga
yang dibayar “peminjam” (“debitur”) kepada “pihak yang meminjamkan”
(“kreditur”) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
suku bunga adalah suatu harga atau biaya yang diberikan peminjam atau
pihak yang memiliki kekurangan dana kepada pihak yang meminjamkan
dana atau memiliki kelebihan dana atas penggunaan dana tersebut pada jarak
waktu tertentu. Dengan kata lain, orang yang diberi kesempatan meminjam
harus membayar biaya atas pinjamannya tersebut. Biaya peminjaman,
diukur dalam rupiah per tahun per rupiah yang dipinjam, adalah suku bunga.
Jumlah pinjaman yang diberikan disebut principal dan harga yang
dibayar biasanya diekspresikan sebagai presentase dari principal per unit
waktu (umumnya, setahun). Dalam bagian ini, dibahas dua teori penentuan
18
suku bunga yang paling berpengaruh yaitu: teori Fisher, yang mendasari
loanable funds theory, dan liquidity preference theory dari Keynes.
a. Pendekatan Klasik dari Fisher
Irving Fisher telah menganalisis penentuan tingkat suku bunga
dalam ekonomi dengan mempelajari mengapa orang-orang menabung
(mengapa mereka tidak mengkonsumsi semua sumber daya mereka)
dan mengapa orang lain yang meminjam. Di sini dibahas teori Fisher
dalam konteks sebuah perekonomian yang sangat sederhana.
Perekonomian tersebut hanya terdiri dari para individu yang
melakukan konsumsi dan menabung penghasilan berjalan mereka,
perusahaan-perusahaan yang meminjam penghasilan yang tidak
dikonsumsi dan berinvestasi;suatu pasar tempat di mana para
penabung memberi pinjaman sumber daya kepada para peminjam, dan
proyek-proyek tempat perusahaan berinvestasi. Suku bunga atas
pinjaman tersebut tidak mengandung premi bagi risiko kegagalan
(default risk) karena perusahaan-perusahaan peminjam diasumsikan
akan mampu memenuhi semua kewajibannya, (Sukirno 2004:204).
b. Pendekatan Keynes
Keynes menantang pandangan ekonomi klasik, bahwa tingkat
bunga tidak menentukan besar kecilnya investasi maupun tabungan
masyarakat. Tabungan dan investasi menurut Keynes ditentukan dan
dipengaruhi secara langsung oleh tingkat pendapatan masyarakat itu
sendiri. Terutama untuk tabungan, menurut Keynes, orang akan
19
menabung jika orang tersebut memiliki kelebihan uang (marginal
prospensity to save), yaitu pendapatannya di atas kebutuhan
konsumsinya. Sehingga Keynes yakin bahwa bunga bukanlah faktor
utama dalam menentukan tingkat tabungan masyarakat. Demikian juga
halnya dengan investasi, Keynes berkeyakinan bahwa bunga bukanlah
faktor utama dalam menentukan tingkat investasi, walaupun diakui
bahwa adalah salah satu pertimbangan untuk investasi adalah tingkat
bunga. (Judisseno 2005: 83)
Dalam teori, analisis mengenai suku bunga selalu menganggap bahwa
dalam perekonomian terdapat hanya satu suku bunga, namun kenyataannya
keadaanya jauh berbeda karena terdapat beberapa suku bunga dalam
perekonomian.
Menurut Sadono Sukirno (2005:382), hal tersebut karena disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Perbedaan resiko
Bank memberikan suku bunga yang berbeda dalam memberikan
pinjaman. Bagi usaha yang telah lama berkembang atau usaha yang
tidak mengandung banyak resiko, maka bank bersedia mengenakan
suku bunga rendah, sedangkan untuk usaha yang beresiko tinggi, bank
juga akan mengenakan suku bunga pinjaman yang tinggi pula.
2. Jangka waktu pinjaman
Semakin lama sejumlah modal dipinjamkan, semakin besar tingkat
bunga yang harus dibayar. Salah satu sebabnya karena resiko yang
20
ditanggung peminjam akan semakin besar dengan jangka waktu yang
relatif panjang. Disisi lain disebabkan karena pemilik modal
kehilangan kebebasan untuk menggunakan modalnya dalam jangka
waktu yang lebih lama. Di samping itu, para peminjam bersedia
membayar tingkat bunga yang lebih tinggi karena mereka mempunyai
waktu yang lebih panjang untuk mengembalikan pinjamannya.
3. Biaya administrasi pinjaman
Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan biaya
administrasi untuk memproses pinjaman tersebut tidak banyak
berbeda. Dengan demikian, berdasarkan pada pertimbangan biaya
administrasi pinjaman, pinjaman yang lebih sedikit jumlahnya akan
membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.
2. Sertifikat Bank Indonesia
Menurut Surat Keputusan Direksi BI No. 31/67/KEP/DER tanggal 23
Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia
serta Intervemsi Rupiah, pengertian Sertifikat Bank Indonesia atau SBI
adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem
diskonto.
Sebagai salah satu piranti moneter, perdagangan SBI baik di pasar
primer maupun di pasar sekunder, selain ditujukan untuk mengatur jumlah
uang primer yang beredar di masyarakat, juga ditujukan untuk mengatur
tingkat suku bunga. Peraturan jumlah uang primer dan suku bunga
21
merupakan sasaran dari kebijakan moneter. Sasaran utamanya adalah upaya
untuk menekan laju inflasi. Tujuan diterbitkannya SBI, antara lain:
a. Mempengaruhi reserve money bank.
b. Menarik minat bank-bank agar mereka dapat menanamkan kelebihan
cadangannya.
c. Menyediakan instrument pasar uang dalam denominasi rupiah yang
menghasilkan bunga, likuid dan bebas resiko (yang dapat digunakan
sebagai pengatur posisi cadangan bank).
d. Memperbesar likuiditas bank dalam perdagangan SBI di pasar
sekunder, selain itu, juga ditujukan untuk mempengaruhi suku bunga
pasar.
E. Jumlah Uang Beredar
Menurut Case, Fair and Oster (2009:205) money is a means of payments
or medium exchange, a store of value, and a unit of account.
Menurut Samuelson and Nordhaus (2005:31) money is the means of
payments-the currencyand checks that we use when we buy things, but more
than that, money is a lubricant that facilities exchange.
Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat
digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau
narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2).
M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang
kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan
22
penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut
juga uang kuasi (quasi money), (Dahlan Siamat 2005:93).
Perubahan jumlah uang yang beredar (M2) ditentukan oleh hasil interaksi
antara masyarakat, lembaga keuangan dan bank sentral. Jumlah uang beredar
adalah hasil kali uang pinar (monetary base) dengan pengganda uang (money
multiplier).
Dari definisi jumlah uang beredar terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Uang Dalam Arti Sempit (M1)
M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan logam) yang
dipegang oleh masyarakat tidak termasuk uang yang ada di kas bank serta
kas Negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal kemudian ditambah
uang yang berada dalam rekening giro perbankan yang dapat langsung
digunakan untuk menguangkan cek, dan bisa disebut dengan uang giral.
Bentuk persamaan M1 adalah:
M1 = C+DD
Dimana:
M1 = uang dalam artu sempit
C = currency, uang kartal
DD = demand deposit, uang giral
Pengertian uang giral (DD) diatas hanya mencakup saldo rekening
Koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan dibank dan
digunakan
oleh
pemiliknya
untuk
berbelanja
atau
membayar
(Boediono:1994).
23
2. Uang Dalam Arti Luas (M2)
M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi. Uang
kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri dari deposito
berjangka atau rekening tabungan pada bank. Bentuk persamaannya
adalah:
M2 = M1+TD+SD
Dimana:
M2 = uang dalam arti luas
M1 = uang dalam arti sempit
TD = time deposit (deposito berjangka)
SD = saving deposits (saldo tabungan)
Perkembangan uang beredar di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintahan, sektor swasta, domestik,
dan sektor lainnya. Transaksi-transaksi dari sektor-sektor tersebut dicatat
dalam neraca sistem moneter yang memperlihatkan besarnya jumlah uang
yang beredar dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya.
Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian
instrument kebijakan moneter antara lain operasi pasar terbuka, penyesuaian
ketentuan likuiditas wajib minimum (reserve requirement), dan fasilitas
diskonto. Pelaksanaan penyesuaian tersebut diharapkan agar nilai yang
ditargetkan terhadap tujuan akhir makro dapat tercapai.
24
F. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut Slamet Riyadi (2006:79) Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana
yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu,
perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar atau
setiap bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang
dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari
masyarakat.
Sumber Dana Pihak Ketiga (DPK), dari segi mata uang dibedakan
menjadi:
1. Sumber Dana Pihak Ketiga Rupiah
Yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam bentuk rupiah
pada pihak ketiga bukan bank baik kepada penduduk maupun bukan
penduduk. Komponen DPK ini terdiri dari Giro, Simpanan Berjangka
(deposito dan Sertifikat Deposito), tabungan dan kewajiban-kewajiban
lainnya yang terdiri dari kewajiban segera yang dapat dibayar, surat-surat
berharga yang diterbitkan, pinjaman yang diterima, setoran jaminan dan
lainnya. Tidak termasuk dana yang berasal dari bank sentral.
2. Sumber Dana Pihak Ketiga Valuta Asing
Sedangkan yang dimaksud Dana Pihak Ketiga Valuta Asing adalah
kewajiban bank yang tercatat dalam valuta asing kepada pihak ketiga, baik
penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada Bank Indonesia, bank
lain (pinjaman melalui pasar uang).
25
DPK Valuta Asing terdiri atas Giro, Call Money, Deposit On Call
(DOC), Deposito berjangka, Margin Deposit, Setoran Jaminan, Pinjaman
Yang Diterima dan kewajiban-kewajiban lainnya dalam valuta asing.
G. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:543) money market is a term
denoting the set of institutions that handle the purchase or sale of short term
credit instruments like Treasury Bills (T-Bills) and Comercial Paper (CP).
Menurut Slamet Riyadi (2006:75) pasar uang atau interbank money market
adalah pinjam meminjam antar bank yang dilakukan oleh bank-bank
komersial dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas atau untuk
memanfaatkan dana agar tidak terjadi idle fund.
Menurut Dahlan Siamat (2005:303) pasar uang antar bank atau sering
disebut interbank call money market atau sering disingkat dengan call money,
merupakan sumber yang paling cepat untuk memperoleh dana bagi bank.
Sumber dana PUAB ini sering digunakan bagi bank-bank yang sedang
mengalami kekalahan kliring, yaitu suatu keadaan dimana jumlah tagihan
yang masuk lebih besar dibandingkan tagihan keluar.
Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam-meminjam
dana antar satu bank dengan bank lainnya. Transaksinya bisa dilakukan secara
langsung melalui telepon atau lembaga kliring.
26
1. Mekanisme
Mekanisme pasar uang berbeda dengan pasar modal yang tradingnya
dilakukan
melalui
Bursa
atau
Stock
Exchange.
Sesuai
dengan
karakteristiknya maka pasar uang ini bersifat abstrak, tidak ada tempat
khusus seperti halnya pada pasar modal. Transaksi pasar uang secara over
the counter market (OTC), dilakukan oleh setiap peserta melalui desk atau
dealing room masing-masing peserta.
Sarana yang digunakan dalam melakukan transaksi pasar uang dapat
berupa:
1. Reuters monitor dealing screen (RDMS)
2. Telex
3. Telepon
4. Fax
5. Sarana telekomunikasi lain yang diperkenankan untuk transaksi
tersebut.
2. Instrument Pasar Uang
a. Commercial paper merupakan surat utang atau promes berjangka
pendek yang tidak dijamin commercial paper yang merupakan passive
emiten, unit ekonomi yang mengeluarkannya, diperjualbelikan dipasar
uang. Pada umumnya, emiten CP adalah terdiri dari perusahaan (yang
bergerak dibidang finanial maupun non finansial).
b. Revolving underwriting facility merupakan salah satu instrument pasar
uang yang sudah biasa digunakan oleh perbankan internasional,
27
instrument atas transaksi ini dijamin oleh beberapa bank dengan
jangka waktu 1 sampai 3 tahun.
c. Sertifikat Bank Indonesia merupakan surat berharga atas unjuk dalam
rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia,
sebagai pengakuan atas utang jangka pendek.
d. Certificate of Deposits (CDs) merupakan instrument pasar uang yang
diterbitkan atas unjuk oleh suatu bank yang dinyatakan dalam jumlah
tertentu, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Bukti simpanannya
berupa sertifikat deposito berjangka dapat diperdagangkan atau
sebagai negotiable instrument, karena dapat diuangkan oleh pembawa
dan bersifat atas unjuk.
e. Promissory Notes (PN) adalah surat sanggup bayar yang membuktikan
adanya utang piutang antara debitur dan kreditur, di mana debitur
meminjamkan sejumlah uang dan kreditur berjanji akan membayar
pada tanggal yang telah ditetapkan dengan menyerahkan promissory
notes (PN) kepada kreditur.
f. Treasury Bills (T-Bills) merupakan instrument pasar uang atas unjuk
yang diterbitkan oleh Bank Sentral yang merupakan salah satu alat
untuk pengendalian moneter yang akan dibayarkan kepada pemegang
(Bearer) pada tanggal jatuh tempo. Bagi perbankan atau lembaga
keuangan
T-Bills dapat dijadikan
sebagai
secondary
reserve
(cadangan sekunder) likuiditasnya, dalam pengelolaan dananya untuk
28
menghindari idle funds atau dalam rangka optimalisasi pengelolaan
dana bank yang bersangkutan.
g. Banker’s Acceptance (BA) merupakan time draft (wesel berjangka)
yang ditarik oleh seorang eksportir atau importer atas suatu bank untuk
membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing.
h. Repurchase Agreement (Repo) adalah transaksi jual beli surat-surat
berharaga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli
kembali surat-surat berharga yang dijual tersebut pada tanggal dan
dengan harga yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
3. Resiko-Resiko Investasi di Pasar Uang
a. Resiko Pasar (interest rate risk) resiko yang berkaitan dengan
turunnyha harga surat berharga (tingkat bunga naik) mengakibatkan
investor mengalami capital loss.
b. Resiko Reinvestment resiko terhadap penghasilan suatu asset financial
yang harus di re-invest dalam asset yang berpendapatan rendah atau
dapat dikatakan sebagai resiko yang memaksa investor untuk
menempatkan pendapatan yang diperoleh dari bunga kredit atau suratsurat berharga ke investasi yang berpendapatan rendah akibat turunnya
tingkat bunga.
c. Resiko Gagal Bayar terjadi akibat tidak mampunya peminjam (debitur)
memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
d. Resiko
Inflasi terjadi apabila pemberi pinjaman menghadapi
kemungkinan naiknya harga-harga barang dan jasa yang akan
29
menurunkan daya beli atas pendapatan yang diterimanya. Untuk
menghadapi hal tersebut, kreditur biasanya berusaha mengimbangi
proyek inflasi dengan meminta atau mengenakan suku bunga yang
lebih tinggi.
e. Resiko Valuta (currency or exchanged rate risk) yaitu kerugian yang
terjadi akibat adanya perubahan yang tidak menguntungkan terhadap
kurs mata uang asing.
f. Resiko Politik terjadi karena adanya kemungkinan adanya perubahan
ketentuan perundangan yang berakibat turunnya pendapatan yang
diperkirakan dari suatu investasi atau bahkan akan terjadi kerugian
total dari modal yang diinvestasikan.
g. Resiko Likuiditas yaitu resiko yang dapat terjadi apabila instrument
yang dimiliki sulit untuk dijual kembali sebelum jatuh tempo.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian Tony Hidayat (2007) meneliti tentang pengaruh inflasi terhadap
kinerja pembiayaan perbankan syariah, volume transaksi pasar uang antar
bank syariah (PUAS), dan posisi outstanding sertifikat wadiah bank Indonesia
(SWBI). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi IHK
terhadap kinerja pembiayaan perbankan syariah yang diukur dengan kriteria
financing to deposit ratio (FDR) dan non performing financing (NPF), volume
transaksi pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (VPUAS), dan
posisi outstanding sertifikat wadiah bank Indonesia (OSWBI). Hipotesis awal
30
menyatakan bahwa variabel inflasi berpengaruh positif terhadap FDR, NPF,
PUAS dan SWBI. Tetapi inflasi berpengaruh negatif terhadap FDR.
Berdasarkan pengujian melakukan vector autoregression (VAR) ternyata
inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap FDR, NPF, VPUAS dan
OSWBI.
Penelitian Darna (2006), yang meneliti tentang pertumbuhan aset atau
dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah sensitif terhadap pengaruh
volatilitas tingkat bunga (SBI) dan nilai tukar rupiah (Exchange Rate). Selain
dua variabel tersebut dalam penelitian tersebut juga mencoba memasukan
fatwa MUI tentang keharaman bunga sebagai variabel biner (dummy). Model
yang diestimasi dalam penelitian tersebut adalah Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity
(ARCH)
dan
General
Autoregressive
Conditional
Heteroseedasticity (GARCH). Penggunaan model tersebut adalah untuk
melihat apakah residual dan varian residual periode sebelumnya signifikan
mempengaruhi variabel Aset atau DPK terhadap model yang diestimasi. Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa : (a) uji regresi berganda dengan
metode OLS menunjukkan bahwa tingkat bunga maupun nilai tukar memiliki
korelasi negatif dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan Aset
maupun Dana Pihak Ketiga perbankan syariah, sedangkan Fatwa MUI
mempunyai korelasi positif juga signifikan mempengaruhi pertumbuhan Aset
dan Dana Pihak Ketiga. (b) Selanjutnya berdasarkan uji ARCH diperoleh hasil
bahwa
nilai
residual
periode
sebelumnya
signifikan
mempengaruhi
pertumbuhan aset maupun dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah.
31
Sedangkan melalui uji GARCH diperoleh hasiI yang menunjukkan bahwa
varian residual periode sebelumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
keduanya. (c) tingkat bunga maupun nilai tukar melalui uji ARCH IGARCH
diketahui memiliki volatilitas yang signifikan sehingga model yang diestimasi
tidak bebas dari pengaruh residual periode sebelumnya. (d) pertumbuhan Aset
dan DPK melalui uji ARCH-M ternyata signifikan memiliki sensitifitas
terhadap fluktuasi perubahan tingkat bunga dan nilai tukar rupiah.
Penelitian Patria Yunita (2008), penelitian tersebut bertujuan untuk
mengidentifikasi pengaruh variabel makroekonomi yaitu suku bunga SBI,
tingkat inflasi dan kurs US $ terhadap pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Perbankan Syariah yang menjadi salah satu sinyal besaran share pasar yang
berhasil diraih sistem perbankan syariah. Pengaruh suku bunga SBI
diidentifikasi dengan besaran net equivalent rate, sementara pengaruh tingkat
inflasi diidentifikasikan dengan besaran real equivalent rate. Karena terdapat
perbedaan satuan maka variabel jumlah Dana Pihak Ketiga dan Kurs US $
dibentuk dalam model logaritma semi-log, sehingga variabel ini menjadi
lnDPK dan lnExR. Penelitian tersebut menggunakan model regresi linier
sederhana, dengan menguji masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek multikolinieritas
yang menyebabkan asumsi-asumsi yang tidak sesuai. Berdasarkan analisis
regresi disimpulkan bahwa NER dan RER memiliki hubungan positif dengan
jumlah Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah. Sementara itu kurs US $
32
memiliki hubungan negatif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga Perbankan
Syariah.
Penelitian Zulmi (2002) meneliti tentang efektivitas suku bunga SBI
dalam mempengaruhi suku bunga pasar. Dalam penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa SBI sebagai salah satu instrument yang digunakan
Bank Indonesia dalam mengatur kebijakan moneter, juga merupakan sarana
yang dapat digunakan untuk mengatur suku bunga pasar. Masalah yang
dihadapi akhir-akhir ini adalah perubahan suku bunga SBI kurang dapat
mempengaruhi suku bunga deposito, suku bunga pasar uang antar bank
(PUAB), dan suku bunga kredit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kenapa suku bunga SBI kurang direspon oleh suku bunga pasar. Salah satu
faktor adalah kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan. Kenaikan
suku bunga SBI memberikan alternative yang menguntungkan dan aman bagi
perbankan untuk menanamkan dananya pada SBI, dibading pada kredit.
Pariyo
(2004)
meneliti
tentang
variabel
makro
ekonomi
yang
mempengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga pada Bank Muamalat
Indonesia periode 2000-2003. Pengujian hipotesa secara parsial yang
dilakukan, maka dari semua variabel independent yang digunakan (SBI,Valas
USD, dan SWBI) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependent
(Dana Pihak Ketiga). Selain itu dalam pengujian F test dimana F test = 15,311
dan nilai signifikan 0,00 berarti varabel independent (SBI, Valas USD, dan
SWBI) secara bersama-sama berpengaruhi secara signifikan terhadap Dana
Pihak Ketiga.
33
Hamid Ponco Wibowo (2006) meneliti tentang pengaruh variabel ekonomi
makro (PDB, Suku Bunga, Kurs) terhadap kinerja perbankan syariah.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan data statistik selama kurun
waktu 4 tahun (2001-2004) yang diolah dengan menggunakan persamaan
simultan, maka pengaruh variabel ekonomi makro terhadap kinerja perbankan
syariah selama ini berjalan melalui jalur transmisi beberapa variabel internal
keuangan perbankan (Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Non
Performing Loan) sebelum pada akhirnya berpengaruh terhadap permodalan
bank (CAR). Satu hal yang cukup menarik dari hasil penelitian ini adalah
perubahan suku bunga tidak begitu berpengaruh terhadap kinerja perbankan
syariah.
Zainuddin H. Nasution yang meneliti tentang korelasi suku bunga SBI dan
suku bunga intervensi rupiah terhadap suku bunga pasar uang antar bank.
Penelitian dengan analisis secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan
program Eviews, menunjukan bahwa terdapat korelasi yang kuat (signifikan)
dan positif antara suku bunga SBI terhadap suku bunga PUAB dan antara suku
bunga intervensi terhadap suku bunga PUAB. Hal tersebut digambarkan
apabila ada pergerakan suku bunga SBI dan suku bunga intervensi rupiah,
maka akan mempengaruhi pergerakan suku bunga PUAB.
Rosaar Maries meneliti mengenai dampak fluktuasi variabel ekonomi
makro terhadap DPK yang dihimpun dan penyaluran pembiayaan pada
perbankan syariah di indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui dan mengukur respon yang ditimbulkan oleh fluktuasi variabel-
34
variabel ekonomi makro terhadap DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang
disalurkan. Data-data yang digunakan adalah data time series dari 2003-2007
yang berasal dari statistik perbankan syariah dan statistik ekonomi Indonesia.
Metode yang digunakan adalah vector autoregression (VAR). Metode ini
umumnya digunakan untuk mempelajari dinamika variabel tertentu setelah
terjadi shock atau perubahan pada perekonomian. Analisis yang lebih
ditekankan pada penelitian ini adalah impuls response function dan varance
decomposition. Kedua analisis tesebut berguna untuk mempelajari perilaku
shock suatu variabel dan variabel manakah yang paling dominan menjelaskan
variabel yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing
variabel mempunyai pengaruh yang kecil terhadap DPK yang dihimpun dan
pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Dan masing-masing
variabel ekonomi makro tidak mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan.
Penelitian Eep Syaefullah Fatah (2009), yang meneliti pengaruh yang
ditimbulkan oleh variabel-variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, nilai
tukar rupiah, uang beredar dan inflasi) terhadap volume transaksi pasar uang
antar bank syariah (PUAS) dan pembiayaan. Data yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah data bulanan periode Januari 2005 – Desember 2009
yang berasal dari statistik perbankan syariah dan statistik ekonomi Indonesia.
Penelitian tersebut menggunakan software Amos 18. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa variabel-variabel makro memberikan pengaruh terhadap
volume transaksi PUAS dan pembiayaan. Dimana, suku bunga SBI
35
memberikan pengaruh positif terhadap volume transaksi PUAS, sedangkan
terhadap pembiayaan memberikan pengaruh negatif. Uang beredar membrikan
pengaruh positif terhadap volume transaksi PUAS dan pembiayaan. Inflasi
memberikan positif terhadap pembiayaan, sementara pada volume transaksi
PUAS tidak memberikan pengaruh. Berdasarkan metode yang sama, nilai
tukar rupiah tidak memberikan pengaruh baik terhadap volume tansaksi PUAS
maupun pembiayaan.
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data
kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang
telah diolah.
Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang
telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti
merangkainya menjadi satu kesatuan yang salaing berhubngan. Metode
analisis yang digunakan adaah Analisis Jalur. Hal ini dikarenakan analisis
jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar
variabel.
Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan
data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti
merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang terdapat di Indonesia.
Variabel yang diteliti adalah Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Volume Transaksi
36
Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Dalam penelitian ini yang akan menjadi
variabel eksogen adalah Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2). Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen
adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB).
Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank
Indonesia dan Perpustakaan Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi
dua bagian. Pertama, pengambilan data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
diambil dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD) melalui situs (www.bi.go.id). Kedua, pengambilan data Inflasi,
Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) diperoleh dari Statistik Ekonomi
dan Keuangan Indonesia (SEKI) di perpustakaan Bank Indonesia.
Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai
melakukan analisis. Langkah awal yang diperlukan adalah menentukan
struktur persamaan linier dari paradigma penelitian yang telah dibentuk
berdasarkan teori-teori yang ada. Kemudian data disimpan menggunakan
Software SPSS 17 dan diolah dengan menggunakan Software AMOS 16. Dari
output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan anatara variabel, besarnya
R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah melakukan analisis
tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil
penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah gambaran mengenai
37
kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan
proses penelitian:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Bank Indonesia
Variabel Moneter
INFLASI
KURS
M2
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
SBI
PUAB
DPK
Analisis Jalur
Uji Kesesuaian Model
Pengujian Hipotesa
Hubungan Langsung dan Tidak
Langsung
Interpretasi
38
J. Paradigma Penelitian
Apabila dilihat dari judul yang peneliti ambil, maka dapat digambarkan
sebuah konstruk dari variabel-variabel yang akan diteliti sebagai berikut:
Gambar 2.2
Paradigma Penelitian
e1
X1
rx1x3
px1z
px1y
rx1x2
e2
px2z
px2y
X2
Y
rx2x3
rx1x4
rx2x4
pyz
Z
px3y
X3
px3z
px4y
rx3x4
px4z
X4
Keterangan :
X1= Inflasi
Y = Dana Pihak Ketiga (DPK)
X2= Nilai Tukar (Kurs)
Z = Volume Transaksi PUAB
X3 = Suku Bunga SBI
X4 = Jumlah Uang Beredar (M2)
K. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
39
1. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang
Beredar (M2), terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK).
Ho :
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar
(Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap
Dana Pihak Ketiga (DPK).
Ha :
Terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs),
Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK).
2. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang
Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)..
Ho :
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar
(Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel
intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Ha :
Terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs),
Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel
intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif karena dalam
penelitian ini peneliti akan menghitung seberapa besar pengaruh, Inflasi, Nilai
Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak
Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Penelitian ini dilakukan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia
periode Januari 2005 - Juni 2010.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan convience sampling, yaitu
anggota sampel yang dipilih berdasarkan kemudahan memperoleh data dan
tidak menyusahkan mengukurnya serta bersifat kooperatif. (Abdul Hamid,
2007:30).
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
berasal dari literatur-literatur/sumber lain dari dalam maupun luar BI,
sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
41
1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah
tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut meliputi:
a. Data Inflasi,Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang
Beredar (M2) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
yang diperoleh dari laporan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia (SEKI) yang ada di website bank Indonesia
b. Data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperoleh dari laporan bulanan
Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan Daerah
(BPD) yang ada di website bank Indonesia.
2. Library Research
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilengkapi pula dengan
membaca dan mempelajari serta menganalisis literature yang bersumber
dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal
ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun.
Peneliti melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan
yang berkenaan dengan penelitian.
D. Metode Analisis
Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang
digunakan untuk kesesuaian (fit) dari matrik korelasi dari dua atau lebih model
yang dibandingkan oleh si peneliti. Model biasanya digambarkan dengan
lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Regresi
42
dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang diprediksi
oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi variabel dan
nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai
goodness of fit. (Imam Ghozali, 2008:21)
Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis regresi
berganda dan bivariate. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi yang
melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga
memungkinkan pengujian terhadap variabel mediating/intervening atau
variabel antara. Disamping itu analisis jalur juga dapat mengukur hubungan
langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar
variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap
variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah
seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui
variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan
hubungan langsung dan tidak langsung, (Imam ghozali, 2008:93).
Dilihat dari kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat diperoleh 2
(dua) substruktur linier sebagai berikut:
Sub struktur I :
X1
X2
Y
e1
X3
X4
Gambar 3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3, X4 terhadap Y
43
Bila dirumuskan kedalam persamaan matematis akan didapat model
sebagai berikut:
Y = ρYX1 + ρYX2 + ρYX3 + ρYX4 + ε 1
Keterangan :
Y = Dana Pihak Ketiga (DPK)
X3= Suku Bunga SBI
X1 = Inflasi
X4= Jumlah Uang Beredar (M2)
X2 = Nilai Tukar (Kurs)
ε 1= Residual Error
Sub struktur II :
X1
e2
X2
Y
Z
X3
X4
Gambar 3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3, X4, dan Y
Terhadap Z
Bila dirumuskan kedalam persamaan matematis akan didapat model
sebagai berikut:
Z = ρZX1 + ρZX2 + ρZX3 + ρZX4 + ρZY + ε 2
Keterangan :
Z = Volume Transaksi PUAB
X4= Jumlah Uang Beredar (M2)
X1= Inflasi
Y = Dana Pihak Ketiga (DPK)
X2 = Nilai Tukar (Kurs)
ε 2= Residual Error
X3 = Suku Bunga SBI
44
Selanjutnya dengan menggunakan model logaritma natural formulasinya
dapat dibentuk lebih nyata sebagai berikut
Sub Struktur I : Y = ρYX1 + ρYX2 + ρYX3 + ρYX4 + ε 1
Sub Struktur II : Z = ρZX1 + ρZX2 + ρZX3 + ρZX4 + ρZY + ε 2
Hair et. al (1998) dalam Imam Ghozali (2008:61) mengajukan tahapan
permodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 (tujuh) langkah yaitu:
Langkah 1: Pengembangan Model Berdasar Teori
Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas,
dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan
variabel lainnya. Hubungan kausalitas dapat berarti hubungan yang ketat
seperti ditemukan dalam proses fisik seperti dalam riset perilaku yaitu alasan
seseorang membeli produk tertentu. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua
variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis
yang dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis
untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam
model merupakan dedukasi dari teori.
Langkah 2 dan 3: Menyusun Diagram Jalur dan Persamaan Struktural
Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan
diagram jalur dan menyusun persamaan strukturalnya. Ada dua hal yang perlu
dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antar model
konstruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun measurement
model yaitu menghubungkan konstrak laten endogen atau eksogen dengan
variabel indikator atau manifest.
45
Langkah 4: Memilih Jenis Input Matrik dan Estimasi Model yang Diusulkan
Model persamaan strukturak berbeda dari teknik analisis multivariate
lainnya, SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovarian
atau matrik korelasi. Data mentah obesrvasi individu dapat dimasukkan dalam
program AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah
menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outlier
harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung.
Teknik
estimasi model persamaan struktural pada awalnya dilakukan dengan ordinary
least square (OLS) regression, tetapi teknik ini mulai digantikan oleh
Maximum Likelihood Estimation (ML) yang lebih efisien dan unbiased jika
asumsi normalitas multivariate dipenuhi. Teknik ML sekarang digunakan oleh
banyak program komputer. Namun demikian teknik ML sangat sensitif
terhadap non-normalitas data sehingga diciptakan teknik estimasi lain seperti
Weight Least Square (WLS), Generalized Least Square (GLS) dan
Asymptotivally Distribution Free (ADF).
Langkah 5 : Menilai Identifikasi Model Struktural
Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering
didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan
dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah
ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara
melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil
estimasi yang meliputi: (1) adanya nilai standar error yang besar untuk satu
atau lebih koefisien, (2) ketidakmampuan program untuk invert information
46
matrix, (3) nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang
negatif, (4) adanya nilai korelasi yang tinggi ( > 0,90) antar koefisien estimasi.
Langkah 6 : Menilai Kriteria Goodness-of-Fit
Salah satu tujuan dari Analisis Jalur adalah menentukan apakah model
planusible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik,
apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model dalam
buku Imam Ghozali (2008) terdiri dari:
1. Absolut Fit Measure
Absolut fit measure mengukur model fit secara keseluruhan (baik
model strultural maupun model pengukuran secara bersamaan).
a. LikeliHood-Ratio Chi-Square Statistic
Ukuran fundamental dari overall fit adalah likeliHood-ratio chisquare ( χ 2 ). Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of
freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang
diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini
menghasilkan probabilitas (p) akan menghasilkan nilai probabilitas (p)
yang lebih besar dari tingkat signifikansi ( α ) dan ini menunjukkan
bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi
sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti
harus mencari nilai chi-square yang tidak signifikan (p ≥ 0.05) karena
mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan
data observasi.
47
b. CMIN/DF
Adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa
pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini untuk
mengukur fit. Menurut Wheaton et. Al (1977) dalam Imam GHozali
(2008) nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran
yang reasonable. Peniliti lainnya seperti Byrne (1988) mengusulkan
nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran fit.
c. Goodness of Fit Index (GFI)
Goodness of Fit Index (GFI) dikembangkan oleh Joreskog dan
Sorbon (1984) yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar antar 0
(poor fit) sampai 1 (perfect fit). Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang
lebih baik dan berapa nilai GFI dapat diterima sebagai nilai yang layak
belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai di
atas 90% sebagai ukuran good fit.
d. Root Mean Square Erorrs of Approximation (RMSEA)
Root Mean Square Error Of Approximination
(RMSEA)
merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan
statistic chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar.
Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat
diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model
konfitmatori atau competing model strategi dengan jumlah sampel
besar.
48
2. Incremental Fit Measures
Incremental Fit Measures membandingkan proposed model dengan
baseline model sering disebut dengan null model. Null model merupakan
model realistic dimana model-model yang lain harus diatasnya.
a. Adjusted Goodness of Fit Indes (AGFI)
Adjusted
Goodnbess
of
Fit
Index
(AGFI)
merupakan
pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of
freedom untuk propsed model dengan degree of freedom untuk null
model. Nilai yang direkomendasikan adalah ≥ 0,90.
b. Tucker-Lewis Index (TLI)
Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index
(NNFI). Pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi
analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini
menggabungkan ukuran parsimony kedalam indek komparasi antara
proposal model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai
1.0. Nilai TLI yang direkomemdasikan adalah ≥ 0,90.
c. Normed Fit Index (NFI)
Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara
proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no
fit at all) sampai 1.0 (perfect fit). Seperti halnya TLI tidak ada nilai
absolut yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya
direkomendasikan ≥ 0,90.
49
3. Parsimony Fit Measures
Ukuran ini menghubungkan goodness-of-fit model dengan sejumlah
koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai level fit. Tujuan
dasarnya adalah untuk mendiagnose apakah model fit telah tercapai
dengan “overfitting” data yang memiliki banyak koefisien. Prosedur ini
mirip dengan “adjustment” terhadap nilai R2 didalam multiple regression.
Namun demikian karena tidak ada uji statistik yang tersedia maka
penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model.
a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
Parsimonious Goodness-Of-Fit Index (PGFI) memodifikasi GFI
atas dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar antara 0
sampai 1.0 dengan nilai semakin tinggi menunjukkan model lebih
parsimony.
b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)
Parsimonious Normal Fit Index (PNFI) merupakan modifikasi dari
NFI. PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan
untuk mencapai level fit. Semakin tinggi nilai PNFI semakin baik.
Kegunaan utama dari PNFI adalah untuk membandingkan model
dengan degree of freedom yang berbeda. Digunakan untuk
membandingkan model alternatif sehingga tidak ada nilai yang
direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima. Namun demikian
jika membandingkan dua model maka perbedaan PNFI 0,60 sampai
0,90 menunjukkan adanya perbedaan model yang signifikan.
50
Tabel 3.1
Standar Penilaian Kesesuaian (Fit)
Laporan
Nilai yang Direkomendasikan
Statistik
Imam Ghozali (2008)
Cut of value
Keterangan
Absolut Fit
Model yang diusulkan
Probabilitas χ 2
Tidak signifikan (p > 0.05)
cocok/fit dengan data
observasi
χ 2 /df
≤5
- Ukuran yang reasonable
<2
- Ukuran fit
< 0.1
< 0.05
RMSEA
< 0.01
0.05 ≤ x ≤ 0.08
GFI
- good fit
- very good fit
- outstanding fit
- reasonable fit
> 0.9
good fit
AGFI
≥ 0.9
good fit
TLI
≥ 0.9
good fit
NFI
≥ 0.9
good fit
PNFI
0-1.0
lebih besar lebih baik
PGFI
0-1.0
lebih besar lebih baik
Incremental Fit
Parsimonious Fit
(Sumber : Imam Ghozali, 2008)
Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model
Ketika model telah dinyatakan diterima, maka peneliti dapat
mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki
penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus
51
dilakukan setelah dikaji banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka
model tersebut harus di cross-validated (diestimasi dengan data terpisah)
sebelum model modifikasi diterima.
E. Operasional Variabel
1. Variabel Endogen
a. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Pada dasarnya dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh bank
dari masyarakat. Dana tersebut dapat berupa giro, tabungan ataupun
deposito yang berasal dari nasabah perorangan atau badan hukum.
Data dana pihak ketiga yang digunakan adalah jumlah penghimpunan
dana pihak ketiga pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di
Indonesia periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh
dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD) di situs www.bi.go.id.
b. Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjammeminjam dana antar satu bank dengan bank lainnya. Transaksinya
bisa dilakukan secara langsung melalui telepon atau lembaga kliring.
Data variabel ini diambil dari jumlah volume transaksi pasar uang
antar bank konvensional di Indonesia yang tersedia pada Laporan
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) periode Januari
2005 – Juni 2010 pada situs www.bi.go.id.
52
2. Variabel Eksogen
a. Inflasi
Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu
periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi
kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan
tahun sebelumnya. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan
inflasi per bulan periode Januari 2005 - Juni 2010. Data tersebut
diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada
situs www.bi.go.id.
b. Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai
tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata
uang adalah catatan (quatation) harga pasar dari mata uang asing
(foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestik
currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam
mata uang asing. Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga
pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya dan digunakan
dalam
berbagai
transaksi,
antara
lain
transaksi
perdagangan
internasional, turisme, inestasi internasional, ataupun aliran uang
jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis
ataupun batas-batas hukum. Data nilai tukar rupiah dalam penelitian
ini diwakili oleh Dollar Amerika Serikat (USD) periode Januari 2005 –
53
Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id.
c. Suku Bunga SBI
Suku bunga adalah suatu harga atau biaya yang diberikan
peminjam atau pihak yang memiliki kekurangan dana kepada pihak
yang meminjamkan dana atau memiliki kelebihan dana atas
penggunaan dana tersebut pada jarak waktu tertentu. Data suku bunga
SBI yang digunakan adalah perkembangan suku bunga SBI 1 bulan
periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik
Ekonomi dan keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id.
d. Jumlah Uang Beredar (M2)
Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat
digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit
atau narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad
money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat
(tidak termasuk uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang
giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan
deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money). Data
junlah uang beredar yang digunakan adalah jumlah uang beredar
periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id.
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 14/1967 yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang No. 7/1992 tentang perbankan di Indonesia bahwa
lembaga keuangan merupakan badan atau lembaga yang kegiatannya menarik
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Dalam keputusan SK Menkeu RI no. 792 Tahun 1990 dinyatakan bahwa
lembaga keuangan adalah semua badan usaha yang kegiatannya di bidang
keuangan melakukan penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada
masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan.
Dari pengertian tersebut di atas maka yang bisa dikatakan sebagai lembaga
keuangan adalah suatu badan usaha atau institusi yang memiliki kekayaan
utama dalam bentuk asset-asset baik financial maupun non-fiancial yang
aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip
kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun
dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
55
Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas
bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal
kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan
memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam
kegiatan usahanya dianut dual bank sistem, yaitu
bank umum dapat
melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan
kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
(www.bi.go.id).
Bank Umum (122)
Bank Pemerintah (4)
Bank Swasta (118)
BPR (1861)
BPR Konvensional
(1718)
BPR Syariah (143)
Bank Pemerintah Unit
Usaha Syariah (2)
Bank Pembangunan
Daerah(26)
Bank Umum Swasta
(83)
BPD Unit Usaha Syariah
(14)
BPD Umum Swasta Unit
Usaha Syariah (10)
Bank Umum Swasta
Syariah (9)
Gambar 4.1 Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Mei 2010
56
Bank-bank
umum
milik
pemerintah
daerah
adalah
Bank-bank
Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada Undang-undang No.
13 Tahun 1962. Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank Pembangunan
Daerah (BPD) tersebut harus memilih dan menetapkan badan hukumnya
apakah menjadi perseroan terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah
sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut di atas. Jumlah Bank
Pembangunan Daerah (BPD) sampai dengan Mei 2010 mencapai 26 bank.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan
Microsoft Excel 2007, SPSS 17.0 dan Amos 16 untuk dapat megolah data
dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari
variabel eksogen; inflasi, Nilai Tukar (Kurs) dan jumlah uang beredar
(M2). Sedangkan variabel endogen; DPK dan volume transaksi PUAB.
a. Analisis Deskriptif Variabel Inflasi
Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu
periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi
kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan
tahun sebelumnya. Menurut Boediono (2001:161) Inflasi adalah
kecenderungan dari harga untuk naik secara umum dan terus menerus.
57
Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi,
kecuali kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan
kenaikan) sebagian besar dari harga-harga lain. Inflasi adalah suatu
keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang
diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara.
(Khalwaty, 2001:5).
Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan
periode Januari 2005 - Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs
www.bi.go.id.
Tabel 4.1 Data Inflasi
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
0.0061
0.006
0.0073
0.0068
0.0062
0.0062
0.0065
0.0069
0.0076
0.0149
0.0153
0.0143
2006
0.0142
0.0149
0.0131
0.0128
0.013
0.0129
0.0126
0.0124
0.0121
0.0052
0.0044
0.0055
INFLASI
2007
2008
0.0052
0.0061
0.0053
0.0062
0.0054
0.0068
0.0058
0.0075
0.005
0.0087
0.0048
0.0092
0.0051
0.0099
0.0054
0.0099
0.0058
0.0101
0.0057
0.0098
0.0056
0.0097
0.0055
0.0092
2009
0.0076
0.0072
0.0066
0.0061
0.005
0.003
0.0023
0.0023
0.0024
0.0021
0.002
0.0023
2010
0.0031
0.0032
0.0029
0.0033
0.0035
0.0042
-
(Sumber: Data diolah)
Tabel 4.1 menunjukkan fluktuasi tingkat inflasi periode Januari
2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini tingkat inflasi terendah
terjadi bulan November 2009 yaitu sebesar 0,002, sedangkan tingkat
58
inflasi tertinggi terjadi pada bulan November 2005 yaitu sebesar
0,0153.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
Gambar 4.2 Inflasi
(Sumber: Data diolah)
b. Analisis Deskriptif Variabel Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai
tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata
uang adalah catatan (quatation) harga pasar dari mata uang asing
(foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestik
currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam
mata uang asing. Apabila kurs riil tinggi, barang-barang dari luar
negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik menjadi lebih
mahal, begitu pun sebaliknya, (Prof. Gregory Mankiw 2006:130).
59
Data nilai tukar yang digunakan adalah data bulanan nilai tukar
periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs
www.bi.go.id.
Tabel 4.2 Data Nilai Tukar (Kurs)
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
9165
9260
9480
9570
9495
9713
9819
10240
10310
10090
10035
9830
2006
9395
9230
9075
8775
9220
9300
9070
9100
9235
9110
9165
9020
Nilai Tukar Rp/$
2007
2008
9090
9291
9160
9051
9118
9217
9083
9234
8828
9318
9054
9225
9186
9118
9410
9153
9137
9378
9103
10995
9376
12151
9419
10950
2009
11355
11980
11575
10713
10340
10225
9920
10060
9681
9545
9480
9400
2010
9365
9335
9115
9012
9180
9083
-
(Sumber: Data diolah)
Tabel 4.2 menunjukkan fluktuasi nilai tukar Rp/$ pada periode
Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, nilai tukar Rp/$
terendah terjadi pada bulan Mei 2007 yaitu sebesar Rp. 8.828,-,
sedangkan nilai tukar Rp/$ tertinggi terjadi pada bulan November 2008
yaitu sebesar Rp. 12.151,-.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut.
60
Gambar 4.3 Grafik Nilai Tukar (Kurs)
(Sumber: Data diolah)
c. Analisis Deskriptif Variabel Tingkat Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga yang dikeluarkan
Bank Indonesia sebagai pengakuan atas utang yang memiliki jangka
waktu pendek antara 1-3 bulan dengan sistem diskonto/bunga.
Sertifikat Bank Indonesia merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengontrol kestabilan nilai
Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap
kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku
pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar
berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan
mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target
suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa
periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan
para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Data suku bunga SBI
61
yang digunakan adalah perkembangan suku bunga SBI 1 bulan periode
Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs
www.bi.go.id.
Tabel 4.3 Data Suku Bunga SBI
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
0.0062
0.0062
0.0062
0.0064
0.0066
0.0069
0.0071
0.008
0.0083
0.0092
0.0102
0.0106
2006
0.0106
0.0106
0.0106
0.0106
0.0104
0.0104
0.0102
0.0098
0.0094
0.009
0.0085
0.0081
Suku Bunga SBI
2007
2008
0.0079
0.0067
0.0077
0.0066
0.0075
0.0066
0.0075
0.0067
0.0073
0.0069
0.0071
0.0073
0.0069
0.0077
0.0069
0.0077
0.0069
0.0081
0.0069
0.0092
0.0069
0.0094
0.0067
0.009
2009
0.0079
0.0073
0.0068
0.0063
0.006
0.0058
0.0056
0.0055
0.0054
0.0054
0.0054
0.0054
2010
0.0054
0.0053
0.0052
0.0052
0.0053
0.0052
-
(Sumber: Data diolah)
Tabel 4.3 menunjukkan fluktuasi tingkat suku bunga SBI pada
periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, tingkat
suku bunga SBI terendah terjadi pada bulan Maret, April dan Juni
2010 yaitu sebesar 0,0052, sedangkan tingkat suku bunga SBI tertinggi
terjadi pada bulan Desember 2005 dan Januari, Februari, Maret dan
April 2006 yaitu sebesar 0,0106.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
62
Gambar 4.4 Grafik Suku Bunga SBI
(Sumber: Data diolah)
d. Analisis Deskriptif Variabel Jumlah Uang Beredar (M2)
Uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat digunakan
dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau narrow
money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2).
M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk
uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2
merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito
berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money), menurut Dahlan
Siamat, (2005:93). Jumlah uang yang beredar ini selalu dikendalikan
jumlahnya oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter agar tidak
melebihi kebutuhan perekonomian.
Data jumlah uang beredar yang digunakan adalah data bulanan
jumlah uang beredar periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut
63
diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada
situs www.bi.go.id
Tabel 4.4 Data Jumlah Uang Beredar (M2)
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
Jumlah Uang Beredar (dalam Milyaran Rupiah)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1017491 1194939 1367957 1596565 1874145 2073860
1014377 1197771 1369244 1603750 1900208 2066481
1022703 1198748 1379237 1594390 1916752 2111350
1046655 1197122 1385715 1611691 1912623 2115125
1049516 1241866 1396069 1641733 1927070 2142339
1076526 1257785 1454578 1703381 1977532 2230237
1092206 1252815 1474769 1686050 1960950
1119102 1274084 1493051 1682811 1995294
1154052 1294745 1516884 1778139 2018294
1168841 1329426 1533845 1812490 2021517
1169085 1341940 1559569 1851023 2062206
1202763 1382493 1649663 1895839 2141384
-
(Sumber: Data diolah)
Tabel 4.4 menunjukkan fluktuasi jumlah uang beredar pada
periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, jumlah
uang beredar terendah terjadi pada bulan Januari 2005 yaitu sebesar
Rp. 1.017.491,- (milyar), sedangkan jumlah uang beredar tertinggi
terjadi pada bulan Juni 2010 yaitu sebesar Rp. 2.230.237,- (milyar).
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut.
64
Gambar 4.5 Grafik Jumlah Uang Beredar (M2)
(Sumber: Data diolah)
e. Analisis Deskriptif Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut Slamet Riyadi (2006:79) Dana Pihak Ketiga (DPK)
adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat
sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi,
yayasan dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam
valuta asing. Pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini
umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki. Hal ini sesuai
dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat.
Data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang digunakan adalah jumlah
penghimpunan DPK pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) periode
Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik
Perbankan Indonesia (SPI) pada situs www.bi.go.id.
65
Tabel 4.5 Data Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK (dalam Milyaran Rupiah)
BULAN
JAN
2005
60338
2006
87338
2007
124011
2008
127864
2009
151045
2010
160376
FEB
61774
92143
129630
135187
155017
164539
63904
96396
134873
141028
166111
181181
MEI
62461
63145
100825
115291
137451
138051
140927
148815
172660
171724
184041
183098
JUN
69672
117107
140308
144359
171573
198673
JUL
73653
114775
145782
147245
169456
-
AGT
78208
125450
152525
146383
173696
-
SEP
OKT
77658
125549
153631
159201
173873
-
NOV
73336
77554
127647
127796
150537
151479
166004
162210
175135
168015
-
DES
85283
129141
134287
143262
152251
-
MAR
APR
(Sumber: Data diolah)
Tabel 4.5 menunjukkan perkembangan jumlah DPK pada Bank
Pembangunan Daerah (BPD) periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada
masa penelitian ini, jumlah DPK terendah terjadi pada bulan Januari
2005 yaitu sebesar Rp 60.338,- (milyar), sedangkan jumlah DPK
tertinggi terjadi pada bulan Juni 2010 yaitu sebesar Rp 198.763,(milyar).
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut.
66
Gambar 4.6 Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK)
(Sumber: Data diolah)
f. Analisis Deskriptif Variabel Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB)
Pasar uang antar bank atau sering disebut interbank call money
market atau sering disingkat dengan call money, merupakan sumber
yang paling cepat untuk memperoleh dana bagi bank. Sumber dana
PUAB ini sering digunakan bagi bank-bank yang sedang mengalami
kekalahan kliring, yaitu suatu keadaan dimana jumlah tagihan yang
masuk lebih besar dibandingkan tagihan keluar, menurut Dahlan
Siamat (2005:303).
Data volume transaksi PUAB yang digunakan adalah volume
transaksi PUAB periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut
diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada
situs www.bi.go.id
67
Tabel 4.6 Data Volume Transaksi PUAB
BULAN
Volume Transaksi PUAB (dalam Milyaran Rupiah)
JAN
2005
120685
2006
151683
2007
243302
2008
342519
2009
301488
2010
101299
FEB
113979
158793
233463
150616
161603
124915
MAR
122723
185813
304700
596200
323086
335669
APR
122490
145153
233776
360650
205518
257000
MEI
119705
185141
252704
359267
178027
24551
JUN
142040
158535
243641
313608
80427
160901
JUL
130043
173439
264821
562135
148067
-
AGT
124818
174509
251285
565389
66088
-
SEP
118103
186483
260787
333200
61365
-
OKT
170506
167942
199923
251245
149915
-
NOV
94531
179248
240313
152048
47000
-
DES
140032
214313
206030
162640
135361
-
(Sumber: Data diolah)
Tabel 4.6 menunjukkan fluktuasi volume transaksi PUAB pada
periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian, volume
transaksi PUAB terendah terjadi pada bulan Mei 2010 yaitu sebesar Rp
24.551,- (milyar), sedangkan volume transaksi PUAB tertinggi terjadi
pada Maret 2008 yaitu sebesar Rp 596.200,- (milyar).
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut:
68
Gambar 4.7 Grafik Volume Transaksi PUAB
(Sumber: Data diolah)
2. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Jumlah Uang Beredar
(M2) dan Suku Bunga SBI terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) serta
Implikasinya terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Pada Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Analisis jalur ini dibagi menjadi dua substruktur. Substruktur yang
pertama menganalisis pengaruh inflasi, Nilai Tukar (Kurs), suku bunga SBI
dan jumlah uang beredar (M2) sebagai variabel eksogen terhadap Dana Pihak
Ketiga (DPK) sebagai variabel endogen. Substruktur yang kedua menganalisis
pengaruh inflasi, Nilai Tukar (Kurs), suku bunga SBI, jumlah uang beredar
(M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel eksogen terhadap
volume transaksi PUAB sebagai variabel endogen. Dari hasil perhitungan
dengan menggunakan AMOS 16, maka dapat digambarkan diagram jalur
sebagai berikut.
69
Gambar 4.8
Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan
INFLASI
.89
.06
.89
KURS
.05
-.54
-.05
-.15
.41
e2
.89
.28
DPK
1.26
PUAB
-.78
SBI
.27
e1
-.31
1.03
-.58
-1.03
M2
(Sumber: Data diolah)
a. Analisis Korelasi
Korelasi antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Korelasi Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2)
Korelasi Antar Variabel
Inflasi
<-->
M2
M2
< - ->
Kurs
M2
< - ->
SBI
Inflasi
< - ->
Kurs
Kurs
< - ->
SBI
Inflasi
< - ->
SBI
(Sumber: Data diolah)
Estimasi
-0.543
0.266
-0.578
0.057
0.049
0.890
Probabilitas
0.000
0.038
0.000
0.644
0.692
0.000
70
1) Korelasi antara Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar (M2)
Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara
variabel Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar (M2). Untuk
menafsirkan angka tersebut digunakan kriteria sebagai berikut:
0 – 0,25
: Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
> 0,25 – 0,5
: Korelasi cukup kuat
> 0,5 – 0,75
: Korelasi kuat
> 0,75 – 1
: Korelasi sangat kuat
Untuk pengujian lebih lanjut, maka diajukan hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua
variabel.
Ha :
Ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel.
Pengujian berdasarkan signifikan:
•
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
•
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak
Korelasi sebesar -0,543 mempunyai maksud hubungan antara
variabel inflasi terhadap jumlah uang beredar kuat dan berlawanan.
Berlawanan artinya apabila terjadi kenaikan inflasi, maka jumlah
uang beredar akan mengalami penurunan, dan sebaliknya. Korelasi
dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05
maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha
sehingga korelasi signifikan.
71
2) Korelasi antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Nilai Tukar
(Kurs)
Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara
variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap Nilai Tukar (Kurs)
sebesar 0,266. Korelasi sebesar 0,266 mempunyai maksud
hubungan antara variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap Nilai
Tukar (Kurs) cukup kuat dan searah. Searah artinya jika jumlah
uang beredar (M2) mengalami kenaikan maka Nilai Tukar (Kurs)
juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Korelasi
dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,038 < 0,05
maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha
sehingga korelasi signifikan.
3) Korelasi antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Suku Bunga
SBI
Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara
variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap suku bunga SBI
sebesar -0,578. Korelasi sebesar -0,578 mempunyai maksud
hubungan antara variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap suku
bunga SBI kuat dan berlawanan. Berlawanan artinya apabila terjadi
kenaikan jumlah uang beredar (M2) maka tingkat suku bunga SBI
akan mengalami penurunan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel
tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 maka telah
72
cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi
signifikan.
4) Korelasi antara Inflasi terhadap Nilai Tukar (Kurs)
Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara
variabel inflasi terhadap Nilai Tukar (Kurs) sebesar 0,057. Korelasi
sebesar 0,057 mempunyai maksud hubungan antara inflasi
terhadap variabel Nilai Tukar (Kurs) sangat lemah dan searah.
Searah artinya apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi maka Nilai
Tukar (Kurs) juga akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya.
Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar
0,644 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk menolak Ho dan
menerima Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
5) Korelasi antara Nilai Tukar (Kurs) terhadap Suku Bunga SBI
Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara
variabel Nilai Tukar (Kurs) terhadap suku bunga SBI sebesar
0,049. Korelasi sebesar 0,049 mempunyai maksud hubungan antara
variabel Nilai Tukar (Kurs) terhadap suku bunga SBI sangat lemah
dan searah. Searah artinya apabila terjadi kenaikan Nilai Tukar
(Kurs) maka suku bunga SBI juga akan mengalami peningkatan,
dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai
probabilitas sebesar 0,692 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk
menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
73
6) Korelasi antara Inflasi terhadap Suku Bunga SBI
Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara
variabel inflasi terhadap suku bunga SBI sebesar 0,890. Korelasi
sebesar 0,890 mempunyai maksud hubungan antara variabel inflasi
dan suku bunga SBI sangat kuat dan searah. Searah artinya apabila
terjadi kenaikan tingkat inflasi, maka suku bunga SBI juga akan
mengalami kenaikan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel
tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 maka telah
cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi
signifikan.
b. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Gambar hasil analisis diagram jalur Substruktur pertama adalah:
Gambar 4.9
Diagram Jalur Substruktur I
INFLASI
-.31
.06
e1
.89
.89
KURS
-.15
DPK
.05
-.54
.27
SBI
-.58
.41
1.03
M2
(Sumber : Output AMOS 16)
74
Analisis jalur substruktur yang pertama adalah menganalisis
pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), suku bunga SBI dan jumlah uang
beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) baik secara simultan
maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara
simultan dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple
Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat
terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized
Regression Weight. Sedangkan untuk melihat signifikansi pengaruh
antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight
kolom Probability (lihat lampiran). Adapun hasil perhitungan dengan
menggunakan AMOS 16 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.8
Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK
Pengaruh antar variabel
Inflasi
- - > DPK
Kurs
- - > DPK
SBI
- - > DPK
M2
- - > DPK
(Sumber : Data diolah)
Estimasi
-0.308
-0.145
0.412
1.029
Probabilitas R Square
0.000
0.000
0.000
0.000
0.891
Untuk melihat pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) secara gabungan terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK), kita dapat melihat hasil perhitungan pada tabel
4.8 khususnya angka R square.
Besarnya angka R square (r2) adalah 0,891. Angka tersebut
digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel Inflasi, Nilai
75
Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) secara
gabungan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan cara menghitung
koefisien determinasi (KD) dengan menggunakan rumus berikut:
KD = r2 x 100%
KD = 0,891x 100%
KD = 89,1%
Angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh variabel
Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar
(M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) secara simultan adalah
89,1%, sedangkan sisanya sebesar 10,9% (100%-89,1%) dipengaruhi
oleh faktor lain. Dengan kata lain, variabilitas kepuasan yang dapat
diterangkan dengan menggunakan variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs),
Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) adalah sebesar
89,1%, sementara pengaruh yang disebabkan oleh variabel-variebel
lain di luar model ini adalah sebesar 10,9%.
Untuk melihat besarnya pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku
Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) secara parsial, digunakan
kolom estimasi pada tabel 4.8, sedangkan untuk melihat signifikansi
digunakan kolom probabilitas.
76
1) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK).
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel
inflasi dengan dana pihak ketiga (DPK), dapat melakukan langkahlangkah analisis sebagai berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier antara Inflasi terhadap Dana Pihak
Ketiga (DPK).
Ha : Ada hubungan linier antara Inflasi terhadap Dana Pihak
Ketiga (DPK).
Dengan kriteria sebagai berikut:
•
Jika probabilitas penelitian < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima.
•
Jika probabilitas penelitian > 0,05 maka H0 diterima dan Ha
ditolak.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya,
ada hubungan linier antara variabel Inflasi dengan Dana Pihak
Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Inflasi dengan Dana
Pihak
Ketiga (DPK) sebesar -0.308 atau -30,8%.
Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap
Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila Inflasi mengalami
kenaikan, maka jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mengalami
77
penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Patria Yunita (2007) bahwa inflasi
memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap dana pihak
ketiga. Ini berarti apabila terjadi peningkatan inflasi, maka Dana
Pihak Ketiga akan mengalami penurunan diakibatkan oleh
penarikan dana oleh nasabah untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya. Selain tingkat suku bunga, besarnya saving
masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi ekonomi negara.
Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Rossar Maries
(2008:65) yang menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari
inflasi adalah berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang
diakibatkan turunnya nilai riil uang. Dengan turunnya nilai riill
uang tersebut mengakibatkan pendapatan riil yang diperoleh
menjadi berkurang. Berkurangnya pendapatan yang diperoleh
mengakibatkan kemampuan nasabah untuk menabung atau untuk
menyimpan uangnya di bank menjadi turun, karena pendapatan
yang diperoleh habis digunakan untuk konsumsi.
2) Pengaruh Antara Variabel Nilai Tukar (Kurs) Terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Nilai Tukar (Kurs) dengan Dana
78
Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Nilai Tukar (Kurs)
dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.145 atau -14,5%.
Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh yang signifikan dan
negatif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila nilai
tukar mengalami kenaikan, maka jumlah DPK akan mengalami
penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Darna (2006:80) bahwa nilai tukar
(exchange rate) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
jumlah DPK. Menurutnya, depresiasi nilai tukar diikuti dengan
kenaikan tingat bunga yang akan berpengaruh langsung terhadap
menurunnya kegiatan ekonomi di sektor riil yang merupakan
sektor utama bagi penyaluran dana perbankan syariah. Selain itu,
kenaikan suku bunga dapat mendorong para nasabah kelompok
rasional pada perbankan syariah untuk menarik dana simpanannya
untuk dipindahkan ke bank konvesional. Alasannya adalah dengan
tingkat bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi
secara tajam, tingkat bagi hasil perbankan syariah tidak mungkin
dapat bersaing dengan tingkat bunga bank konvensional. Sehingga
saat rupiah terdepresiasi akan berpengaruh secara langsung pada
peningkatan jumlah DPK bank konvensional. Hasil tersebut juga
sejalan dengan penelitian Pariyo (2004) apabila Rupiah mengalami
depresiasi (penurunan nilai mata uang dalam negeri/Rupiah
terhadap mata uang luar negeri/USD), maka DPK mengalami
79
kenaikan, sebaliknya jika Rupiah mengalami Apresiasi maka DPK
akan mengalami penurunan.
3) Pengaruh Antara Suku Bunga SBI Terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel suku bunga SBI dengan Dana
Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh suku bunga SBI dengan
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0.412 atau 41,2%.
Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan positif
terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila suku bunga
SBI mengalami kenaikan, maka jumlah DPK juga akan mengalami
kenaikan. Teorinya, tingkat suku bunga SBI mempengaruhi
perbankan konvensional dalam
menentukan tingkat bunga
simpanan dan kredit. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka
tingkat suku simpanan dan kredit yang ditawarkan oleh bank juga
akan semakin tinggi. Pada umumnya, nasabah bank di Indonesia
sangat tertarik terhadap suku bunga simpanan yang ditawarkan
oleh bank. Saat suku bunga simpanan tinggi, para nasabah lebih
memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu,
jumlah DPK bank juga mengalami peningkatan. Teori ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamid Ponco
(2006) dalam Ilman Rahdiyat (2009:92) bahwa dari sisi konsumen
80
(deposan) meningkatnya suku bunga akan menyebabkan dana
pihak ketiga (DPK) perbankan meningkat.
4) Pengaruh Antara Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak
Ketiga (DPK).
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar
(M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar atau 1,029 atau
102,9%.
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan
dan positif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila
Jumlah Uang Beredar (M2) mengalami kenaikan, maka jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) juga akan mengalami kenaikan, begitu
juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rossar Maries (2008:78) bahwa jumlah M2 memiliki
pengaruh yang signifikan dan positif terhadap DPK. Ini berarti
apabila jumlah M2 mengalami peningkatan menyebabkan jumlah
DPK yang dihimpun juga mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan karena dengan peningkatan jumlah M2, memberikan
tambahan dana segar bagi perbankan nasional secara umum.
Peningkatan jumlah M2 juga menandakan kenaikan minat dan
kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi
81
pada deposito berjangka. Maka jumlah DPK meningkat seiring
dengan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau
melakukann investasi pada deposito berjangka di bank.
c. Analisis Jalur Pengaruh Variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku
Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB)
Adapun gambar hasil analisis diagram jalur Substruktur Kedua
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.10
Diagram Jalur Substruktur II
INFLASI
.89
e2
.06
.89
KURS
DPK
.05
-.54
SBI
.27
.28
-.05
-.58
1.26
PUAB
-.78
-1.03
M2
(Sumber : Output AMOS 16)
Analisis jalur sub struktur yang kedua adalah menganalisis
pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang
Beredar (M2), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik secara simultan
82
maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara
simultan dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple
Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat
terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized
Regression Weight. Sedangkan untuk melihat signifikansi pengaruh
antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight
kolom Probability (lihat pada lampiran). Adapun Ringkasan hasil
perhitungan dengan menggunakan Software AMOS 16 adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.9
Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI, M2 dan DPK terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Pengaruh antar variabel
Inflasi
- - > PUAB
Kurs
- - > PUAB
SBI
- - > PUAB
M2
- - > PUAB
DPK
- - > PUAB
(Sumber : Data diolah)
Estimasi
0.891
-0.048
-0.782
-1.028
1.262
Probabilitas
0.000
0.694
0.004
0.004
0.000
R Square
0.281
Untuk melihat pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku
Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara
gabungan dapat dilihat pada tabel 4.9 kolom R Square.
Besarnya angka R square (r2) adalah sebesar 0,281. Angka tersebut
menjelaskan bahwa pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara
83
simultan adalah 28,1% (0,281 x 100%), sedangkan sisanya sebesar
71,9% (100% - 28,1%) dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain,
variabilitas kepuasan yang dapat diterangkan dengan menggunakan
variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang
Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 28,1%, sementara
pengaruh 71,9% disebabkan oleh variabel-variabel lain di luar model
ini.
Untuk melihat besarnya pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku
Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara
parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.9, sedangkan untuk
melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas.
1) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Inflasi terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Inflasi
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebesar 0,891 atau 89,1%.
Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya,
84
apabila Inflasi mengalami kenaikan, maka volume transaksi PUAB
juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tony Hidayat
(2007:112) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif
antara inflasi dan PUAS. Dampak dari kenaikan inflasi salah
satunya
adalah
menurunkan
pendapatan
riil
masyarakat.
Menurunnya pendapatan riil masyarakat menyebabkan Non
Performing Financing (NPF) bank meningkat. Sehingga, dalam hal
ini perilaku perbankan cenderung risk averse dengan menaruh
kelebihan likuiditasnya di pasar uang antar bank, dari pada
menyalurkannnya ke kredit saat tingkat inflasi meningkat. Di sisi
lain, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan
menaikan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan
tingkat suku bunga kredit. Saat tingkat suku bunga kredit naik,
akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit
kepada bank. Sehingga bank akan cenderung menaruh kelebihan
likuditasnya di pasar uang antar bank dari pada menyalurkannya
dalam bentuk kredit kepada masyarakat saat tingkat inflasi tinggi.
2) Pengaruh antara variabel Nilai Tukar (Kurs) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0.694 > 0,05. Maka
tidak cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya,
tidak ada hubungan linier antara variabel Nilai Tukar (Kurs)
85
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Besarnya pengaruh Nilai Tukar (Kurs) terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -0,048 atau -4,8%.
Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh yang tidak signifikan
dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB). Artinya, tidak ada hubungan antara Nilai Tukar (Kurs)
terhadap Volume Transaksi PUAB. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eep Syaefullah Fatah (2010:81)
bahwa nilai tukar rupiah tidak signifikan dan negatif terhadap
volume transaksi PUAS. Secara teori, nilai tukar rupiah tidak
berhubungan secara langsung dengan transaksi yang terjadi di
pasar uang antar bank. Fungsi dari pasar uang antar bank adalah
untuk memfasilitasi bank-bank dalam memlihara likuiditasnya.
Salah satu faktor utama bangkrutnya suatu bank bukanlah karena
kerugian yang dideritanya, melainkan karena bank tidak mampu
dalam mengelola likuiditasnya.
3) Pengaruh Antara Variabel Suku Bunga SBI Terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0.004 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Suku Bunga SBI terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh
86
Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) sebesar -0,782 atau -78,2%.
Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap volume transaksi PUAB. Artinya, apabila suku bunga SBI
meningkat maka volume transaksi PUAB akan menurun. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulmi (2002:62)
bahwa suku bunga SBI memiliki pengaruh signifikan dan negatif
terhadap volume transaksi PUAB. Transaksi keuangan yang terjadi
di pasar uang antar bank (PUAB) lebih banyak digunakan untuk
memanfaatkan kelebihan atau menutupi kekurangan likuiditas.
Alternative penanam dalam PUAB merupakan suatu hal yang perlu
dipertimbangkan, karena selain untuk tujuan likuiditas, juga harus
mempertimbangkan tingkat resiko dan tingkat income yang akan
diperoleh dari transaksi tersebut. Apabila suku bunga PUAB lebih
tinggi dari suku bunga SBI, maka bank-bank lebih cenderung
untuk menempatkan dananya di PUAB. Sebaliknya, apabila suku
bunga SBI lebih tinggi dari suku bunga PUAB, bank-bank lebih
cenderung menempatkan dananya di SBI. Hasil tersebut juga
sejalan dengan penelitian Zainuddin H. Nasution (2002:80) bahwa
suku bunga akan naik sebagai respon dari melemahnya nilai tukar
rupiah. Kecenderungan suku bunga tercermin dari naiknya suku
bunga SBI. Meningkatnya suku bunga SBI, berdampak pada
naiknya suku bunga jangka pendek seperti PUAB. Saat suku bunga
87
PUAB mengalami kenaikan, maka pihak bank yang kelebihan dana
(kredior) akan menempatkan dananya di pasar uang antar bank,
guna memperoleh pendapatan daripada membiarkan dananya
menganggur (idle fund).
4) Pengaruh Antara Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,004 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Jumlah Uang Beredar (M2)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -1,028 atau
-102,8%.
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan
dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar
(M2), maka Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Menurut teori
Sadono Sukirno (2005:233) salah satu kebijakan moneter yang
dilakukan pemerintah dalam mengatur jumlah uang yang beredar
adalah dengan operasi pasar terbuka, yaitu Bank Sentral membuat
perubahan-perubahan ke atas jumlah uang yang beredar dengan
cara melakukan jual beli surat-surat berharga. Pada waktu
88
perekonomian sedang mengalami resesi, untuk mendorong
kegiatan ekonomi, maka uang beredar perlu ditambah. Bank
Sentral dapat menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli
surat-surat berharga. Uang beredar akan bertambah karena apabila
Bank Sentral melakukan pembayaran atas pembeliannya itu, maka
cadangan pada bank-bank akan bertambah tinggi. Dengan adanya
kelebihan cadangan tersebut mereka dapat memberi pinjaman lebih
banyak kepada nasabah.
5) Pengaruh Antara Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan
Volume Transaksi PUAB. Besarnya pengaruh Dana Pihak Ketiga
(DPK) dengan Volume Transaksi PUAB sebesar 1,262 atau
126,2%.
Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan
dan positif terhadap Volume Transaksi PUAB. Artinya, apabila
terjadi kenaikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), maka volume
transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai
dengan teori Selamet Riyadi (2006:26) bahwa semua sumber dana
yang diperoleh dari Simpanan Giro, Tabungan dan Deposito akan
dikumpulkan kemudian dialokasikan berurutan sesuai dengan
89
kebutuhannya. Mula-mula dari Primary Reserve, Secondary
Reserve kemudian penempatan pada Inter Bank Money Market
(Pasar Uang Antar Bank). Menurut Dahlan Siamat (2005:441)
salah satu fungsi adanya pasar uang antar bank adalah untuk
menjembatani
adanya
kesenjangan antara
penerimaan
dan
pengeluaran dana. Secara teori, kenaikan inflasi akan direspon
oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI, hal ini
juga menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan baik suku
bunga DPK maupun kredit. Kenaikan suku bunga DPK
mengakibatkan naiknya DPK sehingga menyebabkan likuiditas
perbankan meningkat. Bank akan menaruh likuiditasnya di pasar
uang antar bank saat terdapat kelebihan likuiditas guna
memperoleh pendapatan lebih daripada membiarkan dananya
menganggur (idle fund).
Rangkuman seluruh pengujian pengaruh antar variabel eksogen
dan endogen dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.10
Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen
Pengaruh Variabel
Inflasi DPK
Kurs
DPK
SBI
DPK
M2
DPK
Inflasi PUAB
Kurs
PUAB
SBI
PUAB
M2
PUAB
DPK
PUAB
(Sumber : Data diolah)
Estimasi
-0.308
-0.145
0.412
1.029
0.891
-0.048
-0.782
1.028
1.262
Probabilitas
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.694
0.004
0.004
0.000
Kesimpulan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
90
d. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit)
Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesuai atau belum,
maka dilakukan uji kesesuaian model (Goodness of Fit) sebagai berikut.
Tabel 4.11
Hasil Uji Goodness of Fit Pengaruh Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK
serta Implikasinya terhadap Volume Transaksi PUAB
Laporan
Statistik
Nilai yang
Direkomendasikan
(Imam Ghozali, 2008)
Hasil
Keterangan
Prob. χ 2
Tidak signifikan (p > 0.05)
-
Model tidak
cocok
χ 2 /df
≤5
<2
< 0.1
< 0.05
< 0.01
0.05 ≤ x ≤ 0.08
≥ 0.9
-
-
0.545
Poor Fit
1
Perfect Fit
≥ 0.9
≥ 0.9
≥ 0.9
1
Perfect Fit
0-1.0
0-1.0
0
0
Poor Fit
Poor Fit
Absolut Fit
RMSEA
GFI
Incremental Fit
AGFI
TLI
NFI
Parsimonious Fit
PNFI
PGFI
(Sumber : Data diolah)
Hasil uji Goodness of Fit tersebut masih banyak yang tidak Terdefinisi
maka pengujian tersebut dianggap kurang Fit. Hal ini disebabkan dalam
model tersebut masih ada pengaruh antar variabel yang tidak signifikan.
Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis jalur model trimming.
Analisis Jalur Model Trimming adalah model yang digunakan untuk
memperbaiki suatu model struktur bila koefisien betanya (eksogen) tidak
signifikan. Dalam hal ini peneliti menghilangkan salah satu jalur (panah)
91
yang memiliki koefisien betanya tidak signifikan dan yang memiliki
probabilitas terbesar. Rangkuman hasil trimming model dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.12
Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi
Indeks
Goodness of
Fit
Absolut Fit
Prob. χ 2
Cut-Off Value
Trimming I
-
0.694
0
1
-
0.154
0.545
0.000
1
0.999
≥ 0.9
≥ 0.9
≥ 0.9
1
0.983
1.044
0.999
0-1.0
0-1.0
0
0
0.067
0.048
Tidak signifikan
(p > 0.05)
Df
χ 2 /df
RMSEA
≤5
<2
< 0.1
< 0.05
< 0.01
0.05 ≤ x ≤ 0.08
≥ 0.9
GFI
Incremental Fit
AGFI
TLI
NFI
Parsimonious Fit
PNFI
PGFI
(Sumber: Data diolah)
Hasil Uji
Sebelum
Trimming
Pada trimming pertama, jalur (panah) Nilai Tukar (Kurs) terhadap
Dana Pihak Ketiga (DPK) dihilangkan karena memiliki probabilitas 0,694
> 0,05 (tidak signifikan). Dari hasil modifikasi I model analisis jalur
dengan menghilangkan jalur (panah) Nilai Tukar (Kurs) terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK), diperoleh indeks kesesuaian model yang cukup baik
dan sudah tidak menunjukkan probabilitas yang lebih dari 0,05. Dari
92
modifikasi pertama, maka dapat diperoleh hasil perhitungan dalam tabel
sebagai berikut.
Tabel 4.13
Hasil Perhitungan Pengaruh antar Variabel Setelah Trimming
Pengaruh Variabel
Inflasi
- - > DPK
Kurs
- - > DPK
SBI
- - > DPK
M2
- - > DPK
Inflasi
- - > PUAB
SBI
- - > PUAB
M2
- - > PUAB
DPK
- - > PUAB
(Sumber: Data diolah)
Estimasi
-0.308
-0.145
0.412
1.029
0.901
-0.809
-1.095
1.310
Probabilitas
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.002
0.000
0.000
Kesimpulan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Dikarenakan terjadi trimming yaitu dengan membuang bagian jalur
yang tidak signifikan, maka dari itu penelitian selanjutnya bertujuan
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah
Uang Beredar (M2) terhadap DPK.
2. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan DPK terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
3. Analisis Jalur Setelah Trimming
Pengujian analisis jalur setelah trimming terdiri dari 2 (dua) sub
struktur. Yang pertama adalah menganalisis pengaruh antara pengaruh
Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap DPK
93
baik secara simultan maupun parsial. Yang kedua menganalisis pengaruh
Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2)
dan DPK terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
baik secara simultan maupun parsial. Dari hasil perhitungan setelah
trimming dengan menggunakan AMOS 16, maka dapat digambarkan
diagram jalur setelah trimming sebagai berikut.
Gambar 4.11
Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming
INFLASI
.90
e1
-.31
.89
KURS
-.54
.28
-.15
DPK
.41
.27
e2
.89
1.31
PUAB
-.81
SBI
1.03
-.58
-1.10
M2
(Sumber : Output Amos 16)
Tabel 4.14
Hasil Korelasi antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 setelah Trimming
Korelasi Antar Variabel
Inflasi
<-->
M2
M2
< - ->
Kurs
M2
< - ->
SBI
Inflasi
< - ->
SBI
(Sumber : Data diolah)
Estimasi
-0.543
0.266
-0.578
0.890
Probabilitas
0.000
0.038
0.000
0.000
94
Korelasi antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2) kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD)
di Indonesia tidak berbeda dengan analisis korelasi sebelum trimming.
a. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK) Secara Simultan dan Parsial
Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur
pertama adalah sebagai berikut.
Gambar 4.12
Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming
INFLASI
-.31
.89
KURS
e1
.89
-.15
DPK
-.54
.27
SBI
.41
1.03
-.58
M2
(Sumber : Output Amos 16)
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk
ringkasan tabel sebagai berikut.
95
Tabel 4.15
Hasil Uji Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK
Pengaruh antar variable
Inflasi
- - > DPK
Kurs
- - > DPK
SBI
- - > DPK
M2
- - > DPK
(Sumber : Data diolah)
Estimasi
Probabilitas R Square
-0.308
-0.145
0.412
1.029
0.000
0.000
0.000
0.000
0.891
Besarnya pengaruh variabel Inflasi, Suku Bunga SBI dan
Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) secara
simultan adalah 89,1%, sedangkan sisanya sebesar 10,9% (100%89,1%) dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar model ini.
1) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya,
ada hubungan linier antara variabel Inflasi dengan Dana Pihak
Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Inflasi dengan Dana
Pihak
Ketiga (DPK) sebesar -0.308 atau -30,8%.
Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap
Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila Inflasi mengalami
kenaikan, maka jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mengalami
penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Patria Yunita (2007) bahwa inflasi
memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap dana pihak
ketiga. Ini berarti apabila terjadi peningkatan inflasi, maka Dana
96
Pihak Ketiga akan mengalami penurunan diakibatkan oleh
penarikan dana oleh nasabah untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya. Selain tingkat suku bunga, besarnya saving
masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi ekonomi negara.
Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Rossar Maries
(2008:65) yang menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari
inflasi adalah berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang
diakibatkan turunnya nilai riil uang. Dengan turunnya nilai riill
uang tersebut mengakibatkan pendapatan riil yang diperoleh
menjadi berkurang. Berkurangnya pendapatan yang diperoleh
mengakibatkan kemampuan nasabah untuk menabung atau untuk
menyimpan uangnya di bank menjadi turun, karena pendapatan
yang diperoleh habis digunakan untuk konsumsi.
2) Pengaruh Antara Variabel Nilai Tukar (Kurs) Terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Nilai Tukar (Kurs) dengan Dana
Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Nilai Tukar (Kurs)
dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.145 atau -14,5%.
Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh yang signifikan dan
negatif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila nilai
tukar mengalami kenaikan, maka jumlah DPK akan mengalami
97
penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Darna (2006:80) bahwa nilai tukar
(exchange rate) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
jumlah DPK. Menurutnya, depresiasi nilai tukar diikuti dengan
kenaikan tingat bunga yang akan berpengaruh langsung terhadap
menurunnya kegiatan ekonomi di sektor riil yang merupakan
sektor utama bagi penyaluran dana perbankan syariah. Selain itu,
kenaikan suku bunga dapat mendorong para nasabah kelompok
rasional pada perbankan syariah untuk menarik dana simpanannya
untuk dipindahkan ke bank konvesional. Alasannya adalah dengan
tingkat bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi
secara tajam, tingkat bagi hasil perbankan syariah tidak mungkin
dapat bersaing dengan tingkat bunga bank konvensional. Sehingga
saat rupiah terdepresiasi akan berpengaruh secara langsung pada
peningkatan jumlah DPK bank konvensional. Hasil tersebut juga
sejalan dengan penelitian Pariyo (2004) apabila Rupiah mengalami
depresiasi (penurunan nilai mata uang dalam negeri/Rupiah
terhadap mata uang luar negeri/USD), maka DPK mengalami
kenaikan, sebaliknya jika Rupiah mengalami Apresiasi maka DPK
akan mengalami penurunan.
98
3) Pengaruh Antara Suku Bunga SBI Terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel suku bunga SBI dengan Dana
Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh suku bunga SBI dengan
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0.412 atau 41,2%.
Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan positif
terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila suku bunga
SBI mengalami kenaikan, maka jumlah DPK juga akan mengalami
kenaikan. Teorinya, tingkat suku bunga SBI mempengaruhi
perbankan konvensional dalam
menentukan tingkat bunga
simpanan dan kredit. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka
tingkat suku simpanan dan kredit yang ditawarkan oleh bank juga
akan semakin tinggi. Pada umumnya, nasabah bank di Indonesia
sangat tertarik terhadap suku bunga simpanan yang ditawarkan
oleh bank. Saat suku bunga simpanan tinggi, para nasabah lebih
memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu,
jumlah DPK bank juga mengalami peningkatan. Teori ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamid Ponco
(2006) dalam Ilman Rahdiyat (2009:92) bahwa dari sisi konsumen
(deposan) meningkatnya suku bunga akan menyebabkan dana
pihak ketiga (DPK) perbankan meningkat.
99
4) Pengaruh Antara Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak
Ketiga (DPK).
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar
(M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar atau 1,029 atau
102,9%.
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan
dan positif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila
Jumlah Uang Beredar (M2) mengalami kenaikan, maka jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) juga akan mengalami kenaikan, begitu
juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rossar Maries (2008:78) bahwa jumlah M2 memiliki
pengaruh yang signifikan dan positif terhadap DPK. Ini berarti
apabila jumlah M2 mengalami peningkatan menyebabkan jumlah
DPK yang dihimpun juga mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan karena dengan peningkatan jumlah M2, memberikan
tambahan dana segar bagi perbankan nasional secara umum.
Peningkatan jumlah M2 juga menandakan kenaikan minat dan
kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi
pada deposito berjangka. Maka jumlah DPK meningkat seiring
100
dengan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau
melakukann investasi pada deposito berjangka di bank.
b. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga
SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Secara Simultan dan Parsial
Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur kedua
adalah sebagai berikut.
Gambar 4.13
Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming
INFLASI
e2
.90
.28
.89
DPK
1.31
PUAB
-.54
SBI
-.58
-.81
-1.10
M2
(Sumber : Output Amos 16)
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk
ringkasan tabel sebagai berikut.
101
Tabel 4.16
Hasil Uji Pengaruh Inflasi, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume
Transaksi PUAB
Pengaruh antar variable
Inflasi
- - > PUAB
SBI
- - > PUAB
M2
- - > PUAB
DPK
- - > PUAB
(Sumber : Data diolah)
Estimasi
0.901
-0.809
-1.095
1.310
Probabilitas R Square
0.000
0.002
0.279
0.000
0.000
Besarnya pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku
Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
secara simultan adalah 27,9%, sedangkan sisanya sebesar 72,1%
(100%-27,9%) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model ini.
Besarnya pengaruh Inflasi terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar
0,901 atau 90,1%, pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Volume
Transaksi PUAB sebesar -0,809 atau -80,9%, pengaruh Jumlah Uang
Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar -1,095 atau
-109,5%, dan pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume
Transaksi PUAB sebesar 1,310 atau 131%.
1) Pengaruh Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Inflasi terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Inflasi
102
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebesar 0,891 atau 89,1%.
Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya,
apabila Inflasi mengalami kenaikan, maka volume transaksi PUAB
juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tony Hidayat
(2007:112) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif
antara inflasi dan PUAS. Dampak dari kenaikan inflasi salah
satunya
adalah
menurunkan
pendapatan
riil
masyarakat.
Menurunnya pendapatan riil masyarakat menyebabkan Non
Performing Financing (NPF) bank meningkat. Sehingga, dalam hal
ini perilaku perbankan cenderung risk averse dengan menaruh
kelebihan likuiditasnya di pasar uang antar bank, dari pada
menyalurkannnya ke kredit saat tingkat inflasi meningkat. Di sisi
lain, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan
menaikan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan
tingkat suku bunga kredit. Saat tingkat suku bunga kredit naik,
akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit
kepada bank. Sehingga bank akan cenderung menaruh kelebihan
likuditasnya di pasar uang antar bank dari pada menyalurkannya
dalam bentuk kredit kepada masyarakat saat tingkat inflasi tinggi.
103
2) Pengaruh Antara Variabel Suku Bunga SBI Terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0.004 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Suku Bunga SBI terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh
Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) sebesar -0,782 atau -78,2%.
Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap volume transaksi PUAB. Artinya, apabila suku bunga SBI
meningkat maka volume transaksi PUAB akan menurun. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulmi (2002:62)
bahwa suku bunga SBI memiliki pengaruh signifikan dan negatif
terhadap volume transaksi PUAB. Transaksi keuangan yang terjadi
di pasar uang antar bank (PUAB) lebih banyak digunakan untuk
memanfaatkan kelebihan atau menutupi kekurangan likuiditas.
Alternative penanam dalam PUAB merupakan suatu hal yang perlu
dipertimbangkan, karena selain untuk tujuan likuiditas, juga harus
mempertimbangkan tingkat resiko dan tingkat income yang akan
diperoleh dari transaksi tersebut. Apabila suku bunga PUAB lebih
tinggi dari suku bunga SBI, maka bank-bank lebih cenderung
untuk menempatkan dananya di PUAB. Sebaliknya, apabila suku
bunga SBI lebih tinggi dari suku bunga PUAB, bank-bank lebih
104
cenderung menempatkan dananya di SBI. Hasil tersebut juga
sejalan dengan penelitian Zainuddin H. Nasution (2002:80) bahwa
suku bunga akan naik sebagai respon dari melemahnya nilai tukar
rupiah. Kecenderungan suku bunga tercermin dari naiknya suku
bunga SBI. Meningkatnya suku bunga SBI, berdampak pada
naiknya suku bunga jangka pendek seperti PUAB. Saat suku bunga
PUAB mengalami kenaikan, maka pihak bank yang kelebihan dana
(kredior) akan menempatkan dananya di pasar uang antar bank,
guna memperoleh pendapatan daripada membiarkan dananya
menganggur (idle fund).
3) Pengaruh Antara Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,004 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Jumlah Uang Beredar (M2)
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -1,028 atau
-102,8%.
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan
dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar
(M2), maka Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
105
akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Menurut teori
Sadono Sukirno (2005:233) salah satu kebijakan moneter yang
dilakukan pemerintah dalam mengatur jumlah uang yang beredar
adalah dengan operasi pasar terbuka, yaitu Bank Sentral membuat
perubahan-perubahan ke atas jumlah uang yang beredar dengan
cara melakukan jual beli surat-surat berharga. Pada waktu
perekonomian sedang mengalami resesi, untuk mendorong
kegiatan ekonomi, maka uang beredar perlu ditambah. Bank
Sentral dapat menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli
surat-surat berharga. Uang beredar akan bertambah karena apabila
Bank Sentral melakukan pembayaran atas pembeliannya itu, maka
cadangan pada bank-bank akan bertambah tinggi. Dengan adanya
kelebihan cadangan tersebut mereka dapat memberi pinjaman lebih
banyak kepada nasabah.
4) Pengaruh Antara Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan
Volume Transaksi PUAB. Besarnya pengaruh Dana Pihak Ketiga
(DPK) dengan Volume Transaksi PUAB sebesar 1,262 atau
126,2%.
106
Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan
dan positif terhadap Volume Transaksi PUAB. Artinya, apabila
terjadi kenaikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), maka volume
transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai
dengan teori Selamet Riyadi (2006:26) bahwa semua sumber dana
yang diperoleh dari Simpanan Giro, Tabungan dan Deposito akan
dikumpulkan kemudian dialokasikan berurutan sesuai dengan
kebutuhannya. Mula-mula dari Primary Reserve, Secondary
Reserve kemudian penempatan pada Inter Bank Money Market
(Pasar Uang Antar Bank). Menurut Dahlan Siamat (2005:441)
salah satu fungsi adanya pasar uang antar bank adalah untuk
menjembatani
adanya
kesenjangan antara
penerimaan
dan
pengeluaran dana. Secara teori, kenaikan inflasi akan direspon
oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI, hal ini
juga menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan baik suku
bunga DPK maupun kredit. Kenaikan suku bunga DPK
mengakibatkan naiknya DPK sehingga menyebabkan likuiditas
perbankan meningkat. Bank akan menaruh likuiditasnya di pasar
uang antar bank saat terdapat kelebihan likuiditas guna
memperoleh pendapatan lebih daripada membiarkan dananya
menganggur (idle fund).
107
c. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Setelah Trimming
Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesuai atau belum,
maka dilakukan uji kesesuaian model (Goodness of Fit) sebagai
berikut:
Tabel 4.17
Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming
Laporan
Statistik
Nilai yang
Direkomendasikan
(Imam Ghozali, 2008)
Hasil
Keterangan
0.154(0.694)
1
Model cocok
0.154
Good fit
0.000
Good fit
0.999
Good fit
≥ 0.9
≥ 0.9
≥ 0.9
0.983
1.044
0.999
Good fit
Good fit
Good fit
PNFI
0-1.0
0.067
PGFI
0-1.0
0.048
Absolut Fit
χ 2 (prob.)
Df
Tidak signifikan (p > 0.05)
χ 2 /df
RMSEA
GFI
Incremental Fit
AGFI
TLI
NFI
Parsimonious Fit
≤5
<2
< 0.1
< 0.05
< 0.01
0.05 ≤ x ≤ 0.08
> 0.9
Lebih besar
lebih baik
Lebih besar
lebih baik
(Sumber : Data diolah)
Dilihat dari nilai chi-square sebesar 0.154 dengan probabilitas
0,694 yang jauh diatas 0,05 dapat disimpulkan bahwa data empiris
sesuai dengan model. Begitu juga apabila dilihat dari kriteria fit
lainnya seperti CMIN/DF ( χ 2 /df) sebesar 0,154 yang dapat
disimpulkan bahwa model sangat baik karena berada dibawah 2.
108
Begitu juga apabila dilihat dari krteria fit lainnya seperti GFI, TLI,
NFI, AGFI yang berada di atas 0,90 yang dapat disimpulkan bahwa
model sangat baik. Nilai PNFI dan PGFI masih relatif kecil yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan model yang signifikan.
Menurut Imam Ghozali (2008:71) apabila salah satu kriteria tidak fit
maka dapat melihat kriteria fit yang lainnya.
d. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Beberapa pengaruh langsung dan tidak langsung (melalui Dana
Pihak Ketiga (DPK) ; Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) serta melaui Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB)) dan pengaruh total dari Inflasi, Nilai
Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana
Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) dapat dilihat pada tabel dan uraian sebagai berikut:
i. Pengaruh antara variabel Inflasi terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Inflasi memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap DPK
sebesar -0,308.
ii. Pengaruh antara Inflasi terhadap Volume Transaksi Pasar Uang
Antar Bank (PUAB).
Inflasi memiliki pengaruh langsung pada Volume Transaksi PUAB
sebesar 0,901. Pengaruh tidak langsung Inflasi terhadap Volume
Transaksi PUAB melalui DPK sebesar -0,403 ( -0,308 x 1,310 ).
109
Pengaruh Total Inflasi terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar
0,498 ( 0,901 + (-0,403)).
iii. Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK)
Kurs memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap DPK
sebesar -0,145.
iv. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK)
Suku Bunga SBI memiliki pengaruh langsung/pengaruh total pada
DPK sebesar 0,412.
v. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang
Antar Bank (PUAB)
Suku Bunga SBI memiliki pengaruh langsung terhadap Volume
Transaksi PUAB sebesar -0,809. Pengaruh tidak langsung Suku
Bunga SBI terhadap Volume Transaksi PUAB melalui DPK
sebesar 0,54 ( 0,412 x 1,310 ). Pengaruh Total Suku Bunga SBI
terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebesar -0,269 ( -0.809 + 0,54).
vi. Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK)
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh langsung/pengaruh
total terhadap DPK sebesar 1,029.
vii. Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
110
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh langsung terhadap
Volume Transaksi PUAB sebesar -1,095. Pengaruh tidak langsung
Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi PUAB
melalui DPK sebesar 1,348 ( 1,029 x 1,310 ). Pengaruh Total
Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 0,253 ( -1,095 + 1,348).
viii. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
DPK memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap Volume
Transaksi PUAB sebesar 1,310.
Tabel 4.18
Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan
Tidak Langsung, dan Pengaruh Total tentang Inflasi (X1), Kurs (X2), SBI
(X3), M2 (X4), dan DPK (Y) terhadap PUAB (Z)
-0.308
Pengaruh Kausal
Tidak Langsung
Melalui Y
-
-0.308
X1 → Z
0.901
-0.403
0.498
X2 → Y
X3 → Y
-0.145
0.412
-
-0.145
0.412
X3 → Z
X4 → Y
X4 → Z
-0.809
1.029
0.54
-
-0.269
1.029
-1.095
Y→Z
1.310
(Sumber : Data diolah)
1.348
-
0.253
1.310
Pengaruh
variabel
Langsung
X1 → Y
Total
111
3. Interpretasi Hasil
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun persamaan path analysis
setelah trimming sebagai berikut :
1. Persamaan Sub Struktur I
DPK = -0,308 Inflasi – 0,145 Kurs + 0,412 SBI + 1,029 M2 + 0,109 ε 1 ;
R square = 0,891
Hasil pengujian setalah trimming secara simultan, diketahui variabel
Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh
signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD).
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi memiliki
pengaruh signifikan dan negatif terhadap DPK pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD). Artinya, apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi, maka
jumlah DPK akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Patria Yunita (2007) bahwa
inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap dana pihak
ketiga. Ini berarti apabila terjadi peningkatan inflasi, maka Dana Pihak
Ketiga akan mengalami penurunan diakibatkan oleh penarikan dana oleh
nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap
jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah
(BPD). Hasil ini sesuai dengan penelitian Darna (2006:80) bahwa nilai
tukar (exchange rate) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap jumlah
112
DPK. Menurutnya, depresiasi nilai tukar diikuti dengan kenaikan tingat
bunga yang akan berpengaruh langsung terhadap menurunnya kegiatan
ekonomi di sektor riil yang merupakan sektor utama bagi penyaluran dana
perbankan syariah. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat mendorong para
nasabah kelompok rasional pada perbankan syariah untuk menarik dana
simpanannya untuk dipindahkan ke bank konvesional. Alasannya adalah
dengan tingkat bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi
secara tajam, tingkat bagi hasil perbankan syariah tidak mungkin dapat
bersaing dengan tingkat bunga bank konvensional. Sehingga saat rupiah
terdepresiasi akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan jumlah
DPK bank konvensional.
Suku Bunga SBI memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap
jumlah DPK Bank Pembangunan Daerah (BPD). Artinya, apabila Suku
Bunga SBI mengalami kenaikan, maka jumlah DPK juga akan mengalami
kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hamid Ponco (2006) dalam Ilman Rahdiyat (2009:92)
bahwa suku bunga SBI berpengaruh signifikan dan positif terhadap jumlah
DPK. Tingkat suku bunga SBI mempengaruhi perbankan konvensional
dalam menentukan tingkat bunga simpanan dan kredit. Semakin tinggi
tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku simpanan dan kredit yang
ditawarkan oleh bank juga akan semakin tinggi. Pada umumnya, nasabah
bank di Indonesia sangat tertarik terhadap suku bunga simpanan yang
ditawarkan oleh bank. Saat suku bunga simpanan tinggi, para nasabah
113
lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu, jumlah
DPK bank juga mengalami peningkatan.
Jumlah Uang Beredar (M2) miliki pengaruh signifikan dan positif
terhadap jumlah DPK. Artinya, apabila terjadi kenaikan jumlah M2, maka
jumlah DPK juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rossar Maries (2008:78)
bahwa jumlah M2 memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap
DPK. Ini berarti apabila jumlah M2 mengalami peningkatan menyebabkan
jumlah DPK yang dihimpun juga mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan karena dengan peningkatan jumlah M2, memberikan tambahan
dana segar bagi perbankan nasional secara umum. Peningkatan jumlah M2
juga menandakan kenaikan minat dan kepercayaan masyarakat untuk
menabung atau melakukan investasi pada deposito berjangka. Maka
jumlah DPK meningkat seiring dengan minat dan kepercayaan masyarakat
untuk menabung atau melakukann investasi pada deposito berjangka di
bank.
2. Persamaan Sub Struktur II
PUAB = 0,901 Inflasi – 0,809 SBI – 1,095 M2 + 1,310 DPK + 0,721 ε 2 ;
R square = 0,279
Hasil pengujian setalah trimming secara simultan, diketahui variabel
Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2)
dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
114
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi memiliki
pengaruh signifikan dan positif pada Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi, maka
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) juga akan mengalami
kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tony Hidayat (2007:112) bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dan positif antara inflasi dan PUAS. Dampak dari kenaikan
inflasi salah satunya adalah menurunkan pendapatan riil masyarakat.
Menurunnya pendapatan riil masyarakat menyebabkan Non Performing
Financing (NPF) bank meningkat. Sehingga, dalam hal ini perilaku
perbankan cenderung risk averse dengan menaruh kelebihan likuiditasnya
di pasar uang antar bank, dari pada menyalurkannnya ke kredit saat tingkat
inflasi meningkat. Di sisi lain, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank
Indonesia dengan menaikan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan
kenaikan tingkat suku bunga kredit. Saat tingkat suku bunga kredit naik,
akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit kepada bank.
Sehingga bank akan cenderung menaruh kelebihan likuditasnya di pasar
uang antar bank dari pada menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada
masyarakat saat tingkat inflasi tinggi.
Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap volume transaksi PUAB. Artinya, apabila suku bunga SBI
meningkat maka volume transaksi PUAB akan menurun. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulmi (2002:62) bahwa suku bunga
115
SBI memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap volume transaksi
PUAB. Transaksi keuangan yang terjadi di pasar uang antar bank (PUAB)
lebih banyak digunakan untuk memanfaatkan kelebihan atau menutupi
kekurangan likuiditas. Alternative penanam dalam PUAB merupakan
suatu hal yang perlu dipertimbangkan, karena selain untuk tujuan
likuiditas, juga harus mempertimbangkan tingkat resiko dan tingkat
income yang akan diperoleh dari transaksi tersebut. Apabila suku bunga
PUAB lebih tinggi dari suku bunga SBI, maka bank-bank lebih cenderung
untuk menempatkan dananya di PUAB. Sebaliknya, apabila suku bunga
SBI lebih tinggi dari suku bunga PUAB, bank-bank lebih cenderung
menempatkan dananya di SBI.
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan
negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Artinya, apabila terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar (M2), maka
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) akan mengalami
penurunan, begitu juga sebaliknya. Menurut teori Sadono Sukirno
(2005:233) salah satu kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah
dalam mengatur jumlah uang yang beredar adalah dengan operasi pasar
terbuka, yaitu Bank Sentral membuat perubahan-perubahan ke atas jumlah
uang yang beredar dengan cara melakukan jual beli surat-surat berharga.
Pada waktu perekonomian sedang mengalami resesi, untuk mendorong
kegiatan ekonomi, maka uang beredar perlu ditambah. Bank Sentral dapat
menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli surat-surat berharga.
116
Uang beredar akan bertambah karena apabila Bank Sentral melakukan
pembayaran atas pembeliannya itu, maka cadangan pada bank-bank akan
bertambah tinggi. Dengan adanya kelebihan cadangan tersebut mereka
dapat memberi pinjaman lebih banyak kepada nasabah.
Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap Volume Transaksi PUAB. Artinya, apabila terjadi
kenaikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), maka volume transaksi
PUAB juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai dengan teori
Dahlan Siamat (2005:441) bahwa salah satu fungsi adanya pasar uang
antar bank adalah untuk menjembatani adanya kesenjangan antara
penerimaan dan pengeluaran dana. Secara teori, kenaikan inflasi akan
direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI, hal ini
juga menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan baik suku bunga DPK
maupun kredit. Kenaikan suku bunga DPK mengakibatkan naiknya DPK
sehingga menyebabkan likuiditas perbankan meningkat. Bank akan
menaruh likuiditasnya di pasar uang antar bank saat terdapat kelebihan
likuiditas guna memperoleh pendapatan lebih daripada membiarkan
dananya menganggur (idle fund).
117
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengujian path analysis pada substruktur I ditemukan bahwa
variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang
Beredar (M2) memiliki pengaruh secara simultan terhadap jumlah Dana
Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar
0,891 atau 89,1%. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi
dan Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap
jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah
(BPD), sedangkan variabel Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar
(M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap jumlah Dana
Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD).
2. Hasil pengujian path analysis pada substruktur II Inflasi, Suku Bunga SBI,
Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki
pengaruh secara simultan pada Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) sebesar 0,279 atau 27,9%. Hasil pengujian secara parsial
menunjukkan bahwa Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2)
memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif pada Volume Transaksi
Pasar Uang Antar Bank (PUAB), sedangkan Inflasi dan Dana Pihak
118
Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif pada Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
3. Dari hasil pengujian substruktur I dan II, diketahui bahwa pengaruh
langsung dan tidak langsung yaitu variabel Inflasi memiliki pengaruh
langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebesar 0,901. Sedangkan pengaruh tidak langsung Inflasi terhadap
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) melalui Dana Pihak
Ketiga (DPK) sebesar -0.403. Variabel Suku Bunga SBI memiliki
pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) sebesar -0,809. Sedangkan pengaruh tidak langsung Suku Bunga
SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) melalui
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0,54. Variabel Jumlah Uang Beredar
(M2) memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang
Antar Bank (PUAB) sebesar -1,095. Sedangkan pengaruh tidak langsung
Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) melalui Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 1,348. Variabel
Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh langsung terhadap Volume
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 1,310.
119
B. Implikasi
Berkaitan dengan implikasi pada penelitian ini, peneliti menganalisis
empat variabel eksogen yaitu Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI
dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap varaibel endogen yaitu Dana Pihak
Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) di
kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) mulai bulan Januari tahun 2005
hingga bulan Juni tahun 2010. Agar dapat memperoleh gambaran yang lebih
mendalam serta komprehensif maka penulis menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Menggunakan data yang lebih akurat dengan jumlah data yang lebih
banyak dan dengan rentang waktu yang lebih panjang. Penggunaan data
yang lebih akurat dan dengan rentang waktu yang lebih panjang
memungkinkan hasil penelitian lebih baik.
2. Menambah variabel eksogen dan endogen yang lebih banyak, baik dari
variabel moneter maupun variabel internal perbankan seperti Produk
Domestik Bruto (PDB), permodalan, Suku Bunga Simpanan atau Kredit,
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to
Deposit Ratio (LDR) untuk memperkaya perspektif analisis.
3. Menggunakan metode dan alat uji yang lebih lengkap dan akurat sehingga
diperoleh kesimpulan yang lebih valid.
120
Daftar Pustaka
Adiwarman Karim, “Bank Islam: Analisis Fikih dan Keuangan”, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 2004.
Banjarnahor, Nova Riana. “Mekanisme Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran
Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi Indonesia:
1990.1-2007.4”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 2008.
Bank Indonesia. “Analisis ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter,
Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II – 2010”. Bank Indonesia.
2010.
Bank Indonesia. “Kajian Stabilitas Keuangan. No. 14, Maret 2010”. Jakarta :
Bank Indonesia, 2010.
Boediono, “Ekonomi Moneter” Edisi ke Tiga, BFE, Yogyakarta, 2001.
Brue, Mc Connell. “Microeconomics, 16th Edition”. Mc Graw Hill-Irwin. New
York: America. 2005.
Case, Fair & Oster. “Principle of Macroeconomics, 9th Edition”. Pearson
Education Inc. New Jersey. 2009.
Colander, C. David. “Macro Economics”. The McGraw Hill Company. New
York, 2004.
Dornbusch, Fischer & Richard. “Macro Economics, 10th Edition”. Mc Graw Hill.
New York: America. 2008.
Ghozali, Imam. “Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan
Program Amos 16.0”, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2008.
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta,
2007.
Ismath, Obiyatullah Bacha. “The Islamic Interbank Money Market And A Dual
Banking Sistem : The Malaysian Experience”. Munich Personal Repec
Archive, 2008.
Judisseno, Risky. “Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia”, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Kasmir. “Manajemen Perbankan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Khalwaty, T. “Inflasi Dan Solusinya”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.2001.
121
Mankiw, Gregory. “Principles of Economics (Pengantar Ekonomi Mikro)”, Edisi
3, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Marcus, Bodie Kane. “Essential of Investment”. The McGraw Hill Companies.
2004.
Marries, Rossar. “Dampak Fluktuasi Variabel Makro Terhadap Dana Pihak
Ketiga Yang Dihimpun Dan Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah
Di Indonesia”. Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana Timur Tengah dan
Islam Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008.
Miskhin, Fredric S. “The Economics of Money, Banking, and Financial Markets”,
8th Edition. 2008.
Nasution, H, Zainuddin. “Analisis Korelasi Suku Bunga Sertifikat Indonesia Dan
Suku Bunga Intervensi Terhadap Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank”.
Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Kekhususan
Administrasi Dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia. 2002.
Pariyo. “Variabel Makro Ekonomi yang mempengaruhi Penghimpunan Dana
Pihak Ketiga”, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
Ponco, Hamid. “Pengaruh Variabel Ekonomi Makro (PDB, Suku Bunga, Kurs)
Terhadap Kinerja Perbankan Syariah”. Tesis, Pasca Sarjana FEUI,
Jakarta. 2006.
Pramudyarto. “Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Fungsi
Intermediasi Perbankan”. Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana
Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia, 2004.
Ratnawati, Nirdukita dan Rizki Rulli. “Analisis Pengaruh Variabel Indikator
Ekonomi Makro Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pasar
Barang dan Pasar Uang Periode 1990.I-2005.4”. 2007.
Republik Indonesia. “Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan”, Jakarta, 1998.
Riyadi, Slamet. “Banking Asset And Liability Management”. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2006.
Samuelson & Nordhaus. “Economics, 8th Edition”. Mc Graw Hill-Irwin. New
York: America. 2005.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Edisi Kelima, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.
122
Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta, 2004.
Warjiyo, Perry. “Stabilitas Sistem Perbankan dan Kebijakan Moneter”, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta, 2004.
Yunita, Patria. “Pengaruh Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi, dan Kurs US Dollar
Terhadap Kinerja Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan
Syariah”.Tesis. Pasca Sarjana FEUI, Jakarta. 2007.
Zulmi. “Efektivitas Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Dalam
Mempengaruhi Suku Bunga Pasar”. Tesis (Magister) Program Pasca
Sarjana Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. 2002.
www.bi.go.id
www.bps.go.id
123
LAMPIRAN
Data Variabel
a. Data Inflasi
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
0.0061
0.006
0.0073
0.0068
0.0062
0.0062
0.0065
0.0069
0.0076
0.0149
0.0153
0.0143
2006
0.0142
0.0149
0.0131
0.0128
0.013
0.0129
0.0126
0.0124
0.0121
0.0052
0.0044
0.0055
INFLASI
2007
2008
0.0052
0.0061
0.0053
0.0062
0.0054
0.0068
0.0058
0.0075
0.005
0.0087
0.0048
0.0092
0.0051
0.0099
0.0054
0.0099
0.0058
0.0101
0.0057
0.0098
0.0056
0.0097
0.0055
0.0092
2009
0.0076
0.0072
0.0066
0.0061
0.005
0.003
0.0023
0.0023
0.0024
0.0021
0.002
0.0023
2010
0.0031
0.0032
0.0029
0.0033
0.0035
0.0042
-
(Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id)
b. Nilai Tukar (Kurs)
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
9165
9260
9480
9570
9495
9713
9819
10240
10310
10090
10035
9830
2006
9395
9230
9075
8775
9220
9300
9070
9100
9235
9110
9165
9020
Nilai Tukar Rp/$
2007
2008
9090
9291
9160
9051
9118
9217
9083
9234
8828
9318
9054
9225
9186
9118
9410
9153
9137
9378
9103
10995
9376
12151
9419
10950
2009
11355
11980
11575
10713
10340
10225
9920
10060
9681
9545
9480
9400
2010
9365
9335
9115
9012
9180
9083
-
(Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id)
124
c. Suku Bunga SBI
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
0.0062
0.0062
0.0062
0.0064
0.0066
0.0069
0.0071
0.008
0.0083
0.0092
0.0102
0.0106
2006
0.0106
0.0106
0.0106
0.0106
0.0104
0.0104
0.0102
0.0098
0.0094
0.009
0.0085
0.0081
Suku Bunga SBI
2007
2008
0.0079
0.0067
0.0077
0.0066
0.0075
0.0066
0.0075
0.0067
0.0073
0.0069
0.0071
0.0073
0.0069
0.0077
0.0069
0.0077
0.0069
0.0081
0.0069
0.0092
0.0069
0.0094
0.0067
0.009
2009
0.0079
0.0073
0.0068
0.0063
0.006
0.0058
0.0056
0.0055
0.0054
0.0054
0.0054
0.0054
2010
0.0054
0.0053
0.0052
0.0052
0.0053
0.0052
-
(Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id)
d. Jumlah Uang Beredar (M2)
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
1,017,491
1,014,377
1,022,703
1,046,655
1,049,516
1,076,526
1,092,206
1,119,102
1,154,052
1,168,841
1,169,085
1,202,763
Jumlah Uang Beredar (dalam Milyaran Rupiah)
2006
2007
2008
2009
2010
1,194,939 1,367,957 1,596,565 1,874,145 2,073,860
1,197,771 1,369,244 1,603,750 1,900,208 2,066,481
1,198,748 1,379,237 1,594,390 1,916,752 2,111,350
1,197,122 1,385,715 1,611,691 1,912,623 2,115,125
1,241,866 1,396,069 1,641,733 1,927,070 2,142,339
1,257,785 1,454,578 1,703,381 1,977,532 2,230,237
1,252,815 1,474,769 1,686,050 1,960,950
1,274,084 1,493,051 1,682,811 1,995,294
1,294,745 1,516,884 1,778,139 2,018,294
1,329,426 1,533,845 1,812,490 2,021,517
1,341,940 1,559,569 1,851,023 2,062,206
1,382,493 1,649,663 1,895,839 2,141,384
-
(Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id)
125
e. Dana Pihak Ketiga (DPK)
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
2005
60,338
61,774
63,904
62,461
63,145
69,672
73,653
78,208
77,658
73,336
77,554
85,283
DPK (dalam Milyaran Rupiah)
2006
2007
2008
2009
87,338 124,011 127,864 151,045
92,143 129,630 135,187 155,017
96,396 134,873 141,028 166,111
100,825 137,451 140,927 172,660
115,291 138,051 148,815 171,724
117,107 140,308 144,359 171,573
114,775 145,782 147,245 169,456
125,450 152,525 146,383 173,696
125,549 153,631 159,201 173,873
127,647 150,537 166,004 175,135
127,796 151,479 162,210 168,015
129,141 134,287 143,262 152,251
2010
160,376
164,539
181,181
184,041
183,098
198,673
-
(Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, www.bi.go.id)
f. Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
BULAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOV
DES
Volume Transaksi PUAB (dalam Milyaran Rupiah)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
120685 151683 243302 342519 301488 101299
113979 158793 233463 150616 161603 124915
122723 185813 304700 596200 323086 335669
122490 145153 233776 360650 205518 257000
119705 185141 252704 359267 178027
24551
142040 158535 243641 313608
80427
160901
130043 173439 264821 562135 148067
124818 174509 251285 565389
66088
118103 186483 260787 333200
61365
170506 167942 199923 251245 149915
94531
179248 240313 152048
47000
140032 214313 206030 162640 135361
-
(Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id)
126
Hasil ANALISIS AMOS 16 Sebelum Trimming
INFLASI
.06
.89
-.05
KURS
.05
-.54
e1
.89
-.31
DPK
.41
SBI
.27
-.15
1.03
e2
.28
.89
1.26
PUAB
-.78
-1.03
-.58
M2
Notes for Model (Default model)
Computation of degrees of freedom (Default model)
Number of distinct sample moments:
Number of distinct parameters to be estimated:
Degrees of freedom (21 - 21):
21
21
0
Result (Default model)
Minimum was achieved
Chi-square = .000
Degrees of freedom = 0
Probability level cannot be computed
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
DPK
DPK
DPK
DPK
PUAB
PUAB
PUAB
PUAB
PUAB
<--<--<--<--<--<--<--<--<---
Estimate
S.E.
INFLASI -3100781.444
909100.171
KURS
-7.273
2.202
SBI
9097655.513 2053243.660
M2
.106
.006
INFLASI 27475831.504 7762999.050
M2
-.322
.112
DPK
3.861
.975
KURS
-7.359
18.718
SBI
-52740622.989 18425410.618
C.R.
-3.411
-3.302
4.431
19.048
3.539
-2.884
3.958
-.393
-2.862
P
***
***
***
***
***
.004
***
.694
.004
Label
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
127
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
DPK
DPK
DPK
DPK
PUAB
PUAB
PUAB
PUAB
PUAB
<--<--<--<--<--<--<--<--<---
INFLASI
KURS
SBI
M2
INFLASI
M2
DPK
KURS
SBI
Estimate
-.308
-.145
.412
1.029
.891
-1.028
1.262
-.048
-.782
Covariances: (Group number 1 - Default model)
INFLASI
M2
M2
KURS
INFLASI
INFLASI
<-->
<-->
<-->
<-->
<-->
<-->
Estimate
S.E. C.R.
P Label
M2
-701.360
182.295 -3.847 *** par_1
KURS 69203133.501 33389652.734 2.073 .038 par_2
SBI
-341.391
84.563 -4.037 *** par_3
SBI
.059
.150 .396 .692 par_4
KURS
.152
.329 .461 .644 par_5
SBI
.000
.000 5.360 *** par_6
Correlations: (Group number 1 - Default model)
INFLASI
M2
M2
KURS
INFLASI
INFLASI
<-->
<-->
<-->
<-->
<-->
<-->
M2
KURS
SBI
SBI
KURS
SBI
Estimate
-.543
.266
-.578
.049
.057
.890
Variances: (Group number 1 - Default model)
INFLASI
M2
KURS
SBI
e1
e2
Estimate
S.E. C.R. P Label
.000
.000 5.701 *** par_16
126937731635.032 22266351096.630 5.701 *** par_17
533154.363
93521.462 5.701 *** par_18
.000
.000 5.701 *** par_19
145246623.078
25477943.110 5.701 *** par_20
8983282257.860 1575771948.791 5.701 *** par_21
128
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
Estimate
.891
.281
Total Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
9097655.513
-17615858.683
KURS
-7.273
-35.440
M2
.106
.085
INFLASI
-3100781.444
15504151.852
DPK
.000
3.861
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.412
-.261
KURS
-.145
-.232
M2
1.029
.271
INFLASI
-.308
.503
DPK
.000
1.262
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
9097655.513
-52740622.989
KURS
-7.273
-7.359
M2
.106
-.322
INFLASI
-3100781.444
27475831.504
DPK
.000
3.861
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.412
-.782
KURS
-.145
-.048
M2
1.029
-1.028
INFLASI
-.308
.891
DPK
.000
1.262
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.000
35124764.306
KURS
.000
-28.081
M2
.000
.407
INFLASI
.000
-11971679.653
DPK
.000
.000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.000
.521
KURS
.000
-.183
M2
.000
1.299
INFLASI
.000
-.388
DPK
.000
.000
129
Model Fit Summary
CMIN
Model
Default model
Saturated model
Independence model
NPAR
21
21
6
CMIN
.000
.000
304.140
DF
0
0
15
P
CMIN/DF
.000
20.276
RMR, GFI
Model
Default model
Saturated model
Independence model
RMR
.028
.000
2726114539.922
GFI
1.000
1.000
.507
AGFI
PGFI
.309
.362
Baseline Comparisons
Model
Default model
Saturated model
Independence model
NFI
Delta1
1.000
1.000
.000
RFI
rho1
.000
IFI
Delta2
1.000
1.000
.000
TLI
rho2
.000
CFI
1.000
1.000
.000
Parsimony-Adjusted Measures
Model
Default model
Saturated model
Independence model
PRATIO
.000
.000
1.000
PNFI
.000
.000
.000
PCFI
.000
.000
.000
NCP
.000
.000
289.140
LO 90
.000
.000
236.147
NCP
Model
Default model
Saturated model
Independence model
HI 90
.000
.000
349.565
FMIN
Model
Default model
Saturated model
Independence model
FMIN
.000
.000
4.679
F0
.000
.000
4.448
LO 90
.000
.000
3.633
HI 90
.000
.000
5.378
130
RMSEA
Model
Independence model
RMSEA
.545
LO 90
.492
HI 90
.599
AIC
42.000
42.000
316.140
BCC
47.069
47.069
317.589
PCLOSE
.000
AIC
Model
Default model
Saturated model
Independence model
BIC
87.983
87.983
329.278
CAIC
108.983
108.983
335.278
ECVI
Model
Default model
Saturated model
Independence model
ECVI
.646
.646
4.864
LO 90
.646
.646
4.048
HI 90
.646
.646
5.793
MECVI
.724
.724
4.886
HOELTER
Model
Default model
Independence model
HOELTER
.05
HOELTER
.01
6
7
131
Hasil ANALISIS AMOS 16 Setelah Trimming
INFLASI
.06
.89
KURS
.05
-.54
e1
.90
-.31
.27
1.03
.28
.89
-.15
DPK
.41
SBI
e2
1.31
PUAB
-.81
-1.10
-.58
M2
Notes for Model (Default model)
Computation of degrees of freedom (Default model)
Number of distinct sample moments:
Number of distinct parameters to be estimated:
Degrees of freedom (21 - 20):
21
20
1
Result (Default model)
Minimum was achieved
Chi-square = .154
Degrees of freedom = 1
Probability level = .694
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
S.E.
DPK <--- INFLASI -3100781.444
909100.171
DPK <--- KURS
-7.273
2.202
DPK <--- SBI
9097655.513 2053243.660
DPK <--- M2
.106
.006
PUAB <--- INFLASI 27766584.940 7736871.612
PUAB <--- M2
-.344
.098
PUAB <--- DPK
4.006
.904
PUAB <--- SBI
-54607618.837 17824048.128
C.R.
-3.411
-3.302
4.431
19.048
3.589
-3.500
4.433
-3.064
P
***
***
***
***
***
***
***
.002
Label
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
132
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
DPK
DPK
DPK
DPK
PUAB
PUAB
PUAB
PUAB
<--<--<--<--<--<--<--<---
INFLASI
KURS
SBI
M2
INFLASI
M2
DPK
SBI
Estimate
-.308
-.145
.412
1.029
.901
-1.095
1.310
-.809
Covariances: (Group number 1 - Default model)
Estimate
S.E. C.R.
P Label
INFLASI <--> M2
-701.360
182.295 -3.847 *** par_1
M2
<--> KURS 69203133.501 33389652.734 2.073 .038 par_2
M2
<--> SBI
-341.391
84.563 -4.037 *** par_3
KURS
<--> SBI
.059
.150 .396 .692 par_4
INFLASI <--> KURS
.152
.329 .461 .644 par_5
INFLASI <--> SBI
.000
.000 5.360 *** par_6
Correlations: (Group number 1 - Default model)
INFLASI
M2
M2
KURS
INFLASI
INFLASI
<-->
<-->
<-->
<-->
<-->
<-->
M2
KURS
SBI
SBI
KURS
SBI
Estimate
-.543
.266
-.578
.049
.057
.890
Variances: (Group number 1 - Default model)
INFLASI
M2
KURS
SBI
e1
e2
Estimate
S.E. C.R. P Label
.000
.000 5.701 *** par_15
126937731635.032 22266351096.630 5.701 *** par_16
533154.363
93521.462 5.701 *** par_17
.000
.000 5.701 *** par_18
145246623.078
25477943.110 5.701 *** par_19
9004642689.070 1579518816.289 5.701 *** par_20
133
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
Estimate
.891
.279
Total Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
9097655.513
-18160461.953
KURS
-7.273
-29.138
M2
.106
.079
INFLASI
-3100781.444
15344190.226
DPK
.000
4.006
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.412
-.269
KURS
-.145
-.190
M2
1.029
.253
INFLASI
-.308
.498
DPK
.000
1.310
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
9097655.513
-54607618.837
KURS
-7.273
.000
M2
.106
-.344
INFLASI
-3100781.444
27766584.940
DPK
.000
4.006
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.412
-.809
KURS
-.145
.000
M2
1.029
-1.095
INFLASI
-.308
.901
DPK
.000
1.310
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.000
36447156.884
KURS
.000
-29.138
M2
.000
.423
INFLASI
.000
-12422394.715
DPK
.000
.000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
DPK
PUAB
SBI
.000
.540
KURS
.000
-.190
M2
.000
1.348
INFLASI
.000
-.403
DPK
.000
.000
134
Model Fit Summary
CMIN
Model
Default model
Saturated model
Independence model
NPAR
20
21
6
CMIN
.154
.000
304.140
DF
1
0
15
P
.694
CMIN/DF
.154
.000
20.276
RMR, GFI
Model
Default model
Saturated model
Independence model
RMR
633433.003
.000
2726114539.922
GFI
.999
1.000
.507
AGFI
.983
PGFI
.048
.309
.362
Baseline Comparisons
Model
Default model
Saturated model
Independence model
NFI
Delta1
.999
1.000
.000
RFI
rho1
.992
.000
IFI
Delta2
1.003
1.000
.000
TLI
rho2
1.044
.000
CFI
1.000
1.000
.000
Parsimony-Adjusted Measures
Model
Default model
Saturated model
Independence model
PRATIO
.067
.000
1.000
PNFI
.067
.000
.000
PCFI
.067
.000
.000
NCP
.000
.000
289.140
LO 90
.000
.000
236.147
NCP
Model
Default model
Saturated model
Independence model
HI 90
3.809
.000
349.565
FMIN
Model
Default model
Saturated model
Independence model
FMIN
.002
.000
4.679
F0
.000
.000
4.448
LO 90
.000
.000
3.633
HI 90
.059
.000
5.378
135
RMSEA
Model
Default model
Independence model
RMSEA
.000
.545
LO 90
.000
.492
HI 90
.242
.599
AIC
40.154
42.000
316.140
BCC
44.982
47.069
317.589
PCLOSE
.717
.000
AIC
Model
Default model
Saturated model
Independence model
BIC
83.947
87.983
329.278
CAIC
103.947
108.983
335.278
ECVI
Model
Default model
Saturated model
Independence model
ECVI
.618
.646
4.864
LO 90
.631
.646
4.048
HI 90
.689
.646
5.793
MECVI
.692
.724
4.886
HOELTER
Model
Default model
Independence model
HOELTER
.05
1618
6
HOELTER
.01
2794
7
136
Download