PENYELIDIKAN GEOKIMIA BERSISTEM LEMBAR RUTENG BARAT KABUPATEN MANGGARAI DAN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Agus Gurniwa SUB DIT. MINERAL LOGAM ABSTRACT Systematic regional geochemical exploration has been conducted in West Manggarai and Manggarai District, located between 119° 49' 12" - 121° 1' 40.8" LONGITUDE and 8° 9' 25.2" - 8° 55' 15.6" LATITUDE, covering an area of 4,156 km . Approximately 209 stream sediments of – 80 mesh samples has been collected. A sample density of 1 per 20 km2 was achieved and representing a catchment of about 20 km2. Geochemical signatures have been studied by multivariate analyses and revealed 6 geochemical groups consist of: Co – Fe – K – Ba, indicates wheathering of Quaternary and Tertiary volcanics rocks and followed by Fe and Mn scavenging, Ni – Cr group related to intermediate – basic volcanics rocks composition. Pb – Zn – Mn was possibly as a result “Volcanic Hosted Massive Sulfide” mineralisations, whilst Ag – Ba group within same location was yielded by the same source of mineralization and then separated by mobility differences. Cu – (-Li) – Mo – Au expresses Cu porphyry styles mineralization ± Au mineralization. Low temperature epithermal mineralization type was noticed in the Laku areas, that expressed by As – Sb association and distributed over eastward of the investigated area. Those mineralization signatures are clustered on the whole of the survey area and vectoring to be followed up areas. 1. PENDAHULUAN Penyelidikan geokimia bersistem untuk Tahun Anggaran 2004 dilaksanakan di 3 (tiga) lembar peta di wilayah Nusa Tenggara yang salah satu diantaranya di Lembar Ruteng Barat, Nusa Tenggara Timur. Daerah Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, yang hingga saat ini belum mempunyai data dasar yang lebih lengkap tentang keadaan sumberdaya alamnya merupakan daerah yang dipilih sebagai daerah penyelidikan geokimia pada periode 2004 ini, yang diharapkan hasilnya nanti dapat dipergunakan oleh pemerintah dalam merencanakan pembangunan setempatnya. Kelainan gambaran sebaran unsur atau anomali, diharapkan dapat ditafsirkan adanya keterkaitan antara sebaran unsur-unsur tertentu dengan kondisi geologi atau pemineralan tertentu di suatu daerah. Dengan kata lain peta geokimia dapat dijadikan sebagai data dasar untuk eksplorasi mineral. Dan sebagai acuan atau data dasar untuk mengetahui kondisi tanah yang terdapat di daerah itu sehingga dapat dijadikan informasi untuk usaha pertanian, perkebunan atau usaha lain yang bertalian dengan penggunaan lahan, kesehatan masyarakat maupun dapat Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 digunakan sebagai salah satu acuan tata ruang pembangunan daerah. Daerah yang diselidiki termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Manggarai Barat merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Manggarai (UU No. 8 Tahun 2003). Daerah penyelidikan mencakup daerah seluas sekitar 4.156 km Secara geografis daerah tersebut terletak antara 119º 49' 12" hingga 121º 1' 40,8" Bujur Timur dan antara 8º 9' 25,2" hingga 8º 55' 15,6" Lintang Selatan (Gambar 1). Daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan kendaraan umum (pesawat/bis/kapal feri) dari Bandung/Jakarta ke Labuhan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat dan untuk mencapai daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan mempergunakan kendaraan roda dua atau empat. Sedangkan untuk menuju lokasi pengambilan conto geokimia sedimen sungai aktif umumnya harus ditempuh dengan berjalan kaki dan kadang-kadang menginap di lokasi (flying camp). 6-1 2. Geologi 2.1. Stratigrafi Secara tektonik, P. Flores terbentuk pada masa Kenozoikum, batuan yang mendasarinya terdiri dari satuan batuan gunungapi kalk alkali dari Busur Banda yang masih aktif hingga sekarang. Batuan-batuan tersebut terdiri dari lava andesit hingga basal dan breksi, yang berselingan dengan dengan batupasir tufaan dan tufa pasiran dari Formasi Kiro yang menjemari dengan satuan Batuan Gunungapi Tua dan berumur Miosen Bawah yang merupakan batuan tertua di P. Flores. Satuan batuan tersebut ditutupi oleh batuan sedimen dan batuan gunungapi yang berumur Miosen Tengah hingga Miosen Atas yang terdiri dari lava dasit, breksi, abu gunungapi dan tufa yang berselingan dengan batupasir, napal, batugamping. Batuan tersebut di beberapa tempat tertentu secara setempat diterobos oleh batuan tonalit, dasit, diorit, andesit dan trakit (Geologi Survey Indonesia, 1974). Secara tidak selaras pada beberapa tempat batuan tersebut ditutupi oleh breksi, lava dan tufa yang berumur Plio – Plistosen, kemudian ditutupi juga oleh hasil kegiatan gunungapi Holosen yang terdiri dari endapan lahar, lapilli dan bom gunungapi. 2.2. Stuktur Geologi Struktur geologi yang terdapat di daerah penyelidikan berupa kelurusan dan sesar yang dominan berarah baratlaut – tenggara walaupun di beberapa tempat berarah timurlaut–baratdaya. Struktur tersebut pada umumnya memotong batuan-batuan sedimen dan batuan gunungapi yang berumur Tersier. Perlipatan berupa antiklin dan sinklin yang melipatkan batugamping berumur Tersier di bagian utara daerah penyelidikan yang juga memperlihatkan morfologi karst. 2.3. Mineralisasi Dari hasil penyelidikan sebelumnya yang telah dilakukan oleh PT. Flores Barat Mining disimpulkan, bahwa di daerah Flores Barat ini terdapat 2 tipe pemineralan yaitu: Mineralisasi epitermal bersulfida rendah dengan urat-urat kuarsa yang mengandung Au-Ag dan Mineralisasi epitermal bersulfida tinggi yang terjadi pada lingkungan laut (VHMS ?) yang mengandung Au-Ag barit dan logam dasar. Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 Mineralisasi Epitermal Bersulfida Rendah Terjadi pada batuan gunungapi dan terobosan yang berumur Tersier (MiosenTengah – Miosen Atas) yang berhubungan atau berdekatan dengan zonazona sesar. Pada zona ini memungkinkan terjadinya sirkulasi paleohidrologi dan sumber panas sebagai tempat pembentukan cebakan emas epitermal yang ideal. Batuan andesit–dasit gunungapi klastik yang teralterasi (tersilisifikasi-lempungan pirit) dan batuan karbonatan yang terubah sangat berkembang di zona epitermal. Mineralisasi yang terbentuk berupa urat-urat kuarsa, dengan logam-logam ikutan seperti tembaga, timah hitam, seng, arsenik, mangan dan antimoni. Dari hasil eksplorasi memperlihatkan beberapa daerah prospek pemineralan diantaranya: Epitermal bersulfida rendah AuAg ± logam dasar (Watu Asah, Warpake, Lenteng, Bolol di Flores Barat; dan Tabar Wotok, Nunur, Ngurununca, Mbaling dan Longgo). Tipe ubahan karbonat–dengan urat-urat berpotongan sampai zona silisifikasi akibat kontrol struktur (Dalong, Warsawe, Nare, Gengur, Mbaling, Salok, Kokukusan. Tanda-tanda mineralisasi epitermal skarn ditemukan di daerah Warpake – Flores Barat, tetapi tidak berkembang dengan baik karena intrusi yang kecil. Daerah–daerah pemineralan tersebut ditampilkan dalam Gambar 2. 3. Hasil Penyelidikan 3. 1. Morfologi Secara umum daerah penyelidikan terbagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu morfologi pegunungan gunungapi Kuarter, dataran tinggi bergelombang, morfologi karst. 3.2. Stratigrafi Daerah Penyelidikan Berdasarkan Peta Geologi Lembar Komodo (N. Ratman, dkk., 1978) dan Peta Geologi Lembar Ruteng, Nusa Tenggara (S. Koesoemadinata, dkk, 1994), stratigrafi daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 13 (tigabelas) satuan batuan yang berumur Miosen Bawah hingga Holosen. Untuk memudahkan pembedaannya maka jenis batuan tersebut disederhanakan menjadi beberapa kelompok batuan yaitu: • Batuan sedimen berumur Tersier • Batuan gunungapi Tersier 6-2 • • • • Batuan sedimen Kuarter Batuan gunungapi Kuarter Batuan terobosan dan Endapan permukaan Sebaran dari kelompok batuan tersebut digambarkan dalam peta geologi daerah Ruteng yang telah disederhanakan (Gambar 3). 3.3. Struktur Penyelidikan Geologi Daerah Daerah penyelidikan termasuk ke dalam Busur Dalam Kepulauan Gunungapi Banda. Beberapa gunungapi yang masih aktif hingga sekarang adalah G. Ranaka yang merupakan anak gunungapi yang dihasilkan oleh letusan gunungapi Poco Ranaka (2.137 m) pada tahun 1987, Poco Mandasawu (2.350 m) di daerah Ruteng dan G. Beliling di Kecamatan Komodo. Struktur geologi yang terdapat di daerah penyelidikan berupa kelurusan dan sesar yang dominan berarah baratlaut – tenggara walaupun di beberapa tempat berarah timurlaut–baratdaya. Struktur tersebut pada umumnya memotong batuan-batuan sedimen dan batuan gunungapi yang berumur Tersier. Perlipatan berupa antiklin dan sinklin yang melipatkan batugamping berumur Tersier di bagian utara daerah penyelidikan yang juga memperlihatkan morfologi karst. 3.4. Ubahan Dan Pemineralan Berdasarkan pengamatan di lapangan secara regional, terdapat beberapa daerah batuan yang telah mengalami ubahan yang kemungkinan disertai dengan pemineralan. Ubahan yang paling menyolok dan sebarannya luas adalah silika – clay ± pyrit seperti yang teramati di sekitar antara Bealing -Watu Cie hingga Wae Wake bagian hilir, Benteng Jawa , Wae Nongel Terang – Tobedo, Dalong. Di tepi jalan Watu Cie teramati urat kuarsa massive yang sejajar dengan perlapisan batuan ubahan dengan arah N 190ºE/18º, tebal dari beberapa mm hingga 20 cm memotong tufa dasit yang terubah silika-lempung ± pirit, selain itu terdapat beberapa stringers urat kuarsa lainnya yang saling berpotongan. Zona ubahan argilik kuat berwarna abuabu terang hingga gelap mengandung pirit tersebar teramati lebih dari 50 m² di tepi jalan di sekitar Watu Cie ke sebelah utara dari lokasi urat tadi. Beberapa jenis batu guling Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 berupa urat kuarsa dan batuan ubahan silika yang kuat bisa ditemukan di sekitar Wae Wake beserta anak-anak sungainya hingga Wae Naung di bagian timur daerah penyelidikan. Di bagian timurlaut daerah penyelidikan yaitu Wae Nere dekat Kampung Cepang terdapat zona batuan ubahan kuat berupa ubahan lempung dan silika, kemudian klorit dan epidot pada tufa dasit mengandung pirit tersebar yang terpotong uleh beberapa urat tipis kuarsa limonit yang saling berpotongan (stockwork) yang berangsur menjadi breksi Kemungkinan hal tersebut akibat pengangkatan batuan tersebut oleh bagian atas batuan intrusif di dalam atau akibat tekanan larutan hidrotermal yang sangat kuat dari dalam. Batuan dengan struktur yang sama banyak ditemukan di daerah-daerah lainnya. Di sekitar Wae Kalo sebelah utara Wae Nere ditemukan batuguling urat kuarsa kalsedonik memperlihatkan pola rekahan has berupa dendritic pattern yang diisi oleh Mn. Di bagian tengah daerah penyelidikan di sekitar lembah Kampung Soligensi daerah pertemuan antara Wae Rence dengan Wae Encuring terdapat beberapa boulders insitu gossan dengan boxwork limonite structure yang mencerminkan kondisi di bawah permukaan daerah tersebut terdapat endapan mineral bijih. Dari hasil analisis kimia batuan tersebut mengandung beberapa mineral Zona batuan ubahan kuat berupa ubahan lempung dan silika, kemudian klorit dan epidot pada tufa dasit mengandung pirit tersebar yang terpotong oleh beberapa urat tipis kuarsa limonit yang saling berpotongan (stockwork) yang berangsur menjadi breksi Singkapan breksi hidrotermal ditemukan di sekitar Wae Tonggong Lanka setebal ± 3 meter dengan panjang 16 meter yang memotong tufa dasit yang terkersikan kuat. Dari hasil analisis kimia batuan tersebut mengandung beberapa mineral). Sedangkan yang berupa batu gulingnya ditemukan juga di sekitar pertemuan Wae Naung dengan Wae Wake, kemudian di Wae Ranca Kec. Cibal.. Batuan-batuan tersebut berupa breksi dengan fragmen terdiri batuan kalsedon, opal, jasper, yang saling bersinggungan clast supported dengan semen dan matrik berupa silika, mengandung pirit halus. Fragmen dan semennya telah mengalami perekahan kembali yang diisi oleh urat-urat tipis kuarsa halus berstuktur crusitiform. Sedangkan batuan sampingnya memperlihatkan stuktur “vuggy silica“ ?. 6-3 3.5.Penafsiran Geokimia Secara ringkas penyajian dan penafsiran geokimia dalam tulisan ini hanya dibahas beberapa tahapan yaitu: 3.5.1.Peta lokasi conto Semua lokasi pencontohan dari lapangan diplot pada peta pola aliran sungai digital skala 1: 250.000 sesuai dengan koordinat posisi conto tersebut. Peta tersebut merupakan peta hasil kompilasi dari puluhan lembar peta digital skala 1 : 25.000 Bakosurtanal yang mengacu pada suatu sistim proyeksi peta, baik Koordinat Geografi maupun Koordinat UTM. Kerapatan conto adalah 1 conto mewakili daerah cakupan 20 km² (Gambar 4) 3.5.2.Pemetaan Geokimia Unsur Tunggal Pemetaan geokimia sebaran unsur tunggal disajikan dalam bentuk peta pemodelan, dengan cara smoothing berdasarkan interpolasi inverse distance weighting dari data asli, dengan tujuan meminimalkan distribusi eratis dan memperjelas penggambaran pola distribusi unsur pada peta geokimia. Analisis statistik univariat dimaksudkan untuk mengkaji karakteristik distribusi statistik unsur-unsur yang ditentukan. Histogram dan kurva probabiliti kumulatif), nilai skewenes dan perbandingan harga median terhadap harga rata-rata aritmetik dapat disimpulkan secara umum bahwa unsurunsur runut yang ditentukan berpopulasi tunggal dan berdistribusi log normal. Konsentrasi unsur dinyatakan dalam satuan ppm, kecuali untuk unsur Au dalam ppb. Pembagian kelas interval dilakukan dengan metoda inverse distance weighting dari data asli yang sebelumnya dibagi dalam 16 rumpang hal ini dilakukan karena penyelidikan ini masih bersifat regional, sehingga sekecil apapun perbedaan data hasil analisis kimia akan terreka oleh masingmasing rumpang tadi,dan akan menghasilkan interpretasi berbeda satu sama lainnya. Dalam tulisan ini hanya akan ditampilkan salah satu jenis peta sebaran unsur tunggal yaitu untuk unsur Au (Gambar 5) Populasi unsur Au berdistribusi tidak normal, dengan kelas interval paling tinggi mempunyai nilai rentang antara 9,1 – 27,8 ppb. Sebarannya di bagian utara daerah penyelidikan terdapat di bagian tengah Wae Encuring yang menerus ke bagian timurlaut hingga bagian hulu Wae Pesi, bagian hilir Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 Wae Naung, Wae Nere dan Wae Kalo. Sedangkan di bagian tengah tersebar cukup luas Wae Renu dan sedikit di Wae Selur. Di bagian selatan terdapat di sebelah barat Wae Meseh, sedangkan di bagian barat daerah penyelidikan terdapat di sekitar Wae Terang dan anak sungai Wae Jare. Batas nilai ambang diasumsikan yang mempunyai nilai rentang antara 6,0 hingga 9,1 ppb tersebar di bagian luar daerah yang mempunyai rentang kelas yang paling tinggi. Sedangkan kelas interval menegah dengan rentang antara 2,1 hingga 4,0 ppb tersebar di daerah pesisir utara daerah penyelidikan dan daerah Bari. Di bagian tengah terdapat di sekitar Wae Rii, Wae Ranca dan bagian tengah Wae Naung, sedangkan di bagian selatan di sekitar Wae Bobong dan Wae Meseh, Wae Ara, Wae Rahu, Wae Cie. Di bagian tenggara dan bagian tengah Wae Musur dan Laku. Di bagian barat daerah penyelidikan tersebar di sekitar Wae Wangka, Wae Dengkeng dan bagian hulu Wae Oseh. Kelas interval paling rendah diwakili oleh rentang kelas < 1,9 ppb tersebar di bagianbagian hulu Wae Encuring, Wae Rii, Wae Impar, hulu-hulu Wae Musur dan Wae Laku di bagian tenggara. Sedangkan di bagian barat daerah penyelidikan tersebar di sebelah barat Wae Oseh hingga pesisir barat daerah penyelidikan dan sebelah utara Wae Mese. 3.5.3. Pemetaan Geokimia Multi Variabel Selain dengan cara pendekatan statistik satu variabel, penafsiran data dilakukan pula dengan statistik secara kelompok unsur (multivariabel). Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar unsur, sehingga dapat membantu dan memudahkan penafsiran sebaran unsur- unsur tersebut dan memperkirakan jenis pemineralan di daerah yang diselidiki. Seperti halnya dalam analisis satu variabel, analisis multivariabel ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Analisis multivariat yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Analisis Korelasi 2. Analisis “Cluster” 3. Analisis Faktor 3..5.3.1. Analisis Korelasi Dengan metoda analisis korelasi, pertamatama didapat matrik korelasi (Tabel 8), selanjutnya dari tabel tersebut dikelompokan unsur-unsur berdasarkan signifikansi koefisien 6-4 korelasi (dengan N = 206 pada batas signifikan 95%, diasumsikan bahwa nilai yang signifikan adalah ≤ 0,5) adalah : 1. Zn - Mn 2. Co – Ni – Cr - Fe 3. Ni - Cr 4. K – Ba 3.5.3.2. Analisis Analysis”) Kelompok (“Cluster Analisis kelompok ini adalah suatu cara lain untuk mengetahui pengelompokan beberapa variabel yaitu dengan penggambaran “dendogram“. Dengan mengamati rantingranting dendogram (makin pendek ranting, makin kuat/erat kaitan antar variable), dan ternyata dapat diasumsikan bahwa rantingranting dendogram akan signifikan pada batas ≤ 5. Analisis tersebut menghasilkan pengelompokkan yang hampir sama dengan analisis korelasi, yaitu : 1. Ni – Cr 2. Co – Fe 3. Zn – Mn 4. K – Ba 3.5.3.3. Analisis Faktor Analisis faktor adalah salah satu cara lain untuk mengetahui pengelompokan unsur. Keistimewaan dari pada metoda ini dibandingkan dengan metoda yang lain adalah pengelompokan tersebut dapat dipetakan sebarannya berdasarkan sekor faktor. (Secara matematis sekor faktor merupakan pengganti konsentrasi-ppm berdasarkan hubungan linear anggota faktor) Untuk menentukan jumlah faktor yang akan ditampilkan sebagai faktor pengganti perlu ditelaah “eigenvalues” (mungkin dapat diartikan sebagai bobot nilai). Penentuan faktor pengganti diambil dari nilai eigenvalues yang bernilai ≥ 1 atau dapat dilihat dari plot scree test. Faktor pengganti diperlihatkan oleh garis penghubung berlereng curam pada plot scree test dan biasanya garis penghubung berlereng curam berada pada batasan eigenvalues > 1. Selanjutnya untuk mengetahui variabelvariabel yang menjadi anggota dari faktor pengganti tersebut dengan cara menganalisis koefisien korelasi faktor (Tabel 10), yaitu nilai-nilai koefisien faktor antara varibelvariabel dengan faktor pengganti). Karena pada umumnya komponen korelasi yaitu faktor pengganti dan unsur ≤ 30 (ditetapkan oleh para akhli statistik), maka batasan nilai signifikansi menjadi tinggi, dalam hal ini Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 ditetapkan ≥ 0.5 m, sehingga dari tabel tersebut didapat pengelompokan sebagai berikut : Faktor 1. (-Co) – (-Fe)- (-K) – Ba Faktor 2. Ni - Cr Faktor 3. Pb – Zn - Mn Faktor 4. Cu – (-Li) –Mo – sedikit Au Faktor 5. Ag – Ba Faktor 6. As – Sb Karena metoda analisis faktor ini dianggap mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda lainnya, maka dari hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar interpretasi daerah yang diselidiki. Namun demikian dalam memilih faktor-faktor yang akan dipetakan dan ataupun ditafsirkan perlu diperhatikan nilai-nilai koefisien korelasi/matriks korelasi antara anggota faktor pengganti. Sebagai contoh, Faktor 6 (As - Sb) nilai koefisien korelasi antara kedua unsur tersebut hanya 0,11 walaupun berdasarkan korelasi Pearson, nilai signifikannya adalah 0,01 dan 0,05. Untuk memudahkan penafsiran hubungan antara variabel, maka ditetapkan untuk memetakan Faktor 1 sampai dengan Faktor 6. Adapun hasil analisis faktor tersebut digambarkan dalam gambar 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil kompilasi hasil pengolahan data terutama sebaran unsur dan faktor diasumsikan, bahwa di daerah penyelidikan dijumpai beberapa tipe pemineralan yang tersebar di beberapa lokasi. Di daerah gugus pemineralan Pesi – Kalo – Nere, terdapat tipe pemineralan Cu porfir yang disertai dengan emas yang dicirikan dengan kekerabatan unsur-unsur Cu – Mo Au, dan overprinting dengan tipe pemineralan logam dasar Pb – Zn – Mn yang kemungkinan dihasilkan oleh tipe “Volcanic Hosted Massive Sulfide”. Selain itu secara terpisah di daerah terdapat juga indikasi pemineralan Ag – Ba yang kemungkinan juga berasal dari tipe pemineralan “VHMS” tapi karena pengaruh perbedaan mobilitas unsur-unsur tersebut menjadi terpisah. Sedangkan daerah yang hanya memperlihatkan keterdapatan pemineralan Cu tipe porfir dengan emas saja terdapat di gugus pemineralan Kuli, Watu Cie dan Sapo. 6-5 Dearah yang mempunyai tipe pemineralan Cu porfir yang disertai dengan Au, juga overprinting dengan pemineralan logam dasar yang kemungkinan bertipe “VHMS” terdapat di Gugus Pemineralan Rii di bagian tengah daerah penyelidikan. Adanya kekerabatan antara unsur Ag dengan Ba yang ditemukan di daerah gugusgugus pemineralan Bari, Musur, Rawul, Encuring dan Wangka kemungkinan di daerah-daerah tersebut terdapat juga tipe pemineralan VHMS, tapi dipengaruhi oleh tingkat salinitas yang tinggi akibat pengaruh air laut. Manggarai, CV. Patria Jasa Kupang, Nusa Tenggara Timur Jerry N.C Garry, 1998, Drilling Status Report KP 209-Wae Dara KP, Flores Island. PT. Flores Barat Mining, 1998: Laporan Penciutan Kedua PT. Flores Barat Mining, 1998: Laporan Terminasi dan Tinjauan Hasil Eksplorasi di Wilayah Kontrak Karya Kabupaten Manggarai dan Ngada, Nusa Tenggara Timur. PT Istindo Mitra Perdana, 1993: Laporan Studi Kelayakan Penambangan Mangan di Reo, Nusa Tenggara Timur Tipe pemineralan epitermal bertemperatur rendah juga teramati di daerah gugus pemineralan Laku, hal tersebut tercermin dengan adanya kekerabatan unsur-unsur As dengan Sb di daerah tersebut yang sebarannya menerus keluar daerah penyelidikan ke arah timur. Dengan adanya beberapa lokasi dan tipe pemineralan di daerah penyelidikan ini. Sebagai tahap awal perlu dilakukan pemetaan geologi secara rinci dan penyelidikan geokimia sedimen sungai dengan sekala 1: 50.000, serta pemercontoan batuan. Sedangkan untuk keperluan lainnya, baik pertanian ataupun lingkungan, informasi peta geokimia ini perlu disosialisasikan kepada instansi ataupun lembaga terkait. Secara ringkas daerah gugus pemineralan tersebut dirangkum dalam peta daerah target (Gambar 12). DAFTAR PUSTAKA Bagul Dagur Anthony D., Drs, MBA., 2000, Manggarai dalam Aneka Pesona dan Peluang Bisnis, Pemerintah Kabupaten Manggarai bekerja sama dengan Pusat Informasi Bisnis dan Promosi Indonesia, Jakarta. Koesoemadinata, S., dkk., 1994, Peta Geologi Lembar Ruteng, Nusa Tenggara, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung; Kusdarto, dkk., 1996, Eksplorasi Pendahuluan Bahan Galian Industri di daerah Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung; -----------------, 1996/1997, Pemetaan Semi mikro terhadap 35 bahan galian golongan C di Kabupaten Daerah Tingkat II Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 6-6 Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penyelidikan Gambar 2. Peta Sebaran Potensi Sumber daya Mineral Dan Panas Bumi Daerah Manggarai Gambar 3. Peta Geologi Yang Disederhanakan Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 6-7 D 2082 D 2080 90 70 00 0 m N P an u n d a D2190 D2222 D2197 D 2221 D 2236 D2192 D 2188 D2226 D 2241 D 2163 D 2115 D2070 D 2172 D 2153 D 2169 D 2122 D 2145 240000 mE J a la n u ta m a D 2017 D 2007 D 2005 D a e ra h P e n y e lidik a n D 2011 C /D 2 1 0 8 D2144 D 2132 D 2142 D2134 D 2138 D 2136 Laut Saw u D2020 D 2022 D2157 D 2 1 2 3 C /D 2 1 1 1 D 2110 D2109 D2128 D2146 90 10 00 0 m N D2014 D 2159 D2149 90 20 00 0 m N 230000 mE D2015 D2147 D 2165 D2164 D 2167 D 2029 D 2119 D 2231 90 30 00 0 m N Lokasi dan N o L o k a s i C o n to R .2 05 1 D 2018 D 2024 D 2174 D 2207 D 2030 D 2026 D 2066 D2179 D2238 D 2062 a l7 m6 W a eDM2a0 D 2077 D2183 D 2185 D2203 D 2210 D 2228 90 40 00 0 m N K e te ra n g an : D 2065 D 2035 W a e T e n tan g D 2180 D2209 D2048 D2037 D 2075 D 2218 D 2198 D2047 D 2036 D 2074 D 2193 D2196 D2225 90 50 00 0 m N 20 kilo m e te r D2058 D 2057 D 2069 ∃ 0 D 2044 D 2041 D2059 D 2083 D2194 D2052 D 2055 D2060 D 2078 D2085 90 60 00 0 m N 220000 mE 210000 mE Wae Kuli L a u t F lo re s Wae Hali (Toi) 200000 mE 190000 mE 180000 mE 170000 mE 160000 mE 150000 mE 140000 mE 90 80 00 0 m N C /D 2 1 0 5 D2103 D 2101 D IR E KT O R AT JE N D ER A L G E O LO G I D AN S U M B E R D AYA M I NE R A L D IR EK T O R AT IN VE N T AR IS AS I S U M B ER D A YA M IN E R AL D 2009 D 2001 D 2010 P RO Y E K IN V E N T AR IS A S I D AN E V AL U AS I BA H AN G A L IA N M IN E R AL IN D O N E S IA K O D E P R O YE K : 07.1.01.440 .222.20.6.02 P E T A L O K AS I C O N T O S E D IM E N S U N G AI AK T IF D AN S AR I D U L AN G L E M B AR R U T E N G B AR AT K AB . M AN G G AR AI D AN K AB . M A N G G AR AI B AR AT , P R O V . N U S A T E N G G A R A T IM U R D ISU S U N O LEH : D IG AM BA R O LE H : A gus G urn iw a, K asw an B ., W a wan K . D IPE R IKS A O LEH : K epala S ubdit. M in eral Loga m : D r . Ir. B am ban g Setia wan D IS E TU J U I/D IS YA H KA N : A gus G urniw a P em im pin Proyek : Ir. B am bang P ardiarto LEM BA R PE T A T O P : R uteng & B im a , P eta R upa B um i B akosurtanal skala 1 : 250.000 LAM PIR A N PE T A : 1 W A KT U P EN Y U SU N A N : 8 Juli - 21 N ovem ber 2 004 Gambar 4. Peta Lokasi Conto Gambar 5. Peta Sebaran Unsur Au Gambar 6. Peta Sebaran Faktor 1. Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 6-8 Gambar 7. Peta Sebaran Faktor 2 Gambar 8. Peta Sebaran Faktor 3 Gambar 9. Peta Sebaran Faktor 4 Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 6-9 Gambar 10. Peta Sebaran Faktor 5 Gambar 11. Peta Sebaran Faktor 6 Gambar 12. Peta Gugus Pemineralan Dan Daerah Target Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 6-10