BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran Proses belajar secara sederhana dapat diartikan dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, dari yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa, dari yang belum paham menjadi paham. Bukan hanya pola pikir atau pengetahuan saja yang mengalami perubahan, tetapi juga pada tigkah laku, sikap, dan konsep yang sebelumnya dimiliki. Setiap individu pasti ingin mengembangkan potensi yang individu tersebut miliki. Hal tersebut bertujuan untuk kemajuan kehidupan diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Belajar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pribadi dan perilaku individu. Menurut pandangan Anthony Robbins dalam Trianto (2009:15) “belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan baru didasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya”. Berdasarkan pandangan diatas, dapat dipahami bahwa ketika dalam diri individu terjadi proses belajar sebelumnya individu sudah memiliki pengetahuan awal atau persepsi mengenai informasi tertentu sebelum mempelajari informasi baru. Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli (dalam Agus Suprijono (2010: 2):) a. Gagne Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. b. Travers Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. c. Geoch Learning is change in performance as a result of practice. (Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan). d. Morgan 7 8 Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience.(Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman). Jadi dapat disimpulkan bahawa belajar merupakan sebuah proses yang dialami oleh individu melalui pengalaman yang individu alami. Dan belajar akan berdampak pada perilaku yang bersifat permanen pada diri individu sendiri. Menghasilkan suatu hasil yang bermanfaat bagi individu tersebut. Seperti tingkah laku, kemampuan dan perubahan dari suatu hasil latihan. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya serta karakteristik seseorang sejak lahir, (Trianto, 2009:16).Jadi dapat disimpulkan bahawa perubahan pada individu terjadi karena adanya serentetan pengalaman yang dialami oleh seorang individu. Ketika terjadi proses belajar, individu tersebut akan mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sehingga menghasilkan perubahan yang terjadi pada individu. Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe”dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. 9 (GagnedanBriggsdalamhttp://definisipengertian.blogspot.com/2010/12/pen gertian-pembelajaran.html). Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen (Gagne dan Briggs): 1. Siswa Seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2. Guru Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. 3. Tujuan Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 4. Isi pelajaran Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 5. Metode Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan. 6. Media Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. 7. Evaluasi Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu cara perubahan perilaku sebagai hasil dari belajar dan pembentukan karakteristik peserta didik. Usaha sadar dari guru untuk membuat siswa 10 belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Ciri-ciri Pembelajaran. MenurutNawawi(1981)dalam http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciripembelajaran/menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu: 1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan. 2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran. 3. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi. 5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta. 6. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru. 2.1.2. Pemahaman Konsep IPA 1. Pengertian Pemahaman Konsep IPA Pemahaman konsep IPA merupakan hasil belajar yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran IPA. Pemahaman konsep untuk setiap siswa tidaklah sama, karena setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk memahami atau menangkap makna dan fakta dari apa yang dipelajarinya. Pemahaman atau comprehension seperti yang dikemukakan Sardiman (dalam Ika Wahyu, 2010) adalah “Menguasai sesuatu dengan pikiran-pikiran, karena itu maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan 11 filosofinya, maksud dan implikasinya serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa dapat memahami suatu situasi”. Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”. Kegiatan yang diperlukan untuk bisa sampai pada tujuan ini ialah kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta, disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Dalam proses ini, simbol-simbol komunikasi yang ada pada penemuan baru ditanggalkan dan mengambil maknanya, kemudian diberi simbol baru yang sesuai dengan stok kognitif yang ada. Masuknya makna baru ini di dalam struktur kognitif mengakibatkan berubahnya struktur kognitif itu sendiri. Dengan demikian, orang yang bersangkutan mengalami perubahan dalam perilakunya. Makna yang telah ditangkap itu dapat saja diberi simbol yang baru. Oleh karena itu, perilaku yang dapat didemonstrasikan yang menunjukkan bahwa kemampuan mengerti/ memahami itu telah dikuasai, antara lain ialah : dapat menjelakan dengan kata-kata sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan, dan dapat mempertentangkan. Kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam taksonomi ini mulai dari yang terendah sampai yang tinggi ialah: 1. Translasi Yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Simbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi gambar, bagan, atau grafik. Kalau simbol ini berupa kata-kata atau kalimat tertentu, maka dapat diubah menjadi kata-kata atau kalimat lain. 2. Interpretasi Yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat didalam simbol, baik simbol verbal maupun symbol nonverbal. Kemampuan untuk menjelaskan konsep, prinsip, atau teori tertentu termasuk dalam kategori ini. Seseorang dapat menginterpretasikan suatu konsep atau prinsip jika ia dapat menjelaskan secara rinci makna atau arti suatu konsep atau prinsip, atau dapat 12 membandingkan,membedakan,atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain. 3. Ekstrapolasi Yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Pemahaman atau comprehension merupakan tingkatan yang lebih sulit daripada pengetahuan, karena pengetahuan adalah tingkat kemampuan siswa untuk mengenal dan mengingat konsep, fakta, atau informasi, sedangkan pemahaman memerlukan pemikiran dan juga menghendaki agar siswa dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipahami. Berdasarkan pengertian di atas maka pemahaman merupakan penguasaan pengetahuan, sehingga kemampuan pemahaman telah mencakup kemampuan pengetahuan, dengan demikian maka belajar itu akan bersifat lebih mendasar. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa maupun pengalaman. Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana dan konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru (Syaiful Sagala dalam Ika Wahyu, 2010:8). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep IPA adalah tingkat kemampuan siswa untuk menangkap makna dan arti serta menguasai konsep IPA. 2. Hakikat IPA Menurut Srini M. Iskandar (Ika Wahyu, 2010:9) IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal.Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. 13 Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam. Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan cara mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara sistematis. Penerapannya terbatas oleh gejala – gejala alam yang berkembang melalui pengamatan. IPA dibedakan atas dua unsur, yaitu hasil IPA dan cara kerja memperoleh hasil itu. Hasil produk IPA berupa fakta-fakta seperti hukum-hukum, prinsip-prinsip, klasifikasi, struktur dan lain sebagainya. Cara kerja memperoleh hasil itu disebut proses IPA. Dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir. Kemajuan IPA yang pesat terjdi oleh proses ini. Dalam memecahkan suatu masalah, seorang iluwan sering berusaha mengambil suatu masalah yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap ini dikenal dengan sikap ilmiah. Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah.Menurut Srini M. Iskandar (Ika Wahyu, 2010:12), ketigadimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut. a. IPA Sebagai Produk IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu yang umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Buku teks IPA merupakan body ofknowledge dari IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi lain IPA yang tidak kalah pentingnya yaitu dimensi “proses”, maksudnya proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat 14 mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan. b. IPA Sebagai Proses Yang dimaksud dengan“proses”di sini adalah proses mendapatkan IPA. Kita mengetahui bahwa IPA disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Jadi yang dimaksud proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sederhana. Di samping itu, pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan suatu proses penelitian atau eksperimen, yakni meliputi: (1) observasi; (2) klasifikasi; (3) interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis; (6) mengendalikan variabel; (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian; (8) inferensi; (9) aplikasi; dan (10) komunikasi. Jadi, pada hakikatnya, pada proses mendapatkan IPA diperlukan sepuluh keterampilan dasar. Oleh karena itu, jenis-jenis keterampilan dasar yang diperlukan dalam proses mendapatkan IPA disebut juga“keterampilan proses”. Untuk memahami sesuatu konsep, siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk memperoleh dan menemukan konsep melalui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan membu at kesimpulan. c. IPA Sebagai Pemupukan Sikap Makna“sikap”pada pengajaran IPA SD/MI dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Beberapa ciri sikap ilmiah itu menurut Srini M. Iskandar (Ika Wahyu, 2010:12) adalah: 1. Objektif terhadap fakta, artinya tidak dicampuri oleh perasaan senang atau tidak senang. 15 2. Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang menyokong kesimpulan itu. 3. Berhati terbuka, artinya mempertimbangkan pendapat atau penemuan orang lain sekalipun pendapat atau penemuan itu bertentangan dengan penemuaannya sendiri. 4. Tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat. 5. Bersifat hati-hati. 6. Ingin menyelidiki. Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. 3. Tujuan IPA Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (BSNP, dalam Ika Wahyu, 2010) : a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 16 e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Maksud dan tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai lingkungan melalui pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA. 4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut siswa tidak hanya belajar dari buku, melainkan dituntut untuk belajar mengembangkan kemampuan dirinya. Melatih keterampilan siswa untuk berfikir secara kreatif dan inovatif merupakan latihan awal bagi siswa berfikir kritis untuk mengembangkan daya cipta dan mengembangkan minat dalam diri siswa secara dini. Guru sebagai faktor penunjang keberhasilan pengajaran IPA dituntut kemampuannya untuk dapat menyampaikan bahan kepada siswa dengan baik. Untuk itu guru perlu mendapat pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan suatu bahan pengajaran atau metode apa yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalahnya. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan yang dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Prinsip utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yaitu: 17 a. Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita dimulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupun noninderawi. b. Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran. c. Pemgetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuan, pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan yang demikian kita sebut miskonsepsi. kita perlu merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran. d. Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambing dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas kita sebagai guru IPA adalah mengajar siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, simbol dan hubungan dengan konsep lain. e. Ilmu Pengetahuan Alam atas produk, proses dan prosedur. Karena itu kita perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih senang menekankan pada produk Ilmu Pengetahuan Alam saja. (Leo Sutrisno, dalam Ika Wahyu, 2010). Oleh karena itu, pendekatan konsep memberikan gambaran yang lebih jelas tentang IPA dibandingkan dengan pendekatan faktual. Kemudian suatu pendekatan proses dalam pembelajaran IPA didasarkan atas pengamatan yang disebut sebagai keterampilan proses dalam IPA. 5. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA Ruang lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar dalam BSNP (2006: 15) meliputi aspek-aspek berikut: a. Mahluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia,hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet listrik, cahaya dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda- benda langit lainnya. 18 Penyajian pembelajaran IPA di SD seharusnya guru mampu memfasilitasi anak didik supaya mendapatkan pengalaman secara langsung dan mengajak siswa terlibat aktif dalam setiap pembelajaran yang guru sampaikan kepada siswa. Pengalaman langsung sangat berpengaruh pada pemahaman siswa dalam suatu pembelajaran yang pada akhirnya berdampak pada hasil belajar yang akan dicapai siswa. Berdasarkan hal tersebut dalam kegiatan belajar mengajar IPA diperlukan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan kegiatan berfikir anak dan keterampilan proses, supaya anak dapat menemukan dan membangun pengetahuan dalam diri mereka sendiri. Model pembelajaran yang peneliti pilih untuk mengembankan kegiatan belajar mengajar IPA di SD adalah model pembelajaran Teams Game Tournamen (TGT) dan Numbered Head Together (NHT) karena kedua model pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang pembelajaran berbasis penemuan dan pengalaman sendiri. Hanya saja dalam model pembelajaran Teams Game Tournamen (TGT)anak dituntut untuk dapat memecahkan persoalan yang diberikan melalui game akademik bersama dengan anggota time lainnya. Sehingga dengan model pembelajaran ini siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari persoalan yang diberikan melalui permainan, yang pada akhirnya akan berdampak pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik lagi. Dan Numbered Head Together (NHT), tidak beda jauh dengan model pembelajaran Teams Game Tournamen (TGT), sama-sama menuntut siswa untuk aktif dalam kelompoknya. Yang pada model ini siswa juga diberikan sebuah persoalan yang akan dibahas dalam kelompoknya, dan setelah masing – masing kelompok menyelesaikan persoalan yang telah diberikan, siswa diminta mempresentasikan hasilnya kedepan kelas. Ini juga dapat berdampak pada sikap tanggung jawab dari masing-masing kelompok,sehingga siswa mengalami dan menemukan sendiri jawaban dari 19 persoalan tersebut. Yang pada akhirnya juga akan berpengaruh pada hasil belajar yang lebih baik lagi 2.2 Model Pembelajaran Model diartikan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Menurut Meyer, W. J., 1985:2 (dalam Trianto, 2009:21).Proses pembelajaran diperlukan adanya susunan pembelajaran yang harus disusun oleh guru. Biasanya disebut dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), seorang guru mutlak harus membuat RPP untuk melakukan pembelajaran, dimana dalam RPP terdapat pendekatan pembelajaran, model pembelajaran, strategi pembelajaran, teknik pembelajaran, dan metode pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran. Menurut Joyce, 1992:4 dalam ( Trianto, 2009:22) dikatakan bahwa “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajarn termasuk didalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joyce juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Menurut Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2009:22) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah : “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Jadi dalam RPP model pembelajaran tertulis dalam langkahlangkah pembelajaran yang ditulis secara sistematis dan sesuai dengan urutan sintaks model”. Berdasarkan pernyataan diatas dapt disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah desain pembelajaran yang dituangkan dalam RPP yang berisi pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, dan teknik pembelajaran yang langkah-langkah dalam deskripsi kegiatan pembelajaran ditulis secara runtut sesuai dengan sintaks model pembelajaran, dan dalam 20 pengorganisasiannya digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Serta melibatkan perilaku guru dan siswa. Menurut Hamid, 2011 dalam (Wisudawati dan Sulistyowati, 2013:48), model pembelajaran memiliki ciri khusus, yaitu (1) mempunyai langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu proses pembelajaran IPA; (2) mempunyai sistem sosial; (3) mempunyai prinsip reaksi; (4) mempunyai sistem pendukung; (5) mempunyai dampak instruksional atau dampak pembelajaran; (6) mempunyai dampak pengiring. Memilih model pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan karakteristik lingkungan setempat. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok – kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam pembelajaran model kooperatif, yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengeompokan yang berdasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang berdasarkan latar belakang kemampuan, pengelompokan yang berdasarkan atas campuran, baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apapun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama. Aturan kelompok diterapkan dalam suatu kelompok. Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok. Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untk digunakan adalah model pembelajaran kooperatif atau model pembelajaran kelompok. Pembelajaran kelompok merupakan pembelajaran yang terbentuk dari kelompok – kelompok kecil/tim yang beranggotakan empat sampai enam orang, yang 21 berlatar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Sistem penilaian dilakukan dalam kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam model pembelajaran kelompok harus nampak proses belajar dengan kegiatan berkelompok, berpusat pada siswa, siswa menemukan sendiri jawaban dari persoalan yang diberikan, interaksi sosial dan menemukan pengetahuan baru. Model pembelajaran yang peneliti pilih untuk mengembangkan kegiatan belajar mengajar IPA di SD adalah model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT). Selain model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan bagian dari pembelajaran kelompok, juga karena kedua model tersebut menuntut siswa untuk bekerjasama, menemukan sendiri jawaban dan sesuai dengan karakteristik dengan pembelajaran IPA yaitu mengandung penemuan dan berkelompok. 2.2.1 Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) 2.2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang dalam kelompok beranggotakan empat sampai enam orang. Yang dalam kelompok memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda. Menurut Slavin (1995) dalam Purwati (2010) TGT memiliki lima tahapan yaitu (1) tahap penyajian kelas (class precentation); (2) belajar dalam kelompok (team); (3) permainan (game); (4) pertadingan (tournamen); dan (5) penghargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan pernyataan diatas Slavin (1995) dalam Purwati (2010) mengungkapkan ciri-ciri model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, yang masing-masing kelompok beranggotakan empat sampai lima siswa. Empat sampai enam siswa tersebut memiliki kemampuan, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas diharapkan siswa dapat saling membantu antar siswa lainnya. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan 22 lebih dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah, maka bisa saling membantu antar sesama. Dan menumbuhkan adanya rasa kesadaran pada diri siswa, bahwa belajar kooperatif sangat menyenangkan. b. Game Tournament Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing adalah wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya ditempatkan dalam meja-meja tournament. Dalam satu meja tournament berisi empat sampai enam orang peserta, diusahakan tidak ada peserta dalam satu kelompok. Dalam satu meja juga diusahakan memiliki kemampuan yang homogen.Permainan diawali dengan membacakan aturan permainan. Setelah itu kartu soal dibagikan (berisi soal dan jawaban diletakkan terbalik sehingga jawaban dan soal tidak terbaca). Aturan dalam permainan sebagai berikut : 1. Setiap pemain ditentukan terlebih dahulu sebagai pembaca soal dan pemain pertama melalui undian. 2. Pemain yang menang undian berkesempatan mengambil nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. 3. Pembaca soal, membacakan soal yang telah diambil oleh pemain. 4. Setelah soal dibacakan, pemain dan penantang mengerjakan soal sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 5. Pemain menyampaikan jawaban kepada pembaca soal. 6. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan ditanggapi oleh penantang serta pemain searah jarum jam. 7. Skor hanya diberikan kepada pemain atau penantang yang menjawab benar. Jika semua jawaban salah, maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan sampai soal habis dibacakan dan sampai dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pemain, pembaca soal, dan penantang. c. Penghargaan kelompok Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok. Poin Tim Studi akan ditotal secara keseluruhan. 23 2.3 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Sintaks model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) yang dikemukakan oleh Slavin (dalam Purwati,2010) ada lima komponen utama dalam TGT yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Fase Perilaku Guru Fase 1 Guru menyampaikan materi secara langsung. Penyajian kelas Pada tahap ini juga guru menyampaikan tujuan, (classprecentation) tugas atau kegiatan yang akan dilakukan, serta memberikan motivasi. Fase 2 Belajar Guru dalam membagi kelompok kelompok (teams) yang siswa satu dalam kelompok- kelompok kecil beranggotakan empat sampai enam orang yang anggotanya heterogen. Dan dalam tahap ini siswa memperdalam materi untuk dapat bekerja optimal saat tournamen. Fase 3 Guru membimbing siswa untuk melakukan Permainan (games) permainan yang telah dikemas dalam pertanyaan-pertanyaan bernomor yang akan dikerjakan oleh setiap kelompok. Fase 4 Guru memberikan peraturan-peraturan yang Pertandingan (tournament) berlaku untuk permainan yang akan dilakukan. Fase 4 Guru memberikan penghargaan kelompok Penghargaan kelompok (team berupa poin. Pemberian poin berdasarkan poin recognition) yang didapat saat permainan berlangsung. 24 2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) mempunyai kelebihan dan kelemahan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), kelebihan dari Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) sebagai berikut: 1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas. 2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu. 3. Dengn waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam. 4. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan siswa. 5. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. 6. Motivasi belajar lebih tinggi. 7. Hasil belajar lebih baik. 8. Meningkatkan kebaikan budi pekerti, kepekaan, dan toleransi. Sedangkan kelemahan TGT adalah: 1. Bagi guru Sulitnya pengelompokan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari segi akademis. Namun masalah ini dapat diatasi jika guru memegang kendali penuh dan teliti dalam pembagian kelompok.Waktu yang dibutuhkan untuk berdiskusi cukup banyak. Sehingga jika guru tidak pandai menguasai kelas, maka waktu akan melewati batas yang ditentukan. 2. Bagi siswa Masih adanya siswa yang berkemampuan tinggi yang sulit menjelaskan kepada siswa yang memiliki kemampuan rendah. Sehingga guru harus pandai membimbing siswa yang memiliki kemampuan tinggi agar dapt berbagi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. 2.3.2 Menurut Robert E Slavin (2010) Komponen-Komponen dalam Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT). 1. Penyajian Kelas, pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas. Penyampaian pembelajaran bisa melalui metode ceramah 25 ataupun tanya jawab dan diskusi yang didampingi guru. Guru juga menyampaikan tugas, tujuan atau kegiatan yang akan dilakukan siswa untuk tahap selanjutnya. 2. Belajar Kelompok (tim), guru membagi siswa menjadi kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai enam siswa. Dalam pembagian kelompok guru membagi siswanya secara heterogenitas, dengan adanya heterogenitas dalam kelompok akan memungkinkan siswa untuk bekerjasama. Menumbuhkan kesadaran antar sesama. Heterogenitas juga memungkinkan bagi siswa membantu satu sama lain. Yaitu jika ada siswa yang berkemampuan tinggi dapat membantu siswa yang berkemampuan rendah. Adanya kelompok kecil dalam pembelajaran akan memudahkan sisw untuk menerima materi yang disampaikan oleh seorang guru. Dan jika kelompok lain melakukan kesalahan dalam menjawab persoalan dapat dibenarkan oleh kelompok lain. Sehingga pembelajaran berlangsung menyenangkan. 3. Persiapan atau pertandingan (games), guru mempersiapkan pertanyaanpertanyaan yang akan digunakan dalam pertandingan. Seperti pertanyaanpertanyaan yang akan dijawab oleh masing-masing kelompok. Berupa kartu bernomor, lembar jawaban, dan penghargaan kelomok. Dan pada awal permainan akan ditentukan siapa yang akan menjadi pemain, pembaca soal, dan penantang.Penentuan pemain, pembaca soal, dan penantang bisa melalui undian. Sebelumnya telah dipilih masing-masing kelompok untuk mewakili kelompoknya yang dipilih secara acak oleh guru. 4. Turnamen, merupakan struktur yang akan digunakan saat permainan berlangsung. Dan turnamen biasanya dilaksanakan pada akhir setiap minggu atau setiap unit setelah guru memberikan presentasi kelas atau penyajian materi dan setiap tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan siswa. Dalam turnamen ini biasanya terdapat empat atau lima siswa yang masing-masing merupakan perwakilan dari kelompok yang berbeda. Siswa yang berkemampuan tinggi sangat berpengaruh terhadap timnya, karena dapat menyumbangkan nilai maksimum bagi timnya Gambar 2.1 penempatan siswa dimeja turnamen. 26 Tim A Tinggi Sedang A1 A2 Rendah A4 A3 Meja I Meja II Meja III Meja IV A1 B1 C1 A2 B2 C2 A3 B3 C3 A4 B4 C4 Tinggi B1 Sedang Sedang Sedang Rendah B2 B3 B4 Tinggi C1 Sedang C2 Sedang C3 Rendah C4 Turnamen pertama, untuk menempatkan siswa pada meja turnamen, dengan beberapa pengaturan yaitu siswa yang berkemampuan tinggi ditempatkan pada meja I, siswa yang berkemampuan sedang pada meja II dan III, siswa yang berkemampuan rendah pada meja IV. Turnamen selesai dan dilakukan penilaian, guru melakukan kembali pengaturan pada meja turnamen, kecuali pemenang meja tertinggi (meja I). Pemenang dari setiap meja turnamen akan dinaikkan atau digeser tingkatannya. Sedangkan siswa yang terendah akan dinaikkan satu tingkat atau digeser ke meja terendah tingkatannya. Pada akhirnya mereka akan mengalami penurunn atau peningkatan sesuai dengan kemampuannya. Pertandingan pertama, siswa-siswa akan mengubah posisi meja pertandingannya sesuai dengan hasil pertandingan sebelumnnya. Pemenang dari masing-masing meja akan berpindah ke meja yang tingkatannya lebih tinggi. Misalkan dari meja IV ke meja III. Pemenang kedua akan menempati meja sebelumnya, sedangkan siswa-siswa yang terendah pada setiap meja akan berpindah ke meja satu tingkat yang lebih rendah, maka mereka akan berusaha untuk berpindah ke meja yang lebih tinggi. 27 5. Penghargaan Kelompok, penghargaan kelompok diberikan kepada tim-tim yang berhasil mendapatkan nilai rata-rata yang melebihi kriteria tertentu. Dapat berupa sertifikat atau penghargaan lainnya yang telah disepakati bersama.Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim dapat dilihat pada tabel penghargaan dibawah ini :(Slavin,2008:175) Tabel penghargaan tim Kriteria (rata-rata tim) Penghargaan 40 Tim Baik 45 Tim Sangat Baik 50 Tim Super Peran guru yang paling penting dalam model pembejara ini yaitu guru bertindak sebagai fasilitator. Jadi guru hanya bertugas mendampingi, dan membimbing anak-anak dalam melakukan tugasnya. Tidak hanya sebagai fasilitator, guru juga membantu siswa untuk mengkoneksikan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Untuk mendukung model pembelajaran TGT, ada beberapa hal yang akan diperoleh siswa. 1. Daya Dukung Model pembelajaran TGT dalam pelaksanaanya memerlukan sarana, bahan dan alat. Sehingga dapat menciptakan suasana yang berbeda, dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, merubah yang semula pembelajaran membosankan menjadi lebih menarik dan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan tempat tempat khusus atau buku-buku khusus, cukup menggunakan meja-meja yang akan digunaakaan untuk game turnamen, LKS, nomor-nomor yang digunakan untuk kartu saat game,buku-buku yang dipelajari, lembar percobaan dan buku yang relevan. 28 2. Dampak Instruksional Dampak instruksional adalah dampak yang diperoleh atau hasil belajar, menggunakan model pebelajaran TGT yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi energi menggunakan model pembelajaran TGT. 3. Dampak Pengiring Dampak pengiring adalah hasil belajar lain yang didapatkan setelah melakukan kegiatan belajar mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh siswa tanpa adanya arahan langsung dari guru. Secara khusus dampak pengiring yang diperoleh siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi energi melalui model pembelajaran TGT adalah memiliki sikap ilmiah yaitu tanggung jawab, mandiri, komunikatif, disiplin, kerja sama dan kritis. Dampak instuksional dan dampak pengiring dalam model TGTdigambarkan dalam bagan berikut. Tanggung Jawab Kemampuan siswa menjelaskan sumber energi panas. Mandiri MODEL Teams Geams Tourname nt Komunikatif Disiplin Kerja Sama Kritis Gambar 2.2 Dampak Tournament Tourname Pengiringnt dan Intruksional Keterangan : Dampak Instruksional Dampak Pengiring Kemampuan siswa menyebutkan manfaat energi panas. Kemampuan menjelaskan macam– macam perpindahan panas. Secara koduksi, konveksi dan radiasi. Teams Games 29 2.4 Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) 2.4.1 Pengertian NHT Model NHT juga masih satu rumpun yang berada pada model pembelajaran tipe kooperatif yaitu pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil. Dengan pembelajaran berkelompok sangat bermanfaat untuk siswa, karena berpeluang kepada siswa yang berbeda latar belakan dan kondisi untuk saling bergantung dalam satu kelompok tugas-tugas bersama. Belajar menghargai orang lain, dan pemberian penghargaan, membuat siswa menjadi lebih semangat untuk belajar. Pembelajaran dengan menggunakan NHT diawali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdaapat 40 siswa dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tip kelompok terdiri 8 orang. Dan tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8. Setelah berkelompok guru memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Tiap-tiap kelompok diberi kesempatan untuk menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together”berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan guru. Langkah selanjutnya guru memanggil peserta didik dri tiap-tiap kelompok yang memiliki nomor yang sama. Mereka diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaaan yang diberikan oleh guru. Hal tersebut terus dilakukan pada peserta didik yang memiliki nomor yang sama agar masing-masing kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu, guru dapat mengembangkan diskusi lebih dalam lagi sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. Menurut Ibrahim, dkk, (2000:9) dalam Jumanta Hamdayama (2014) Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk 30 melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaboratif , dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. Menurut Rahayu, (2006) Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satunya yaitu Numbered Heads Together (NHT) atau disebut kepala bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1993 (Yatim dalam Lie,2008:58). Sedangkan menurut Spenser Kagen (1993) dalam Jumanta Hamdayama (2014) pembelajaran kooperatif NHT melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran. Menurut La Iru dan La Ode Safiun Arihi,(2012: 59) Metode Numbered Heads Together (NHT) adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran NHT adalah pembelajaran berkelompok yang dimana dalam kelompok-kelompok kecil diberikan persoalan yang harus diselesaikan oleh kelompok melalui kerjasama yang dibangun. Tidak memperdulikan suku, latar belakang maupun kemampuan. Namun, dalam NHT siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas secara bersama. 31 2.4.2 Sintaks Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT). Langkah – langkah pembelajaran NHT kemudian dikembangkan oleh Ibrahim dkk, (2000: 10) dalam Jumanta Hamdayama (2014). Tabel 2.2 Langkah -langkah Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Fase Tingkah laku guru Fase 1 Guru menyampaikan semua Persiapan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pelajaran tersebut, memotivasi siswa belajar. Serta mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model NHT. Fase 2 Guru membagi para siswa Pembentukan Kelompok menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Fase 3 Tiap Guru memberikan buku paket kelompok harus atau buku memiliki buku paket atau memudahkan buku panduan menyelesaikan panduan siswa LKS masalah yang diberikan. agar dalam atau 32 Fse 4 Guru membagikan LKS Diskusi masalah kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari atau guru memberikan pertanyaan agar siswa berusah menemukan jawaban melalui berfikir bersama. Fase 5 Guru menyebut satu nomor Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Fase 6 Guru bersama siswa Memberi kesimpulan menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Sumber : Ibrahim (2000: 29) dalam Jumanta Hamdayama (2014). 2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Model NHT Menggunakan model Numbered Head Together memiliki beberapa kelebihan, yaitu: a. Melatih siswa untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain. b. Melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya. c. Memupuk rasa kebersamaan. d. Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan. Kekurangan Model NHT Dalam menggunakan Numbered Head Together terdapat beberapa kelemahan yang harus diwaspadai , hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal- hal yng tidk diinginkan dalam pembelajaran, diantaranya: 33 a. Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan. b. Guru harus bisa memfasilitasi siswa. c. Tidak semua mendapat giliran. 2.4.4 Komponen – Komponen Model NHT a. Sintakmatik Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) menurut (Ibrahim dalam Lie, 2008:59) memiliki empat langkah yaitu (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban. Langkah-langkah tersebut kemudian dapat dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan. Keenam langkah tersebut sebagai berikut: Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Penomoran (Numbering) Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Tetap berada dalam kela. 2. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru. 3. Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling mengkritik sesame siswa dalam kelompok. 34 Langkah 3. Pertanyaan (Questioning) dan berpikir bersama (Heads Together). Kerja kelompok, guru memberikan pertanyaan/membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap berpikir bersama untuk menyelesaikan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pe rtanyaan dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 4. Pemberian jawaban (Answering) Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Penentuan nomor ini dilakukan dengan cara pengundian, demikian pula untuk penentuan kelompok yang akan menjawab. Langkah 5. Memberi kesimpulan Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Langkah 6. Memberikan penghargaan Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian maupun simbol-simbol pada siswa dan member nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik. Penghargaan ini dilakukan untuk memacu motivasi belajar siswa, karena motivasi memiliki peranan penting untuk menentukan kesuksesan suatu pembelajaran. b. Sistem Sosial Sistem sosial yang berlaku pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut: 1. Siswa diberi pengarahan untuk melakukan percobaan bersama kelompoknya. 2. Siswa bebas untuk mengemukakan pendapatnya, mengajukan pertanyaan, dan menjawab pertanyaan. c. Prinsip Reaksi Prinsip reaksi model pembelajaran kooperatif tip e NHT adalah sebagai berikut: 35 1. Guru menjelaskan tentang tata cara pembelajaran yang akan dilaksanakan. 2. Guru membagi siswa dalam bentuk kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor yang berbeda, serta memberikan pengarahan tentang cara diskusi kelompok. 3. Guru menginstruksikan siswa untuk melakukan percobaan bersama kelompoknya masing-masing. 4. Guru menunjuk salah satu nomor siswa utnuk menjawab pertanyaan di kelas. 5. Guru melakukan pemantapan materi. d. Sistem Pendukung Sistem pendukung model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut: 1 Ruang kelas. 2 Sumber belajar (buku). 3 Media papan flannel. 4 LKS/pertanyaan. e. Dampak Instruksional Dampak Instruksional setelah mengikuti pembelajaran yaitu sebagai berikut: 1. Peningkatan aktivitas siswa. 2. Peningkatan hasil belajar siswa. f. Dampak Pengiring Dampak Pengiring setelah mengikuti pembelajaran yaitu sebagai berikut: 1. Meningkatkan kerja sama guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya, sehingga dapat meningkatkan hubungan dan kepercayaan dalam proses belajar mengajar. 2. Menumbuhkan sikap tanggung jawab, kerja sama kelompok dan persaingan sehat antar kelompok. 3. Siswa belajar menerima pendapat orang lain. 4. Siswa berani mengungkapkan pendapat dimuka umum. 36 5. Mengembangkan pengendalian emosi bila kalah atau menang dalam permainan. Jadi dapat disimpulkan pembelajaran yang terdapat pada model Numbered Head Together memperlihatkan bahwa inti dari metode ini adalah pengembangan kemampuan siswa untuk aktif bekerja sama dalam kelompoknya. Dengan adanya penomoran tidak menjadikan siswa bergantung dengan siswa lainnya. Dengan memiliki nomor, pada saat guru menyebutkan nomornya, siswa siap menjawabnya dengan lebih baik lagi. Kemampuan siswa menjelaskan sumber energi panas. Tanggung Jawab Mandiri Komunikatif Disiplin Kerja Sama Kritis MODEL Numbere d Heads Together Kemampuan siswa menyebutkan manfaat energi panas. Kemampuan menjelaskan macam– macam perpindahan panas. Secara koduksi, konveksi dan radiasi. Gambar 2.3 Dampak Pengiring dan Intruksional Model NHT Keterangan : Dampak Instruksional Dampak Pengiring 2.5 Hasil Belajar Setelah proses belajar mengajar berlangsung, pasti siswa mendapatkan pengetahuan baru yang dimiliki oleh siswa. Namun, daya tangkap yang dimiliki oleh masing – masing siswa berbeda. Ada yang memiliki daya tangkap yang baik, tetapi juga ada siswa yang memiliki daya tangkap yang biasa saja. Dengan 37 adanya hal tersebut perlu diadakannya evaluasi siswa. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai atau tidak. Untuk melihat hasil belajar bukan hanya melalui evaluasi siswa saja tetapi bisa juga melalui aspek afektif dan psikomotor. Menurut Agus Suprijono (2010:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nila–nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Merujuk dari pemikiran Gagne dalam Agus Suprijono (2011), hasil belajar adalah : a. “ Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. b. Keterampilan itelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmun. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukn aktivitas kognitif bersifat khas. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyeluruh dan mengarahkan aktivits kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku”. Dan menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2014) adalah: “Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge(pengetahuan, ingatan),comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), charaterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, menejerial, dan intelektual”. Sementara menurut Lindgren dalam AgusSuprijono (2014) adalah: 38 “ Hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap”. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya satu aspek saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak bisa hanya satu aspek saja yang mengalami perubahan. 2.5.1 Hubungan Model Teams Games Tournament dan Numbered Head Together Hubungan merupkan keterkaitan antara dua hal yang saling mempengaruhi. Sama halnya dengan model pembelajaran TGT dan NHT. Dalam model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang menitik beratkan pada belajar berkelompok dan pemberian tugas yang harus diselesaikan secara bersma-sama. Anak akan lebih aktif dan kreatif, karena siswa dituntut untuk mempertanggungjawabkan tugas yang telah diselesaikan bersama diakhir pembelajaran. Sehingga terjadi suatu kompetisi antar anak. Sehingga dengan model TGT anak menjadi lebih konsetrasi, mudah menyerap materi dan mencapai kematangan secara optimal. Ini sangat berpengaruh pada hasil belajar. Model NHT merupakan model yang menitik beratkan pada pembelajaran berkelompok. Dalam model NHT dilaksanakan dengan pembagian nomor kepala bagi anak. Ini dilakukan untuk memecahkan tugas yang telah diberikan secara bersama-sama. Sehingga tugas yang diberikan dapat diselesikan secara mudah dengan bersatunya nomor-nomor yang telah dikelompokkan menjadi satu kelompok. Mengajarkan anak untuk bekerja sma, bertanggungjawaab atas tugas yang telah diberikan. Sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Sama halnya dengan dua model pembelajaran diatas. Hubungan antara model pembelajaran TGT dan NHT yaitu sama-sama model pembelajaran yang berbasis berkelompok. Dua model pembelajaran ini sama-sama mengajarkan anak untuk bekerjasama, menhargai satu sama lain, dan menyelesaikan tugatugas yang diberikan secara bersama. Melalui berkelompok anak menjadi mudah untuk menerima pembelajaran yang telah disampaikan. Model pembelajaran TGT dan NHT juga memberikan pengalaman langsung untuk anak, hal ini dapat menambah pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru yang telah dialami. 39 2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan subtansi yan diteliti. Fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Menurut peneliti, ada beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini diantaranya : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Manuaba (2012) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Dan Konvensional Pada Siswa Kelas VII SMP Mater Alma Materi Pokok Segitiga dan Segiempat”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) lebih efektif dan nilai hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan Model Pembelajaran Konvensional. 2. Penelitian Tri Sugiarto (2012) yang melakukan penelitan eksperimen yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas VIII di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dan model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai t adalah 2,673 dengan probabilitas signifikasi 0,011<0,05. Selain membandingkan TGT atau NHT dengan konvensional, terdapat penelitian yang membandingkan TGT dan NHT. Berikut penelitian membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan tipe NHT: 1. Penelitian Rahmawan dan Pramukantoro yang melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Menerapkan Dasar-Dasar Kelistrikan Menggunkan Model Pembelajaran Tipe TGT dan Model Pembelajaran Tipe NHT di SMKN 3 Jombang”. Hasil penelitian 40 menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan rata-rata hasil belajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hindarso (2009) yang berjudul “Ekperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Gemes Tournament (TGT) pada Materi Pokok Rumus – Rumus Trigonometri ditinjau dari Aktivitas Belajar Peserta Didik SMA Negeri Kota Surakarta. Hasil dari penelitian ini secara umum penggunaan model pembelajaran kooperatif tipr TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada model NHT, secara umum aktivitas belajar peserta didik berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika dan tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada perlakuannya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan perbedaannya pada subyek, pokok bahasa dan tujuannya. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan, penelitian diatas membandingkan antara model pembelajaran. Jika dalam penelitian yang telah dilakukan melibatkan variabel aktivitas belajar, pada penelitian ini, peneliti hanya akan melibatkan variabel hasil belajar.tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 2.7 Kerangka Berfikir Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil belajar IPA di SD dalam gugus Diponegoro Kabupaten Grobogan. Pada kenyataannnya pembelajaran yang diterapkan di SD masih didominasi oleh guru sedangkan siswa pasif. Guru sudah melakukan pembelajaran sedemikian rupa, dengn cara memberi tugas, diskusi kelompok, tetapi pada diskusi kelompok biasanya hanya didominasi oleh siswa yang pandai saja, sedangkan yang lainnya hanya 41 mengikuti saja.. maka dari itu peneliti menggunakan model pembelajaran model TGT dan NHT. Beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk meningkatkn hasil belajar salah satuya adalah Team Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT). Diharapkan dengan menerapkan kedua model tersebut bisa meningkatkan hasil belajar siswa dan mengaktifkan siswa. Model pembelajaran ini mengutamakan siswa untuk berkelompok, melibatkan aktifitas seluruh siswa, dan mengandung permainan yang dapat membuat siswa lebih mudah memahami pembelajaran yang dilaksanakan. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran yang menitik beratkan pada belajar berkelompok dan pemberian tugas yang harus diselesaikan secara bersma-sama. Anak akan lebih aktif dan kreatif, karena siswa dituntut untuk mempertanggungjawabkan tugas yang telah diselesaikan bersama diakhir pembelajaran. Sehingga terjadi suatu kompetisi antar anak. Sehingga dengan model TGT anak menjadi lebih konsetrasi, mudah menyerap materi dan mencapai kematangan secara optimal. Ini sangat berpengaruh pada hasil belajar. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan model yang menitik beratkan pada pembelajaran berkelompok. Dalam model NHT dilaksanakan dengan pembagian nomor kepala bagi anak. Ini dilakukan untuk memecahkan tugas yang telah diberikan secara bersama-sama. Sehingga tugas yang diberikan dapat diselesikan secara mudah dengan bersatunya nomor-nomor yang telah dikelompokkan menjadi satu kelompok. Mengajarkan anak untuk bekerja sma, bertanggungjawaab atas tugas yang telah diberikan. Sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Menggunakan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT),diharapkangagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat, kerjasama siswa terbangun, pemahaman siswa menjadi mudah, partisipasi siswa menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Dengan upaya-upaya dalam model pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT)diharapkan prestasi atau hasil belajar IPA siswa 42 kelas IV di gugus Diponegoro Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan dapat meningkat. Berikut ini adalah bagan kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT): Berikut ini gambar bagan kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT). Pembelajaran IPA Sintaks Model Sintaks Model Team Games Numbered Head Tournament Together Penyajian Kelas (class presentation) Belajar dalam Kelompok (team) Persiapan Minat dan motivasi siswa muncul Pembentukan Kelompok Tanggung Jawab Permainan (games) Mandiri Pertandingan (turnamen) Penghargaan Kelompok (team recogniti) Komunikatif Tiap kelompok memiliki buku paket/buku panduan Diskusi Masalah Disiplin Kerja sama Kritis Hasil Belajar Memanggil nomor peserta atau pemberian jawaban Memberi Kesimpulan Hasil Belajar (Post test) Dibandingkan n (Post test) 43 Gambar 2.3 Bagan - bagan kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT). Keterangan : Dampak Instruksional Dampak Pengiring 2.8 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis: Ha : Ada perbedaan antara model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT)ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4 Semester II Gugus Diponegoro Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2015/2016. Ho : Tidak ada perbedaan antara model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT)ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4 Semester II Gugus Diponegoro Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2015/2016.