BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang merah Kacang merah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kacang merah
Kacang merah (Phaseolus vulgaris L) termasuk dalam Famili
Leguminoseae alias polong-polongan. Satu keluarga dengan kacang
hijau, kacang kedelai dan kacang tolo. Kacang merah mudah didapatkan
karena sudah ditanam di seluruh propinsi di Indonesia. Daerah sentral
penghasil kacang merah adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur (Rukmana, 1998).
Menurut Afriansyah (2007) kacang merah kering merupakan
sumber
karbohidrat kompleks, serat, vitamin B (terutama asam folat dan vitamin
B1), kalsium, fosfor, zat besi dan protein.
Kacang merah merupakan sumber serat yang baik. Setiap 100
gram kacang merah kering menyediakan serat sekitar 24 gram, yang
terdiri dari campuran serat larut dan tidak larut air. Serat larut dapat
menurunkan konsentrasi kolesterol dan gula darah. (Afriansyah, 2007).
Kacang
merah
juga
merupakan
salah
satu
jenis
kacang
yang
mengandung senyawa bioaktif polifenol dalam bentuk prosianidin sekitar
7%-9% terutama pada kulitnya. Polifenol mempunyai aktivitas antibakteri
yaitu menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Anonim, 2007).
Kacang merah termasuk salah satu jenis sayuran yang mudah
mengalami kerusakan setelah pemanenan baik kerusakan fisik, mekanis,
maupun mikrobiologis (Aprawardhanu, 2012). Oleh karena itu perlu
dilakukan proses pengolahan pada bahan untuk memperpanjang masa
simpan. Untuk memperpanjang masa simpan kacang merah dimasyarakat
umumnya
hanya
dilakukan
pengeringan
dengan
sinar
matahari.
Pengolahan lebih lanjut dari kacang merah belum banyak dikembangkan.
Sehingga pemanfaatan kacang merah belum optimal. Nilai gizi kacang
merah dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Nilai Gizi Kacang Merah per 100 Gram Bahan
Zat Gizi
Proksimat
Air
Energi
Energi
Protein
Lemak
Abu
Karbohidrat
Serat
Mineral
Kalsium, Ca
Besi, Fe
Magnesium, Mg
Phospor, P
Kalium, K
Natrium Na
Seng, Zn
Tembaga, Cu
Mangan, Mn
Selenium, Se
Vitamin
Vitamin C
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Asam pantotenat
Vitamin B-6
Folat (total)
Vitamin B-12
Vitamin A, IU
Satuan
Nilai per 100 g
g
Kkal
KJ
g
g
g
g
g
11,75
330
1381
24,37
0.25
3,83
59,80
24,9
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
µg
195
9,35
160
405
1490
11
2,25
1,100
1,000
3,2
mg
mg
mg
mg
mg
mg
µg
µg
IU
4,5
0,529
0,219
2,060
0,780
0,397
394
0,00
8
Sumber : USDA, 2007
B. Minuman serbuk
Dalam
menggunakan
proses
pembuatan minuman
beberapa
tahapan
proses
serbuk
salah
kacang merah
satunya
dengan
pemanasan. Proses pemanasan akan mengurangi kadar air pada bahan
sehingga masa simpan bahan lebih tahan lama. Produk instan dikenal
sebagai produk yang praktis dan tidak menimbulkan bahan buangan sisa
dalam rumah tangga (Susanto, 2002). Persyaratan untuk minuman serbuk
tradisional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional
Warna
Bau
Rasa
Air
Abu
Jumlah gula
Bahan Tambahan Makanan
Pemanis buatan
Sakarin
Siklamat
Pewarna tambahan
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total
Koliform
Normal
Normal, khas rempah-rempah
Normal, khas rempah-rempah
Maksimal 3%
Maksimal 1,5%
Maksimal 85%
Tidak ada
Tidak ada
Sesuai SNI 01-0222-1995
Maksimal 0,2 mg/Kg
Maksimal 2 mg/Kg
Maksimal 5 mg/Kg
Maksimal 40 mg/Kg
Maksimal 0,1 mg/Kg
3 x 103 koloni/gr
< 3 APM/gr
Sumber: SNI 01-3708-1995
Menurut Rangga dan Handayani (2004) dengan model dibuat
serbuk instan manis akan memberikan banyak kelebihan pada produk
diantaranya mutu produk dapat terjaga, tidak mudah terkotori, tidak
mudah terjangkit penyakit, dan produk tanpa pengawet. Dari sisi
pemakaian, serbuk instan sangat mudah dibuat minuman hanya cukup
menambahkan dengan air panas atau dingin, hal ini dapat menjadi daya
tarik untuk mengkonsumsinya. Melalui proses pengolahan tertentu pada
minuman serbuk tidak akan mempengaruhi khasiat yang terkandung
dalam bahan sehingga tetap baik untuk kesehatan badan (Rangga dan
Handayani, 2004).
C. Pengaruh pemanasan terhadap nilai gizi
Pada prinsipnya pengolahan pangan dilakukan dengan tujuan
untuk mengubah bahan pangan menjadi produk yang diinginkan,
pengawetan, pengemasan dan penyimpanan produk pangan (Palupi et
al., 2007). Teknik pengolahan makanan menggunakan panas dibedakan
menjadi 2 yaitu teknik pengolahan panas basah (moist heat) dan teknik
pengolahan panas kering (dry heat cooking). Pemanasan dengan cara
oven dan sangrai merupakan teknik pengolahan panas kering yaitu
mengolah tanpa perantara cairan sebagai penghantar panas.
Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering
menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizi yang sebagain besar tidak
diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak
pada sebagian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH,
oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi mikro
terutama tembaga dan zat besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis
dalam proses tersebut (Palupi et al., 2007).
Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak
merusak zat gizi dalam bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat
menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi tersebut, yaitu
perubahan kadar zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat
gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di
dalam bahan (Palupi et al., 2007).
1. Pengaruh pemanasan terhadap nilai gizi protein
Proses pengolahan yang paling banyak dilakukan adalah proses
pengolahan menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan
dan pengeringan. Sementara itu kita ketahui bahwa protein merupakan
senyawa reaktif yang tersusun dari beberapa asam amino yang
mempunyai gugus reaktif yang dapat berikatan dengan komponen lain,
misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya serta
bahan tambahan kimia lainnya seperti alkali, belerang dioksida atau
hidrogen peroksida.
Perlakuan
dengan
alkali
dapat
menyebabkan
terjadinya
rasemisasi asam amino, perubahan bentuk L menjadi bentuk D. Selain
itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino yang satu dengan yang
lain, misalnya terbentuknya lisiolalanin dari lisin dan alanin. Hal tersebut
dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat terjadinya
penurunan daya cerna protein dan ketersediaan atau availabilitas
asam-asam amino esensial. Selain itu reaksi antara protein dengan
gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga merupakan
penyebab utama terjadinya kerusakan protein selama pengolahan dan
penyimpanan.
2. Pengaruh pemanasan terhadap nilai gizi karbohidrat
Pengaruh
umumnya
pemanggangan/pemanasan
terkait
pemanasan
meningkatkan
dengan
akan
nilai
terjadinya
menyebabkan
cernanya.
terhadap
hidrolisis.
gelatinisasi
Sebaliknya,
karbohidrat
Sebagai contoh,
pati
peranan
yang
akan
karbohidrat
sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan
ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanasan.
3. Pengaruh pemanasan terhadap nilai gizi lemak
Lemak adalah komponen makanan yang tidak larut dalam air.
Lemak berperan penting dalam gizi manusia karena lemak merupakan
sumber energi, selain itu lemak bermanfaat untuk memperbaiki tekstur
dan cita rasa pada produk makanan, lemak juga merupakan sumber
vitamin A, D, E dan K (Winarno, 2002). Akan tetapi kadar lemak yang
terlalu tinggi juga dinilai kurang menguntungkan dalam proses
penyimpanan
tepung
karena
dapat
menyebabkan
ketengikan
(Ambarsari et.al., 2009).
Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan
terjadi kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat
kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta
lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan,
maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial
terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif
terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat
menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat
toksik (Palupi et al., 2007).
4. Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan
Pemanasan meningkatkan laju oksidasi dan menyebabkan
terjadinya degradasi yang membutuhkan panas. Perlakuan pemanasan
dapat mempercepat oksidasi terhadap antioksidan yang terkandung
dalam system bahan alam. Oksidasi bahan alam mengakibatkan
penurunan aktivitas antioksidan dengan tingkat yang berbeda dan
sangat dipengaruhi oleh jenis komponen yang berperan dalam proses
antioksidasi dan kandungan dalam bahan tersebut (Kusuma Dewi,
2006).
5. Pengaruh pemanasan terhadap sifat organoleptik bahan
Menurut Fredy (2010) warna pada bahan pangan secara alami
berasal dari pigmen yang terdapat pada bahan pangan tersebut.
Pigmen warna tersebut dapat beribah karena proses pengolahan pada
bahan. Pigmen pada bahan akan mengalami penurunan kulaitas
karena pengaruh panas misalnya klorofil dan karetonoid. Klorofil mudah
terdegradasi oleh panas, asam, alkali dan enzim sedangkan karetonoid
mudah rusak oleh pemanasan. Tekstur yang menentukan kekerasan
dan kelunakan suatu bahan dapat berubah akibat pemanasan
sedangkan flavor (aroma dan rasa)pada umumnya akan menjadi lebih
baik karena pengaruh pemanasan, namun akan mengalami kerusakan
apabila pemanasan berlebihan.
D. Aktivitas antioksidan
Menurut Kumalaningsih (2006) antioksidan adalah senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada
molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal
bebas. Antioksidan juga didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja
menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif
membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Akan tetapi jika
dikaitkan dengan radikal bebas yang dapat menyebabkan penyakit,
antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel
dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Sofia, 2008).
Antioksidan
merupakan
senyawa
penting
dalam
menjaga
kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang
banyak terbentuk dalam tubuh. Fungsi antioksidan digunakan sebagai
upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan
minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, serta
memperpanjang masa pemakaian bahan dalam industri makanan. Lipid
peroksidase merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam
kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan
(Raharjo, 2005).
Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode
DPPH (2,2 – diphenyl – 1 – picrylhydrazyl ) pada panjang gelombang 515
nm. DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil serta larut dalam pelarut
polar seperti metanol dan etanol. Selain dengan DPPH, daya antioksidan
juga dapat ditentukan dengan metode linoleat-tiosianat. Hasil daya
antioksidan pada sampel yang diuji dibandingkan dengan pembanding
vitamin E 1% yang sudah diketahui sebagai antioksidan (Rohman dan
Sugeng, 2005).
E. Karakteristik Organoleptik Minuman Bubuk
Sifat organoleptik sangat penting bagi setiap produk karena
berkaitan erat dengan penerimaan konsumen dan juga untuk mengetahui
sejauh mana tingkat penerimaan panelis terhadap suatu produk makanan.
Uji organoleptik pada minuman serbuk kacang merah meliputi warna,
aroma dan rasa. Menurut Fennema (1985) warna menjadi atribut kualitas
yang paling penting, walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak
dan tekstur baik namun jika warna kurang menarik, maka akan
menyebabkan produk tersebut kurang diminati.
Sifat organoleptik dari minuman serbuk kacang merah dapat
diperkirakan seperti minuman bubuk kacang-kacangan yang lain.
Karakteristik warna pada minuman serbuk kacang merah diperkirakan
berwarna
kecoklatan
karena
penambahan
jahe
instan.
Menurut
Pramitasari (2010) warna pada susu bubuk kedelei yang ditambahkan
ekstrak jahe cenderung kecoklatan dibandingkan dengan susu bubuk
kedelai yang tidak menggunakan ekstrak jahe. Warna kecoklatan tersebut
didapatkan dari warna asli jahe yang digunakan.
Aroma dan rasa dari susu bubuk kacang merah diperkirakan khas
jahe karena adanya penambahan jahe instan. Penambahan jahe dapat
mengurangi rasa dan aroma langu yang ditimbulkan oleh kacang merah.
Ketaren (1987) menyatakan bahwa jahe mempunyai bau yang khas
aromatik. Jahe mengandung minyak atsiri dengan komponen utamanya
adalah zingiberene dan zingiberol, yang menyebabkan jahe berbau
harum. Menurut Pramitasari (2010) penambahan ekstrak jahe yang lebih
tinggi dapat mengurangi rasa serta aroma langu yang biasa terdapat pada
susu kedelai yang sangat tidak disukai konsumen.
Download