II. TELAAH PUSTAKA Jambu air memiliki sebutan nama yang berbeda di negara-negara lain misalnya machom phupa atau chomphu pa (Thailand), tambis (Filipina) serta bell fruit dan water apple (Inggris). Jambu semarang umumnya berperawakan perdu atau pohon, setinggi 5-15 m. Berbatang bengkok dan bercabang rendah. Daun tunggal terletak berhadapan, bertangkai pendek dan menebal 3-5 mm panjangnya. Helaian daun berbentuk lonjong, 10-25 x 5-12 cm, berbau aromatis apabila diremas. Jambu semarang memiliki karangan bunga berbentuk malai di ujung ranting (terminal) atau muncul di ketiak daun (aksial) berisi 3-30 kuntum. Bunga kuning keputihan, dengan banyak benang sari yang mudah berguguran. Tabung kelopak panjangnya 1,5 cm, daun mahkota kuning-putih, bundar sampai bentuk sudip, 1-1,5 cm; panjang benang sari mencapai 3 cm (Verheij & Coronel 1992). Klasifikasi jambu air menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Rosidae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Syzygium Jenis : Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L. M. Perry Menurut Verheij & Coronel (1992), jambu semarang merupakan jambu air besar, buah bertipe buah buni, seperti lonceng dengan lekuk atau alur-alur dangkal membujur di sisinya, besarnya sekitar 3,5-4,5 x 3,5-5,5 cm; di bagian luar mengkilap seperti lilin; merah-kehijauan atau merah-hijau kecoklatan. Daging buah putih, berair, dengan bagian dalam seperti spons, aromatik, manis atau asam manis. Keunggulan bio.unsoed.ac.id utama jambu semarang adalah kandungan airnya yang sangat tinggi perbandingannya sebanyak 93 gram per 100 gram. Buah segar ini bisa menjadi alternatif untuk menghindarkan tubuh dari kerentanan dehindrasi, manfaat air lainnya yaitu sebagai pelarut senyawa kimia agar mudah diserap oleh tubuh dan pengatur suhu tubuh. Selain itu, cairan juga sangat penting untuk membersihkan ginjal dari asam urine dan urea (Tohir, 1983). Hariyanto (2001) menyebutkan bahwa apabila buah jambu dibelah, di dalamnya dapat ditemukan biji atau kosong tanpa biji. Daun jambu semarang secara histologis tersusun atas tiga sistem jaringan yaitu epidermis, mesofil dan jaringan pembuluh. Epidermis merupakan lapisan terluar dari daun, bagian bunga, buah dan biji, serta bagian dari batang sebelum mengalami penebalan sekunder. Sel sel epidermis berbatasan dengan lapisan tipis yang disebut kutikula di sebelah luar. Bagian sebelah dalam epidermis berbatasan dengan jaringan parenkim (palisade dan bunga karang). Kesinambungan epidermis terputus oleh lubang-lubang kecil yaitu stomata yang dibatasi oleh dua sel khas disebut sel penjaga. Tumbuhan memiliki epidermis dengan beragam jumlah, bentuk, struktur, susunan stomata, munculnya trikomata serta ada atau tidak sel-sel khusus yang dimiliki (Fahn, 1995). Tebal dinding sel epidermis setiap tumbuhan berbeda-beda. Dinding sel epidermis yang berbatasan pada bagian luar terdapat penebalan oleh zat kitin sehingga membentuk lapisan kutikula. Lapisan ini membatasi ruang interselular yang membentuk sistem sehingga berhubungan langsung dengan stomata (Sutrian, 2004). Permukaan kutikula bila dilihat dari atas akan menampakkan bentuk kasar, bergerigi, seakan-akan menunjukkan adanya garis-garis (Sutrian, 1992). Cutler (1969) menyatakan bahwa kutikula pada epidermis daun baik permukaan atas maupun bawah merupakan faktor ketahanan struktural tanaman. Fungsi kutikula adalah menghambat terjadinya penetrasi jamur dan mikroorganisme lainnya. Semakin tebal lapisan kutikula daun maka semakin tahan tanaman tersebut terhadap penetrasi patogen. Stomata terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian sel penutup, celah, sel tetangga dan ruang udara dalam (Sutrian, 2004). Stomata bersama-sama sel tetangganya membentuk kompleks. Stomata biasanya ditemukan pada organ daun pada kedua permukaan daun atau hanya dipermukaan sebelah bawah. Sebelah bawah stomata terdapat ruang antar sel yang disebut ruang sub stomata. Ruang ini merupakan salah satu ruang antar sel yang menuju langsung mesofil berfungsi untuk bio.unsoed.ac.id pertukaran gas (Fahn, 1995). Hidayat (1995) menyatakan bahwa perkembangan stomata dimulai saat pembelahan sel epidermis daun selesai, selanjutnya perkembangan akan terus berlanjut hingga daun memanjang dan melebar karena pembesaran sel. Jika jumlah stomata sedikit dalam satu bidang pandang, maka jarak antara stomata akan semakin panjang sedangkan jika jumlah stomata banyak dalam 4 satu bidang pandang, maka jarak antara stomata semakin pendek (Rompas et al., 2011). Struktur daun yang terletak di sebelah dalam epidermis dan merupakan bagian utama dari helaian daun disebut mesofil daun. Mesofil terdiri atas dua jaringan parenkim yaitu parenkim palisade dan parenkim bunga karang. Parenkim palisade mempunyai sel yang khas bentuknya memanjang seperti tongkat dan tersusun sejajar. Susunan sel-sel parenkim palisade dapat tersusun dalam satu lapisan atau lebih serta dapat bervariasi panjang atau pendek sel-selnya. Spesialisasi bentuk parenkim palisade berakibat pada efisiensi fotosintesis daun karena peningkatan jumlah kloroplas. Bila diberi cahaya, kloroplas akan membentuk lapisan tunggal di tepi dinding sel-sel palisade. Sel-sel parenkim bunga karang memiliki bentuk yang beragam, dapat menyerupai parenkim palisade atau memanjang sejajar permukaan daun (Fahn, 1995). Trikoma merupakan bentuk modifikasi sel epidermis yang berbentuk seperti rambut. Trikoma terdapat pada hampir semua organ tumbuhan (pada epidermisnya). Jika dilihat dari susunannya trikoma dibagi menjadi dua, unicellular dan multicellular. Fungsi trikoma bermacam-macam, yaitu mengurangi penguapan yang berlebihan, membantu penyebaran biji, meneruskan rangsang yang berasal dari luar, menyerap air dan garam mineral yang ada di dalam tanah, dan sebagai alat sekresi (Sutrian, 2004). Shukla & Misra (1982) menyatakan bahwa kekerabatan taksonomi adalah kekerabatan fenetik (penampakan) dan filogenetik (evolusi) antar individu. Kekerabatan sering diekspresikan dalam kekerabatan filogenetik saja. Meskipun demikian, konsep taksonomi numerik yang sekarang diterima sangat luas kekerabatan antar individu baik fenetik maupun filogenetik. Sementara itu kekerabatan taksonomi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu fenetik, filogenetik, kladistik, dan kekerabatan kronistik. Kekerabatan taksonomi sudah lazim dipakai bio.unsoed.ac.id dalam pustaka atau artikel yang membahas atau berhubungan dengan taksimetri atau taksonomi numerik. Penelitian tentang keanekaragaman dan hubungan kekerabatan Syzygium berdasarkan morfologi pernah dilakukan oleh Fahrurozi (2012) di Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Dalam penelitiannya Fahrurozi menemukan 1 kultivar Syzygium aqueum yaitu S. aqueum ‘Merah’ dan 5 kultivar Syzygium 5 samarangense yaitu S. samarangense ‘Kaget Merah’, S. samarangense ‘Bangkok’, S. samarangense ’Lonceng’, S. samarangense ‘Camplong’, dan S. samarangense ‘Lilin Hijau’. Sedangkan nilai kekerabatan fenetik yang terdekat yaitu antara S. samarangense ‘Camplong’ dengan S. samarangense ‘Lilin Hijau’ dan S. samarangense ‘Camplong’ dengan S. samarangense ‘Kaget Merah’. Jarak kekerabatan yang paling jauh antara S. aqueum ‘Merah’ dengan S. samarangense ‘Camplong’. Pendekatan anatomi dapat menunjukkan korelasi antara karakter anatomi dan karakter-karakter yang lain, oleh karena itu data ini dapat digunakan untuk menguatkan batasan-batasan takson, terutama untuk bukti-bukti taksonomi seperti karakter morfologi yang masih meragukan. Umumnya karakter anatomi merupakan basis yang dapat diandalkan untuk membedakan jenis (Stone, 1976). bio.unsoed.ac.id 6