berbagai tindakan orang tua dalam mengatasi efek samping

advertisement
BERBAGAI TINDAKAN ORANG TUA DALAM MENGATASI
EFEK SAMPING KEMOTERAPI PADA ANAK LEUKEMIA DI
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Program Studi Strata I pada Program Studi Keperawatan
Disusun Oleh:
OKTAVIA MUNINGGAR WIJAYANTI
J 210 134 003
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
BERBAGAI TINDAKAN ORANG TUA DALAM MENGATASI
EFEK SAMPING KEMOTERAPI PADA ANAK LEUKEMIA DI
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
ABSTRAK
Pengobatan untuk leukemia digolongkan menjadi dua, yaitu kemoterapi dan terapi
suportif. Kemoterapi adalah terapi penggunaan obat untuk membunuh sel kanker.
Efek samping kemoterapi bergantung tipe, dosis obat, serta berapa lama obat yang
didapatkan. Efek samping yang biasa muncul yaitu kerontokan rambut, sariawan,
resiko tinggi terhadap infeksi, mudah memar, kelelahan, kurangnya nafsu makan,
mual, muntah, dan diare. Hal ini membuat ketidaknyamanan pada anak, sehingga
orang tua dari pasien anak leukemia melakukan berbagai tindakan untuk
mengatasi ketidaknyamanan yang akibat efek samping kemoterapi pada anaknya.
Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui berbagai tindakan orang tua terhadap
efek samping kemoterapi pada anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Sampel penelitian
sebanyak 20 responden. Teknik sampling menggunakan teknik purposive
sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian: Efek
samping dari kemopterapi pada anak leukemia adalah 1). 75% anak mengalami
mual, tindakan orang tua yang dilakukan adalah memberikan minyak kayu putih,
2). 75% muntah, tindakan yang dilakukan adalah memberikan obat anti mual
muntah, diberikan air hangat, minyak kayu putih, dan diberikan jeruk, 3). 40%
kerontokan rambut, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memotong rambut,
4). 35% gangguan mulut, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan
obat Sariawan dan diberi buah jeruk, 5). 20% memar, tindakan yang dilakukan
orangtua adalah membatasi kegiatan bermain dan memberikan obat, 6). 10%
diare, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan obat anti diare. 7).
55% penurunan nafsu makan, tindakan orang tua adalah memberikan makanan
sesuai kesukaan anak dan suplemen, 8). 70% kelelahan, tindakan yang dilakukan
orangtua adalah menyuruh anak istirahat yang cukup, 9). 60% risiko infeksi
meningkat, tindakan yang dilakukan adalah menjaga kebersihan anak. 10.) 25%
anemia, tindakan yang dilakukan orang tua adalah memberikan makanan yang
mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau, hati ayam, sapi, dan
meningkatkan istirahat anak, 11). 15% kulit kering, tindakan yang dilakukan
orangtua adalah memberikan body lotion dan penggunaan sabun mandi sesuai
dengan pH kulit, 12). 15% konstipasi, tindakan yang dilakukan orangtua adalah
memberikan anak makanan tinggi serat, memberikan obat laxative atau pencahar.
Kata Kunci: Tindakan orangtua, anak, leukemia, efek samping, kemoterapi
ABSTRACT
Treatment for leukemia is classified into two, namely chemotherapy and supportive
therapy. Chemotherapy is a drug use therapy to kill cancer cells. Side effects of
chemotherapy depend on type, dose of drug, and how long the drug is obtained.
Common side effects include hair loss, mouth ulcers, high risk of infection, easy
bruising, fatigue, lack of appetite, nausea, vomiting, and diarrhea. This makes the
1
inconvenience to the child, so the parent of the leukemia child patient takes various
actions to overcome the discomforts that result from the side effects of
chemotherapy on her child. This study aims to know the various actions of parents
to the side effects of chemotherapy in children with leukemia in Dr. Moewardi
hospital Surakarta. The research used descriptive method. The sample of research
were 20 respondents. Sampling technique using purposive sampling. The research
instrument used questionnaire. Results: The side effect of chemopterapi in child
leukemia is 1). 75% of children experience nausea, the parent's action is to give
eucalyptus oil, 2). 75% vomiting, the action taken is to give anti-nausea and vomit
medicine, given warm water, eucalyptus oil, and given oranges, 3). 40% hair loss,
the action that parents do is cut hair, 4). 35% of mouth disorders, the action that
parents do is to give medicine and canker syrup granted fruit, 5). 20% bruising,
the action that parents do is to limit play activities and provide medicine, 6). 10%
of diarrhea, the action that parents do is to give anti-diarrhea drugs. 7). 55%
decrease appetite, parental action is to provide food according to child's favorite
and supplement, 8). 70% fatigue, the action the parent does is tell the child to rest
enough, 9). 60% increased risk of infection, the action taken is to keep the child
clean. 10.) 25% anemia, the actions of parents are to provide foods containing
iron such as green leafy vegetables, chicken liver, cows, and improve child rest,
11). 15% dry skin, the action that parents do is to provide body lotion and the use
of bath soap in accordance with skin pH, 12). 15% constipation, parental action is
to provide children with high fiber foods, giving laxative or laxative drugs.
Keywords: Parent, child, leukemia, side effects, chemotherapy
1.
PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian pada anak. Kanker
menyebabkan kematian sekitar 7,6 juta orang pada tahun 2008 (WHO,2012).
Kasus leukemia sebagian besar terjadi pada masa kanak-kanak adalah LLA dan
sekitar 25 % kanker ini terjadi pada anak yang berusia dibawah 15 tahun, dengan
insiden yang paling tinggi terjadi pada usia antara 2-4 tahun. LLA lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dan orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam
(Axton & Fugate, 2014). Sedangkan di Indonesia, menurut Riskesdas (2007)
kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia, dengan presentasi
sebesar 5,7%. Angka kejadian kanker adalah 4,3% per 1000 penduduk, ini berarti
setiap 1000 orang ada sekitar 4 orang yang terkena kanker. Prevalensi leukemia
adalah yang tertinggi yaitu 2,8 per 100.000. Gejala leukemia antara lain pucat,
lemah, anak rewel, napsu makan menurun, demam tanpa sebab yang jelas,
pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening, kejang sampai penurunan
2
kesadaran, pendarahan kulit dan atau pendarahan spontan, nyeri tulang, seringkali
ditandai dengan anak tidak mau berdiri dan berjalan, dan lebih nyaman
digendong, pembesaran buah zakar dengan konsistensi keras.
Delapan puluh persen dari seluruh kasus leukemia adalah Acute Lymphoid
Leukemia (ALL), 15% adalah Acute Myelogenous Leukemia (AML) dan sisanya
adalah Chronic Myelogenous Leukemia (CML). Acute Lymphoid Leukemia
mempunyai angka insidensi tertinggi diantara penyakit leukemia karena gangguan
genetik pada pasien yang akan meningkatkan resiko terkena ALL. Acute
Lymphoid Leukemia menyerang anak rerata pada usia 2 – 6 tahun dan lebih sering
terjadi pada anak laki-laki. Prognosis akan lebih baik bila terjadinya pada usia 2 –
9 tahun (Hockenberry & Wilson, 2009).
Penanganan anak dengan leukemia menggunakan kemoterapi, dengan atau
tanpa radiasi cranial atau menggunakan hematopoietic stem cell transplantation.
Kemoterapi merupakan terapi yang paling sering digunakan untuk penanganan
anak dengan leukemia karena cara kerjanya yang unik dimana program ini sangat
efektif untuk kanker sistemik yang tidak dapat ditangani dengan pembedahan
maupun radiasi. Pengobatan dengan kemoterapi merupakan terapi kuratif utama
pada leukimia (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Posey, 2008).
Penggunaan kemoterapi multi agen memberikan keuntungan bagi pasien
dengan leukemia yaitu kemoterapi banyak memberikan keberhasilan dalam
penanganan pasien dengan leukemia, sehingga dapat menyelamatkan banyak
pasien anak dengan kanker (Potts, & Mandleco, 2007). Namun, kemoterapi juga
memiliki kelemahan yaitu tidak hanya mematikan sel malignan tetapi juga
mematikan sel-sel normal lain yang tumbuh secara cepat, misalnya sel mukosa
usus, sel darah maupun folikel rambut. Hal ini mengakibatkan adanya efek
samping kemoterapi yang terjadi pada sistem hematopoetik, gastrointestinal,
hepatik, renal, integumen dan reproduksi (Potts, & Mandleco, 2007).
Efek samping yang timbul sesuai dengan agen kemoterapi yang diberikan.
Penelitian tentang pengelompokan gejala pada anak dan remaja yang
mendapatkan terapi cisplatin, doxorubicin atau ifosfamide didapatkan bahwa agen
kemoterapi tersebut menyebabkan kelemahan, gangguan tidur dan mual muntah
paska kemoterapi. Kelemahan pada tubuh merupakan efek samping yang paling
3
sering dirasakan oleh anak dengan kemoterapi yang berdampak pada aktivitas
keseharian anak (Wu, Chin, Haase, & Chen, 2009).
Beberapa orang khawatir tentang harus kemoterapi, karena dapat
menimbulkan efek samping yang membuat merasa sakit (Change, 2016). Anak
dengan penyakit kanker membutuhkan perawatan jangka panjang dengan
melibatkan orang tua. Peranan orangtua sangat penting tetapi hal ini tidak mudah
bagi orang tua, karena orang tua juga mengalami dampak psikososial pada saat
anak terdiagnosa kanker sampai dengan anak menjalani program pengobatan.
Dampak tersebut antara lain terjadinya perubahan peran dan tanggung jawab,
yaitu orang tua berusaha melindungi anaknya, mendukung anak untuk kooperatif
terhadap pengobatan, merasa tidak mampu mengasuh anaknya yang lain, berusaha
untuk mencari informasi sehubungan dengan penyakit yang diderita anaknya
serta berusaha mencari dukungan emosional terkait situasi yang dihadapi. Ibu
merasa harus lebih kuat dalam menghadapi hidup bagi anak dan keluarga;
sedangkan ayah merasa pengobatan anak merupakan hal yang utama (Neil &
Clark, 2010).
Orang tua memiliki koping yang berbeda dalam memberikan perawatan
pada anak dengan penyakit kronis (McKenzie, Pinger, & Kotecki, 2011).
Keluarga juga akan mengalami beban berat psikologis maupun ekonomis serta
meningkatnya peran dan tanggungjawab orang tua. Setiap orang tua akan
berupaya
untuk
mempertahankan
kualitas
hidup
anaknya,
dengan
mempertahankan dan meningkatkan upaya penyembuhan dan adaptasi anak
(Wong, 2009). Orang tua merupakan orang terdekat anak yang akan mendampingi
anak dalam menghadapi penyakit dan pengobatan. Orang tua harus menghadapi
distress pada anak serta reaksi akibat pemberian kemoterapi. Efek samping
kemoterapi perlu dikomunikasikan dengan baik kepada anak dan orang tua
melalui
pemberian
pendidikan
kesehatan
karena
pasien
dan
keluarga
membutuhkan informasi dan dukungan emosional selama fase kemoterapi,
sehingga terjadi peningkatan kemampuan orang tua dalam merawat anak dengan
kemoterapi (Flury, Caflisch, Ullmann & Spichiger, 2011).
RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah rumah sakit yang terletak di
Surakarta, Jawa tengah. Berdasarkan data rekam medik diketahui bahwa pasien
anak dengan leukemia yang terdapat di RSUD Dr. Moewardi pada Januari 2016 –
4
Februari 2017 terdapat sebanyak 30 anak. Pasien anak dengan leukemia yang
dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta berada pada Bangsal Melati II. Setiap
anak yang datang untuk kemoterapi tentu saja didampingi orang tua masingmasing. Penatalaksanaan kemoterapi memiliki berbagai macam efek samping
seperti mual, muntah, kerontokan rambut, sariawan, memar, diare, penurunan
nafsu makan, kelelahan, peningkatan resiko infeksi, anemia, kulit kering,
mimisan, konstipasi, dan lain-lain. Hal ini membuat ketidaknyamanan pada anak,
sehingga setiap orang tua dari pasien anak leukemia tersebut melakukan berbagai
tindakan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang terjadi akibat efek samping
kemoterapi pada anaknya.
Orangtua dapat mencari informasi tentang cara merawat ke dokter atau
perawat agar dapat melakukan perawatan sendiri. Informasi tentang efek samping
kemoterapi tidak hanya bisa didapatkan dari penjelasan dokter maupun perawat
secara lisan, tetapi juga dalam bentuk tulisan, yaitu diberikannya booklet tentang
efek samping kemoterapi. Selain itu, orang tua juga mencari informasi dari
sumber yang lain seperti: tiga ibu bertanya tentang efek samping kemoterapi
kepada orang tua pasien yang lain, dua ibu mendapatkan informasi dari buku dan
internet selain bertanya pada orang tua pasien yang lain.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Berbagai Tindakan Orang tua dalam Mengatasi Efek Samping
Kemoterapi Pada Anak Leukemia di RSUD dr. Moewardi surakarta”.
2.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan metode
deskriptif analitik dan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta dan waktu penelitian dilaksanakan pada 01 Oktober 2016
– Juni 2017. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua yang
memiliki anak mengalami efek samping kemoterapi pada leukemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dengan sampel sebanyak 20 responden. Teknik sampling
menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitiani menggunakan
kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif.
5
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
a.
Karakteristik Responden
1) Orang tua
Karakteristik orang tua pasien anak anak dengan leukemia di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Karakteristik Responden Orang Tua
No
1
2
3
Karakteristik
Umur orang tua
a. < 20 tahun
b. 21 – 30 tahun
c. 31 – 40 tahun
d. > 40 tahun
Jumlah
Pendidikan terakhir
a. Lulus SD/Sederajat
b. Lulus SMP/Sederajat
c. Lulus SMA/Sederajat
d. Lulus Perguruan Tinggi
Jumlah
Pekerjaan
a. Buruh/ Petani
b. Tidak Bekerja/IRT
c. Wiraswasta/pedagang
d. Pegawai Swasta/Karyawan
Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
0
5
12
3
20
0
25,0
60,0
15,0
100
5
1
13
1
20
25,0
5,0
65,0
5,0
100
1
12
5
2
20
5,0
60,0
25,0
10,0
100
Distribusi frekuensi karakteristik umur orang tua pasien anak anak dengan
leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa sebagian besar
berumur 31 - 40 tahun sebanyak
12 responden (60%). Tingkat pendidikan
responden sebagian besar adalah lulus SMA/sederajat sebanyak 13 responden
(65%), dan sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 12 responden (60%).
2) Anak
Karakteristik pasien anak anak dengan leukemia di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta ditampilkan pada tabel berikut.
6
Tabel 2. Karakteristik Responden Anak
No
1
3
4.
Karakteristik
Frekuensi
Umur Anak
a. 1-3 tahun
b. 3,1-6 tahun
c. 6,1-12 tahun
Jumlah
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Jumlah
Fase Kemoterapi
a. Induksi
b. Konsolidasi
c. Maintenance
Jumlah
Persentase (%)
2
6
12
20
10,0
30,0
60,0
100
16
4
20
80,0
20,0
100
9
2
9
20
45,0
10,0
45,0
100
Distribusi frekuensi karakteristik pasien anak dengan leukemia di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa sebagian besar berumur 6,1-12
tahun sebanyak 12 responden (60%). Pasien anak dengan leukemia sebangian
besar dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 16 responden (80%). Pasien anak
sebagian besar tahap atau fase kemoterapi yang dilakui adalah tahap induksi
sebanyak 9 orang (45%) dan tahap maintenance sebabanyak 9 orang (45%).
b.
Tindakan Orang Tua terhadap Efek Samping Kemoterapi pada Anak dengan
Leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
1) Efek samping
Beberapa efek samping kemoterapi yang dapat terjadi dalam jangka
pendek, dapat dilihat pada hasil penelitian sebagai berikut:
Tabel 3. Efek Samping Kemoterapi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Efek samping
Mual
Muntah
Rambut rontok
Sariawan
Memar
Diare
Kehilangan selera makan
Kelelahan
Peningkatan risiko infeksi
Anemia
Kulit kering
Konstipasi
7
Frekuensi
Presentase
15
15
8
7
4
2
11
14
12
5
3
3
75%
75%
40%
35%
20%
10%
55%
70%
60%
25%
15%
15%
Mual dan muntah telah lama diketahui menjadi yang paling ditakutkan
dalam efek samping kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 75% anak
mengalami mual dan 75 % anak mengalami muntah. Rambut rontok merupakan
salah satu efek samping dari kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 40% anak
mengalami kerontokan rambut. Hasil penelitian menunjukkan 35%
anak
mengalami gangguan mulut atau sariawan. Efek samping lain dari kemoterapi
adalah jumlah trombosit tidak cukup, maka kemungkinan mudah terjadi
perdarahan atau memar, bahkan dari cedera ringan. Hasil penelitian menunjukkan
20% anak mengalami memar.
Ketika kemoterapi mempengaruhi lapisan sel-sel usus, hal tersebut dapat
menyebabkan diare. Hasil penelitian menunjukkan 10% anak mengalami diare.
Perubahan nafsu makan terjadi berhari-hari, kehilangan nafsu makan tidak hanya
karena mual dan muntah, perubahan rasa atau masalah mulut dan tenggorokan
tetapi merasa tertekan atau lelah. Hasil penelitian menunjukkan 55% anak
mengalami penurunan nafsu makan. Kelelahan merupakan salah satu efek
samping yang paling umum dari pengobatan kanker.
Hasil penelitian
menunjukkan 70% anak mengalami kelelahan. Jumlah sel darah putih yang
rendah menurunkan kemampuan untuk melawan infeksi. Hasil penelitian
menunjukkan 60% berisiko infeksi meningkat. Hasil penelitian menunjukkan 25%
anak mengalami anemia. Pasien yang mengalami kulit kering pada penelitian ini
sebanyak 15%. Konstipasi yaitu ketidaknormalan atau kesulitan dalam buang air
besar (BAB). Hasil penelitian menunjukkan 15% anak mengalami konstipasi.
3.2 Pembahasan
1.
Mual
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping mual, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Mual
(15 kasus)
Tindakan yang dilakukan
a. Memberikan obat anti mual dan muntah
b. Memberikan minyak kayu putih
8
Frekuensi
Persentase
1
6,7%
14
93,3%
Tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar orang tua yaitu memberikan
minyak kayu putih pada anaknya. Tindakan yang dilakukan orang tua sudah
benar. Pemberian minyak kayu putih merupakan salah cara mengatasi mual
dengan aroma terapi. Menurut Ali, Al-Wabel, Shams, Ahamad, Khan, & Anwar
(2015) aromaterapi menggunakan minyak esensial sebagai agen terapeutik,
substansi konsentrasi tinggi hasil dari ekstrak bunga-bungaan, daun-daunan,
tangkai atau batang tanaman, buah-buahan, akar-akaran, dan juga hasil
penyulingan dari damar. Terdapat beberapa metode penggunaan minyak esensial
yaitu dengan inhalasi, pijatan, atau mengaplikasikan secara sederhana dengan
memberikan pada permukaan kulit. Tanaman yang dapat memproduksi minyak
esensial salah satunya adalah Eucalyptus globulus atau biasa disebut tanaman dari
minyak kayu putih.
Hasil penelitian Santi (2013) menjelaskan aromaterapi dapat digunakan
sebagai solusi untuk mengatasi mual muntah. Aromaterapi merupakan tindakan
terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat untuk
meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Setiap
minyak essensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri,
antivirus, diuretik, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal.
Tindakan lainnya yang dilakukan orang tua adalah memberikan obat anti
mual dan muntah. Obat yang diberikan orang tua yaitu berdasarkan resep dokter
(Ondansenton dan deksametason). Tindakan ini tepat seperti yang dijelaskan oleh
Kely & Carman (2013) mencegah mual dan muntah dengan pemberian obat
antiemetik sebelum pemberian kemoterapi dan pada jadwal rutin sekitar beberapa
jam untuk pertama untuk 2 hari bukan pada saat dibutuhkan.
2.
Muntah
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping muntah, dapat dilihat pada tabel berikut:
9
Tabel 5 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Muntah
(15 kasus)
Tindakan yang dilakukan
a. Memberikan obat anti mual dan muntah
b.
c.
d.
e.
f.
(ondansenton dan deksametason)
Diberi air hangat
Diberi minyak kayu putih
Diberi buah jeruk
Menyediakan makananan sesuai keinginan
anak dan memberikan obat anti mual dan
muntah
Menyediakan makananan sesuai keinginan
anak dan diberi buah jeruk
Frekuensi
Persentase
8
53,3%
1
1
6,7%
6,7%
1
1
6,7%
6,7%
3
20%
Efek samping lain yang dialami anak adalah muntah. Orang tua mengatasi
efek samping muntah adalah dengan memberikan obat anti mual dan muntah.
Obat yang diberikan orang tua yaitu berdasarkan resep dokter (Ondansenton dan
deksametason). Tindakan yang dilakukan sudah tepat. Pada penanganan kasus
mual muntah pada penelitian Rahmah (2009) menjelaskan pemakaian protokol
antiemetik B yang terdiri dari Ondanseton dan Deksametason ternyata efektif
untuk mengatasi peristiwa emesis pada anak yang sedang menjalani kemoterapi.
Tindakan lainnya yang dilakukan orang tua ketika anaknya muntah yaitu
dengan memberikan air hangat.
Pemberian air hangat ke anak merupakan
tindakan yang tepat. Pemberian air hangat akan menimbulkan efek relaksasi otot.
Hal ini seperti dijelaskan oleh penelitian Amirsha (2012) air hangat memberikan
rasa nyaman, menyembuhkan sembelit, memperlancar peredaran darah dan
mengurangi nyeri. Minum segelas air hangat dapat meningkatkan gerakan usus,
menyembuhkan sembelit, memecah partikel makanan dan melewatinya melalui
usus. Bila anda minum air hangat maka timbunan lemak dalam tubuh dibakar dan
timbunan dalam sistem syaraf juga diurai dan ini akan meningkatkan sirkulasi
darah dalam tubuh. Penelitian oleh Faridah (2013) pasien yang diberikan air
hangat terbukti tidak mengalami mual muntal. Hal ini menjelaskan air hangat
dapat menurunkan risiko mual dan muntah.
Orang tua juga mengatasi muntah pada anak setelah kemoterapi yaitu
dengan memberikan minyak kayu putih. Tindakan yang dilakukan orang tua
sudah benar. Hasil penelitian Santi (2013) menjelaskan aromaterapi dapat
digunakan sebagai solusi untuk mengatasi mual muntah. Aromaterapi merupakan
tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat
10
untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik.
Pemberian aroma terapi untuk mengatasi mual juga dijelaskan oleh penelitian
yang dilakukan Widagdo dan Supriyadi (2014) dengan hasil aroma terapi terbukti
secara efektif menurunkan intensitas mual dan muntah saat kemoterapi.
Pemberian aroma terapi akan merangsang otak untuk memproduksi serotonin
menimbulkan rasa nyaman dan tenang sehingga akan menurunkan intensitas mual
dan muntah.
Mengatasi mual dan muntah dengan menyediakan makanan sesuai dengan
keinginan anak dan diberikan buah jeruk adalah tindakan yang kurang tepat.
Hudayani (2014) menjelaskan tidak semua makanan yang disukai dapat mengatasi
mual dan muntah. Makanan yang mengatasi mual dan muntah adalah makan
makanan yang kering, porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari. Bahkan
perlu menghindari makanan yang berbau merangsang, makanan dan minuman
terlalu manis.
3.
Rambut rontok
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping rambut rontok, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Kerontokan
rambut
(8 kasus)
Tindakan yang dilakukan
a. Memotong rambut
b. Menggunakan topi, syal atau turban
c. Menyisir rambut dengan lembut
Frekuensi
Persentase
6
1
1
75%
12,5%
12,5%
Tindakan orang tua yang dilakukan untuk mengatasi kerontokan rambut
adalah sebagian besar orang tua memotong rambut anak menjadi lebih pendek.
Tindakan lainnya adalah menggunakan topi, syal atau turban. Tindakan yang
dilakukan orang tua sudah tepat.
Penelitian
Hidayati (2012) menjelaskan
membiasakan dengan rambut pendek sehingga jika suatu saat rambut rontok, tidak
akan begitu terlihat. Namun jika pasien tetap tidak percaya diri dengan rambut
rontok, pilihan menggunakan wig mungkin dapat dilakukan. Khususnya pada
anak memotong rambut menjadi lebih pendek adalah pilihan yang tepat, atau
dikombinasikan dengan topi. Pada kasus anak sangat jarang diberikan wig atau
rambut palsu karena biasanya anak tidak suka atau menjadi risih. Menurut
National Health Service (2016) beberapa penanganan kanker dapat membuat
11
kerontokan pada rambut tetapi wig dan topi dapat mengatasi masalah tersebut.
Beberapa orang lebih nyaman memotong rambutnya menjadi lebih pendek
sebelum melakukan terapi. Hal ini dilakukan agar rambut yang rontok tidak
terjadi secara signifikan. Menyisir rambut dengan perlahan juga dianjurkan, agar
rambut tidak rontok terlalu banyak. Sedangkan penelitian Villasantel, Herskovitz,
Mauro & Jimenez (2014) menjelaskan kerontokan rambut pada pasien yang
menjalani kemoterapi harus ditangani dengan tepat, karena hal ini memberikan
dampak sosial kepada pasien. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
pencegahan dengan pemeriksaan lebih lanjut, pendekatan psikologis agar pasien
bisa menerima. Pada dasarnya belum ada terapi yang signifikan dapat mengurangi
kerontokan rambut sebagai dampak dari kemoterapi.
4.
Sariawan
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping sariawan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Sariawan
( 7 kasus)
Tindakan yang dilakukan
a. Memberikan obat sariawan
b. Diberi jeruk
Frekuensi
Persentase
4
3
57,1%
42,9
Hasil penelitian menunjukkan orang tua mengatasi sariawan dengan
memberikan obat Sariawan atau memberikan buah jeruk. Tindakan ini kurang
tepat. Menurut Harsal dan Rachman (2016) sariawan sebagai dampak kemoterapi
tidak dapat diberikan obat sariawan dengan sembarangan. Sariawan akan hilang
dengan sendiri berbarengan dengan pemberhentian pengobatan. Cara yang tepat
mengatasi sariawan adalah dengan menjaga kebersihan mulut. Menurut Browne,
Molloy, O’Sullivan, Richmond & Houston (2012) mengkonsumsi buah jeruk,
lemon, anggur dan nanas perlu dihindari saat mengalami sariawan.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Kardiyudiani (2013) untuk
mengatasi sariawan adalah dengan perawatan rongga mulut. Penggunaan alat
pembersih mulut baik sikat gigi dan pasta gigi yang dapat digunakan untuk
menurunkan resiko tersebut, hal ini dapat diminimalisir dengan peningkatan peran
preventif perawat dalam pendidikan kesehatan pada pasien.
12
Pencegahan sariwaan atau stomatitis pada anak lebih tepat adalah menjaga
kebersihan rongga mulut. Hal ini diungkapkan oleh Bensinger et, al (2008),
keefektifan membersihkan mulut adalah pencegahan yang baik. Menyikat gigi
dengan sikat gigi yang lembut 2 kali sehari, menggunakan benang gigi sehari
sekali, sering berkumur-kumur dengan normal saline
atau obat kumur
berdesinfektan untuk mencegah infeksi terjadi. Melakukan kebersihan rongga
mulut lebih diutamakan dari pada menggunakan obat sariawan.
5.
Memar (jumlah platelet rendah)
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping memar, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
a.
b.
Memar
(4 kasus)
Tindakan yang dilakukan
Membatasi kegiatan bermain anak
Memberikan obat atau herbal
Frekuensi
Persentase
2
2
50%
50%
Hasil pengamatan pada orang tua, penanganan yang dilakukan oleh orang
tua mengatasinya dengan membatasi kegiatan bermain sudah benar,
seperti didukung oleh
hal ini
American Cancer Society (2016) adalah membatasi
aktivitas anak dengan menghindari aktivitas atau permainan yang berisiko pasien
terluka. Tindakan yang dibenarkan jika sampai terjadi perdarahan adalah tekan
dengan lembut daerah yang mengalami perdarahan sampai perdarahannya
berhenti dengan menggunakan es dalam kantong, kantong yang berisi pasir atau
botol infus. Selain itu orang tua menurut Selwood, (2008) dapat melakukan sikat
gigi dengan sikat yang lembut dan sebelumnya sikat gigi tersebut dimasukkan
pada air panas agar sikatnya menjadi lebih lembut, berhati-hati menggunakan
benda tajam seperti gunting, maupun pisau, selalu gunakan sepatu atau alas kaki
kemanapun pasien pergi, jangan menggunakan tusuk gigi untuk membersihkan
gigi.
Tindakan orang tua dengan memberikan obat adalah tindakan yang benar
terapi membutuhkan pengawasan dokter yang ketat. Menurut Sianipar (2014)
kejadian
memar dalam istilah dampak kemoterapi diartikan jumlah platelet
rendah atau jumlah trombosit tidak cukup bisa dilakukan pemberian transfusi
13
trombosit pada trombositopenia harus dipertimbangkan dengan matang.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan darah rutin/lengkap, dan
penilaian ulang apusan darah tepi merupakan komponen penting dalam evaluasi
awal pasien trombositopenia.
6.
Diare
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping diare, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Diare
(2 kasus)
Tindakan yang dilakukan
Memberikan obat anti diare
Frekuensi
Persentase
2
100%
Pada kasus ini tindakan yang dilakukan semua orang tua adalah
memberikan obat anti diare. Tindakan ini tidak sepenuhnya benar, memberikan
obat diare tanpa memperhatikan cara penganan yang lain dapat berakibat tidak
baik. Menurut Newton, Hickey & Marrs (2009) penatalaksanaan pasien diare
akibat kemoterapi antara lain penuhi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, makan makanan 5 – 6 kali/hari
dalam porsi kecil, makan makanan yang tinggi kalium dan natrium, misalnya
pisang, jeruk, maupun kentang, makan makanan rendah serat, berikan makanan
atau minuman bebas laktosa, misalnya susu dan produk susu, serta bersihkan
daerah perianal dengan hati-hati setelah buang air besar.
Stein, Voigt & Jordan (2010) menjelaskan penanganan non farmakologi
diare adalah rehidrasi oral yaitu dengan membuat campuran larutan air, garam
dan gula. Penanganan farmakologi yang dapat dilakukan yaitu dengan
memberikan loperamide, octreotide dan tincture yang termasuk ke dalam
golongan opium yang direkomendasikan untuk mengatasi diare selama
kemoterapi.
7.
Kehilangan selera makan
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping kehilangan selera makan, dapat dilihat pada tabel berikut:
14
Tabel 10 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Penurunan nafsu
makan
(11 kasus)
Tindakan yang dilakukan
a. Memberikan makanan kesukaan
b. Memberikan makanan yang berbeda
setiap hari
c. Memberikan makanan kesukaan dan
suplemen makanan
d. Memberikan makanan kesukaan,
suplemen dan madu
Frekuensi
Persentase
5
1
45,5%
9,1%
4
36,4%
1
9,1%
Hasil penelitian dalam menangani penurunan nafsu makan tindakan orang
tua adalah memberikan makanan sesuai kesukaan anak. Tindakan yang dilakukan
orang tua sudah tepat. Hal ini sesuai dengan penelitian Browne, Molloy,
O’Sullivan, Richmond, & Houston (2012) penanganan kehilangan nafsu makan
adalah membuatkan makan-makananan yang diinginkan, makan-makanan dalam
porsi kecil serta makan-makanan ringan sekitar 2-3 jam, memakan camilan tinggi
kalori dan protein seperti keju, biskuit, sandwiches, kue muffins atau scones.
Gunakan piring kecil saat makan, makan dengan perlahan dan kunyah makanan
dengan baik. Perbanyak minum air seperti susu, jus dan sup. Mencoba
mengkonsumsi suplemen makanan jika masih kesulitan untuk makan. Ajak
keluarga untuk makan bersama agar terasa lebih menyenangkan. Lakukan
beberapa latihan fisik yang ringan karena akan mendapatkan udara segar yang
dapat meningkatkan nafsu makan.
Tindakan orang tua lainnya yaitu memberikan menu berbeda setiap hari,
ditambahkan suplemen dan madu merupakan tindakan yang tepat. Pemberian
variasi makan, suplemen atau madu merupakan salah satu cara untuk mengatasi
penurunan selera makan. Menurut National Cancer Institute (2011), membuat
makanan yang disajikan bervariasi, makan 5 sampai 6 kali sedikit demi sedikit
dari 3 porsi makan, makan camilan yang disukai seperti biskuit kacang, kacangkacangan, gandum dan bauh-buahan, memakan-makanan tinggi kalori dan
protein. Pilih minuman yang berkalori dan bernutrisi seperti jus, susu, sup dan sari
kacang kedelai. Makan-makanan yang lembut dan dingin sepeerti yogurt, dan
milkshake. Melakukan latihan fisik dapat meningkatkan perasaan lebih baik pada
penderita kanker dan meningkatkan nafsu makan. Menurut Hammad (2009),
15
madu bisa memperbaiki nafsu makan, menambah berat badan, menstabilkan detak
jantung dan mencegah beberapa penyakit. Madu mengandung unsur zink yang
memiliki peranan penting dlaam melawan sel kanker. Madu termasuk makanan
yang seimbang karena mengandung karbohidrat, protein, gliserid, mineral, dan
beberapa unsur penting lainnya seperti: potasium, tembaga, besi, zink, mangan,
kromium, kalsium, silinium, dan magnesium.
8.
Kelelahan
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping kelelahan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Kelelahan
(14 kasus)
Tindakan yang dilakukan
a. Membatasi waktu main pada anak
b. Menyuruh anak agar istirahat yang
cukup
c. Membatasi waktu bermain dan
menyuruh istirahat cukup
Frekuensi
Persentase
1
12
7,1%
85,7%
1
7,1%
Tindakan yang dilakukan orang tua adalah membatasi waktu main pada
anak sehingga anak mempunyai waktu istirahat yang cukup adalah tindakan yang
tepat. Penanganan kasus ini oleh orang tua sudah tepat, hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Vitkauskaite, Juozaityte, Drukteniene, &
Bunevicius (2011) manajemen
fatigue harus interdisipliner yang melibatkan
unsur klinik, psikologi dan faktor sosial. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk mengatasi kelelahan (fatigue) adalah tidur siang singkat atau istirahat di
kursi yang nyaman bukan ditempat tidur, berjalan-jalan atau melakukan beberapa
latihan ringan jika memungkinkan.
Cara mengatasi kelelahan menurut Loprinzi, Bensinger, Peterson, &
Messner (2014) istirahat dengan
berbaring, duduk atau tidur, makan atau
minuman ringan. Istirahat di kursi yang nyaman bukan di tempat tidur, berjalanjalan atau melakukan beberapa latihan ringan jika memungkinkan.
Hasil
penelitian Aisyah, Hermayanti & Agustina (2014) menjelaskan fatigue merupakan
efek samping kemoterapi yang paling yang paling berdampak buruk terhadap
kualitas hidup. Jenis aktivitas yang dilakukan pada dasarnya harus meningkatkan
16
kekuatan persendian, melancarkan sistem kardiovaskuler serta unsur-unsur
relaksasi. Istirahat cukup dan relaksasi dengan olah raga ringan mengurangi
keletihan secara fisik tetapi memperbaiki kondisi psikologis.
9.
Peningkatan risiko infeksi (karena jumlah sel darah putih rendah)
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping kenaikan risiko infeksi, dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 12 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Peningkatan resiko infeksi
(demam, batuk, flu)
(12 kasus)
Tindakan yang dilakukan
Menjaga kebersihan
Frekuensi
12
Persentase
100%
Tindakan orang tua untuk mengatasi kenaikan risiko infeksi adalah
menjaga kebersihan anak. Penanganan yang dilakukan oleh orang tua secara non
farmakologi sudah tepat. American Cancer Society (2016) penatalaksanaan anak
dengan neutropenia secara nonfarmakologis adalah melakukan teknik mencuci
tangan dengan sabun yang benar terutama setelah dari kamar mandi dan sebelum
makan, jauhi orang yang sedang sakit agar tidak tertular, mencuci sayuran mentah
atau buah-buahan sebelum dikonsumsi, hindari makan telur, ayam, ikan yang
belum matang dimasak, makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Sedangkan menurut Hawkins (2009) orang tua harus
berhati-hati saat memotong kuku, mempertahankan perawatan mulut yang baik,
mandi secara teratur dapat menurunkan bakteri yang menempel pada kulit,
istirahat yang cukup, minum banyak, hindari merawat binatang, hindari terjadi
luka pada kulit, gunakan selalu alas kaki, hindari vaksinasi. Anak dapat juga
menjalani aktivitas keseharian dengan normal termasuk anak dapat masuk sekolah
dengan kondisi neutropenia.
10. Anemia
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping kenaikan risiko infeksi, dapat dilihat pada tabel berikut:
17
Tabel 13 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Anemia
( 5 kasus)
Tindakan yang dilakukan
Memberikan anak makanan
yang mengandung zat besi
seperti sayuran berdaun hijau,
hati ayam dan sapi, dan lainlain dan meningkatkan istirahat
anak
Frekuensi
Persentase
5
100%
Pada kasus anemia semua orang tua melakukan tindakan memberikan anak
makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau, hati ayam dan
sapi, dan lain-lain. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua secara teori telah
benar, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Hetty (2008) makanan tersebut akan
meningkatkan peningkatan kadar hemoglobin dan sel-sel darah pasien kanker
yang menjalani kemoterapi Makanan yang mengandung zat besi seperti kacang
hijau terutama dalam bentuk jus kacang hijau rata-rata peningkatan kadar
hemoglobin, eritrosit, leukosit, dan trombosit secara berurutan adalah 1,12 gr/dl,
0,5 juta/ul, 1,12 ribu/ul, dan 97,43 ribu/ul. Artinya pemberian makanan yang
mengandung zat besi efektif mengurangi dampak anemia akibat kemoterapi.
Tindakan orang tua dengan memberikan istirahat anak. Tindakan yang
dilakukan oleh orang tua secara teori telah benar, hal ini seperti yang dijelaskan
oleh American Cancer Society (2016) pasien dengan anemia adalah memberikan
banyak istirahat, membatasi aktivitas terutama yang menguras tenaga, serta makan
makanan yang bernutrisi untuk menyediakan kalori yang dibutuhkan tubuh dan
mengganti jaringan yang rusak akibat kemoterapi. Selain itu, intervensi suportif
yang dapat diberikan pada anak adalah pemberian transfusi darah jika kadar
hemoglobin anak dibawah 7 mg/dl atau anak mengalami tanda anemia. Reaksi
alergi harus terus dimonitor jika anak diberikan tranfusi.
11. Kulit kering
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping kenaikan kulit kering, dapat dilihat pada tabel berikut:
18
Tabel 14 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Kulit kering
(3 kasus)
Tindakan yang dilakukan
Frekuensi
Persentase
a. Memberikan body lotion dan
penggunaan sabun mandi sesuai
dengan pH kulit
3
100%
Pada kasus anak yang mengalami kulit kering tindakan yang dilakukan
oleh semua orang tua yaitu diatasi dengan memberikan body lotion pada anak dan
menyesuaikan penggunaan sabun mandi dan deterjen sesuai dengan pH kulit.
Tindakan yang dilakukan oleh orang tua sudah sesuai dengan teori menurut
American Cancer Society (2016) pasien yang mengalami gatal, kering, kemerahan
atau kulit mengelupas adalah hindari mandi dengan air hangat, jangan
mengeringkan
badan
dengan
cara
menggosok
badan
dengan
handuk,
menggunakan sabun mandi yang lembut dan mengandung pelembab, jangan
menggunakan parfum, ataupun cologne karena mengandung alkohol dan jika
wajah berjerawat, pasien tetap menjaga kulit wajah tetap bersih dan kering.
Sedangkan Selwood (2008) menambahkan menggunakan krim atau losion yang
mengandung calamine setelah mandi untuk melembabkan dan melembutkan kulit.
Penatalaksanaan pasien dengan masalah sensitif terhadap sinar matahari adalah
menghindari terkena sinar matahari langsung dari jam 10.00 –16.00, gunakan
losion tabir surya dengan skin protection factor (SPF) 15 atau lebih, melindungi
bibir dengan menggunakan pelembab bibir yang mengandung SPF 15 atau lebih,
serta menggunakan celana panjang dan kaos panjang untuk melindungi tubuh dari
sengatan sinar matahari.
12. Konstipasi
Hasil penelitian tentang tindakan yang dilakukan orangtua dalam
mengatasi efek samping kenaikan konstipasi, dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 15 Tindakan Orang Tua
Efek Samping
Konstipasi
BAB
(3 kasus)
atau
susah
Tindakan yang dilakukan
Frekuensi
Persentase
a. Memberikan makanan tinggi
serat
b. Memberikan obat laxative atau
pencahar
1
33,3%
1
33,3%
c. Memberikan makanan tinggi
serat dan obat pencahar
1
33,3%
19
Hasil penelitian menunjukkan orang tua mengatasi konstipasi dengan
memberikan anak makan-makanan yang tinggi serat, memberikan obat laxative
atau pencahar, dan kombinasi -makanan yang tinggi serat dan obat pencahar.
Tindakan yang dilakukan orang tua sudah benar. Menurut National Cancer
Institute (2011) penanganan konstipasi pada pasien kanker yaitu perbanyak
minum air putih 8 gelas perhari, minum air hangat seperti teh, kopi dan makan
sayur sop, makan-makanan tinggi serat seperti roti gandum, buah-buahan, dan
kacang-kacangan, menjadi lebih aktif dalam melakukan aktivitas, dan tanyakan
kepada dokter atau perawat apabila konstipasi masih berlanjut setelah 2 hari.
Dokter akan menyarankan suplemen serat, obat laxative, atau pemberian enema.
Penanganan konstipasi menurut Nurko dan Zimmerman (2014) tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pemberian edukasi dan memodifikasi
perilaku hidup. Namun, apabila konstipasi sudah terjadi, yang dapat dilakukan
yaitu mengubah diet dengan memperbanyak asupan cairan dalam tubuh, minum
sari bauh plum, jus pir, dan jus apel agar feces menjadi lebih lunak. Konstipasi
terjadi karena rendahnya konsumsi makanan berserat, sehingga perbanyaklah
makan-makanan berserat. Pemberian obat laxative atau pencahar dapat diberikan
melalui oral atapun rectal. Jika pemberian obat laxative atau pencahar tidak
berpengaruh, maka dapat diberikan enema.
Cara ini juga didukung oleh penelitian Poddar (2016) yaitu dengan
memodifiksi diet, mengajarkan toilet training dan memberikan obat laxative
kepada anak. Memodifikasi diet untuk konstipasi yaitu dengan ,memberikan anak
buah-buahan, serta minuman absorsable dan non-absorbable karbohidrat (sorbitol)
seperti jus apel, pir dan plum. Penuhi diet seimbang dengan memenuhi kebutuhan
serat seperti gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran. Direkomendasikan asupan
serat harian yaitu usia (tahun) + 5 gr/hari. Dalam pemberian obat laxative perlu
diperhatikan dosis dan efek samping yang terdapat. Dosis pemberian obat laxative
yaitu 1 atau 2 kali perhari.
20
4.
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka peneliti dapat
menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut.
1.
Efek samping dari kemopterapi pada anak leukemia adalah 75% anak
mengalami mual, 75% anak mengalami muntah, 40% anak mengalami
kerontokan rambut, 35% anak mengalami gangguan mulut atau sariawan,
20% anak mengalami memar, 10% anak mengalami diare, 55% anak
mengalami penurunan nafsu makan, 70% anak mengalami kelelahan, 60%
risiko infeksi meningkat, 25% anak mengalami anemia, 15% anak mengalami
kulit kering, dan 15% anak mengalami konstipasi.
2.
Tindakan orang tua dalam mengatasi efek samping akibat kemoterapi pada
anak leukemia:
a. Mual, tindakan orang tua yang dilakukan sebagian besar adalah
memberikan minyak kayu putih.
b. Muntah, tindakan yang dilakukan orang tua sebagian besar memberikan
obat anti mual muntah, lainnya diberikan air hangat, minyak kayu putih,
dan diberikan jeruk saja.
c. Rambut rontok, tindakan yang dilakukan orangtua sebagian besar adalah
memotong rambut menjadi lebih pendek.
d. Sariawan, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan obat
Sariawan dan diberi buah jeruk.
e. Memar (jumlah platelet rendah), tindakan yang dilakukan orangtua adalah
membatasi kegiatan bermain dan memberikan obat.
f. Diare, tindakan yang dilakukan semua orangtua adalah memberikan obat
anti diare.
g. Kehilangan selera makan, tindakan orang tua sebagain besar adalah
memberikan makanan sesuai kesukaan anak dan suplemen.
h. Kelelahan (jumlah sel darah merah rendah), tindakan yang dilakukan
orangtua sebagian besar adalah menyuruh anak istirahat yang cukup.
21
i. Peningkatan risiko infeksi (karena jumlah sel darah putih rendah),
tindakan yang dilakukan semua adalah menjaga kebersihan anak.
j. Anemia, tindakan yang dilakukan semua orang tua adalah memberikan
anak makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran berdaun hijau,
hati ayam dan sapi, dan lain-lain dan meningkatkan istirahat anak.
k. Kulit kering, tindakan yang dilakukan semua orangtua adalah memberikan
body lotion pada anak dan menyesuaikan penggunaan sabun mandi dan
deterjen sesuai dengan pH kulit.
l. Konstipasi, tindakan yang dilakukan orangtua adalah memberikan anak
makan-makanan yang tinggi serat, memberikan obat laxative atau
pencahar, dan kombinasi makanan yang tinggi serat dan obat pencahar
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka peneliti
menyampaikan saran-saran penelitian bagi:
1.
Ibu atau orang tua
Ibu hendaknya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan mereka
tentang cara mengatasi efek samping kemoterapi, sehingga orang tua tidak
melakukan tindakan yang salah dalam mengtasi efek kemoterapi.
2.
Bagi Perawat
Perawat hendaknya selalu mengawasi tindakan orang tua dan
memberikan nasihat pasca dilakukan kemoterapi. Perawat diharapkan selalu
memberikan dukungan kepada orang tua untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada anaknya yang mendrita leukimia.
3.
Institusi Kesehatan
Institusi kesehatam seperti rumah sakit hendaknya melakukan upayaupaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman orang tua mengenai dampak
dari kemoterapi. Melalui pendidikan kesehatan yang dilakuakn oleh institusi
kesehatan memungkinkan orang tuadapat melakuan tindakan secara mandiri
dan benar.
4.
Peneliti Selanjutnya
22
Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian yang lebih
mendalam, misalya dengan menggunakan teknik wawancara atau observasi,
sehingga hasil penelitian dapat lebih mendalam dan mampu menggambarkan
fenomena-fenomena yang tidak dapat diungkapkan dalam kuesioner.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah P.S., Hermayanti, Y., & Agustina H. R. (2014). Terapi Aktivitas Olahraga
Untuk Mengatasi Fatigue Selama Menjalani Kemoterapi. Jurnal
Keperawatan ‘Aisyiyah Volume 1. Nomor 2. Desember 2014
Ali, B., Al-Wabel, N. A., Shams, S. A., Ahamad, A., Khan, S. A., & Anwar, F.
(2015). Essential oils used in aromatherapy: A systemic review. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 5(8): 601–611.
American Cancer Society. (2016). Childhood Leukemia. American Cancer
Society.
______. (2016). Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. American Cancer
Society.
Amirsha. (2012). Benefits of Drinking Hot Water. Dipetik Mei 30, 2017, dari
Boldsky: https://www.boldsky.com/health/wellness/2012/health-benefits-ofhot-water-030832.html
Axton, S. E., & Fugate, T. (2014). Pediatric Nursing Care Plans for the
Hospitalized Child (3rd ed.). (F. Ariani, & A. O. Tampubolon, Trans.)
Jakarta: EGC.
Ball, J., Bindler, R., & Cowen, K. (2012). Priciples of Pediatric Nursing Caring
for Children (5th ed). Pearson.
Bensinger,W., Schubert, M., Ang, K., Brizel, D., Brown, E., Eilers, J. G., Elting,
L., Mittal, B. B., Schattner, M. A.,Spielberger, R., Treister, N. S., Trotti, A.
M. (2008). NCCN Task Force Report: Prevention and Management of
Mucositis in Cancer Care. Journal of the National Comprehensive Cancer
Network, Volume 6.
Boccia, R. V. (2013). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: Identifying
and Addressing Unmet Needs. Jcom Journal, 20, No. 8, 377-384.
Browne C., Molloy C., O’Sullivan N., Richmond J. P., & Houston M. (2012).
Diet and Cancer. Irish Cancer Society: Ireland.
23
Change. (2016). Side Effect from Chemotherapy: Diagnosis and Treatment.
United Kingdom: Change.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi (Edisi 3 Revisi). Jakarta: EGC.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L.
M. (2008). A Pharmachotherapy: A Pathophysiologic Approach. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Faridah V. N. (2013). Pengaruh Pemberian Minum Air Hangat Terhadap
Kejadian Post Operative Nausea Vomitting (Ponv) Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea Dengan Anestesi Spinal Di Unit Perawatan Paska
Anestesi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Surya 14 Vol.01,
No.XIV, April 2013
Harsal A., & Rachman A. (2016). Mengenal Lebih Dalam tentang Kanker.
Medicinus Vol. 29, No. 1 | Edisi April 2016
Hetty. (2008). Pengaruh Jus Kacang Hijau terhadap Kadar Haemoglobin dan
Jumlah Sel Darah dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker
dengan Kemoterapi di RSUP Fatmawati Jakarta. Universitas Indonesia.
Hidayati, S. (2012). Mobile Phone Nursing Pada Pasien dengan Kemoterapi.
Naskah Publikasi Program Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan
Medikal Bedah
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong's Nursing Care of Infants and
Children. China: Elsevier Mosby.
Hong, H. J., Ozbek, O. P., Stanek, T. B., Dietrich, M. A., Duncan, E. S., Lee, W.
Y., Lesser, G. (2009). Taste and Odor Abnormalities in Cancer Patients. The
Journal of Supportive Oncology, 7:58-65.
Hudayani F. (2014). Gangguan Makan Pasca Kemoterapi & Radiasi. Artikel.
Tersedia di gizi.depkes.go.id/wp-content/.../Ganggn-mkn-pasca-kemotrp.pdf
diakses 24 Mei 2017
Kardiyudiani. N. K. (2013). Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perawatan Oral Mukositis Pada Pasien yang Mendapat Kemoterapi. E
Journal. Tersedia di akper-notokusumo.ac.id diakses tanggal 16 Mei 2017
Kely, T., & Carman, S. (2013). Essential of Pediatric Nursing (2nd ed). Wolters
Kluwers: Lippicort Williams & Wilkins.
Loprinzi, C. L., Bensinger, W. I., Peterson, D. E., & Messner, C (Ed). (2014).
Understanding and Managing Chemotherapy Side Effects. New York:
Cancer Care Inc. www.cancercare.org
24
McKenzie, J., Pinger, R., & Kotecki, J. E. (2011). An Introduction to Community
Health. United State of America: Jones & Barlett Publishers.
Morgan, K., & Kim, S. (2015, April 30). How Can I Manage My Constipation
Around Chemotherapy? Retrieved Februari 01, 2017, from Healthline:
http://www.healthline.com
National Cancer Institute. (2011). Eating Hints: Before, During, and After Cancer
Treatment. U.S. Department of Health and Human Services, National
Institutes of Health
National Health Service. (2016). Cancer and Hair Loss. Tersedia di
HYPERLINK
"http://www.nhs.uk/Livewell/cancer/Pages/Cancerandhairloss.aspx"
http://www.nhs.uk/Livewell/cancer/Pages/Cancerandhairloss.aspx . di akses
16 Juni 2017
Newton, S., Hickey, M., & Marrs, J. (2009). Mosby’s oncology nursing advisor: A
comprehensive guide to clinical practice. Missouri: Mosby Elsevier
Nurko S., & Zimmerman, L. A. (2014). Evaluation and Treatment of
Constipation in Children and Adolescents. American Academy of Family
Physicians, 90 (2): 82 – 90
Nursalam. (2010). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pashankar, F.D., Season, J.H., McNamara, J., & Pashankar, D.S. (2011). Acute
constipation in children receiving chemotherapy for cancer. J Pediatr
Hematol Oncol, 33 (7), e300 – e303.
Poddar, U. (2016). Approach to Constipation in Children. Indian Pediatrics, 53,
319-327.
Putri, A. F. (2015). Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukemia
Usia 6-12 Tahun DI RSU Kabupaten Tangerang. Skripsi: Jakarta, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah
Rahmah, D. S. (2009). Evaluasi Penggunaan Obat Antimuntah pada Pasien
Retinoblastoma Anak yang Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Kanker
Dharmais. Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 1
Ream, E., Richardson, A., Dann, A.C. (2007). Supportive intervention for fatigue
in patients undergoing chemotherapy. Journal of Pain and Symptom
Management, Vol. 31, No. 2
25
Santi, D. R. (2013). Pengaruh Aromaterapi Blended Peppermint dan Ginger Oil
terhadap Rasa Mual pada Ibu Hamil Trimester Satu di Puskesmas Rengel
Kabupaten Tuban. Jurnal Sain Med, Vol. 5. No. 2 Desember 2013: 52–55
Selwood, K. (2008). Side effects of chemotherapy. Dalam F. Gibson, & L. Soanes
(Eds.), Cancer in children and young people (hal. 35 – 71). West Sussex:
John Wiley & Sons
Sianipar, N. B. (2014). Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya. CDK-217/
vol. 41 no. 6, th. 2014
Stein, A., Voigt, W., & Jordan, K. (2010). Chemotherapy-induced diarrhea:
pathophysiology, frequency and guideline-based management. Therapeutic
Advances in Medical Oncology, 2(1): 51 – 63.
Susanti, L., & Tarigan, M. (2012). Karakteristik Mual dan Muntah Serta Upaya
Penanggulangan Oleh Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi.
Naskah Publikasi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Sutandyo, N. (2013). Ayah Bunda. Retrieved Februari 13, 2017, from Ayah
Bunda: http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-tips/mengatasi-efek-sampingkemoterapi
Syarif, H. (2008). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual Muntah Akut
Akibat Kemoterapi Pada Pasien Kanker: Randomized Clinical Trial Jurnal
PSIK – FK . ISSN : 2087-2879 (2008)
U.S Department of Health and Human Services. (2012, Februari). Managing
Chemotherapy Side Effects: Constipation. Retrieved Februari 23, 2017,
from National Cancer Institute: http://www.cancer.gov
Villasante1, A. C., Herskovitz, I., Mauro L. M., & Jimenez, J. J. (2014).
Chemotherapy-Induced Alopecia. J Clin Investigat Dermatol Avens
Publishing Group June 2014 Volume 2, Issue 2
Vitkauskaite, E., Juozaityte, E., Drukteniene, J., & Bunevicius, R. (2011). A
Systematic Review of Cancer related Fatigue. Biological Psychiatry and
Psychopharmalogical Journal, 13, No. 2, 74-77.
Widagdo P. A., & Supriyadi (2014). Pengaruh Aroma Terapi Lemon dan
Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Intensitas Mual Muntah
Setelah Kemoterapi Pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit
Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan Vol II No 1 Desember
2014: 24-33
Wu, L.M., Chin, C.C., Haase, J.E., & Chen, C.H. (2009). Coping experiences
ofadolescents with cancer: A qualitative study. Journal of Advanced
Nursing, 65 (11), 2358 – 2366.
26
Download