BERBAGAI TINDAKAN ORANG TUA DALAM MENGATASI EFEK SAMPING KEMOTERAPI PADA ANAK LEUKEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Keperawatan Disusun Oleh: OKTAVIA MUNINGGAR WIJAYANTI J 210 134 003 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 i ii iii BERBAGAI TINDAKAN ORANG TUA DALAM MENGATASI EFEK SAMPING KEMOTERAPI PADA ANAK LEUKEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ABSTRAK Pengobatan untuk leukemia digolongkan menjadi dua, yaitu kemoterapi dan terapi suportif. Kemoterapi adalah terapi penggunaan obat untuk membunuh sel kanker. Efek samping kemoterapi bergantung tipe, dosis obat, serta berapa lama obat yang didapatkan. Efek samping yang biasa muncul yaitu kerontokan rambut, sariawan, resiko tinggi terhadap infeksi, mudah memar, kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, muntah, dan diare. Hal ini membuat ketidaknyamanan pada anak, sehingga orang tua dari pasien anak leukemia melakukan berbagai tindakan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang akibat efek samping kemoterapi pada anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui berbagai tindakan orang tua terhadap efek samping kemoterapi pada anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Sampel penelitian sebanyak 20 responden. Teknik sampling menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian: Efek samping dari kemopterapi pada anak leukemia adalah 1). 75% anak mengalami mual, tindakan orang tua yang dilakukan adalah memberikan minyak kayu putih, 2). 75% muntah, tindakan yang dilakukan adalah memberikan obat anti mual muntah, diberikan air hangat, minyak kayu putih, dan diberikan jeruk, 3). 40% kerontokan rambut, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memotong rambut, 4). 35% gangguan mulut, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan obat Sariawan dan diberi buah jeruk, 5). 20% memar, tindakan yang dilakukan orangtua adalah membatasi kegiatan bermain dan memberikan obat, 6). 10% diare, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan obat anti diare. 7). 55% penurunan nafsu makan, tindakan orang tua adalah memberikan makanan sesuai kesukaan anak dan suplemen, 8). 70% kelelahan, tindakan yang dilakukan orangtua adalah menyuruh anak istirahat yang cukup, 9). 60% risiko infeksi meningkat, tindakan yang dilakukan adalah menjaga kebersihan anak. 10.) 25% anemia, tindakan yang dilakukan orang tua adalah memberikan makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau, hati ayam, sapi, dan meningkatkan istirahat anak, 11). 15% kulit kering, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan body lotion dan penggunaan sabun mandi sesuai dengan pH kulit, 12). 15% konstipasi, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan anak makanan tinggi serat, memberikan obat laxative atau pencahar. Kata Kunci: Tindakan orangtua, anak, leukemia, efek samping, kemoterapi ABSTRACT Treatment for leukemia is classified into two, namely chemotherapy and supportive therapy. Chemotherapy is a drug use therapy to kill cancer cells. Side effects of chemotherapy depend on type, dose of drug, and how long the drug is obtained. Common side effects include hair loss, mouth ulcers, high risk of infection, easy bruising, fatigue, lack of appetite, nausea, vomiting, and diarrhea. This makes the 1 inconvenience to the child, so the parent of the leukemia child patient takes various actions to overcome the discomforts that result from the side effects of chemotherapy on her child. This study aims to know the various actions of parents to the side effects of chemotherapy in children with leukemia in Dr. Moewardi hospital Surakarta. The research used descriptive method. The sample of research were 20 respondents. Sampling technique using purposive sampling. The research instrument used questionnaire. Results: The side effect of chemopterapi in child leukemia is 1). 75% of children experience nausea, the parent's action is to give eucalyptus oil, 2). 75% vomiting, the action taken is to give anti-nausea and vomit medicine, given warm water, eucalyptus oil, and given oranges, 3). 40% hair loss, the action that parents do is cut hair, 4). 35% of mouth disorders, the action that parents do is to give medicine and canker syrup granted fruit, 5). 20% bruising, the action that parents do is to limit play activities and provide medicine, 6). 10% of diarrhea, the action that parents do is to give anti-diarrhea drugs. 7). 55% decrease appetite, parental action is to provide food according to child's favorite and supplement, 8). 70% fatigue, the action the parent does is tell the child to rest enough, 9). 60% increased risk of infection, the action taken is to keep the child clean. 10.) 25% anemia, the actions of parents are to provide foods containing iron such as green leafy vegetables, chicken liver, cows, and improve child rest, 11). 15% dry skin, the action that parents do is to provide body lotion and the use of bath soap in accordance with skin pH, 12). 15% constipation, parental action is to provide children with high fiber foods, giving laxative or laxative drugs. Keywords: Parent, child, leukemia, side effects, chemotherapy 1. PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyebab kematian pada anak. Kanker menyebabkan kematian sekitar 7,6 juta orang pada tahun 2008 (WHO,2012). Kasus leukemia sebagian besar terjadi pada masa kanak-kanak adalah LLA dan sekitar 25 % kanker ini terjadi pada anak yang berusia dibawah 15 tahun, dengan insiden yang paling tinggi terjadi pada usia antara 2-4 tahun. LLA lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam (Axton & Fugate, 2014). Sedangkan di Indonesia, menurut Riskesdas (2007) kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia, dengan presentasi sebesar 5,7%. Angka kejadian kanker adalah 4,3% per 1000 penduduk, ini berarti setiap 1000 orang ada sekitar 4 orang yang terkena kanker. Prevalensi leukemia adalah yang tertinggi yaitu 2,8 per 100.000. Gejala leukemia antara lain pucat, lemah, anak rewel, napsu makan menurun, demam tanpa sebab yang jelas, pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening, kejang sampai penurunan 2 kesadaran, pendarahan kulit dan atau pendarahan spontan, nyeri tulang, seringkali ditandai dengan anak tidak mau berdiri dan berjalan, dan lebih nyaman digendong, pembesaran buah zakar dengan konsistensi keras. Delapan puluh persen dari seluruh kasus leukemia adalah Acute Lymphoid Leukemia (ALL), 15% adalah Acute Myelogenous Leukemia (AML) dan sisanya adalah Chronic Myelogenous Leukemia (CML). Acute Lymphoid Leukemia mempunyai angka insidensi tertinggi diantara penyakit leukemia karena gangguan genetik pada pasien yang akan meningkatkan resiko terkena ALL. Acute Lymphoid Leukemia menyerang anak rerata pada usia 2 – 6 tahun dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Prognosis akan lebih baik bila terjadinya pada usia 2 – 9 tahun (Hockenberry & Wilson, 2009). Penanganan anak dengan leukemia menggunakan kemoterapi, dengan atau tanpa radiasi cranial atau menggunakan hematopoietic stem cell transplantation. Kemoterapi merupakan terapi yang paling sering digunakan untuk penanganan anak dengan leukemia karena cara kerjanya yang unik dimana program ini sangat efektif untuk kanker sistemik yang tidak dapat ditangani dengan pembedahan maupun radiasi. Pengobatan dengan kemoterapi merupakan terapi kuratif utama pada leukimia (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Posey, 2008). Penggunaan kemoterapi multi agen memberikan keuntungan bagi pasien dengan leukemia yaitu kemoterapi banyak memberikan keberhasilan dalam penanganan pasien dengan leukemia, sehingga dapat menyelamatkan banyak pasien anak dengan kanker (Potts, & Mandleco, 2007). Namun, kemoterapi juga memiliki kelemahan yaitu tidak hanya mematikan sel malignan tetapi juga mematikan sel-sel normal lain yang tumbuh secara cepat, misalnya sel mukosa usus, sel darah maupun folikel rambut. Hal ini mengakibatkan adanya efek samping kemoterapi yang terjadi pada sistem hematopoetik, gastrointestinal, hepatik, renal, integumen dan reproduksi (Potts, & Mandleco, 2007). Efek samping yang timbul sesuai dengan agen kemoterapi yang diberikan. Penelitian tentang pengelompokan gejala pada anak dan remaja yang mendapatkan terapi cisplatin, doxorubicin atau ifosfamide didapatkan bahwa agen kemoterapi tersebut menyebabkan kelemahan, gangguan tidur dan mual muntah paska kemoterapi. Kelemahan pada tubuh merupakan efek samping yang paling 3 sering dirasakan oleh anak dengan kemoterapi yang berdampak pada aktivitas keseharian anak (Wu, Chin, Haase, & Chen, 2009). Beberapa orang khawatir tentang harus kemoterapi, karena dapat menimbulkan efek samping yang membuat merasa sakit (Change, 2016). Anak dengan penyakit kanker membutuhkan perawatan jangka panjang dengan melibatkan orang tua. Peranan orangtua sangat penting tetapi hal ini tidak mudah bagi orang tua, karena orang tua juga mengalami dampak psikososial pada saat anak terdiagnosa kanker sampai dengan anak menjalani program pengobatan. Dampak tersebut antara lain terjadinya perubahan peran dan tanggung jawab, yaitu orang tua berusaha melindungi anaknya, mendukung anak untuk kooperatif terhadap pengobatan, merasa tidak mampu mengasuh anaknya yang lain, berusaha untuk mencari informasi sehubungan dengan penyakit yang diderita anaknya serta berusaha mencari dukungan emosional terkait situasi yang dihadapi. Ibu merasa harus lebih kuat dalam menghadapi hidup bagi anak dan keluarga; sedangkan ayah merasa pengobatan anak merupakan hal yang utama (Neil & Clark, 2010). Orang tua memiliki koping yang berbeda dalam memberikan perawatan pada anak dengan penyakit kronis (McKenzie, Pinger, & Kotecki, 2011). Keluarga juga akan mengalami beban berat psikologis maupun ekonomis serta meningkatnya peran dan tanggungjawab orang tua. Setiap orang tua akan berupaya untuk mempertahankan kualitas hidup anaknya, dengan mempertahankan dan meningkatkan upaya penyembuhan dan adaptasi anak (Wong, 2009). Orang tua merupakan orang terdekat anak yang akan mendampingi anak dalam menghadapi penyakit dan pengobatan. Orang tua harus menghadapi distress pada anak serta reaksi akibat pemberian kemoterapi. Efek samping kemoterapi perlu dikomunikasikan dengan baik kepada anak dan orang tua melalui pemberian pendidikan kesehatan karena pasien dan keluarga membutuhkan informasi dan dukungan emosional selama fase kemoterapi, sehingga terjadi peningkatan kemampuan orang tua dalam merawat anak dengan kemoterapi (Flury, Caflisch, Ullmann & Spichiger, 2011). RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah rumah sakit yang terletak di Surakarta, Jawa tengah. Berdasarkan data rekam medik diketahui bahwa pasien anak dengan leukemia yang terdapat di RSUD Dr. Moewardi pada Januari 2016 – 4 Februari 2017 terdapat sebanyak 30 anak. Pasien anak dengan leukemia yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta berada pada Bangsal Melati II. Setiap anak yang datang untuk kemoterapi tentu saja didampingi orang tua masingmasing. Penatalaksanaan kemoterapi memiliki berbagai macam efek samping seperti mual, muntah, kerontokan rambut, sariawan, memar, diare, penurunan nafsu makan, kelelahan, peningkatan resiko infeksi, anemia, kulit kering, mimisan, konstipasi, dan lain-lain. Hal ini membuat ketidaknyamanan pada anak, sehingga setiap orang tua dari pasien anak leukemia tersebut melakukan berbagai tindakan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang terjadi akibat efek samping kemoterapi pada anaknya. Orangtua dapat mencari informasi tentang cara merawat ke dokter atau perawat agar dapat melakukan perawatan sendiri. Informasi tentang efek samping kemoterapi tidak hanya bisa didapatkan dari penjelasan dokter maupun perawat secara lisan, tetapi juga dalam bentuk tulisan, yaitu diberikannya booklet tentang efek samping kemoterapi. Selain itu, orang tua juga mencari informasi dari sumber yang lain seperti: tiga ibu bertanya tentang efek samping kemoterapi kepada orang tua pasien yang lain, dua ibu mendapatkan informasi dari buku dan internet selain bertanya pada orang tua pasien yang lain. Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Berbagai Tindakan Orang tua dalam Mengatasi Efek Samping Kemoterapi Pada Anak Leukemia di RSUD dr. Moewardi surakarta”. 2. METODE Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif analitik dan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan waktu penelitian dilaksanakan pada 01 Oktober 2016 – Juni 2017. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak mengalami efek samping kemoterapi pada leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan sampel sebanyak 20 responden. Teknik sampling menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitiani menggunakan kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif. 5 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden 1) Orang tua Karakteristik orang tua pasien anak anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 1. Karakteristik Responden Orang Tua No 1 2 3 Karakteristik Umur orang tua a. < 20 tahun b. 21 – 30 tahun c. 31 – 40 tahun d. > 40 tahun Jumlah Pendidikan terakhir a. Lulus SD/Sederajat b. Lulus SMP/Sederajat c. Lulus SMA/Sederajat d. Lulus Perguruan Tinggi Jumlah Pekerjaan a. Buruh/ Petani b. Tidak Bekerja/IRT c. Wiraswasta/pedagang d. Pegawai Swasta/Karyawan Jumlah Frekuensi Persentase (%) 0 5 12 3 20 0 25,0 60,0 15,0 100 5 1 13 1 20 25,0 5,0 65,0 5,0 100 1 12 5 2 20 5,0 60,0 25,0 10,0 100 Distribusi frekuensi karakteristik umur orang tua pasien anak anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa sebagian besar berumur 31 - 40 tahun sebanyak 12 responden (60%). Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah lulus SMA/sederajat sebanyak 13 responden (65%), dan sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga sebanyak 12 responden (60%). 2) Anak Karakteristik pasien anak anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ditampilkan pada tabel berikut. 6 Tabel 2. Karakteristik Responden Anak No 1 3 4. Karakteristik Frekuensi Umur Anak a. 1-3 tahun b. 3,1-6 tahun c. 6,1-12 tahun Jumlah Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Jumlah Fase Kemoterapi a. Induksi b. Konsolidasi c. Maintenance Jumlah Persentase (%) 2 6 12 20 10,0 30,0 60,0 100 16 4 20 80,0 20,0 100 9 2 9 20 45,0 10,0 45,0 100 Distribusi frekuensi karakteristik pasien anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa sebagian besar berumur 6,1-12 tahun sebanyak 12 responden (60%). Pasien anak dengan leukemia sebangian besar dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 16 responden (80%). Pasien anak sebagian besar tahap atau fase kemoterapi yang dilakui adalah tahap induksi sebanyak 9 orang (45%) dan tahap maintenance sebabanyak 9 orang (45%). b. Tindakan Orang Tua terhadap Efek Samping Kemoterapi pada Anak dengan Leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta 1) Efek samping Beberapa efek samping kemoterapi yang dapat terjadi dalam jangka pendek, dapat dilihat pada hasil penelitian sebagai berikut: Tabel 3. Efek Samping Kemoterapi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Efek samping Mual Muntah Rambut rontok Sariawan Memar Diare Kehilangan selera makan Kelelahan Peningkatan risiko infeksi Anemia Kulit kering Konstipasi 7 Frekuensi Presentase 15 15 8 7 4 2 11 14 12 5 3 3 75% 75% 40% 35% 20% 10% 55% 70% 60% 25% 15% 15% Mual dan muntah telah lama diketahui menjadi yang paling ditakutkan dalam efek samping kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 75% anak mengalami mual dan 75 % anak mengalami muntah. Rambut rontok merupakan salah satu efek samping dari kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 40% anak mengalami kerontokan rambut. Hasil penelitian menunjukkan 35% anak mengalami gangguan mulut atau sariawan. Efek samping lain dari kemoterapi adalah jumlah trombosit tidak cukup, maka kemungkinan mudah terjadi perdarahan atau memar, bahkan dari cedera ringan. Hasil penelitian menunjukkan 20% anak mengalami memar. Ketika kemoterapi mempengaruhi lapisan sel-sel usus, hal tersebut dapat menyebabkan diare. Hasil penelitian menunjukkan 10% anak mengalami diare. Perubahan nafsu makan terjadi berhari-hari, kehilangan nafsu makan tidak hanya karena mual dan muntah, perubahan rasa atau masalah mulut dan tenggorokan tetapi merasa tertekan atau lelah. Hasil penelitian menunjukkan 55% anak mengalami penurunan nafsu makan. Kelelahan merupakan salah satu efek samping yang paling umum dari pengobatan kanker. Hasil penelitian menunjukkan 70% anak mengalami kelelahan. Jumlah sel darah putih yang rendah menurunkan kemampuan untuk melawan infeksi. Hasil penelitian menunjukkan 60% berisiko infeksi meningkat. Hasil penelitian menunjukkan 25% anak mengalami anemia. Pasien yang mengalami kulit kering pada penelitian ini sebanyak 15%. Konstipasi yaitu ketidaknormalan atau kesulitan dalam buang air besar (BAB). Hasil penelitian menunjukkan 15% anak mengalami konstipasi. 3.2 Pembahasan 1. Mual Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping mual, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4 Tindakan Orang Tua Efek Samping Mual (15 kasus) Tindakan yang dilakukan a. Memberikan obat anti mual dan muntah b. Memberikan minyak kayu putih 8 Frekuensi Persentase 1 6,7% 14 93,3% Tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar orang tua yaitu memberikan minyak kayu putih pada anaknya. Tindakan yang dilakukan orang tua sudah benar. Pemberian minyak kayu putih merupakan salah cara mengatasi mual dengan aroma terapi. Menurut Ali, Al-Wabel, Shams, Ahamad, Khan, & Anwar (2015) aromaterapi menggunakan minyak esensial sebagai agen terapeutik, substansi konsentrasi tinggi hasil dari ekstrak bunga-bungaan, daun-daunan, tangkai atau batang tanaman, buah-buahan, akar-akaran, dan juga hasil penyulingan dari damar. Terdapat beberapa metode penggunaan minyak esensial yaitu dengan inhalasi, pijatan, atau mengaplikasikan secara sederhana dengan memberikan pada permukaan kulit. Tanaman yang dapat memproduksi minyak esensial salah satunya adalah Eucalyptus globulus atau biasa disebut tanaman dari minyak kayu putih. Hasil penelitian Santi (2013) menjelaskan aromaterapi dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi mual muntah. Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretik, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal. Tindakan lainnya yang dilakukan orang tua adalah memberikan obat anti mual dan muntah. Obat yang diberikan orang tua yaitu berdasarkan resep dokter (Ondansenton dan deksametason). Tindakan ini tepat seperti yang dijelaskan oleh Kely & Carman (2013) mencegah mual dan muntah dengan pemberian obat antiemetik sebelum pemberian kemoterapi dan pada jadwal rutin sekitar beberapa jam untuk pertama untuk 2 hari bukan pada saat dibutuhkan. 2. Muntah Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping muntah, dapat dilihat pada tabel berikut: 9 Tabel 5 Tindakan Orang Tua Efek Samping Muntah (15 kasus) Tindakan yang dilakukan a. Memberikan obat anti mual dan muntah b. c. d. e. f. (ondansenton dan deksametason) Diberi air hangat Diberi minyak kayu putih Diberi buah jeruk Menyediakan makananan sesuai keinginan anak dan memberikan obat anti mual dan muntah Menyediakan makananan sesuai keinginan anak dan diberi buah jeruk Frekuensi Persentase 8 53,3% 1 1 6,7% 6,7% 1 1 6,7% 6,7% 3 20% Efek samping lain yang dialami anak adalah muntah. Orang tua mengatasi efek samping muntah adalah dengan memberikan obat anti mual dan muntah. Obat yang diberikan orang tua yaitu berdasarkan resep dokter (Ondansenton dan deksametason). Tindakan yang dilakukan sudah tepat. Pada penanganan kasus mual muntah pada penelitian Rahmah (2009) menjelaskan pemakaian protokol antiemetik B yang terdiri dari Ondanseton dan Deksametason ternyata efektif untuk mengatasi peristiwa emesis pada anak yang sedang menjalani kemoterapi. Tindakan lainnya yang dilakukan orang tua ketika anaknya muntah yaitu dengan memberikan air hangat. Pemberian air hangat ke anak merupakan tindakan yang tepat. Pemberian air hangat akan menimbulkan efek relaksasi otot. Hal ini seperti dijelaskan oleh penelitian Amirsha (2012) air hangat memberikan rasa nyaman, menyembuhkan sembelit, memperlancar peredaran darah dan mengurangi nyeri. Minum segelas air hangat dapat meningkatkan gerakan usus, menyembuhkan sembelit, memecah partikel makanan dan melewatinya melalui usus. Bila anda minum air hangat maka timbunan lemak dalam tubuh dibakar dan timbunan dalam sistem syaraf juga diurai dan ini akan meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh. Penelitian oleh Faridah (2013) pasien yang diberikan air hangat terbukti tidak mengalami mual muntal. Hal ini menjelaskan air hangat dapat menurunkan risiko mual dan muntah. Orang tua juga mengatasi muntah pada anak setelah kemoterapi yaitu dengan memberikan minyak kayu putih. Tindakan yang dilakukan orang tua sudah benar. Hasil penelitian Santi (2013) menjelaskan aromaterapi dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi mual muntah. Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat 10 untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Pemberian aroma terapi untuk mengatasi mual juga dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan Widagdo dan Supriyadi (2014) dengan hasil aroma terapi terbukti secara efektif menurunkan intensitas mual dan muntah saat kemoterapi. Pemberian aroma terapi akan merangsang otak untuk memproduksi serotonin menimbulkan rasa nyaman dan tenang sehingga akan menurunkan intensitas mual dan muntah. Mengatasi mual dan muntah dengan menyediakan makanan sesuai dengan keinginan anak dan diberikan buah jeruk adalah tindakan yang kurang tepat. Hudayani (2014) menjelaskan tidak semua makanan yang disukai dapat mengatasi mual dan muntah. Makanan yang mengatasi mual dan muntah adalah makan makanan yang kering, porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari. Bahkan perlu menghindari makanan yang berbau merangsang, makanan dan minuman terlalu manis. 3. Rambut rontok Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping rambut rontok, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Tindakan Orang Tua Efek Samping Kerontokan rambut (8 kasus) Tindakan yang dilakukan a. Memotong rambut b. Menggunakan topi, syal atau turban c. Menyisir rambut dengan lembut Frekuensi Persentase 6 1 1 75% 12,5% 12,5% Tindakan orang tua yang dilakukan untuk mengatasi kerontokan rambut adalah sebagian besar orang tua memotong rambut anak menjadi lebih pendek. Tindakan lainnya adalah menggunakan topi, syal atau turban. Tindakan yang dilakukan orang tua sudah tepat. Penelitian Hidayati (2012) menjelaskan membiasakan dengan rambut pendek sehingga jika suatu saat rambut rontok, tidak akan begitu terlihat. Namun jika pasien tetap tidak percaya diri dengan rambut rontok, pilihan menggunakan wig mungkin dapat dilakukan. Khususnya pada anak memotong rambut menjadi lebih pendek adalah pilihan yang tepat, atau dikombinasikan dengan topi. Pada kasus anak sangat jarang diberikan wig atau rambut palsu karena biasanya anak tidak suka atau menjadi risih. Menurut National Health Service (2016) beberapa penanganan kanker dapat membuat 11 kerontokan pada rambut tetapi wig dan topi dapat mengatasi masalah tersebut. Beberapa orang lebih nyaman memotong rambutnya menjadi lebih pendek sebelum melakukan terapi. Hal ini dilakukan agar rambut yang rontok tidak terjadi secara signifikan. Menyisir rambut dengan perlahan juga dianjurkan, agar rambut tidak rontok terlalu banyak. Sedangkan penelitian Villasantel, Herskovitz, Mauro & Jimenez (2014) menjelaskan kerontokan rambut pada pasien yang menjalani kemoterapi harus ditangani dengan tepat, karena hal ini memberikan dampak sosial kepada pasien. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan pencegahan dengan pemeriksaan lebih lanjut, pendekatan psikologis agar pasien bisa menerima. Pada dasarnya belum ada terapi yang signifikan dapat mengurangi kerontokan rambut sebagai dampak dari kemoterapi. 4. Sariawan Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping sariawan, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7 Tindakan Orang Tua Efek Samping Sariawan ( 7 kasus) Tindakan yang dilakukan a. Memberikan obat sariawan b. Diberi jeruk Frekuensi Persentase 4 3 57,1% 42,9 Hasil penelitian menunjukkan orang tua mengatasi sariawan dengan memberikan obat Sariawan atau memberikan buah jeruk. Tindakan ini kurang tepat. Menurut Harsal dan Rachman (2016) sariawan sebagai dampak kemoterapi tidak dapat diberikan obat sariawan dengan sembarangan. Sariawan akan hilang dengan sendiri berbarengan dengan pemberhentian pengobatan. Cara yang tepat mengatasi sariawan adalah dengan menjaga kebersihan mulut. Menurut Browne, Molloy, O’Sullivan, Richmond & Houston (2012) mengkonsumsi buah jeruk, lemon, anggur dan nanas perlu dihindari saat mengalami sariawan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kardiyudiani (2013) untuk mengatasi sariawan adalah dengan perawatan rongga mulut. Penggunaan alat pembersih mulut baik sikat gigi dan pasta gigi yang dapat digunakan untuk menurunkan resiko tersebut, hal ini dapat diminimalisir dengan peningkatan peran preventif perawat dalam pendidikan kesehatan pada pasien. 12 Pencegahan sariwaan atau stomatitis pada anak lebih tepat adalah menjaga kebersihan rongga mulut. Hal ini diungkapkan oleh Bensinger et, al (2008), keefektifan membersihkan mulut adalah pencegahan yang baik. Menyikat gigi dengan sikat gigi yang lembut 2 kali sehari, menggunakan benang gigi sehari sekali, sering berkumur-kumur dengan normal saline atau obat kumur berdesinfektan untuk mencegah infeksi terjadi. Melakukan kebersihan rongga mulut lebih diutamakan dari pada menggunakan obat sariawan. 5. Memar (jumlah platelet rendah) Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping memar, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8 Tindakan Orang Tua Efek Samping a. b. Memar (4 kasus) Tindakan yang dilakukan Membatasi kegiatan bermain anak Memberikan obat atau herbal Frekuensi Persentase 2 2 50% 50% Hasil pengamatan pada orang tua, penanganan yang dilakukan oleh orang tua mengatasinya dengan membatasi kegiatan bermain sudah benar, seperti didukung oleh hal ini American Cancer Society (2016) adalah membatasi aktivitas anak dengan menghindari aktivitas atau permainan yang berisiko pasien terluka. Tindakan yang dibenarkan jika sampai terjadi perdarahan adalah tekan dengan lembut daerah yang mengalami perdarahan sampai perdarahannya berhenti dengan menggunakan es dalam kantong, kantong yang berisi pasir atau botol infus. Selain itu orang tua menurut Selwood, (2008) dapat melakukan sikat gigi dengan sikat yang lembut dan sebelumnya sikat gigi tersebut dimasukkan pada air panas agar sikatnya menjadi lebih lembut, berhati-hati menggunakan benda tajam seperti gunting, maupun pisau, selalu gunakan sepatu atau alas kaki kemanapun pasien pergi, jangan menggunakan tusuk gigi untuk membersihkan gigi. Tindakan orang tua dengan memberikan obat adalah tindakan yang benar terapi membutuhkan pengawasan dokter yang ketat. Menurut Sianipar (2014) kejadian memar dalam istilah dampak kemoterapi diartikan jumlah platelet rendah atau jumlah trombosit tidak cukup bisa dilakukan pemberian transfusi 13 trombosit pada trombositopenia harus dipertimbangkan dengan matang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan darah rutin/lengkap, dan penilaian ulang apusan darah tepi merupakan komponen penting dalam evaluasi awal pasien trombositopenia. 6. Diare Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping diare, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9 Tindakan Orang Tua Efek Samping Diare (2 kasus) Tindakan yang dilakukan Memberikan obat anti diare Frekuensi Persentase 2 100% Pada kasus ini tindakan yang dilakukan semua orang tua adalah memberikan obat anti diare. Tindakan ini tidak sepenuhnya benar, memberikan obat diare tanpa memperhatikan cara penganan yang lain dapat berakibat tidak baik. Menurut Newton, Hickey & Marrs (2009) penatalaksanaan pasien diare akibat kemoterapi antara lain penuhi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, makan makanan 5 – 6 kali/hari dalam porsi kecil, makan makanan yang tinggi kalium dan natrium, misalnya pisang, jeruk, maupun kentang, makan makanan rendah serat, berikan makanan atau minuman bebas laktosa, misalnya susu dan produk susu, serta bersihkan daerah perianal dengan hati-hati setelah buang air besar. Stein, Voigt & Jordan (2010) menjelaskan penanganan non farmakologi diare adalah rehidrasi oral yaitu dengan membuat campuran larutan air, garam dan gula. Penanganan farmakologi yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan loperamide, octreotide dan tincture yang termasuk ke dalam golongan opium yang direkomendasikan untuk mengatasi diare selama kemoterapi. 7. Kehilangan selera makan Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping kehilangan selera makan, dapat dilihat pada tabel berikut: 14 Tabel 10 Tindakan Orang Tua Efek Samping Penurunan nafsu makan (11 kasus) Tindakan yang dilakukan a. Memberikan makanan kesukaan b. Memberikan makanan yang berbeda setiap hari c. Memberikan makanan kesukaan dan suplemen makanan d. Memberikan makanan kesukaan, suplemen dan madu Frekuensi Persentase 5 1 45,5% 9,1% 4 36,4% 1 9,1% Hasil penelitian dalam menangani penurunan nafsu makan tindakan orang tua adalah memberikan makanan sesuai kesukaan anak. Tindakan yang dilakukan orang tua sudah tepat. Hal ini sesuai dengan penelitian Browne, Molloy, O’Sullivan, Richmond, & Houston (2012) penanganan kehilangan nafsu makan adalah membuatkan makan-makananan yang diinginkan, makan-makanan dalam porsi kecil serta makan-makanan ringan sekitar 2-3 jam, memakan camilan tinggi kalori dan protein seperti keju, biskuit, sandwiches, kue muffins atau scones. Gunakan piring kecil saat makan, makan dengan perlahan dan kunyah makanan dengan baik. Perbanyak minum air seperti susu, jus dan sup. Mencoba mengkonsumsi suplemen makanan jika masih kesulitan untuk makan. Ajak keluarga untuk makan bersama agar terasa lebih menyenangkan. Lakukan beberapa latihan fisik yang ringan karena akan mendapatkan udara segar yang dapat meningkatkan nafsu makan. Tindakan orang tua lainnya yaitu memberikan menu berbeda setiap hari, ditambahkan suplemen dan madu merupakan tindakan yang tepat. Pemberian variasi makan, suplemen atau madu merupakan salah satu cara untuk mengatasi penurunan selera makan. Menurut National Cancer Institute (2011), membuat makanan yang disajikan bervariasi, makan 5 sampai 6 kali sedikit demi sedikit dari 3 porsi makan, makan camilan yang disukai seperti biskuit kacang, kacangkacangan, gandum dan bauh-buahan, memakan-makanan tinggi kalori dan protein. Pilih minuman yang berkalori dan bernutrisi seperti jus, susu, sup dan sari kacang kedelai. Makan-makanan yang lembut dan dingin sepeerti yogurt, dan milkshake. Melakukan latihan fisik dapat meningkatkan perasaan lebih baik pada penderita kanker dan meningkatkan nafsu makan. Menurut Hammad (2009), 15 madu bisa memperbaiki nafsu makan, menambah berat badan, menstabilkan detak jantung dan mencegah beberapa penyakit. Madu mengandung unsur zink yang memiliki peranan penting dlaam melawan sel kanker. Madu termasuk makanan yang seimbang karena mengandung karbohidrat, protein, gliserid, mineral, dan beberapa unsur penting lainnya seperti: potasium, tembaga, besi, zink, mangan, kromium, kalsium, silinium, dan magnesium. 8. Kelelahan Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping kelelahan, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11 Tindakan Orang Tua Efek Samping Kelelahan (14 kasus) Tindakan yang dilakukan a. Membatasi waktu main pada anak b. Menyuruh anak agar istirahat yang cukup c. Membatasi waktu bermain dan menyuruh istirahat cukup Frekuensi Persentase 1 12 7,1% 85,7% 1 7,1% Tindakan yang dilakukan orang tua adalah membatasi waktu main pada anak sehingga anak mempunyai waktu istirahat yang cukup adalah tindakan yang tepat. Penanganan kasus ini oleh orang tua sudah tepat, hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vitkauskaite, Juozaityte, Drukteniene, & Bunevicius (2011) manajemen fatigue harus interdisipliner yang melibatkan unsur klinik, psikologi dan faktor sosial. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelelahan (fatigue) adalah tidur siang singkat atau istirahat di kursi yang nyaman bukan ditempat tidur, berjalan-jalan atau melakukan beberapa latihan ringan jika memungkinkan. Cara mengatasi kelelahan menurut Loprinzi, Bensinger, Peterson, & Messner (2014) istirahat dengan berbaring, duduk atau tidur, makan atau minuman ringan. Istirahat di kursi yang nyaman bukan di tempat tidur, berjalanjalan atau melakukan beberapa latihan ringan jika memungkinkan. Hasil penelitian Aisyah, Hermayanti & Agustina (2014) menjelaskan fatigue merupakan efek samping kemoterapi yang paling yang paling berdampak buruk terhadap kualitas hidup. Jenis aktivitas yang dilakukan pada dasarnya harus meningkatkan 16 kekuatan persendian, melancarkan sistem kardiovaskuler serta unsur-unsur relaksasi. Istirahat cukup dan relaksasi dengan olah raga ringan mengurangi keletihan secara fisik tetapi memperbaiki kondisi psikologis. 9. Peningkatan risiko infeksi (karena jumlah sel darah putih rendah) Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping kenaikan risiko infeksi, dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 12 Tindakan Orang Tua Efek Samping Peningkatan resiko infeksi (demam, batuk, flu) (12 kasus) Tindakan yang dilakukan Menjaga kebersihan Frekuensi 12 Persentase 100% Tindakan orang tua untuk mengatasi kenaikan risiko infeksi adalah menjaga kebersihan anak. Penanganan yang dilakukan oleh orang tua secara non farmakologi sudah tepat. American Cancer Society (2016) penatalaksanaan anak dengan neutropenia secara nonfarmakologis adalah melakukan teknik mencuci tangan dengan sabun yang benar terutama setelah dari kamar mandi dan sebelum makan, jauhi orang yang sedang sakit agar tidak tertular, mencuci sayuran mentah atau buah-buahan sebelum dikonsumsi, hindari makan telur, ayam, ikan yang belum matang dimasak, makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sedangkan menurut Hawkins (2009) orang tua harus berhati-hati saat memotong kuku, mempertahankan perawatan mulut yang baik, mandi secara teratur dapat menurunkan bakteri yang menempel pada kulit, istirahat yang cukup, minum banyak, hindari merawat binatang, hindari terjadi luka pada kulit, gunakan selalu alas kaki, hindari vaksinasi. Anak dapat juga menjalani aktivitas keseharian dengan normal termasuk anak dapat masuk sekolah dengan kondisi neutropenia. 10. Anemia Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping kenaikan risiko infeksi, dapat dilihat pada tabel berikut: 17 Tabel 13 Tindakan Orang Tua Efek Samping Anemia ( 5 kasus) Tindakan yang dilakukan Memberikan anak makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau, hati ayam dan sapi, dan lainlain dan meningkatkan istirahat anak Frekuensi Persentase 5 100% Pada kasus anemia semua orang tua melakukan tindakan memberikan anak makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau, hati ayam dan sapi, dan lain-lain. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua secara teori telah benar, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Hetty (2008) makanan tersebut akan meningkatkan peningkatan kadar hemoglobin dan sel-sel darah pasien kanker yang menjalani kemoterapi Makanan yang mengandung zat besi seperti kacang hijau terutama dalam bentuk jus kacang hijau rata-rata peningkatan kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, dan trombosit secara berurutan adalah 1,12 gr/dl, 0,5 juta/ul, 1,12 ribu/ul, dan 97,43 ribu/ul. Artinya pemberian makanan yang mengandung zat besi efektif mengurangi dampak anemia akibat kemoterapi. Tindakan orang tua dengan memberikan istirahat anak. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua secara teori telah benar, hal ini seperti yang dijelaskan oleh American Cancer Society (2016) pasien dengan anemia adalah memberikan banyak istirahat, membatasi aktivitas terutama yang menguras tenaga, serta makan makanan yang bernutrisi untuk menyediakan kalori yang dibutuhkan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak akibat kemoterapi. Selain itu, intervensi suportif yang dapat diberikan pada anak adalah pemberian transfusi darah jika kadar hemoglobin anak dibawah 7 mg/dl atau anak mengalami tanda anemia. Reaksi alergi harus terus dimonitor jika anak diberikan tranfusi. 11. Kulit kering Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping kenaikan kulit kering, dapat dilihat pada tabel berikut: 18 Tabel 14 Tindakan Orang Tua Efek Samping Kulit kering (3 kasus) Tindakan yang dilakukan Frekuensi Persentase a. Memberikan body lotion dan penggunaan sabun mandi sesuai dengan pH kulit 3 100% Pada kasus anak yang mengalami kulit kering tindakan yang dilakukan oleh semua orang tua yaitu diatasi dengan memberikan body lotion pada anak dan menyesuaikan penggunaan sabun mandi dan deterjen sesuai dengan pH kulit. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua sudah sesuai dengan teori menurut American Cancer Society (2016) pasien yang mengalami gatal, kering, kemerahan atau kulit mengelupas adalah hindari mandi dengan air hangat, jangan mengeringkan badan dengan cara menggosok badan dengan handuk, menggunakan sabun mandi yang lembut dan mengandung pelembab, jangan menggunakan parfum, ataupun cologne karena mengandung alkohol dan jika wajah berjerawat, pasien tetap menjaga kulit wajah tetap bersih dan kering. Sedangkan Selwood (2008) menambahkan menggunakan krim atau losion yang mengandung calamine setelah mandi untuk melembabkan dan melembutkan kulit. Penatalaksanaan pasien dengan masalah sensitif terhadap sinar matahari adalah menghindari terkena sinar matahari langsung dari jam 10.00 –16.00, gunakan losion tabir surya dengan skin protection factor (SPF) 15 atau lebih, melindungi bibir dengan menggunakan pelembab bibir yang mengandung SPF 15 atau lebih, serta menggunakan celana panjang dan kaos panjang untuk melindungi tubuh dari sengatan sinar matahari. 12. Konstipasi Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam mengatasi efek samping kenaikan konstipasi, dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 15 Tindakan Orang Tua Efek Samping Konstipasi BAB (3 kasus) atau susah Tindakan yang dilakukan Frekuensi Persentase a. Memberikan makanan tinggi serat b. Memberikan obat laxative atau pencahar 1 33,3% 1 33,3% c. Memberikan makanan tinggi serat dan obat pencahar 1 33,3% 19 Hasil penelitian menunjukkan orang tua mengatasi konstipasi dengan memberikan anak makan-makanan yang tinggi serat, memberikan obat laxative atau pencahar, dan kombinasi -makanan yang tinggi serat dan obat pencahar. Tindakan yang dilakukan orang tua sudah benar. Menurut National Cancer Institute (2011) penanganan konstipasi pada pasien kanker yaitu perbanyak minum air putih 8 gelas perhari, minum air hangat seperti teh, kopi dan makan sayur sop, makan-makanan tinggi serat seperti roti gandum, buah-buahan, dan kacang-kacangan, menjadi lebih aktif dalam melakukan aktivitas, dan tanyakan kepada dokter atau perawat apabila konstipasi masih berlanjut setelah 2 hari. Dokter akan menyarankan suplemen serat, obat laxative, atau pemberian enema. Penanganan konstipasi menurut Nurko dan Zimmerman (2014) tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pemberian edukasi dan memodifikasi perilaku hidup. Namun, apabila konstipasi sudah terjadi, yang dapat dilakukan yaitu mengubah diet dengan memperbanyak asupan cairan dalam tubuh, minum sari bauh plum, jus pir, dan jus apel agar feces menjadi lebih lunak. Konstipasi terjadi karena rendahnya konsumsi makanan berserat, sehingga perbanyaklah makan-makanan berserat. Pemberian obat laxative atau pencahar dapat diberikan melalui oral atapun rectal. Jika pemberian obat laxative atau pencahar tidak berpengaruh, maka dapat diberikan enema. Cara ini juga didukung oleh penelitian Poddar (2016) yaitu dengan memodifiksi diet, mengajarkan toilet training dan memberikan obat laxative kepada anak. Memodifikasi diet untuk konstipasi yaitu dengan ,memberikan anak buah-buahan, serta minuman absorsable dan non-absorbable karbohidrat (sorbitol) seperti jus apel, pir dan plum. Penuhi diet seimbang dengan memenuhi kebutuhan serat seperti gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran. Direkomendasikan asupan serat harian yaitu usia (tahun) + 5 gr/hari. Dalam pemberian obat laxative perlu diperhatikan dosis dan efek samping yang terdapat. Dosis pemberian obat laxative yaitu 1 atau 2 kali perhari. 20 4. PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut. 1. Efek samping dari kemopterapi pada anak leukemia adalah 75% anak mengalami mual, 75% anak mengalami muntah, 40% anak mengalami kerontokan rambut, 35% anak mengalami gangguan mulut atau sariawan, 20% anak mengalami memar, 10% anak mengalami diare, 55% anak mengalami penurunan nafsu makan, 70% anak mengalami kelelahan, 60% risiko infeksi meningkat, 25% anak mengalami anemia, 15% anak mengalami kulit kering, dan 15% anak mengalami konstipasi. 2. Tindakan orang tua dalam mengatasi efek samping akibat kemoterapi pada anak leukemia: a. Mual, tindakan orang tua yang dilakukan sebagian besar adalah memberikan minyak kayu putih. b. Muntah, tindakan yang dilakukan orang tua sebagian besar memberikan obat anti mual muntah, lainnya diberikan air hangat, minyak kayu putih, dan diberikan jeruk saja. c. Rambut rontok, tindakan yang dilakukan orangtua sebagian besar adalah memotong rambut menjadi lebih pendek. d. Sariawan, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan obat Sariawan dan diberi buah jeruk. e. Memar (jumlah platelet rendah), tindakan yang dilakukan orangtua adalah membatasi kegiatan bermain dan memberikan obat. f. Diare, tindakan yang dilakukan semua orangtua adalah memberikan obat anti diare. g. Kehilangan selera makan, tindakan orang tua sebagain besar adalah memberikan makanan sesuai kesukaan anak dan suplemen. h. Kelelahan (jumlah sel darah merah rendah), tindakan yang dilakukan orangtua sebagian besar adalah menyuruh anak istirahat yang cukup. 21 i. Peningkatan risiko infeksi (karena jumlah sel darah putih rendah), tindakan yang dilakukan semua adalah menjaga kebersihan anak. j. Anemia, tindakan yang dilakukan semua orang tua adalah memberikan anak makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau, hati ayam dan sapi, dan lain-lain dan meningkatkan istirahat anak. k. Kulit kering, tindakan yang dilakukan semua orangtua adalah memberikan body lotion pada anak dan menyesuaikan penggunaan sabun mandi dan deterjen sesuai dengan pH kulit. l. Konstipasi, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan anak makan-makanan yang tinggi serat, memberikan obat laxative atau pencahar, dan kombinasi makanan yang tinggi serat dan obat pencahar 4.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka peneliti menyampaikan saran-saran penelitian bagi: 1. Ibu atau orang tua Ibu hendaknya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang cara mengatasi efek samping kemoterapi, sehingga orang tua tidak melakukan tindakan yang salah dalam mengtasi efek kemoterapi. 2. Bagi Perawat Perawat hendaknya selalu mengawasi tindakan orang tua dan memberikan nasihat pasca dilakukan kemoterapi. Perawat diharapkan selalu memberikan dukungan kepada orang tua untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada anaknya yang mendrita leukimia. 3. Institusi Kesehatan Institusi kesehatam seperti rumah sakit hendaknya melakukan upayaupaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman orang tua mengenai dampak dari kemoterapi. Melalui pendidikan kesehatan yang dilakuakn oleh institusi kesehatan memungkinkan orang tuadapat melakuan tindakan secara mandiri dan benar. 4. Peneliti Selanjutnya 22 Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian yang lebih mendalam, misalya dengan menggunakan teknik wawancara atau observasi, sehingga hasil penelitian dapat lebih mendalam dan mampu menggambarkan fenomena-fenomena yang tidak dapat diungkapkan dalam kuesioner. DAFTAR PUSTAKA Aisyah P.S., Hermayanti, Y., & Agustina H. R. (2014). Terapi Aktivitas Olahraga Untuk Mengatasi Fatigue Selama Menjalani Kemoterapi. Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah Volume 1. Nomor 2. Desember 2014 Ali, B., Al-Wabel, N. A., Shams, S. A., Ahamad, A., Khan, S. A., & Anwar, F. (2015). Essential oils used in aromatherapy: A systemic review. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 5(8): 601–611. American Cancer Society. (2016). Childhood Leukemia. American Cancer Society. ______. (2016). Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. American Cancer Society. Amirsha. (2012). Benefits of Drinking Hot Water. Dipetik Mei 30, 2017, dari Boldsky: https://www.boldsky.com/health/wellness/2012/health-benefits-ofhot-water-030832.html Axton, S. E., & Fugate, T. (2014). Pediatric Nursing Care Plans for the Hospitalized Child (3rd ed.). (F. Ariani, & A. O. Tampubolon, Trans.) Jakarta: EGC. Ball, J., Bindler, R., & Cowen, K. (2012). Priciples of Pediatric Nursing Caring for Children (5th ed). Pearson. Bensinger,W., Schubert, M., Ang, K., Brizel, D., Brown, E., Eilers, J. G., Elting, L., Mittal, B. B., Schattner, M. A.,Spielberger, R., Treister, N. S., Trotti, A. M. (2008). NCCN Task Force Report: Prevention and Management of Mucositis in Cancer Care. Journal of the National Comprehensive Cancer Network, Volume 6. Boccia, R. V. (2013). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: Identifying and Addressing Unmet Needs. Jcom Journal, 20, No. 8, 377-384. Browne C., Molloy C., O’Sullivan N., Richmond J. P., & Houston M. (2012). Diet and Cancer. Irish Cancer Society: Ireland. 23 Change. (2016). Side Effect from Chemotherapy: Diagnosis and Treatment. United Kingdom: Change. Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi (Edisi 3 Revisi). Jakarta: EGC. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2008). A Pharmachotherapy: A Pathophysiologic Approach. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Faridah V. N. (2013). Pengaruh Pemberian Minum Air Hangat Terhadap Kejadian Post Operative Nausea Vomitting (Ponv) Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Dengan Anestesi Spinal Di Unit Perawatan Paska Anestesi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Surya 14 Vol.01, No.XIV, April 2013 Harsal A., & Rachman A. (2016). Mengenal Lebih Dalam tentang Kanker. Medicinus Vol. 29, No. 1 | Edisi April 2016 Hetty. (2008). Pengaruh Jus Kacang Hijau terhadap Kadar Haemoglobin dan Jumlah Sel Darah dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan Kemoterapi di RSUP Fatmawati Jakarta. Universitas Indonesia. Hidayati, S. (2012). Mobile Phone Nursing Pada Pasien dengan Kemoterapi. Naskah Publikasi Program Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong's Nursing Care of Infants and Children. China: Elsevier Mosby. Hong, H. J., Ozbek, O. P., Stanek, T. B., Dietrich, M. A., Duncan, E. S., Lee, W. Y., Lesser, G. (2009). Taste and Odor Abnormalities in Cancer Patients. The Journal of Supportive Oncology, 7:58-65. Hudayani F. (2014). Gangguan Makan Pasca Kemoterapi & Radiasi. Artikel. Tersedia di gizi.depkes.go.id/wp-content/.../Ganggn-mkn-pasca-kemotrp.pdf diakses 24 Mei 2017 Kardiyudiani. N. K. (2013). Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Oral Mukositis Pada Pasien yang Mendapat Kemoterapi. E Journal. Tersedia di akper-notokusumo.ac.id diakses tanggal 16 Mei 2017 Kely, T., & Carman, S. (2013). Essential of Pediatric Nursing (2nd ed). Wolters Kluwers: Lippicort Williams & Wilkins. Loprinzi, C. L., Bensinger, W. I., Peterson, D. E., & Messner, C (Ed). (2014). Understanding and Managing Chemotherapy Side Effects. New York: Cancer Care Inc. www.cancercare.org 24 McKenzie, J., Pinger, R., & Kotecki, J. E. (2011). An Introduction to Community Health. United State of America: Jones & Barlett Publishers. Morgan, K., & Kim, S. (2015, April 30). How Can I Manage My Constipation Around Chemotherapy? Retrieved Februari 01, 2017, from Healthline: http://www.healthline.com National Cancer Institute. (2011). Eating Hints: Before, During, and After Cancer Treatment. U.S. Department of Health and Human Services, National Institutes of Health National Health Service. (2016). Cancer and Hair Loss. Tersedia di HYPERLINK "http://www.nhs.uk/Livewell/cancer/Pages/Cancerandhairloss.aspx" http://www.nhs.uk/Livewell/cancer/Pages/Cancerandhairloss.aspx . di akses 16 Juni 2017 Newton, S., Hickey, M., & Marrs, J. (2009). Mosby’s oncology nursing advisor: A comprehensive guide to clinical practice. Missouri: Mosby Elsevier Nurko S., & Zimmerman, L. A. (2014). Evaluation and Treatment of Constipation in Children and Adolescents. American Academy of Family Physicians, 90 (2): 82 – 90 Nursalam. (2010). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pashankar, F.D., Season, J.H., McNamara, J., & Pashankar, D.S. (2011). Acute constipation in children receiving chemotherapy for cancer. J Pediatr Hematol Oncol, 33 (7), e300 – e303. Poddar, U. (2016). Approach to Constipation in Children. Indian Pediatrics, 53, 319-327. Putri, A. F. (2015). Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia Usia 6-12 Tahun DI RSU Kabupaten Tangerang. Skripsi: Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Rahmah, D. S. (2009). Evaluasi Penggunaan Obat Antimuntah pada Pasien Retinoblastoma Anak yang Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 1 Ream, E., Richardson, A., Dann, A.C. (2007). Supportive intervention for fatigue in patients undergoing chemotherapy. Journal of Pain and Symptom Management, Vol. 31, No. 2 25 Santi, D. R. (2013). Pengaruh Aromaterapi Blended Peppermint dan Ginger Oil terhadap Rasa Mual pada Ibu Hamil Trimester Satu di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban. Jurnal Sain Med, Vol. 5. No. 2 Desember 2013: 52–55 Selwood, K. (2008). Side effects of chemotherapy. Dalam F. Gibson, & L. Soanes (Eds.), Cancer in children and young people (hal. 35 – 71). West Sussex: John Wiley & Sons Sianipar, N. B. (2014). Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya. CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014 Stein, A., Voigt, W., & Jordan, K. (2010). Chemotherapy-induced diarrhea: pathophysiology, frequency and guideline-based management. Therapeutic Advances in Medical Oncology, 2(1): 51 – 63. Susanti, L., & Tarigan, M. (2012). Karakteristik Mual dan Muntah Serta Upaya Penanggulangan Oleh Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi. Naskah Publikasi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Sutandyo, N. (2013). Ayah Bunda. Retrieved Februari 13, 2017, from Ayah Bunda: http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-tips/mengatasi-efek-sampingkemoterapi Syarif, H. (2008). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual Muntah Akut Akibat Kemoterapi Pada Pasien Kanker: Randomized Clinical Trial Jurnal PSIK – FK . ISSN : 2087-2879 (2008) U.S Department of Health and Human Services. (2012, Februari). Managing Chemotherapy Side Effects: Constipation. Retrieved Februari 23, 2017, from National Cancer Institute: http://www.cancer.gov Villasante1, A. C., Herskovitz, I., Mauro L. M., & Jimenez, J. J. (2014). Chemotherapy-Induced Alopecia. J Clin Investigat Dermatol Avens Publishing Group June 2014 Volume 2, Issue 2 Vitkauskaite, E., Juozaityte, E., Drukteniene, J., & Bunevicius, R. (2011). A Systematic Review of Cancer related Fatigue. Biological Psychiatry and Psychopharmalogical Journal, 13, No. 2, 74-77. Widagdo P. A., & Supriyadi (2014). Pengaruh Aroma Terapi Lemon dan Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Intensitas Mual Muntah Setelah Kemoterapi Pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan Vol II No 1 Desember 2014: 24-33 Wu, L.M., Chin, C.C., Haase, J.E., & Chen, C.H. (2009). Coping experiences ofadolescents with cancer: A qualitative study. Journal of Advanced Nursing, 65 (11), 2358 – 2366. 26