BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian 1. Nyeri Menurut International Association for The Study of Pain (IASP), nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi. Nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi (Price and Lorraine, 2005). Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau gambaran adanya kerusakan (Herdman, 2012). Intensitas nyeri seseorang dapat diketahui dari alat-alat pengkajian yang digunakan pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). 7 Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 2. Benigna Prostat Hiperplasia Benigna Prostat Hiperplasia dahulu disebut juga sebagai Hipertrophi Prostat jinak Benign Prostate Hypertrophy (BPH). Istilah hipertrofi sebenarny kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli keprefier dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000). Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, memandang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium urethra dan biasa terjadi pada banyak pasien dengan usia diatas 50 tahun (Smeltzer, dan Bare, 2002). Pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, et al, 1999). Empat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar praam,yang mengalami pembesaran progresif yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan merupakan pertumbuhan dari nodula-nodula fibroadenometosa majemuk dalam prostat sehingga menyumbat aliran urine dengan menutupi orifishas urethra dan biasanya terjadi pada usia di atas 50 tahun. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 B. Anatomi dan Fisiologi Gbr. 1.1 sistem perkemihan (Guyton A. C, 1996) 1. Ginjal a. Pengertian Ginjal Ginjal adalah organ eksresi dalam vatebrata yang berbentuk mirip kacang, sebagai bagian dari sistem urin. Ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal mengatur pH, Konsistensi ion mineral dan komposisi air dalam darah. Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil (Guyton A C, 1996). b. Fungsi Ginjal 1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun 2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh 4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. c. Struktur Ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibanding cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk komkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfi, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urine yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. 2. Urether Ureter terdiri dari dua saluran pria yang menghubungkan ginjal dan saluran kemih (vasika urinaria). Panjang ureter 25-30 cm, dengan diameter 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dan rongga pelvik. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 Dinding ureter terdiri dari tiga lapis, yaitu: a. Lapisan luar terdiri dari jaringan fibrous. b. Lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos c. Lapisan dalam terdiri dari lapisan mukosa yang merupakan membran epitel transisional. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik selama 5 menit sekali yang mendorong urine, dieksresikan ginjal melalui ureter dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk kedalam kandung kemih. Ureter tidak mempunyai spingter tetapi beberapa oblique berfungsi sebagai spingter untuk mencegah aliran balik dari kandung kemih ke ureter (Long, 2002). 3. Kandung Kemih Kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Kandung emih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi otot polos yang kuat yang dapat berkontraksi dan relaksasi. Kandung kemih merupakan reservoar sebelum urine dikeluarkan, kemampuan kandung kemih dalam menampung urine dapat mencapai 500 cc atau lebih, hal ini dipengaruhi oleh kondisi kandung kemih dan posisi tubuh. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 Organ kandung kemih terbagi atas a. Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesicel yang terisi oleh jaringan ikat duktus deverent, vesika seminalis dan prostat. b. Korpus, yaitu bagian antara vartek dan fundus. c. Carteks, bagian yang runcing ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis. 4. Urethra Urethra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi untuk menyalurkan atau mengeluaran urine keluar. Urethra Pada laki-laki berjalan berkelok-kelok melalui tengahtengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis. Panjang urethra laki-laki 17-20 cm. Urethra pada laki-laki terdiri dari: a. Lapisan Mukosa (lapisan dalam) b. Lapisan submukosa Urethra memiliki spingter yang mengatur keluarnya urine, terdiri atas spingter ekstrnus dan internus, Pada pria spingter internus berperan dalam mencegah urine bercampur dengan semen pada saat ejakulasi. Spingter eksternus berperan dalam proses miksi. (Long, 2002) Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 5. Kelenjar Prostat Kelenjar prostat terletak tepat di bawah buli-buli dan mengitari urethra. Bagian bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari dengan panjang sekitar 3cm, lebar 4 cm, dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma penyangga dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.(Long, 2002) Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah peradangan (prostatitis). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas tidak memegang peranan penting pada reproduksi tetap lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran urine. Kelainan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut. C. Etiologi Etiologi BPH sampai sekarang belum jelas namun terdapat faktor resiko umum dan hormone androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.(Mansjoer, 2000). Etiologi yang belum jelas menimbulkan hipotesa yang berbedabeda sebagai hiperpiasia prostat, menurut Sjamsoehidajat dan Jong tahun 1998, etiologi dari BPH adalah: 1. Teori Dehidrotestoteron menyatakan bahwa peningkat 5 alfa rduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia. 2. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut. 3. Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat 4. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati. 5. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel strom dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan. D. Patofisiologi Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) dalam Purnomo (2000), membagi Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra. Sjamsuhidajat dan de Jong (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Oleh karena itu pembesaran prostat terjadi secara perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahanlahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis (Purnomo, 2000). Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 16 (Guyton A. C, 1996) Gbr. 2.2 Gambar Pembesaran Prostat A. Prostat normal ; 1.uretra 2.kelenjar periuretra 3.kelenjar prostat, B. Hiperplasi prostat ; 1.uretra yg terjepit 2.periuretra yang hiperplasi 3.kelenjar asli prostat yang tertekan menjadi seperti simpai (simpai prostat) (Furqan, 2003). Tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin (Purnomo, 2000). Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 Menurut Mansjoer, dkk (2000) pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria). Produksi urin yang terus diproduksi, maka satu saat ketika vesica urinaria tidak mampu lagi menampung urin, maka akan terjadi tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesika urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Menurut Mansjoer, dkk (2000), patofisiologi dari masing-masing gejala adalah: 1. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari Benign Prostatic Hyperplasia 2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan retensi uretra. 3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli. 4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek. 5. Frekuensi terlebih terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur. 6. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada biasanya disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter. 7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan sfingter. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 E. Klasifikasi Nyeri Menurut Tamsuri (2007), klasifikasi nyeri dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Klasifikasi nyeri berdasarkan awitan a. Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu daeri 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan. Umumnya terjadi pada cefera, penyakit akut, atau pembedahan dengan awitan cepat. Dapat hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan sermbuh. b. Nyeri Kronis Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan. Umumnya timbul tidak teratur, intermiten, atau bahkan persisten. Nyeri kronis dapat mernyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi. Nyeri ini dapat menimbulkan kelelahan mental dan disik. 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dibedakan menjadi 6 yaitu: a. Nyeri superficial Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperrti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Mermiliki durasi pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 b. Nyeri somatic Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong, umumnya bersidat tumpul dan stimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia. c. Nyeri viseral Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal, durasinya cukup lama, dan sensasi yang timbul biasanya tumpul. d. Nyeri sebar (radiasi) sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri dapat bersidat intermiten atau konstan. e. Nyeri fantom Nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang mengalami amputasi. f. Nyeri alih Nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada brberapa tempat atau lokasi. 3. Klasifikasi nyeri berdasarkan organ Berdasarkan tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokan dalam: a. Nyeri organik Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan organ. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 b. Nyeri neurogenik Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neurologi. c. Nyeri psikogenik Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psiokologis. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 F. Pathways Kelainan kongenital Traumatik Infeksi Lesi Pada Epitel / Putusnya Kontinuitas pd Uretra Reaksi Peradangan / reaksi fibroblastik Reaksi Fibroblastik Meningkat Penyumbatan Penyempitan Gangguan Eliminasi Urin Tanda-tanda retensi urine Tindakan operasi Resiko Infeksi Cemas Nyeri Gangguan Pola Tidur Gambar 3.1 Pathway dan perumusan diagnosa keperawatan (Smeltzer & Bare, 2002). dan (Wilkinson & Ahern, 2012) Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 G. Tanda dan Gejala Gambaran klinik yang sering terjadi pada klien Benigna Prostat Hiperplasia menurut Mansjoer (2000), terbagi dalam derajat yang berbeda,yaitu : 1. Gejala Obstruktif: a. Mengedan untuk miksi b. Miksi terputus karena destruksor buli tidak mampu mempertahankan kontraksi yang cukup adekuat hingga akhir miksi. c. Miksi menetes. d. Pancaran urin lemah, hal ini akibat dari uretra prostatika yang menyempit. e. Menunggu saat permulaan miksi, diakibatkan karena destruktor buli yang melemah dan membutuhkan waktu untuk berkontraksi. f. Miksi tidak lampias. 2. Gejala Iriatif a. Sering miksi pada malam hari. b. Rasa terdesak untuk miksi, biasanya terjadi dari hiperaktivitas dan hiperiritabilitas buli-buli. c. Rasa nyeri waktu miksi akibat infeksi atau batu sebagai statis urin serng miksi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna menyebabkan memendekan interval miksi, perangsangan buli-buli untuk kontraksi oleh pembesaran prostat, meningkatnya daya Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 rangsang dan melemahnya tonus spingter terutama pada malam hari. H. Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2003), pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosa striktur uretra adalah: 1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. 2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, E. coli. 3. BUN/kreatin : meningkat 4. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto bipolar (sisto) uretrografi. 5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi 6. Uretroskopi : untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra I. Penatalaksanaan Umum Pada pasien yang datang dengan retensio urin harus dilakukan sistostomi kemudian baru dilakukan pemeriksaan uretrografi untuk mengetahui adanya striktur uretra. Pada pasien dengan infiltrat urin atau abses dilakukan insisi, sistostomi, baru kemudian dilakukan uretrografi. Bila panjang striktur lebih dari 2 cm atau terdapat fistula uretrokutan, atau residif, dapat dilakukan uretroplasty. Bila panjang striktur kurang dari 2 cm dan tidak ada fistel maka dilakukan bedah Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 endoskopi dengan alat Sachse. Untuk striktur uretra anterior dapat dilakukan otis uretrotomie. Pada wanita pengobatannya dengan dilatasi, bila cara gagal bisa dilakukan otis uretrotomie (Mansjoer, dkk, 2000). J. Diagnosa Keperawatan Pre operasi 1. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. 2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyumbatan Post operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (tindakan pembedahan).. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan paparan patogen penyebab infeksi. 3. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri post operasi. K. Fokus intervensi Intervensi menurut Mc.Closkey dan Bulecheck (2000) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain: Sebelum operasi 1. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil (NOC) : a. Klien melaporkan cemas menurun / berkurang. Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 b. Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas. c. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (tachikardi, tacypne, ekspresi). d. Gunakan pendekatan dan sentuhan (permisi) verbalisasi untuk meyakinkan pasien. e. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan. Intervensi (NIC) : a. Gunakan pendekatan yang menenangkan. b. Jelaskan semua proedur dan apa yang dirasakan selama prosedur. c. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut. d. Berikan mengenai informasi diagnosis, tindakan dan prognosis. e. Dorong keluarga untuk menemani. f. Dengarkan dengan penuh perhatian. g. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan. h. Dorong pasien mengungkapkan perasaan. i. Intrsuksikan pasien menggunakan teknik relaksasi. j. Beri obat untuk mengurangi kecemasan. Keterangan penilaian skala NOC : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 5. Selalu menunjukkan 2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyumbatan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3x24 jam diharapkan eliminasi urin normal dan tidak terjadi retensi urin. Kriteria hasil (NOC): a. Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi. b. Klien menunjukkan perilaku yang mengontrol kandung kemih. c. Tidak terdapat bekuan darah sehingga urin lancar lewat kateter. Intervensi : a. Kaji output urine dan karakteristiknya. b. Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama. c. Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter. d. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi. e. Setelah kateter diangkat pantau waktu, jumlah urine, dan ukuran aliran. Keterangan penilaian skala NOC : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Selalu menunjukkan Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 Setelah Operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (tindakan pembedahan). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil (NOC) : a. Klien melaporkan nyeri hilang, terkontrol. b. Ekspresi wajah klien relaks. c. Klien mampu untuk beristirahat dengan cukup. d. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi (NIC) : a. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi durasi, frekuensi dan skala nyeri. b. Ajarkan teknik non farmakologik untuk mengurangi nyeri (nafas dalam, relaksasi dan distraksi). c. Posisikan dalam posisi yang nyaman. d. Observasi tanda-tanda vital. e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik. Keterangan penilaian skala NOC : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 5. Selalu menunjukkan 2. Resiko infeksi berhubungan dengan paparan patogen penyebab infeksi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil (NOC) : a. Klien tidak mengalami infeksi. b. Dapat mencapai waktu penyembuhan. c. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi (NIC) : a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. b. Observasi dan laporkan tanda gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya fungsiolaesa. c. Tingkatkan intake cairan. d. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. e. Pastikan teknik perawatan luka dengan tepat. f. Berikan terapi antibiotik sesuai instruksi. Keterangan penilaian skala NOC : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013 5. Selalu menunjukkan 3. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri post operasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan tidur dan istirahat dapat terpenuhi. Kriteria Hasil (NOC) : a. Klien mampu istirahat/tidur dengan waktu yang cukup. b. Klien mengungkapkan sudah bisa tidur. c. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur. Intervensi (NIC) : a. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur atau istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya. b. Ciptakan suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan. c. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemih sebelum tidur. d. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein. Keterangan penilaian skala NOC : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Selalu menunjuk Asuhan keperawatan Pada..., PRIYATMOKO AGUS NUGROHO, Fakultas Imu Kesehatan UMP, 2013