BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar dan

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Proses belajar secara sederhana dapat diartikan dari yang sebelumnya tidak
tahu menjadi tahu, dari yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa, dari yang
belum paham menjadi paham. Bukan hanya pola pikir atau pengetahuan saja
yang mengalami perubahan, tetapi juga pada tigkah laku, sikap, dan konsep yang
sebelumnya dimiliki. Setiap individu pasti ingin mengembangkan potensi yang
individu tersebut miliki. Hal tersebut bertujuan untuk kemajuan kehidupan diri
sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Belajar juga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pribadi dan perilaku individu.
Menurut pandangan Anthony Robbins dalam Trianto (2009:15) “belajar adalah
suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru
berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan baru didasarkan pada
pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya”. Berdasarkan pandangan
diatas, dapat dipahami bahwa ketika dalam diri individu terjadi proses belajar
sebelumnya individu sudah memiliki pengetahuan awal atau persepsi mengenai
informasi tertentu sebelum mempelajari informasi baru. Di bawah ini
disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli (dalam Agus Suprijono
(2010: 2):)
a.
Gagne
Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai
seseorang melalui aktivitas.
b.
Travers
Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.
c.
Geoch
Learning is change in performance as a result of practice. (Belajar
adalah perubahan performance sebagai hasil latihan).
d.
Morgan
7
8
Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of
past experience.(Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen
sebagai hasil dari pengalaman). Jadi dapat disimpulkan bahawa belajar
merupakan sebuah proses yang dialami oleh individu melalui pengalaman yang
individu alami. Dan belajar akan berdampak pada perilaku yang bersifat
permanen pada diri individu sendiri. Menghasilkan suatu hasil yang bermanfaat
bagi individu tersebut. Seperti tingkah laku, kemampuan dan perubahan dari
suatu hasil latihan.
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau
perkembangan tubuhnya serta karakteristik seseorang sejak lahir, (Trianto,
2009:16).Jadi dapat disimpulkan bahawa perubahan pada individu terjadi
karena adanya serentetan pengalaman yang dialami oleh seorang individu.
Ketika terjadi proses belajar, individu tersebut akan mengaitkan informasi
baru dengan informasi yang telah dimiliki sehingga menghasilkan
perubahan yang terjadi pada individu.
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari
kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang
supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe”dan akhiran “an
menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar
atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.
Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen,
terjadi sebagai hasil dari pengalaman proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Instruction atau
pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa
yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
9
(GagnedanBriggsdalamhttp://definisipengertian.blogspot.com/2010/12/pen
gertian-pembelajaran.html).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran
merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen (Gagne dan
Briggs):
1.
Siswa
Seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan
isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.
Guru
Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar
yang efektif.
3.
Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,
afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran.
4.
Isi pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan
untuk mencapai tujuan.
5.
Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6.
Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk
menyajikan informasi kepada siswa.
7.
Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
hasilnya.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
suatu cara perubahan perilaku sebagai hasil dari belajar dan pembentukan
karakteristik peserta didik. Usaha sadar dari guru untuk membuat siswa
10
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang
belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
Ciri-ciri Pembelajaran.
MenurutNawawi(1981)dalam
http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciripembelajaran/menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif,
yaitu:
1.
Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi,
membandingkan,
menemukan
kesamaan-kesamaan
dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan
kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
2.
Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam
pelajaran.
3.
Aktivitas-aktivitas
siswa
sepenuhnya
didasarkan
pada
pengkajian.
4.
Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada
siswa dalam menganalisis informasi.
5.
Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan berpikir, serta.
6.
Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan
tujuan dan gaya mengajar guru.
2.1.2. Pemahaman Konsep IPA
1. Pengertian Pemahaman Konsep IPA
Pemahaman konsep IPA merupakan hasil belajar yang akan dicapai dalam
kegiatan pembelajaran IPA. Pemahaman konsep untuk setiap siswa tidaklah
sama, karena setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk
memahami atau menangkap makna dan fakta dari apa yang dipelajarinya.
Pemahaman atau comprehension seperti yang dikemukakan Sardiman
(dalam Ika Wahyu, 2010) adalah “Menguasai sesuatu dengan pikiran-pikiran,
karena itu maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan
11
filosofinya, maksud dan implikasinya serta aplikasi-aplikasinya, sehingga
menyebabkan siswa dapat memahami suatu situasi”. Kemampuan memahami
dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”. Kegiatan yang diperlukan untuk
bisa sampai pada tujuan ini ialah kegiatan mental intelektual yang
mengorganisasikan materi yang telah diketahui.
Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi,
peristiwa, fakta, disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Dalam proses
ini, simbol-simbol komunikasi yang ada pada penemuan baru ditanggalkan dan
mengambil maknanya, kemudian diberi simbol baru yang sesuai dengan stok
kognitif yang ada. Masuknya makna baru ini di dalam struktur kognitif
mengakibatkan berubahnya struktur kognitif itu sendiri. Dengan demikian, orang
yang bersangkutan mengalami perubahan dalam perilakunya.
Makna yang telah ditangkap itu dapat saja diberi simbol yang baru. Oleh
karena itu, perilaku yang dapat didemonstrasikan yang menunjukkan bahwa
kemampuan mengerti/ memahami itu telah dikuasai, antara lain ialah : dapat
menjelakan
dengan
kata-kata
sendiri,
dapat
membandingkan,
dapat
membedakan, dan dapat mempertentangkan.
Kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam taksonomi ini mulai dari
yang terendah sampai yang tinggi ialah:
1.
Translasi
Yaitu kemampuan untuk mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain
tanpa perubahan makna. Simbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi
gambar, bagan, atau grafik. Kalau simbol ini berupa kata-kata atau kalimat
tertentu, maka dapat diubah menjadi kata-kata atau kalimat lain.
2.
Interpretasi
Yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat didalam
simbol, baik simbol verbal maupun symbol nonverbal. Kemampuan untuk
menjelaskan konsep, prinsip, atau teori tertentu termasuk dalam kategori ini.
Seseorang dapat menginterpretasikan suatu konsep atau prinsip jika ia dapat
menjelaskan secara rinci makna atau arti suatu konsep atau prinsip, atau dapat
12
membandingkan,membedakan,atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang
lain.
3.
Ekstrapolasi
Yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau
kelanjutan dari suatu temuan.
Pemahaman atau comprehension merupakan tingkatan yang lebih
sulit
daripada
pengetahuan,
karena
pengetahuan
adalah
tingkat
kemampuan siswa untuk mengenal dan mengingat konsep, fakta, atau
informasi, sedangkan pemahaman memerlukan pemikiran dan juga
menghendaki agar siswa dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah
dipahami. Berdasarkan pengertian di atas maka pemahaman merupakan
penguasaan
pengetahuan,
sehingga
kemampuan
pemahaman
telah
mencakup kemampuan pengetahuan, dengan demikian maka belajar itu
akan bersifat lebih mendasar.
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok
orang yang dinyatakan dalam definisi. Konsep diperoleh dari fakta,
peristiwa maupun pengalaman. Konsep menunjukkan suatu hubungan
antar konsep-konsep yang lebih sederhana dan konsep dapat mengalami
perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru (Syaiful
Sagala dalam Ika Wahyu, 2010:8). Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa pemahaman konsep IPA adalah tingkat kemampuan
siswa untuk menangkap makna dan arti serta menguasai konsep IPA.
2.
Hakikat IPA
Menurut Srini M. Iskandar (Ika Wahyu, 2010:9) IPA adalah ilmu
yang
mempelajari
peristiwa-peristiwa
yang
terjadi
di
alam.
IPA
merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang aktif dan dinamis
tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur,
sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal.Menurut
H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang
sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi.
13
Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA
atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup
maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto
(2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara
sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan IPA adalah ilmu
yang berhubungan dengan cara mempelajari peristiwa-peristiwa alam
secara sistematis. Penerapannya terbatas oleh gejala – gejala alam yang
berkembang melalui pengamatan. IPA dibedakan atas dua unsur, yaitu
hasil IPA dan cara kerja memperoleh hasil itu. Hasil produk IPA berupa
fakta-fakta seperti hukum-hukum, prinsip-prinsip, klasifikasi, struktur dan
lain sebagainya. Cara kerja memperoleh hasil itu disebut proses IPA.
Dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.
Kemajuan IPA yang pesat terjdi oleh proses ini. Dalam memecahkan suatu
masalah, seorang iluwan sering berusaha mengambil suatu masalah yang
memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap ini dikenal
dengan sikap ilmiah.
Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan
dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi
proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap
ilmiah.Menurut Srini M. Iskandar (Ika Wahyu, 2010:12), ketigadimensi
tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar
IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.
a. IPA Sebagai Produk
IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis
IPA terdahulu yang umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis
dalam bentuk buku teks. Buku teks IPA merupakan body ofknowledge dari
IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi lain IPA yang tidak kalah
pentingnya yaitu dimensi “proses”, maksudnya proses mendapatkan ilmu
itu sendiri. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat
14
mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber
belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan
tidak akan habis digunakan.
b.
IPA Sebagai Proses
Yang dimaksud dengan“proses”di sini adalah proses mendapatkan
IPA. Kita mengetahui bahwa IPA disusun dan diperoleh melalui metode
ilmiah. Jadi yang dimaksud proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah.
Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan
berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk
paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian
sederhana. Di samping itu, pentahapan pengembangannya disesuaikan
dengan tahapan suatu proses penelitian atau eksperimen, yakni meliputi:
(1) observasi; (2) klasifikasi; (3) interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis;
(6) mengendalikan
variabel;
(7) merencanakan
dan melaksanakan
penelitian; (8) inferensi; (9) aplikasi; dan (10) komunikasi.
Jadi, pada hakikatnya, pada proses mendapatkan IPA diperlukan
sepuluh keterampilan dasar. Oleh karena itu, jenis-jenis keterampilan
dasar
yang
diperlukan
dalam
proses
mendapatkan
IPA
disebut
juga“keterampilan proses”. Untuk memahami sesuatu konsep, siswa tidak
diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk
memperoleh dan menemukan konsep melalui pengalaman siswa dengan
mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan membu at
kesimpulan.
c.
IPA Sebagai Pemupukan Sikap
Makna“sikap”pada pengajaran IPA SD/MI dibatasi pengertiannya pada
“sikap ilmiah terhadap alam sekitar”.
Beberapa ciri sikap ilmiah itu menurut Srini M. Iskandar (Ika Wahyu,
2010:12) adalah:
1.
Objektif terhadap fakta, artinya tidak dicampuri oleh perasaan senang atau
tidak senang.
15
2.
Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang
menyokong kesimpulan itu.
3.
Berhati terbuka, artinya mempertimbangkan pendapat atau penemuan
orang lain sekalipun pendapat atau penemuan itu bertentangan dengan
penemuaannya sendiri.
4.
Tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat.
5.
Bersifat hati-hati.
6.
Ingin menyelidiki.
Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran di SD yang
dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep
yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan
dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA
sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dapat
membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa IPA merupakan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan
fakta-fakta,
konsep-konsep,
prinsip-prinsip,
proses
penemuan
dan
memiliki sikap ilmiah.
3. Tujuan IPA
Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut (BSNP, dalam Ika Wahyu, 2010) :
a.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
d.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
16
e.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
f.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Maksud dan tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan
tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai lingkungan melalui
pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA.
4.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut siswa tidak
hanya belajar dari buku, melainkan dituntut untuk belajar mengembangkan
kemampuan dirinya. Melatih keterampilan siswa untuk berfikir secara
kreatif dan inovatif merupakan latihan awal bagi siswa berfikir kritis
untuk mengembangkan daya cipta dan mengembangkan minat dalam diri
siswa secara dini. Guru sebagai faktor penunjang keberhasilan pengajaran
IPA dituntut kemampuannya untuk dapat menyampaikan bahan kepada
siswa dengan baik. Untuk itu guru perlu mendapat pengetahuan tentang
bagaimana mengajarkan suatu bahan pengajaran atau metode apa yang
dapat digunakan dalam pembelajaran IPA.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalahnya. Penerapan
IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada
lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan
yang dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap
ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan
hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Prinsip utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yaitu:
17
a.
Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita dimulai melalui pengalaman
baik secara inderawi maupun noninderawi.
b.
Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung karena
itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang
diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran.
c.
Pemgetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten
dengan pengetahuan para ilmuan, pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan
yang demikian kita sebut miskonsepsi. kita perlu merancang kegiatan yang dapat
membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran.
d.
Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambing dan
relasi dengan konsep yang lain. Tugas kita sebagai guru IPA adalah mengajar
siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam
fakta, data, konsep, simbol dan hubungan dengan konsep lain.
e.
Ilmu Pengetahuan Alam atas produk, proses dan prosedur. Karena itu kita
perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih banyak guru
yang lebih senang menekankan pada produk Ilmu Pengetahuan Alam saja. (Leo
Sutrisno, dalam Ika Wahyu, 2010).
Oleh karena itu, pendekatan konsep memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang IPA dibandingkan dengan pendekatan faktual. Kemudian suatu
pendekatan proses dalam pembelajaran IPA didasarkan atas pengamatan yang
disebut sebagai keterampilan proses dalam IPA.
5.
Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Ruang lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah
Dasar dalam BSNP (2006: 15) meliputi aspek-aspek berikut:
a.
Mahluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia,hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b.
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas.
c.
Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
d.
Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
18
Penyajian pembelajaran IPA di SD seharusnya guru mampu
memfasilitasi anak didik supaya mendapatkan pengalaman secara langsung
dan mengajak siswa terlibat aktif dalam setiap pembelajaran yang guru
sampaikan kepada siswa.
Pengalaman langsung sangat berpengaruh pada pemahaman siswa
dalam suatu pembelajaran yang pada akhirnya berdampak pada hasil
belajar yang akan dicapai siswa. Berdasarkan hal tersebut dalam kegiatan
belajar mengajar IPA diperlukan model pembelajaran yang dapat
mengaktifkan kegiatan berfikir anak dan keterampilan proses, supaya anak
dapat menemukan dan membangun pengetahuan dalam diri mereka
sendiri.
Model pembelajaran yang peneliti pilih untuk mengembankan
kegiatan belajar mengajar IPA di SD adalah model pembelajaran Teams
Game Tournamen (TGT) dan Numbered Head Together (NHT) karena
kedua
model
pembelajaran
tersebut
sesuai
dengan
karakteristik
pembelajaran IPA yang pembelajaran berbasis penemuan dan pengalaman
sendiri. Hanya saja dalam model pembelajaran Teams Game Tournamen
(TGT)anak dituntut untuk dapat memecahkan persoalan yang diberikan
melalui game akademik bersama dengan anggota time lainnya. Sehingga
dengan model pembelajaran ini siswa dapat menemukan sendiri jawaban
dari persoalan yang diberikan melalui permainan, yang pada akhirnya akan
berdampak pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik lagi. Dan
Numbered Head Together (NHT), tidak beda jauh dengan model
pembelajaran Teams Game Tournamen (TGT), sama-sama menuntut siswa
untuk aktif dalam kelompoknya. Yang pada model ini siswa juga diberikan
sebuah persoalan yang akan dibahas dalam kelompoknya, dan setelah
masing – masing kelompok menyelesaikan persoalan yang telah diberikan,
siswa diminta mempresentasikan hasilnya kedepan kelas. Ini juga dapat
berdampak
pada
sikap
tanggung
jawab
dari
masing-masing
kelompok,sehingga siswa mengalami dan menemukan sendiri jawaban dari
19
persoalan tersebut. Yang pada akhirnya juga akan berpengaruh pada hasil
belajar yang lebih baik lagi
2.2 Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
merepresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah
bentuk yang lebih komprehensif. Menurut Meyer, W. J., 1985:2 (dalam Trianto,
2009:21).Proses pembelajaran diperlukan adanya susunan pembelajaran yang
harus disusun oleh guru. Biasanya disebut dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), seorang guru mutlak harus membuat RPP untuk melakukan
pembelajaran, dimana dalam RPP terdapat pendekatan pembelajaran, model
pembelajaran, strategi pembelajaran, teknik pembelajaran, dan metode
pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Menurut Joyce, 1992:4 dalam ( Trianto, 2009:22) dikatakan bahwa
“Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajarn termasuk didalamnya buku-buku, film, computer,
kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joyce juga menyatakan bahwa setiap
model pembelajaran mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran
untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai.
Menurut Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2009:22) mengemukakan maksud
dari model pembelajaran adalah :
“kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar”. Jadi dalam RPP model pembelajaran tertulis dalam langkahlangkah pembelajaran yang ditulis secara sistematis dan sesuai dengan
urutan sintaks model”.
Berdasarkan pernyataan diatas dapt disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah desain pembelajaran yang dituangkan dalam RPP yang berisi pendekatan
pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, dan teknik
pembelajaran yang langkah-langkah dalam deskripsi kegiatan pembelajaran
ditulis secara runtut sesuai dengan sintaks model pembelajaran, dan dalam
20
pengorganisasiannya digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Serta
melibatkan perilaku guru dan siswa.
Menurut Hamid, 2011 dalam (Wisudawati dan Sulistyowati, 2013:48),
model pembelajaran memiliki ciri khusus, yaitu (1) mempunyai langkah-langkah
pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu proses pembelajaran IPA; (2)
mempunyai sistem sosial; (3) mempunyai prinsip reaksi; (4) mempunyai sistem
pendukung; (5) mempunyai dampak instruksional atau dampak pembelajaran;
(6) mempunyai dampak pengiring. Memilih model pembelajaran harus
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan
karakteristik lingkungan setempat.
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok – kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam
pembelajaran model kooperatif, yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok; (2)
adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus
dicapai.
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap
kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa
pendekatan, diantaranya pengeompokan yang berdasarkan atas minat dan bakat
siswa,
pengelompokan
yang
berdasarkan
latar
belakang
kemampuan,
pengelompokan yang berdasarkan atas campuran, baik campuran ditinjau dari
minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apapun yang
digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan kelompok diterapkan dalam suatu kelompok. Aturan kelompok
adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik
siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok.
Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untk digunakan adalah
model
pembelajaran
kooperatif
atau
model
pembelajaran
kelompok.
Pembelajaran kelompok merupakan pembelajaran yang terbentuk dari kelompok
– kelompok kecil/tim yang beranggotakan empat sampai enam orang, yang
21
berlatar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang
berbeda. Sistem penilaian dilakukan dalam kelompok.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam model pembelajaran kelompok harus
nampak proses belajar dengan kegiatan berkelompok, berpusat pada siswa, siswa
menemukan sendiri jawaban dari persoalan yang diberikan, interaksi sosial dan
menemukan pengetahuan baru.
Model pembelajaran yang peneliti pilih untuk mengembangkan kegiatan
belajar mengajar IPA di SD adalah
model pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT) dan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT).
Selain model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan model
pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan bagian dari
pembelajaran kelompok, juga karena kedua model tersebut menuntut siswa
untuk bekerjasama, menemukan sendiri jawaban dan sesuai dengan karakteristik
dengan pembelajaran IPA yaitu mengandung penemuan dan berkelompok.
2.2.1
Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
2.2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok
kecil yang dalam kelompok beranggotakan empat sampai enam orang. Yang
dalam kelompok memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang
berbeda. Menurut Slavin (1995) dalam Purwati (2010) TGT memiliki lima
tahapan yaitu (1) tahap penyajian kelas (class precentation); (2) belajar dalam
kelompok (team); (3) permainan (game); (4) pertadingan (tournamen); dan (5)
penghargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan pernyataan diatas
Slavin (1995) dalam Purwati (2010) mengungkapkan ciri-ciri model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) sebagai berikut:
a.
Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, yang masing-masing
kelompok beranggotakan empat sampai lima siswa. Empat sampai enam
siswa tersebut memiliki kemampuan, jenis kelamin, ras atau suku yang
berbeda. Dengan adanya heterogenitas diharapkan siswa dapat saling
membantu antar siswa lainnya. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan
22
lebih dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah, maka bisa
saling membantu antar sesama. Dan menumbuhkan adanya rasa kesadaran
pada diri siswa, bahwa belajar kooperatif sangat menyenangkan.
b.
Game Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing adalah wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya ditempatkan dalam
meja-meja tournament. Dalam satu meja tournament berisi empat sampai
enam orang peserta, diusahakan tidak ada peserta dalam satu kelompok.
Dalam
satu
meja
juga
diusahakan
memiliki
kemampuan
yang
homogen.Permainan diawali dengan membacakan aturan permainan.
Setelah itu kartu soal dibagikan (berisi soal dan jawaban diletakkan
terbalik sehingga jawaban dan soal tidak terbaca). Aturan dalam
permainan sebagai berikut :
1.
Setiap pemain ditentukan terlebih dahulu sebagai pembaca soal dan
pemain pertama melalui undian.
2.
Pemain yang menang undian berkesempatan mengambil nomor soal
dan diberikan kepada pembaca soal.
3.
Pembaca soal, membacakan soal yang telah diambil oleh pemain.
4.
Setelah soal dibacakan, pemain dan penantang mengerjakan soal
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
5.
Pemain menyampaikan jawaban kepada pembaca soal.
6.
Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan ditanggapi oleh
penantang serta pemain searah jarum jam.
7.
Skor hanya diberikan kepada pemain atau penantang yang menjawab
benar. Jika semua jawaban salah, maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan sampai soal habis dibacakan dan sampai dalam satu meja
turnamen dapat berperan sebagai pemain, pembaca soal, dan penantang.
c.
Penghargaan kelompok
Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat
oleh kelompok. Poin Tim Studi akan ditotal secara keseluruhan.
23
2.3
Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT)
Sintaks model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) yang
dikemukakan oleh Slavin (dalam Purwati,2010) ada lima komponen utama
dalam TGT yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintaks Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Guru menyampaikan materi secara langsung.
Penyajian kelas
Pada tahap ini juga guru menyampaikan tujuan,
(classprecentation)
tugas atau kegiatan yang akan dilakukan, serta
memberikan motivasi.
Fase 2
Belajar
Guru
dalam
membagi
kelompok kelompok
(teams)
yang
siswa
satu
dalam
kelompok-
kelompok
kecil
beranggotakan empat sampai enam orang yang
anggotanya heterogen. Dan dalam tahap ini
siswa memperdalam materi untuk dapat bekerja
optimal saat tournamen.
Fase 3
Guru membimbing siswa untuk melakukan
Permainan (games)
permainan
yang
telah
dikemas
dalam
pertanyaan-pertanyaan bernomor yang akan
dikerjakan oleh setiap kelompok.
Fase 4
Guru memberikan peraturan-peraturan yang
Pertandingan (tournament)
berlaku untuk permainan yang akan dilakukan.
Fase 4
Guru
memberikan
penghargaan
kelompok
Penghargaan kelompok (team berupa poin. Pemberian poin berdasarkan poin
recognition)
yang didapat saat permainan berlangsung.
24
2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT)
Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006),
kelebihan dari Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) sebagai
berikut:
1.
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2.
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3.
Dengn waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.
4.
Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan siswa.
5.
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
6.
Motivasi belajar lebih tinggi.
7.
Hasil belajar lebih baik.
8.
Meningkatkan kebaikan budi pekerti, kepekaan, dan toleransi.
Sedangkan kelemahan TGT adalah:
1.
Bagi guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari
segi akademis. Namun masalah ini dapat diatasi jika guru memegang
kendali penuh dan teliti dalam pembagian kelompok.Waktu yang
dibutuhkan untuk berdiskusi cukup banyak. Sehingga jika guru tidak
pandai menguasai kelas, maka waktu akan melewati batas yang
ditentukan.
2.
Bagi siswa
Masih adanya siswa yang berkemampuan tinggi yang sulit menjelaskan
kepada siswa yang memiliki kemampuan rendah. Sehingga guru harus
pandai membimbing siswa yang memiliki kemampuan tinggi agar dapt
berbagi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah.
2.3.2
Menurut Robert E Slavin (2010) Komponen-Komponen dalam
Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT).
1. Penyajian Kelas, pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas. Penyampaian pembelajaran bisa melalui metode ceramah
25
ataupun tanya jawab dan diskusi yang didampingi guru. Guru juga
menyampaikan tugas, tujuan atau kegiatan yang akan dilakukan siswa untuk
tahap selanjutnya.
2. Belajar Kelompok (tim), guru membagi siswa menjadi kelompok kecil yang
beranggotakan empat sampai enam siswa. Dalam pembagian kelompok guru
membagi siswanya secara heterogenitas, dengan adanya heterogenitas dalam
kelompok akan memungkinkan siswa untuk bekerjasama. Menumbuhkan
kesadaran antar sesama. Heterogenitas juga memungkinkan bagi siswa
membantu satu sama lain. Yaitu jika ada siswa yang berkemampuan tinggi dapat
membantu siswa yang berkemampuan rendah. Adanya kelompok kecil dalam
pembelajaran akan memudahkan sisw untuk menerima materi yang disampaikan
oleh seorang guru. Dan jika kelompok lain melakukan kesalahan dalam
menjawab persoalan dapat dibenarkan oleh kelompok lain. Sehingga
pembelajaran berlangsung menyenangkan.
3. Persiapan atau pertandingan (games), guru mempersiapkan pertanyaanpertanyaan yang akan digunakan dalam pertandingan. Seperti pertanyaanpertanyaan yang akan dijawab oleh masing-masing kelompok. Berupa kartu
bernomor, lembar jawaban, dan penghargaan kelomok. Dan pada awal
permainan akan ditentukan siapa yang akan menjadi pemain, pembaca soal, dan
penantang.Penentuan pemain, pembaca soal, dan penantang bisa melalui undian.
Sebelumnya
telah
dipilih
masing-masing
kelompok
untuk
mewakili
kelompoknya yang dipilih secara acak oleh guru.
4. Turnamen, merupakan struktur yang akan digunakan saat permainan
berlangsung. Dan turnamen biasanya dilaksanakan pada akhir setiap minggu
atau setiap unit setelah guru memberikan presentasi kelas atau penyajian materi
dan setiap tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan
siswa. Dalam turnamen ini biasanya terdapat empat atau lima siswa yang
masing-masing merupakan perwakilan dari kelompok yang berbeda. Siswa yang
berkemampuan tinggi sangat berpengaruh terhadap timnya, karena dapat
menyumbangkan nilai maksimum bagi timnya
Gambar 2.1 penempatan siswa dimeja turnamen.
26
Tim A
Tinggi
Sedang
A1
A2
Rendah
A4
A3
Meja I
Meja II
Meja III
Meja IV
A1 B1 C1
A2 B2 C2
A3 B3 C3
A4 B4 C4
Tinggi
B1
Sedang
Sedang Sedang Rendah
B2
B3
B4
Tinggi
C1
Sedang
C2
Sedang
C3
Rendah
C4
Turnamen pertama, untuk menempatkan siswa pada meja turnamen,
dengan beberapa pengaturan yaitu siswa yang berkemampuan
tinggi
ditempatkan pada meja I, siswa yang berkemampuan sedang pada meja II dan
III, siswa yang berkemampuan rendah pada meja IV.
Turnamen selesai dan dilakukan penilaian, guru melakukan kembali
pengaturan pada meja turnamen, kecuali pemenang meja tertinggi (meja I).
Pemenang dari setiap meja turnamen akan dinaikkan atau digeser tingkatannya.
Sedangkan siswa yang terendah akan dinaikkan satu tingkat atau digeser ke meja
terendah tingkatannya. Pada akhirnya mereka akan mengalami penurunn atau
peningkatan sesuai dengan kemampuannya.
Pertandingan
pertama,
siswa-siswa
akan
mengubah
posisi
meja
pertandingannya sesuai dengan hasil pertandingan sebelumnnya. Pemenang dari
masing-masing meja akan berpindah ke meja yang tingkatannya lebih tinggi.
Misalkan dari meja IV ke meja III. Pemenang kedua akan menempati meja
sebelumnya, sedangkan siswa-siswa yang terendah pada setiap meja akan
berpindah ke meja satu tingkat yang lebih rendah, maka mereka akan berusaha
untuk berpindah ke meja yang lebih tinggi.
27
5. Penghargaan Kelompok, penghargaan kelompok diberikan kepada tim-tim
yang berhasil mendapatkan nilai rata-rata yang melebihi kriteria tertentu. Dapat
berupa sertifikat atau penghargaan lainnya yang telah disepakati bersama.Ada
tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim
dapat dilihat pada tabel penghargaan dibawah ini :(Slavin,2008:175)
Tabel penghargaan tim
Kriteria (rata-rata
tim)
Penghargaan
40
Tim Baik
45
Tim Sangat Baik
50
Tim Super
Peran guru yang paling penting dalam model pembejara ini yaitu guru
bertindak sebagai fasilitator. Jadi guru hanya bertugas mendampingi, dan
membimbing anak-anak dalam melakukan tugasnya. Tidak hanya sebagai
fasilitator, guru juga membantu siswa untuk mengkoneksikan pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Untuk mendukung
model pembelajaran TGT, ada beberapa hal yang akan diperoleh siswa.
1.
Daya Dukung
Model pembelajaran TGT dalam pelaksanaanya memerlukan sarana,
bahan dan alat. Sehingga dapat menciptakan suasana yang berbeda, dapat
menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, merubah yang
semula pembelajaran membosankan menjadi lebih menarik dan dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan tempat tempat khusus atau buku-buku khusus, cukup menggunakan meja-meja
yang akan digunaakaan untuk game turnamen, LKS, nomor-nomor yang
digunakan untuk kartu saat game,buku-buku yang dipelajari, lembar
percobaan dan buku yang relevan.
28
2.
Dampak Instruksional
Dampak instruksional adalah dampak yang diperoleh atau hasil
belajar, menggunakan model pebelajaran TGT yang dicapai langsung
dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak
instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi energi
menggunakan model pembelajaran TGT.
3.
Dampak Pengiring
Dampak pengiring adalah hasil belajar lain yang didapatkan setelah
melakukan kegiatan belajar mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana
belajar yang dialami langsung oleh siswa tanpa adanya arahan langsung
dari guru. Secara khusus dampak pengiring yang diperoleh siswa dalam
pembelajaran IPA dengan materi energi melalui model pembelajaran TGT
adalah memiliki sikap ilmiah yaitu tanggung jawab, mandiri, komunikatif,
disiplin, kerja sama dan kritis. Dampak instuksional dan dampak pengiring
dalam model TGTdigambarkan dalam bagan berikut.
Tanggung
Jawab
Kemampuan siswa
menjelaskan sumber
energi panas.
Mandiri
MODEL
Teams
Geams
Tourname
nt
Komunikatif
Disiplin
Kerja Sama
Kritis
Gambar 2.2 Dampak
Tournament
Tourname
Pengiringnt dan Intruksional
Keterangan :
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Kemampuan siswa
menyebutkan
manfaat energi panas.
Kemampuan
menjelaskan macam–
macam perpindahan
panas. Secara koduksi,
konveksi dan radiasi.
Teams Games
29
2.4
Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
2.4.1 Pengertian NHT
Model NHT juga masih satu rumpun yang berada pada model
pembelajaran tipe kooperatif yaitu pembelajaran dengan kelompok-kelompok
kecil. Dengan pembelajaran berkelompok sangat bermanfaat untuk siswa, karena
berpeluang kepada siswa yang berbeda latar belakan dan kondisi untuk saling
bergantung dalam satu kelompok tugas-tugas bersama. Belajar menghargai
orang lain, dan pemberian penghargaan, membuat siswa menjadi lebih semangat
untuk belajar.
Pembelajaran dengan menggunakan NHT diawali dengan numbering.
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok
sebaiknya mempertimbangkan konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik
dalam satu kelas terdaapat 40 siswa dan terbagi menjadi 5 kelompok
berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tip kelompok terdiri 8 orang.
Dan tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8. Setelah
berkelompok guru memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh
tiap-tiap kelompok. Tiap-tiap kelompok diberi kesempatan untuk menemukan
jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya
“Heads Together”berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan guru.
Langkah selanjutnya guru memanggil peserta didik dri tiap-tiap
kelompok yang memiliki nomor yang sama. Mereka diberi kesempatan untuk
menjawab pertanyaaan yang diberikan oleh guru. Hal tersebut terus dilakukan
pada peserta didik yang memiliki nomor yang sama agar masing-masing
kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Berdasarkan
jawaban-jawaban itu, guru dapat mengembangkan diskusi lebih dalam lagi
sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai
pengetahuan yang utuh.
Menurut Ibrahim, dkk, (2000:9) dalam Jumanta Hamdayama (2014)
Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk
30
melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaboratif , dan juga
keterampilan-keterampilan tanya jawab.
Menurut Rahayu, (2006) Number Head Together adalah suatu Model
pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari,
mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satunya yaitu
Numbered Heads Together (NHT) atau disebut kepala bernomor dikembangkan
oleh Spencer Kagan pada tahun 1993 (Yatim dalam Lie,2008:58). Sedangkan
menurut
Spenser
Kagen
(1993)
dalam
Jumanta
Hamdayama
(2014)
pembelajaran kooperatif NHT melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran. Menurut La Iru dan La Ode Safiun Arihi,(2012: 59)
Metode Numbered Heads Together (NHT) adalah bagian dari model
pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran NHT adalah
pembelajaran berkelompok yang dimana dalam kelompok-kelompok kecil
diberikan persoalan yang harus diselesaikan oleh kelompok melalui kerjasama
yang dibangun. Tidak memperdulikan suku, latar belakang maupun kemampuan.
Namun, dalam NHT siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas secara bersama.
31
2.4.2 Sintaks
Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT).
Langkah – langkah pembelajaran NHT kemudian dikembangkan oleh Ibrahim
dkk, (2000: 10) dalam Jumanta Hamdayama (2014).
Tabel 2.2 Langkah -langkah Model Pembelajaran Numbered Heads Together
(NHT)
Fase
Tingkah laku guru
Fase 1
Guru menyampaikan semua
Persiapan
tujuan
pembelajaran
yang
akan dicapai pada pelajaran
tersebut, memotivasi siswa
belajar. Serta mempersiapkan
rancangan pelajaran dengan
membuat
Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar
Kerja
Siswa
(LKS)
yang
sesuai dengan model NHT.
Fase 2
Guru membagi para siswa
Pembentukan Kelompok
menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 3 sampai
5 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa
dalam kelompok dan nama
kelompok yang berbeda.
Fase 3
Tiap
Guru memberikan buku paket
kelompok
harus
atau
buku
memiliki buku paket atau
memudahkan
buku panduan
menyelesaikan
panduan
siswa
LKS
masalah yang diberikan.
agar
dalam
atau
32
Fse 4
Guru
membagikan
LKS
Diskusi masalah
kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari
atau
guru
memberikan
pertanyaan agar siswa berusah
menemukan jawaban melalui
berfikir bersama.
Fase 5
Guru menyebut satu nomor
Memanggil nomor
anggota
atau pemberian jawaban
dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
Fase 6
Guru
bersama
siswa
Memberi kesimpulan
menyimpulkan jawaban akhir
dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi
yang disajikan.
Sumber : Ibrahim (2000: 29) dalam Jumanta Hamdayama (2014).
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Model NHT
Menggunakan model Numbered Head Together memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:
a.
Melatih siswa
untuk dapat bekerjasama dan menghargai
pendapat orang lain.
b.
Melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya.
c.
Memupuk rasa kebersamaan.
d.
Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.
Kekurangan Model NHT
Dalam menggunakan Numbered Head Together terdapat beberapa
kelemahan yang harus diwaspadai , hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal- hal
yng tidk diinginkan dalam pembelajaran, diantaranya:
33
a.
Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan
sedikit kewalahan.
b.
Guru harus bisa memfasilitasi siswa.
c.
Tidak semua mendapat giliran.
2.4.4 Komponen – Komponen Model NHT
a.
Sintakmatik Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) menurut (Ibrahim dalam Lie, 2008:59) memiliki empat
langkah yaitu (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c) Berpikir
bersama, (d) Pemberian jawaban. Langkah-langkah tersebut kemudian
dapat dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan.
Keenam langkah tersebut sebagai berikut:
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
Langkah 2. Penomoran (Numbering)
Dalam
pembentukan
kelompok
disesuaikan
dengan
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau
dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Sebelum
kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan
kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran
kooperatif yaitu:
1. Tetap berada dalam kela.
2. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan
pertanyaan kepada guru.
3.
Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling
mengkritik sesame siswa dalam kelompok.
34
Langkah 3. Pertanyaan (Questioning) dan berpikir bersama (Heads
Together).
Kerja kelompok, guru memberikan pertanyaan/membagikan LKS
kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja
kelompok, setiap berpikir bersama untuk menyelesaikan dan meyakinkan
bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada
dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pe rtanyaan
dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 4. Pemberian jawaban (Answering)
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari
tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Penentuan nomor ini
dilakukan dengan cara pengundian, demikian pula untuk penentuan
kelompok yang akan menjawab.
Langkah 5. Memberi kesimpulan
Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua
pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Langkah 6. Memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata
pujian maupun simbol-simbol pada siswa dan member nilai yang lebih
tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik. Penghargaan ini
dilakukan untuk memacu motivasi belajar siswa, karena motivasi memiliki
peranan penting untuk menentukan kesuksesan suatu pembelajaran.
b.
Sistem Sosial Sistem sosial yang berlaku pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
1.
Siswa diberi pengarahan untuk melakukan percobaan bersama
kelompoknya.
2.
Siswa
bebas
untuk
mengemukakan
pendapatnya,
mengajukan
pertanyaan, dan menjawab pertanyaan.
c.
Prinsip Reaksi Prinsip reaksi model pembelajaran kooperatif tip e
NHT adalah sebagai berikut:
35
1.
Guru menjelaskan tentang tata cara pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
2.
Guru membagi siswa dalam bentuk kelompok. Setiap kelompok
terdiri dari 4-5 siswa dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor yang berbeda, serta memberikan pengarahan tentang cara diskusi
kelompok.
3.
Guru menginstruksikan siswa untuk melakukan percobaan bersama
kelompoknya masing-masing.
4.
Guru menunjuk salah satu nomor siswa utnuk menjawab pertanyaan
di kelas.
5.
Guru melakukan pemantapan materi.
d.
Sistem Pendukung
Sistem pendukung model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah
sebagai berikut:
1
Ruang kelas.
2
Sumber belajar (buku).
3
Media papan flannel.
4
LKS/pertanyaan.
e.
Dampak Instruksional
Dampak Instruksional setelah mengikuti pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1.
Peningkatan aktivitas siswa.
2.
Peningkatan hasil belajar siswa.
f.
Dampak Pengiring
Dampak Pengiring setelah mengikuti pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1.
Meningkatkan kerja sama guru dengan siswa dan antara siswa
dengan siswa lainnya, sehingga dapat meningkatkan hubungan dan
kepercayaan dalam proses belajar mengajar.
2.
Menumbuhkan sikap tanggung jawab, kerja sama kelompok dan
persaingan sehat antar kelompok.
3.
Siswa belajar menerima pendapat orang lain.
4.
Siswa berani mengungkapkan pendapat dimuka umum.
36
5.
Mengembangkan pengendalian emosi bila kalah atau menang dalam
permainan.
Jadi dapat disimpulkan pembelajaran yang terdapat pada model
Numbered Head Together memperlihatkan bahwa inti dari metode ini
adalah pengembangan kemampuan siswa untuk aktif bekerja sama dalam
kelompoknya.
Dengan adanya penomoran tidak menjadikan siswa
bergantung dengan siswa lainnya. Dengan memiliki nomor, pada saat guru
menyebutkan nomornya, siswa siap menjawabnya dengan lebih baik lagi.
Kemampuan siswa
menjelaskan sumber
energi panas.
Tanggung Jawab
Mandiri
Komunikatif
Disiplin
Kerja Sama
Kritis
MODEL
Numbere
d Heads
Together
Kemampuan siswa
menyebutkan manfaat
energi panas.
Kemampuan
menjelaskan macam–
macam perpindahan
panas. Secara koduksi,
konveksi dan radiasi.
Gambar 2.3 Dampak Pengiring dan Intruksional Model NHT
Keterangan :
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
2.5 Hasil Belajar
Setelah proses belajar mengajar berlangsung, pasti siswa mendapatkan
pengetahuan baru yang dimiliki oleh siswa. Namun, daya tangkap yang dimiliki
oleh masing – masing siswa berbeda. Ada yang memiliki daya tangkap yang
baik, tetapi juga ada siswa yang memiliki daya tangkap yang biasa saja. Dengan
37
adanya hal tersebut perlu diadakannya evaluasi siswa. Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui hasil belajar siswa dan mengetahui apakah tujuan pembelajaran
yang diharapkan tercapai atau tidak. Untuk melihat hasil belajar bukan hanya
melalui evaluasi siswa saja tetapi bisa juga melalui aspek afektif dan
psikomotor. Menurut Agus Suprijono (2010:5), hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan,
nila–nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi
dan
keterampilan-keterampilan.
Merujuk dari pemikiran Gagne dalam Agus Suprijono (2011), hasil
belajar adalah :
a. “ Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan
merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan
tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan.
b. Keterampilan itelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan
mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmun. Keterampilan intelektual
merupakan kemampuan melakukn aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyeluruh dan mengarahkan
aktivits kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku”.
Dan menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2014) adalah:
“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Domain kognitif adalah
knowledge(pengetahuan,
ingatan),comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing
(nilai), organization (organisasi), charaterization (karakterisasi).
Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan routinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,
menejerial, dan intelektual”.
Sementara menurut Lindgren dalam AgusSuprijono (2014) adalah:
38
“ Hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya satu aspek saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak bisa
hanya satu aspek saja yang mengalami perubahan.
2.5.1 Hubungan Model Teams Games Tournament dan Numbered Head
Together
Hubungan
merupkan
keterkaitan
antara
dua
hal
yang
saling
mempengaruhi. Sama halnya dengan model pembelajaran TGT dan NHT.
Dalam model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang menitik
beratkan pada belajar berkelompok dan pemberian tugas yang harus diselesaikan
secara bersma-sama. Anak akan lebih aktif dan kreatif, karena siswa dituntut
untuk mempertanggungjawabkan tugas yang telah diselesaikan bersama diakhir
pembelajaran. Sehingga terjadi suatu kompetisi antar anak. Sehingga dengan
model TGT anak menjadi lebih konsetrasi, mudah menyerap materi dan
mencapai kematangan secara optimal. Ini sangat berpengaruh pada hasil belajar.
Model NHT merupakan model yang menitik beratkan pada pembelajaran
berkelompok. Dalam model NHT dilaksanakan dengan pembagian nomor kepala
bagi anak. Ini dilakukan untuk memecahkan tugas yang telah diberikan secara
bersama-sama. Sehingga tugas yang diberikan dapat diselesikan secara mudah
dengan bersatunya nomor-nomor yang telah dikelompokkan menjadi satu
kelompok. Mengajarkan anak untuk bekerja sma, bertanggungjawaab atas tugas
yang telah diberikan. Sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Sama halnya dengan dua model pembelajaran diatas. Hubungan antara
model pembelajaran TGT dan NHT yaitu sama-sama model pembelajaran yang
berbasis berkelompok. Dua model pembelajaran ini sama-sama mengajarkan
anak untuk bekerjasama, menhargai satu sama lain, dan menyelesaikan tugatugas yang diberikan secara bersama. Melalui berkelompok anak menjadi mudah
untuk menerima pembelajaran yang telah disampaikan. Model pembelajaran
TGT dan NHT juga memberikan pengalaman langsung untuk anak, hal ini dapat
menambah pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru yang telah
dialami.
39
2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai
dengan subtansi yan diteliti. Fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah
ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Menurut peneliti, ada beberapa
penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini diantaranya :
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Manuaba (2012) dengan
judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar
Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament
(TGT) Dan Konvensional Pada Siswa Kelas VII SMP Mater Alma Materi
Pokok Segitiga dan Segiempat”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) lebih
efektif dan nilai hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan Model
Pembelajaran Konvensional.
2.
Penelitian Tri Sugiarto (2012) yang melakukan penelitan eksperimen
yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar
dengan
Menggunakan
Model
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe
NHT
(Numbered Head Together) dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas
VIII di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head
Together) dan model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan
dengan nilai t adalah 2,673 dengan probabilitas signifikasi 0,011<0,05.
Selain membandingkan TGT atau NHT dengan konvensional,
terdapat penelitian yang membandingkan TGT dan NHT. Berikut
penelitian membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dengan tipe NHT:
1.
Penelitian Rahmawan dan Pramukantoro yang melakukan penelitian dalam
bentuk eksperimen dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Menerapkan
Dasar-Dasar Kelistrikan Menggunkan Model Pembelajaran Tipe TGT dan
Model Pembelajaran Tipe NHT di SMKN 3 Jombang”. Hasil penelitian
40
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil
belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan
rata-rata hasil belajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Hindarso (2009) yang berjudul
“Ekperimentasi
Pembelajaran
Matematika
dengan
Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Gemes Tournament (TGT) pada Materi Pokok Rumus –
Rumus Trigonometri ditinjau dari Aktivitas Belajar Peserta Didik SMA Negeri
Kota Surakarta. Hasil dari penelitian ini secara umum penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipr TGT menghasilkan prestasi belajar matematika
yang lebih baik dari pada model NHT, secara umum aktivitas belajar peserta
didik berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika dan tidak ada interaksi
antara model pembelajaran dan aktivitas belajar peserta didik terhadap prestasi
belajar matematika. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada perlakuannya
yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan perbedaannya pada
subyek, pokok bahasa dan tujuannya.
Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan, penelitian diatas
membandingkan antara model pembelajaran. Jika dalam penelitian yang
telah dilakukan melibatkan variabel aktivitas belajar, pada penelitian ini,
peneliti hanya akan melibatkan variabel hasil belajar.tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang diberikan
perlakuan
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
TGT
dan
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2.7 Kerangka Berfikir
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh
siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan. Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil belajar IPA di SD
dalam
gugus
Diponegoro
Kabupaten
Grobogan.
Pada
kenyataannnya
pembelajaran yang diterapkan di SD masih didominasi oleh guru sedangkan
siswa pasif. Guru sudah melakukan pembelajaran sedemikian rupa, dengn cara
memberi tugas, diskusi kelompok, tetapi pada diskusi kelompok biasanya hanya
didominasi oleh siswa yang pandai saja, sedangkan yang lainnya hanya
41
mengikuti saja.. maka dari itu peneliti menggunakan model pembelajaran model
TGT dan NHT.
Beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkn hasil belajar salah satuya adalah Team Games Tournament (TGT)
dan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT). Diharapkan dengan
menerapkan kedua model tersebut bisa meningkatkan hasil belajar siswa dan
mengaktifkan siswa. Model pembelajaran ini mengutamakan siswa untuk
berkelompok, melibatkan aktifitas seluruh siswa, dan mengandung permainan
yang dapat membuat siswa lebih mudah memahami pembelajaran yang
dilaksanakan. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) merupakan
model pembelajaran yang menitik beratkan pada belajar berkelompok dan
pemberian tugas yang harus diselesaikan secara bersma-sama. Anak akan lebih
aktif dan kreatif, karena siswa dituntut untuk mempertanggungjawabkan tugas
yang telah diselesaikan bersama diakhir pembelajaran. Sehingga terjadi suatu
kompetisi antar anak. Sehingga dengan model TGT anak menjadi lebih
konsetrasi, mudah menyerap materi dan mencapai kematangan secara optimal.
Ini sangat berpengaruh pada hasil belajar.
Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan model
yang menitik beratkan pada pembelajaran berkelompok. Dalam model NHT
dilaksanakan dengan pembagian nomor kepala bagi anak. Ini dilakukan untuk
memecahkan tugas yang telah diberikan secara bersama-sama. Sehingga tugas
yang diberikan dapat diselesikan secara mudah dengan bersatunya nomor-nomor
yang telah dikelompokkan menjadi satu kelompok. Mengajarkan anak untuk
bekerja sma, bertanggungjawaab atas tugas yang telah diberikan. Sehingga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Menggunakan model pembelajaran Teams
Games
Tournament
(TGT)
dan
Numbered
Head
Together
(NHT),diharapkangagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat,
kerjasama siswa terbangun, pemahaman siswa menjadi mudah, partisipasi siswa
menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Dengan
upaya-upaya dalam model pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) dan
Numbered Head Together (NHT)diharapkan prestasi atau hasil belajar IPA siswa
42
kelas IV di gugus Diponegoro Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
dapat meningkat. Berikut ini adalah bagan kerangka berfikir penggunaan model
pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together
(NHT):
Berikut ini gambar bagan kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran
Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT).
Pembelajaran IPA
Sintaks Model
Sintaks Model
Team Games
Numbered Head
Tournament
Together
Penyajian Kelas
(class presentation)
Belajar dalam
Kelompok (team)
Persiapan
Minat dan
motivasi siswa
muncul
Pembentukan
Kelompok
Tanggung Jawab
Permainan (games)
Mandiri
Pertandingan
(turnamen)
Penghargaan
Kelompok (team
recogniti)
Komunikatif
Tiap kelompok
memiliki buku
paket/buku panduan
Diskusi Masalah
Disiplin
Kerja sama
Kritis
Hasil Belajar
Memanggil nomor
peserta atau
pemberian jawaban
Memberi
Kesimpulan
Hasil Belajar
(Post test)
Dibandingkan
n
(Post test)
43
Gambar 2.3 Bagan - bagan kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran
Team Games Tournament (TGT) dan Numbered Head Together (NHT).
Keterangan :
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas maka dalam penelitian ini
dirumuskan hipotesis:
Ha : Ada perbedaan antara model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
dan Numbered Head Together (NHT)ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas 4
Semester II Gugus Diponegoro Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
Tahun Pelajaran 2015/2016.
Ho : Tidak ada perbedaan antara model pembelajaran Team Games Tournament
(TGT) dan Numbered Head Together (NHT)ditinjau dari hasil belajar IPA siswa
kelas 4 Semester II Gugus Diponegoro Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Grobogan Tahun Pelajaran 2015/2016.
Download