PERBEDAAN KADAR PARASETAMOL YANG DIGERUS MENGGUNAKAN MORTIR DAN MENGGUNAKAN BLENDER DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) DEMETRIS COU Program Studi DIII Farmasi Politeknik “Medica Farma Husada” Mataram ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian secara eksperimental kuantitatif yaitu analisis terhadap komponen utama parasetamol yang digerus menggunakan mortir dengan yang menggunakan blender dengan metode uji yaitu metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Penelitian ini bersifat true eksperiment yang dilakukan di laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan dua alat yang berbeda yaitu mortir dan blender. Dari hasil penelitian diperoleh kadar rata-rata dari parasetamol yang digerus menggunakan mortir adalah sebesar 90.53 %, dan menggunakan blender adalah sebesar 91 %, ini berarti bahwa kadar zat aktif parasetamol baik yang digerus menggunakan mortir maupun yang digerus menggunakan blender dinyatakan memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan dalam Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 %. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan analisa One Way Anova diketahui bahwa nilai signifikansi uji anova sebesar 0,418 > 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tidak adanya perbedaan kadar parasetamol baik yang digerus menggunakan mortir maupun yang digerus menggunakan blender. Kata kunci : Parasetamol, Mortir dan Blender, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) PENDAHULUAN Farmasis sebagai bagian health care team harus selalu meningkatkan kemampuanya tidak hanya dalam hal menjamin penyediaan dan pemberian informasi obat yang berkualitas, tetapi juga berupaya untuk menginovasi bentuk sediaan obat yang praktis, nyaman, manjur dan aman sehingga sediaan obat dapat diterima oleh pasien khususnya anak-anak dengan rasa dan bau yang lebih sedap, bentuk yang lebih menarik, maupun bentuk sediaan yang dapat dikombinasikan dengan makanan dapat digunakan untuk mengurangi kejadian “gagal menerima obat oleh pasien atau yang disebut failure to receive drug “ (Handajani, 2006). Formulasi sediaan obat berupa serbuk sampai saat ini masih merupakan alternatif utama pada proses pengobatan terutama pada pasien anak-anak dengan alasan belum dapat minum obat dalam bentuk tablet dan kaplet. Hanya sedikit zat yang digunakan di bidang farmasi berada dalam ukuran optimum, dan kebanyakan zat-zat harus diperkecil ukurannya pada tahap-tahap tertentu selama pembuatan bentuk sediaan dan salah satu caranya dengan penggerusan (Kurniawan, 2009). Penggerusan adalah proses mekanik untuk memperkecil ukuran zat padat. Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau ukuran butiran dapat menentukan tingkat homogenitas zat aktif dan tingkat kerja optimal (Kurniawan, 2009). Penggerusan obat dengan menggunakan mortir memang dinilai sudah sesuai prosedur. Tetapi proses ini masih merasa kurang ringkas dan merepotkan sehingga membuat beberapa Apotik meracik obat dengan menggunakan mesin blender. Ada kemungkinan penggerusan menggunakan blender akan mengurangi stabilitas jenis obat tertentu jika kontak langsung dengan logam mesin blender dan menghasilkan panas yang berlebih. Untuk menjawab kemungkinan tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan kadar suatu obat yang digerus menggunakan blender dan menggunakan mortir melalui metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Adapun alasan untuk memilih metode KCKT ini karena metode ini memiliki beberapa keuntungan antara lain cepat, daya pisah baik, peka, kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif (Jhonson and Stevenson, 1991; dalam Rohman, 2007). METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian secara eksperimental kuantitatif yang bersifat true eksperiment (eksperiment sesungguhnya). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Mataram (UNRAM) pada hari senin tanggal 22 Februari tahun 2016. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah obat parasetamol. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing 100 mg serbuk parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender selama ± 4-7 detik (tidak > 10 detik). Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Aluminium Foil, Blender, Corong, Gelas Ukur 1000 ml dan 50 ml, HPLC Shimadzu Tipe LC-10AD, Kertas Saring Whatman , Labu Ukur 10 ml dan 200 ml, Membran Filter berukuran 0,45 µm dan 0,5 µm, Mortir dan lumpang, Neraca analitis, Pipet volume 1 ml dan 2 ml, Pompa vakum, Syringe Injector dan Ultra Sonic Branson. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Parasetamol, Methanol 70 % dan Aquabidest. PROSEDUR PENELITIAN 1. Pembuatan Fase Gerak Fase gerak terdiri dari aquabidest : methanol (3 : 1) dibuat dengan sistem elusi gradien. Sebelum digunakan metanol dan air disaring masing-masing melalui membrane filters PTFE 0,45 µm dan cellulose nitrate membrane filters 0,45 µm, lalu dipompa dengan menggunakan pompa vakum (diawaudarakan) selama lebih kurang 15 menit. 2. Penentuan Panjang Gelombang Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara membuat spektrum serapan dari parasetamol dalam pelarut campuran air – methanol (3 :1) pada kerangka yang sama dan dipilih panjang gelombang yang sesuai, yaitu yang memberikan serapan yang optimum untuk parasetamol. 3. Penyiapan Alat KCKT Kolom yang digunakan yaitu kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm), detektor UVVis pada panjang gelombang analisis yang diperoleh. Pompa yang digunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi gradien, sensitivitas 1,000 AUFS. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar yang menandakan sistem tersebut telah stabil. 4. Pembuatan Larutan Sampel a. Untuk parasetamol yang digerus menggunakan mortir 1) Parasetamol digerus tidak kurang dari 20 tablet dengan menggunakan mortir sampai halus 2) Timbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 100 mg parasetamol 3) Dimasukkan kedalam labu ukur 200 ml 4) Ditambahkan lebih kurang 100 ml fase gerak 5) Dikocok selama 10 menit 6) Diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda 7) Dihomogenkan 8) Dipipet 5 ml larutan kedalam labu tentukur 250 ml 9) Diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda 10) Dihomogenkan 11) Saring larutan melalui penyaring dengan porositas 0,5 µm 12) Buang 10 ml filtrat pertama 13) Gunakan filtrat sebagai larutan uji b. Untuk parasetamol yang digerus menggunakan blender 1) Parasetamol dihaluskan tidak kurang dari 20 tablet dengan menggunakan blender selama ± 4-7 detik (tidak > 10 detik). 2) Lakukan prosedur yang sama dari nomor 2 – 13 diatas 5. Penetapan Kadar Sampel a. Dialirkan fase gerak (aquabidest : methanol = 3 : 1) dengan menggunakan pompa dengan laju alir 1,5 ml per menit kedalam kolom yang berisi fase diam oktadesilsilana b. Kemudian disuntikkan secara terpisah larutan parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan yang digerus menggunakan blender ke dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan volume penyuntikkan masing-masing 10 µl c. Penetapan kadar terjadi melalui mekanisme kromatografi d. Hasil penetapan kadar dibaca oleh detektor dengan panjang gelombang 254 nm. e. Dicatat di rekorder f. Dihitung luas area puncak utama masing-masing larutan parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan yang digerus menggunakan blender. 6. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penetapan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dengan yang menggunakan blender dilakukan analisa statistik menggunakan One Way Anova pada tingkat kepercayaan 95% p α (0,05) dengan menggunakan Spss 22. Kriteria pembacaan hasil uji statistik adalah jika probabilitas p < 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima artinya ada perbedaan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Tetapi jika probabilitas p > 0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak artinya tidak ada perbedaan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai perbedaan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) di peroleh data kromatogram berikut ini : Gambar 4.1 Kromatogram larutan parasetamol penggerusan mortir sampel 1 dengan konsentrasi 17,5 Mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak air – methanol (3 : 1) dan laju alir 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 4.2 Kromatogram larutan parasetamol penggerusan mortir sampel 2 dengan konsentrasi 17,5 Mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak air – methanol (3 : 1) dan laju alir 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 4.3 Kromatogram larutan parasetamol penggerusan mortir sampel 3 dengan konsentrasi 17,5 Mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak air – methanol (3 : 1) dan laju alir 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 4.4 Kromatogram larutan parasetamol penggerusan blender sampel 1 dengan konsentrasi 17,5 Mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak air – methanol (3 : 1) dan laju alir 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 4.5 Kromatogram larutan parasetamol penggerusan blender sampel 2 dengan konsentrasi 17,5 Mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak air – methanol (3 : 1) dan laju alir 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 4.6 Kromatogram larutan parasetamol penggerusan blender sampel 3 dengan konsentrasi 17,5 Mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom RCiL (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak air – methanol (3 : 1) dan laju alir 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Hasil pengolahan data dari penelitian yang telah dilakukan dapat disajikan pada tabel 4.1 dan pada tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.1 Larutan Sampel Parasetamol Nama Zat N Volume (mg) Factor Pengenceran Volume Penyuntikan (µl) 1 Parasetamol (Mortir) 2 100 70 x 25 100 = 17.5 10 3 1 Parasetamol (Blender) 2 100 70 x 25 100 = 17.5 10 3 Luas area puncak utama Rasio (menit) 45678569 3.498 39076240 3.415 32011015 3.385 29150430 3.397 31685520 3.395 38877385 3.410 Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Parasetamol No 1. Sampel Parasetamol (mortir) Pengulangan (N) Luas Area 1 Kadar % Kadar Ratarata 90.84 45678569 2 91.09 90.53 % 39076240 3 89.66 32011015 2. Parasetamol (blender) 1 91.55 29150430 2 90.66 91 % 31685520 3 90.79 38877385 PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender dengan metode KCKT. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dan menggunakan blender. Dari data pada tabel 4.1 untuk larutan sampel parasetamol setelah dilakukan penetapan kadar dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan volume pemipetan 2 ml, volume penyuntikan 10 µl dan faktor pengenceran 17,5 ml diperoleh luas area pada larutan serbuk parasetamol yang digerus menggunakan mortir yaitu luas areanya 45678569 cm, 39076240 cm dan 32011015 cm. Sedangkan luas area pada larutan serbuk parasetamol yang digerus menggunakan blender yaitu 29150430 cm, 31685520 cm dan 38877385 cm. Dari keenam luas area diatas dapat diperoleh kadar parasetamol dari masingmasing luas area tersebut yaitu kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir sebesar 90.84 %, 91.09 % dan 89.66 %. Sedangkan untuk kadar parasetamol yang digerus menggunakan blender yaitu 91.55 %, 90.66 % dan 90.79 %. Kadar rata-rata dari parasetamol yang digerus menggunakan mortir adalah sebesar 90.53 %, sedangkan kadar rata-rata parasetamol yang digerus menggunakan blender adalah sebesar 91 %. Dengan kadar rata-rata parasetamol sebesar 90.53 % (mortir), dan 91 % (blender), ini berarti bahwa kadar zat aktif parasetamol dalam sediaan tablet parasetamol baik yang digerus menggunakan mortir maupun yang digerus menggunakan blender tersebut dinyatakan memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan dalam Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV Tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 %. Dalam melakukan analisis data dengan menggunakan analisa One Way Anova terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat uji One Way Anova yaitu varian antar kelompok harus homogen dan masing-masing kelompok data harus terdistribusi normal. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas sebelum melakukan uji One Way Anova. Berdasarkan hasil pengujian homogenitas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,324. Nilai signifikansi 0,324 > 0,05 yang menunjukkan bahwa data hasil penetapan kadar parasetamol baik yang digerus menggunakan mortir maupun menggunakan blender mempunyai varian yang sama. Sementara hasil pengujian normalitas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,056. Dasar pengambilan keputusan uji normalitas yaitu data terdistribusi normal jika nilai sig (signifikansi) > 0,05 dan data terdistribusi tidak normal jika nilai sig (signifikansi) < 0,05. Dari data diatas diketahui bahwa nilai signifikansi uji normalitas sebesar 0,056 > 0,05 yang menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Berdasarkan hasil pengujian One Way Anova diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,418. Dasar pengambilan keputusan uji One Way Anova yaitu jika probabilitas p < 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima artinya ada perbedaan kadar parasetamol antara yang digerus menggunakan mortir dengan yang menggunakan blender. Tetapi jika probabilitas p > 0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak artinya tidak ada perbedaan kadar parasetamol antara yang digerus menggunakan mortir dengan yang menggunakan blender. Dari data diatas diketahui bahwa nilai signifikansi uji One Way Anova sebesar 0,418 sehingga p > 0,05 maka H0 diterima yang menunjukkan tidak adanya perbedaan kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir dengan yang menggunakan blender. KESIMPULAN 1. Kadar parasetamol yang digerus menggunakan mortir adalah sebesar 90.53%. 2. Kadar parasetamol yang digerus menggunakan blender adalah sebesar 91%. 3. Tidak ada perbedaan kadar parasetamol baik yang digerus menggunakan mortir maupun yang digerus menggunakan blender. SARAN Sebaiknya untuk penggerusan obat dalam jumlah yang sedikit dianjurkan untuk menggunakan mortir dan untuk penggerusan obat dalam jumlah yang banyak dapat menggunakan blender karena penggerusan obat dengan menggunakan blender akan lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Armin, F., Rusdi., dan Dantes, E.V. 2012. Penggunaan Metode Rasio Absorben Dalam Penetapan Kadar Parasetamol Dan Salisilamida Berbentuk Sediaan Campuran. Terdapat pada: http://jstf.ffarmasi.unand.ac.id. Diakses 18 November 2015. Darsono, I., 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol.Terdapat pada : http://cls.maranatha.edu. Diakses 18 November 2015. Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.254-255, 650 – 651, 1009. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Furst, D.E., and Ulrich, R.W., 2007. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs, Disease-Modyfing Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesics, & Drugs Used In Gout. Dalam: Katzung, B.G., ed. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. Singapore: The McGraw-Hill Company, 591-592. Gunawan, A. 2009.Perbandingan Efek Analgesik Antara Parasetamol Dengan Kombinasi Parasetamol dan Kafein Pada Mencit. Jurnal Biomedika, Volume 1, Nomor 1. Diakses 18 November 2015. Handajani D., Kusumawardini W., Suryanto B., 2006, Jeli Mengkonsumsi Jelly. Terdapat pada http://www.ayahbunda.com. Diakses 18 September 2015. Johnsons, E.L dan Stevenson,R.1991. Dasar Kromatografi Cair. ITB. Bandung Katzung, G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 484. Kurniawan, D.W., T.N. Saifullah. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi . Graha Ilmu,Yogyakarta. Neal, M.J. 2006. At a Galance Farmakologi Medis. Edisi kelima. Erlangga, Jakarta. Notoadmojo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Nasution, Y.A., 2009. Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol Dalam Obat Sediaan Oral Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Terdapat pada: http://repository.usu.ac.id. Diakses 18 November 2015. Putra, E.D.L., 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatra, 2, 5-8. Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Sartono. 1996. Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas Dan Terbatas. Edisi kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Sartono., 1993. Pengaruh Pemberian Dosis Tunggal Parasetamol Terhadap Komposisi Metabolit Parasetamol Dalam Urin Tikus Jantan Malnutrisi. Majalah Kedokteran Diponegoro 30(3,4):227-32. Diakses 18 November 2015. Sudaryo. 2001. Pengantar Kromatografi. Surabaya. BBPOM Surabaya. Hal.414. Sunaryo, W. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta : Penerbit FKUI. Tadjuddin, N., Kasim, S., dan Pakaya, M. 2011. Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Tablet Kombinasi Parasetamol Dengan Kofein Secara Spektrofotometri Ultraviolet-Sinar Tampak. Terdapat pada: http://repository.unhas.ac.id. Diakses 18 November 2015. Tjay, T. H. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Pt. Elex Media Komputindo. Jakarta. WHO. 1992. Validation of Analytical Procedures Used in the Examination of Pharmaceutical Materials. WHO Technical Report Series. No. 823. Hal.117. Widodo, R. 2004. Panduan Keluarga Memilih Dan Menggunakan Obat. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Wilmana, P.F., dan Gan, S., 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik AntiInflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.,Setiabudy, R., dan Elysabeth, eds. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 237-239.