BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Seks Pranikah 2.1.1 Pengertian Menurut BKKBN (2006), Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku,namun tentu saja tidak semua perilaku merupakan ekspresi doronganseksual seseorang. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki konsekuensi berbeda. Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual bermacammacam mulai daribergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, bercumbu berat sampai berhubungan seks. Selain itu menurut Damayanti (2012), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru 8 Universitas Sumatera Utara dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi. Sedangkan menurut Tim sahabat remaja Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY (2007), yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seks sehingga seseorang akan melakukan hubungan seks sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah, baik yang berhubungan seks yang penetratif (penis dimasukkan kedalam vagina, anus atau mulut) maupun yang nonpenetratif (penis tidak dimasukkan kedalam vagina, anus atau mulut). Oral dan anal seks termasuk kedalam hubungan seks yang penetratif. Menurut L‟Engle, dkk (2006) perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan, french kiss, sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama. 2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah Penelitian yang dilakukan oleh BkkbN (2012) dalam Ringkasan Riset Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar di Indonesia, Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa perilaku seksual yang banyak muncul dengan pasangan adalah sampai tahap berciuman baik kening, pipi maupun bibir. DeLamenter dan MacCorquodale dalam Santrock (2007), mengemukakan ada beberapa bentuk perilaku seksual yang biasa muncul, yaitu: a. Mencium/dicium kening b. Mencium/dicium pipi c. Necking, yaitu berciuman sampai ke daerah dada d. Lip kissing, yaitu bentuk tingkah laku seksual yang terjadi dalam bentuk ciuman bibir antara dua orang. e. Deep kissing, yaitu berciuman bibir dengan menggunakan lidah. f. Meraba payudara g. Petting, yaitu bentuk hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung). h. Oral sex, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan menggunakan organ oral (mulut dan lidah) dengan alat kelmain pasangannya. i. Sexual intercourse (coitus), yaitu hubungan kelamin yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan, dimana penis pria dimasukkan ke dalam vagina wanita hingga terjadi orgasme/ejakulasi Universitas Sumatera Utara Gunarsa dan Gunarsa (2000) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual pada remaja dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Masturbasi Perilaku seksual ini seringkali dianggap sebagai kebiasaan buruk. Perilaku ini dapat menimbulkan goncangan-goncangan pribadi dan emosional. Penyebab dari perilaku seksual ini di antaranya adalah unsur ketidaksengajaan, pengaruh dari teman, dan rangsangan atau stimulus yang timbul melalui gambar atau film. b. Pacaran Perilaku seksual ini dapat mengarah pada terjadinya hubungan seksual. Remaja yang berpacaran pada awalnya menunjukkan perilaku seksual yang ringan seperti bersentuhan, berpegangan tangan, sampai pada berciuman. Perilaku seksual yang ringan tersebut secara lebih lanjut dapat menimbulkan dorongan yang lebih besar untuk melakukan perilaku seks yang lebih berat seperti menyentuh organ-organ seks pasangan sampai dengan melakukan hubungan seks. c. Senggama Perilaku seksual ini mengarah pada pemuasan dorongan seks. Perilaku ini menunjukkan kegagalan remaja untuk mengendalikan diri atau meredam dorongan seks dan mengalihkannya pada kegiatan-kegiatan lain yang sebenarnya dapat dilakukan. Remaja yang melakukan perilaku seksual ini cenderung kurang stabil kepribadiannya karena terlalu mengikuti dorongan yang hanya mendasarkan pada prinsip kesenangan tanpa memperhitungkan konsekuensinya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual remaja secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu masturbasi, pacaran, dan senggama. Masturbasi sebagai bentuk perilaku seksual dilakukan dengan menyentuh, meraba, dan mempermainkan alat kelaminnya sendiri. Pacaran sebagai bentuk perilaku seksual ringan dilakukan secara berpasangan dengan saling menyentuh, memegang dan mencium. Sementara senggama sebagai bentuk perilaku seksual juga dilakukan secara berpasangan tetapi tergolong perilaku yang berat karena hanya untuk mengejar kesenangan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Dalam penelitian ini, perilaku seksual pada remaja diukur dengan mengacu pada bentukbentuk yang dikemukakan oleh Gunarsa dan Gunarsa (2000) yaitu masturbasi, pacaran, dan senggama. 2.1.3 Akibat Hubungan Seksual Pranikah Menurut Pinem (2009), hubungan seksual pranikah membawa pengaruh buruk baik bagi remaja maupun keluarga dan masyarakat. 1. Akibat hubungan seksual pranikah bagi remaja sebagai berikut : a. Gangguan kesehatan reproduksi akibat infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. b. Resiko menderita penyakit menular seksual (PMS), misalnya gonorhoe, sifilis, HIV/ AIDS. Herpes simplek, herpes genitalis dan lain sebagainya. c. Remaja putri berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Bila ini terjadi, maka beresiko terhadap tindakan aborsi yang tidak aman dan resiko infeksi atau kematian perdarahan, dan keracunan kehamilan. Universitas Sumatera Utara d. Trauma kejiwaan (depresi,rasa rendah diri, hilang masa depandan rasa berdosa karena berzina). e. Remaja putri yang hamil berisiko kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.dan kesempatan kerja. f. Melahirkan bayi yang kurang atau tidak sehat. 2. Akibat hubungan seksual pranikah bagi keluarga yaitu menimbulkan aib keluarga, beban ekonomi keluarga bertambah, pengeruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan (ejekan masyarakat sekitarnya) 3. Akibat hubungan seksual pranikah bagi masyarakat yaitu meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun, meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, sehingga derajat kesehatan reproduksi menurun, menambah beban ekonomi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun. Menurut Sarwono (2012), akibat dari segala dampak yang muncul seperti kehamilan di luar nikah, kawin muda, anak-anak lahir diluar nikah, aborsi, penyakit menular seksual, depresi pada wanita yang terlanjur berhubungan seks dan lain sebagainya. Sarwono (2012) yang mengutip pendapat Simkins (1984), mengatakan sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada dampak fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada gadis-gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya. Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks Pranikah Menurut Imran (2009), menyatakan bahwa perilaku hubungan seksual pada remaja dipengaruhi dua faktor, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan aspek biologis, yakni perubahan yang terjadi pada masa pubertas dan aktifnya hormon yang mendorong melakukan hubungan seksual, sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan masalah komunikasi di seputar seksualitas, misalnya berkaitan dengan pengaruh teman sebaya yang tidak jarang mendorong seseorang untuk melakukan hubungan seksual. Menurut Muss dalam Kusmiran (2011), faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual remaja antara lain : 1. Perubahan biologis, perubahan yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual. 2. Pengaruh orangtua, kurangnya komunikasi secara terbuka antara orangtua dan remaja seputar masalah seksual memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual. 3. Pengaruh teman sebaya, pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya. 4. Prespektif akademik, remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah. 5. Prespektif sosial kognitif, diasosiasiakan dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual kalangan remaja. Universitas Sumatera Utara Menurut Koentjoro (2007) beberapa faktor penyebab perilaku seksual remaja yaitu faktor internal, eksternal dan campuran keduanya. Faktor internal atau yang berasal dari dalam individu adalah faktor asupan gizi yang makin membaik. Gizi yang semakin baik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan memacu percepatan kemasakan hormon. Faktor eksternal yang diduga memengaruhi perilaku seksual adalah dampak globalisasi dan budaya materialisme. Kemajuan telekomunikasi (dalam hal ini media) akan berpengaruh pada pola hidup materialisme. Santrock (2007) juga mengutip pendapat Bandura menyatakan bahwa perilaku, lingkungan dan personal/kognisi merupakan faktor yang penting dalam perkembangan. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suryoputro (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah faktor internal meliputi pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), kemudian faktor eksternal yang meliputi kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007b), secara garis besar, ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja, yaitu internal pressure dan external pressure. Dalam hal ini, internal pressure yaitu tekanan dari dalam diri remaja berupa tekanan psikologis dan emosional, sedangkan external pressure yaitu tekanan dari luar diri remaja seperti teman sebaya, orang tua, guru dan masyarakat. Menurut Universitas Sumatera Utara Widyarini (2007), yang mengutip pendapat Lewin (1951), dalam sejarah psikologi, beredar luas konsep dasar mengenai terbentuknya perilaku, bahwa perilaku merupakan fungsi dari faktor personal dan faktor lingkungan. 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dari perkembangan kognitif. Santrock (2007) yang mengutip pendapat Piaget menyebutkan perkembangan kognitif remaja ke dalam tahap formal operasional yaitu saat pemikirannya menjadi semakin rasional. Pada tahap ini remaja mulai mengembangkan pemikiran yang bersifat abstrak, hipotesis serta mampu melihat berbagai kemungkinan dalam pemecahan masalah yang dihadapi serta mulai memikirkan bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya. Notoadmodjo (2007) bahwa pengetahuan yang diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang telah diketahuinya. Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pengalaman, pekerjaan, pendapatan, budaya, dan pergaulan. Pengetahuan yang tidak tepat, pengharapan yang tidak realistis, harga diri yang rendah, takut tidak berhasil atau pesimis, menunjukan bahwa remaja memiliki kepribadian yang belum matang dan emosi yang labil, sehingga mudah terpengaruh melakukan hal-hal negatif, seperti melakukan hubungan seks pranikah. Pengetahuan seksualitas yang baik dapat menjadikan remaja memiliki tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai Universitas Sumatera Utara masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. 2. Sikap Sikap memiliki arti penting dalam kehidupan manusia, karena sikap yang terbentuk dalam diri manusia dapat menentukan perilaku dalam menghadapi suatu objek sikap atau masalah yang muncul. Thurstone (dalam Nuranti, 2009) menyatakan bahwasikap adalah tingkat kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi simbol, katakata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable. Sebaliknya, orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi. Menurut Krech & Crutchfield (dalam Nuranti, 2009), sikap merupakan keadaan dalam diri manusia yang berhubungan dengan proses motif, emosi, persepsi dan kognisi mengenai beberapa aspek dari kehidupan individu. Definisi ini menekankan pada keadaan diri manusia sebagai suatu organisme yang dapat berpikir dan terstruktur secara aktif. Sikap berkaitan erat dengan tindakan atau menjadi dasar dari terbentuknya suatu perilaku. Berdasarkan beberapa definisi sikap, maka dalam penelitian ini sikap didefinisikan sebagai kecenderungan penilaian remaja terhadap beberapa perilaku hubungan seksual pranikah. Perilaku hubungan seksual pranikah tercermin dalam penilaian remaja yang mendukung (favorable) atau tidak mendukung Universitas Sumatera Utara (unfavorable) terhadap objek sikap. Penilaian tersebut merupakan reaksi kognitif, afektif dan konatif terhadap berbagai bentuk perilaku hubunganseksual pranikah. Ciri-ciri sikap Adapun ciri-ciri sikap menurut Ahmadi (2002) antara lainadalah: 1) Sikap dapat dipelajari (learnability) Sikap merupakan hasil belajar, bukan merupakan faktor bawaan. Sikap dapat dipelajari secara tidak sengaja dan tanpa kesadaran atau dengan kesadaran. 2) Sikap memiliki kestabilan (stability) Sikap yang berawal dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil, melalui pengalaman. 3) Personal-societal significance Sikap dalam perwujudannya melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barangatau situasi tertentu. Jika seseorang merasa bahwa orang atau objek tertentu menjadi berarti, maka dia akan merasa bebasdan favorable. 4) Memiliki unsur kognisi dan afeksi Komponen kognisi dari sikap adalah berisi informasi yang faktual, yaitu adanya perasaan senang atau tidak senangterhadap objek tertentu. 5) Approach-avoidance directionality Seseorang yang memiliki sikap favorable terhadap suatu objek, maka dia akan mendekati objek tersebut, dan sebaliknya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penjelasan mengenai ciri-ciri sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kondisi internal pada seseorang yang terbentuk dari pengalaman, sehingga sikap dapat berubah-ubah dan dapat dipelajari, terutama apabila ada kondisi tertentu yang mempermudah berubahnya sikap seseorang pada objek tertentu. Sikap pada seseorang tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek. Akibatnya, mampu menimbulkan perasaan tertentu pada objek, yaitu perasaan senang atau tidak senang. 3. Efikasi Diri Ali dan Asrori (2011), yang mengutip pendapat Bandura (1986), menyatakan bahwa efikasi diri merupakan masalah kemampuan yang dirasakan individu untuk mengatasi situasi khusus sehubungan dengan penilaian atas kemampuan untuk melakukan suatu tindakan yang ada hubungannya dengan tugas khusus atau situasi tertentu. Efikasi diri ini merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara atau mediator dalam interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Konsep dasar dari teori efikasi diri ini adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Musthofa dan Winarti (2010) menyatakan bahwa efikasi diri juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Efikasi tinggi atau rendah dapat dikombinasikan dengan Iingkungan yang responsif atau tidak responsif, sehingga akan menghasilkan kemungkinan berperilaku. Dalam hubungan antara efikasi diri terhadap perilaku seks terdapat hubungan yang signifikan karena efikasi merupakan Universitas Sumatera Utara upaya penilaian diri, apakah seseorang mampu melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa sesuai yang dipersyaratkan. Menurut Muadz dan Syaefuddin (2010), jika remaja mampu melakukan penilaian tentang benar dan salah, baik dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan memahami mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, sehingga remaja putri dapat mengambil keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang timbul dari hati nurani dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab. Menurut Bandura (1986) dalam Suryoputro, dkk (2007), orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam menjalankan tugasnya, cenderung akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah cenderung tidak dapat mewujudkan perilaku tertentu seperti yang diharapkan. Dalam hal ini, rasa percaya diri berfungsi sebagai pusat mediator melalui mana faktor-faktor kognitif lainnya seperti; pengetahuan, harapan dan perbandingan diri dengan kawan sebaya, akan terintegrasi untuk mempengaruhi perilaku seksual. Artinya, mereka hanya akan melakukan hubungan seksual yang aman, sebatas mereka percaya dapat melindungi dirinya. Oleh karena itu, tingkat rasa percaya diri pada remaja menjadi faktor yang sangat penting didalam menentukan bagaimana mereka berperilaku seksual. 4. Dorongan Biologis Menurut Geldard dan Geldard (2011), peningkatan besar dan sangat berarti dalam produksi hormon seksual terjadi selama pubertas. Hal ini berakibat memicu Universitas Sumatera Utara meningkatkan hasrat seksual, nafsu dan dorongan seksual pada laki-laki maupun perempuan. Bersamaan dengan peningkatan dorongan seksual, mereka berhadapan dengan isu-isu seperti seksualitas personal dan identitas seksual. Isu-isu ini memengaruhi keputusan mereka dalam bergaul dengan teman-temannya. Remaja akan mulai terlibat dalam eksperimen seksual dengan teman-temannya. Dorongan seksual ini pada beberapa remaja sering disalurkan melalui fantasi dan masturbasi. Menurut Sarwono (2011), faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu adanya perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Menurut Manuaba (2010), adanya dorongan biiologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan ini dapat meningkat karena adanya pengaruh dari luar misalnya film, majalah, dan buku yang menampilkan gambar-gambar yang dapat membangkitkan erotisme. 5. Pandangan tentang Konsep Cinta Menurut Rosa (2012) yang mengutip pendapat Lesnapurnawan (2009), remaja menyalahartikan atau cenderung kebingungan dalam mengartikan konsep cinta, keintiman dan tingkah laku seksual sehingga remaja awal cenderung berfikir bahwa seks adalah cara untuk mendapatkan pasangan, sedangkan pada remaja akhir cenderung melakukan tingkah laku seksual jika telah ada ikatan dan saling pengertian dengan pasangan. Seks sering dijadikan sarana untuk berkomunikasi dengan pasangannya. Menurut Dianawati (2003), adanya tekanan dari pacarnya dan karena kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, seseorang rela melakukan apa saja terhadap Universitas Sumatera Utara pasangannya tanpa memikirkan risiko yang nanti dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan hanya saja napsu seksual mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orangtuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu bantuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa 6. Nilai Agama Agama merupakan hal yang penting dalam kehidupan remaja. Menurut Santrock (2007), salah satu pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah berkaitan dengan aktivitas seksual. Meskipun pengajaran agama yang bervariasi dan berubah-ubah itu dapat mempersulit dalam menyimpulkan doktrin-doktrin religius, namun pada umumnya ajaran agama tidak menganjurkan hubungan seks pranikah. Para remaja yang sering mengunjungi layanan religius cenderung lebih banyak mendengar pesan-pesan agar menjauhkan diri dari seks. Keterlibatan remaja dalam organisai religius juga dapat meningkatkan peluang bahwa mereka akan berteman dengan remaja lain yang memiliki sikap yang tidak menyetujui seks pranikah. Menurut Santrock (2007) yang mengutip pendapat Gallup dan Benzilla (1992), bahwa dalam sebuah survei, 95% dari para remaja yang berusia antara 13 hingga 18 tahun menyatakan bahwa mereka percaya akan adanya Tuhan atau spirit universal. Remaja tersebut menyatakan bahwa mereka berdoa dan mendatangi layanan keagamaan seminggu terakhir. Mereka juga menyatakan bahwa mempelajari iman religius merupakan hal yang penting. Santrock (2007) juga mengutip pendapat Sax dkk (2004), pada sebuah studi nasional yang melibatkan para mahasiswa tingkat pertama Amerika, diketahui bahwa Universitas Sumatera Utara 79% dari para mahasiswa menyatakan bahwa mereka mempercayai adanya Tuhan dan 69% diantaranya menyatakan bahwa mereka berdoa. Meskipun demikian, terdapat 69% menyatakan bahwa mereka masih mencari tujuan atau makna dan kurang dari 50% menyatakan bahwa mereka tidak merasa aman terhadap pandangan spiritual dan agama serta hidupnya. 7. Lingkungan Teman Sebaya Kelompok teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung bertingkah laku seperti tingkah laku teman sebayanya. Menurut survei yang dilakukan oleh The National Campaign (2012), remaja mengatakan bahwa orangtua paling besar mempengaruhi keputusan mereka tentang seks, lebih daripada teman sebaya, budaya, guru dan lain-lain. Bahkan, remaja melaporkan bahwa mereka akan lebih terbuka berbicara tentang seks dengan orang tua mereka dan menghindari kehamilan remaja, diperoleh hasil 4 dari 10 remaja (38%) mengatakan orang tua paling memengaruhi keputusan mereka tentang seks, dibandingkan dengan 22% yang dipengaruhi oleh teman-teman. Menurut Suwarni (2009), bahwa pengaruh perilaku seksual teman sebaya secara langsung paling besar memengaruhi perilaku seksual remaja. Pengaruh perilaku seksual teman sebaya secara langsung sebesar 20,2%, sedangkan pengaruh perilaku seksual teman sebaya secara tidak langsung melalui niat berperilaku seksual sebesar 14,24%. Universitas Sumatera Utara Menurut Notoatmodjo (2007), perubahan sosial yang dialami remaja akan membawa remaja menjadi lebih dekat dengan teman sebayanya daripada orang tuanya sendiri. Kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dan sekolah mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau lingkungan bermainnya yang bisa saja pengetahuan tersebut salah, Sehingga munculah informasi di seputar seksualitas, sebuah informasi yang belum pasti kebenarannya, namun sudah terlanjur dipercaya oleh remaja, salah satunya adalah infomasi mengenai hubungan seks sekali tidak membuat seseorang hamil. 8. Pengawasan Orangtua Menurut Santrock, (2007) peran orangtua sangat besar pengaruhnya terhadap remaja. Remaja dalam keluarga yang bercerai lebih menunjukkan penyesuaian dibandingkan dengan keluarga remaja yang utuh dengan kehadiran orang tuanya. Orang tua yang sibuk, kualitas pengasuhan yang buruk, dan perceraian orang tua, remaja dapat mengalami depresi, kebingungan, dan ketidakmantapan emosi yang menghambat mereka untuk tanggap terhadap kebutuhan remaja sehingga remaja dapat dengan mudah terjerumus pada perilaku yang menyimpang seperti seks pranikah Menurut Sarwono (2011), perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya Universitas Sumatera Utara pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan. Orang tua mentabukan pembicaraan mengenai seks pada anaknya, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak mengenai masalah ini. Taufik dan Anganthi (2005), dalam penelitiannya memaparkan bahwa aktivitas seksual subjek sebagian besar dilakukan di rumah sendiri baik pada subjek yang melakukan hubungan seksual maupun subjek yang tidak melakukan hubungan seksual. Ini menunjukkan bahwa longgarnya peraturan ataupun perhatian yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Rumah yang seharusnya menjadi pusat pendidikan yang di dalamnya sarat dengan aturan dan kedisiplinan justru dianggap sebagai tempat yang tepat untuk melakukan aktivitas seksual. Sebagaimana dikemukakan oleh subjek perempuan yang telah melakukan hubungan seksual, bahwa alasan pemilihan rumah sendiri sebagai tempat melakukan aktivitas seksual, sebagian besar karena faktor keamanan. 9. Lingkungan Masyarakat Iklim dalam kehidupan bermasyarakat yang kondusif juga sangat memengaruhi perilaku remaja. Remaja tengah menjalani proses mencari jati diri sehingga faktor keteladanan dan kekonsistenan system nilai dan norma dalam masyarkat juga menjadi suatu hal yang sangat penting. Ali dan Asrori (2011), menyatakan bahwa masa remaja adalah masa untuk menentukan identitas dan menentukan arah, tetapi masa yang sulit ini menjadi bertambah sulit oleh karena Universitas Sumatera Utara adanya kontradiksi dalam masyarakat. Dalam lingkungan ini remaja diatur berdasarkan norma-norma yang ada. Salah satu masalah yang dialami remaja dalam proses ini adalah bahwa tidak jarang masyarakat bersikap tidak konsisten terhadap remaja. Di satu sisi remaja sudah dianggap dewasa, namun di sisi lain remaja masih dianggap anak kecil sehingga sering menimbulkan kejengkelan dan perlawanan dari remaja. Dalam hal perilaku seksual, masyarakat di sekitar remaja adalah kelompok yang penting untuk mengarahkan remaja ke arah perilaku yang lebih baik. Banyaknya kenakalan remaja terutama pada perilaku seksual di lingkungannya membuat remaja juga akan ikut dalam perilaku tersebut. 10. Media Informasi Azwar (2007) menyebutkan bahwa sikap seseorang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan media massa. Pesan- pesan yang disampaikan oleh media masa seringkali berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga informasi baru tersebut memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap suatu hal, termasuk sikap tentang seksualitas. Pada era kehidupan dengan sistem komunikasi global, dengan kemudahan mengakses informasi baik melalui media cetak, TV, internet, komik, media ponsel, dan DVD bajakan yang berkeliaran di masyarakat, tentunya memberi manfaat yang besar bagi kehidupan kita terutama remaja, namun saat ini remaja justru sering sekali salah mempergunakan kecanggihan teknologi tersebut. Mereka menyelewengkan fungsi teknologi yang sebenarnya. Bahkan tayangan televisi, media-media berbau Universitas Sumatera Utara porno (seperti VCD dan DVD porno yang begitu mudah diperoleh serta gampang diakses di internet). Menurut Yulianto (2010), dalam penelitiannya yang menggambarkan sikap siswa yang dikaitkan dengan sumber informasi tentang seksualitas didapatkan data sebanyak 100 subjek (46,9%) mendapatkan informasi tentang seksualitas dari televisi, 82 subjek (38,5%) mendapatkan informasi tentang seksualitas dari internet, 16 subjek (7,5%) mendapatkan informasi tentang seksualitas dari koran, 13 subjek (6,1%) mendapatkan informasi tentang seksualitas dari majalah serta 2 subjek (0,9%) mendapatkan informasi tentang seksualitas dari film seks. Berdasarkan data diatas, sumber informasi tentang seksualitas yaitu media televisi dan internet menjadi sumber yang paling dominan diantara sumber-sumber yang lain. Hal tersebut disebabkan karena saat ini media televisi dan internet menjadi media yang relatif mudah dan murah bagi masyarakat didalam mendapatkan informasi terbaru maupun mendapatkan hiburan. 2.2. Remaja 2.2.1 Pengertian Remaja Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit adolescence dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa Latin” adolescence” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematanagn sosial dan psikologi. Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju Universitas Sumatera Utara masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termask fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental,maupun peran sosial ( Surjadi,dkk,2002). Remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang mencakup aspek biologi, kognitif, dan perubahan sosio-emosional (Santrock, 2007). Menurut Sarwono (2011) remaja merupakan masa peralihan seorang anak terlihat adanya perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan fungsi fisiologi. Secara anatomis alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Secara faali, alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula, yang ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki. 2.2.2 Karateristik Remaja Berdasarkan Umur Menurut Kumalasari (2012), Masa remaja memiliki 3 ( tiga ) karateristik remaja berdasarkan proses perkembangan sesuai dengan pembagian usia remaja yaitu: 1. Masa remaja ( 10 -12 Tahun). Pada remaja rasa ingin lebih dekat dengan tema sebaya, rasa ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan penampilan yang menarik, mulai berpikir abstrak. Universitas Sumatera Utara 2. Masa remaja pertengahan (13-15 Tahun) Remaja pada masa ini selalu mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam, berkhayal tentang aktivitas seks, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. 3. Remaja akhir (17-21 Tahun). Pengungkapan kebebasan diri remaja itu sendiri, lebih selektif dalam teman sebaya, mempunyai citra tubuh( body image)terhadap dirinya sendiri. Dapat mewujudkan rasa cinta. 2.2.3 Ciri- ciri Kejiwaan dan Psikososial Remaja Menurut Kusmiran (2012) ciri- ciri kejiwaan dan psikologi remaja dibagi menjadi dua yaitu: 1. Usia remaja muda ( 12 -15 Tahun) a. Sikap protes terhadap orang tua. Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orang tua, sehingga sering menunjukan sikap protes terhadap orang tua. Mereka berusaha mencari indentitas diri dan sering kali disertai dengan menjauhka diri dari orang tuanya. Dalam upaya pencarian indentitas diri, remaja cenderung melihat tokoh-tokoh di luar lingkungan keluarganya. b. Preokupasi dengan badan sendiri. Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat sekali. Perubahan - perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja. Universitas Sumatera Utara c. Kesetiakaanan dengan kelompok seusia. Para remaja kelompok umur ini merupakan keterikatan dan kebersamaan dengan kelompok sesuai dalam upaya mencari kelompok senasib.perilaku ini tercermin dalam cara berperilaku sosial. d. Kemampuan untuk berfikir secara abstrak. Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan diri. e. Perilaku yang labil dan berubah-ubah. Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Remaja merasa cems akan perubahan dalam dirinya. Perilaku demikian menunjukan bahwa dalam diri remaja terhadap konflik yang memerlukan pengertian dan pengetahuan yang bijaksana. 1. Usia remaja penuh ( 16-19 Tahun) a. Kebebasan dari orang tua Dorongan untuk menjauhkan diri dari orantua menjadi realitas . Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang menyenangkan. b. Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas Sering kali remaja menunjukan minat pada suatu tugas tertentu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita-cita masa Universitas Sumatera Utara depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung bekerja untuk mencari nafkah. c. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-cita. d. Pengembangan hubungan pribadi yang labil Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan terbentuknya kesetabilan diri remaja. e. Penghargaan kembali pada orang tua dalam kedudukan yang sejajar ( Arifin,2003). 2.3. Lingkungan Remaja 2.3.1. Pengertian Lingkungan remaja Lingkungan Remaja adalah keadaan atau kondisi lingkungan remaja tinggal yang berdampak untuk melakukan perilaku seks pranikah, yang mana lingkungan merusak itu adalah lingkungan yang terdiri dari anggota masyarakat yang tidak berpendidikan, sebaliknya lingkungan yang terdiri dari masyarakat berpendidikan, tidak akan membawa dampak buruk bagi remaja. 2.4.Peran Keluarga Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,kegiatan,yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat Universitas Sumatera Utara 2.5.Teman Sebaya ( Peer Group) Teman sebaya (peers) adalah anak remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual (Santrock, 2003). Menurut Susanto (2006) minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Yang dimaksud disini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi geng ini remaja Universitas Sumatera Utara seringkali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apapun hanya karena sebuah kata-kata ”sakti”, yaitu solidaritas. Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar bahkan melakukan hubungan seks. Dalam kelompok sebaya, individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lain, seperti dibidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat yang lain, seperti dibidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok sebaya, individu merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan rasa social sejalan dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya pengaruh pola hubungan, koformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat besar terhadap remaja (Santoso, 2009) 2.6. Pengaruh Lingkungan, Orang tua dan Peer Group terhadap Prilaku Seks Peranikah pada Remaja Menurut (Soekanto,2004) orang tua, saudara-saudara dan kerabat, yang ini merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh dalam diri remaja. Melalui Lingkungan ini,remaja mengenali lingkungan dan jenis pergaulan-pergaulan berikutnya yang akan menambah banyak pengaruh yang lain. Usia remaja merupkan Universitas Sumatera Utara usia pancaroba dimana masih dalam rangka mencari identitas tertentu, dimana pencarian identitas ini pertama tertuju paa sosok dalam diri orang tua, kerabat atau saudaranya. Jika tidak diperoleh dari orang tua, kerabat atau saudara ini, dinamakan pelarian pencarian indentitas tersebut akan beralih kelingkungan berikutnya, bisa teman sebaya merupakan teman bermain diluar rumah dan luar sekolah, bisa mempengaruhi remaja baik positif dan negatif. Pergaulan di sekolah yang melibatkan pergaulan siswa dan guru, siswa dengan siswa. Adanya pembiasaan dalam perbuatan baik dan mulia di sekolah, diharapkan bisa memberikan pengaruh positif dalam mempengaruhi perilaku remaja. 2.7.Landasan teori Menurut Soekanto, (2004) bahwa orang tua, saudara-saudara dan kerabat, yang ini merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh dalam diri remaja. Melalui lingkungan ini, remaja mengenali lingkungan dan jenis pergaulanpergaulan berikutnya yang akan menambah banyak pengaruh yang lain. Usia remaja merupkan usia pancaroba dimana masih dalam rangka mencari identitas tertentu, dimana pencarian identitas ini pertama tertuju paa sosok dalam diri orang tua, kerabat atau saudaranya. Jika tidak diperoleh dari orang tua, kerabat atau saudara ini, dinamakan pelarian pencarian indentitas tersebut akan beralih kelingkungan berikutnya, bisa teman sebaya merupakan teman bermain diluar rumah dan luar sekolah, bisa mempengaruhi remaja baik positif dan negatif. Pergaulan di sekolah yang melibatkan pergaulan siswa dan guru, siswa dengan siswa. Adanya pembiasaan Universitas Sumatera Utara dalam perbuatan baik dan mulia di sekolah, diharapkan bisa memberikan pengaruh positif dalam mempengaruhi perilaku remaja. Lingkungan - Rumah - Sekolah Teman Sebaya - Broken Home - Kesibukan Orang Tua - Hubungan Interpersonal - Pola Asuh Teman Sebaya - Teman Bermain di sekolah - Teman Bermain di sekolah - Kualitas Perilaku Seks Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut WHO 1991 dalam Notoatmodjo 2007.17 2.8.Kerangka Konsep Variabel Independent. Variabel Dependent Lingkungan Keluarga - Broken Home - Kesibukan Orang Tua - Hubungan Interpersonal Perilaku Seks Peer Group - Teman sekolah Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara