6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan

advertisement
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk
memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian yang dulu
dengan yang akan ditulis agar tidak disangka plagiat. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Desi Ardianingsih (2009) berjudul Eufemisme dalam Rubrik Seksologi
dan Ginekologi Majalah Wanita. Penelitian yang berupa Skripsi karya mahasiswa
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini
menyimpulkan bahwa:
1.
Bentuk satuan gramatik eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi
majalah wanita bulan Juni – September tahun 2008 berupa kata dan frasa.
2.
Nilai rasa yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi
majalah wanita bulan Juni-September tahun 2008 adalah nilai rasa tidak baik
yang mencakup konotasi tidak pantas dan konotasi kasar.
3.
Pemakaian eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita
bulan Juni-September tahun 2008 bertujuan menggantikan bentuk gramatik (kata
ataufrasa) yang mengandung konotasi tidak baik. Hal ini untuk menjaga dan
memelihara keharmonisan hubungan dengan pemirsanya.
4.
Referensi eufemisme dalam rubrik seksologi dan ginekologi majalah wanita bulan
Juni-September tahun 2008 mencakup keadaan, aktivitas, bagian tubuh, orang,
benda dan penyakit.
6
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
7
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sekarang yaitu pada
masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya
yaitu bentuk eufemisme, konotasi yang digantikan dengan eufemisme dan macam
referen eufemisme. Sedangkan pada penelitian sekarang masalah penelitian yang
digunakan hanya bentuk eufemisme dan konotasi yang digantikan dengan eufemisme.
Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu rubrik seksologi dan ginekologi,
sedangkan pada penelitian sekarang sumber data yang digunakan yaitu rubrik
problematika. Persamaan penelitian sekarang dan penelitian sebelumnya yaitu samasama mendeskripsikan eufemisme.
B. Pengertian Semantik
Kata semantik adalah istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang
mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, atau
dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti
dalam bahasa. Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang
arti dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer,
2002: 2-6). Menurut Verhaar ( dalam Pateda 2001:7), semantik berarti teori makna
atau teori arti. Selain untuk memahami makna atau arti dari unsur sebuah bahasa,
kajian semantik juga menganalisis tentang sebuah maksud dan sebuah tindak ujar.
C. Makna
1.
Pengertian Makna
Menurut Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 1994: 287) makna adalah
pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
8
Tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu unsur yang
„mengartikan‟ yang wujudnya berupa runtunan bunyi, dan unsur yang „diartikan‟ yang
wujudnya berupa pengertian atau konsep. Misalnya tanda linguistik berupa
(ditampilkan dalam bentuk ortografis) <meja> terdiri dari komponen mengartikan,
yakni berupa runtunan fonem /m/, /e/, /j/, dan /a/, dan komponen diartikan berupa
konsep atau makna „sejenis perabot kantor atau rumah tangga‟. Menurut
Djajasudarma makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu
sendiri (terutama kata-kata). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna
adalah makna atau maksud suatu kata.
2.
Aspek Makna
a.
Sense (Pengertian)
Aspek pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara atau penulis dan kawan
bicara berbahasa sama. Makna pengertian tersebut juga tema, yang melibatkan ide
atau pesan yang dimaksud. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kawan
bicara menggunakan kata-kata yang mengandung ide atau pesan yang dimaksud.
Dalam hal ini istilah sense juga menyangkut tema pembicaraan sehari-hari, misal:
tentang cuaca: (1) Hari ini hujan,(2)Hari ini mendung. Di dalam komunikasi tersebut
tentu ada unsur pendengar (ragam lisan) dan pembaca (ragam tulis), yang mempunyai
pengertian yang sama terhadap satuan- satuan hari, ini, hujan, dan mendung. Kita
memahami tema di dalam informasi tersebut karena apa yang kita katakan atau apa
yang didengar memiliki pengertian dan tema. Kita mengerti tema karena kita paham
akan kata-kata yang melambangkan tema tersebut.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
9
b. Feeling (Perasaan)
Aspek perasaan berhubungan dengan sikap pembaca terhadap situasi
pembicaraan. Di dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan
perasaan (misal, sedih, panas, dingin, gembira, jengkel, gatal). Untuk menyatakan
situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut, digunakan kata-kata
yang sesuai dengan situasinya. Misalnya, pada situasi sedih tidak akan muncul
ekspresi gembira, “Turut berduka cita” dan “Ikut bersedih.” Hal itu disebabkan
ekspresi tersebut hanya muncul dan cocok pada situasi kemalangan atau kesedihan,
misal, bila ada yang meninggal dunia. Kata-kata tersebut memiliki makna yang sesuai
dengan perasaan. Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari
pengalaman. Misalnya, dia mengatakan “Penipu kau!”, merupakan ekspresi yang
berhubungan dengan pengalaman tentang orang yang disebut “Kau.” Dia merasa
pantas menyebut orang yang disebut “Kau” sebagai penipu karena tindakannya yang
tidak baik.
c.
Tone ( Nada )
Aspek nada (tone) adalah “an attitude to his listener” (sikap pembicara
terhadap kawan bicara) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis terhadap
pembaca. Aspek nada ini melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai
dengan keadaan kawan bicara dan pembicara sendiri. Apakah pembicara telah
mengenal pendengar, apakah pembicara berkelamin sama dengan pendengar, atau
apakah latar belakang sosial-ekonomi pembicara sama dengan pendengar, apakah
pembicara berasal dari daerah yang sama dengan pendengar. Hubungan pembicarapendengar (kawan bicara) akan menentukkan sikap yang akan tercemin di dalam kata-
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
10
kata yang akan digunakan. Aspek nada ini berhubungan pula dengan aspek perasaan.
Bila penutur jengkel maka sikap dia akan berlainan dengan sikap ketika perasaannya
bergembira, bila jengkel, dia akan memilih aspek nada meninggi, bila memerlukan
sesuatu, dia akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek
makna nada berikut:
(1) Kereta api dari Yogya sudah datang.
(2) Kereta api dari jogya sudah datang?
(3) Pergi !
d. Intension (Tujuan)
Aspek tujuan ini adalah “his aim, conscious or unconscious, the effect he is
endeavouring to promote” (tujuan atau maksud, baik disadari maupun tidak, akibat
usaha dari peningkatan). Apa yang dia ungkapkan di dalam aspek tujuan memiliki
tujuan tertentu, misal, dengan mengatakan “Penipu kau!” tujuannya supaya kawan
bicara mengubah kelakuan (tindakan) yang tidak diinginkan tersebut. Aspek ini berarti
berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai melalui pernyataan atau ungkapan kita.
Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat deklaratif,
persuasif, imperatif, naratif, politis, dan paedagogis (pendidikan). Keenam sifat
pernyataan tersebut dapat melibatkan fungsi bahasa di dalam komunikasi.
D. Eufemisme
1.
Pengertian Eufemisme
Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizien yang berarti berbicara
dengan kata-kata yang jelas dan wajar, yang diturunkan dari eu‟ baik‟ + phanai
„berbicara‟. Jadi, secara singkat eufemisme berarti pandai berbicara, berbicara baik
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
11
(Dale, 1971 dalam Tarigan, 1985). Lebih lanjut menurut beliau bahwa eufemisme
adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap
merugikan, dirasakan kasar, atau yang tidak menyenangkan (Tarigan, 1985: 143).
Menurut Keraf (2006:132) menyatakan bahwa eufemisme adalah semacam acuan
berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapanungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan
menghina,
menginggung perasaan
menyenangkan.Berdasarkan
atau
mensugestikan
definisi-definisi
tersebut
sesuatu
dapat
yang tidak
dikatakan
bahwa
eufemisme merupakan suatu usaha dalam pemakaian bahasa untuk menggantikan
kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Kata-kata yang dianggap kasar
diganti dengan kata-kata yang lebih halus. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
eufemisme. Ungkapan pelembut ini ada pada semua bahasa yang digunakan untuk
menjaga perasaan orang lain. Di dalam situasi dan keadaan tertentu kita memerlukan
timbang rasa.
E. Bentuk Eufemisme
Yang dimaksud bentuk di sini adalah bentuk satuan-satuan gramatik yang
digunakan sebagai eufemisme. Satuan gramatik adalah satuan-satuan yang
mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatik (Ramlan, 2009: 27). Arti
leksikal adalah arti yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun.
Berbeda dengan arti leksikal, arti gramatik baru ada kalau terjadi proses gramatikal,
seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Satuan gramatik meliputi morfem, kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana. Satuan-satuan gramatik yang digunakan sebagai
eufemisme hanya berupa kata, frasa, dan klausa.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
12
1.
Kata
Kata ialah satuan bebas yang paling kecil. Atau dengan kata lain, setiap satu
satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 2009: 33). Menurut Chaer (1994: 162) kata
satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang
diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Berdasarkan definisi-definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan yang paling kecil yang memiliki satu
pengertian. Perhatikan contoh kata-kata berikut: mobil, rumah, sepeda,ambil, dingin,
dan kuliah. Keenam kata yang kita ambil itu kita akui sebagai kata karena setiap kata
mempunyai makna. Berbeda dengan kata adepes, libma, ninggis, dan haklab. Kata
tersebut merupakan bukan termasuk kata dari bahasa Indonesia karena tidak
mempunyai makna. Dalam penelitian ini peneliti mengamati bentuk eufemisme yang
berupa kata secara spesifik yaitu:
a.
Kata Dasar
Menurut Tarigan (2009: 20) kata dasar adalah satuan terkecil yang menjadi
asal atau permulaan suatu kata kompleks. Kata dasar adalah kata yang belum
mendapat penambahanbaik awalan maupun akhiran http://id. answers. yahoo.
com/question/index?qid= 20080409040004 AA1 hONF. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kata dasar adalah satuan terkecil atau kata yang belum mendapat
penambahan baik awalan maupun akhiran atau belum mengalami proses afiksasi.
Contoh eufemisme yang berbentuk kata dasar misalnya mantan yang menggantikan
bekas. Eufemisme hamil yang menggantikan kata bunting.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
13
b. Kata Bentukan
1) Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan adalah kata yang mengalami pengimbuhan atau afiksasi
http://mersiku.jw.lt/materi/bahasa_indonesia_7. Imbuhan atau afiks adalah morfem
terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil
pengimbuhannya menghasilkan kata berimbuhan atau kata turunan. Dari definisidefinisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata berimbuhan adalah kata yang telah
mengalami pengimbuhan atau afiksasi. Contoh eufemisme yang berbentuk kata
berimbuhan misalnya dimakamkan yang menggantikan dikuburkan.
2) Kata Majemuk
Kata majemuk adalah bergabungnya dua kata dasar atau lebih secara padu dan
menimbulkan arti yang relatif baru (Muslich,2009:57). Kata majemuk adalah kata
yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Disamping itu, ada juga kata majemuk
yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya. Misalnya, daya
tahan, lempar lembing, dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semuanya, misalnya
lomba lari, jual beli, simpan pinjam, dan lain-lain. Para tata bahasa struktural
menitikberatkan kajian pada struktur, datang dengan konsep bahwa kedua unsur kata
majemuk tidak bisa dipisahkan dengan unsur lain dan tidak bisa dibalik susunannya.
Umpamanya bentuk mata sapi dalam arti telur yang digoreng tanpa dihancurkan
adalah sebuah kata majemuk sebab tidak bisa dipisah, misalnya menjadi matanya sapi
atau mata dari sapi atau tidak bisa dibalikkan menjadi sapi mata. Contoh eufemisme
yang berbentuk kata majemuk misalnya pembantu rumah tangga yang menggantikan
babu.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
14
3) Kata bentukan di luar proses morfologi (akronim)
Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata saja,
dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya merupakan kepanjangan kata
tersebut (Pateda, 2001:150). Menurut Chaer (1994: 192) akronim adalah hasil
pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud
pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, berupa pengekalan
suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga secara tidak beraturan. Contoh
eufemisme yang berbentuk kata bentukan di luar proses morfologi (akronim) misalnya
lapas yang menggantikan penjara.
2.
Frasa
Frasa ialah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 2005:138). Frasa merupakan bagian
dari klausa, jadi apabila frasa mempunyai ciri-ciri klausa maka tidak lagi menjadi
frasa tetapi klausa (Soeparno, 1988: 80). Frasa merupakan satuan linguistik yang lebih
besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Selain itu frasa merupakan
kumpulan kata nonpredikat. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya
uwiiesworld.wordpress.com/2011. Jadi dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan
gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak memiliki predikat dalam
strukturnya. Contoh eufemisme yang berbentuk frasa yaitu pemutusan hubungan kerja
yang menggantikan bentuk pemecatan, pemberlakukan tarif baru menggantikan
bentuk kenaikan harga dan tingkat perekonomian yang rendah menggantikan bentuk
kemiskinan.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
15
3.
Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkontruksi
predikati. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata dan frase, yang
berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan
sebagai keterangan (Chaer,1994: 231). Soeparno (1988: 82) mendeskripsikan bahwa
klausa sebagai suatu satuan gramatikal yang berkonstruksi Subjek (S) –Predikat (P).
Jadi dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek
dan predikat bisa juga disertai objek dan keterangan. Contoh eufemisme yang
berbentuk klausa yaitu menafkahi keluarga menggantikan bentuk mencari uang untuk
keluarga.
F. Konotasi
1.
Pengertian Konotasi
Konotasi adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respon mengandung
nilai-nilai emosional. Makna konotasi sebagian terjadi karena pembicara ingin
menimbulkan perasaan setuju, tidak setuju, senang, tidak senang, dan sebagainnya
pada pihak pendengar. Di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa
pembicaranya juga memendam perasaan yang sama (Keraf, 2006:29). Menurut
Tarigan(1985: 59), menyatakan bahwa nilai rasa sama pengertiannya dengan konotasi.
Konotasi atau nilai rasa adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, yang biasanya
bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata.
2.
Macam-macam Konotasi
Berdasarkan sifatnya, konotasi menurut Tarigan (1985: 59) dibedakan menjadi
dua macam yaitu konotasi individual dan konotasi kolektif. Konotasi individual
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
16
adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri bagi orang perseorangan. Konotasi
kolektif adalah nilai rasa yang berlaku untuk para anggota suatu golongan atau
masyarakat. Perlu diketahui benar-benar bahwa penelitian terhadap nilai rasa
individual jauh lebih sulit daripada nilai rasa kolektif, sebab untuk mengetahui nilai
rasa individual kita harus meneliti setiap individu baik lahir maupun batin, sejarah,
perkembangannya, dan aspek-aspek lainnya. Selanjutnya konotasi kolektif atau nilai
rasa kelompok ini secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu konotasi baik dan
konotasi tidak baik.
a.
Konotasi Baik
1) Konotasi Tinggi
Konotasi tinggi merupakan kata-kata sastra dan kata-kata klasik yang lebih
indah dan anggun terdengar oleh telinga kita. Di samping itu, kata-kata asing juga
pada umumnya menimbulkan anggapan rasa segan, terutama bila orang kurang atau
sama sekali tidak memahami maknanya. Dengan kata lain, kata-kata asing yang
demikian juga berkonotasi tinggi. Oleh karena itu, kata-kata tersebut mendapat
konotasi atau nilai rasa tinggi atau konotasi baik. Contoh kata-kata yang mengandung
nilai rasa tinggi yaitu aksi „gerakan‟, bandar „pelabuhan‟, bahtera „perahu, kapal‟ dan
lain-lain.
2) Konotasi Ramah
Ketika berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan masyarakat, kita
sering menggunakan bahasa daerah ataupun dialek untuk menyatakan hal-hal yang
langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Karena dengan menggunakan
bahasa daerah justru lebih mudah, lebih cepat terasa akrab, dan ramah daripada
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
17
menggunakan bahasa Indonesia yang terkesan kaku dan terlalu formal. Jadi, dapat
disimpulkan kata-kata yang memiliki makna konotasi ramah biasanya terdapat dalam
bahasa daerah. Berikut beberapa contoh kata-kata yang terasa mengandung konotasi
ramah:Akur
„cocok,sesuai‟, Berabe„susah‟, dan Cialat„angsur‟. Sehubungan dengan
dua jenis konotasi baik di atas yaitu konotasi tinggi dan konotasi ramah, penulis
menyimpulkan bahwa eufemisme bisa mengandung keduanya yaitu konotasi tinggi
dan konotasi ramah.
b. Konotasi Tidak Baik
1) Konotasi berbahaya
Konotasi berbahaya, yaitu salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan
erat dengan kepercayaan masyarakat terutama yang bersifat magis. Pada saat tertentu,
ada kata-kata yang pengucapannya harus dihindari karena dapat mendatangkan mara
bahaya. Contoh kata yang mengandung konotasi berbahaya yaitu harimau. Konteks
kalimat: ” pada saat Andri mencari kayu bakar di hutan tiba-tiba ada harimau yang
mau mendekati Andri (dalam hatinya Andripun ketakutan).” Andripun berkata: kiai
tolong jangan ganggu saya, disini saya Cuma mau mencari kayu bakar. Penggunaan
Kata harimau pada konteks kalimat di atas bisa diganti dengan kata nenek atau kiai.
Dalam hal ini kata harimau mempunyai konotasi berbahaya karena erat sekali
berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat magis.
Oleh karena itu, kata harimau diganti dengan kata nenek dan kiai yang mengandung
nilai rasa tidak berbahaya.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
18
2) Konotasi tidak pantas
Konotasi tidak pantas, yaitu salah satu jenis nilai rasa kolektif yang berkaitan
erat dengan kelas sosial dalam masyarakat. Pemakaian atau pengucapan kata-kata
yang mempunyai rasa tidak pantas dapat menyinggung perasaan lawan bicara atau
objek pembicaraan. Hal tersebut dapat terjadi terutama jika pembicara mempunyai
martabat lebih rendah daripada lawan bicara atau objek pembicaranya. Oleh karena
itu, apabila seseorang sebelum mengucapkan sesuatu hendaknya dipikir terlebih
dahulu, apakah kata tersebut pantas atau tidak untuk diucapkan, karena tidak semua
kata memiliki nilai rasa yang pantas untuk diucapkan. Contoh kata yang mengandung
konotasi tidak pantas yaitu beranak kata ini bisa diganti dengan konotasi yang lebih
pantas „bersalin‟.
3) Konotasi tidak enak
Jika konotasi tidak pantas membicarakan kata-kata yang memang tidak
sepantasnya untuk diucapkan. Maka konotasi tidak enak membicarakan kata-kata
yang memiliki rasa tidak enak untuk didengar oleh telinga. Konotasi tidak enak
mendapat nilai rasa tidak enak. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang
mempunyai nilai rasa tidak enak ini kurang baik untuk diungkapkan. Kata-kata
semacam ini disebut dengan istilah latin “ in malem partem.” Berikut contoh kata-kata
yang memiliki makna konotasi tidak enak, orang udik (orang desa), keluyuran (jalanjalan), royal (menghambur-hampurkan), lacur (celaka, sial, sundal), cingcong (ulah,
omong), petengtengan (berlagak pandai), ludes (habis sama sekali), jalang (liar, tidak
dipelihara orang), mata keranjang (sangat gemar akan perempuan) dan lain-lain.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
19
4) Konotasi kasar
Konotasi kasar, yaitu salah satu jenis rasa kolektif yang sering digunakan oleh
rakyat jelata. Biasanya kata-kata tersebut berasal dari suatu dialek dan akibat pengaruh
dari budaya luar. Ungkapan-ungkapan tersebut sering diganti karena dianggap kurang
sopan apabila digunakan dalam pembicaraan dengan orang yang disegani. Contohnya,
kata kontol yang merupakan kata umum ( semua kalangan ) tidak cocok untuk
digunakan. Terlebih jika objek pembicaraannya orang yang disegani, karena itu kata
tersebut sering diganti dengan kemaluan lelaki, dan kata babe yang berasal dari dialek
Betawi diganti dengan bapak.
5) Konotasi keras
Untuk melebih-lebihkan suatu keadaan, biasanya seseorang memakai kata-kata
atau ungkapan-ungkapan. Jika ditinjau dari segi arti maka hal tersebut dapat disebut
hiperbola, dan kalau dari segi nilai rasa atau konotasi disebut konotasi keras.Biasanya
kata-kata atau ungkapan yang memiliki konotasi keras, lebih suka diucapkan orangorang, karena sebagian masyarakat dalam menegur atau menyindir seseorang secara
tidak langsung lebih suka melalui kata-kata atau ungkapan yang bermakna konotasi
keras daripada secara langsung berterus-terang ke inti permasalahan, dengan alasan
untuk menghindari suatu perselisihan. Kata-kata yang memiliki konotasi keras tidak
hanya bermakna negatif, tetapi juga bermakna positif seperti memuji seseorang atau
menggambarkan sesuatu yang luar biasa. Contohnya, cantik molek, Puji Tuhan dan
jurang kematian.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
20
c.
Konotasi Netral atau Biasa
1) Konotasi bentukan sekolah
Dalam bahasa Inggris konotasi bentukan sekolah disebut conotation of learned
form. Konotasi bentukan sekolah ini sebenarnya merupakan batas antara nilai rasa
bentukan sekolah dengan nilai rasa biasa. Tetapi karena frekuensi yang luas maka
nilai rasa biasa mempunyai suatu kesejajaran dengan nilai rasa bentukan sekolah.
Misalnya dari kehidupan sehari-hari, kalau orang biasa mengatakan “saya datang
tengah hari.” Maka orang terpelajar atau pelajar akan mengatakan “saya datang pukul
12.00 tepat siang.”
2) Konotasi kanak-kanak
Dalam bahasa Inggris konotasi kanak-kanak disebut infantile connotation.
Konotasi kanak-kanak merupakan nilai rasa yang biasanya terdapat di dalam dunia
kanak-kanak. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua pun juga sering pula
memakai nilai rasa tersebut. Konotasi kanak-kanak ini merupakan nilai rasa yang
biasanya digunakan anak-anak maupun orang tua untuk memanjakan diri sendiri. Oleh
karena itu, baik anak-anak maupun orang tua sering sekali memakai nilai rasa
tersebut. contoh: papa „bapa, ayah‟, mimi „minum‟, bobo „tidur‟, dan nyonyo
„menyusu‟.
3) Konotasi hipokorostik
Dalam bahasa Inggris konotasi hipokorostik biasa disebut pet-name or
hypochoristic connotation. Konotasi hipokorostik ini merupakan konotasi yang sering
sekali dipakai dalam dunia kanak-kanak, yaitu pemakaian sebutan nama kanak-kanak
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
21
yang dipendekkan lalu diulang. Konotasi hipokorostik ini merupakan nilai rasa yang
digunakan anak kecil yang baru belajar berbicara. Tidak mungkin seorang anak kecil
yang baru belajar berbicara langsung lancar dalam berbicara. Oleh karena itu, anak
kecil yang baru belajar berbicara sering menggunakan sebutan nama yang
dipendekkan lalu diulang. Contoh : Lolo, Lili, Lala,Nana, Nono, Mimi, Tata, Titi,
Dede, Toto, Didi, Aa, dan Uu.
4) Konotasi bentuk nonsense
Konotasi bentuk nonsense dalam bahasa Inggris disebut dengan connotation of
nonsense-form. Konotasi bentuk nonsense ini merupakan nilai rasa yang sudah lazim
dipakai oleh orang, tetapi nilai rasa ini tidak mengandung arti. Contohnya kata-kata
tra-la-la, pam-pam-pam, na-nana-nana, dan tri-li-li. Tujuan penggunaan eufemisme
adalah untuk menghindari bentuk larangan atau tabu. Oleh karena itu, dari ketiga
macam konotasi kolektif yang harus dihindari yaitu konotasi yang tidak baik. Macam
konotasi yang tidak baik yaitu konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi
tidak enak, konotasi kasar dan konotasi keras. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa konotasi yang bentuknya harus digantikan dengan bentuk
eufemisme yaitu konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak,
konotasi kasar, dan konotasi keras.
Sedikit berbeda dengan pendapat Tarigan, Chaer (2007: 292) menyebutkan
bahwa konotasi dibedakan menjadi tiga, yaitu konotasi positif, konotasi negatif, dan
konotasi netral. Konotasi positif adalah nilai rasa yang mengenakan. Sebaliknya,
konotasi negatif adalah nilai rasayang tidak mengenakan yang bisa membuat orang
tersinggung. Konotasi netral adalah konotasi yang tidak menimbulkan nilai rasa
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
22
positif atau negatif. Berdasarkan jenis-jenis konotasi yang diuraikan di atas peneliti
menyimpulkan bahwa eufemisme mengandung konotasi positif yaitu nilai rasa yang
mengenakan, menyenangkan, bahkan tidak membuat orang tersinggung. Sesuai
dengan definisi eufemisme di atas konotasi positif tersebut meliputi nilai rasa sopan,
nilai rasa halus, dan nilai rasa tinggi.
G. Rubrik “Poblematika”
1.
Pengertian Rubrik
Menurut Sugono (dalam kamus besar bahasa Indonesia, 2008: 1321) rubrik
yaitu karangan yang bertopik tertentu di surat kabar,majalah dan sebagainya. Menurut
Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 1186) rubrik adalah kepala
karangan (ruangan tetap) di surat kabar,majalah dan sebagainya. Dari pendapat di atas
dapat disimpulkan rubrik adalah kepala karangan dalam media cetak baik surat kabar
maupun majalah. Rubrik dalam surat kabar misalnya, tajuk rencana, surat pembaca
atau dogeng anak. Selain dalam surat kabar, rubrik juga dimuat dalam majalah.
Misalnya rubrik pengetahuan, arena anak atau apa kabar kawan. Isi rubrik ada yang
secara jelas ditampilkan oleh penulis (tersurat) dan ada yang tidak secara jelas
ditempilkan oleh penulis (tersirat). Isi rubrik merupakan pokok masalah yang
dibicarakan dalam rubrik. Rubrik memuat isi dan pesan yang ingin disampaikan
penulis kepada pembaca. Isi rubrik merupakan hal pokok yang dibahas dalam rubrik.
Sementara itu pesan rubrik merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat
dalam rubrik yang ditunjukan kepada pembaca.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
23
2.
Pengertian Poblematika
Poblematika berasal dari akar kata bahasa Inggris “poblem”. Artinya,soal,
masalah,
atau
teka-teki.
Poblematika
juga
berarti
ketidaktentuan.
http://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/.
Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 896) problem adalah masalah atau
persoalan, jadi problematika itu sendiri berarti permasalahan atau persoalan yang
sedang terjadi. Dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat
dipecahkan yang menimbulkan permasalahan. Dari kesimpulan mengenai rubrik dan
poblematika maka dapat disimpulkan bahwa rubrik poblematika adalah rubrik yang
berisikan informasi-informasi mengenai persoalan-persoalan yang terjadi yang ada di
dalam majalah Kartini.
H. Majalah Kartini
1.
Pengertian Majalah
Menurut Alwi (dalam kamus besar bahasa Indonesia,2012: 698) majalah
adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan
topik aktual yang patut diketahui pembaca. Menurut waktu penerbitannyamajalah
dibedakan atas bulanan, tengah bulanan, mingguan. Menurut pengkhususan isinya
dibedakan atas berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dan
sebagainya. Oleh karena itu, majalah dijadikan salah satu pusat informasi bacaan yang
sering dijadikan bahan rujukan oleh para pembaca dalam mencari suatu hal yang
diinginkannya. Eksistensi majalah muncul karena kebutuhan masyarakat akan
informasi beragam yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat saat ini.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
24
2.
Pengertian Kartini
Kartini atau yang sering disebut Raden Adjeng Kartini adalah pahlawan
wanitayang lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah dan
pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini
dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.Raden Ajeng Kartini
merupakan pahlawan wanita yang mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan
kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan
pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.
Dari kesimpulan mengenai majalah dan Kartini maka dapat disimpulkan bahwa
majalah Kartini adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan
jurnalistik, pandangan topik aktual yang patut diketahui pembacayang berisikan
berbagai informasi.
Kajian Eufemisme dalam Rubrik..., Tri Astuti, FKIP UMP, 2014
Download