BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Tinjauan tentang Seksio Sesaria 1. Definisi Istilah Seksio Sesaria berasal dari kata latin Caedo, yang berarti memotong ( Boboak,2005 ). Menurut Leon J. Dunn, dalam dr.Lastiko, seksio sesaria adalah persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih melalui pembedahan diperut dengan menyayat dinding rahim. Sementara definisi lain mengatakan seksio sesaria adalah pmbedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim. Adapun menurut Prof.Dr. Rustam Muchtar, bahwa seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan perut atau seksio sesaria adalah suatu histerotemia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. 2. Indikasi Ada beberapa indikasi pasti kelahiran seksio sesaria yaitu ( Marieskind dalam Bobak, 2005 ) a. Distoria b. Presentase bokong pada primi garvida c. Gawat janin d. Prolapsus tali pusat e. Komplikasi medis seperti : Hipertensi akibat kehamilan f. Kelainan plasenta : Plasenta previa, dan solution plasenta g. Malpresentase : presentase bahu, hidrocepalus 3. Komplikasi Komplikasi sesaria meliputi komplikasi maternal terjadi pada 25% sampai 50% kelahiran meliputi (Dunn dalam Bonak, 2005 ) a. Infeksi Nifas : 1. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja 2. Sedang, dengan kenaikan suhu yang tinggi, disertai dehidrasi dan perut gembung 3. Berat, dengan peritonitis, sepsis dan Ileus paralitik. Hal ini dijumpai pada penderita dengan partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intra partal karena ketuban pecah yang terlalu lama. b. Perdarahan, disebabkan karena : 1. Banyak pembuluh darahyang terputus dan terbuka 2. Atonia uteri 3. Perdarahan pada plasenta bed c. Luka kandung kemih, emboli paru d. Kemungkinan rupture uteri spontanpada kehamilan mendatang 4. Perawatan post seksio sesaria Perawatan ibu setelah seksio sesaria merupakan kombinasi antara asuhan keperawatan bedah dan asuhan keperawatan maternitas. Setelah pembedahan selesai ibu akan dipindahkan keruang pemulihan. Pengkajian keperawatan segara setelah seksio sesaria adalah : a. Pemulihan dari efek anestesi a. Derajat nyeri b. Kepatenan jalan nafas, pertahankan posisi untuk mencegah aspirasi c. Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama satu sampai dua jamatau sampai keadaan ibu stabil d. Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlahlochia dikaji demikian pula intake dan output. Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama didominasi oleh nyeri akibat insisi dan nyeridari gas usus halus dan kebutuhan untuk menghilangkan nyeri. Obat nyeri biasa diresepkan setiap tiga sampai empat jam. Tindakan ini untuk mengupayakan kenyamanan adalah : Mengubah posisi, mengganjal insisi dengan bantal, member kompres panas pada abdomen, relaksasi dan imajinasi terbimbing. Mengatasi nyeri post seksio sesaria adalah ( Bobak, 2005 ) : 1. Nyeri akibat insisi : a. Bebat daerah insisi dengan bantal saat bergerak atau batuk b. Gunakan tehnik relaksasidan imajinasi terbimbing c. Terapi music bisa membantu d. Beri kompres panas pada abdomen 2. Nyeri akibat gas a. Jalan sesering mungkin b. Jangan mengkonsumsi makanan yang mengandung gas c. Jangan gunakan untuk minum cairan Perawatan sehari-hari post seksio sesarea meliputi perawatan payudara, personal hygiene, mandi setelah balutan diangkat. Dalam hal ini perawatan dapat memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan pengajaran pada ibu mengenai prosedur post seksio sesarea untuk membantu ibu dalam proses penyembuhan. Jika rencana pulang perawat dapat memberikan informasi tentangdiet, latihan fisik, pembatasan aktifitas, perawatan payudara, aktifitas seksual, dan kontrasepsi. Ibu dianjurkan untuk melaporkan anda-tanda komplikasi pada perawat setelah pemulangan berupa : a. Demam > 38 oC b. Nyeri saat buang air kecil c. Lochia lebih banyak daripada periode menstruasi normal d. Luka terbuka e. Kemerahan dan berdarah pada tempat insisi f. Nyeri abdomen yang parah 5. Nasehat Post Seksio Sesaria a. Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun dengan memakai kontrasepsi b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik c. Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar d. Apakah persalinan yang berikut harus dengan section Caesar tergantung dari indikasi section Caesar dan keadaan pada kehamilan berikutnya. 2.1.2 Tinjauan Tentang Nyeri 1. Pengertian Nyeri adalah pengalaman sensori dam emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial ( Brunner & Suddart, 2002 ). Kozier B & Erb, G ( 1997 ) mengatakan bahwa nyeri adalah suatu dasar yang berhubungan dengan tubuh yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oloeh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau tidak nyaman bagi actual maupun potensial sebagai akibat dari kerusakan jaringan dan nyeri juga merupakan tanda penting adanya gangguan fisiologis dalam system tubuh ( Prihardjo R, 1996 ). Sementara menurut Elizabeth j. Corwin, Nyeri adalah sensasi sebjektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial. Dalam keperawatan nyeri juga diartikan apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Mountcastle dalam Rosemary Mander, 2004 mendefinisikan bahwa nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetukan oleh rangsangan yang merupakan ancaman unuk menghancurkan jaringan atau disebut sebagai sesuatu yang menyakitkan. Dilihat dari aspek emosional nyeri secara tradisional telah digambarkan sebagai suatu emosi yang berhubungan dengan dosa masa lampau. Jika melihat definisi ini maka dapat disimpulkan bahwa : a. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang nyata ( pain with nocicepton ). b. Nyeri dapat timbul tanpa adanya kerusakan yang nyata (pain with nocicepton). Dengan kata lain nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata. Keadaan ini disebut sebagai nyeri akutmisalnya pada nyeri post operasi. 2. Teori Nyeri Teori menurut Long, B.C (1996) adalah sebagai berikut : a. Specifity theory Teori ini di kembangkan tahun 1800. Teori menekankan struktur dan jalan yang sangat spesifik untuk transmisi. Premisnya berdasarkan pada keberadaan ujung saraf bebas dalam perifer yang berpran sebagai penerima rangsangan nyeri yang dapat menerima masukan sensori dan mentransmisikan informasi ini sepanjang serat saraf khusus. b. Pattern Theory Teori ini mengidentifikasi adanya dua serabut saraf nyeri yaitu serabut yang dapat menyampaikan nyeri dengan cepat dan serabut yang menyampaikan nyeri dengan lambat. Kedua saraf bersinaps dalam spinal cord dan merelai informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas dan tipe input sensori nyeri menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri. c. Gate control theory Teori ini dikemukakan oleh Melzalk & Wall (1982). Teori ini menjelaskan suatu mekanisme dalam spinal cord yang bertindak sebagai sebuah pintu yang membuka dan menutup transmisi inpuls nyeri ke otak, dimana tempat pintu tersebut adalah suatu area dalam spinal cord yang disebut substansia galatinosa. Dalam substansia ini terbentuk sinap pada kornu posterior medulla spinalis dari serabut saraf tebal dan tipis. Jika pintu terbuka maka impuls masuk ke spinal cord dan nyeri dipersepsikan. Dan jika pintu dalam substansia galatinosa tertutup maka trnsmisi impuls nyeri ke T-cells dan otak diblok sehingga tidak ada impuls nyeri. Yang berperan dalam membuka dan menutup pintu substansia galatinosa adalah serabut saraf berdiameter kecil. Serabut sarf berdiameter kecil akan menyebabkan pintu dalam substansia galatinosa membuka ada persepsi nyeri dan apabila serabut saraf berdiameter besar banyak maka akan menutupkan pintu dalam substansia galatinosa sehingga menurunkan transmisi nyeri. 3. Fisiologi Nyeri Menurut Long, B.C (1996) fisiologi nyeri adalah sebagai berikut : a. Reseptor Nyeri Tubuh tidak mempunyai organ-organ atau sel-sel khusus yang berperan dalam rangsang nyeri. Rangsang nyeri diterima oleh ujung-ujung saraf bebas yaitu disebut sebagai nociseptor. Reseptor saraf tersebtu tersebar dalam lapisan kulit dan jaringan tertentu yang lebih dalam. Ujung saraf bebas sebagai penerima rangsang nyeri dapat terstimuli oleh tiga stimulus yaitu : 1. Mekanik : diterima oleh reseptor nyeri mekanosensitif. Rasa nyeri terjadi akibat ujung saraf mengalami kerusakan akibat terjadi trauma misalnya karena benturan atau gesekan. 2. Thermos : diterima oleh reseptor nyeri thermosensitif. Nyeri yang terjadi karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan panas atau dingin yang berlebihan. 3. Kimia : diterima oleh reseptor nyeri khemosensitif sebagai akibat perangsangan zat-zat kimia yaitu bradikinin, serotonin, ion kalium, prostaglandin, asetilkolin, dan ezim proteolitik. 4. Perjalanan Nyeri Antara stimuli nyeri sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi (Nociception). Reseptor nyeri (Nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimuli tersebut sifatnya bias mekanik, termal, kimia. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local, sel-sel mast, folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulasi serabut ini mengakibatkn pelepasan histamine dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Sebagai akibat hubungan antara serabut saraf ini, nyeri sering disertai dengan efek vasomotor, otonom dan visceral. Ada empat proses yang jelas terjadi pada suatu nosisepsi yaitu : a. Proses Tranduksi Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxius stimuli) dirubah menjadi suatu aktifitaslistrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). b. Proses transmisi (Transsmission) Dimaksudkan sebagai penyaluran inpuls saraf sensorik menyusul proses tranduksi. Inpuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A Delta dan serabut (sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis di mana inpuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus olek traktus spinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan kedaerah somatosensoris dikorteks cerebri melalui neuron ketiga dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri. c. Proses Modulasi (Modulation) Proses dimana terjadi interaksi antara system analgesic endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Jadi merupakan proses acendens yang dikontrol oleh otak. System analgesic endogen ini meliputi enkeflin, endorphin, serotonin dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup dan terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri. Peristiwa tertutup atau terbuka pintu nyeri tersebut diperankan oleh system analgesic endogen tersebut diatas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subjektif pada setiap orang. d. Persepsi (Perception) Merupakan hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses tranduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. 5. Patofisiologi Nyeri Penelitian menunjukkan bahwa menyusul suatu trauma atau operasi, maka input nyeri dari perifer ke sentral akan mengubah ambang reseptor nyeri baik di perifer maupun di sentral (kornu posterium medulla spinalis). Kedua reseptor nyeri tersebut diatas akan menurun ambang nyerinya, sesaat setelah terjadi input nyeri. Perubahan ini akan menghasilkan suatu keadaan yang disebut sebagai hipersensitifitas baik perifer maupun sentral. Perubahan ini dlam klinik dapat terlihat, dimana daerah perlukaan dan sekitarnya akan berubah menjadi hiperalgesia. Daerah tepat pada perlukaan akan berubah menjadi allodini, artinya dengan stimuli lemah, yang normal tidak menimbulkan rasa nyeri, kini dapat menimbulkan rasa nyeri, daerah ini disebut juga hiperalgesia primer. Dilain pihak daerah sekitar perlukaan yang masih nampak normal, juga berubah menjadi hiperalgesia, artinya dengan suatu stimuli yang kuat untuk cukup meninbulkan rasa nyeri, kini dirasakan sebagai nyeri yang lebih hebat dan berlangsung lebih lama. Daerh ini juga disebut sebagai hiperalgesia sekunder. Kedua perubahan tersebut diatas, baik hiperalgesia primer maupun hiperalgesia sekunder merupakan konsekuensi terjadinya hipersensitifitas perifer dan sentral menyusul suatu input nyeri akibat suatu trauma atau operasi. Ini menunjukkan bahwa susunan saraf kita baik saraf perifer maupun saraf sentaral dapat berubah sifatnya menyusul suatu input nyeri yang kontinyu. Dengan kata lain susunan saraf kita tidak dapat disamakan sebagai suatu kabel yang kaku, tapi mampu berubah sesuai dengan fungsinya sebagai suatu alat proteksi. a. Respon Lokal Akibat terjadinya kerusakan sel dalam jaringan, maka akn terlepas substansi nyeri yang berasal dari tiga tempat yaitu : 1. Kerusakan sel itu sendiri yang akan melepas histamine, kalium, asetilkolin, serotonin, ATP. Juga terjadi sintesa prostaglandin metabolisme asam arahidonat dengan bantuan enzim siklosigenase. 2. Substansi nyeri berupa bradikini, dilepaskan dari plasma darah melalui pembuluh darah yang berubah permeabilitasnya. 3. Substansi nyeri yang dilepaskan dari ujung-ujung saraf itu sendiri yang disebut substan P. Akibat dari terlepasnya substansi nyeri tersebut diatas menyebabkan perubahanperubahan local yang oleh Celsus, seorang dokter zaman romawi menyebutnya sebagai tanda-tanda inflamasi berupa kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (funtio laesa). Dalam klinik perubahan-perubahan ini tampak sebagai gejala hiperalgesia atau allodini. Hiperalgesia artinya stimul: yng cukup menimbulkan nyeri, kini dirasakan sangat nyeri, sedangkan allodini artinya stimuli tidak nyeri (misalnya rabaan) kini menjadi tidak nyeri. Gejala hiperalgesia dan allodini ini menjadi penting dalm klinik karena sekali terjadi hal ini dibuthkan dosi obat analgesic yang lebih tinggi untuk menghilangkannya. b. Respon Lokal Input nyeri perifer yang dibawa oleh serabut saraf A Delta dan serabut C selain akan mengakibatkan kornu posterior medulla spinalis, juga mengaktifkan kornu anterior dan lateralis dari medulla spinalis yang pada gilirannya akn memberikan respon berupa spasme otot. Spasme pembuluh darah dan menekan aktifitas saluran cerna (usus). Spasme otot yang terjadi pada gilirannya menjadi sumber stimuli yang baru sehingga meningkatkan rasa nyeri dan mengakibatkan terjadinya spasme otot yang lebih hebat lagi. Jdi merupakan siklus visiosus. Demikian pula halnya dengan terjadinya spasme pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan hipoksia setempat, yang akan menimbulkan asidosis. Asidosis pada gilirannya menurunkan ambang nyeri sehingga ras nyeri makin meningkat. Selain itu akibat input nyeri dari kulit, akn merangsang timbulnya reflex kutaneoviseral yng menyebabkan menurunnya aktifitas (peristaltic) usus yang mengandung terjadinya ileus pasca bedah. Oleh sebab itu tanpa pengelolaan nyeri pasca bedah, penderita cenderung mengalami ileus paralitik hebat dari tertekannya aktifitas usus, sehingga puasa pask bedah lebih lama dan proses penyembuhan memanjang. c. Respon Suprasegmental Respon ini bersumber dari stimulasi dari susunan saraf di hypothalamus yang pad giliranny menimbulkan hiperventilasi, atau takipnyu dan meningkatkan denyut jantung, isi sekuncup jantung, dan curah jantung semenit. Selain itu meningkatnya aktifitas simpatis menyebabkan vasokontraksi dan pelepasan hormone steroid dari glandula suprarenal yang pad gilirannya menimbulkan gejala hipertensi. Pada dasarnya akibat meningkatnya aktifitas hypothalamus menimbulkan terlepasnya berbagai macam hormone yang disebut sebagai hormone stress yang sangat merugikan penderita. Olehnya itu dengan pengelolaan pasca bedah diharapkan dapat menghambat pelepasan hormone sters yang merugikan penderita. d. Respon Kotikal Respon kortikal merupakan respon psikodinamik seseorang terhadap sesuatu pembedahan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya mekanisme psikodinamik yang akan menghasilkan perasaan cemas, takut, dan gelisah. Hal ini akan mengundang umpan balik sehingga menurunkan ambang nyeri penderita, sehingga akan merasa lebih nyeri. Dari keempat respon diatas dapat disimpulkan bahwa repon tubuh terhadap suatu pembedahan atu nyeri akan menghasilkan reaksi endokrin dan imunologik, yang secara umum disebut sebagai respon stress. Respon stress ini sangat merugikan penderita karena selain akan menurunkan cadngan dan daya tahan tubuh, meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung, mengganggu fungsi respirasi dengan segala konsekuensinya, juga akan mengundan resiko terjadinya tromboemboli yang pada akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasca bedah. 6. Respon Perilaku terhadap Nyeri Respon fisiologi nyeri berupa perubahan involunter dianggap sebagai indicator nyeri yang akurat. Respon involunter ini seperti : a. Meningkatnya frekuensi nadi b. Meningkatnya frekuensi pernapasan c. Pucat d. Berkeringat Selain respon fisiologis terhadap nyeri, nyeri juga berhubungan dengan respon perilaku yang dapat diamati misalnya : 1. Vokalisasi Vokalisasi mengacu pada suara yang dihasilkan sebagai respon nyeri mencakup erangan, rintihan, jeritan dan tangisan. 2. Ekspresi wajah Ekspresi wajah dapat menjadi tanda yang dapat diamati pertama oleh perawat, bahwa seseorang dalam keadaan distress walaupun hal ini tidak mengindikasikan bahwa dibutuhkan pereda nyeri atau benar-benar dibutuhkan. Ekspresi wajah yang diberhubungan dengan nyeri mencakup gigi yang dikatupkan, bibir yang terkatup erat, mata terpejam rapat-rapat, dan oto rahang mengeras. 3. Gerakan tubuh Gerakan tubuh seperti imobilisasi, otot yang tegang dan kegelisahan juga perilaku yang berhubungan atau respon terhadap nyeri. Beberapa orang dapat merasakan bahwa mereka harus berjalan untuk mengatasi nyeri sedangkan yang lain merasa berbaring ditempat tidur lebih dapat diterima. Sebagian lagi mungkin dapat memeluk diri erat-erat saat nyeri. Individu yang mengalami nyeri dapat menangis, merintih, tidak mnggerakkan bagian tubuh, mengepal atau menarik diri. Orang dapat menjadi atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang. 7. Faktor-faktor yang memepengaruhi Respon Nyeri Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah factor termasuk pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, usia dan pengharapan tentang penghilang nyeri. a Pengalaman masa lalu Individu yang mempunyai pengalaman multivel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri disbanding orang yang hanya mengalami sedikit nyeri. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengatahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat. Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat banyaknya kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. b Ansietas Meskipun umum diyakini bahwa ansietas dapat meningkatkan nyeri namun tidak semuanya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri, namun ansietas yang relevan atau berhungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. c Budaya Budaya dan etnik mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berspon terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri. Nilai-nilai budaya perawat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat mwncakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti meringis, atau menangis yang berlebihan, mencari pereda nyeri dengan segera dan memberikan deskripsi tentang nyeri. Harapan budayapasien mungkin saja menerima orang untuk meringis, atau menangis ketika merasa nyeri untuk menolak tindakan pereda nyeri yang tidak menyembuhkan penyebab nyeri, dan untuk menggunakan kata sifat seperti tidak tertahankan dalam menggambarkan nyeri. d Usia Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan tolerasnsi nyeri tidak diketahui secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologi dan psikologi yang menyertai proses penuaan. Cara lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang yang berusia lebih muda. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologi berkaitan dengan beberapa penyakit. 8. Pengkajian Respon Nyeri Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual adalah sebagai berikut : a. Intensitas Nyeri Individu diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misalnya nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat). Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterengan : Tidak Nyeri = Bila skala intensitas nyeri numerik 0 Nyeri ringan = Bila skala intensitas nyeri numerik 1-4 Nyeri sedang = Bila skala intensitas nyeri numerik 5-7 Nyeri hebat = Bila skala intensitas nyeri numerik 8-10 Menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah sebagai berikut : Skala Wajah 0 2 4 6 8 10 Tidak sakit Sedikit Sakit Agak mengganggu Menganggu Aktivitas Sangat Mengganggu Tidak tertahankan Sumber: Sigit Nian Prasetyo, 2010 b. Karakteristik Nyeri Termasuk letak dimana nyeri pada berbagai organ, durasi (menit, jam, hari, bulan, irama) misalnya terus mnerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya, intensitas atau keberadaan nyeri dan kualitasnya (misalnya : ditusuk, terbakar, seperti digenset). c. Pengukuran Respon Nyeri secara Objektif Penilaian respon nyeri secara objektif yang diambil dari W.Chamber and G. Price, menggunakan Sembilan item penilaian yaitu : 1) Perhatian 2) Ansietas 3) Verbal 4) Prespirasi 5) Suara 6) Naucea 7) Musculoskeletal 8) Ketegangan otot 9) Ekspresi wajah Nilai pengukuran 1-18 = Nyeri ringan, 19-27 = Nyeri sedang, 28 -45 = Nyeri hebat. Untuk penilaian respon pasien terhadap nyeri dapat dilihat pada table berikut ini : Pengukuran respon nyeri secara objektif ITEM 5 4 3 2 1 Perhatian Hampir sepenuhnya tertuju pada nyeri, sangat supit dialihkan (37) lebih memperhatikan nyeri, agak sulit dialihkan (28) Sebagian perhatian pada nyeri, mudah dialihkan (19) Sedikit perhatian pada nyeri, mudah dialihkan (10) Ansietas Sangat tegang, mudah marah, khawatir (38) Ada nyeri yang sangat hebat (39) Prespirasi sangat jelas (40) Tegang, mudah Agak marah (29) tegang, mudah marah, khawatir (20) Ada nyeri Agak habat (30) nyeri (21) Sedikit tegang, mudah marah,khawa tir (11) Tidak ada perhatia n terhadap nyeri, gampan g dialihka n (1) Tidak tegang, mudah khawatir (2) Ada prespirasi Ada (31) prespirasi (22) Sedikit prespirasi (13) Verbal Prespirasi Suara Berteriak Merintih Merintih atau dengan keras dengan menangis (32) lembut tersedu (41) (23) Naucea Muntah (42) Musculoskeletal Sangat gelisah (43) Mengatakan ingin muntah (33) Gelisah (34) Ketegangan otot Sangat tegang (44) Tegang (35) Ekspresi wajah Bermuka Mengerut (36) Merasa sakit perut (24) Agak gelisah (25) Agak tegang (26) Agak Sedikit nyeri Tidak (12) nyeri (3) Prespira si normal (4) Mengeluh Berbicar dan kurang a dengan lembut (14) tekanan normal (5) Merasa mual Tidak (15) merasa mual (6) Sedikit Tenang gelisah (16) (7) Sedikit tegang (17) Rileks (8) Sedikit Tidak asam (45) mengerut (27) mengerut (18) mengeru t (9) 9. Intervensi Nyeri a Intervensi Farmakologis Dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberian perawatan utama lainnya dan pasien. Obat-obatan tertentu untuk penatalaksanaan nyeri mungkin diresepkan. Namun demikian adalah perawat yang mempertahankan analgesia, mengkaji kefektifannya nyeri memerlukan kolaborasi diantara pemberi perawatan kesehatan. b Intervensi Non Farmakologis 1) Modulasi psikologis Nyeri 1. Relaksasi Relaksasi adalah metode pengendalian nyeri bukan farmakologis yang paling sering digunakan di Inggris. Relaksasi oto skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan otot yang menunjang nyeri. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung (Tunner & Jansen), 1993. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Lorenzi, 1991). Tehnik relaksasi yang sederhana terdiri dari atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Iram yang konstan dapt dipertahankan dengan menghitung dalam hati. 2. Hypnosis Hypnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesic yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Tehnik ini mungkin membantudalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hypnosis tidak jelas tetapi tidak Nampak diperantarai oleh system endorphin (Moret, dkk, 1991). 2) Modulasi sensorik Nyeri a. Terapi manual Masase Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon atau ligamentum tanpa menyebabkan gerakan atau posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi dan memperbaiki sirkulasi. Masase jga merupakan terapi nyeri yang paling primitive dengan menggunakan reflex lembut manusia untuk menahan, menggosok, meremes bagian tubuh yang nyeri. b. Sentuhan terapeutik Sentuhan terapeutik merupakan bentuk masase yang lebih khusus yaitu dengan cara kerjanya lebih spiritual dari pada fisik. 1. Terapi non manual a. TENS (Transcutaneus electrical Nerve stimulation) TENS merupakan metode pengendalian nyeri dengan menggunakan generator denyut dan amplifair. Alat ini adalah unik yang dapat digenggam yang mengkombinasikan sacral hidup / mati, pengontrol intensitas (amplitudo) dan pengontrol kontinyu / denyut. TENS bekerja merangsang pelepasan endorphin yang bekerja memodulasi transmisi persepsi nyeri dan meningkatkan ambang nyeri untuk menghasilkan sedasi dan euphoria. b. Music Terapi music menggambarkan digunakan gangguan untuk terapi emosional. kedaan Music kronis menbantu yang wanita menghadapi nyeri persalinannya terletak pada distraksi dan kemampuan untuk membuat seseorang kehilangan. c. Hidroterapi Hidroterapi dapat mengurangi ketegangan otot, nyeri dan kecemasan secara dramatis pada wanita. Berendam dalam air dapat membuat wanita mengapung (mengurangi efek gravitasi pada wanita bukan pada janin). Distribusi tekanan hidrostatik yang merata pada bagian tubuh yang terendam dan kehangatan seringkali menghasilkan penurunan nyeri dan kemajuan persalinan aktif yang lebih cepat. d. Kompres dingin Kompres dingin merupakan strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan. Terapi es menstimulasi reseptor tidak nyeri (nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain. Kompres dingin terutama berguna untuk nyeri musculoskeletal dan sendi. Kompres dingin mengurangi ketegangan otot (lebih lama dibandingkan dengan kompres panas). Kompres dingin akan membuat rasa baal daerah yang terkena dengan memperlambat transmisi nyeri dan impuls-impuls lainnya melalui neuron-neuron sensorik (yang dapat membantu menjelaskan rasa kebal sebagai efek dari dingin). 2.1.3 Tinjauan Tentang Primipara dan Multipara 1. Pengertian Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. a. Primipara Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya ( Varney, 2006 ). b. Multipara Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali. c. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008). 2. Factor yang mempengaruhi paritas a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang. b. Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari. c. Keadaan Ekonomi Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup. d. Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2005). 2.2 Kerangka Konsep Respon nyeri : - Primipara - Multipara - Keterangan : Variabel yang diteliti : Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri hebat