Penerapan Pemetaan Schwarz-Christoffel dalam

advertisement
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT UBI JALAR KUNING (Ipomea Batatas L.)
DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine Max Merr) PADA PEMBUATAN SNACK
BAR FORVITA BAGI BALITA GIZI BURUK FASE REHABILITASI
TERHADAP MUTU KIMIA, NILAI ENERGI, MUTU PROTEIN, MUTU FISIK
DAN MUTU ORGANOLEPTIK
Rachmadea Ajeng Tresnani, Maryam Razak dan I Komang Suwita31
Abstrak: Secara nasional, prevalensi underweight di Indonesia pada tahun 2013 adalah 19,6
persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang.
Berdasarkan
fasenya, gizi buruk terbagi menjadi empat tahapan yakni fase stabilisasi, fase transisi, fase
rehabilitasi dan fase tumbuh kejar. Fase rehabilitasi memerlukan pemberian makanan padat
gizi yang tepat agar tumbuh kejar anak dapat tercapai. Snack bar Forvita mengandung energi
dan protein yang cukup tinggi dengan komposisi tepung komposit ubi jalar kuning dan
kecambah kedelai yang memiliki daya cerna yang baik. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (Ipomea batatas l.) dan kecambah
kedelai (Glycine max merr) pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase
rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi, mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik.
Jenis penelitian adalah eksperimen laboratorium dengan desain percobaan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) menggunakan 4 taraf perlakuan yaitu proporsi tepung terigu : tepung
komposit adalah 100 : 0 (P0), 70 : 30 (P1), 60 : 40 (P2), 50 : 50 (P3). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proporsi tepung komposit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, nilai energi, daya patah, warna dan tekstur, namun
berpengaruh tidak signifikan terhadap kadar air, aroma dan rasa snack bar. Taraf perlakuan
terbaik adalah P2 dimana dalam 100 g mengandung nilai energi 507,5 kkal, protein
12,34 g, lemak 27,77 g, karbohidrat 52,05 g, kadar air 6,81 g, dan kadar abu 1,03 g. Mutu
protein snack bar P2 memenuhi standar yakni SAA 100, MC 88,45%, NPU 88,45%, dan
PER teoritis 8,41%. Takaran saji snack bar Forvita yaitu 40 g/hari.
Kata Kunci: Balita Gizi Buruk, Tepung Komposit, Snack Bar, Komposisi Kimia-Fisik, Mutu
Organoleptik
Abstract: Nationally, the prevalence of underweight in Indonesia in 2013 was 19.6 percent,
comprised of 5.7 percent and 13.9 percent malnutrition. Based on the phase, malnutrition is
divided into four stages, namely the stabilization phase, the transition phase, the phase of
rehabilitation and catch-up growth phase. In rehabilitation phase requires the provision of
appropriate nutrient-dense foods that children catch-up growth can be achieved. Snack
bar Forvita contain energy and high protein by composition of yellow sweet potato and
soybean sprouts composite flour which have good absorption. The purpose of this research
was to determine the substitution of sweet potato yellow (Ipomea batatas l.) and soybean
sprouts (Glycine max Merr) composite flour in forvita snack bar for undernutrition children
on rehabilitation phase to chemical quality, energy value, protein quality, physical quality and
organoleptic quality. This research is designed using a laboratory experiment with completely
randomized design (RAL) using 4 levels of treatment that is the proportion of wheat flour
: composite fluor was 100: 0 (P0), 70: 30 (P1), 60: 40 (P2), 50: 50 (P3). The results showed
that the proportion of composite flour have a significant influence on the levels of ash,
protein, fat, carbohydrate, energy value, physical quality, color and texture, but insignificant
influence to water value, the scent and taste of the snack bar. The best level treatment is P2 in
100 g which contains of the energy value 507.5 kcal, protein 12.34 g, fat 27.77 g, the
carbohydrate 52.05 g, water value 6.81 g and ash content of 1.03 g. The quality of protein in
snack bar P2 meet the standard namely SAA 100, MC 88,45 %, NPU 88,45 %, and PER
theoretically 8,41%. The portion of Forvita snack bar namely 40 g/day.
Key words : Toddler Malnutrition, Composite Flour, Snack Bar, Chemical-Physical
Composition, Organoleptic Quality
Rachmadea Ajeng Tresnani, Maryam Razak dan I Komang Suwita adalah Akademisi Jurusan Gizi
Politeknik Kesehatan Malang.
86
87
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
Secara nasional, prevalensi underweight pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri
dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Angka tersebut terlihat
meningkat jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %)
dan tahun 2010 (17,9 %). Untuk mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5 persen
maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1 persen
dalam periode 2013 sampai 2015 (Balitbang Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan fasenya, gizi buruk terbagi menjadi empat tahapan yakni fase
stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tumbuh kejar (Depkes RI, 2009).
Fase rehabilitasi memerlukan pemberian makanan yang tepat agar tumbuh kejar
anak dapat tercapai.
Saat ini pemberian makanan pada fase rehabilitasi masih
menggunakan F100 atau F100 ditambah makanan sapihan padat gizi dengan pemberian
energi 150-220 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gr/kgBB/hari. Bentuk makanan
tambahan yang umum diberikan adalah biskuit dan formula (Farida, 2012).
Makanan sapihan padat gizi diutamakan yang bersumber dari bahan pangan tinggi
kalori, protein dan zat gizi lain yang dibutuhkan serta mudah dicerna oleh gizi buruk
fase rehabilitasi. Indonesia memiliki banyak jenis bahan pangan lokal dengan nilai
produktivitas yang tinggi dan kandungan gizi yang baik seperti ubi jalar kuning dan
kacang kedelai. Kedua bahan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar produk kaya
energi protein yang dapat digunakan sebagai makanan tambahan bagi balita gizi buruk.
Kelebihan ubi jalar kuning adalah kaya akan karbohidrat serta mengandung βkaroten yakni 2.9 µg/100g. Tepung ubi jalar kuning mengandung 37,2% amilopektin
dan 26,8% amilosa. Kandungan amilosa dalam tepung ubi jalar kuning ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung terigu (10,23%). Kelebihan dari kecambah kedelai adalah
memiliki asam lemak essensial (asam linoleat), asam folat, B6, B12 dan Fe yang
diperlukan untuk sistem imunitas tubuh agar berfungsi secara efisien (Winarsi, 2010).
Hal tersebut bermanfaat untuk penderita gizi buruk yang sering mengalami
gangguan mekanisme petahanan tubuh sehingga mudah terjangkit infeksi dan terancam
jiwanya.
Bentuk makanan ringan yang dapat dikembangkan adalah biskuit. Snack bar
adalah jenis biskuit yang berbentuk batang (bar) dan merupakan campuran dari
berbagai bahan seperti sereal, buah-buahan, kacang- kacangan yang diikat satu sama
lain dengan
bantuan agen pengikat. Pada kemasan snack bar umumnya tertera
kandungan karbohidrat 50%-60%, protein 10%-15%, dan kandungan serat pangan
25%-30% (Novita, 2010). Komposisi tersebut didasari oleh konsep gizi seimbang,
sehingga cocok dijadikan sebagai makanan selingan bagi gizi buruk mengingat
bentuknya yang kecil namun padat kalori. Produk snack bar ini diberi nama snack bar
Forvita.
METODE
Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium dengan desain
penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan 4 taraf perlakuan
dengan proporsi Tepung Terigu : Tepung Komposit (Ubi Jalar Kuning dan Kecambah
Kedelai) yaitu : P0 (100 : 0), P1 (70 : 30), P2 (60 : 40), P3 (50 : 50). Masing-masing
taraf perlakuan dilakukan replikasi sebanyak tiga kali sehingga jumlah unit
penelitian adalah 12 unit penelitian (Yitnosumarto, 1993).
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
88
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diguna-kan adalah tepung ubi jalar kuning (rendemen sekitar
25-35%), tepung kecambah
kedelai (rendemen sekitar 50-60%). Kedelai yang
digunakan adalah biji kedelai varietas Argo Wilis dan dikecambahkan selama 24 jam.
Bahan lain adalah tepung terigu, mentega tawar, gula kastor dan kacang merah.
Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar kuning, tepung
kecambah kedelai, dan pengolahan snack bar meliputi triple beam, kompor, peralatan
pengukus, pisau, talenan, sendok, baskom, loyang, oven, blender, ayakan, piring, serta
peralatan untuk analisis kadar protein, lemak, air, dan abu. Jumlah bahan dasar snack
bar per taraf perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah bahan dasar snack bar per taraf perlakuan
Bahan
Tepung terigu
Tepung komposit
Mentega tawar
Gula kastor
Kacang merah
∑ Bahan Masing-masing Taraf Perlakuan (g)
P0
110
85
60
40
P1
77
33
85
60
40
P2
66
44
85
60
40
P3
55
55
85
60
40
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian pendahuluan dilakukan perhitungan nilai energi optimal pada snack
bar hasil substitusi tepung komposit ubi jalar kuning dan tepung kecambah kedelai.
Penetapan proporsi tepung terigu dan tepung komposit didasarkan pada perhitungan
nilai gizi produk akhir snack bar yang dapat memenuhi 10% kebutuhan energi sehari
balita gizi buruk fase rehabilitasi. Kebutuhan energi fase rehabilitasi sebesar 150-220
kkal/porsi, protein 4-6 g/porsi, lemak 3,37,3 g/porsi, dan karbohidrat 26-29,5
g/porsi.
Selanjutnya penelitian utama yakni melakukan pengolahan snack bar, analisis
mutu kimia (karbohidrat, protein, lemak, abu dan air) (Sulaeman,1995), analisis nilai
energi (Faktor Atwater), mutu protein, mutu fisik (uji daya patah dengan alat tensile
strenght), mutu organoleptik terhadap 20 panelis semi terlatih (Soekarto, 1985)
serta penilaian taraf perlakuan terbaik dengan panelis terlatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia
Kadar Air
Kadar air snack bar berkisar antara 6,63 – 9,66 gram/100 gram. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung komposit maka
kadar air snack bar semakin menurun. Penurunan kadar air tiap taraf perlakuan snack
bar forvita bergantung pada kadar air bahan penyusunnya. Kadar air tepung terigu
yakni 12 g/100 g lebih besar dibandingkan kadar air tepung ubi jalar kuning dan
tepung kecambah kedelai yang masing-masing adalah 7,28 g/100 g dan 4,59 g/100 g,
sehingga semakin banyak proporsi tepung komposit, kadar air snack bar semakin
rendah.
Kacang merah juga menyumbang tingginya kadar air snack bar meski proporsinya
pada tiap taraf perlakuan adalah sama. Kacang merah tidak melalui
proses pengeringan atau penepungan melainkan melalui proses perendaman kemudian
dicincang dan dicampur ke dalam adonan, sehingga kadar air snack bar forvita
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
89
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
cenderung lebih tinggi dibanding snack bar komersial lainnya yang menggunakan
buah-buahan kering. Hal ini menyebabkan kadar air snack bar forvita melebihi kadar
air biskuit SNI 01-2973-1992 yaitu maksimum
5 g/100 g. Hasil analisis
statistik Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa proporsi
tepung komposit memberikan pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,44) terhadap
kadar air snack bar.
Kadar Abu
Kadar abu snack bar berkisar antara 0,64 – 1,03 g/100 g bahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung komposit maka kadar abu
snack bar cenderung semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan karena kadar
abu tepung ubi jalar kuning dan tepung kecambah kedelai berturut-turut adalah 5,31
g/100 g, dan 1,30 g/100 g dimana lebih tinggi bila dibandingkan kadar abu tepung
terigu yaitu 0,5 g/100 g. Sitoresmi (2012) menyatakan bahwa pemanasan bahan
pangan yang mengandung mineral pada suhu tinggi akan lebih banyak
menghasilkan abu, sebab abu tersusun oleh mineral. Sejalan dengan pendapat Murray,
dkk (2003), tingginya kandungan abu berarti tinggi pula kandungan unsur-unsur
mineral dalam bahan atau produk pangan. Tingginya unsur mineral pada bahan
penyusun tepung komposit menyebabkan kadar abu semakin meningkat pada taraf
perlakuan P3 dimana proporsi tepung kompositnya lebih banyak.
Kadar abu snack bar tiap taraf perlakuan telah memenuhi persyaratan kadar abu
maksimum biskuit SNI 01-2973-1992 yaitu tidak lebih dari 1,6 g/100 g. Hasil analisis
statistik Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan pengaruh yang
signifikan (p=0,012) terhadap kadar abu snack bar. Analisis lanjut dengan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan kadar abu pada taraf perlakuan P0 berbeda
secara signifikan dengan taraf perlakuan lainnya.
Kadar Protein
Kadar protein Snack Bar berkisar antara 9,44 – 12,36 g/100 g bahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung komposit ubi jalar
kuning dan kecambah kedelai maka kadar protein snack bar semakin meningkat.
Kontribusi protein terbesar dalam snack bar berasal dari tepung kecambah kedelai.
Kadar protein tertinggi adalah pada taraf perlakuan P3 dimana proporsi tepung
kecambah kedelai paling banyak. Kadar protein tepung kecambah kedelai yaitu
40,49 g/100 g lebih tinggi dibanding tepung terigu yaitu 8,9 g/100 g.
Protein pada kedelai memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, serta
daya cerna yang sangat baik. Asam amino lisin dan treonin sangat tinggi. Pada anak
gizi buruk, rendahnya asupan protein menyebabkan perubahan pola asam amino
dalam plasma (kadar asam amino esensial rantai bercabang menurun), penurunan serum
albumin dan transferin serta penurunan jumlah limfosit dalam sirkulasi (Arisman,
2004). Hal ini menyebabkan anak dengan gizi buruk rentan terhadap infeksi. Adanya
protein yang bersumber dari kacang-kacangan dapat membantu memenuhi kebutuhan
asam amino esensial yang dibutuhkan penderita gizi buruk.
Takaran saji snack bar Forvita per porsi adalah 40 g yang dikonsumsi satu
kali dalam sehari sebagai makanan tambahan yang diharapkan dapat memenuhi 10%
kebutuhan anak gizi buruk fase rehabilitasi.
Hasil kadar protein snack bar per
porsi berkisar antara 3,78 – 4,94 g/porsi dimana telah memenuhi persyaratan minimum
kebutuhan protein anak gizi buruk fase rehabilitasi yaitu minimum 4 g/porsi, sedangkan
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
90
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
apabila dibandingkan dengan syarat mutu SNI, kadar protein snack bar telah memenuhi
persyaratan minimum kadar protein biskuit SNI 01-2973-1992 yaitu minimal 9 g/100
g.
Kadar Lemak
Kadar lemak snack bar berkisar antara 24,70 – 27,77 g/100 g bahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung komposit ubi jalar
kuning dan kecambah kedelai maka kadar lemak snack bar semakin meningkat. Selain
sebagai sumber protein, tepung kecambah kedelai juga merupakan sumber lemak.
Kadar lemak tepung kecambah kedelai lebih tinggi dibanding kadar lemak tepung terigu
yakni masing-masing 20,49 g/100 g dan 1,4 g/100 g, sehingga semakin banyak
proporsi tepung komposit maka kadar lemak snack bar semakin meningkat.
Hasil
analisis
statistik
Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa proporsi tepung komposit memberikan pengaruh yang signifikan
(p = 0,008) terhadap kadar lemak snack bar.
Kadar lemak snack bar berkisar antara 9,88 – 11,1 g /porsi dimana telah memenuhi
persyaratan minimum kebutuhan lemak anak gizi buruk fase rehabilitasi yaitu 3,3 g.
Apabila dibandingkan dengan syarat mutu biskuit SNI 01-2973-1992 telah memenuhi
kadar lemak minimum yaitu 9,5 g/100 g.
Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat snack bar berkisar antara 52,05 – 55,56 g/100 g. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi komposit ubi jalar kuning dan kecambah
kedelai maka kadar karbohidrat snack bar cenderung semakin menurun. Penurunan
kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kadar air, abu, protein, dan lemak snack bar. Kadar
karbohidrat suatu bahan berbanding terbalik dengan kadar zat gizi lainnya. Semakin
tinggi nilai seluruh atau salah satu dari zat gizi tersebut maka kadar karbohidrat akan
menjadi lebih rendah.
Kadar karbohidrat snack bar per penyajian berkisar antara 20,82 – 22,20 g/porsi
dimana belum memenuhi standar kebutuhan lemak pada gizi buruk fase rehabilitasi
yaitu minimum 26 g/porsi. Kadar karbohidrat minimum biskuit yang ditetapkan
dalam SNI 01-2973-1992 adalah 70 g/100 g, kadar karbohidrat snack bar forvita
berkisar antara 52,05 –55, 56 g/100 g dimana juga belum memenuhi standar yang
ditetapkan oleh SNI.
Hasil
analisis
statistik
Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa proporsi tepung komposit memberikan pengaruh yang signifikan
(p = 0,044) terhadap kadar karbohidrat snack bar.
Hal ini menunjukan bahwa
kadar karbohidrat snack bar tiap taraf perlakuan relatif berbeda. Lebih lanjut, analisis
Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa taraf perlakuan P 0
berbeda secara nyata dengan taraf perlakuan lainnya.
Nilai Energi
Nilai energi snack bar berkisar antara 482 – 507 Kalori/100 g. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi komposit ubi jalar kuning dan kecambah
kedelai maka nilai energi snack bar semakin meningkat. Kadar lemak dan protein dapat
berpengaruh terhadap peningkatan nilai energi snack bar. Sejalan dengan pernyataan
Almatsier (2009), bahwa kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan
makanan dapat menentukan nilai energinya.
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
91
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
Nilai energi snack bar berkisar antara 192,9 – 202,98 kkal/porsi diamana telah
memenuhi standar minimum kebutuhan gizi buruk fase rehabilitasi yaitu minimum 150
– 220 kkal/porsi. Nilai energi minimum SNI bagi golongan biskuit yang telah ditetapkan
yaitu 400 kalori/100 gram, maka nilai energi snack bar yang berkisar antara 482,3 –
507,5 g/100 g juga telah memenuhi standar.
Hasil
analisis
statistik
Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa proporsi tepung komposit ubi jalar kuning dan kecambah kedelai
memberikan pengaruh yang signifikan (p = 0,006) terhadap nilai energi snack bar.
Analisis lebih lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan nilai
energi taraf perlakuan P0 berbeda secara signifikan dengan taraf perlakuan lainnya.
Mutu Protein
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa SAA snack bar tergolong tinggi dan
lengkap yaitu setara dengan protein senilai telur (PST) yaitu 100 dan semakin
tinggi proporsi tepung kecambah kedelai, maka semakin rendah asam amino metionin
dan sistein (AA pembatas) dan semakin tinggi asam amino lisin dan treonin. Hal ini
sesuai dengan pendapat Astawan (2009) bahwa kualitas protein kedelai hampir
menyamai protein daging sapi atau telur. Nilai NPU snack bar pada semua taraf
perlakuan tergolong tinggi yaitu
88,3 –89,2 %. Kategori tinggi apabila nilai
NPU bahan makanan lebih dari 70 % (Almatsier, 2009). Peningkatan proporsi
tepung komposit berbanding terbalik dengan nilai NPU snack bar, hal ini dipengaruhi
oleh skor asam amino yang dikandung oleh bahan dan nilai mutu cernanya yang juga
cenderung menurun, namun demikian nilai NPU snack bar memenuhi standar minimum
nilai NPU, sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih dari 70 % protein snack bar dapat
dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh.
Mutu cerna semua taraf perlakuan berkisar antara 88,3 – 89,2 % dimana telah
berada diatas standar yang ditetapkan Hardinsyah (1989) yaitu minimal 85%. Nilai PER
digunakan untuk mengukur mutu biologis dan mutu gizi protein, yaitu mengukur
kemampuan suatu protein berdasarkan campuran asam-asam amino yang dapat
meningkatkan sintesis jaringan, memelihara jaringan dan fungsi tubuh (Muchtadi,
2010). Nilai PER teoritis berkisar 7,13 – 8,41 dimana seluruh taraf perlakuan
memenuhi nilai minimum PER yang dianjurkan bagi balita yaitu 4,5 dan dapat
disimpulkan bahwa protein yang terkandung dalam produk snack bar forvita
mampu digunakan untuk memperbaiki jaringan tubuh balita gizi buruk fase rehabilitasi.
Mutu Fisik
Hasil analisis uji daya patah snack bar berkisar antara 4,20 – 9,13 N/cm2.
Hasil ini menunjukan bahwa taraf perlakuan P0 memiliki nilai daya patah tertinggi dan
menurun nilainya pada P3. Tingginya nilai daya patah berarti menunjukkan bahwa
biskuit sulit untuk patah (keras). Menurut Wiratama,dkk (2010) dalam Jauriah (2013),
daya patah dapat dipengaruhi oleh persentase kadar air, bahan pengikat, dan karateristik
bahan baku yang digunakan. Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah
daya patah yang dihasilkan karena tesktur snack bar menjadi lebih lembut atau
lembek. Hal ini dapat disimpulkan bahwa daya patah berbanding terbalik dengan kadar
air. Bertentangan dengan hasil penelitian, dimana kadar air snack bar berbanding lurus
dengan nilai daya patah, seperti pada taraf perlakuan P 0 yang memiliki kadar air
tertinggi dibanding taraf perlakuan lainnya dan memiliki nilai daya patah tertinggi
dibanding taraf perlakuan lainnya. Hasil penelitian snack bar tinggi serat oleh
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
92
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
Onwulata, dkk (2000) dalam Jauhariah (2013) menunjukkan semakin rendah nilai daya
patah maka semakin kecil usaha atau gaya yang dikeluarkan untuk mematahkan
produk snack bar.
Kelemahan pengukuran daya patah snack bar adalah tidak sama ratanya
tebal dan tekstur snack bar, seperti yang dijelaskan dalam penelitian Jauhariah (2013),
dimana peneliti sulit menata komponen snack bar yang terdiri dari beras sehingga
mempengaruhi keseragaman nilai daya patah. Pernyataan tersebut mendukung
penyebab hasil penelitian daya patah snack bar yang cenderung berlawanan dengan teori
yaitu kelemahan peneliti dalam menyamaratakan tebal snack bar. Peneliti tidak
menggunakan alat atau cetakan khusus untuk menyamaratakan ketebalan snack bar.
Hasil analisis statistik Oneway Anova pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa penambahan tepung komposit memberikan pengaruh yang signifikan (p =
0,020) terhadaps penurunan daya patah snack bar. Berdasarkan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa proporsi 70 : 30 (P1), proporsi 60 :
40 (P2) dan 50 : 50 (P3) tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p = 0,378).
Mutu Organoleptik
Warna
Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berkisar antara 25 – 75% untuk kategori
suka dan 15 – 30 % untuk kategori sangat suka. Hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa
modus tingkat kesukaan terhadap warna snack bar adalah tidak suka (2) hingga
suka (3). Tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack bar meningkat seiring dengan
meningkatnya proporsi tepung komposit. Peningkatan proporsi tepung komposit ubi
jalar dan kecambah kedelai menghasilkan snack bar dengan warna yang lebih
kecoklatan. Warna snack bar pada taraf perlakuan P3 cenderung lebih gelap
dikarenakan adanya reaksi non enzimatis yaitu reaksi maillard. Reaksi Maillard ini
merupakan hasil browning non enzimatis antara asam amino lisin pada tepung kecambah
kedelai dengan gugus gula pereduksi hasil hidrolisis yang terdapat pada tepung ubi
jalar kuning dalam suasana panas sehingga menyebabkan warna bahan makanan menjadi
kecoklatan (Cauvin, 2003 dalam Zulfa, 2013).
Adanya gula reduksi dalam bahan penyusun mendukung terjadinya reaksi tersebut.
Kandungan gula reduksi dalam ubi jalar kuning sebesar 0,11 g/100 g dan kecambah
kedelai sebesar 0,0001 g/100 g (Widodo, 2010), sehingga semakin meningkat proporsi
tepung komposit, semakin gelap warna snack bar yang dihasilkan.
Hasil analisis statistik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa proporsi tepung komposit ubi jalar kuning dan kecambah kedelai menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p = 0,024) terhadap warna snack bar. Warna yang lebih
gelap ini cenderung lebih disukai.
Hasil uji lanjut Mann Whitney menunjukkan
perbedaan warna snack bar yang signifikan pada taraf perlakuan P0 dengan P2 yaitu
p=0,021 dan taraf perlakuan P 0 d e n g a n P 3 y a i t u p = 0 , 0 0 5 , s e d a n g k a n t a r a f
perlakuan lainnya tidak signifikan.
Aroma
Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma berkisar antara 35 – 60% untuk kategori
suka dan 30 – 60% untuk kategori sangat suka. Tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma snack bar cenderung meningkat seiring dengan peningkatan proporsi tepung
komposit ubi jalar kuning dan kecambah kedelai.
Aroma yang
timbul adalah
aroma khas cake yang gurih, aroma kacang merah dan aroma langu pada snack bar yang
berasal dari tepung kecambah kedelai. Aroma langu semakin tajam pada snack bar
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
93
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
dengan proporsi tepung kecambah kedelai yang paling tinggi yaitu pada taraf perlakuan
P 3 namun aroma ini semakin disukai oleh panelis. Aroma langu disebabkan adanya
aktivitas enzim lipoksigenase yang terdapat pada kedelai.
Aroma langu muncul
terutama pada waktu pengolahan, yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dalam lemak
kedelai. Pada saat penghancuran kedelai, enzim lipoksigenase segera mengkatalisis
reaksi asam lemak tak jenuh terutama asam lemak linoleat dan linolenat yang
mengakibatkan pembentukan asam dan bau langu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).
Hasil analisis statistik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa proporsi tepung komposit memberikan pengaruh yang tidak signifikan (p
= 0,213) terhadap aroma snack bar. Hal ini menunjukkan bahwa aroma snack bar
pada tiap taraf perlakuan relatif sama.
Rasa
Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa berkisar antara 35 – 70% untuk kategori
suka dan 20 – 50% untuk kategori sangat suka. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
snack bar cenderung meningkat seiring dengan peningkatan proporsi tepung komposit
ubi jalar kuning dan kecambah kedelai. Hal ini dikarenakan semakin tinggi proporsi
tepung komposit, rasa snack bar cenderung lebih manis dan gurih sehingga cenderung
lebih disukai oleh panelis.
Rasa manis snack bar timbul karena adanya tepung ubi jalar kuning yang juga
menambah rasa manis selain dari gula pasir, sedangkan rasa gurih timbul oleh adanya
tepung kecambah kedelai yang memiliki kadar lemak lebih tinggi dari tepung terigu
yakni masing- masing 24,09 g/100 g dan 1,3 g/100 g.
Menurut Winarno (2004), penambahan lemak dimaksudkan untuk meningkatkan
kalori serta memperbaiki tekstur, dan citarasa bahan pangan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Muchtadi (2010) bahwa salah satu fungsi lemak dalam makanan adalah
untuk meningkatkan palatabilitas (rasa enak, lezat) dimana sebagian besar senyawa atau
zat yang bertanggungjawab terhadap flavor makanan bersifat larut dalam lemak.
Hasil analisis statistik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa proporsi tepung komposit ubi jalar kuning dan kecambah
kedelai memberikan pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,229) terhadap rasa snack
bar. Hal ini menunjukkan bahwa rasa snack bar pada tiap taraf perlakuan relatif sama.
Tekstur
Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur berkisar antara 30 – 55% untuk
kategori suka dan 10 – 35% untuk kategori sangat suka. Tingkat kesukaan panelis
terhadap tekstur snack bar cenderung meningkat seiring dengan peningkatan proporsi
tepung komposit ubi jalar kuning dan kecambah kedelai. Peningkatan proporsi tepung
komposit menjadikan tekstur snack bar menjadi lebih keras tetapi lebih disukai panelis
dibanding tekstur snack bar yang lebih lembut pada taraf perlakuan P 0. Hal ini berarti
bahwa tingkat kekerasan snack bar masih dapat diterima panelis.
Hasil analisis statistik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa proporsi tepung komposit ubi jalar kuning dan kecambah kedelai memberikan
pengaruh yang signifikan (p = 0,018) terhadap tekstur snack bar. Hal ini menunjukan
bahwa tekstur snack bar pada tiap taraf perlakuan relatif berbeda. Hasil uji lanjut
Mann Whitney menunjukkan perbedaan warna snack bar yang signifikan pada taraf
perlakuan P0 dengan P2 yaitu p=0,005 dan taraf perlakuan P0 dengan P3 yaitu
p = 0,027 sedangkan taraf perlakuan lainnya menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan.
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
94
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
Taraf Perlakuan Terbaik
Taraf perlakuan terbaik dicapai oleh snack bar pada taraf perlakuan P2 dengan
proporsi tepung terigu dan tepung komposit sebesar 60:40. karakteristik nilai energi
dan mutu kimia snack bar pada taraf perlakuan P2
sebagian besar telah
memenuhi syarat mutu biskuit SNI 01-2973-1992 kecuali kadar air dan karbohidrat
yang belum sesuai syarat mutu. Kepadatan energi dalam makanan dibutuhkan oleh
penderita gizi buruk dalam memenuhi kebutuhannya demi mencegah hiperkatabolisme
yang lebih berarti, sejalan dengan pendapat Murray (2003), bahwa penderita gizi buruk
sangat rentan terhadap penyakit infeksi dan akan memperburuk keadaan lebih lanjut
dengan menimbulkan kebutuhan metabolik yang lebih tinggi, misalnya melalui panas
atau demam.
Kebutuhan energi bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi adalah 150-220
kkal/kgBB. Makanan tambahan memberikan sumbangan energi sebesar 10% dari
kebutuhan (Almatsier, 2009). Snack bar hasil substitusi tepung komposit ubi jalar
kuning dan kecambah kedelai setiap 1 gram nya memberikan sumbangan energi 4,825,07 Kalori, sehingga untuk memenuhi 10% kebutuhan energi gizi buruk fase
rehabilitasi diberikan sebesar 40 gram snack bar per hari.
KESIMPULAN
Peningkatan proporsi tepung komposit memberikan pengaruh yang tidak signifikan
terhadap penurunan kadar air, tingkat kesukaan aroma dan rasa snack bar, namun
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kadar abu, protein, lemak, nilai energi,
penurunan karbohidrat dan daya patah snack bar serta tingkat kesukaan warna
dan tekstur snack bar. Mutu protein snack bar diantaranya skor asam amino (SAA)
tergolong tinggi yaitu 100, NPU teoritis yakni >70%, mutu cerna teoritis yaitu >85%,
dan protein energi ratio (PER) yaitu >4,5. Taraf perlakuan P2 merupakan taraf
perlakuan terbaik untuk menjadi snack bar forvita bagi anak gizi buruk fase rehabilitasi
dengan nilai energi 507,47 kkal/100 g, protein 12,34 g/100 g, lemak 27,77 g/100
g, dan karbohidrat 52,05 g/100 g.
Saran
Dalam pembuatan snack bar forvita perlu menggunakan cetakan snack bar
dengan ukuran yang sama untuk menyeragamkan bentuk agar daya patah yang
dihasilkan cenderung menggambarkan hasil yang sebenarnya. Dilakukan uji daya
simpan produk untuk mengetahui berapa lama daya simpannya produk snack bar
Forvita.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.
Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya
: Jakarta.
Badan Standar Nasional (BSN). 1992. SNI 01-2973-1992: Biskuit. Jakarta : BSN
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Depkes
RI.
2009.
Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk Jilid I.
http://gizi.depkes.go.id/wpcontent/u ploads/2012/05/BukuGiziBurukI20 09.pdf.
Diakses tanggal 3 Mei 2015.
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
95
JURNAL ILMIAH - VIDYA , Vol. 25 No. 1
Farida Fitriyanti. 2012. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
Terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk di Dinas Kesehatan Kota Semarang.
Journal of Nutrition College, 4 (3) : 861.
Hardinsyah & D. Martianto. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein
serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga, Institut Pertanian Bogor, Wirasari : Jakarta.
Jauhariah Durotul. 2013. Snack Bar Rendah Fosfor dan Protein Berbasis Produk Olahan
Beras. Artikel Penelitian. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Muchtadi, D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung : Alfabeta.
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayes, P.A., Rodwell, V. W. 2003. Biokimia
Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC
Novita,
N.
2010.
Energi
Bar
Bukan
Makanan
Ajaib.
http://www.feminaonline.com/issue/issue Diakses pada 1 Juni 2015.
Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1984. Tofu and Soymilk Production, Second Edition.
Soyfoods Center Lafayette. California
Sitoresmi, Kadesti M.A. 2012. Pengaruh Lama Pemanggangan dan Ukuran Tebal
Tempe Terhadap Komposisi Proksimat Tempe Kedelai. Jurnal Publikasi.
Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik Jakarta: Bhratara aksara.
Sulaeman, A, dkk. 1995. Metode Analisis Mutu kimia dan Komponen Kimia Lainnya
dalam Makanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Winarsi, Heri. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi Kesehatan.
Yogyakarta: Kanisius.
Wiratama, dkk. 2010. PKMP : Formulasi Produk Esktrusi Berbahan Dasar Sorgum :
snack sehat, kaya serat dan antioksidan. Bogor : Ilmu Teknologi Pangan
IPB,
Yitnosumarto.suntoyo, 1993. Percobaan Perancangan Analisa dan Interprestasi, Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Zulfa, N. I. 2013. Nilai Cerna Protein In Vitro dan Organoleptik MP-ASI Biskuit Bayi
dengan Substitusi Tepung Kedelai, Tepung Ubi Jalar Kuning dan Pati Garut.
Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang
Substitusi tepung komposit ubi jalar kuning (ipomea batatas l.) Dan kecambah kedelai (glycine max merr)
pada pembuatan snack bar forvita bagi balita gizi buruk fase rehabilitasi terhadap mutu kimia, nilai energi,
mutu protein, mutu fisik dan mutu organoleptik
Download