I. Latar Belakang Masalah Mula-mula terlihat bahwa ilmu kesehatan mental di tujukan untuk penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit jiwa. Kemudian terlihat tekanan di tujukan pada pencegahan tumbuhnya gangguan jiwa, pemeliharan kesehatan mental dan penyembuhan gangguan mental.Mengingat bahwa manusia adalah suatu kesatuan jiwa dan badan. Maka tentunya banyak prinsip ilmu kesehatan mental berasal dari ilmu yang mempelajari jiwa dan badan seperti halnya psikologi dan psikiatri. Pergeseran tujuan utama ilmu kesehatan mental tampak banyaknya kursuskursus psikologi. Kursus-kursus mental healt yang diadakan secara teratur maupun insidentil bagi kaum ibu.Ceramah-ceramah yang membahas masalah anak masalah keluarga dan masalah pernikahan dan pendidikan anak, bertujuan untuk membantu mencegah timbulnya masalah-masalah yang dapat mengganggu perkembangan kepribadian individu. Didirikannya biro-biro konsulltasi psikologi dan bimbingan anak juga bertujuan memberi bantuan dalam memperkembangkan kepribadian anak yang sehat. Demikian pula pemerintahan dalam hal pendidikan, telah mensyaratkan sarana bimbingan dan penyuluhan disekolah-sekolah dalam rangka membantu perkembangan anak agar menjadi pribadi yang sehat jasmani dan rohani, menjadi anggota masyarakat yang dewasa dan penuh tanggung jawab. Kesehatan mental adalah suatu ilmu yang mempelajari dan mencakup kesejahteraan manusia, dan memasuki semua bidang jalinan hubungan manusia.Kesehatan mental mempunyai 3 tujuan pokok : 1. Mencegah gangguan mental melalui pengetahuan, pemahaman tentang hubungan yang ada antara perkembangan kepribadian yang wajar dan pengalaman hidup. 2. Pemeliharaan kesehatan jiwa pada pribadi dan kelompok 3. Penemuan dan penggunaan cara-cara terapeutik untuk menyembuhkan gangguan mental atau penyakit jiwa Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 1 Konselor yang berkecondongan afektif menyatakan bahwa pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan tujuan konseling. Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. II LANDASAN TEORITIS II.1. Tinjauan Historis Konseling Kesehatan Mental Surgeon General of United States (ahli bedah umum Amerika Serikat) mendefinisikan kesehatan mental sebagai berikat: Kinerja fungsi mental yang sukses, yang menghasilkan aktivitas produktif, hubungan dengan orang lain yang memuaskan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan menangani kesulitan; dari sejak masa kanak-kanak sampai kehidupan berikutnya, kesehatan mental adalah modal untuk berpikir dan keahlian berkomunikasi, pembelajaran, pertumbuhan emosi, fleksibilitas, dan percaya diri. (U.S. Department of Health and Human Service, 1999, hal. Vii). Undang-undang Community Mental Health Centers Act 1963, membawa kesehatan mental lebih sejajar dengan pelayanan kesehatan lainnya di Amerika Serikat. Undang-undang ini dimaksudkan sebagai promosi kesehatan mental, sekaligus pencerahan bagi konselor kesehatan mental. Undang-undang ini memberikan dana untuk didirikannya lebih dari 2.000 pusat kesehatan mental dan komunitas diseluruh negara. Seiring dengan perjalanan waktu, fokus kesehatan mental mulai berubah daripencegahan menjadi perawatan (1980) terhadap individu dengan berbagai masalah mental.Dalam sejarahnya, konseling kesehatan mental didefinisikan dalam berbagai cara, mulai sebagai bentuk konseling khusus yang dilakukan dalam lingkungan berbasis komunitas nonpendidikan atau lingkungan kesehatan mental (Seiler & Messina, 1979). Berbagai pandangan tentang konseling kesehatan mental yang difokuskan pada perkembangan (Ivey, 1989); hubungan Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 2 (Ginter, 1989); perawatan, advokasi, atau penanganan pribadi dan lingkungan (Hershenton, Power, Seligman, 1989). The council for Accreditation of Counseling and Realited Educational Programs (CACREB, 2001) memberikan gambaran dari bidang khusus ini, dengan persyaratan aktifitas, pengetahuan dasar, dan keahlian. Dewasa ini, konseling kesehatan mental adalah profesi tingkat pascasarjana yang khususnya berorientasi kepraktik. Program ini berbagi batasan dengan konseling profesional perihal sudut pandang konseptual dan filosofi, yang lebih bersifat pendidikan-perkembangan-preventif daripada pengobatan klinis. II.2 Konseling Kesehatan Mental sebagai Suatu Spesialisasi Konseling kesehatan mental dibentuk pada tahun 1970-an. Konseling ini dibangun terutama karena inisiatif legislatif, khususnya Community Mental Health Centers Act 1963, yang mendorong didirikannya pusat kesehatan mental secara nasional. Para konselor tingkat master adalah penggagas utama dibalik pendirian American Mental Health Conselors Association (AMHCA). Melalui AMHCA, mereka berafiliasi dengan American Counseling Association. Kekhususan mereka dalam konseling kesehatan mental mendapat akreditasi tingkat master oleh CACREP. AMHCA telah mengeluarkan sejumlah tugas yang akan sangat mrmbantu anggotanya untuk memperluas wawasan dan mengembangan pengetahuan serta keahlian praktis mereka. AMHCA juga menekankan perihal kesehatan dan kesejahteraan. Aspek konseling kesehatan mental ini sangat penting karena perubahan yang dibuat dalam suatu komunitas dapat mengganggu atau menyebabkan perilaku regresif jika pelakunya tidak siap. Sebagai kelompok, konselor kesehatan mental bekerja dalam berbagai lingkungan, termasuk pusat kesehatan mental, lembaga komunitas, rumah sakit psikiatris, organisasi yang menangani kesehatan mental (HMOs), program bantuan pekerja (EAPs), program peningkatan kesehatan dan kesejahteraan (HWPs), pusat geriatis, badan pengendali krisis, dan klinik bimbingan anak. Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 3 Beberapa konselor kesehatan mental adalah praktisi pribadi. Mereka memberi konseling pada berbagai kelompok klien, termasuk program bantuan korban pemerkosaan, keluarga yang depresi, orang-orang yang berpotensi atau cenderung untuk bunuh diri, dan mereka yang menderita kelainan yang sudah terdiagnosis. Sebagai tambahan, mereka memberi konsultasi, mrndidik, dan kadang-kadang juga mengerjakan tugas-tugas administratif (Hosie, West, & Mackey, 1998; West, Hossie, & Mackey, 1997). Konselor kesehatan mental bekerja sama dengan tenaga lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja social, perawat dan bagian psikiatri, dan ahli-ahli konseling lainnya serta menjadi bagian dari tim (Hansen, 1998). Konselor kesehatan mental sangat penting memahami psikopatologi, mempunyai keahlian khusus yang berkaitan dengan kebutuhan dan minat dari populasi atau masalah tertentu. Tugas utama konselor kesehatan mental adalah menilai dan menganalisis latar belakang dan informasi terkini mengenai klien, mendiagnosis kondisi mental dan emosional, mengeksplorasi solusi yangbisa dilakukan, dan mengembangkan rencana perawatan. Aktivitas preventif dalam kesehatan mental dan fisik juga sangat penting. Mereka menaruh perhatian pada perkembangan professional yang berhubungan dengan bidang konseling terapan seperti konseling perkawinan dan keluarga, penyalahgunaan obat/ketergantungan bahan kimia, dan konseling kelompok kecil. II.3. Fungsi, Teori dan Aplikasi Konseling Kesehatan Cara konselor kesehatan mental menggunakan teknik dan teori di dalam praktik mereka sangat bervariasi. Pemilihan teori dilakukan oleh konselor kesehatan mental berdasarkan pada kebutuhan klien. Secara umum, literaturliteratur konseling kesehatan mental difokuskan pada dua masalah utama yang memiliki dampak teoritis sebagai berikut: (a) pencegahan dan peningkatan kesehatan mental; (b) perawatan kelainan dan disfungsi. Kedua topik akan terus Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 4 menarik perhatian karena mempertimbangkan tugas utama konselor kesehatan mental. Pencegahan Primer dan Peningkatan Kesehatan Mental. Dalam sejarah konseling kesehatan mental, pencegahan dan peningkatan layanan kesehatan mental menjadi penekanan filosofis yang utama. “Banyak konselor kesehatan mental yang secara aktif terlibat dalam jenis program pencegahan primer melalui sekolah, perguruan tinggi, gereja, komunitas, pusat kesehatan, dan lembaga publik serta pribadi”, tempat mereka dipekerjakan (Weikel & Palmo, 1989). Pencegahan primer dikarakteristikan dengan “kualitas sebelum fakta terjadi”; disengaja dan berorientasi kelompok atau massa, bukan individual (Baker& Shaw, 1987). Dapat diterapkan langsung maupun tidak langsung, tetapi didasarkan pada fondasi teoritis yang sehat (Cowen, 1982). Hall dan Torres (2002) merekomendasikan dua model pencegahan primer yang tepat untuk diterapkan pada remaja dengan skala komunitas. Keduanya adalah model pencegahankonfigural dari Bloom (1996) dan formula insidensi Albee (Albee & Gullotta, 1997).Model Bloom berfokus pada tiga dimensi, yaitu: 1. Pertama, konselor harus bekerja untuk meningkatkan kekuatan individu dan mengurangi keterbatasan individu. 2. Kedua, mereka harus meningkatkan dukungan sosial (contohnya, melalui orangtua dan teman sebaya) dan mengurangi tekanan sosial. 3. Ketiga, variable lingkungan, seperti kemiskinan, bencana alam, dan program komunitas bagi remaja, harus diatasi. Model Albee memiliki skala global dan menekankan bahwa konselor harus mengurangi efek negative dari biologi dan stress, sementara pada saat meningkatkan efek positif dari keahlian remaja dalam menghadapi masalah, harga diri, dan system dukungan. Kedua model ini membutuhkan kemauan konselor untuk membangun jaringan dengan lembaga dan individu yang lain. Konselor Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 5 harus meluangkan waktu dan energi cukup banyak dalam membuat program yang mungkin tidak langsung memberi hasil. Bunuh diri merupakan salah satu bidang dimana pencegahan primer ditekankan. Di Amerika Serikat, bunuh diri menduduki “rangking ke-9 sebagai penyebab kematian pada orang dewasa dan ketiga pada orang muda berusia 17 tahun ke bawah” (Carney & Hazler, 1998, p.28). Tragisnya, kemungkinan bunuh diri bagi para gay dan lesbian muda adalah dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada muda-mudi yang heteroseksual. Sebagai tambahan, ada beberapa kelompok etnis yang juga lebih berisiko untuk melakukan perbuatan bunuh diri daripada yang lainnya. Selain jenis kelamin, orientasi seksual, dan variable multibudaya, klinisi perlu menggunakan instrument penilaian untuk mengevaluasi wacana bunuh diri dengan lebih tepat. Salah satu piranti berskala global yang dapat mereka gunakan adalah skala SAD PERSONS (Patterson, Dohn, Bird & Patterson, 1983) untuk orang dewasa atau skala Adapted-SAD PERSONS (A-SPS) untuk anak-anak (Juhnke, 1996) guna menentukan individu yang berpotensi lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri. Huruf-huruf dalam skala ini adalah kependekan dari: Sex/seks (pria) Age/Usia (klien yang lebih tua) Depression/Depresi Ethanol/Penyalahgunaan etanol (alkohol) Rational/Kehilangan pemikiran rasional Social support system lacking/kurangnya system dukungan social (sendiri, terasing) Organized plan/Rencana yang terorganisir No spouse/Tidak ada pasangan hidup (suami atau istri) Sickness/Sakit-penyakit (terutama penyakit kronis atau penyakit fatal) Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 6 Skala ini adalah kombinasi dari factor-faktor tersebut dalam sebuah proses interaktif yang member informasi penting untuk digunakan konselor kesehatan mental dalam pencegahan. Bentuk pencegahan primer yang lain adalah menekankan perkembangan yang sehat—yaitu penanganan secara positif dan pertumbuhan sehingga individu dapat dengan efektif menangani krisis yang mereka hadapi. Karena konseling berawal dari suatu model yang berdasarkan pada perkembangan yang sehat, dapat diharapkan bahwa tujuan konseling untuk meningkatkan perkembangan yang sehat pada klien akan bisa diperoleh.” (Hershenson, 1982). Dalam sebuah artikel penting mengenai perkembangan pribadi yang sehat, Heath (1980) menggarisbawahi model pematangan yang sehat dan komprehensif. Dia mengatakan bahwa menurut riset, kematangan psikologi di waktu remaja merupakan predictor utama dari kesehatan mental sewaktu dewasa dan adaptasi terhadap dunia kerja. Selain itu, tingkat kematangan dewasa berhubungan dengan keharmonisan seksual dalam pernikahan serta adaptasi terhadap pekerjaan. Heath selanjutnya mengajukan prinsip-prinsip praktik umum yang dapat diterapkan konselor dalam meningkatkan perkembangan klien. Empat diantaranya didata sebagai berikut ini: (Heath, 1980) 1. “Mendorong latihan antisipasi kalau-kalau harus melakukan adaptasi baru,” seperti yang berkaitan dengan pekerjaan dan hubungan pribadi. 2. “Membutuhkan eksternalisasi yang konstan dari apa yang dipelajari dan koreksinya melalui tindakan.” 3. “Membolehkan seseorang untuk mengalami konsekuensi dari keputusan dan tindakan yang diambilnya.” 4. “Menghargai dan memantapkan kekuatan.” Penguatan, menurut prinsipprinsip perilaku, sangat penting untuk pembelajaran baru. Heath menyetujui gagasan tersebut dan mengatakan bahwa penghargaan dan penerimaan atas kekuatan seseorang dapat memperkuat rasa percaya diri dan membantunya dalam mengambil resiko yang diperlukan untuk pembelajaran baru. Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 7 Memusatkan diri pada lingkungan seseorang adalah penekanan pencegahan lainnya dari konselor kesehatan mental, baik dilakukan secara global atau lebih individu. Huber (1983) meringkas hasil riset dari bidang yang menarik dan sedang bertumbuh ini. Dia mencatat bahwa lingkungan memiliki karakter seperti manusia. Beberapa lingkungan dominan dan kaku, sementara sebagian lainnya lebih fleksibel dan suportif. Untuk dapat memanfaatkan pandangan ekologi-sosial dengan efektif, konselor kesehatan mental harus melakukan hal-hal berikut: 1. Mengenali masalah sebagai sesuatu yang pada pokoknya berhubungan dengan lingkungan tertentu. Beberapa lingkungan mendatangkan atau mendorong perilaku khusus yang mungkin tidak sehat. 2. Memperoleh persetujuan dari klien dan pihak bermakna lainnya yang berada di lingkungan klien. Bagi kebanyakan orang, jauh lebih mudah untuk melihat suatu kesulitan sebagai sekedar persoalan yang berhubungan dengan individu. 3. Mengukur kedinamisan variabel di dalam suatu lingkungan. Moos (1973) mengembangkan sejumlah cara untuk mengevaluasi lingkungan. Konselor dapat bekerja bersama dengan klien untuk menentukan bagaimana lingkungan berfungsi menguntungkan atau tidak menguntungkan bagi kebutuhan klien. 4. Menyelenggarakan perubahan social dan inisiatif penghakiman social jika dibutuhkan. Konselor dapat membantu klien dengan metode-metode khusus untuk meningkatkan lingkungannya sekarang ini. 5. Mengevaluasi hasilnya. Tidak ada cara tunggal untuk melakukannya, namun semakin jelas klien mengutarakan kriterianya mengenai lingkungan ideal, semakin baik juga kemungkinan evaluasinya. Perspektif social-ekologi berkaitan dengan pemikiran ekosistem: “pemikiran yang mengakui hubungan dari individu, keluarga, dan konteks sosiokultural yang tidak bisa dipisahkan” (Sherrard dan Amatea, 1994, p.5). dalam pandangan ini, konseling kesehatan mental diperluas untuk mempertimbangkan konteks budaya Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 8 dimana orang-orang berhubungan dan berkomunikasi. Arti yang diberikan oleh individu kepada interaksi interpersonal dan lingkungan menjadi suatu pertimbangan dalam konseling (Conyne & Cook, 2004). Perkawinan adalah suatu situasi yang mengilustrasikan pentingnya factor pribadi maupun lingkungan dalam kesejahteraan individu (Gladding, 2007). Studi yang dipimpin oleh Wiggins, Moodyn dan Lederer (1983) mengenai kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa predictor paling bermakna dari kepuasan semacam ini adalah keselarasan tipologi kepribadian pasangan yang teruji. Dalam hal ini, konselor kesehatan mental membantu pasangan untuk menemukan dukungan diantara mereka satu sama lain, di dalam kelompok pada komunitas dimana pasangan tinggal, atau di dalam program-program khusus seperti meningkatkan kualitas perkawinan (Solsberry, 1994). Secara keseluruhan yang ditekankan dalam pencegahan kesehatan mental adalah kesejahteraan positif (aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan baik pencegahan maupun remediasi dan mempunyai nilai terapi bagi individu yang melakukannya secara konsisten). Aktivitas semacam ini termasuk makan makanan alami, mengkonsumsi vitamin, pergi ke spa kesehatan, meditasi, melakukan olah raga secara teratur, dan mengeksplor beraneka pendekatan kemanusiaan dan antar-pribadi (O’Donnell, 1988). “Agar seseorang menjadi makhluk yang utuh, sehat, dan berfungsi baik, kita harus mengevaluasi proses fisik, psikologis, intelektual, social, emosional, dan lingkungan (Carlson & Ardell, 1988). Strategi lain dari perspektif kesejahteraan adalah sebagai berikut: 1. Konselor harus terus memikirkan hal-hal positif, yang menggairahkan kehidupan yang dapat dilakukan oleh individu; 2. Mengubah skrining tradisional agar memasukkan lebih banyak penekanan terhadap kesehatan secara keseluruhan; 3. Melakukan riset lebih banyak; dan Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 9 4. Menyoroti dimensi karakteristik fisik dari kehidupan klien sebagai satu aspek dari apa yang disebut Lazarus (1989) terapi multimodal (BASIC I, D: perilaku, afeksi, sensasi, imajinasi, kognitif, hubungan interpersonal atau perorangan, dan obat-obatan/biologi) Pencegahan Sekunder dan Tersier. Selain pencegahan primer, konselor kesehatan mental berkonsentrasi pada pencegahan sekunder (mengendalikan masalah kesehatan mental yang sudah ada di permukaan tetapi belum parah) dan pencegahan tersier (mengendalikan masalah kesehatan mental yang serius agar tidak menjadi kronis atau mengancam kehidupan). Pada kasus semacam ini (berbeda dengan pencegahan primer), konselor kesehatan mental menilai fungsi klien dan kemudian, jika tepat, menggunakan teori dan teknik yang dikembangkan oleh ahli-ahli teori ternama seperti Rogers, Skinner, dan Glasser untuk merawat gejala dan kondisi utamanya. Konselor kesehatan mental yang melakukan perawatan sering menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah memberi respons yang baik terhadap sejumlah orang yang membutuhkan dan mencari layanan kesehatan mental. Tidak setiap orang yang membutuhkan layanan perawatan untuk gangguan ringan maupun besar dapat ditangani dengan baik oleh pemberi layanan kesehatan mental nasional seperti konselor, psikiater, psikolog, dan pekerja social. Meskipun perawatan klien menjadi satu-satunya aktivitas tenaga professional ini mereka tetap tidak mampu menangani seluruh kebutuhan dari klien yang memerlukan bantuan (Lichtenberg, 1986; Meehl, 1973). Tantangan lain yang harus dihadapi klinisi dalam konseling kesehatan mental adalah tren dalam rumah sakit psikiatrik rawat inap untuk memperpendek waktu rawat inap bagi klien dengan gangguan parah. Periode rawat inap yang diperpendek ini berarti bahwa semakin banyak individu dengan kelainan mental yang tidak mendapat perawatan yang mereka butuhkan atau dirawat di sarana rawat jalan, tempat konselor kesehatan mental member layanan dan sering dibatasi oleh peraturan perawatan terorganisir (Hansen, 1998). Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 10 Hasil survey terhadap artikel dalam Journal of Mental Health Counseling di awal 1990-an menunjukkan bahwa konselor kesehatan mental mempunyai kecenderungan yang kuat untuk memberikan perawatan sebagai layanan utama dalam konseling kesehatan mental (Kiselica & Look, 1993). Beberapa bidang yang mendapat penekanan dari konselor perawatan mental dalam memberi perawatan adalah kelainan umum dan kelainan khusus yang bersifat jangka panjang, seperti depresi ringan (Kolenc, Hartley, & Murdock, 1990), berhenti merokok (Pinto & Morrell, 1988), perilaku obsesif-kompulsif (Dattilio, 1993), dan gangguan pola makan seperti bulimia (Gerstein & Hotelling,1987). Untuk mengetahui perawatan apa yang cocok untuk penderita kelainan mental yang kompleks seperti schizophrenia, konselor pemula dan mereka yang belum pernah menangani bidang ini, dapat mencontoh film-film seperti Sybill, Three Faces of Eve, dan A Beautifull Mind. Berapapun persisnya angka dan jumlah populasi yang terkena, depresi dan ansietas umum di dalam masyarakat karena sejumlah alas an, beberapa alas an tersebut bisa kita tonton setiap malam di berita malam atau berita radio. Seperti ansietas, depresi mempunyai berbagai macam bentuk. Namun, kabar baiknya adalah bahwa ada sejumlah pengobatan untuk depresi dan ansietas, seperti terapi pemecahan masalah, tetapi berfokus solusi, terapi naratif, dan konseling perilakukognitif. Semua kelihatannya cukup berhasil dalam pengobatan (misalnya, pemulihan) dan pencegahan penyakit ini (Dixon, 2000; Gladding, 2005; Paradise & Kirby, 2005). Selain mengobati depresi dan gangguan ansietas, konselor kesehatan mental, seperti banyak konselor di bidang lain, juga dipanggil untuk menangani klien yang putus asa dan ingin bunuh diri. Ada beberapa cara untuk menangani klien bunuh diri, namun dua yang paling menonjol adalah model intervensi krisis dan model terapi berkelanjutan (Paulson & Woth, 2002). “Kedua model ini menekankan peran dari hubungan terapi yang positif, dan pemahaman serta Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 11 keabsahan perasaan klien.” Juga menekankan pentingnya membantu klien bunuh diri untuk mengembangkan kesadaran diri dan membangun identitas baru. II.4 Kecenderungan Perkembangan Kesehatan Mental Masyarakat Modern II.4.1 Sisi Gelap Gaya Hidup Modern Arus modernisasi membawa dampak positif sekaligus negatif bagi kehidupan umat manusia. Satu sisi, modernisasi menyodorkan beragam kemudahan dalam bidang komunikasi dan transportasi. Namun, di sisi lain, ternyata modernisasi melahirkan dampak yang merugikan bagi kehidupan umat manusia. Berbagai problem semakin kompleks, baik yang bersifat personal maupun sosial. Manusia modern telah terperdaya oleh produk pemikirannya sendiri karena kurang mampu mengontrol efek sampingnya, yaitu rusaknya lingkungan yang memporakporandakan kenyamanan hidupnya sendiri. Kehidupan yang terlalu berorientasi pada kemajuan di bidang material (pemenuhan kebutuhan biologis) telah menelantarkan supra empiris manusia sehingga terjadi pemiskinan rohaniah dalam dirinya. Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi berkembangnya masalah-masalah pribadi dan sosial yang terekspresikan dalam suasana psikologis yang kurang nyaman, seperti perasaan cemas, stress, dan terasing serta terjadinya penyimpangan moral atau sistem nilai. Dalam suatu penelitian terhadap masyarakat Barat, dikemukakan bahwa salah satu dampak buruk dari gaya hidup modern, seperti di negara-negara industri, adalah munculnya berbagai problem sosial dan personal yang cukup kompleks. Problem tersebut antara lain berupa ketegangan fisik dna psikis, kehidupan yang serba rumit, kekhawatiran atau kecemasan terhadap masa depan, semakin tidak manusiawinya hubungan antarindividu, rasa terasing dari anggota masyarakat lainnya, tali hubungan kekeluargaan yang renggang, terjadinya penyimpangan moral dan sistem nilai, serta hilangnya identitas diri (Suara pembaharuan, 09-101993). Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 12 Umumnya, migrasi orang desa ke kota di negara berkembang lebih banyak dimotivasi oleh niat untuk “mengadu nasib” ketimbang “memenuhi permintaan kebutuhan pekerjaan”. Masalah lain adalah keterbatasan kemampuan penyediaan fasilitas air bersih dibanding jumlah permintaan kebutuhan. Ironisnya, penduduk miskin kota terpaksa harus membeli air dengan harga yang jauh lebih mahal ketimbang mereka yang berbeda pada kelas menengan keatas. Kondisi kehidupan ini dapat menjadi sumber pemicu malapetaka kehidupan, terutama menyangkut masalah psikologis seperti gejala “Maladjustment” dan “Pathologic” (Gangguan jiwa dan sakit jiwa). Ernaldi Bahar (Republika, 25-09-1995) mengemukakan bahwa gangguan jiwa merupakan gambaran khas sebuah kota metropilitan yang diperkirakan angkanya semakin membesar setiap tahunnya. Perkembangan metropolitan yang cepat itu lengkap dengan berbagai masalah yang sering tak mampu diadaptasi oleh masyarakat dengan baik sehingga memicu timbulnya ketegangan. H.A. Hardiman (Direktur Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI), mengemukakan hasil survei Depkes Tahun 1995 di 13 kota besar di Indonesia, yaitu bahwa sekitar 18% atau sekitar 36 juta orang penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa ringan, seperti rasa cemas, psikosomatik, dan depresi. Meskipun hanya gangguan jiwa ringan, tetapi jika tidak segera ditangani secara serius, dikhawatirkan menjadi gangguan jiwa berat. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa untuk menangani para penderita gangguan jiwa, di Indonesia terdapat 33 buah rumah sakit jiwa dengan kapasitas tempat tidur 8000 buah (Pikiran Rakyat). Faktor Pemicu (Stressor) 1. Gejala Gangguan Jiwa 2. Perubahan sosial yang sangat cepat dan kesulitan menyesuaikan diri Kesenjangan antara tujuan (keinginan atau tuntutan hidup) dengan kemampuan atau kesempatan untuk mencapainya a. b. c. d. Persaingan antar individu Saling curiga (paranoid) Ketidakberdayaan Keterasingan dan pengucilan sosial 3. Heterogenitas kehidupan a. Secara naluriah, memunculkan gangguan kriminal dari kelompok warga yang terabaikan (marginal) Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 13 b. 4. Kelompok marginal, seperti para pengangguran, dapat menjadi sumber ketegangan dan kecemasan (stressor) bagi kelompok warga yang baik-baik (beruntung) Kepada penduduk yang terus meningkat a. Mempertajam kompetensi yang berkepanjangan b. Berkembangnya perilaku agresif karena sistem saraf manusia terangsang secara berlebihan Tabel 1. Stressor dan Jenis Gangguan Jiwa Pendapat atau temuan para ahli tersebut semakin memperkuat asumsi bahwa semakin maju kota atau bangsa, semakin meningkat pula problematika kehidupan masyarakat. Pada gilirannya, keadaan tersebut melahirkan masalah-masalah psikologis (Kesehatan Memtal) bagi individu di dalamnya. II.4.2 Dampak gaya Hidup Modern Terhadap Kesehatan Mental Anak dan Remaja 1. Masalah Kesehatan Mental Seperti halnya orang dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat mengalami masalah-masalah kesehatan mental yang mempengaruhi cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak. Masalah-masalah kesehatan mental dapat menyebabkan kegagalan studi, konflik keluarga, penggunaan obat terlarang, kriminalitas, dan bunuh diri. Selain itu, masalah kesehatan mental pun dapat membatasi kemampuan mereka untuk menjadi orang yang produktif. Beberapa masalah kesehatan mental yang sering dialami oleh anak-anak dan remaja diantaranya adalah depresi, rasa cemas, hiperaktif dan gangguan makan. 2. Indikator Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja a. Gangguan Perasaan Gangguan perasaan sebagai indikator masalah kesehatan mental pada anak dan remaja meliputi beberapa hal berikut:(1) Perasaan sedih tak berdaya;(2)Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu;(3) Perasaan tak berharga;(4)Perasaan takut, cemas, atau khawatir yang berlebihan; (5)Kurang bisa Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 14 konsentrasi;(6)Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat; dan (7) Perasaan pesimis menghadapi masa depan. b. Gangguan Perilaku Gangguan perilaku sebagai indikator masalah kesehatan mental pada anak dan remaja meliputi beberapa hal berikut:(1)Mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang;(2)Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum;(3)Melakukan sesuatu perbuatan yang dapat mengancam kehidupan yang bersangkutan;(4)Melakukan diet secara terus-menerus atau obsesi untuk memiliki tubuh yang langsing;(5)Menghindari persahabatan atau senang hidup menyendiri;(6)Sering melamun; dan (7)Sering menampilkan perilaku yang kurang baik, atau melakukan kenakalan di sekolah. 3. Penyebab Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja a. Faktor Biologis, seperti genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh, serta menderita penyakit kronis dan kerusakan sistem saraf pusat b. Faktor Psikologis, seperti frustasi (misalnya, merasa kecewa atau sedih karena memiliki wajah yang tidak cantik, postur tubuh yang kurang bagus, dan cinta ditolak), konflik, terlalu pesimis menghadapi masa depan, kurang mendapat pengakuan dari suatu kelompok dan tidak mendapat kasih sayang dari orang tua. c. Faktor Lingkungan, seperti merebaknya tayangan film bertama kejahatan dan pornoaksi, perdagangan minuman keras, penjualan alat kontrasepsi, penjualan VCD porno, dll. Beberapa penyebab lainnya adalah kemiskinan yang kronis (perekonomian keluarga yang morat marit atau tidak dapat dikendalikan, sehingga banyak orang menempuhnya dengan menghalalkan segala cara seperti korupsi, mencuri, menyogok, memalsukan ijazah, menipu, dan lain-lain yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental anak atau remaja). Faktor lainnya adalah kurangnya kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berteman dengan orang-orang yang berakhlak buruk, dan iklim kehidupan keluarga yang tidak Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 15 kondusif (yang kurang memperhatikan nilai-nilai agama, perceraian orang tua, hubungan kurang harmonis dengan keluarga, dll) 4. Kriteria Kesehatan Mental Menurut Richard T. Kinner (dalam Gappuzi & Gross, 1997) kriteria kesehatan mental, antara lain: 1. Menerima diri sebagaimana adanya (self-aceptance) Pada umumnya, orang yang sehat mentalnya dapat menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya dan mempunyai self-esteem yang positif, tetapi jangan sampai berlebiha-lebihan. Self-esteem merupakan essential component mengenai mental yang sehat (Allport, 1961; Maslow, 1970; Rogers, 1961 dalam Capuzzi & Giross, 1997). Self-esteem yang negatif dapat menimbulkan berbagai masalah sehingga keadaan mental kurang baik atau kurang sehat. Menerima keadaan diri sebagaimana adanya juga berarti menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 2. Menerima tentang keadaan diri (self-knowledge) Orang yang mentalnya sehat mengerti dengan baik tentang keadaan dirinya. Orang akan sadar, baik mengenai perasaannya, motivasinya, kemampuan berpikirnya, maupun aspek-aspek mentalnya yang lain. Tujuan konseling mengenai pengertian tentang dirinya mungkin merupakan hal yang sangat sentral dan universal. Freud dan para revisionis (seperti Adler, Erikson. Fromm, Horney, dan Jung) percaya bahwa uncovering dan understanding unconscious needs, serta fears dan konflik merupakan prerequisit untuk psychological health (dalam Capuzzi & Gross, 1997). 3. Self-confidence dan Self-control Orang yang sehat mentalnya mempunyai percaya diri (self-confidence) dan kontrol diri (self-control). Mereka dapat independen bila diperlukan dan dapat pula asertif apabila yang bersangkutan ingin asertif. Mereka mempunyai internal focus of control. Mereka dapat mengontrol dirinya dengan baik. Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 16 4. A clear perception of reality Orang yang sehat mentalnya mampu mengadakan persepsi keadaan realita secara baik. Orang dapat membedakan mana yang rill dan mana yang tidak. Orang yang demikian tidak mencampuradukkan antara yang rill dengan yang tidak rill, bersifat objektif, dan selalu melihat realita seperti apa adanya. 5. Balance and moderation Orang yang mentalnya sehat mempunyai sifat keseimbangan atau balance dalam kehidupannya. Mereka bekerja, tetepi juga istirahat atau main; menangis, tetapi juga tertawa; mementingkan diri (selfish), tetapi juga mementingkan sosial (altruistic); berpikir logis, tetapi juga intuiti. Pada dasarnya, kehidupan mereka selalu dalam keadaan keseimbangan. Orang yang sehat mentalnya bersikap moderat, tidak ekstrim. Kalau bersikap ekstrim dapat menimbulkan masalah. 6. Love of others Orang yang sehat mentalnya akan menyayangi sesama manusia. Mereka tidak mempunyai sikap permusuhan terhadap orang lain. Dengan demikian, mereka dapat diterima secara baik oleh orang-orang lain, tidak timbul permusuhan, suasana adanya kedamaian. 7. Love of life Orang yang sehat mentalnya akan menyayangi kehidupan yang dihadapi. Apa yang dihadapi dalam kehidupannya selalu diterima secara tulus dan pernah rasa sayang. 8. Purpose in life Orang yang sehat mentalnya menyadari dengan sepenuhnya tentang tujuan kehidupannya. Untuk apa dan ke arah mana kehidupannya disadari dengan sepenuhnya, tidak ada keragu-raguan dalam mengarungi kehidupan. Kasus dan Pembahasan Beberapa petugas mengevakuasi ketiga jenazah dari rumah korban di Dusun Biru, Triharjo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, kemarin. SLEMAN– Seorang ayah di Dusun Biru, Triharjo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman Supeno, 34, tega membunuh dua Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 17 anak kandungnya yang masih kecil dengan cara keji. Lebih tragisnya,usai membantai dua anaknya, Supeno mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Dua bocah yang menjadi korban kebiadaban ayahnya itu adalah Wafiq Nur Azizah yang baru berusia 5 tahun dan Putra Bagus Nur Praditya,4 tahun.Keduanya ditemukan tewas dengan kondisi lidah menjulur keluar dan berbusa serta kepala berdarah bekas luka pukulan. Kematian secara mengenaskan kedua bocah itu baru diketahui pagi kemarin setelah polisi mendatangi lokasi untuk melakukan pengecekan jasad Supeno yang ditemukan warga tergantung di dapur rumahnya. Begitu membuka pintu dan akan melakukan olah TKP, didapati seisi rumah dalam kondisi berantakan, bahkan banyak bercak darah berceceran di lantai rumah. Setelah polisi melakukan pengecekan kamar rumah yang berada di dekat dapur,mereka terperangah melihat kedua anak korban tewas mengenaskan di atas tempat tidur.Kedua jasad bocah mungil itu ditutupi dengan menggunakan kain selimut. Dari hasil pengecekan di sekitar lokasi, polisi menemukan barang bukti berupa linggis yang ada bercak darahnya. Diduga sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri,Supeno membunuh anaknya dengan cara mencekik dan memukul keduanya dengan menggunakan linggis. Terungkapnya kasus pembunuhan keji itu sontak menghebohkan warga sekitar. Untuk keperluan pemeriksaan dan olah TKP,polisi dari Polres Sleman dan Polsek Gamping lantas berjaga untuk menyeterilkan lokasi kejadian dari banyaknya warga yang datang. Petugas medis dari Bidokes Polda DIY,PMI Cabang Sleman lantas melakukan pemeriksaan jenasah kedua bocah itu berikut ayahnya yanggantungdiri.”Dari hasil pemeriksaan tim medis,kedua anaknya meninggal lebih dulu,”terang Kasat Reskrim Polres Sleman AKP Danang Kuntadi di lokasi kejadian. Kapolsek Gamping Kompol Widiyanto ditemui terpisah mengatakan, melihat dari hasil olah TKP dan informasi sejumlah warga diduga ada persoalan keluarga yang membuat Supeno berbuat nekat membunuh anaknya dan kemudian memutuskan untuk bunuh diri.Sebelum melakukan bunuh diri, diketahui Supeno sempat mengirim pesan pamit kepada ibunya, bahkan juga menghubungi istrinya,Isrina, 37, untuk mengatakan bahwa anaknya sudah dibunuh sekitar pukul 22.10 WIB. Saat itu, Isrina tengah masuk kerja sebagai satpam salah satu pusat perbelanjaan di Jalan Malioboro Yogyakarta. Sebelum terjadi pembunuhan sekitar pukul 22.00 WIB, warga sempat mendengar keributan di rumah Supeno.Terdengar suara Supeno marah-marah, disusul suara pecahan kaca yang dipukul. Warga sekitar yang saat itu mencoba datang untuk menenangkan akhirnya mengurungkan niatnya sebab diancam akan dibunuh. Salah seorang keluarga Supeno, Rosyid,26,yang ditemui di lokasi kejadian membenarkan adanya keributan itu.Saat mendengar suara ribut-ribut dari rumah saudaranya,dia pun mencoba datang. Namun begitu,sesampainya di depan rumah dia tidak bisa masuk karena dihalau Supeno. Bahkan waktu itu dia sempat melihat ada darah di tangan Supeno.” Sebenarnya niatnya kita mau dobrak pintu agar bisa masuk tapi takut,”akunya. Warga yang ketakutan untuk mendekat akhirnya memilih kembali ke rumah masingmasing. Sekitar pukul 24.00 WIB warga tidak lagi mendengar keributan.Warga banyak yang mengira Supeno dan anaknya sudah tidur. Namun pagi harinya kurang lebih pukul 07.00 WIB, seorang warga yang melintas samping rumah Supeno melihat dari jendela ada orang tergantung di dapur. Setelah didekati, jasad tersebut adalah Supeno. Ketiga jenazah satu keluarga itu setelah dilakukan pemeriksaan di lokasi kejadian lantas dibawa ke RSUP Dr Sardjito untuk Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 18 keperluan autopsi. Isrina pun terlihat shock melihat keluarganya meninggal.Polisi juga belum bisa menggali keterangan dari istri korban untuk mengetahui persoalan yang terjadi. Namun dari informasi di lapangan, Supeno memang kerap ribut dengan istrinya karena faktor kecemburuan. Supeno curiga istrinya memiliki selingkuhan, sebab istrinya setiap pulang kerja kerap diantar oleh lelaki lain. Di Kabupaten Sleman. Analisa Kasus Dari kasus diatas diketahui bahwa ayah membunuh 2 anak kandungnya dikarenakan si ayah tersebut merasa cemburu dengan istrinya, sehingga ia nekat menghabisi nyawa 2 anak kandungnya untuk melampiaskan kemarahan serta dendamnya kepada istrinya tersebut dari situ dapat kita ambil kesimpuannya bahwa si ayah mengalami gangguan pada kesehatan mentanya Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejalagejala penyakit jiwa (psychose). Kesehatan mental yang terganggu dapat mempengaruhi keseluruhan hidup seseorang, pengaruh itu dapat dibagi dalam 4 kelompok besar : Perasaan, pikiranm kelakuan, dan kesehatan badan. Hal ini semua tergolong kepada gangguan jiwa, sedangkan yang tergolong sakit jiwa, adalah jauh lebih berat. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa orang yang menderita gangguan jiwa bila : sering cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, tidak ada gairah untuk bekerja, rasa badan lesu dan sebagainya. Sedangkan sakit jiwa adalah orang yang pandangannya jauh berbeda dari pandangan orang pada umumnya, jauh dari realitas, yang dalam istilah sehari-hari kita kenal miring atau gila. Diantara gangguan perasaan yang disebabkan oleh karena terganggunya kesehatan mental ialah : rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu, dsb. Pemarah, sesungguhnya orang dalam suasana tertentu kadang-kadang perlu marah, akan tetapi kalau ia seringsering marah yang tidak pada tempatnya atau tidak seimbang dengan sebab yang menimbulkan marah itu, maka demikian ada hubungannya dengan kesehatan mental. Marah, sebenarnya adalah ungkapan dari rasa hati yang tidak enak, biasanya akibat 1. 2. 3. kekecewaan, ketidakpuasan atau tidak tercapai yang diinginkannya. Apabila orang sedang merasa tidak enak, tidak puas terhadap dirinya, maka sedikit saja suasana luar mengganggu ia akan menjadi marah. Mungkin anak, istri atau siapapun akan menjadi sasaran kemarahan yang telah lama ditumpuknya. Melihat kasus di atas dapat dilihat gejala-gejala atau ciri-ciri orang yang sedang mengalami gangguan jiwa, yakni : Marah-marah Luapan amarah dilampiaskan ke obyek lain Sudah mulai mengancam orang lain Faktor yang menyebabkan Supeno mengalami gangguan jiwa yaitu rasa cemburu terhadap istrinya yang berprofesi sebagai satpam salah satu pusat perbelanjaan di Jalan Malioboro Yogyakarta, curiga istrinya memiliki selingkuhan, sebab istrinya setiap pulang kerja kerap diantar oleh lelaki lain. Setiap masalah seharusnya ada jalan keluar untuk penyelesaiannya. Demikian dengan krisis keluarga yang merupakan masalah keluarga yang amat sulit. Karena harus dicari akar masalahnya, lalu ditemukan solusinya. Akar masalah dari krisis keluarga bersumber pada: 1) suami, 2) isteri, 3) anak-anak (ibu, bapak, mertua, atau orang lain). Jika persoalan keluarga bersumber dari internal mungkin penyelesaiannya akan lebih jelas dan agak mudah. Akan tetapi jika sumber persoalan ada pada pihak eksternal, maka persoalan ini makin sulit untuk dipecahkan dan mencari solusinya. banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan krisis keluarga. Ada dengan cara-cara tradisional dan ada pula dengan cara modern atau yang sering disebut dengan cara ilmiah. Cara pemecahan masalah keluarga dengan sifat tradisional terbagi dua bagian. Pertama, kearifan kedua orang tua Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 19 dalam menyelesaikan krisis keluarga, terutama yang berhubungan dengan masalah anak dan isteri. Istilah kearifan adalah caracara yang penuh dengan kasih sayang, kekeluargaan, memelihara jangan sampai ada yang terluka hatinya oleh sikap dan atau perbuatan orang tua. Akan tetapi cara ini memerlukan media yaitu di meja makan dan tempat shalat berjamaah di rumah yang dipimpin oleh ayah. Dengan perkataan lain kearifan orang tua dapat terjadi jika: 1) punya banyakwaktu di rumah; 2) selalu menciptakan suasana rumah yang harmonis penuh kasih sayang dan perhatian; 3) kedua orang tua seharusnya memiliki pengetahuan psikologi anak dan remaja serta cara-cara membimbing anak. Kedua, bantuan orang bijak seperti ulama dan ustadz. Masalahnya mereka cukup kearifan dan bimbingan agama, akan tetapi kurang paham psikologi dan cara-cara membimbing. Mereka akan lansung menasehati jika terjadi penyimpangan perilaku. Nasihat kadangkadang dapat menyinggung perasaan. Cara ilmiah adalah cara konseling keluarga (family counseling). Cara ini adalah yang telah dilakukan oleh para ahli konseling di seluruh dunia. Ada dua pendekatan dilakukan dalam hal ini: 1) pendekatan individual disebut juga individual counseling yaitu upaya untuk menggali emosi, pengalaman, dan pemikiran klien. 2) pendekatan kelompok (family counseling). Yaitu diskusi dalam keluarga yang dibimbing oleh konselor keluarga. Kesimpulan Konseling kesehatan mental memiliki fungsi dan teori dalam praktik yang bervariasi sesuai dengan lingkungan individu dalam menangani krisis yang dihadapi. Pencegahan primer terdiri dari dua cara yaitu dengan menggunakan model pencegahan konfigural dari Bloom (1996) dan formula insidensi Albee (Albee & Gullotta, 1997); dan penekanan perkembangan yang sehat melalui penanganan secara positif dan pertumbuhan. Sedangkan pencegahan sekunder dan tersier, konselor kesehatan mental menilai fungsi klien menggunakan teori dan teknik yang dikembangkan oleh ahli-ahli teori ternama seperti Rogers, Skinner, dan Glasser untuk merawat gejala dan kondisi utamanya. Konseling Kesehatan Mental dan Lingkungan Page 20