ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR (KURS), SUKU BUNGA SBI DAN JUMLAH UANG BEREDAR (M2) TERHADAP DANA PIHAK KETIGA (DPK) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP VOLUME TRANSAKSI PASAR UANG ANTAR BANK (PUAB) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : AMERO SAID 106081002383 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011 i ii iii iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Amero Said Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 17 Mei 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. H. Usman II No. 13, RT 01/05 Meruyung – Depok, Jawa Barat 16515 Agama : Islam Warga negara : Indonesia Nama Orang Tua Ayah : H. Said Rakimin Ibu : Hj. Endang Sri Wahyuni Telepon : 085697477466 – (021) 92221997 Email : [email protected] Pendidikan : 1. SDN Cinere 01 Tahun 2000 2. SLTPN 96 Jakarta Tahun 2003 3. SMAN 97 Jakarta Tahun 2006 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Manajemen FEB Tahun 2010 v ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the influence of Inflation, Exchange Rate, SBI Interest Rate and Money Supply (M2) toward the Third Party Fund and its implication to the Volume of InterBank Money Market. This research used path analysis method with decomposition model and using the software Amos 16. The result of substructure I indicate that inflation, exchange rate, SBI interest rate and money supply (M2) have significant effect toward the Third Party Fund. The result of substructure II indicate that Inflation, SBI interest rate, money supply (M2) and third party fund variables have significant effect toward the volume of InterBank Money Market. Keywords: Inflation, Exchange Rate, SBI Interest Rate, Money Supply (M2), Third Party Fund, Volume of InterBank Money Market, path analysis vi ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, dan jumlah uang beredar (M2) terhadap dana pihak ketiga yang disalurkan serta implikasinya pada volume transaksi pasar uang antar bank. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan model dekomposisi dan menggunakan software Amos 16. Hasil pengujian pada substruktur I menunjukkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga. Hasil pengujian pada substruktur II menunjukkan bahwa variabel inflasi, suku bunga SBI, jumlah uang beredar (M2) dan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan terhadap volume transaksi pasar uang antar bank. Kata Kunci : Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2), Dana Pihak Ketiga (DPK), Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank, analisis jalur vii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT. Atas berkat rahmat, karunia, kudrat dan iradat, serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Serta Implikasinya Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD)”. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang penuh ilmu pengetahuan. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Perbankan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orang Tuaku (Hj. Endang Sri Wahyuni dan H. Said Rakimin) yang senantiasa memberi banyak bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kebahagiaan serta kemuliaan kepada mereka dan semoga penulis dapat membahagiakan keduanya. Amin. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan dosen pembimbing I yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis menggali ilmu di FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. viii 3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku Pudek I Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selalu memberikan arahan dan nasihat, terima kasih atas nasihat dan saran-saran yang berharga kepada penulis. 4. Bapak Suhendra, S. Ag, MM. selaku Kepala Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk berkarya. 5. Bapak Arif Mufraini, LC, M. si, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis. 6. Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu manajemen, semoga amal baktinya dijadikan amalan sholeh. Amin. 7. Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Heri yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain. 8. Kakak ku Tommy Iryanto, SE dan Adik-adik ku Roy Hariatsono dan Salsabila Ananda Putri yang turut memberikan dukungan dan doa yang tulus kepada penulis, semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melindungi dan memberikan kebahagiaan kepada mereka, Amin. 9. Isnawati Ulfah yang tak pernah letih untuk senantiasa mendoakan yang terbaik dan meneriakkan kata-kata semangat serta selalu ada dalam suka maupun duka. 10. Teman-teman yang menjadi pembimbing dadakan khususnya Eep SE dan Heri SE, yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan solusi dan semangat saat pikiran buntu selama pembuatan skripsi. 11. Sahabat-sahabat Manajemen B’06 (Itank, Ega, Apri, Uji, Fadil, Rifqy, Diaz, Adnan, Eko, Fadli, Beno, Didi, Mahin, Reihan, Bayu, Fajar, Jaelani, Dipta, Rezy, Tia, Oca, Ajeng, Dea, Citra, Arisyi, Amira, dll) yang senantiasa satu dalam tawa dan canda serta cita. 12. Kawan-kawan seperjuangan di FEB Manajemen UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2006 (Uji, Fadil, Husni, Hana, Fandi, Fina, Iqbal, Mia, Opik, Didi, Wulan, Eci, dll) dan kawan-kawan seperjuangan di Perbanas (Andri, Dede, ix Arif) yang selalu semangat dalam berjuang menempuh gelar strata satu. Semoga api semangat tetap menyala setelahnya, demi masa depan yang lebih baik. Be success. 13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima kasih banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Akhirnya hanya kepada Allah, semua ini penulis serahkan, karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri. Jakarta, Februari 2011 Penulis x DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... i DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... v ABSTRACT ............................................................................................................ vi ABSTRAK ............................................................................................................. vii KATA PENGANTAR ............................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xiii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .................................................................. 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia ................................ 11 B. Inflasi .......................................................................................... 12 C. Nilai Tukar (Kurs) ..................................................................... 16 D. Suku Bunga SBI ......................................................................... 17 E. Jumlah Uang Beredar (M2)....................................................... 22 F. Dana Pihak Ketiga (DPK) ......................................................... 25 G. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)............................................... 26 H. Penelitian Terdahulu ................................................................. 30 I. Kerangka Pemikiran.................................................................. 36 J. Paradigma Penelitian................................................................. 39 K. Hipotesis ..................................................................................... 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 41 B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 41 xi C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 41 D. Metode Analisis .......................................................................... 42 E. Operasional Variabel Penelitian ............................................... 52 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................. 55 B. Penemuan dan Pembahasan ...................................................... 57 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ................................................................................ 118 B. Implikasi..................................................................................... 120 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 121 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 124 xii Daftar Gambar Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 38 2.1 Paradigma Penelitian ........................................................................ 39 3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y .......................................... 43 3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3, dan Y terhadap Z ............................... 44 4.1 Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Mei 2010 ................... 56 4.2 Grafik Inflasi .................................................................................... 59 4.3 Grafik Nilai Tukar (Kurs) ................................................................. 61 4.4 Grafik Suku Bunga SBI .................................................................... 63 4.5 Grafik Jumlah Uang Beredar (M2) ................................................... 65 4.6 Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK) ..................................................... 67 4.7 Grafik Volume Transaksi PUAB ...................................................... 69 4.8 Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan .......................................... 70 4.9 Diagram Jalur Sub Struktur I ............................................................ 74 4.10 Diagram Jalur Sub Struktur II ........................................................... 82 4.11 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming .......................... 94 4.12 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming ................................ 95 4.13 Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming .............................. 101 xiii Daftar Tabel Nomor Keterangan Halaman 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) ................................................... 51 4.1 Data Inflasi ....................................................................................... 58 4.2 Data Nilai Tukar (Kurs) .................................................................... 60 4.3 Data Suku Bunga SBI ....................................................................... 62 4.4 Data Jumlah Uang Beredar (M2) ...................................................... 64 4.5 Data Dana Pihak Ketiga (DPK) ........................................................ 66 4.6 Data Volume Transaksi PUAB ......................................................... 68 4.7 Hasil Korelasi Inflasi, Kurs, Suku Bunga SBI dan M2 ...................... 70 4.8 Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK ................ 75 4.9 Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume Transaksi PUAB .................................................................. 83 4.10 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen .......... 90 4.11 Hasil Uji Goodness of Fit antara Inflasi, Kurs, SBI, dan M2 DPK serta Implikasinya terhadap Volume Transaksi PUAB ............. 91 4.12 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi ................................... 92 4.13 Hasil Perhitungan Pengaruh Antar Variabel Setelah Trimming ......... 93 4.14 Hasil Korelasi Setelah Trimming ...................................................... 94 4.15 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK ............ 96 4.16 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume Transaksi PUAB ............................................................................... 102 xiv 4.17 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming ..................................... 108 4.18 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung, Dan Tidak Langsung dan Pengaruh Total tentang Inflasi (X1), Kurs (X2), SBI (X3), M2 (X4), dan DPK (Y) terhadap PUAB (Z) ............. 111 xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ekonomi Indonesia sejak krisis menerpa pada tahun 1997/1998 sampai kini masih tidak bisa kita lupakan. Nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) yang semula bergerak di kisaran Rp. 4.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- pada awal tahun 1997, jatuh hingga menembus angka Rp. 16.000,- per USD pada awal tahun 2008. Puncaknya adalah saat pemerintah melikuidasi 16 bank swasta nasional yang dipandang tidak sehat (Bank Indonesia, 1998). Hari Susanto dalam Nirdukita Ratnawati, dkk (1997:2), menyebutkan bahwa yang membuat fundamental Indonesia kurang kuat, sehingga menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada akhir tahun 1997 dikelompokkan menjadi beberapa faktor, yaitu pertama perekonomian nasional tidak mampu mengendalikan diri dalam mengambil pinjaman luar negeri, sehingga sebagian besar adalah pinjaman jangka pendek. Kedua, defisit transaksi berjalan terus membesar secara absolut bahkan prosentase PDB pada tahun 1997 mencapai 4%. Ketiga, jumlah hutang luar negeri yang nilai pokoknya telah mencapai jumlah yang begitu besar bagi perekonomian Indonesia, yaitu sebesar Rp. 9,56 trilyun atau 47,9% dari APBN pada semester I 1997/1998 (Bisnis Indonesia, 19 November 1997). Keempat, secara keseluruhan perekonomian Indonesia melakukan pengeluaran melebihi 1 penghasilan, baik itu sektor pemerintah melalui APBN maupun sektor swasta dan dunia usaha dengan pembiayaan yang sebagian besar dari hutang atau obligasi. Kelima, komposisi investasi langsung dalam bentuk pendirian usaha, pabrik dan lain-lain cenderung secara cepat mengalami penurunan secara absolut maupun secara relatif yang tidak sebanding dengan investasi tidak langsung. Keenam, pertumbuhan uang dan kredit dalam negeri terlalu cepat dan kurang terkendali dengan baik yang ditandai oleh para penyaluran kredit yang kurang selektif dan banyak menimbulkan kredit bermasalah. Memasuki tahun 2005, kinerja perekonomian Indonesia menunjukan perkembangan yang membaik, namun tidak menunjukan dampak yang signifikan. Tingkat inflasi yang tinggi pada tahun 2005 sebagai akibat dari gejolak eksternal yaitu melonjaknya harga minyak dunia hingga mencapai US$ 70/barrel, serta terganggunya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil. Hal tersebut juga memberikan dampak negatif terhadap kestabilan sistem keuangan domestik, peningkatan volatilitas nilai tukar dan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mencapai 127% dari harga semula pada Oktober 2005. Sehingga, pada akhir tahun 2005 tingkat inflasi melonjak naik menjadi 17,11% jauh dari perkiraan Pemerintah dan BI yang menargetkan tingkat inflasi pada tahun 2005 sebesar 5,0% - 7,0%. (Nova Riana Banjarnahor, 2008:22). Berbagai kondisi makroekonomi dan sektor riil tersebut menimbulkan imbas yang kurang menggembirakan pada sistem keuangan di Indonesia. 2 Dalam hal ini, mekanisme kebijakan moneter yang dominan dalam mempengaruhi sektor riil di Indonesia adalah sektor perbankan. Dengan demikian peran perbankan sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel moneter terutama dalam hubungannya dengan pengelolaan dana. Peningkatan peran perbankan sangat diperlukan untuk meningkatkan volume usaha sektor riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbankan adalah salah satu sektor kunci yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yakni menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Stabilitas sistem perbankan dan sistem moneter merupakan dua aspek yang saling terkait satu sama lain. Stabilnya sistem perbankan secara umum dicerminkan dengan kondisi perbankan yang sehat dan berjalannya fungsi intermediasi perbankan dalam memobilisasi simpanan masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha. Apabila kondisi ini terpelihara maka proses perputaran uang dan mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam perekonomian yang sebagian besar berlangsung melalui sistem perbankan juga dapat berjalan dengan baik. Stabilnya sistem perbankan menentukan efektifitas kebijakan moneter (Perry Warjiyo, 2007). Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter, seperti jumlah uang yang beredar, uang primer, kredit perbankan dan suku bunga untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. 3 Menurut UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004 pada Pasal 7 mengatakan bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal, yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah terhadap barang dan jasa dapat tercermin dari perkembangan laju inflasi dan stabilitas oleh rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Secara operasional, pengendalian sasaransasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan (www.bi.go.id ). Efektifitas kebijakan moneter sangat berperan dalam menjalankan fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi dan fungsi bank sentral sebagai 4 pengendali stabilitas moneter. Dengan menggunakan berbagai macam instrumen, Bank Sentral berfungsi sebagai lembaga stabilisator makro ekonomi dan bank umum dari sisi mikro ekonomi dalam menjaga stabilitas moneter. Kebijakan moneter merupakan kebijakan ekonomi makro yang pada umumnya mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian (tertutup atau terbuka), serta faktor-faktor fundamental lainnya. Stabilitas sistem moneter dan perbankan sangat dibutuhkan oleh perbankan untuk melakukan estimasi-estimasi atau prediksi-prediksi yang harus dilakukan perbankan dalam menghadapi resiko-resiko perbankan. Pencapaian sasaran kestabilan moneter dapat didukung oleh pencapaian kesehatan dan kestabilan perbankan melalui beberapa aspek. Sistem perbankan yang sehat diperlukan agar sinyal kebijakan moneter dapat ditransmisikan secara efektif ke berbagai aktifitas ekonomi. Apabila kondisi bank-bank rentan, bank sentral jelas akan mengalami kesulitan untuk menilai keterkaitan instrument kebijakan moneter yang ditempuhnya dengan arah kinerja perekonomian yang diinginkan, sehingga akan mempersulit perumusan kebijakan moneter yang akan ditempuh. Dengan kondisi perbankan yang memburuk, efektivitas kebijakan moneter juga akan terhambat karena bank-bank tidak mampu merespon sinyal kebijakan moneter secara baik. Sasaran akhir kebijakan moneter seperti pertumbuhan GDP dan tingkat harga yang stabil dapat dicapai antara lain dengan pemantauan sasaran, yang berupa M1, M2 ataupun suku bunga jangka pendek. Perkembangan M1 dan 5 M2 selama ini lebih banyak dipantau melalui perilaku pengganda uang (multiplier) yang diasumsikan relatif stabil dan juga melalui mekanisme perubahan uang primer (M0) Bank Indonesia. Mengingat bahwa uang beredar (M1 dan M2) dipengaruhi oleh perbankan dan perilaku masyarakat, maka selain tetap menjaga stabilitas perbankan, perilaku masyarakat perlu pula untuk dipantau. Dapat dikatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter yang dominan mempengaruhi sektor riil di Indonesia adalah jalur perbankan. Dengan demikian, peranan perbankan sebagai kompenen sistem moneter sangat berpengaruh terhadap variabel-variabel moneter, terutama dalam hubungannya dengan pengelolaan dana asset likuid. Peningkatan sumber dana yang cukup signifikan, memberikan ruang gerak yang cukup besar bagi perbankan untuk meningkatkan penempatannya pada asset likuid. Sepanjang semester II 2009 alat likuid bank yang terdiri dari primary reserve, secondary reserve dan tertiary reserve meningkat sebesar Rp 34,2 trilyun (5,1%). Pada dasarnya, kepemilikan alat likuid diperlukan bank sebagai antisipasi terhadap kebutuhan likuiditas, khususnya yang bersifat segera dan yang berjangka waktu pendek. Oleh karena itu, guna meminimalisir resiko likuiditas, bank akan memelihara alat likuid dalam jumlah tertentu (Kajian Stabilitas Keuangan, 2010:25). Seiring dengan membaiknya kondisi likuiditas perbankan, aktivitas bank pada PUAB juga membaik. Secara umum, transaksi PUAB (baik rupiah maupun valas) selama semester II 2009, lebih baik dibandingkan dengan 6 periode yang sama tahun 2008. Rata-rata harian volume transaksi PUAB rupiah terus meningkat meskipun ada sedikit penurunan pada triwulan akhir 2009, sedangkan pada PUAB valas, rata-rata harian volume transaksi terus meningkat, meskipun belum kembali ke level sebelum terimbas krisis global pada tahun 2008 (Kajian Stabilitas Keuangan, 2010:27). Kondisi perbankan sangat berpengaruh besar terhadap bekerjanya dan efektifnya saluran transmisi moneter seperti inflasi, volatilitas nilai tukar, suku bunga dan banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat. Dalam kondisi dimana kesehatan dan stabilitas perbankan terjaga dan berkembang kuat, saluran transmisi moneter tersebut tidak menunjukan perbedaan yang berarti. Akan tetapi, dalam kondisi ketika perbankan sedang mengalami sejumlah permasalahan, sehingga proses intermediasi keuangan maupun pasar keuangan tidak berjalan normal, maka perilaku saluran transmisi moneter tersebut menunjukan perbedaan yang berarti. Proses intermediasi ini merupakan fungsi dan tugas perbankan, namun di sisi lain perbankan juga harus menjaga likuiditasnya, karena bank harus menghadapi berbagai resiko yang harus dihadapi, dan perlu diantisipasi dalam mengahadapi ketidakpastian dimasa yang akan datang. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) serta Implikasinya Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)”. 7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). 2. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). 3. Bagaimana pengaruh langsung dan tidak langsung variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). 8 b. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). c. Untuk menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). 2. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda, yakni manfaat akademis maupun praktis. a) Dari segi teoritis pada perspektif akademis, penelitian ini akan bermanfaat untuk: 1. Bagi peneliti untuk mendapatkan pengembangan dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh. 2. Bagi civitas akademika dapat menambah informasi sumbangan pemikiran dan bahan kajian penelitian. b) Dari segi perspektif praktis hasil penelitian ini, bisa dipandang bermanfaat untuk: 1. Bagi manajemen memberikan perusahaan sumbangan perbankan pemikiran yang diharapkan bermanfaat dapat bagi 9 manajemen perbankan sebagai bahan acuan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. 2. Untuk memberikan informasi tambahan bagi investor dan masyarakat yang berkepentingan untuk menginvestasikan dananya di perbankan. 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Perbankan di Indonesia Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan berupa pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. Pengertian perbankan sendiri menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 Bab I Pasal 1 tentang perbankan yaitu bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredt dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Pengertian lebih teknis tentang bank dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan yaitu Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dari definisi tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama dalam menghimpun dana dalam bentuk simpanan adalah 11 merupakan sumber utama dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarkat. Definisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia. B. Inflasi Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:279) inflation is the percentage of annual increase in a general price level. Menurut Dornbusch, Fischer and Richard (2008:149) inflation is the rate which the general level of prices is rising. In countries, high rates of inflation could happen price double every month, money stop being a useful medium of exchange and sometimes output drops dramatically. Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Boediono (2001:161) inflasi adalah kecendrungan dari harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga-harga lain. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya 12 daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara, (Khalwaty, 2001:5). Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota. Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain: 1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. 2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan (www.bps.go.id). 13 Menurut Boediono (2001:162) Inflasi dapat di golongkan menjadi dua golongan, golongan pertama didasarkan pada “parah” atau tidaknya inflasi tersebut, yaitu ; 1. Inflasi ringan ( dibawah 10% setahun) 2. Inflasi sedang (antara10-30% setahun) 3. Inflasi berat ( antara 30-100% setahun) 4. Hiperinflasi (diatas 100% setahun). Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini di bedakan 2 macam inflasi : 1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Infasi ini disebut demand pull inflation. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. 2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, ini disebut cost push inflation. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. 14 Menurut Sadono Sukirno (2004:338), terdapat beberapa dampak buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut : a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran juga akan semakin meningkat. b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat. c. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan hargaharga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun. d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi- 15 institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku. e. Memperburuk pembagian kekayaan Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatnya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual atau pedagang akan menjadi semakin tidak merata. C. Nilai Tukar Rupiah/$ (Kurs) Menurut David C. Colander (2006:460) exchange rate is determined in what called the “forex market” (foreign exchange market). In the forex market, traders buy and sell currencies, taking orders from banks which in turn take orders for currencies from individuals and companies that want to excahanged one currency for another. Menurut Brue Mc Connell (2005:99) Exchange rate is the rate at which two currency of one nation can be exchanged for the currency another nation. Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quatation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam 16 harga mata uang domestik (domestik currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, inestasi internasional, ataupun aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum. Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu Negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yan amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai Negara kedalam satu bahasa yang sama, (Kurgmen, 2004:40). Jika kurs riil tinggi, barang-barang dari luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik lebih mahal. Jika kurs rill rendah, barang-barang dari luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah, Mankiw (2006:130). D. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1. Suku Bunga Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:505), interest rate is the price paid for borrowing money for a period of time, usually expressed as a percentage of the principal per year. 17 Menurut Frederic S. Mishkin (2007:4), interest rate is the cost of borrowing or the price paid for the rental of funds (usually expressed as a percentage of the rental of $100 per year). Menurut Kasmir (2003:37), bunga bagi bank berdasarkan prinsip konvensional dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya . Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayarkan kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Menurut Sadono Sukirno (2005:375) bunga adalah pembayaran ke atas modal yang dipinjam dari pihak lain. Sedangkan, suku bunga adalah harga yang dibayar “peminjam” (“debitur”) kepada “pihak yang meminjamkan” (“kreditur”) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga adalah suatu harga atau biaya yang diberikan peminjam atau pihak yang memiliki kekurangan dana kepada pihak yang meminjamkan dana atau memiliki kelebihan dana atas penggunaan dana tersebut pada jarak waktu tertentu. Dengan kata lain, orang yang diberi kesempatan meminjam harus membayar biaya atas pinjamannya tersebut. Biaya peminjaman, diukur dalam rupiah per tahun per rupiah yang dipinjam, adalah suku bunga. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut principal dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai presentase dari principal per unit waktu (umumnya, setahun). Dalam bagian ini, dibahas dua teori penentuan 18 suku bunga yang paling berpengaruh yaitu: teori Fisher, yang mendasari loanable funds theory, dan liquidity preference theory dari Keynes. a. Pendekatan Klasik dari Fisher Irving Fisher telah menganalisis penentuan tingkat suku bunga dalam ekonomi dengan mempelajari mengapa orang-orang menabung (mengapa mereka tidak mengkonsumsi semua sumber daya mereka) dan mengapa orang lain yang meminjam. Di sini dibahas teori Fisher dalam konteks sebuah perekonomian yang sangat sederhana. Perekonomian tersebut hanya terdiri dari para individu yang melakukan konsumsi dan menabung penghasilan berjalan mereka, perusahaan-perusahaan yang meminjam penghasilan yang tidak dikonsumsi dan berinvestasi;suatu pasar tempat di mana para penabung memberi pinjaman sumber daya kepada para peminjam, dan proyek-proyek tempat perusahaan berinvestasi. Suku bunga atas pinjaman tersebut tidak mengandung premi bagi risiko kegagalan (default risk) karena perusahaan-perusahaan peminjam diasumsikan akan mampu memenuhi semua kewajibannya, (Sukirno 2004:204). b. Pendekatan Keynes Keynes menantang pandangan ekonomi klasik, bahwa tingkat bunga tidak menentukan besar kecilnya investasi maupun tabungan masyarakat. Tabungan dan investasi menurut Keynes ditentukan dan dipengaruhi secara langsung oleh tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri. Terutama untuk tabungan, menurut Keynes, orang akan 19 menabung jika orang tersebut memiliki kelebihan uang (marginal prospensity to save), yaitu pendapatannya di atas kebutuhan konsumsinya. Sehingga Keynes yakin bahwa bunga bukanlah faktor utama dalam menentukan tingkat tabungan masyarakat. Demikian juga halnya dengan investasi, Keynes berkeyakinan bahwa bunga bukanlah faktor utama dalam menentukan tingkat investasi, walaupun diakui bahwa adalah salah satu pertimbangan untuk investasi adalah tingkat bunga. (Judisseno 2005: 83) Dalam teori, analisis mengenai suku bunga selalu menganggap bahwa dalam perekonomian terdapat hanya satu suku bunga, namun kenyataannya keadaanya jauh berbeda karena terdapat beberapa suku bunga dalam perekonomian. Menurut Sadono Sukirno (2005:382), hal tersebut karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Perbedaan resiko Bank memberikan suku bunga yang berbeda dalam memberikan pinjaman. Bagi usaha yang telah lama berkembang atau usaha yang tidak mengandung banyak resiko, maka bank bersedia mengenakan suku bunga rendah, sedangkan untuk usaha yang beresiko tinggi, bank juga akan mengenakan suku bunga pinjaman yang tinggi pula. 2. Jangka waktu pinjaman Semakin lama sejumlah modal dipinjamkan, semakin besar tingkat bunga yang harus dibayar. Salah satu sebabnya karena resiko yang 20 ditanggung peminjam akan semakin besar dengan jangka waktu yang relatif panjang. Disisi lain disebabkan karena pemilik modal kehilangan kebebasan untuk menggunakan modalnya dalam jangka waktu yang lebih lama. Di samping itu, para peminjam bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi karena mereka mempunyai waktu yang lebih panjang untuk mengembalikan pinjamannya. 3. Biaya administrasi pinjaman Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan biaya administrasi untuk memproses pinjaman tersebut tidak banyak berbeda. Dengan demikian, berdasarkan pada pertimbangan biaya administrasi pinjaman, pinjaman yang lebih sedikit jumlahnya akan membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. 2. Sertifikat Bank Indonesia Menurut Surat Keputusan Direksi BI No. 31/67/KEP/DER tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervemsi Rupiah, pengertian Sertifikat Bank Indonesia atau SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Sebagai salah satu piranti moneter, perdagangan SBI baik di pasar primer maupun di pasar sekunder, selain ditujukan untuk mengatur jumlah uang primer yang beredar di masyarakat, juga ditujukan untuk mengatur tingkat suku bunga. Peraturan jumlah uang primer dan suku bunga 21 merupakan sasaran dari kebijakan moneter. Sasaran utamanya adalah upaya untuk menekan laju inflasi. Tujuan diterbitkannya SBI, antara lain: a. Mempengaruhi reserve money bank. b. Menarik minat bank-bank agar mereka dapat menanamkan kelebihan cadangannya. c. Menyediakan instrument pasar uang dalam denominasi rupiah yang menghasilkan bunga, likuid dan bebas resiko (yang dapat digunakan sebagai pengatur posisi cadangan bank). d. Memperbesar likuiditas bank dalam perdagangan SBI di pasar sekunder, selain itu, juga ditujukan untuk mempengaruhi suku bunga pasar. E. Jumlah Uang Beredar Menurut Case, Fair and Oster (2009:205) money is a means of payments or medium exchange, a store of value, and a unit of account. Menurut Samuelson and Nordhaus (2005:31) money is the means of payments-the currencyand checks that we use when we buy things, but more than that, money is a lubricant that facilities exchange. Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan 22 penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money), (Dahlan Siamat 2005:93). Perubahan jumlah uang yang beredar (M2) ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat, lembaga keuangan dan bank sentral. Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang pinar (monetary base) dengan pengganda uang (money multiplier). Dari definisi jumlah uang beredar terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Uang Dalam Arti Sempit (M1) M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan logam) yang dipegang oleh masyarakat tidak termasuk uang yang ada di kas bank serta kas Negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal kemudian ditambah uang yang berada dalam rekening giro perbankan yang dapat langsung digunakan untuk menguangkan cek, dan bisa disebut dengan uang giral. Bentuk persamaan M1 adalah: M1 = C+DD Dimana: M1 = uang dalam artu sempit C = currency, uang kartal DD = demand deposit, uang giral Pengertian uang giral (DD) diatas hanya mencakup saldo rekening Koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan dibank dan digunakan oleh pemiliknya untuk berbelanja atau membayar (Boediono:1994). 23 2. Uang Dalam Arti Luas (M2) M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi. Uang kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank. Bentuk persamaannya adalah: M2 = M1+TD+SD Dimana: M2 = uang dalam arti luas M1 = uang dalam arti sempit TD = time deposit (deposito berjangka) SD = saving deposits (saldo tabungan) Perkembangan uang beredar di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kegiatan luar negri, sektor pemerintahan, sektor swasta, domestik, dan sektor lainnya. Transaksi-transaksi dari sektor-sektor tersebut dicatat dalam neraca sistem moneter yang memperlihatkan besarnya jumlah uang yang beredar dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya. Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian instrument kebijakan moneter antara lain operasi pasar terbuka, penyesuaian ketentuan likuiditas wajib minimum (reserve requirement), dan fasilitas diskonto. Pelaksanaan penyesuaian tersebut diharapkan agar nilai yang ditargetkan terhadap tujuan akhir makro dapat tercapai. 24 F. Dana Pihak Ketiga (DPK) Menurut Slamet Riyadi (2006:79) Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Sumber Dana Pihak Ketiga (DPK), dari segi mata uang dibedakan menjadi: 1. Sumber Dana Pihak Ketiga Rupiah Yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam bentuk rupiah pada pihak ketiga bukan bank baik kepada penduduk maupun bukan penduduk. Komponen DPK ini terdiri dari Giro, Simpanan Berjangka (deposito dan Sertifikat Deposito), tabungan dan kewajiban-kewajiban lainnya yang terdiri dari kewajiban segera yang dapat dibayar, surat-surat berharga yang diterbitkan, pinjaman yang diterima, setoran jaminan dan lainnya. Tidak termasuk dana yang berasal dari bank sentral. 2. Sumber Dana Pihak Ketiga Valuta Asing Sedangkan yang dimaksud Dana Pihak Ketiga Valuta Asing adalah kewajiban bank yang tercatat dalam valuta asing kepada pihak ketiga, baik penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada Bank Indonesia, bank lain (pinjaman melalui pasar uang). 25 DPK Valuta Asing terdiri atas Giro, Call Money, Deposit On Call (DOC), Deposito berjangka, Margin Deposit, Setoran Jaminan, Pinjaman Yang Diterima dan kewajiban-kewajiban lainnya dalam valuta asing. G. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:543) money market is a term denoting the set of institutions that handle the purchase or sale of short term credit instruments like Treasury Bills (T-Bills) and Comercial Paper (CP). Menurut Slamet Riyadi (2006:75) pasar uang atau interbank money market adalah pinjam meminjam antar bank yang dilakukan oleh bank-bank komersial dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas atau untuk memanfaatkan dana agar tidak terjadi idle fund. Menurut Dahlan Siamat (2005:303) pasar uang antar bank atau sering disebut interbank call money market atau sering disingkat dengan call money, merupakan sumber yang paling cepat untuk memperoleh dana bagi bank. Sumber dana PUAB ini sering digunakan bagi bank-bank yang sedang mengalami kekalahan kliring, yaitu suatu keadaan dimana jumlah tagihan yang masuk lebih besar dibandingkan tagihan keluar. Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam-meminjam dana antar satu bank dengan bank lainnya. Transaksinya bisa dilakukan secara langsung melalui telepon atau lembaga kliring. 26 1. Mekanisme Mekanisme pasar uang berbeda dengan pasar modal yang tradingnya dilakukan melalui Bursa atau Stock Exchange. Sesuai dengan karakteristiknya maka pasar uang ini bersifat abstrak, tidak ada tempat khusus seperti halnya pada pasar modal. Transaksi pasar uang secara over the counter market (OTC), dilakukan oleh setiap peserta melalui desk atau dealing room masing-masing peserta. Sarana yang digunakan dalam melakukan transaksi pasar uang dapat berupa: 1. Reuters monitor dealing screen (RDMS) 2. Telex 3. Telepon 4. Fax 5. Sarana telekomunikasi lain yang diperkenankan untuk transaksi tersebut. 2. Instrument Pasar Uang a. Commercial paper merupakan surat utang atau promes berjangka pendek yang tidak dijamin commercial paper yang merupakan passive emiten, unit ekonomi yang mengeluarkannya, diperjualbelikan dipasar uang. Pada umumnya, emiten CP adalah terdiri dari perusahaan (yang bergerak dibidang finanial maupun non finansial). b. Revolving underwriting facility merupakan salah satu instrument pasar uang yang sudah biasa digunakan oleh perbankan internasional, 27 instrument atas transaksi ini dijamin oleh beberapa bank dengan jangka waktu 1 sampai 3 tahun. c. Sertifikat Bank Indonesia merupakan surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia, sebagai pengakuan atas utang jangka pendek. d. Certificate of Deposits (CDs) merupakan instrument pasar uang yang diterbitkan atas unjuk oleh suatu bank yang dinyatakan dalam jumlah tertentu, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Bukti simpanannya berupa sertifikat deposito berjangka dapat diperdagangkan atau sebagai negotiable instrument, karena dapat diuangkan oleh pembawa dan bersifat atas unjuk. e. Promissory Notes (PN) adalah surat sanggup bayar yang membuktikan adanya utang piutang antara debitur dan kreditur, di mana debitur meminjamkan sejumlah uang dan kreditur berjanji akan membayar pada tanggal yang telah ditetapkan dengan menyerahkan promissory notes (PN) kepada kreditur. f. Treasury Bills (T-Bills) merupakan instrument pasar uang atas unjuk yang diterbitkan oleh Bank Sentral yang merupakan salah satu alat untuk pengendalian moneter yang akan dibayarkan kepada pemegang (Bearer) pada tanggal jatuh tempo. Bagi perbankan atau lembaga keuangan T-Bills dapat dijadikan sebagai secondary reserve (cadangan sekunder) likuiditasnya, dalam pengelolaan dananya untuk 28 menghindari idle funds atau dalam rangka optimalisasi pengelolaan dana bank yang bersangkutan. g. Banker’s Acceptance (BA) merupakan time draft (wesel berjangka) yang ditarik oleh seorang eksportir atau importer atas suatu bank untuk membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing. h. Repurchase Agreement (Repo) adalah transaksi jual beli surat-surat berharaga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat-surat berharga yang dijual tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 3. Resiko-Resiko Investasi di Pasar Uang a. Resiko Pasar (interest rate risk) resiko yang berkaitan dengan turunnyha harga surat berharga (tingkat bunga naik) mengakibatkan investor mengalami capital loss. b. Resiko Reinvestment resiko terhadap penghasilan suatu asset financial yang harus di re-invest dalam asset yang berpendapatan rendah atau dapat dikatakan sebagai resiko yang memaksa investor untuk menempatkan pendapatan yang diperoleh dari bunga kredit atau suratsurat berharga ke investasi yang berpendapatan rendah akibat turunnya tingkat bunga. c. Resiko Gagal Bayar terjadi akibat tidak mampunya peminjam (debitur) memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. d. Resiko Inflasi terjadi apabila pemberi pinjaman menghadapi kemungkinan naiknya harga-harga barang dan jasa yang akan 29 menurunkan daya beli atas pendapatan yang diterimanya. Untuk menghadapi hal tersebut, kreditur biasanya berusaha mengimbangi proyek inflasi dengan meminta atau mengenakan suku bunga yang lebih tinggi. e. Resiko Valuta (currency or exchanged rate risk) yaitu kerugian yang terjadi akibat adanya perubahan yang tidak menguntungkan terhadap kurs mata uang asing. f. Resiko Politik terjadi karena adanya kemungkinan adanya perubahan ketentuan perundangan yang berakibat turunnya pendapatan yang diperkirakan dari suatu investasi atau bahkan akan terjadi kerugian total dari modal yang diinvestasikan. g. Resiko Likuiditas yaitu resiko yang dapat terjadi apabila instrument yang dimiliki sulit untuk dijual kembali sebelum jatuh tempo. H. Penelitian Terdahulu Penelitian Tony Hidayat (2007) meneliti tentang pengaruh inflasi terhadap kinerja pembiayaan perbankan syariah, volume transaksi pasar uang antar bank syariah (PUAS), dan posisi outstanding sertifikat wadiah bank Indonesia (SWBI). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi IHK terhadap kinerja pembiayaan perbankan syariah yang diukur dengan kriteria financing to deposit ratio (FDR) dan non performing financing (NPF), volume transaksi pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (VPUAS), dan posisi outstanding sertifikat wadiah bank Indonesia (OSWBI). Hipotesis awal 30 menyatakan bahwa variabel inflasi berpengaruh positif terhadap FDR, NPF, PUAS dan SWBI. Tetapi inflasi berpengaruh negatif terhadap FDR. Berdasarkan pengujian melakukan vector autoregression (VAR) ternyata inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap FDR, NPF, VPUAS dan OSWBI. Penelitian Darna (2006), yang meneliti tentang pertumbuhan aset atau dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah sensitif terhadap pengaruh volatilitas tingkat bunga (SBI) dan nilai tukar rupiah (Exchange Rate). Selain dua variabel tersebut dalam penelitian tersebut juga mencoba memasukan fatwa MUI tentang keharaman bunga sebagai variabel biner (dummy). Model yang diestimasi dalam penelitian tersebut adalah Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan General Autoregressive Conditional Heteroseedasticity (GARCH). Penggunaan model tersebut adalah untuk melihat apakah residual dan varian residual periode sebelumnya signifikan mempengaruhi variabel Aset atau DPK terhadap model yang diestimasi. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa : (a) uji regresi berganda dengan metode OLS menunjukkan bahwa tingkat bunga maupun nilai tukar memiliki korelasi negatif dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan Aset maupun Dana Pihak Ketiga perbankan syariah, sedangkan Fatwa MUI mempunyai korelasi positif juga signifikan mempengaruhi pertumbuhan Aset dan Dana Pihak Ketiga. (b) Selanjutnya berdasarkan uji ARCH diperoleh hasil bahwa nilai residual periode sebelumnya signifikan mempengaruhi pertumbuhan aset maupun dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah. 31 Sedangkan melalui uji GARCH diperoleh hasiI yang menunjukkan bahwa varian residual periode sebelumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan keduanya. (c) tingkat bunga maupun nilai tukar melalui uji ARCH IGARCH diketahui memiliki volatilitas yang signifikan sehingga model yang diestimasi tidak bebas dari pengaruh residual periode sebelumnya. (d) pertumbuhan Aset dan DPK melalui uji ARCH-M ternyata signifikan memiliki sensitifitas terhadap fluktuasi perubahan tingkat bunga dan nilai tukar rupiah. Penelitian Patria Yunita (2008), penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh variabel makroekonomi yaitu suku bunga SBI, tingkat inflasi dan kurs US $ terhadap pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah yang menjadi salah satu sinyal besaran share pasar yang berhasil diraih sistem perbankan syariah. Pengaruh suku bunga SBI diidentifikasi dengan besaran net equivalent rate, sementara pengaruh tingkat inflasi diidentifikasikan dengan besaran real equivalent rate. Karena terdapat perbedaan satuan maka variabel jumlah Dana Pihak Ketiga dan Kurs US $ dibentuk dalam model logaritma semi-log, sehingga variabel ini menjadi lnDPK dan lnExR. Penelitian tersebut menggunakan model regresi linier sederhana, dengan menguji masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek multikolinieritas yang menyebabkan asumsi-asumsi yang tidak sesuai. Berdasarkan analisis regresi disimpulkan bahwa NER dan RER memiliki hubungan positif dengan jumlah Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah. Sementara itu kurs US $ 32 memiliki hubungan negatif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah. Penelitian Zulmi (2002) meneliti tentang efektivitas suku bunga SBI dalam mempengaruhi suku bunga pasar. Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa SBI sebagai salah satu instrument yang digunakan Bank Indonesia dalam mengatur kebijakan moneter, juga merupakan sarana yang dapat digunakan untuk mengatur suku bunga pasar. Masalah yang dihadapi akhir-akhir ini adalah perubahan suku bunga SBI kurang dapat mempengaruhi suku bunga deposito, suku bunga pasar uang antar bank (PUAB), dan suku bunga kredit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kenapa suku bunga SBI kurang direspon oleh suku bunga pasar. Salah satu faktor adalah kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan. Kenaikan suku bunga SBI memberikan alternative yang menguntungkan dan aman bagi perbankan untuk menanamkan dananya pada SBI, dibading pada kredit. Pariyo (2004) meneliti tentang variabel makro ekonomi yang mempengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga pada Bank Muamalat Indonesia periode 2000-2003. Pengujian hipotesa secara parsial yang dilakukan, maka dari semua variabel independent yang digunakan (SBI,Valas USD, dan SWBI) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependent (Dana Pihak Ketiga). Selain itu dalam pengujian F test dimana F test = 15,311 dan nilai signifikan 0,00 berarti varabel independent (SBI, Valas USD, dan SWBI) secara bersama-sama berpengaruhi secara signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga. 33 Hamid Ponco Wibowo (2006) meneliti tentang pengaruh variabel ekonomi makro (PDB, Suku Bunga, Kurs) terhadap kinerja perbankan syariah. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan data statistik selama kurun waktu 4 tahun (2001-2004) yang diolah dengan menggunakan persamaan simultan, maka pengaruh variabel ekonomi makro terhadap kinerja perbankan syariah selama ini berjalan melalui jalur transmisi beberapa variabel internal keuangan perbankan (Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Non Performing Loan) sebelum pada akhirnya berpengaruh terhadap permodalan bank (CAR). Satu hal yang cukup menarik dari hasil penelitian ini adalah perubahan suku bunga tidak begitu berpengaruh terhadap kinerja perbankan syariah. Zainuddin H. Nasution yang meneliti tentang korelasi suku bunga SBI dan suku bunga intervensi rupiah terhadap suku bunga pasar uang antar bank. Penelitian dengan analisis secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program Eviews, menunjukan bahwa terdapat korelasi yang kuat (signifikan) dan positif antara suku bunga SBI terhadap suku bunga PUAB dan antara suku bunga intervensi terhadap suku bunga PUAB. Hal tersebut digambarkan apabila ada pergerakan suku bunga SBI dan suku bunga intervensi rupiah, maka akan mempengaruhi pergerakan suku bunga PUAB. Rosaar Maries meneliti mengenai dampak fluktuasi variabel ekonomi makro terhadap DPK yang dihimpun dan penyaluran pembiayaan pada perbankan syariah di indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dan mengukur respon yang ditimbulkan oleh fluktuasi variabel- 34 variabel ekonomi makro terhadap DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan. Data-data yang digunakan adalah data time series dari 2003-2007 yang berasal dari statistik perbankan syariah dan statistik ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan adalah vector autoregression (VAR). Metode ini umumnya digunakan untuk mempelajari dinamika variabel tertentu setelah terjadi shock atau perubahan pada perekonomian. Analisis yang lebih ditekankan pada penelitian ini adalah impuls response function dan varance decomposition. Kedua analisis tesebut berguna untuk mempelajari perilaku shock suatu variabel dan variabel manakah yang paling dominan menjelaskan variabel yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing variabel mempunyai pengaruh yang kecil terhadap DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Dan masing-masing variabel ekonomi makro tidak mempunyai pengaruh yang dominan terhadap DPK yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan. Penelitian Eep Syaefullah Fatah (2009), yang meneliti pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel-variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, uang beredar dan inflasi) terhadap volume transaksi pasar uang antar bank syariah (PUAS) dan pembiayaan. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data bulanan periode Januari 2005 – Desember 2009 yang berasal dari statistik perbankan syariah dan statistik ekonomi Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan software Amos 18. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa variabel-variabel makro memberikan pengaruh terhadap volume transaksi PUAS dan pembiayaan. Dimana, suku bunga SBI 35 memberikan pengaruh positif terhadap volume transaksi PUAS, sedangkan terhadap pembiayaan memberikan pengaruh negatif. Uang beredar membrikan pengaruh positif terhadap volume transaksi PUAS dan pembiayaan. Inflasi memberikan positif terhadap pembiayaan, sementara pada volume transaksi PUAS tidak memberikan pengaruh. Berdasarkan metode yang sama, nilai tukar rupiah tidak memberikan pengaruh baik terhadap volume tansaksi PUAS maupun pembiayaan. I. Kerangka Pemikiran Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang telah diolah. Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti merangkainya menjadi satu kesatuan yang salaing berhubngan. Metode analisis yang digunakan adaah Analisis Jalur. Hal ini dikarenakan analisis jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel. Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang terdapat di Indonesia. Variabel yang diteliti adalah Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Volume Transaksi 36 Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel eksogen adalah Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2). Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank Indonesia dan Perpustakaan Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi dua bagian. Pertama, pengambilan data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diambil dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) melalui situs (www.bi.go.id). Kedua, pengambilan data Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) di perpustakaan Bank Indonesia. Setelah memperoleh data-data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan analisis. Langkah awal yang diperlukan adalah menentukan struktur persamaan linier dari paradigma penelitian yang telah dibentuk berdasarkan teori-teori yang ada. Kemudian data disimpan menggunakan Software SPSS 17 dan diolah dengan menggunakan Software AMOS 16. Dari output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan anatara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah melakukan analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah gambaran mengenai 37 kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan proses penelitian: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Bank Indonesia Variabel Moneter INFLASI KURS M2 Bank Pembangunan Daerah (BPD) SBI PUAB DPK Analisis Jalur Uji Kesesuaian Model Pengujian Hipotesa Hubungan Langsung dan Tidak Langsung Interpretasi 38 J. Paradigma Penelitian Apabila dilihat dari judul yang peneliti ambil, maka dapat digambarkan sebuah konstruk dari variabel-variabel yang akan diteliti sebagai berikut: Gambar 2.2 Paradigma Penelitian e1 X1 rx1x3 px1z px1y rx1x2 e2 px2z px2y X2 Y rx2x3 rx1x4 rx2x4 pyz Z px3y X3 px3z px4y rx3x4 px4z X4 Keterangan : X1= Inflasi Y = Dana Pihak Ketiga (DPK) X2= Nilai Tukar (Kurs) Z = Volume Transaksi PUAB X3 = Suku Bunga SBI X4 = Jumlah Uang Beredar (M2) K. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 39 1. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Ho : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2), terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). 2. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB).. Ho : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan variabel intervening Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif karena dalam penelitian ini peneliti akan menghitung seberapa besar pengaruh, Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Penelitian ini dilakukan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia periode Januari 2005 - Juni 2010. B. Metode Penentuan Sampel Dalam penelitian ini penulis menggunakan convience sampling, yaitu anggota sampel yang dipilih berdasarkan kemudahan memperoleh data dan tidak menyusahkan mengukurnya serta bersifat kooperatif. (Abdul Hamid, 2007:30). C. Metode Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari literatur-literatur/sumber lain dari dalam maupun luar BI, sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 41 1. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut meliputi: a. Data Inflasi,Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang diperoleh dari laporan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang ada di website bank Indonesia b. Data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperoleh dari laporan bulanan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ada di website bank Indonesia. 2. Library Research Merupakan teknik pengumpulan data yang dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literature yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun. Peneliti melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan yang berkenaan dengan penelitian. D. Metode Analisis Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk kesesuaian (fit) dari matrik korelasi dari dua atau lebih model yang dibandingkan oleh si peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Regresi 42 dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang diprediksi oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi variabel dan nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai goodness of fit. (Imam Ghozali, 2008:21) Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis regresi berganda dan bivariate. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel mediating/intervening atau variabel antara. Disamping itu analisis jalur juga dapat mengukur hubungan langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan hubungan langsung dan tidak langsung, (Imam ghozali, 2008:93). Dilihat dari kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat diperoleh 2 (dua) substruktur linier sebagai berikut: Sub struktur I : X1 X2 Y e1 X3 X4 Gambar 3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3, X4 terhadap Y 43 Bila dirumuskan kedalam persamaan matematis akan didapat model sebagai berikut: Y = ρYX1 + ρYX2 + ρYX3 + ρYX4 + ε 1 Keterangan : Y = Dana Pihak Ketiga (DPK) X3= Suku Bunga SBI X1 = Inflasi X4= Jumlah Uang Beredar (M2) X2 = Nilai Tukar (Kurs) ε 1= Residual Error Sub struktur II : X1 e2 X2 Y Z X3 X4 Gambar 3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3, X4, dan Y Terhadap Z Bila dirumuskan kedalam persamaan matematis akan didapat model sebagai berikut: Z = ρZX1 + ρZX2 + ρZX3 + ρZX4 + ρZY + ε 2 Keterangan : Z = Volume Transaksi PUAB X4= Jumlah Uang Beredar (M2) X1= Inflasi Y = Dana Pihak Ketiga (DPK) X2 = Nilai Tukar (Kurs) ε 2= Residual Error X3 = Suku Bunga SBI 44 Selanjutnya dengan menggunakan model logaritma natural formulasinya dapat dibentuk lebih nyata sebagai berikut Sub Struktur I : Y = ρYX1 + ρYX2 + ρYX3 + ρYX4 + ε 1 Sub Struktur II : Z = ρZX1 + ρZX2 + ρZX3 + ρZX4 + ρZY + ε 2 Hair et. al (1998) dalam Imam Ghozali (2008:61) mengajukan tahapan permodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 (tujuh) langkah yaitu: Langkah 1: Pengembangan Model Berdasar Teori Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Hubungan kausalitas dapat berarti hubungan yang ketat seperti ditemukan dalam proses fisik seperti dalam riset perilaku yaitu alasan seseorang membeli produk tertentu. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam model merupakan dedukasi dari teori. Langkah 2 dan 3: Menyusun Diagram Jalur dan Persamaan Struktural Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan diagram jalur dan menyusun persamaan strukturalnya. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antar model konstruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstrak laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest. 45 Langkah 4: Memilih Jenis Input Matrik dan Estimasi Model yang Diusulkan Model persamaan strukturak berbeda dari teknik analisis multivariate lainnya, SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovarian atau matrik korelasi. Data mentah obesrvasi individu dapat dimasukkan dalam program AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outlier harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung. Teknik estimasi model persamaan struktural pada awalnya dilakukan dengan ordinary least square (OLS) regression, tetapi teknik ini mulai digantikan oleh Maximum Likelihood Estimation (ML) yang lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariate dipenuhi. Teknik ML sekarang digunakan oleh banyak program komputer. Namun demikian teknik ML sangat sensitif terhadap non-normalitas data sehingga diciptakan teknik estimasi lain seperti Weight Least Square (WLS), Generalized Least Square (GLS) dan Asymptotivally Distribution Free (ADF). Langkah 5 : Menilai Identifikasi Model Struktural Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi: (1) adanya nilai standar error yang besar untuk satu atau lebih koefisien, (2) ketidakmampuan program untuk invert information 46 matrix, (3) nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif, (4) adanya nilai korelasi yang tinggi ( > 0,90) antar koefisien estimasi. Langkah 6 : Menilai Kriteria Goodness-of-Fit Salah satu tujuan dari Analisis Jalur adalah menentukan apakah model planusible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model dalam buku Imam Ghozali (2008) terdiri dari: 1. Absolut Fit Measure Absolut fit measure mengukur model fit secara keseluruhan (baik model strultural maupun model pengukuran secara bersamaan). a. LikeliHood-Ratio Chi-Square Statistic Ukuran fundamental dari overall fit adalah likeliHood-ratio chisquare ( χ 2 ). Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini menghasilkan probabilitas (p) akan menghasilkan nilai probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi ( α ) dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi-square yang tidak signifikan (p ≥ 0.05) karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan data observasi. 47 b. CMIN/DF Adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini untuk mengukur fit. Menurut Wheaton et. Al (1977) dalam Imam GHozali (2008) nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran yang reasonable. Peniliti lainnya seperti Byrne (1988) mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran fit. c. Goodness of Fit Index (GFI) Goodness of Fit Index (GFI) dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbon (1984) yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar antar 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit). Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang lebih baik dan berapa nilai GFI dapat diterima sebagai nilai yang layak belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai di atas 90% sebagai ukuran good fit. d. Root Mean Square Erorrs of Approximation (RMSEA) Root Mean Square Error Of Approximination (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistic chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfitmatori atau competing model strategi dengan jumlah sampel besar. 48 2. Incremental Fit Measures Incremental Fit Measures membandingkan proposed model dengan baseline model sering disebut dengan null model. Null model merupakan model realistic dimana model-model yang lain harus diatasnya. a. Adjusted Goodness of Fit Indes (AGFI) Adjusted Goodnbess of Fit Index (AGFI) merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of freedom untuk propsed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah ≥ 0,90. b. Tucker-Lewis Index (TLI) Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index (NNFI). Pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony kedalam indek komparasi antara proposal model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1.0. Nilai TLI yang direkomemdasikan adalah ≥ 0,90. c. Normed Fit Index (NFI) Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no fit at all) sampai 1.0 (perfect fit). Seperti halnya TLI tidak ada nilai absolut yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya direkomendasikan ≥ 0,90. 49 3. Parsimony Fit Measures Ukuran ini menghubungkan goodness-of-fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai level fit. Tujuan dasarnya adalah untuk mendiagnose apakah model fit telah tercapai dengan “overfitting” data yang memiliki banyak koefisien. Prosedur ini mirip dengan “adjustment” terhadap nilai R2 didalam multiple regression. Namun demikian karena tidak ada uji statistik yang tersedia maka penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model. a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) Parsimonious Goodness-Of-Fit Index (PGFI) memodifikasi GFI atas dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1.0 dengan nilai semakin tinggi menunjukkan model lebih parsimony. b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Parsimonious Normal Fit Index (PNFI) merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan untuk mencapai level fit. Semakin tinggi nilai PNFI semakin baik. Kegunaan utama dari PNFI adalah untuk membandingkan model dengan degree of freedom yang berbeda. Digunakan untuk membandingkan model alternatif sehingga tidak ada nilai yang direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima. Namun demikian jika membandingkan dua model maka perbedaan PNFI 0,60 sampai 0,90 menunjukkan adanya perbedaan model yang signifikan. 50 Tabel 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) Laporan Nilai yang Direkomendasikan Statistik Imam Ghozali (2008) Cut of value Keterangan Absolut Fit Model yang diusulkan Probabilitas χ 2 Tidak signifikan (p > 0.05) cocok/fit dengan data observasi χ 2 /df ≤5 - Ukuran yang reasonable <2 - Ukuran fit < 0.1 < 0.05 RMSEA < 0.01 0.05 ≤ x ≤ 0.08 GFI - good fit - very good fit - outstanding fit - reasonable fit > 0.9 good fit AGFI ≥ 0.9 good fit TLI ≥ 0.9 good fit NFI ≥ 0.9 good fit PNFI 0-1.0 lebih besar lebih baik PGFI 0-1.0 lebih besar lebih baik Incremental Fit Parsimonious Fit (Sumber : Imam Ghozali, 2008) Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model Ketika model telah dinyatakan diterima, maka peneliti dapat mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus 51 dilakukan setelah dikaji banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di cross-validated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima. E. Operasional Variabel 1. Variabel Endogen a. Dana Pihak Ketiga (DPK) Pada dasarnya dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh bank dari masyarakat. Dana tersebut dapat berupa giro, tabungan ataupun deposito yang berasal dari nasabah perorangan atau badan hukum. Data dana pihak ketiga yang digunakan adalah jumlah penghimpunan dana pihak ketiga pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di situs www.bi.go.id. b. Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjammeminjam dana antar satu bank dengan bank lainnya. Transaksinya bisa dilakukan secara langsung melalui telepon atau lembaga kliring. Data variabel ini diambil dari jumlah volume transaksi pasar uang antar bank konvensional di Indonesia yang tersedia pada Laporan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) periode Januari 2005 – Juni 2010 pada situs www.bi.go.id. 52 2. Variabel Eksogen a. Inflasi Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode Januari 2005 - Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id. b. Nilai Tukar (Kurs) Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quatation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestik currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, inestasi internasional, ataupun aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum. Data nilai tukar rupiah dalam penelitian ini diwakili oleh Dollar Amerika Serikat (USD) periode Januari 2005 – 53 Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id. c. Suku Bunga SBI Suku bunga adalah suatu harga atau biaya yang diberikan peminjam atau pihak yang memiliki kekurangan dana kepada pihak yang meminjamkan dana atau memiliki kelebihan dana atas penggunaan dana tersebut pada jarak waktu tertentu. Data suku bunga SBI yang digunakan adalah perkembangan suku bunga SBI 1 bulan periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id. d. Jumlah Uang Beredar (M2) Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money). Data junlah uang beredar yang digunakan adalah jumlah uang beredar periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id. 54 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 14/1967 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 7/1992 tentang perbankan di Indonesia bahwa lembaga keuangan merupakan badan atau lembaga yang kegiatannya menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Dalam keputusan SK Menkeu RI no. 792 Tahun 1990 dinyatakan bahwa lembaga keuangan adalah semua badan usaha yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan. Dari pengertian tersebut di atas maka yang bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan adalah suatu badan usaha atau institusi yang memiliki kekayaan utama dalam bentuk asset-asset baik financial maupun non-fiancial yang aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 55 Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank sistem, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. (www.bi.go.id). Bank Umum (122) Bank Pemerintah (4) Bank Swasta (118) BPR (1861) BPR Konvensional (1718) BPR Syariah (143) Bank Pemerintah Unit Usaha Syariah (2) Bank Pembangunan Daerah(26) Bank Umum Swasta (83) BPD Unit Usaha Syariah (14) BPD Umum Swasta Unit Usaha Syariah (10) Bank Umum Swasta Syariah (9) Gambar 4.1 Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Mei 2010 56 Bank-bank umum milik pemerintah daerah adalah Bank-bank Pembangunan Daerah yang pendiriannya didasarkan pada Undang-undang No. 13 Tahun 1962. Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank Pembangunan Daerah (BPD) tersebut harus memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi perseroan terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut di atas. Jumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) sampai dengan Mei 2010 mencapai 26 bank. B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007, SPSS 17.0 dan Amos 16 untuk dapat megolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel eksogen; inflasi, Nilai Tukar (Kurs) dan jumlah uang beredar (M2). Sedangkan variabel endogen; DPK dan volume transaksi PUAB. a. Analisis Deskriptif Variabel Inflasi Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Boediono (2001:161) Inflasi adalah kecenderungan dari harga untuk naik secara umum dan terus menerus. 57 Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga-harga lain. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2001:5). Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode Januari 2005 - Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id. Tabel 4.1 Data Inflasi BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 0.0061 0.006 0.0073 0.0068 0.0062 0.0062 0.0065 0.0069 0.0076 0.0149 0.0153 0.0143 2006 0.0142 0.0149 0.0131 0.0128 0.013 0.0129 0.0126 0.0124 0.0121 0.0052 0.0044 0.0055 INFLASI 2007 2008 0.0052 0.0061 0.0053 0.0062 0.0054 0.0068 0.0058 0.0075 0.005 0.0087 0.0048 0.0092 0.0051 0.0099 0.0054 0.0099 0.0058 0.0101 0.0057 0.0098 0.0056 0.0097 0.0055 0.0092 2009 0.0076 0.0072 0.0066 0.0061 0.005 0.003 0.0023 0.0023 0.0024 0.0021 0.002 0.0023 2010 0.0031 0.0032 0.0029 0.0033 0.0035 0.0042 - (Sumber: Data diolah) Tabel 4.1 menunjukkan fluktuasi tingkat inflasi periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini tingkat inflasi terendah terjadi bulan November 2009 yaitu sebesar 0,002, sedangkan tingkat 58 inflasi tertinggi terjadi pada bulan November 2005 yaitu sebesar 0,0153. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: Gambar 4.2 Inflasi (Sumber: Data diolah) b. Analisis Deskriptif Variabel Nilai Tukar (Kurs) Menurut Adiwarman A. Karim (2006:157) exchange rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quatation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestik currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Apabila kurs riil tinggi, barang-barang dari luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik menjadi lebih mahal, begitu pun sebaliknya, (Prof. Gregory Mankiw 2006:130). 59 Data nilai tukar yang digunakan adalah data bulanan nilai tukar periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id. Tabel 4.2 Data Nilai Tukar (Kurs) BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 9165 9260 9480 9570 9495 9713 9819 10240 10310 10090 10035 9830 2006 9395 9230 9075 8775 9220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9020 Nilai Tukar Rp/$ 2007 2008 9090 9291 9160 9051 9118 9217 9083 9234 8828 9318 9054 9225 9186 9118 9410 9153 9137 9378 9103 10995 9376 12151 9419 10950 2009 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9400 2010 9365 9335 9115 9012 9180 9083 - (Sumber: Data diolah) Tabel 4.2 menunjukkan fluktuasi nilai tukar Rp/$ pada periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, nilai tukar Rp/$ terendah terjadi pada bulan Mei 2007 yaitu sebesar Rp. 8.828,-, sedangkan nilai tukar Rp/$ tertinggi terjadi pada bulan November 2008 yaitu sebesar Rp. 12.151,-. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut. 60 Gambar 4.3 Grafik Nilai Tukar (Kurs) (Sumber: Data diolah) c. Analisis Deskriptif Variabel Tingkat Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga yang dikeluarkan Bank Indonesia sebagai pengakuan atas utang yang memiliki jangka waktu pendek antara 1-3 bulan dengan sistem diskonto/bunga. Sertifikat Bank Indonesia merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Data suku bunga SBI 61 yang digunakan adalah perkembangan suku bunga SBI 1 bulan periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id. Tabel 4.3 Data Suku Bunga SBI BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 0.0062 0.0062 0.0062 0.0064 0.0066 0.0069 0.0071 0.008 0.0083 0.0092 0.0102 0.0106 2006 0.0106 0.0106 0.0106 0.0106 0.0104 0.0104 0.0102 0.0098 0.0094 0.009 0.0085 0.0081 Suku Bunga SBI 2007 2008 0.0079 0.0067 0.0077 0.0066 0.0075 0.0066 0.0075 0.0067 0.0073 0.0069 0.0071 0.0073 0.0069 0.0077 0.0069 0.0077 0.0069 0.0081 0.0069 0.0092 0.0069 0.0094 0.0067 0.009 2009 0.0079 0.0073 0.0068 0.0063 0.006 0.0058 0.0056 0.0055 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 2010 0.0054 0.0053 0.0052 0.0052 0.0053 0.0052 - (Sumber: Data diolah) Tabel 4.3 menunjukkan fluktuasi tingkat suku bunga SBI pada periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, tingkat suku bunga SBI terendah terjadi pada bulan Maret, April dan Juni 2010 yaitu sebesar 0,0052, sedangkan tingkat suku bunga SBI tertinggi terjadi pada bulan Desember 2005 dan Januari, Februari, Maret dan April 2006 yaitu sebesar 0,0106. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: 62 Gambar 4.4 Grafik Suku Bunga SBI (Sumber: Data diolah) d. Analisis Deskriptif Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) Uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat digunakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar dimasyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada dibank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money), menurut Dahlan Siamat, (2005:93). Jumlah uang yang beredar ini selalu dikendalikan jumlahnya oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter agar tidak melebihi kebutuhan perekonomian. Data jumlah uang beredar yang digunakan adalah data bulanan jumlah uang beredar periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut 63 diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id Tabel 4.4 Data Jumlah Uang Beredar (M2) BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES Jumlah Uang Beredar (dalam Milyaran Rupiah) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1017491 1194939 1367957 1596565 1874145 2073860 1014377 1197771 1369244 1603750 1900208 2066481 1022703 1198748 1379237 1594390 1916752 2111350 1046655 1197122 1385715 1611691 1912623 2115125 1049516 1241866 1396069 1641733 1927070 2142339 1076526 1257785 1454578 1703381 1977532 2230237 1092206 1252815 1474769 1686050 1960950 1119102 1274084 1493051 1682811 1995294 1154052 1294745 1516884 1778139 2018294 1168841 1329426 1533845 1812490 2021517 1169085 1341940 1559569 1851023 2062206 1202763 1382493 1649663 1895839 2141384 - (Sumber: Data diolah) Tabel 4.4 menunjukkan fluktuasi jumlah uang beredar pada periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, jumlah uang beredar terendah terjadi pada bulan Januari 2005 yaitu sebesar Rp. 1.017.491,- (milyar), sedangkan jumlah uang beredar tertinggi terjadi pada bulan Juni 2010 yaitu sebesar Rp. 2.230.237,- (milyar). Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut. 64 Gambar 4.5 Grafik Jumlah Uang Beredar (M2) (Sumber: Data diolah) e. Analisis Deskriptif Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Menurut Slamet Riyadi (2006:79) Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Data Dana Pihak Ketiga (DPK) yang digunakan adalah jumlah penghimpunan DPK pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada situs www.bi.go.id. 65 Tabel 4.5 Data Dana Pihak Ketiga (DPK) DPK (dalam Milyaran Rupiah) BULAN JAN 2005 60338 2006 87338 2007 124011 2008 127864 2009 151045 2010 160376 FEB 61774 92143 129630 135187 155017 164539 63904 96396 134873 141028 166111 181181 MEI 62461 63145 100825 115291 137451 138051 140927 148815 172660 171724 184041 183098 JUN 69672 117107 140308 144359 171573 198673 JUL 73653 114775 145782 147245 169456 - AGT 78208 125450 152525 146383 173696 - SEP OKT 77658 125549 153631 159201 173873 - NOV 73336 77554 127647 127796 150537 151479 166004 162210 175135 168015 - DES 85283 129141 134287 143262 152251 - MAR APR (Sumber: Data diolah) Tabel 4.5 menunjukkan perkembangan jumlah DPK pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian ini, jumlah DPK terendah terjadi pada bulan Januari 2005 yaitu sebesar Rp 60.338,- (milyar), sedangkan jumlah DPK tertinggi terjadi pada bulan Juni 2010 yaitu sebesar Rp 198.763,(milyar). Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut. 66 Gambar 4.6 Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK) (Sumber: Data diolah) f. Analisis Deskriptif Variabel Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pasar uang antar bank atau sering disebut interbank call money market atau sering disingkat dengan call money, merupakan sumber yang paling cepat untuk memperoleh dana bagi bank. Sumber dana PUAB ini sering digunakan bagi bank-bank yang sedang mengalami kekalahan kliring, yaitu suatu keadaan dimana jumlah tagihan yang masuk lebih besar dibandingkan tagihan keluar, menurut Dahlan Siamat (2005:303). Data volume transaksi PUAB yang digunakan adalah volume transaksi PUAB periode Januari 2005 – Juni 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) pada situs www.bi.go.id 67 Tabel 4.6 Data Volume Transaksi PUAB BULAN Volume Transaksi PUAB (dalam Milyaran Rupiah) JAN 2005 120685 2006 151683 2007 243302 2008 342519 2009 301488 2010 101299 FEB 113979 158793 233463 150616 161603 124915 MAR 122723 185813 304700 596200 323086 335669 APR 122490 145153 233776 360650 205518 257000 MEI 119705 185141 252704 359267 178027 24551 JUN 142040 158535 243641 313608 80427 160901 JUL 130043 173439 264821 562135 148067 - AGT 124818 174509 251285 565389 66088 - SEP 118103 186483 260787 333200 61365 - OKT 170506 167942 199923 251245 149915 - NOV 94531 179248 240313 152048 47000 - DES 140032 214313 206030 162640 135361 - (Sumber: Data diolah) Tabel 4.6 menunjukkan fluktuasi volume transaksi PUAB pada periode Januari 2005 - Juni 2010. Pada masa penelitian, volume transaksi PUAB terendah terjadi pada bulan Mei 2010 yaitu sebesar Rp 24.551,- (milyar), sedangkan volume transaksi PUAB tertinggi terjadi pada Maret 2008 yaitu sebesar Rp 596.200,- (milyar). Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut: 68 Gambar 4.7 Grafik Volume Transaksi PUAB (Sumber: Data diolah) 2. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Jumlah Uang Beredar (M2) dan Suku Bunga SBI terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) serta Implikasinya terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Analisis jalur ini dibagi menjadi dua substruktur. Substruktur yang pertama menganalisis pengaruh inflasi, Nilai Tukar (Kurs), suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (M2) sebagai variabel eksogen terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel endogen. Substruktur yang kedua menganalisis pengaruh inflasi, Nilai Tukar (Kurs), suku bunga SBI, jumlah uang beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel eksogen terhadap volume transaksi PUAB sebagai variabel endogen. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan AMOS 16, maka dapat digambarkan diagram jalur sebagai berikut. 69 Gambar 4.8 Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan INFLASI .89 .06 .89 KURS .05 -.54 -.05 -.15 .41 e2 .89 .28 DPK 1.26 PUAB -.78 SBI .27 e1 -.31 1.03 -.58 -1.03 M2 (Sumber: Data diolah) a. Analisis Korelasi Korelasi antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Korelasi Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) Korelasi Antar Variabel Inflasi <--> M2 M2 < - -> Kurs M2 < - -> SBI Inflasi < - -> Kurs Kurs < - -> SBI Inflasi < - -> SBI (Sumber: Data diolah) Estimasi -0.543 0.266 -0.578 0.057 0.049 0.890 Probabilitas 0.000 0.038 0.000 0.644 0.692 0.000 70 1) Korelasi antara Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar (M2) Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar (M2). Untuk menafsirkan angka tersebut digunakan kriteria sebagai berikut: 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada) > 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup kuat > 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat > 0,75 – 1 : Korelasi sangat kuat Untuk pengujian lebih lanjut, maka diajukan hipotesis: Ho : Tidak ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel. Ha : Ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel. Pengujian berdasarkan signifikan: • Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima • Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak Korelasi sebesar -0,543 mempunyai maksud hubungan antara variabel inflasi terhadap jumlah uang beredar kuat dan berlawanan. Berlawanan artinya apabila terjadi kenaikan inflasi, maka jumlah uang beredar akan mengalami penurunan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi signifikan. 71 2) Korelasi antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Nilai Tukar (Kurs) Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap Nilai Tukar (Kurs) sebesar 0,266. Korelasi sebesar 0,266 mempunyai maksud hubungan antara variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap Nilai Tukar (Kurs) cukup kuat dan searah. Searah artinya jika jumlah uang beredar (M2) mengalami kenaikan maka Nilai Tukar (Kurs) juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,038 < 0,05 maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi signifikan. 3) Korelasi antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Suku Bunga SBI Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap suku bunga SBI sebesar -0,578. Korelasi sebesar -0,578 mempunyai maksud hubungan antara variabel jumlah uang beredar (M2) terhadap suku bunga SBI kuat dan berlawanan. Berlawanan artinya apabila terjadi kenaikan jumlah uang beredar (M2) maka tingkat suku bunga SBI akan mengalami penurunan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 maka telah 72 cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi signifikan. 4) Korelasi antara Inflasi terhadap Nilai Tukar (Kurs) Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel inflasi terhadap Nilai Tukar (Kurs) sebesar 0,057. Korelasi sebesar 0,057 mempunyai maksud hubungan antara inflasi terhadap variabel Nilai Tukar (Kurs) sangat lemah dan searah. Searah artinya apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi maka Nilai Tukar (Kurs) juga akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,644 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi tidak signifikan. 5) Korelasi antara Nilai Tukar (Kurs) terhadap Suku Bunga SBI Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel Nilai Tukar (Kurs) terhadap suku bunga SBI sebesar 0,049. Korelasi sebesar 0,049 mempunyai maksud hubungan antara variabel Nilai Tukar (Kurs) terhadap suku bunga SBI sangat lemah dan searah. Searah artinya apabila terjadi kenaikan Nilai Tukar (Kurs) maka suku bunga SBI juga akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,692 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi tidak signifikan. 73 6) Korelasi antara Inflasi terhadap Suku Bunga SBI Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel inflasi terhadap suku bunga SBI sebesar 0,890. Korelasi sebesar 0,890 mempunyai maksud hubungan antara variabel inflasi dan suku bunga SBI sangat kuat dan searah. Searah artinya apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi, maka suku bunga SBI juga akan mengalami kenaikan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi signifikan. b. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Gambar hasil analisis diagram jalur Substruktur pertama adalah: Gambar 4.9 Diagram Jalur Substruktur I INFLASI -.31 .06 e1 .89 .89 KURS -.15 DPK .05 -.54 .27 SBI -.58 .41 1.03 M2 (Sumber : Output AMOS 16) 74 Analisis jalur substruktur yang pertama adalah menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), suku bunga SBI dan jumlah uang beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) baik secara simultan maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized Regression Weight. Sedangkan untuk melihat signifikansi pengaruh antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight kolom Probability (lihat lampiran). Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan AMOS 16 adalah sebagai berikut. Tabel 4.8 Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK Pengaruh antar variabel Inflasi - - > DPK Kurs - - > DPK SBI - - > DPK M2 - - > DPK (Sumber : Data diolah) Estimasi -0.308 -0.145 0.412 1.029 Probabilitas R Square 0.000 0.000 0.000 0.000 0.891 Untuk melihat pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) secara gabungan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), kita dapat melihat hasil perhitungan pada tabel 4.8 khususnya angka R square. Besarnya angka R square (r2) adalah 0,891. Angka tersebut digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel Inflasi, Nilai 75 Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) secara gabungan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan cara menghitung koefisien determinasi (KD) dengan menggunakan rumus berikut: KD = r2 x 100% KD = 0,891x 100% KD = 89,1% Angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) secara simultan adalah 89,1%, sedangkan sisanya sebesar 10,9% (100%-89,1%) dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain, variabilitas kepuasan yang dapat diterangkan dengan menggunakan variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) adalah sebesar 89,1%, sementara pengaruh yang disebabkan oleh variabel-variebel lain di luar model ini adalah sebesar 10,9%. Untuk melihat besarnya pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) secara parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.8, sedangkan untuk melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas. 76 1) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel inflasi dengan dana pihak ketiga (DPK), dapat melakukan langkahlangkah analisis sebagai berikut: Ketentuan Hipotesis: Ho : Tidak ada hubungan linier antara Inflasi terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Ha : Ada hubungan linier antara Inflasi terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan kriteria sebagai berikut: • Jika probabilitas penelitian < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. • Jika probabilitas penelitian > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Inflasi dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Inflasi dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.308 atau -30,8%. Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila Inflasi mengalami kenaikan, maka jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mengalami 77 penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Patria Yunita (2007) bahwa inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap dana pihak ketiga. Ini berarti apabila terjadi peningkatan inflasi, maka Dana Pihak Ketiga akan mengalami penurunan diakibatkan oleh penarikan dana oleh nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Selain tingkat suku bunga, besarnya saving masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi ekonomi negara. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Rossar Maries (2008:65) yang menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari inflasi adalah berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang diakibatkan turunnya nilai riil uang. Dengan turunnya nilai riill uang tersebut mengakibatkan pendapatan riil yang diperoleh menjadi berkurang. Berkurangnya pendapatan yang diperoleh mengakibatkan kemampuan nasabah untuk menabung atau untuk menyimpan uangnya di bank menjadi turun, karena pendapatan yang diperoleh habis digunakan untuk konsumsi. 2) Pengaruh Antara Variabel Nilai Tukar (Kurs) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Nilai Tukar (Kurs) dengan Dana 78 Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Nilai Tukar (Kurs) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.145 atau -14,5%. Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila nilai tukar mengalami kenaikan, maka jumlah DPK akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Darna (2006:80) bahwa nilai tukar (exchange rate) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap jumlah DPK. Menurutnya, depresiasi nilai tukar diikuti dengan kenaikan tingat bunga yang akan berpengaruh langsung terhadap menurunnya kegiatan ekonomi di sektor riil yang merupakan sektor utama bagi penyaluran dana perbankan syariah. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat mendorong para nasabah kelompok rasional pada perbankan syariah untuk menarik dana simpanannya untuk dipindahkan ke bank konvesional. Alasannya adalah dengan tingkat bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi secara tajam, tingkat bagi hasil perbankan syariah tidak mungkin dapat bersaing dengan tingkat bunga bank konvensional. Sehingga saat rupiah terdepresiasi akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan jumlah DPK bank konvensional. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Pariyo (2004) apabila Rupiah mengalami depresiasi (penurunan nilai mata uang dalam negeri/Rupiah terhadap mata uang luar negeri/USD), maka DPK mengalami 79 kenaikan, sebaliknya jika Rupiah mengalami Apresiasi maka DPK akan mengalami penurunan. 3) Pengaruh Antara Suku Bunga SBI Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel suku bunga SBI dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh suku bunga SBI dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0.412 atau 41,2%. Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila suku bunga SBI mengalami kenaikan, maka jumlah DPK juga akan mengalami kenaikan. Teorinya, tingkat suku bunga SBI mempengaruhi perbankan konvensional dalam menentukan tingkat bunga simpanan dan kredit. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku simpanan dan kredit yang ditawarkan oleh bank juga akan semakin tinggi. Pada umumnya, nasabah bank di Indonesia sangat tertarik terhadap suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh bank. Saat suku bunga simpanan tinggi, para nasabah lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu, jumlah DPK bank juga mengalami peningkatan. Teori ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamid Ponco (2006) dalam Ilman Rahdiyat (2009:92) bahwa dari sisi konsumen 80 (deposan) meningkatnya suku bunga akan menyebabkan dana pihak ketiga (DPK) perbankan meningkat. 4) Pengaruh Antara Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar atau 1,029 atau 102,9%. Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila Jumlah Uang Beredar (M2) mengalami kenaikan, maka jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rossar Maries (2008:78) bahwa jumlah M2 memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap DPK. Ini berarti apabila jumlah M2 mengalami peningkatan menyebabkan jumlah DPK yang dihimpun juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan jumlah M2, memberikan tambahan dana segar bagi perbankan nasional secara umum. Peningkatan jumlah M2 juga menandakan kenaikan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi 81 pada deposito berjangka. Maka jumlah DPK meningkat seiring dengan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukann investasi pada deposito berjangka di bank. c. Analisis Jalur Pengaruh Variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Adapun gambar hasil analisis diagram jalur Substruktur Kedua adalah sebagai berikut: Gambar 4.10 Diagram Jalur Substruktur II INFLASI .89 e2 .06 .89 KURS DPK .05 -.54 SBI .27 .28 -.05 -.58 1.26 PUAB -.78 -1.03 M2 (Sumber : Output AMOS 16) Analisis jalur sub struktur yang kedua adalah menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik secara simultan 82 maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized Regression Weight. Sedangkan untuk melihat signifikansi pengaruh antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight kolom Probability (lihat pada lampiran). Adapun Ringkasan hasil perhitungan dengan menggunakan Software AMOS 16 adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Pengaruh antar variabel Inflasi - - > PUAB Kurs - - > PUAB SBI - - > PUAB M2 - - > PUAB DPK - - > PUAB (Sumber : Data diolah) Estimasi 0.891 -0.048 -0.782 -1.028 1.262 Probabilitas 0.000 0.694 0.004 0.004 0.000 R Square 0.281 Untuk melihat pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara gabungan dapat dilihat pada tabel 4.9 kolom R Square. Besarnya angka R square (r2) adalah sebesar 0,281. Angka tersebut menjelaskan bahwa pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara 83 simultan adalah 28,1% (0,281 x 100%), sedangkan sisanya sebesar 71,9% (100% - 28,1%) dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain, variabilitas kepuasan yang dapat diterangkan dengan menggunakan variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 28,1%, sementara pengaruh 71,9% disebabkan oleh variabel-variabel lain di luar model ini. Untuk melihat besarnya pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.9, sedangkan untuk melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas. 1) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Inflasi terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Inflasi terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 0,891 atau 89,1%. Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, 84 apabila Inflasi mengalami kenaikan, maka volume transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tony Hidayat (2007:112) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara inflasi dan PUAS. Dampak dari kenaikan inflasi salah satunya adalah menurunkan pendapatan riil masyarakat. Menurunnya pendapatan riil masyarakat menyebabkan Non Performing Financing (NPF) bank meningkat. Sehingga, dalam hal ini perilaku perbankan cenderung risk averse dengan menaruh kelebihan likuiditasnya di pasar uang antar bank, dari pada menyalurkannnya ke kredit saat tingkat inflasi meningkat. Di sisi lain, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga kredit. Saat tingkat suku bunga kredit naik, akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit kepada bank. Sehingga bank akan cenderung menaruh kelebihan likuditasnya di pasar uang antar bank dari pada menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada masyarakat saat tingkat inflasi tinggi. 2) Pengaruh antara variabel Nilai Tukar (Kurs) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0.694 > 0,05. Maka tidak cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, tidak ada hubungan linier antara variabel Nilai Tukar (Kurs) 85 terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Nilai Tukar (Kurs) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -0,048 atau -4,8%. Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh yang tidak signifikan dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, tidak ada hubungan antara Nilai Tukar (Kurs) terhadap Volume Transaksi PUAB. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eep Syaefullah Fatah (2010:81) bahwa nilai tukar rupiah tidak signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAS. Secara teori, nilai tukar rupiah tidak berhubungan secara langsung dengan transaksi yang terjadi di pasar uang antar bank. Fungsi dari pasar uang antar bank adalah untuk memfasilitasi bank-bank dalam memlihara likuiditasnya. Salah satu faktor utama bangkrutnya suatu bank bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena bank tidak mampu dalam mengelola likuiditasnya. 3) Pengaruh Antara Variabel Suku Bunga SBI Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0.004 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh 86 Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -0,782 atau -78,2%. Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAB. Artinya, apabila suku bunga SBI meningkat maka volume transaksi PUAB akan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulmi (2002:62) bahwa suku bunga SBI memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAB. Transaksi keuangan yang terjadi di pasar uang antar bank (PUAB) lebih banyak digunakan untuk memanfaatkan kelebihan atau menutupi kekurangan likuiditas. Alternative penanam dalam PUAB merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan, karena selain untuk tujuan likuiditas, juga harus mempertimbangkan tingkat resiko dan tingkat income yang akan diperoleh dari transaksi tersebut. Apabila suku bunga PUAB lebih tinggi dari suku bunga SBI, maka bank-bank lebih cenderung untuk menempatkan dananya di PUAB. Sebaliknya, apabila suku bunga SBI lebih tinggi dari suku bunga PUAB, bank-bank lebih cenderung menempatkan dananya di SBI. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Zainuddin H. Nasution (2002:80) bahwa suku bunga akan naik sebagai respon dari melemahnya nilai tukar rupiah. Kecenderungan suku bunga tercermin dari naiknya suku bunga SBI. Meningkatnya suku bunga SBI, berdampak pada naiknya suku bunga jangka pendek seperti PUAB. Saat suku bunga 87 PUAB mengalami kenaikan, maka pihak bank yang kelebihan dana (kredior) akan menempatkan dananya di pasar uang antar bank, guna memperoleh pendapatan daripada membiarkan dananya menganggur (idle fund). 4) Pengaruh Antara Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,004 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -1,028 atau -102,8%. Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar (M2), maka Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Menurut teori Sadono Sukirno (2005:233) salah satu kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam mengatur jumlah uang yang beredar adalah dengan operasi pasar terbuka, yaitu Bank Sentral membuat perubahan-perubahan ke atas jumlah uang yang beredar dengan cara melakukan jual beli surat-surat berharga. Pada waktu 88 perekonomian sedang mengalami resesi, untuk mendorong kegiatan ekonomi, maka uang beredar perlu ditambah. Bank Sentral dapat menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli surat-surat berharga. Uang beredar akan bertambah karena apabila Bank Sentral melakukan pembayaran atas pembeliannya itu, maka cadangan pada bank-bank akan bertambah tinggi. Dengan adanya kelebihan cadangan tersebut mereka dapat memberi pinjaman lebih banyak kepada nasabah. 5) Pengaruh Antara Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Volume Transaksi PUAB. Besarnya pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Volume Transaksi PUAB sebesar 1,262 atau 126,2%. Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Volume Transaksi PUAB. Artinya, apabila terjadi kenaikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), maka volume transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai dengan teori Selamet Riyadi (2006:26) bahwa semua sumber dana yang diperoleh dari Simpanan Giro, Tabungan dan Deposito akan dikumpulkan kemudian dialokasikan berurutan sesuai dengan 89 kebutuhannya. Mula-mula dari Primary Reserve, Secondary Reserve kemudian penempatan pada Inter Bank Money Market (Pasar Uang Antar Bank). Menurut Dahlan Siamat (2005:441) salah satu fungsi adanya pasar uang antar bank adalah untuk menjembatani adanya kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran dana. Secara teori, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan baik suku bunga DPK maupun kredit. Kenaikan suku bunga DPK mengakibatkan naiknya DPK sehingga menyebabkan likuiditas perbankan meningkat. Bank akan menaruh likuiditasnya di pasar uang antar bank saat terdapat kelebihan likuiditas guna memperoleh pendapatan lebih daripada membiarkan dananya menganggur (idle fund). Rangkuman seluruh pengujian pengaruh antar variabel eksogen dan endogen dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.10 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen Pengaruh Variabel Inflasi DPK Kurs DPK SBI DPK M2 DPK Inflasi PUAB Kurs PUAB SBI PUAB M2 PUAB DPK PUAB (Sumber : Data diolah) Estimasi -0.308 -0.145 0.412 1.029 0.891 -0.048 -0.782 1.028 1.262 Probabilitas 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.694 0.004 0.004 0.000 Kesimpulan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan 90 d. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesuai atau belum, maka dilakukan uji kesesuaian model (Goodness of Fit) sebagai berikut. Tabel 4.11 Hasil Uji Goodness of Fit Pengaruh Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK serta Implikasinya terhadap Volume Transaksi PUAB Laporan Statistik Nilai yang Direkomendasikan (Imam Ghozali, 2008) Hasil Keterangan Prob. χ 2 Tidak signifikan (p > 0.05) - Model tidak cocok χ 2 /df ≤5 <2 < 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 ≤ x ≤ 0.08 ≥ 0.9 - - 0.545 Poor Fit 1 Perfect Fit ≥ 0.9 ≥ 0.9 ≥ 0.9 1 Perfect Fit 0-1.0 0-1.0 0 0 Poor Fit Poor Fit Absolut Fit RMSEA GFI Incremental Fit AGFI TLI NFI Parsimonious Fit PNFI PGFI (Sumber : Data diolah) Hasil uji Goodness of Fit tersebut masih banyak yang tidak Terdefinisi maka pengujian tersebut dianggap kurang Fit. Hal ini disebabkan dalam model tersebut masih ada pengaruh antar variabel yang tidak signifikan. Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis jalur model trimming. Analisis Jalur Model Trimming adalah model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur bila koefisien betanya (eksogen) tidak signifikan. Dalam hal ini peneliti menghilangkan salah satu jalur (panah) 91 yang memiliki koefisien betanya tidak signifikan dan yang memiliki probabilitas terbesar. Rangkuman hasil trimming model dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.12 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi Indeks Goodness of Fit Absolut Fit Prob. χ 2 Cut-Off Value Trimming I - 0.694 0 1 - 0.154 0.545 0.000 1 0.999 ≥ 0.9 ≥ 0.9 ≥ 0.9 1 0.983 1.044 0.999 0-1.0 0-1.0 0 0 0.067 0.048 Tidak signifikan (p > 0.05) Df χ 2 /df RMSEA ≤5 <2 < 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 ≤ x ≤ 0.08 ≥ 0.9 GFI Incremental Fit AGFI TLI NFI Parsimonious Fit PNFI PGFI (Sumber: Data diolah) Hasil Uji Sebelum Trimming Pada trimming pertama, jalur (panah) Nilai Tukar (Kurs) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) dihilangkan karena memiliki probabilitas 0,694 > 0,05 (tidak signifikan). Dari hasil modifikasi I model analisis jalur dengan menghilangkan jalur (panah) Nilai Tukar (Kurs) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), diperoleh indeks kesesuaian model yang cukup baik dan sudah tidak menunjukkan probabilitas yang lebih dari 0,05. Dari 92 modifikasi pertama, maka dapat diperoleh hasil perhitungan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Pengaruh antar Variabel Setelah Trimming Pengaruh Variabel Inflasi - - > DPK Kurs - - > DPK SBI - - > DPK M2 - - > DPK Inflasi - - > PUAB SBI - - > PUAB M2 - - > PUAB DPK - - > PUAB (Sumber: Data diolah) Estimasi -0.308 -0.145 0.412 1.029 0.901 -0.809 -1.095 1.310 Probabilitas 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.002 0.000 0.000 Kesimpulan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Dikarenakan terjadi trimming yaitu dengan membuang bagian jalur yang tidak signifikan, maka dari itu penelitian selanjutnya bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap DPK. 2. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan DPK terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). 3. Analisis Jalur Setelah Trimming Pengujian analisis jalur setelah trimming terdiri dari 2 (dua) sub struktur. Yang pertama adalah menganalisis pengaruh antara pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap DPK 93 baik secara simultan maupun parsial. Yang kedua menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan DPK terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik secara simultan maupun parsial. Dari hasil perhitungan setelah trimming dengan menggunakan AMOS 16, maka dapat digambarkan diagram jalur setelah trimming sebagai berikut. Gambar 4.11 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming INFLASI .90 e1 -.31 .89 KURS -.54 .28 -.15 DPK .41 .27 e2 .89 1.31 PUAB -.81 SBI 1.03 -.58 -1.10 M2 (Sumber : Output Amos 16) Tabel 4.14 Hasil Korelasi antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 setelah Trimming Korelasi Antar Variabel Inflasi <--> M2 M2 < - -> Kurs M2 < - -> SBI Inflasi < - -> SBI (Sumber : Data diolah) Estimasi -0.543 0.266 -0.578 0.890 Probabilitas 0.000 0.038 0.000 0.000 94 Korelasi antara Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia tidak berbeda dengan analisis korelasi sebelum trimming. a. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Secara Simultan dan Parsial Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur pertama adalah sebagai berikut. Gambar 4.12 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming INFLASI -.31 .89 KURS e1 .89 -.15 DPK -.54 .27 SBI .41 1.03 -.58 M2 (Sumber : Output Amos 16) Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk ringkasan tabel sebagai berikut. 95 Tabel 4.15 Hasil Uji Pengaruh antara Inflasi, Kurs, SBI dan M2 terhadap DPK Pengaruh antar variable Inflasi - - > DPK Kurs - - > DPK SBI - - > DPK M2 - - > DPK (Sumber : Data diolah) Estimasi Probabilitas R Square -0.308 -0.145 0.412 1.029 0.000 0.000 0.000 0.000 0.891 Besarnya pengaruh variabel Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) secara simultan adalah 89,1%, sedangkan sisanya sebesar 10,9% (100%89,1%) dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar model ini. 1) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Inflasi dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Inflasi dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.308 atau -30,8%. Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila Inflasi mengalami kenaikan, maka jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Patria Yunita (2007) bahwa inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap dana pihak ketiga. Ini berarti apabila terjadi peningkatan inflasi, maka Dana 96 Pihak Ketiga akan mengalami penurunan diakibatkan oleh penarikan dana oleh nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Selain tingkat suku bunga, besarnya saving masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi ekonomi negara. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Rossar Maries (2008:65) yang menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari inflasi adalah berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang diakibatkan turunnya nilai riil uang. Dengan turunnya nilai riill uang tersebut mengakibatkan pendapatan riil yang diperoleh menjadi berkurang. Berkurangnya pendapatan yang diperoleh mengakibatkan kemampuan nasabah untuk menabung atau untuk menyimpan uangnya di bank menjadi turun, karena pendapatan yang diperoleh habis digunakan untuk konsumsi. 2) Pengaruh Antara Variabel Nilai Tukar (Kurs) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Nilai Tukar (Kurs) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Nilai Tukar (Kurs) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.145 atau -14,5%. Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila nilai tukar mengalami kenaikan, maka jumlah DPK akan mengalami 97 penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Darna (2006:80) bahwa nilai tukar (exchange rate) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap jumlah DPK. Menurutnya, depresiasi nilai tukar diikuti dengan kenaikan tingat bunga yang akan berpengaruh langsung terhadap menurunnya kegiatan ekonomi di sektor riil yang merupakan sektor utama bagi penyaluran dana perbankan syariah. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat mendorong para nasabah kelompok rasional pada perbankan syariah untuk menarik dana simpanannya untuk dipindahkan ke bank konvesional. Alasannya adalah dengan tingkat bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi secara tajam, tingkat bagi hasil perbankan syariah tidak mungkin dapat bersaing dengan tingkat bunga bank konvensional. Sehingga saat rupiah terdepresiasi akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan jumlah DPK bank konvensional. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Pariyo (2004) apabila Rupiah mengalami depresiasi (penurunan nilai mata uang dalam negeri/Rupiah terhadap mata uang luar negeri/USD), maka DPK mengalami kenaikan, sebaliknya jika Rupiah mengalami Apresiasi maka DPK akan mengalami penurunan. 98 3) Pengaruh Antara Suku Bunga SBI Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel suku bunga SBI dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh suku bunga SBI dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0.412 atau 41,2%. Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila suku bunga SBI mengalami kenaikan, maka jumlah DPK juga akan mengalami kenaikan. Teorinya, tingkat suku bunga SBI mempengaruhi perbankan konvensional dalam menentukan tingkat bunga simpanan dan kredit. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku simpanan dan kredit yang ditawarkan oleh bank juga akan semakin tinggi. Pada umumnya, nasabah bank di Indonesia sangat tertarik terhadap suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh bank. Saat suku bunga simpanan tinggi, para nasabah lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu, jumlah DPK bank juga mengalami peningkatan. Teori ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamid Ponco (2006) dalam Ilman Rahdiyat (2009:92) bahwa dari sisi konsumen (deposan) meningkatnya suku bunga akan menyebabkan dana pihak ketiga (DPK) perbankan meningkat. 99 4) Pengaruh Antara Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar atau 1,029 atau 102,9%. Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Artinya, apabila Jumlah Uang Beredar (M2) mengalami kenaikan, maka jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rossar Maries (2008:78) bahwa jumlah M2 memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap DPK. Ini berarti apabila jumlah M2 mengalami peningkatan menyebabkan jumlah DPK yang dihimpun juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan jumlah M2, memberikan tambahan dana segar bagi perbankan nasional secara umum. Peningkatan jumlah M2 juga menandakan kenaikan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi pada deposito berjangka. Maka jumlah DPK meningkat seiring 100 dengan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukann investasi pada deposito berjangka di bank. b. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Secara Simultan dan Parsial Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur kedua adalah sebagai berikut. Gambar 4.13 Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming INFLASI e2 .90 .28 .89 DPK 1.31 PUAB -.54 SBI -.58 -.81 -1.10 M2 (Sumber : Output Amos 16) Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk ringkasan tabel sebagai berikut. 101 Tabel 4.16 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, SBI, M2 dan DPK terhadap Volume Transaksi PUAB Pengaruh antar variable Inflasi - - > PUAB SBI - - > PUAB M2 - - > PUAB DPK - - > PUAB (Sumber : Data diolah) Estimasi 0.901 -0.809 -1.095 1.310 Probabilitas R Square 0.000 0.002 0.279 0.000 0.000 Besarnya pengaruh variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) secara simultan adalah 27,9%, sedangkan sisanya sebesar 72,1% (100%-27,9%) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model ini. Besarnya pengaruh Inflasi terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar 0,901 atau 90,1%, pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar -0,809 atau -80,9%, pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar -1,095 atau -109,5%, dan pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar 1,310 atau 131%. 1) Pengaruh Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Inflasi terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Inflasi 102 terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 0,891 atau 89,1%. Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, apabila Inflasi mengalami kenaikan, maka volume transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tony Hidayat (2007:112) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara inflasi dan PUAS. Dampak dari kenaikan inflasi salah satunya adalah menurunkan pendapatan riil masyarakat. Menurunnya pendapatan riil masyarakat menyebabkan Non Performing Financing (NPF) bank meningkat. Sehingga, dalam hal ini perilaku perbankan cenderung risk averse dengan menaruh kelebihan likuiditasnya di pasar uang antar bank, dari pada menyalurkannnya ke kredit saat tingkat inflasi meningkat. Di sisi lain, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga kredit. Saat tingkat suku bunga kredit naik, akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit kepada bank. Sehingga bank akan cenderung menaruh kelebihan likuditasnya di pasar uang antar bank dari pada menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada masyarakat saat tingkat inflasi tinggi. 103 2) Pengaruh Antara Variabel Suku Bunga SBI Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0.004 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -0,782 atau -78,2%. Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAB. Artinya, apabila suku bunga SBI meningkat maka volume transaksi PUAB akan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulmi (2002:62) bahwa suku bunga SBI memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAB. Transaksi keuangan yang terjadi di pasar uang antar bank (PUAB) lebih banyak digunakan untuk memanfaatkan kelebihan atau menutupi kekurangan likuiditas. Alternative penanam dalam PUAB merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan, karena selain untuk tujuan likuiditas, juga harus mempertimbangkan tingkat resiko dan tingkat income yang akan diperoleh dari transaksi tersebut. Apabila suku bunga PUAB lebih tinggi dari suku bunga SBI, maka bank-bank lebih cenderung untuk menempatkan dananya di PUAB. Sebaliknya, apabila suku bunga SBI lebih tinggi dari suku bunga PUAB, bank-bank lebih 104 cenderung menempatkan dananya di SBI. Hasil tersebut juga sejalan dengan penelitian Zainuddin H. Nasution (2002:80) bahwa suku bunga akan naik sebagai respon dari melemahnya nilai tukar rupiah. Kecenderungan suku bunga tercermin dari naiknya suku bunga SBI. Meningkatnya suku bunga SBI, berdampak pada naiknya suku bunga jangka pendek seperti PUAB. Saat suku bunga PUAB mengalami kenaikan, maka pihak bank yang kelebihan dana (kredior) akan menempatkan dananya di pasar uang antar bank, guna memperoleh pendapatan daripada membiarkan dananya menganggur (idle fund). 3) Pengaruh Antara Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,004 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Besarnya pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -1,028 atau -102,8%. Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar (M2), maka Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) 105 akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Menurut teori Sadono Sukirno (2005:233) salah satu kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam mengatur jumlah uang yang beredar adalah dengan operasi pasar terbuka, yaitu Bank Sentral membuat perubahan-perubahan ke atas jumlah uang yang beredar dengan cara melakukan jual beli surat-surat berharga. Pada waktu perekonomian sedang mengalami resesi, untuk mendorong kegiatan ekonomi, maka uang beredar perlu ditambah. Bank Sentral dapat menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli surat-surat berharga. Uang beredar akan bertambah karena apabila Bank Sentral melakukan pembayaran atas pembeliannya itu, maka cadangan pada bank-bank akan bertambah tinggi. Dengan adanya kelebihan cadangan tersebut mereka dapat memberi pinjaman lebih banyak kepada nasabah. 4) Pengaruh Antara Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Volume Transaksi PUAB. Besarnya pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Volume Transaksi PUAB sebesar 1,262 atau 126,2%. 106 Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Volume Transaksi PUAB. Artinya, apabila terjadi kenaikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), maka volume transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai dengan teori Selamet Riyadi (2006:26) bahwa semua sumber dana yang diperoleh dari Simpanan Giro, Tabungan dan Deposito akan dikumpulkan kemudian dialokasikan berurutan sesuai dengan kebutuhannya. Mula-mula dari Primary Reserve, Secondary Reserve kemudian penempatan pada Inter Bank Money Market (Pasar Uang Antar Bank). Menurut Dahlan Siamat (2005:441) salah satu fungsi adanya pasar uang antar bank adalah untuk menjembatani adanya kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran dana. Secara teori, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan baik suku bunga DPK maupun kredit. Kenaikan suku bunga DPK mengakibatkan naiknya DPK sehingga menyebabkan likuiditas perbankan meningkat. Bank akan menaruh likuiditasnya di pasar uang antar bank saat terdapat kelebihan likuiditas guna memperoleh pendapatan lebih daripada membiarkan dananya menganggur (idle fund). 107 c. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Setelah Trimming Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesuai atau belum, maka dilakukan uji kesesuaian model (Goodness of Fit) sebagai berikut: Tabel 4.17 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming Laporan Statistik Nilai yang Direkomendasikan (Imam Ghozali, 2008) Hasil Keterangan 0.154(0.694) 1 Model cocok 0.154 Good fit 0.000 Good fit 0.999 Good fit ≥ 0.9 ≥ 0.9 ≥ 0.9 0.983 1.044 0.999 Good fit Good fit Good fit PNFI 0-1.0 0.067 PGFI 0-1.0 0.048 Absolut Fit χ 2 (prob.) Df Tidak signifikan (p > 0.05) χ 2 /df RMSEA GFI Incremental Fit AGFI TLI NFI Parsimonious Fit ≤5 <2 < 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 ≤ x ≤ 0.08 > 0.9 Lebih besar lebih baik Lebih besar lebih baik (Sumber : Data diolah) Dilihat dari nilai chi-square sebesar 0.154 dengan probabilitas 0,694 yang jauh diatas 0,05 dapat disimpulkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Begitu juga apabila dilihat dari kriteria fit lainnya seperti CMIN/DF ( χ 2 /df) sebesar 0,154 yang dapat disimpulkan bahwa model sangat baik karena berada dibawah 2. 108 Begitu juga apabila dilihat dari krteria fit lainnya seperti GFI, TLI, NFI, AGFI yang berada di atas 0,90 yang dapat disimpulkan bahwa model sangat baik. Nilai PNFI dan PGFI masih relatif kecil yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan model yang signifikan. Menurut Imam Ghozali (2008:71) apabila salah satu kriteria tidak fit maka dapat melihat kriteria fit yang lainnya. d. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Beberapa pengaruh langsung dan tidak langsung (melalui Dana Pihak Ketiga (DPK) ; Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) serta melaui Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)) dan pengaruh total dari Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dapat dilihat pada tabel dan uraian sebagai berikut: i. Pengaruh antara variabel Inflasi terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Inflasi memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap DPK sebesar -0,308. ii. Pengaruh antara Inflasi terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Inflasi memiliki pengaruh langsung pada Volume Transaksi PUAB sebesar 0,901. Pengaruh tidak langsung Inflasi terhadap Volume Transaksi PUAB melalui DPK sebesar -0,403 ( -0,308 x 1,310 ). 109 Pengaruh Total Inflasi terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar 0,498 ( 0,901 + (-0,403)). iii. Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Kurs memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap DPK sebesar -0,145. iv. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Suku Bunga SBI memiliki pengaruh langsung/pengaruh total pada DPK sebesar 0,412. v. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Suku Bunga SBI memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar -0,809. Pengaruh tidak langsung Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi PUAB melalui DPK sebesar 0,54 ( 0,412 x 1,310 ). Pengaruh Total Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -0,269 ( -0.809 + 0,54). vi. Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap DPK sebesar 1,029. vii. Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) 110 Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar -1,095. Pengaruh tidak langsung Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi PUAB melalui DPK sebesar 1,348 ( 1,029 x 1,310 ). Pengaruh Total Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 0,253 ( -1,095 + 1,348). viii. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) DPK memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap Volume Transaksi PUAB sebesar 1,310. Tabel 4.18 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung, dan Pengaruh Total tentang Inflasi (X1), Kurs (X2), SBI (X3), M2 (X4), dan DPK (Y) terhadap PUAB (Z) -0.308 Pengaruh Kausal Tidak Langsung Melalui Y - -0.308 X1 → Z 0.901 -0.403 0.498 X2 → Y X3 → Y -0.145 0.412 - -0.145 0.412 X3 → Z X4 → Y X4 → Z -0.809 1.029 0.54 - -0.269 1.029 -1.095 Y→Z 1.310 (Sumber : Data diolah) 1.348 - 0.253 1.310 Pengaruh variabel Langsung X1 → Y Total 111 3. Interpretasi Hasil Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun persamaan path analysis setelah trimming sebagai berikut : 1. Persamaan Sub Struktur I DPK = -0,308 Inflasi – 0,145 Kurs + 0,412 SBI + 1,029 M2 + 0,109 ε 1 ; R square = 0,891 Hasil pengujian setalah trimming secara simultan, diketahui variabel Inflasi, Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap DPK pada Bank Pembangunan Daerah (BPD). Artinya, apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi, maka jumlah DPK akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Patria Yunita (2007) bahwa inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap dana pihak ketiga. Ini berarti apabila terjadi peningkatan inflasi, maka Dana Pihak Ketiga akan mengalami penurunan diakibatkan oleh penarikan dana oleh nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hasil ini sesuai dengan penelitian Darna (2006:80) bahwa nilai tukar (exchange rate) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap jumlah 112 DPK. Menurutnya, depresiasi nilai tukar diikuti dengan kenaikan tingat bunga yang akan berpengaruh langsung terhadap menurunnya kegiatan ekonomi di sektor riil yang merupakan sektor utama bagi penyaluran dana perbankan syariah. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat mendorong para nasabah kelompok rasional pada perbankan syariah untuk menarik dana simpanannya untuk dipindahkan ke bank konvesional. Alasannya adalah dengan tingkat bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi secara tajam, tingkat bagi hasil perbankan syariah tidak mungkin dapat bersaing dengan tingkat bunga bank konvensional. Sehingga saat rupiah terdepresiasi akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan jumlah DPK bank konvensional. Suku Bunga SBI memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap jumlah DPK Bank Pembangunan Daerah (BPD). Artinya, apabila Suku Bunga SBI mengalami kenaikan, maka jumlah DPK juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamid Ponco (2006) dalam Ilman Rahdiyat (2009:92) bahwa suku bunga SBI berpengaruh signifikan dan positif terhadap jumlah DPK. Tingkat suku bunga SBI mempengaruhi perbankan konvensional dalam menentukan tingkat bunga simpanan dan kredit. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku simpanan dan kredit yang ditawarkan oleh bank juga akan semakin tinggi. Pada umumnya, nasabah bank di Indonesia sangat tertarik terhadap suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh bank. Saat suku bunga simpanan tinggi, para nasabah 113 lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu, jumlah DPK bank juga mengalami peningkatan. Jumlah Uang Beredar (M2) miliki pengaruh signifikan dan positif terhadap jumlah DPK. Artinya, apabila terjadi kenaikan jumlah M2, maka jumlah DPK juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rossar Maries (2008:78) bahwa jumlah M2 memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap DPK. Ini berarti apabila jumlah M2 mengalami peningkatan menyebabkan jumlah DPK yang dihimpun juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan jumlah M2, memberikan tambahan dana segar bagi perbankan nasional secara umum. Peningkatan jumlah M2 juga menandakan kenaikan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi pada deposito berjangka. Maka jumlah DPK meningkat seiring dengan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menabung atau melakukann investasi pada deposito berjangka di bank. 2. Persamaan Sub Struktur II PUAB = 0,901 Inflasi – 0,809 SBI – 1,095 M2 + 1,310 DPK + 0,721 ε 2 ; R square = 0,279 Hasil pengujian setalah trimming secara simultan, diketahui variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). 114 Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi memiliki pengaruh signifikan dan positif pada Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi, maka Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) juga akan mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tony Hidayat (2007:112) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara inflasi dan PUAS. Dampak dari kenaikan inflasi salah satunya adalah menurunkan pendapatan riil masyarakat. Menurunnya pendapatan riil masyarakat menyebabkan Non Performing Financing (NPF) bank meningkat. Sehingga, dalam hal ini perilaku perbankan cenderung risk averse dengan menaruh kelebihan likuiditasnya di pasar uang antar bank, dari pada menyalurkannnya ke kredit saat tingkat inflasi meningkat. Di sisi lain, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga kredit. Saat tingkat suku bunga kredit naik, akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit kepada bank. Sehingga bank akan cenderung menaruh kelebihan likuditasnya di pasar uang antar bank dari pada menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada masyarakat saat tingkat inflasi tinggi. Suku bunga SBI memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAB. Artinya, apabila suku bunga SBI meningkat maka volume transaksi PUAB akan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulmi (2002:62) bahwa suku bunga 115 SBI memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap volume transaksi PUAB. Transaksi keuangan yang terjadi di pasar uang antar bank (PUAB) lebih banyak digunakan untuk memanfaatkan kelebihan atau menutupi kekurangan likuiditas. Alternative penanam dalam PUAB merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan, karena selain untuk tujuan likuiditas, juga harus mempertimbangkan tingkat resiko dan tingkat income yang akan diperoleh dari transaksi tersebut. Apabila suku bunga PUAB lebih tinggi dari suku bunga SBI, maka bank-bank lebih cenderung untuk menempatkan dananya di PUAB. Sebaliknya, apabila suku bunga SBI lebih tinggi dari suku bunga PUAB, bank-bank lebih cenderung menempatkan dananya di SBI. Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Artinya, apabila terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar (M2), maka Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Menurut teori Sadono Sukirno (2005:233) salah satu kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam mengatur jumlah uang yang beredar adalah dengan operasi pasar terbuka, yaitu Bank Sentral membuat perubahan-perubahan ke atas jumlah uang yang beredar dengan cara melakukan jual beli surat-surat berharga. Pada waktu perekonomian sedang mengalami resesi, untuk mendorong kegiatan ekonomi, maka uang beredar perlu ditambah. Bank Sentral dapat menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli surat-surat berharga. 116 Uang beredar akan bertambah karena apabila Bank Sentral melakukan pembayaran atas pembeliannya itu, maka cadangan pada bank-bank akan bertambah tinggi. Dengan adanya kelebihan cadangan tersebut mereka dapat memberi pinjaman lebih banyak kepada nasabah. Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap Volume Transaksi PUAB. Artinya, apabila terjadi kenaikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), maka volume transaksi PUAB juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini sesuai dengan teori Dahlan Siamat (2005:441) bahwa salah satu fungsi adanya pasar uang antar bank adalah untuk menjembatani adanya kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran dana. Secara teori, kenaikan inflasi akan direspon oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI, hal ini juga menyebabkan kenaikan suku bunga perbankan baik suku bunga DPK maupun kredit. Kenaikan suku bunga DPK mengakibatkan naiknya DPK sehingga menyebabkan likuiditas perbankan meningkat. Bank akan menaruh likuiditasnya di pasar uang antar bank saat terdapat kelebihan likuiditas guna memperoleh pendapatan lebih daripada membiarkan dananya menganggur (idle fund). 117 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengujian path analysis pada substruktur I ditemukan bahwa variabel Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh secara simultan terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar 0,891 atau 89,1%. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi dan Nilai Tukar (Kurs) memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD), sedangkan variabel Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD). 2. Hasil pengujian path analysis pada substruktur II Inflasi, Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar (M2) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh secara simultan pada Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 0,279 atau 27,9%. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif pada Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB), sedangkan Inflasi dan Dana Pihak 118 Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif pada Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). 3. Dari hasil pengujian substruktur I dan II, diketahui bahwa pengaruh langsung dan tidak langsung yaitu variabel Inflasi memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 0,901. Sedangkan pengaruh tidak langsung Inflasi terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) melalui Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0.403. Variabel Suku Bunga SBI memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -0,809. Sedangkan pengaruh tidak langsung Suku Bunga SBI terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) melalui Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 0,54. Variabel Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar -1,095. Sedangkan pengaruh tidak langsung Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) melalui Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 1,348. Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh langsung terhadap Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebesar 1,310. 119 B. Implikasi Berkaitan dengan implikasi pada penelitian ini, peneliti menganalisis empat variabel eksogen yaitu Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap varaibel endogen yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) di kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) mulai bulan Januari tahun 2005 hingga bulan Juni tahun 2010. Agar dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam serta komprehensif maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Menggunakan data yang lebih akurat dengan jumlah data yang lebih banyak dan dengan rentang waktu yang lebih panjang. Penggunaan data yang lebih akurat dan dengan rentang waktu yang lebih panjang memungkinkan hasil penelitian lebih baik. 2. Menambah variabel eksogen dan endogen yang lebih banyak, baik dari variabel moneter maupun variabel internal perbankan seperti Produk Domestik Bruto (PDB), permodalan, Suku Bunga Simpanan atau Kredit, Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk memperkaya perspektif analisis. 3. Menggunakan metode dan alat uji yang lebih lengkap dan akurat sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih valid. 120 Daftar Pustaka Adiwarman Karim, “Bank Islam: Analisis Fikih dan Keuangan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2004. Banjarnahor, Nova Riana. “Mekanisme Suku Bunga SBI Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi Indonesia: 1990.1-2007.4”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 2008. Bank Indonesia. “Analisis ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II – 2010”. Bank Indonesia. 2010. Bank Indonesia. “Kajian Stabilitas Keuangan. No. 14, Maret 2010”. Jakarta : Bank Indonesia, 2010. Boediono, “Ekonomi Moneter” Edisi ke Tiga, BFE, Yogyakarta, 2001. Brue, Mc Connell. “Microeconomics, 16th Edition”. Mc Graw Hill-Irwin. New York: America. 2005. Case, Fair & Oster. “Principle of Macroeconomics, 9th Edition”. Pearson Education Inc. New Jersey. 2009. Colander, C. David. “Macro Economics”. The McGraw Hill Company. New York, 2004. Dornbusch, Fischer & Richard. “Macro Economics, 10th Edition”. Mc Graw Hill. New York: America. 2008. Ghozali, Imam. “Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program Amos 16.0”, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2008. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta, 2007. Ismath, Obiyatullah Bacha. “The Islamic Interbank Money Market And A Dual Banking Sistem : The Malaysian Experience”. Munich Personal Repec Archive, 2008. Judisseno, Risky. “Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Kasmir. “Manajemen Perbankan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Khalwaty, T. “Inflasi Dan Solusinya”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.2001. 121 Mankiw, Gregory. “Principles of Economics (Pengantar Ekonomi Mikro)”, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Marcus, Bodie Kane. “Essential of Investment”. The McGraw Hill Companies. 2004. Marries, Rossar. “Dampak Fluktuasi Variabel Makro Terhadap Dana Pihak Ketiga Yang Dihimpun Dan Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia”. Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana Timur Tengah dan Islam Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008. Miskhin, Fredric S. “The Economics of Money, Banking, and Financial Markets”, 8th Edition. 2008. Nasution, H, Zainuddin. “Analisis Korelasi Suku Bunga Sertifikat Indonesia Dan Suku Bunga Intervensi Terhadap Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank”. Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Kekhususan Administrasi Dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia. 2002. Pariyo. “Variabel Makro Ekonomi yang mempengaruhi Penghimpunan Dana Pihak Ketiga”, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. Ponco, Hamid. “Pengaruh Variabel Ekonomi Makro (PDB, Suku Bunga, Kurs) Terhadap Kinerja Perbankan Syariah”. Tesis, Pasca Sarjana FEUI, Jakarta. 2006. Pramudyarto. “Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Fungsi Intermediasi Perbankan”. Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 2004. Ratnawati, Nirdukita dan Rizki Rulli. “Analisis Pengaruh Variabel Indikator Ekonomi Makro Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pasar Barang dan Pasar Uang Periode 1990.I-2005.4”. 2007. Republik Indonesia. “Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan”, Jakarta, 1998. Riyadi, Slamet. “Banking Asset And Liability Management”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2006. Samuelson & Nordhaus. “Economics, 8th Edition”. Mc Graw Hill-Irwin. New York: America. 2005. Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Edisi Kelima, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005. 122 Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2004. Warjiyo, Perry. “Stabilitas Sistem Perbankan dan Kebijakan Moneter”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta, 2004. Yunita, Patria. “Pengaruh Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi, dan Kurs US Dollar Terhadap Kinerja Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah”.Tesis. Pasca Sarjana FEUI, Jakarta. 2007. Zulmi. “Efektivitas Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Dalam Mempengaruhi Suku Bunga Pasar”. Tesis (Magister) Program Pasca Sarjana Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2002. www.bi.go.id www.bps.go.id 123 LAMPIRAN Data Variabel a. Data Inflasi BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 0.0061 0.006 0.0073 0.0068 0.0062 0.0062 0.0065 0.0069 0.0076 0.0149 0.0153 0.0143 2006 0.0142 0.0149 0.0131 0.0128 0.013 0.0129 0.0126 0.0124 0.0121 0.0052 0.0044 0.0055 INFLASI 2007 2008 0.0052 0.0061 0.0053 0.0062 0.0054 0.0068 0.0058 0.0075 0.005 0.0087 0.0048 0.0092 0.0051 0.0099 0.0054 0.0099 0.0058 0.0101 0.0057 0.0098 0.0056 0.0097 0.0055 0.0092 2009 0.0076 0.0072 0.0066 0.0061 0.005 0.003 0.0023 0.0023 0.0024 0.0021 0.002 0.0023 2010 0.0031 0.0032 0.0029 0.0033 0.0035 0.0042 - (Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id) b. Nilai Tukar (Kurs) BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 9165 9260 9480 9570 9495 9713 9819 10240 10310 10090 10035 9830 2006 9395 9230 9075 8775 9220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9020 Nilai Tukar Rp/$ 2007 2008 9090 9291 9160 9051 9118 9217 9083 9234 8828 9318 9054 9225 9186 9118 9410 9153 9137 9378 9103 10995 9376 12151 9419 10950 2009 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9400 2010 9365 9335 9115 9012 9180 9083 - (Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id) 124 c. Suku Bunga SBI BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 0.0062 0.0062 0.0062 0.0064 0.0066 0.0069 0.0071 0.008 0.0083 0.0092 0.0102 0.0106 2006 0.0106 0.0106 0.0106 0.0106 0.0104 0.0104 0.0102 0.0098 0.0094 0.009 0.0085 0.0081 Suku Bunga SBI 2007 2008 0.0079 0.0067 0.0077 0.0066 0.0075 0.0066 0.0075 0.0067 0.0073 0.0069 0.0071 0.0073 0.0069 0.0077 0.0069 0.0077 0.0069 0.0081 0.0069 0.0092 0.0069 0.0094 0.0067 0.009 2009 0.0079 0.0073 0.0068 0.0063 0.006 0.0058 0.0056 0.0055 0.0054 0.0054 0.0054 0.0054 2010 0.0054 0.0053 0.0052 0.0052 0.0053 0.0052 - (Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id) d. Jumlah Uang Beredar (M2) BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 1,017,491 1,014,377 1,022,703 1,046,655 1,049,516 1,076,526 1,092,206 1,119,102 1,154,052 1,168,841 1,169,085 1,202,763 Jumlah Uang Beredar (dalam Milyaran Rupiah) 2006 2007 2008 2009 2010 1,194,939 1,367,957 1,596,565 1,874,145 2,073,860 1,197,771 1,369,244 1,603,750 1,900,208 2,066,481 1,198,748 1,379,237 1,594,390 1,916,752 2,111,350 1,197,122 1,385,715 1,611,691 1,912,623 2,115,125 1,241,866 1,396,069 1,641,733 1,927,070 2,142,339 1,257,785 1,454,578 1,703,381 1,977,532 2,230,237 1,252,815 1,474,769 1,686,050 1,960,950 1,274,084 1,493,051 1,682,811 1,995,294 1,294,745 1,516,884 1,778,139 2,018,294 1,329,426 1,533,845 1,812,490 2,021,517 1,341,940 1,559,569 1,851,023 2,062,206 1,382,493 1,649,663 1,895,839 2,141,384 - (Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id) 125 e. Dana Pihak Ketiga (DPK) BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES 2005 60,338 61,774 63,904 62,461 63,145 69,672 73,653 78,208 77,658 73,336 77,554 85,283 DPK (dalam Milyaran Rupiah) 2006 2007 2008 2009 87,338 124,011 127,864 151,045 92,143 129,630 135,187 155,017 96,396 134,873 141,028 166,111 100,825 137,451 140,927 172,660 115,291 138,051 148,815 171,724 117,107 140,308 144,359 171,573 114,775 145,782 147,245 169,456 125,450 152,525 146,383 173,696 125,549 153,631 159,201 173,873 127,647 150,537 166,004 175,135 127,796 151,479 162,210 168,015 129,141 134,287 143,262 152,251 2010 160,376 164,539 181,181 184,041 183,098 198,673 - (Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, www.bi.go.id) f. Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES Volume Transaksi PUAB (dalam Milyaran Rupiah) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 120685 151683 243302 342519 301488 101299 113979 158793 233463 150616 161603 124915 122723 185813 304700 596200 323086 335669 122490 145153 233776 360650 205518 257000 119705 185141 252704 359267 178027 24551 142040 158535 243641 313608 80427 160901 130043 173439 264821 562135 148067 124818 174509 251285 565389 66088 118103 186483 260787 333200 61365 170506 167942 199923 251245 149915 94531 179248 240313 152048 47000 140032 214313 206030 162640 135361 - (Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, www.bi.go.id) 126 Hasil ANALISIS AMOS 16 Sebelum Trimming INFLASI .06 .89 -.05 KURS .05 -.54 e1 .89 -.31 DPK .41 SBI .27 -.15 1.03 e2 .28 .89 1.26 PUAB -.78 -1.03 -.58 M2 Notes for Model (Default model) Computation of degrees of freedom (Default model) Number of distinct sample moments: Number of distinct parameters to be estimated: Degrees of freedom (21 - 21): 21 21 0 Result (Default model) Minimum was achieved Chi-square = .000 Degrees of freedom = 0 Probability level cannot be computed Regression Weights: (Group number 1 - Default model) DPK DPK DPK DPK PUAB PUAB PUAB PUAB PUAB <--<--<--<--<--<--<--<--<--- Estimate S.E. INFLASI -3100781.444 909100.171 KURS -7.273 2.202 SBI 9097655.513 2053243.660 M2 .106 .006 INFLASI 27475831.504 7762999.050 M2 -.322 .112 DPK 3.861 .975 KURS -7.359 18.718 SBI -52740622.989 18425410.618 C.R. -3.411 -3.302 4.431 19.048 3.539 -2.884 3.958 -.393 -2.862 P *** *** *** *** *** .004 *** .694 .004 Label par_7 par_8 par_9 par_10 par_11 par_12 par_13 par_14 par_15 127 Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model) DPK DPK DPK DPK PUAB PUAB PUAB PUAB PUAB <--<--<--<--<--<--<--<--<--- INFLASI KURS SBI M2 INFLASI M2 DPK KURS SBI Estimate -.308 -.145 .412 1.029 .891 -1.028 1.262 -.048 -.782 Covariances: (Group number 1 - Default model) INFLASI M2 M2 KURS INFLASI INFLASI <--> <--> <--> <--> <--> <--> Estimate S.E. C.R. P Label M2 -701.360 182.295 -3.847 *** par_1 KURS 69203133.501 33389652.734 2.073 .038 par_2 SBI -341.391 84.563 -4.037 *** par_3 SBI .059 .150 .396 .692 par_4 KURS .152 .329 .461 .644 par_5 SBI .000 .000 5.360 *** par_6 Correlations: (Group number 1 - Default model) INFLASI M2 M2 KURS INFLASI INFLASI <--> <--> <--> <--> <--> <--> M2 KURS SBI SBI KURS SBI Estimate -.543 .266 -.578 .049 .057 .890 Variances: (Group number 1 - Default model) INFLASI M2 KURS SBI e1 e2 Estimate S.E. C.R. P Label .000 .000 5.701 *** par_16 126937731635.032 22266351096.630 5.701 *** par_17 533154.363 93521.462 5.701 *** par_18 .000 .000 5.701 *** par_19 145246623.078 25477943.110 5.701 *** par_20 8983282257.860 1575771948.791 5.701 *** par_21 128 Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model) DPK PUAB Estimate .891 .281 Total Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI 9097655.513 -17615858.683 KURS -7.273 -35.440 M2 .106 .085 INFLASI -3100781.444 15504151.852 DPK .000 3.861 Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .412 -.261 KURS -.145 -.232 M2 1.029 .271 INFLASI -.308 .503 DPK .000 1.262 Direct Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI 9097655.513 -52740622.989 KURS -7.273 -7.359 M2 .106 -.322 INFLASI -3100781.444 27475831.504 DPK .000 3.861 Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .412 -.782 KURS -.145 -.048 M2 1.029 -1.028 INFLASI -.308 .891 DPK .000 1.262 Indirect Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .000 35124764.306 KURS .000 -28.081 M2 .000 .407 INFLASI .000 -11971679.653 DPK .000 .000 Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .000 .521 KURS .000 -.183 M2 .000 1.299 INFLASI .000 -.388 DPK .000 .000 129 Model Fit Summary CMIN Model Default model Saturated model Independence model NPAR 21 21 6 CMIN .000 .000 304.140 DF 0 0 15 P CMIN/DF .000 20.276 RMR, GFI Model Default model Saturated model Independence model RMR .028 .000 2726114539.922 GFI 1.000 1.000 .507 AGFI PGFI .309 .362 Baseline Comparisons Model Default model Saturated model Independence model NFI Delta1 1.000 1.000 .000 RFI rho1 .000 IFI Delta2 1.000 1.000 .000 TLI rho2 .000 CFI 1.000 1.000 .000 Parsimony-Adjusted Measures Model Default model Saturated model Independence model PRATIO .000 .000 1.000 PNFI .000 .000 .000 PCFI .000 .000 .000 NCP .000 .000 289.140 LO 90 .000 .000 236.147 NCP Model Default model Saturated model Independence model HI 90 .000 .000 349.565 FMIN Model Default model Saturated model Independence model FMIN .000 .000 4.679 F0 .000 .000 4.448 LO 90 .000 .000 3.633 HI 90 .000 .000 5.378 130 RMSEA Model Independence model RMSEA .545 LO 90 .492 HI 90 .599 AIC 42.000 42.000 316.140 BCC 47.069 47.069 317.589 PCLOSE .000 AIC Model Default model Saturated model Independence model BIC 87.983 87.983 329.278 CAIC 108.983 108.983 335.278 ECVI Model Default model Saturated model Independence model ECVI .646 .646 4.864 LO 90 .646 .646 4.048 HI 90 .646 .646 5.793 MECVI .724 .724 4.886 HOELTER Model Default model Independence model HOELTER .05 HOELTER .01 6 7 131 Hasil ANALISIS AMOS 16 Setelah Trimming INFLASI .06 .89 KURS .05 -.54 e1 .90 -.31 .27 1.03 .28 .89 -.15 DPK .41 SBI e2 1.31 PUAB -.81 -1.10 -.58 M2 Notes for Model (Default model) Computation of degrees of freedom (Default model) Number of distinct sample moments: Number of distinct parameters to be estimated: Degrees of freedom (21 - 20): 21 20 1 Result (Default model) Minimum was achieved Chi-square = .154 Degrees of freedom = 1 Probability level = .694 Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Estimate S.E. DPK <--- INFLASI -3100781.444 909100.171 DPK <--- KURS -7.273 2.202 DPK <--- SBI 9097655.513 2053243.660 DPK <--- M2 .106 .006 PUAB <--- INFLASI 27766584.940 7736871.612 PUAB <--- M2 -.344 .098 PUAB <--- DPK 4.006 .904 PUAB <--- SBI -54607618.837 17824048.128 C.R. -3.411 -3.302 4.431 19.048 3.589 -3.500 4.433 -3.064 P *** *** *** *** *** *** *** .002 Label par_7 par_8 par_9 par_10 par_11 par_12 par_13 par_14 132 Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model) DPK DPK DPK DPK PUAB PUAB PUAB PUAB <--<--<--<--<--<--<--<--- INFLASI KURS SBI M2 INFLASI M2 DPK SBI Estimate -.308 -.145 .412 1.029 .901 -1.095 1.310 -.809 Covariances: (Group number 1 - Default model) Estimate S.E. C.R. P Label INFLASI <--> M2 -701.360 182.295 -3.847 *** par_1 M2 <--> KURS 69203133.501 33389652.734 2.073 .038 par_2 M2 <--> SBI -341.391 84.563 -4.037 *** par_3 KURS <--> SBI .059 .150 .396 .692 par_4 INFLASI <--> KURS .152 .329 .461 .644 par_5 INFLASI <--> SBI .000 .000 5.360 *** par_6 Correlations: (Group number 1 - Default model) INFLASI M2 M2 KURS INFLASI INFLASI <--> <--> <--> <--> <--> <--> M2 KURS SBI SBI KURS SBI Estimate -.543 .266 -.578 .049 .057 .890 Variances: (Group number 1 - Default model) INFLASI M2 KURS SBI e1 e2 Estimate S.E. C.R. P Label .000 .000 5.701 *** par_15 126937731635.032 22266351096.630 5.701 *** par_16 533154.363 93521.462 5.701 *** par_17 .000 .000 5.701 *** par_18 145246623.078 25477943.110 5.701 *** par_19 9004642689.070 1579518816.289 5.701 *** par_20 133 Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model) DPK PUAB Estimate .891 .279 Total Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI 9097655.513 -18160461.953 KURS -7.273 -29.138 M2 .106 .079 INFLASI -3100781.444 15344190.226 DPK .000 4.006 Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .412 -.269 KURS -.145 -.190 M2 1.029 .253 INFLASI -.308 .498 DPK .000 1.310 Direct Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI 9097655.513 -54607618.837 KURS -7.273 .000 M2 .106 -.344 INFLASI -3100781.444 27766584.940 DPK .000 4.006 Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .412 -.809 KURS -.145 .000 M2 1.029 -1.095 INFLASI -.308 .901 DPK .000 1.310 Indirect Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .000 36447156.884 KURS .000 -29.138 M2 .000 .423 INFLASI .000 -12422394.715 DPK .000 .000 Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model) DPK PUAB SBI .000 .540 KURS .000 -.190 M2 .000 1.348 INFLASI .000 -.403 DPK .000 .000 134 Model Fit Summary CMIN Model Default model Saturated model Independence model NPAR 20 21 6 CMIN .154 .000 304.140 DF 1 0 15 P .694 CMIN/DF .154 .000 20.276 RMR, GFI Model Default model Saturated model Independence model RMR 633433.003 .000 2726114539.922 GFI .999 1.000 .507 AGFI .983 PGFI .048 .309 .362 Baseline Comparisons Model Default model Saturated model Independence model NFI Delta1 .999 1.000 .000 RFI rho1 .992 .000 IFI Delta2 1.003 1.000 .000 TLI rho2 1.044 .000 CFI 1.000 1.000 .000 Parsimony-Adjusted Measures Model Default model Saturated model Independence model PRATIO .067 .000 1.000 PNFI .067 .000 .000 PCFI .067 .000 .000 NCP .000 .000 289.140 LO 90 .000 .000 236.147 NCP Model Default model Saturated model Independence model HI 90 3.809 .000 349.565 FMIN Model Default model Saturated model Independence model FMIN .002 .000 4.679 F0 .000 .000 4.448 LO 90 .000 .000 3.633 HI 90 .059 .000 5.378 135 RMSEA Model Default model Independence model RMSEA .000 .545 LO 90 .000 .492 HI 90 .242 .599 AIC 40.154 42.000 316.140 BCC 44.982 47.069 317.589 PCLOSE .717 .000 AIC Model Default model Saturated model Independence model BIC 83.947 87.983 329.278 CAIC 103.947 108.983 335.278 ECVI Model Default model Saturated model Independence model ECVI .618 .646 4.864 LO 90 .631 .646 4.048 HI 90 .689 .646 5.793 MECVI .692 .724 4.886 HOELTER Model Default model Independence model HOELTER .05 1618 6 HOELTER .01 2794 7 136