HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP MEDIA PORNOGRAFI

advertisement
HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP MEDIA PORNOGRAFI DENGAN
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA
Susanto
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
JL. Kapas 9, Semaki Yogyakarta Telp (0274) 563515, 511829
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Sikap terhadap
media pornografi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. responden dalam
penelitian ini adalah mahasiswa yang ada di Asrama mahasiswa Bali. Metode
analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Incidental Sampling. Data
berupa skor diambil menggunakan skala Sikap terhadap media pornografi dan
perilaku seksual. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi
product moment dari pearson dengan bantuan komputasi statistik program SPSS
16 for Windows. Analisis korelasi Product moment menghasilkan koefisiensi
korelasi dengan nilai r sebesar 0,667 dengan p = 0,000 (p < 0,01) yang berarti
sangat signifikan. Berdasarkan penelitian dapat dikatakan bahwa ada hubungan
positif yang sangat signifikan antara Sikap terhadap media pornografi dengan
perilaku seksual. sikap positif terhadap media pornografi terhadap perilaku
seksual pranikah secara umum memberi sumbangan sebesar 44% terhadap
perilaku seksual pranikah. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan
positif yang signifikan antara antara ada hubungan positif antara sikap terhadap
media pornografi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Artinya semakin
positif sikap terhadap media pornografi maka semakin tinggi perilaku seksual
pranikah pada individu. Sebaliknya individu yang memiliki sikap negatif terhadap
media pornografi maka semakin rendah perilaku seksual pranikah pada individu.
Kata kunci: perilaku seksual pranikah, sikap, media pornografi
THE RELATIONSHIP BETWEEN ATTITUDE ON PORNOGRAPHIC
MEDIA AND PRE-MARRIED SEXUAL BEHAVIOR IN
ADOLESCENTS
Abstract
The purpose of this research is to identify the relationship between attitude
on pornographic mediaand pre-married sexual behaviour in adolescent. Incidental
sampling correlation technique was used in its data analysis method. Score data
were collected with attitude scale on pornographic media and sexual behaviour.
Data analysis technique used was product moment correlation analysis from
Pearson and was assisted with program statistic computation i.e. SPSS 16 for
Windows. Product moment correlation analysis produced correlation coefficient
with r score 0,667 and p = 0.000 (p < 0,01) meaning very significant. Based on the
result of research it can be concluded that there were very significant positive
relationship between attitude on pornographic media and sexual behaviour.
Positive attitude on pornographic media andon pre-married sexual behaviour
generally contributed as much as 44% on pre-married sexual behaviour. The
conclusion in this research was there were very significant positive relationship
between attitude on pornographic media and pre married sexual behaviour in
adolescent. It can be concluded that the more positive the attitude on pornographic
media, the higher the level of pre-married sexual behaviour in individual.On the
contrary, the more negative attitude on pornographic media, the lower pre-married
sexual behaviour.
Keywords: pre-married sexual behavior, Attitude, Pornographic Media
PENDAHULUAN
Remaja merupakan individu yang berada pada masa transisi dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja adalah masa eksplorasi seksual
dan mengintegrasikan seksualitas ke dalam identitas seseorang. Menurut Larson
dkk (Santrock, 2007), masa remaja sendiri mempumyai artian sebagai periode
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang
melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional. Secara
umum pada masa ini, remaja sering dihadapkan dengan beberapa masalah, salah
satunya adalah masalah seksualitas, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tidak
habis-habisnya mengenai misteri tentang seks. Remaja bertanya-tanya, apakah
mereka memiliki daya tarik seksual, bagaimana caranya berperilaku seksi, dan
bagaimana kehidupan seksualnya di masa depan. Sebagaian besar remaja, bahkan
termasuk remaja yang berusaha mengembangkan identitas seksual yang matang,
selalu mengalami masa-masa remaja merasa rentan dan bingung dalam perjalanan
kehidupan seksualnya.
Awal pertumbuhan hingga selama manusia terbentuk menjadi manusia
yang dewasa selalu dihadapkan dengan berbagai perubahan. Perubahan-perubahan
yang dialami oleh remaja diantaranya telah aktifnya hormon testosteron dan
progesteron serta secara emosional cenderung menggebu-gebu. Perubahanperubahan tersebut terkadang mengakibatkan berbagai masalah dalam kehidupan,
permasalahan tersebut dapat terkait dengan keluarga, hubungan sosial,
pendidikan, dan perkembangan individu.
Remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa, di mana mereka
seharusnya mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam
aspek seksualnya. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap yang sangat bijaksana dari
para orang tua, pendidik, dan masyarakat pada umumnya serta dari para remaja itu
sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu dengan selamat (Sarwono,
2012). Masa remaja sendiri dibagi kedalam tiga tahapan, yaitu remaja awal,
remaja tengah dan remaja akhir.
Remaja akhir atau remaja yang beranjak dewasa (emerging adulthood)
terjadi proses penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek-aspek
psikis yang dimulai sejak masa sebelumnya, yang mengarah pada kematangan
yang sempurna (Al-Mighwar, 2006). Rentang usia untuk emerging adulthood
adalah 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2007). Perkembangan perilaku seks remaja
akhir merupakan akibat langsung dari matangnya kelenjar-kelenjar seks (gonads).
Kehidupan moral remaja yang berkaitan dengan dengan pengaruh kuat bekerjanya
gonads sering menimbulkan konflik dalam diri mereka sendiri. Antara dorongan
seks dengan pertimbangan moral seringkali saling kontradiktif, karena di satu sisi
moral dan etika telah demikian berkembang dan di sisi lain masih adanya
dorongan-dorongan seks. Bagi remaja yang ber-sekolah atau mahasiswa, masalah
moral ini telah banyak diperhitungkan secara matang sehingga mereka dapat
mempertimbangkan akibat negatif melakukan hubungan seks diluar nikah bagi
pendidikannya. Namun demikian, bila dorongan seks yang terlalu kuat itu
mendorong dalam konflik yang sangat kuat mereka akan melakukan kegiatan
seksual, yang salah satunya adalah perilaku seksual pranikah.
Perilaku seksual dapat didefinisikan sebagai segala tingkah laku yang
didorong hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis
(Sarwono, 2012). Sedangkan menurut Imran (Nurhayati 2003), perilaku seksual
adalah sesuatu yang terjadi antara laki-laki dan perempuan sebagai menifestasi
dari dorongan seksual. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam
mulai dari perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama. Perilaku seksual pranikah, merupakan perilaku seks yang dilakukan
tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut hukum maupun menurut agama
dan kepercayaan masing-masing individu (Taufik & Anganthi, 2005).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual
pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan
jenis maupun dengan sesama jenis yang belum adanya ikatan pernikahan yang
resmi. Perilaku seksual pranikah pada remaja memang tidak berdampak secara
langsung, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat
ditimbulkannya. Tetapi, pada sebagian perilaku seksual pranikah bisa berdampak
cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya para gadis-gadis
yang terpaksa menggugurkan kandungannya (Sarwono, 2012). Akibat psikososial
lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tibatiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Terjadi cemoohan dan penolakan
dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya adalah terganggunya kesehatan seperti
terkena penyakit menular seksual (PMS) dan terserang HIV/AIDS. Selain itu,
akibatnya bisa putus sekolah dan akibat secara ekonomis karena diperlukan
ongkos perawatan dan lain-lain (Sarwono, 2012).
Dampak perilaku seksual pranikah yang nyata secara fisik adalah
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi pada remaja. Hasil
penelitian Sahabat Remaja (2012) ditemukan seratus orang hamil dari dua ratus
remaja putri pelaku seks pranikah (50% dari sampel), dan sembilan puluh dari
seratus remaja hamil itu melakukan aborsi (90%).
Menurut Sarwono (2012) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi remaja
melakukan perilaku seksual pranikah diantaranya adalah a) meningkatnya libido
seksualitas, b) penundaan usia perkawinan, c) penyebaran informasi dan
rangsangan seksual melalui media massa, d) tabu atau larangan, e) kurangnya
informasi tentang seks, dan f) pergaulan bebas.
Beberapa faktor yang disebutkan di atas, salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi remaja melakukan perilaku seksual pranikah adalah meningkatnya
penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa atau media pornografi.
Pratiwi (2004) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi remaja adalah pengetahuan dan informasi, ketika informasi
seksualitas yang diharapkan pertama kali berasal dari orang tua ditutup-tutupi
karena dianggap tabu, remaja akhirnya memilih sumber informasi dari media
massa dan teman sebaya. Menurut UU pornografi No.44 tahun 2008, Pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi kartun, percakapan, gerakan tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan
dalam masyarakat. Sedangkan Media pornografi adalah segala jenis layanan
pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui
pertunjukan langsung, TV, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik
lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.
Media-media pornografi yang telah banyak beredar tersebut memiliki daya
tarik sendiri bagi remaja karena penyajiannya yang mudah dipahami dan terdapat
banyak pilihan (Bungin 2001). Tetapi apapun bentuk media pornografi setiap
orang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda terhadap sebuah persoalan.
Terkait dengan fenomena pornografi yang menjadi bahan gunjingan hangat di
masyarakat, remaja mempunyai sikap-sikap yang berbeda-beda. Berdasarkan
pemahaman yang beragam yang dikemukakan oleh para remaja, sikap mereka pun
sesungguhnya juga beragam. Sikap itu tidak terpisahkan dengan pandangan-nya.
Artinya, sikap para remaja sejalan dengan pandangannya masing-masing. Ada
yang menyatakan bahwa pornografi itu merupakan sesuatu yang terbuka dan tidak
layak dipertontonkan. Akan tetapi, hal itu harus dilihat dalam sebuah konteks
siapa, di mana, bagaimana, dan sebagainya sehingga hal itu akan bergantung pada
masing-masing orang. Itu artinya, pornografi sangat subjektif dan mereka
bersikap bahwa itu kembali pada masing-masing individu.
Pemahaman remaja tentang pornografi sangat bervariasi. Sesuatu dapat
dikatakan porno harus dilihat terlebih dahulu, kapan, di mana, oleh siapa. Hal ini
akan kembali kepada masing-masing orang. Apa yang dianggap porno oleh
seseorang belum tentu dianggap porno oleh orang lain
Sikap terhadap media pornografi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah sikap yang bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2011).
Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Sikap adalah perasaan suka dan tidak suka yang merupakan suatu evaluasi
berupa baik atau buruk dari perasaan seseorang yang diarahkan kepada situasi
objek, individu atau beberapa aspek disekitar individu, Perlman dan Cozby,
(Baskoro, 2010). Mendukung pernyataan tersebut (Sarwono, 2012) berpendapat
bahwa sikap adalah suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak secara
tertentu yang bersifat positif atau negatif terhadap objek tertentu. Sikap positif
mempunyai kecenderungan untuk bertindak mendekati, menyenangi dan
mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif mempunyai kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, muncul dugaan bahwa ada
hubungan yang positif antara sikap terhadap media pornografi dengan perilaku
seksual pranikah pada remaja. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui dan
tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara sikap terhadap media
pornografi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja.
Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku seksual ialah tingkah laku yang melibatkan sentuhan secara fisik
anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan
intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri (Taufik & Anganthi,
2005). Menurut Sarwono (2012), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Sementara menurut Imran (Nurhayati 2003), perilaku seksual adalah sesuatu
yang terjadi antara laki-laki dan perempuan sebagai menifestasi dari dorongan
seksual. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam mulai dari
perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang melibatkan sentuhan secara fisik
anggota badan sebagai manifestasi dari hasrat seksual antara laki-laki dan
perempuan yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya
dilakukan oleh pasangan suami istri.
Perilaku seksual pranikah, merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa
melalui proses pernikahan resmi menurut hukum maupun menurut agama dan
kepercayaan masing-masing individu (Taufik & Anganthi, 2005). Lebih lanjut
Nina (2001) mendefinisikan perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual
yang dilakukan tanpa suatu ikatan yang sah untuk mempersatukan sepasang
manusia dalam membentuk satu unit masyarakat kecil. Menurut Undang-Undang
Perkawinan No. I/1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan yang sah adalah
terjadinya sebuah ikatan lahir maupun batin antara seorang laki-laki dan
perempuan yang kemudian berstatus suami-istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(Walgito, 2000).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual
pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong hasrat seksual terhadap lawan
jenis yang telah mencapai pada tahap hubungan intim sebelum adanya hubungan
resmi atau ikatan perkawinan yang sesuai dengan etika, moral, agama, dan normanorma yang berlaku.
Menurut Nuss & Luckey (Sarwono, 2012) berpendapat bahwa bentukbentuk perilaku seksual berupa:
1) Pelukan dan pegangan tangan
2) Berciuman
3) Meraba payudara
4) Meraba alat kelamin
5) Hubungan seks
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
perilaku seksual barupa; pelukan dan pegangan tangan, berciuman, meraba
payudara, meraba alat kelamin, hubungan seks.
Menurut Pratiwi (2004), perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal, faktor internal diantaranya peningkatan hormon seksual,
perbedaan kematangan organ seksual, kepribadian dan ekspresi cinta personal.
Sedangkan faktor eksternal meliputi pengetahuan kesehatan reproduksi, arus
globalisasi dan penyebaran informasi pornografi, pengaruh teman sebaya, kualitas
komunikasi orang tua, pengalaman seksual, pemahaman nilai dan sosial.
Berdasarkan beberapa teori di atas dapat ditarik kesimpulan sementara
bahwa perilaku seksual pranikah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
adalah: (a) meningkatnya libido seksualitas remaja; (b) penundaan usia
perkawinan; (c) penyabaran informasi dan rangsangan seksual melalui media
massa, (d) tabu atau larangan; (e) kurangnya informasi tentang seks; (f) perbedaan
kematangan organ seksual; (g) kepribadian; (h) ekspresi cinta personal; (h)
pengetahuan kesehatan reproduksi; (i) pengaruh teman sebaya; (j) kualitas
komunikasi orang tua; (k) pengalaman seksual; (l) pemahaman nilai dan sosial.
Dari beberapa faktor tersebut, faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku
seksual pranikah pada remaja adalah penyabaran informasi dan rangsangan
seksual melalui media massa yaitu media pornografi. Faktor internal yang
mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja adalah kepribadian.
Kepribadian di dalamnya meliputi kemampuan, kebiasaan, sikap dan hubungan
yang dibutuhkan sebagai hasil dari interaksi individual mereka dengan
lingkungannya (Feist & Gregory, 2008). Remaja yang mempunyai kepribadian
yang baik mampu mengelola dorongan dan kebutuhannya secara adekuat, mampu
mempertimbangkan resiko sebelum menentukan sikap terhadap objek yang
dihadapi dan cenderung dapat mencari penyaluran yang positif secara sehat dan
bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor
yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja, yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi penundaan usia perkawinan,
penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa, tabu atau
larangan, kekurangan informasi tentang seks, pengetahuan kesehatan reproduksi,
pengaruh teman sebaya, kualitas komunikasi orang tua, pengalaman seksual,
pemahaman nilai dan sosial. Faktor internal meliputi perbedaan kematangan organ
seksual, kepribadian (kemampuan, kebiasaan, sikap)
Sikap terhadap Media Pornografi
Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat,
keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai
adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk
membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Krech dan
Crutchfield (dalam Azwar, 2011) juga berpendapat bahwa sikap adalah
pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi,
dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan
aspek kehidupan. Sikap individu ini dapat diketahui dari beberapa proses
motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif yang terjadi pada individu secara
konsisten dalam berhubungan dengan objek sikap. Sarwono (2012), berpendapat
bahwa sikap adalah suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak secara
tertentu yang bersifat positif atau negatif terhadap objek tertentu. Sikap positif
mempunyai kecenderungan untuk bertindak mendekati, menyenangi dan
mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif mempunyai kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.
Louis Thurston dkk (Azwar, 2011), mengatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi. Setiyadhi (2010), mencantumkan sikap sebagai kondisi
mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi
untuk bertindak dengan cara tertentu.
Berdasarkan pengertian-pengertian para ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah pengorganisasian yang berlangsung lama dari
proses motivasi, persepsi baik bersifat kognitif, konatif, dan afektif yang relatif
bersifat tetap dan berkembang melalui pengalaman serta merupakan suatu
kesiapan untuk mereaksi terhadap objek tertentu secara positif atau negatif.
Reaksi positif atau negatif individu terhadap objek tertentu akan
menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut. Salah satu
objek sikap yang dimaksud adalah media pornografi. Undang-Undang Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi menyebutkan, Pornografi adalah
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi
kartun, percakapan, gerakan tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat. Sedangkan Media pornografi adalah segala jenis layanan pornografi
yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan
langsung, TV, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta
surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.
Master dkk (Rahmani dan Safitri, 2006) mengartikan pornografi sebagai
tulisan atau gambar yang menggambarkan berbagai bentuk tindakan seksual
dengan tujuan menimbulkan rangsangan seksual. Menurut Djubaedah (2003)
dalam tinjauan hukum pengertian pornografi tidak hanya menyangkut perbuatan
erotis dan sensual yang membangkitkan birahi seksual semata, tetapi termasuk
perbuatan yang menjijikkan, memuakkan, memalukan orang yang melihatnya dan
atau mendengarnya dan atau menyentuhnya.
Sementara menurut Bungin (dalam Ramani dan Safitri, 2006) media yang
berbau pornografi terdapat pada media massa yang terdiri dari media cetak dan
media elektronik, yang di dalam peredarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu dalam bentuk audio (materi pornografi disebarkan melalui media
yang memperdengarkan materi tersebut, seperti radio dan kaset), visual (materi
pornografi disebarkan melalui media yang mempertontonkan secara langsung,
seperti foto, gambar, majalah, komik), serta audio visual (materi pornografi yang
disajikan secara bersamaan dalam muatan yang dapat dilihat dan didengar secara
langsung, seperti televisi, VCD, film, dan internet)
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud sikap terhadap terhadap media
pornografi adalah pengorganisaian dari proses motivasi, persepsi baik bersifat
kognitif, konatif, maupun afektif pada individu untuk merespon secara positif atau
negatif terhadap materi pornografi dalam bentuk audio, visual, dan audio visual.
Hubungan Sikap Terhadap Media Pornografi dengan Perilaku Seksual
Pranikah Pada Remaja.
Setiap individu mempunyai sikap dan respon yang berbeda-beda. Menurut
Baron & Byrne (walgito, 2003) sikap mengandung tiga aspek yang saling
berhubungan, yaitu: (1) aspek kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa
yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap; (2) aspek afektif menyangkut
masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (penilaian yang
bersifat evaluatif); (3) aspek konatif menyangkut kecenderungan individu untuk
melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan objek yang dihadapinya.
Respon dalam bentuk kognitif, yaitu berupa kepercayaan individu
mengenai apa yang benar terhadap objek sikap (Azwar, 2011). Apa saja yang
dipercayai individu mengenai media pornografi merupakan stereotipe atau sesuatu
yang telah terpolakan dalam pikirannya. Apabila telah terpolakan dalam pikiran
bahwa media pornografi merupakan sesuatu yang negatif maka media pornografi
akan membawa asosiasi pola pikiran itu, terlepas dari maksud dan tujuan
beredarnya media pornografi. Apapun yang menyangkut media pornografi akan
membawa makna negatif dan orang akan percaya bahwa media pornografi
membawa arti yang tidak baik. Sebaliknya apabila telah terpolakan dalam pikiran
bahwa media pornografi merupakan sesuatu yang positif, maka orang akan
percaya bahwa media pornografi akan membawa makna yang baik bagi individu.
Respon dalam bentuk afektif, yaitu berupa perasaan individu terhadap
objek sikap. Individu yang mempunyai sikap negatif terhadap media pornografi
tidak akan menyukai media pornografi. Individu akan percaya dan beranggapan
bahwa media pornografi berbahaya dan akan membawa dampak ke dalam
perilaku yang tidak baik. Maka sikap negatif terhadap media pornografi dapat
menghindarkan individu dari perilaku seksual pranikah. Sebaliknya individu yang
mempunyai sikap positif terhadap media pornografi beranggapan bahwa media
pornografi dapat memberikan manfaat yang baik dan memberikan inspirasi untuk
berperilaku bagi individu, sehingga individu mempunyi perasaan suka terhadap
media pornografi dan dapat membawa ke dalam perilaku seksual pranikah.
Respon dalam bentuk konatif merupakan aspek yang menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Azwar, 2011).
Individu yang memiliki sikap positif terhadap media pornografi akan menibulkan
perasaan suka terhadap media pornografi sehingga ada keinginan individu untuk
menonton, dan menikmati media pornografi. Sikap positif terhadap media
pornografi dapat membawa individu untuk berperilaku sesuai dengan objek yang
dilihat, perilaku yang ditimbulkan adalah perilaku seksual pranikah. Sebaliknya
sikap negatif terhadap media pornografi akan menimbulkan perasaan tidak suka
dan timbul keinginan untuk menentang, menolak dan menghindari media
pornografi, sehingga tidak akan membawa individu kedalam perilaku seksual
pranikah.
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut: ada hubungan positif antara sikap terhadap media pornografi dengan
perilaku seksual pranikah pada remaja. Artinya, sikap yang negatif terhadap
media pornografi maka perilaku seksual pranikah pada remaja cenderung semakin
rendah. Sebaliknya, semakin positif sikap terhadap media pornografi pada remaja
maka perilaku seksual pranikah pada remaja cenderung tinggi.
METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang ada di Asrama
mahasiswa Bali yang berjumlah 60 mahasiswa. Metode dalam pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan skala. Skala merupakan sekumpulan
pertanyaan atau pernyataan tertulis yang tidak langsung mengungkap atribut yang
hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dan atribut yang
bersangkutan sehingga respon tersebut dapat diberi skor dan kemudian
diinterpretasikan. Data yang diungkap dalam psikologi berupa konstrak atau
konsep psikologi yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Pernyataan
sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku untuk memancing jawaban yang
merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang tidak disadari (Azwar, 2010).
Metode analisisnya menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan uji hipotesis maka perlu dilakukan uji asumi terlebih
dahulu. Uji asumsi yang digunakan adalah uji normalitas dan uji linieritas dengan
hasil sebagai berikut:
Tabel 1 Hasil Uji Normalitas
Variabel
Perilaku seksual
Sikap terhadap
media pornografi
Mean
SD
Sig
Keterangan
15.829
Skor KSZ
0.698
46.54
0.714
Normal
55.13
12.609
0.991
0.297
Normal
Hasil uji normalitas skor variabel Perilaku Seksual menunjukkan nilai p
sebesar 0,714 (p > 0,05) dan Kolmogorov-Smirnov Z (K-S-Z) sebesar 0,698, hal
ini menunjukkan bahwa sebarannya mengikuti kurve normal. Hasil uji normalitas
skor variable Sikap terhadap media pornografi juga menunjukkan sebaran yang
mengikuti kurve normal dengan hasil perhitungan p sebesar 0,279 (p > 0,05) dan
Kolmogorov-Smirnov Z (K-S-Z) sebesar 0,991.
Berdasarkan norma kategorisasi perilaku seksual dan sikap terhadap media
pornografi dengan distribusi normal dapat disimpulkan bahwa kategorisasi skor
subyek adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Kategorisasi Variabel Perilaku Seksual
Interval
X <30
Frekuensi
12
Persentase%
23,1%
Kategori
Rendah
30≤ X <50
17
32,7%
Sedang
X ≥ 50
23
44,2%
Tinggi
Tabel 3 Kategorisasi Variabel Sikap Terhadap Media Pornografi
Interval
X <42
Frekuensi
10
Persentase%
19,2%
Kategori
Negatif
X ≥ 42
42
80,8%
Positif
Setelah uji asumsi terpenuhi, maka dilanjutkan dengan analisis hasil
penelitian yang berguna untuk mengkorelasikan antara variabel sikap terhadap
media pornografi dan perilaku seksual. Uji hipotesis menggunakan teknik korelasi
product moment dari Pearson yang berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara sikap terhadap media pornografi dengan perilaku seksual
pranikah. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai r sebesar 0,667
dengan p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini menjelaskan bahwa ada hubungan positif
yang sangat signifikan antara variabel sikap terhadap media pornografi dengan
variabel perilaku seksual, dengan demikian hipotesis diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara sikap terhadap media pornografi dengan perilaku seksual.
Berdasarkan hasil tersebut hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima,
hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi ( rxy ) sebesar 0,663 dan peluang
kesalahan p sebesar 0,000 (p < 0,01). Nilai (r) yang positif menunjukkan bahwa
kenaikan nilai variabel yang satu yaitu variabel bebas (x) yang berupa sikap
terhadap media pornografi akan diikuti dengan naiknya variabel yang lain, dalam
hal ini variabel tergantung (y) yaitu perilaku seksual, artinya semakin positif sikap
terhadap media pornografi maka semakin tinggi pula perilaku seksual pranikah,
sebaliknya jika semakin negatif sikap terhadap media pornografi maka semakin
rendah pula perilaku seksual.
Sumbangan efektif sikap yang positif terhadap media pornografi terhadap
perilaku seksual dapat dilihat dari koefisien determinan atau koefisien korelasi
yang dikuadratkan (r²) sebesar 0,44. Hal ini menginformasikan bahwa sikap
positif terhadap media pornografi secara umum memberi pengaruh terhadap
perilaku seksual pranikah sebesar 44% dan sisanya sebesar 56% perilaku seksual
pranikah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain misalnya yaitu faktor eksternal
meliputi penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi dan rangsangan
seksual melalui media massa, tabu atau larangan, kekurangan informasi tentang
seks, pengetahuan kesehatan reproduksi, pengaruh teman sebaya, kualitas
komunikasi orang tua, pengalaman seksual, pemahaman nilai dan sosial.
Sikap terhadap media pornografi pada sebagian besar subyek penelitian
80,8% % termasuk kategori positif. Perilaku seksual pranikah subyek penelitian
44,2% termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa sikap positif terhadap media pornografi pada subjek penelitian
tergolong sangat tinggi. Menurut Azwar (2011) sikap ada yang bersifat positif
dan dapat pula bersifat negatif. Remaja yang mempunyai sikap positif terhadap
media pornografi kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tersebut, sehingga sikap positif terhadap media pornografi
dapat membawa remaja pada perilaku seksual pranikah. Sedangkan sikap negatif
terhadap media pornografi terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tersebut, sehingga sikap negatif terhadap media
pornografi dapat menghindarklan perilaku seksual pranikah pada remaja.
Berdasarkan hasil analisis data di atas, sikap positif terhadap media
pornografi dapat menyebabkan perilaku seksual pranikah. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Pratiwi (2004), bahwa perilaku seksual
dipengaruhi oleh faktor internal yang salah satunya adalah sikap yang berasal dari
kepribadian individu.
Kesimpulan
1. Ada hubungan positif antara sikap terhadap media pornografi dengan perilaku
seksual pranikah pada remaja. Artinya semakin positif sikap terhadap media
pornografi maka semakin tinggi perilaku seksual pranikah pada individu.
Sebaliknya individu yang memiliki sikap negatif terhadap media pornografi
maka semakin rendah perilaku seksual pranikah pada individu.
2. Sumbangan efektif sikap positif terhadap media pornografi terhadap perilaku
seksual pranikah secara umum memberi pengaruh terhadap perilaku seksual
pranikah sebesar 44%.
Sikap terhadap media pornografi pada sebagian besar subjek penelitian
80,8% termasuk kategori positif dan 19,2% subjek termasuk dalam kategori
negatif. Perilaku seksual pranikah subjek penelitian 44,2% termasuk dalam
kategori tinggi, 32,7% termasuk dalam kategori sedang dan 23,1% termasuk
dalam kategori rendah.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
memberikan beberapa saran dari hasil penelitian diantaranya:
1. Bagi Remaja
Remaja hendaknya dapat lebih menekan perilaku seksual pranikah dan
menjauhi media-media pornografi, karena dengan menjauhi media pornografi
akan dapat mengendalikan dorongan negatif dan merubahnya ke arah yang positif
sehingga tidak akan terjerumus ke dalam perilaku seksual pranikah.
2. Bagi Keluarga
Bagi orang tua hendaknya lebih memperhatikan dan memberikan
pengawasan pada anak-anaknya agar selektif dalam menonton atau melihat
tayangan melalui surat kabar dan media elektronik yang berbentuk audio, visual,
dan audio visual.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Saran bagi peneliti selanjutnya, yang tertarik untuk meneliti topik tentang perilaku
seksual pranikah dan sikap terhadap media pornografi pada remaja diharapkan
dapat mempertimbangkan variabel lain yang dapat memberikan kontribusi yang
lebih positif terhadap menurunnya perilaku seksual pranikah pada remaja.
Misalnya dengan memberikan pendidikan atau pengetahuan seksual kepada
remaja untuk mengurangi perilaku seksual pranikah dengan melakukan metode
penelitian eksperimen. Selain itu peneliti selanjutnya bisa menggunakan metode
kualitatif.
Daftar Pustaka
Al-Mighwar. M. 2006. Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia
Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2011. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Baskoro, F. 2010. Hubungan Persepsi Terhadap Dukungan Kelompok
Teman
Sebaya (peer group) dengan Sikap Remaja Terhadap
Geng. Skripsi
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa
Manggala.
Bungin, B. 2001. Erotika
University
Press.
Media
Massa.
Surakarta:
Muhamaddiyah
Djubaedah, N. 2003. Pornografi & Pornoaksi. Jakarta: PRENADA MEDIA.
Faturochman, 1992. Sikap dan Perilaku Reksual Remaja di Bali. Jurnal
Psikologi, No.1, 12-17.
Feist, J & Feist. J. G. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fitriana. N. G. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Seks Pranikah
dengan Perilaku Seksual Pada Siswa SMK XX Semarang. Makara,
kesehatan, VOL. 10, NO. 1, juni 2010: 29-40
Nina, S. 2001. Bimbingan Seks Bagi Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Nurhayati, D. S. 2003. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Terhadap
Hubungan Seksual Pranikah Pada Remaja Putri. Skripsi (tidak
diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Wangsa
Manggala.
Pratiwi. 2004. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Prisma
Jambi Independet. 2011. Perilaku Seks Bebas Remaja
Mengkhawatirkan.Diungguh http://sosbud.kompasiana.com/2011
/12/12/perila ku-seks-bebas-remaja-mengkhawatirkan10 februari
2013.
420795.html.
Priyanti, T. C. 2009. Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Perilaku
Seksual Pranikah Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa
Manggala.:
Rahmani, A. D & Safitri, R. M. 2006. Efektivitas Pendidikan Seksual
Terhadap Ketertarikan Menikmati Media Pornografi Pada Remaja.
InSight, Jurnal ilmiah Psikologi Vol.IV No 1. Yogyakarta: Universitas
Wangsa Manggala.
Republika. 2012. Fenomena Seks Pra Nikah di Kalangan Mahasiswa di
Yogyakarta.
Diungguh
http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/30/
fenomenaseks-pra-nikah-di-kalangan-mahasiswa-di-yogyakarta/. 10
februari
2013.
Sahabat Remaja. 2012. Dampak Nyata Perilaku Seks Pranikah. Di ungguh
http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/12/dampak-nyata- perilaku-sekspranikah-530864.html. 10 februari 2013.
Santrock, J. W. 2007. Remaja. Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. W. 2012. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Setiawan. R & Nurhidayah. S. 2008. Pengaruh Pacaran Terhadap Perilaku Seks
Pranikah. Jurnal soul Vol. 1, No. 2, September 2008.
Setiyadhi, S. 2010. Apa Sich Sikap Itu. Diungguh file:///G:/Apa%20Sich%
20Sikap%20Itu%20%20%C2%AB%20Blog%20Sosial%20dan%20Teknolo
gi.htm. 19 september 2012.
Taufik & Anganthi, N. R. N. 2005. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas
Antara Remaja Yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual Dan Remaja
Yang Melakukan Hubungan Seksual. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 6,
No. 2, 2005.
Undang-undang Pornografi. 2009. Bandung : FOKUSMEDIA.
Walgito, B. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi
Offset.
Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset.
Download