PERJANJIAN INTERNASIONAL • • 31 • • PENGESAIIAN PERfANJIAN INTERN~SIONAL . . DAN lINDANG . .UNDANG DASAR SEMEN'l'ARA _.... • . ~. . . ~- 1950 • • • Oleh : Sidik Suraputra • • PENGANTAR • Tulisan ini dimaksudkan uutuk mempaparkan dan menjelaskan praktek pengesahan atau ratifikasi perjanjian interoasional semasa berlakunya Undang-Undang Dasar Semen tara 1950, selanjutnya • dipersingkat dengan UUDS 1950. Penulisan sekelumit sejarah ilukum . _ . -- ini mungkin ada gunanya bagi praktek pengesahan perjan jian inter· , .-.nasional pada dewasa ini. Seperti kata' Carr' : - "The past wihch a ._historian studies is not a dead past, bllt a past which in some sense is still living in the present" 1). . • Seperti mnurn diketahui tidak sernua perjanjian internasional • rnernbutuhkan pengesahan selanjutnya untuk mengikat negara peserta. Ada perjanjian-perjanjian internasional yang langsung rnengikat negara peserta perjanjian, setelah ditanda tangani oleh wakil atau . utusan negara bersangkutan. Perjanjian-perjanjian sernacam itu lazim disebut dewasa ini dengan "Executive Agreements". Akan tetapi ada perjanjian--perjanjian tertentu meskipun telah ditanda tangani oleh \Vakil negara, memerJukan pengesahan selanjutnya oleh parlernen ataLl hadan lain yang berwcnang, ~ebagai syarat unt'lk rnengikatny::t. bagi negara yang hersangkutan. Oleh Jessup pengesahan perjanjian • llller nasionaI diartikan sebagai "the formal rontirmation and approval o.f th,~ written instrument" ). '. Pengukuhan forrnil dan persetujuan sedernikian, diberik~Ul menurut ketentuan Hukum Tata-Ncgara dari masing-masing ncgar:J . SeteJah pcngesahan perjanjian intern'l<:jona! dilaksan.lkan oleh badn - MAJALAH FHtJt .. yang berwcn::ll1g, maka aleh pihak peml!rilltah dilakukall komUni_ kasi timbal balik dari fakta pengesalnn, atau exchange of ratification. Dalam hal perjalljian multilateral , dilakukan penyimpanan dati piagam ratifikasi pad a llcgara peserta perjanjian yang ditugaskan unl uk meny;mpan at au pada pcjabat organisasi internasional seperti Se kretaris JendcraI daTi Pcrserikatall Bangsa-Bangsa Dalam UU DS 1950 ketentuan mcngenai pengesahan perjanjian internasiollal t e rdap~t dalam pasal-pasal 120 dan 121. Pasa: 120: Presiden mcngadabn dan mengesahkatl perjanjian (traktat) dan perset ujuan lai n dengan nega ra-negara lain. Kecuali jika diten tu kan lain, dengan U ndang-Undang lain tidak disahkan, meIainkan sesudah disetujui oleh Undang-Undang. (2) masuk dalam dan l~le ln ll!ll s k:!1 pe rj o.ujian dan pe rse tujuan lain , dilakukan olch Presiden , ;1 ;:.}1ya (k D~; i\ n kuas<.! Undang-Und ang. . «. . ' . .' • • a;1ia r" nG juga hams di!akukan . ga ra .. . , ~ ndvn~~ . '- ciengan • • Dari pasa l 12U pertJll1:1-tama dapal diketahui ba hwa !erdaptit J ua macam pc rjanjian yai~u perjanjian (traktat) yang memerlukan pengesahan urau ratifikasi selanjutnya dan persetujuan yang tidak D12 merlukan ratifikas:. Abn tetap i U.U.D.S. selanjutnya tidak menjelaskan perbcdaan an tara perjanjian (traktat) dan persetujuan. Masalah ini mungkin dapat diatasi apabila R'ancangan UndangUnda ng tCOltang pe rsetuju3n-pcrsetujuan yang dapat disahkan dengan ti clak perlu disetujui Un ctang~Undang, diajukan kc dan disetujui De~"n Pcrw akiIan Rakyat. Rancangall Un dang-Undang ini yan ~ dise rtai dengan Amanat Prcsiden tertanggal 13 - 11 - 1954, No. 374 T-IK/ 54, rupanYL! tidak pernah disampaikan oleh Pemerintah ke Dewan Perwakil'an Rakyat 3). Keduanya sebagaimana daral cliungkapkan dari pasal 120 (2). pengesahan atau ratifikasi dari perjanjian dilakukan dcngan UndangUndang. kecuali ditentukan lain oleh Un dang-Un dang. Sehingga dapat disimpulbn bahwa badan yang bcrwenang untuk melakukan ratifi kasi adalah Dewan Penva kilan Rakyat. Dem ikian juga karen a pasaI 121 menunjuk pad a pasal 120 maka pengesahan dari perjanjian dengan Organisasi Tnternasional juga harus dil akukn n dengan Un dangUndang. ., 0 t ~~ n. 33 ANJIAN IN1'ERNASIONAL PERJANJlAN-PERJA NJlAN I NTERNASJONAL YANG TELAH MENDAPAT PENGESAHAN. Selama ma!>a ~ rahun berlakunya UUDS 1950, dari tanggal J 7 Agustus 1950 sampai dengan Dekrit Presidcn tert anggal 5 Jull 1959. yang menglUdupkan kembali Undang-Undang Dasar 1945, hanya 24 perjanjian intemasional saja yang mendapul pcngesaha n Dewan Perwakilan Rakyat. Suatu jumlah yang tidak begitu banyak . Diantara jenis perjanjian intemasional terdapat 8 perjanjian pcrsJ.habatan dengan negara lain yang mendapat pengesahan Dewrm Perwakilan Rakyat, dan merupakan jenjs perjanjian yang terbanya k yang tclah mendapat pengesahan 4). Juga sebanyak 3 perjanjian kebudayaan dan pendidikan telah mendapat pengesahal1n ya J) . SeJebmnya dad perjanjian internasional yang telah d isahkan dengan Undang-Undang adalah sebagai berikut : L Undaug-Undang No. 4/1951 (L.N. No. 17) It:Drang lllemberi persetuJuan kepada perJanjian pinjaman anLara p;;: rr..ermwh X:er3jaan Belanda dan Pemerintah R. 1. S. 2. Undang~Undung No.5 tahun 1954 (L.N. No. 16) tentang keanggotaan Republik Indonesia dari D ana Mone!er : nteruasIDD a; (International Monetary Fund) dan Bank Intemasivnal uutuk Rekonstruksi dan Pembangunan (Intern ational Bank of Recon struction and Development). - -- 3. Undang-Undang No.5 Tahun 1956 (L.N. No. 13) tentang pcngesahan pernyataan Pemerintah Republik Indonesia pada O r. . donansi Persetujuan Timah Internasional 1953. 4. Undang-Undang No. 18 tahun 1956 (L.N. No. 42) tentan" pcrsetujuan konpensi organisasi Perburuhan Internasio nal No. 91< mengenai b~riakunya d asar-dasar daripada Hak untuk berorga· nisasi dan iJo t ~lk berunding bersarria. . ~ 5. Undang-Vuda ig No. 26 tahun 1956 (L.N. No . 67) len lang keanggotaar Republik Indonesia p ada Badan KCllangan In ter nasional (International Finance Corporation). 6. Undan g-U ndang No. 2, tahun 195 7 (L. N. No. J 5) le ntan!! . .. peqan]lln Itllern usional mengcnai Pemberitahllan jarax-jauh. 3! MAJALAH FHUl • ~ ~ -Undang-Undung No. 25, tuhlln t 957 (L.N. No. 66) tel1tan~~ persetujuan Negara Rcpublik Indonesia terhadap Anggaran .. Dasar Badan Tcnaga Atom-. Internasional. ._. -- -- - - - 8. Undang-Undang No. 77 tahun 1957 (LN. No. ] 67) tenlanl; persetujuan mcngenai warga negara yang berada seear:! tidak sah di daerah Republik Indonesia dan RepubJik Philipina. I . - - - ~ ~ 9. Undang-Undang No. 80 tahun 1957 (L.N. No. 171) tentan[:: persetujuan konperensi organisasi perburuhall internasional No. lDO mengenai pengupahan yang sarna bagi buruTl laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sarna nilainya. 10. Undang~UndaI1g No .2 tahun 1958 (L.N. No.5) tcntang persetujuan perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik. Rakyat Tiongkok mengenai soal dwi kewargancgaraan. 11. Undang-Undang No. 9/ 1958 (L.N. No. 20) tcntang pinjaman H.epublik Indonesia dari Uni Repubiik Soviet Sosialis. 12. Undang-Undang No. 59 tahun 1958 (L.N. No. 10) tentang ikut serta Negara Republik Indonesia · dalrum Jene\',:a tanggal 21 Agustus 1949. seluruh konperensi Maka dari perjanjian-perjanjian Internasional yang tersebut diatas adalah perjanjian-perjanjian yang oleh pemerintah pada periode berlakunya U.U.D.S. 1950, dianggap penting yang menyangkut bangsa dan Negara, sebingga diperlukan pengesahan selanjutnya oleh Undang-Undang. Keharu san untuk pengesahan selanjutnya dengan tegas disyaratkan dalam perjanjian-perjanjian tersebut diatas. Seperti perjanjian persahabatan menurut kelaziman dalam Hukum Internasional. memerlukan pengesahan selanjutn ya oleh hadan yang berwenang, menurut Konstitusi Negara-Negara peserta perjanjian. Perjanjian pinjaman uang dari Soviet Unie, sesuai dengan ketentuan pasal 118 (1) U.U.D.S. 1950 bahwa pinjaman LIan g atas tanggungan Republik Tndonesia harus disahbn dengan Unda ng-Undang, telah disankan dengan semestinya. Juga keanggotaan Indonesia dalam Organi~asi-Organisasi Iuter• nllsional adalah disyaratkan menurut pasal 21 U.U.D.S. 1950 untuk disahkan dengan Undang-Undang. Akan tetapi scperti terlihat diata5 hanya keanggotaan pada beberapa Organisasi Internasional saja mendapat penge~ahan dengan Undang-Un dang, yaitu keanggotaan pad a -- pgllJA.NJIAN INTERNASIONA.L Dana Moneler Internasional, Bank Internasional untuk: Rekonstniksi pembangunan (Bank Dunia), Badan Keuangan Internasional dan d an Badan Atom Internasional. Pads ·Badan Atom Internasional, Indonesia merupakan salah satu penanda tangan pertama, sebelum Anggaran Dasarnya mempunyai kekuatan berlaku. Mengenai keanigotaan Indonesia pada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan banyak Organisasi Intemasional lainnya, hingga dewasa ini tidak disahkan oleh l.TndangUndang maupun bentuk peraturan lainnya. Bahkan Indonesia sebelum berlakunya V.V.D.S. 1950 juga telah rnenjadi anggota dan beberapa Organisasi Internasional. Menurut pasal 176 Konstitusi _Republik lndonesiu Serikat, keanggotaan dalam Oq:anisasi Internasional juga hares disahkan dengan Vndang-Vndang. Dalam bab dibawah ini dipaparka n cara Indonesia rnenjadi anggota Organisasi Internasional. Ill. KEANGGOTAAN lNTERNASlONAL -- INDONESI A • DAL1rA • • . -,~lu m l iildo:iCili8 !l1~nj~di anggota Perserik,," '" il B Hn~s:, -nar;g~a (P.B.B.), pada periode Republik Indonesia Serikat, SlH.liJ.b dira:;a!.!::.1l perlu bagi Indonesia untuk menjadi imggota dari Organisasi-orgaui- sasi Intemasional. Dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Serika~ No. 175 tanun 1950, telah diputuskan, untuk menyetujui dan menerima secara resmi Konstitusi Wo,o/d Health Orgauization dan menurut Artikel 79 b dati Kongtitusi tersebut, untuk menyampaikcw keputusan ini kepada Sekretatis lendral Perserikatan Bangsa-Bangsa di :Lake Success. Oleh keputusan Presiden ini Menteri Luar Negeri diperinta.hkan untuk mengirim kepulusan tersebut 6). Dengan keputusan Sidang Dewan MeDten tertanggaI 9 Maret 1950, kabinet rnenyelujui pemasukan Repuhlik Indonesia Serikat menjadi anggota I.L.O. (International Labour Organization) itu. Keputusan ini kemudian di sluupaikan pada LL.O. dengan surat tertanggal 4 Mei 1950, yang dilanda ta . I . . R nganl 0 eh Dr. M. Hatta 7). Dengan surat dan Duta Besar - ,-urat AdjS/338, tertanggal 26 April 1950 menyatakan kelOglIlan turut f\erta pada Konve1}S.i J .c.A.O. (International Civil Aviatioo . • :36 . . - ' -" MAJALAK F1i:U1 .. Organization). Konve nsi in i kcrnuuian. mengikat .lndonesia. sejak tang,_ gal 26 Mei 1950. . • • - " Pada periode berlakun ya U.U.D.S: 1950 lIrd onesia -antara -lain dengan Deklarasi yang ditanda tangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia kepada Dewan Federal Swiss tertanggal16 Oktober 1951 , dimohon untuk tumt serta pada Konvensi Pos sedunia 8-); .Qengan,keputusan Presiden Republik"Indonesia tertanggal ·27 January 1951 No.8, Indonesia menyertai Protokol tertanggal 19 November , 1948 (ProtokoL ter-tanggai:. 19 November. 1948 yang bermaksud memiruh diQawah pengawasan Internasional segala obat yang iidak tenna~llk dalam konven si tertanggal 13 Juli 1938 '9). Kejadian yang terpenting bagi Indonesia sehubungan dengan keanggotaan dalaffi' Organ isasi' Intern asional, ad alah keanggotaan ' padaPerse rikatan Ban'gsa" Bangsa. Keanggotaan Indonesia pada P.B.B. pada tan ggal 25 September 1950 dengan suat u D eklarasi penerim<ian lsi dr.ri Piaga;n yang diala mat kan pada Sekretari s Jendral di P.B.B . Bu nyi dari Deklarasi icrseb ut adalah sebagai berikut : • ~ . • -• I< E PUlJ LlC U F i ND ONESi A • • • • 93-G .P. ! U.N. -p.A . • . • • . 25 Se-ptentb'er 1950 • • • • - • • • " DECLA R ATION • .- • • • . - Oil beJw/j uj the GU\-er," nelll uf the R epu blic of indonesia i , L ambertus . Nicodem us Palar, A m bassador Extraordinary -and Plempotentiary of the R epublic of Indo.nesia, being duly (luthorized by the M inister of Foreign Affairs of indonesia, declare that the' Republic: of Indonesia accepts the obligations of the Charters of .the United Nations and undertake to honour them friom th.e. day, when it become a' member of the Un ited Nations 10 ) . • • - • • • • • - • . (signed) . . - • • LN, PALAR • • • • A mbassador Extraordinary and Plenipotelltiary Permanent Observer of the_R epublic of .Indonesia to· the United N ations. • • • • • • • • , • , • 37 Dengan resolusi No. 491 (V) yang diterima Majelis umum pada Sidang Pleno ke 289, pada tanggal 28 September 1950, Republik Indo. dl'terima menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa 11). nesla Peristiwa tersebut oleh Departemen Penerangan Umum dari p.B.B. GJztara lain diberi/akart sebagai berikllt : On September 28, 1 950 - five years and one montll - the representative of Indonesia stood "in deep Humility" bef()re the General Assembly of the United-Nations" to accept Memberships in the family of nations and to assume all the obligarions and responsibilities tha! • this Memberships entails'l l!) . . • Praktek penyertaan Indonesia pada Organisasi Internasional, dilihat dari contoh-wntoh tadi, adalah langsung dilakukan dengan surat permohonan turut serta oleh Kementerian Luar Negeri atau oleh Duta Be!>ar. Berhubung tidak dipublikasikan penulis menemui kesukaran untuk mendapatkan seluruh surat-surat tersebut. Kalau dilihat dari buku yang diterbitkan oleh P.B.B. yaitu : 3 1 ) " Yearbook of the United Nations, 1957" dimana terdapat suatu tabel dari Memberships of the United N ations and' related Agencies, ternyata Indonesia adalah anggota dan Orga nisasi-organisasi Khusus In tern asio nal. Sehingga dapat d isimpuIka.n, bahwa tentunya ada 5urat permohonan untuk turut serta daJam Organi sasi-Organisasi tersebut dan penerimaan Indonesia sebagai anggota dari O rgani sasi itu. • Dalam buku Supomo " Undang-Undang Dasar Semen tara RepubIik In don esia" 14), di sebut tanggal , bulan dan tahun dimana Indonesia menj adi anggota beberapa Organisasi Khusus Intem asional. Kesemuanya terjadi pad a waktu berlakunya Konstitusi R.I.S. dan D. D. D.S. 1950. Kecuali keanggotaan pad a Organ isasi Internasional yang diseb utkan diatas tadi , kesemuanya belum disahkan mcnurut prosedure ya ng ada, pada periode U.U.D.S. 1950. Bahkan pada waktu ini masih belum disahkan menu rut I~eratu ran yang bcrlaku. Mcng€nai keanggo taan Perscnkatan Ban"sa-Bangsa sudah diseb utkan 0 · t ....,.. d,J..} '., . . .. " , v 'Jh 'r ~ '. \ , '1 .lluoneSJa mcmpunyai kewaJlban yang d!i)ebankan olch pasal 121 U.U.D.S. untuk mengesabkan keanggotaan pad a organisasi I ~tern asi onal dengan Undang-Undang. Ratifikasi atau pengesahan Plagam ini tidak di lakukan olch Pemerin !ah Indonesia hi ngga penulisail kn.ra. 1,,,,, ~ "an'lDl.. B agalm ' an a keDl]U ,.. ,hSa naan pe menuta . h mengeIJal. pe- MAJALAH FHUI 3S egesahan perjanjian internasional pada periode 'berlakunya U.U.D.S. 1950. Apa akibat perjanjian yang tidak disahkan, menurut hukum internasional. Kedua masalah tersebut akan dicoba dijelaskan pada bab-bab berikutnya. - .. .- • IV. - - •• KEBIJAKSANAAN DALAM PENGESAHAN PERJANJIAN lNTERNASLONAL • • Berbicara mengenai kebijaksanaan pemerintah dalam mengesahkan perjanjian Interll'lsional, menurut pengamatan penulis seperti telah dikatakan dalam bab terdahulu banyak dari piagam organisasiorganisasi Internasional tidak disahkan oleh pemerintah bersama-sa-. rna dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan keharusan tersebut jelas dalam pasal 121 U.U.D.S. 1950. PElda pembicaraan Undang-Undang Dasar Sementara oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ada beberapa anggota yang mengusulkan agar dicaDtumkan satu pasal , yang menentukan, bahwa tiap-tiap perjanjian Intemasional yang bertentangan dengan Undang-Undang DasaT Semen tara adalah tidak sah. Dengan tegas dan prinsipiil Perdana Menteri pada waktu itu, yaitu Drs Mohammad Hatta, membantah pendirian itu dengan mempergunakan prinsip modern yang terkandung dalam kalimat "Persetujuan mematahkan Undang-Undang" dunia InternasionaT, demikian \ Verdrag breekt de Wet). Pemandangan • Drs. Mohammad Hatta ialah, bahwa International Verdrag adalah lebih tinggi kedudukannya dari pada Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu tiap-tiap negara yang menerima Intenasional Verdrag, kalau Verdrag itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasamya, terpaksa mengubah Undang-Undang Dasarnya terlebih dahulu. Dengan demikian maka persetujuan Internasional itu lebih tinggi tarafnya dari pada peraturan nasional yang bertaraf Undang-Undang Dasar 15). Pengakuan Pemerintah akanoprimaat Hukum International yang tidak disahkan :Jleh Undang-Undang, me skip un ada keharusan konstitusionil untuk disahkan, akan tetap mengikat Indonesia. Apakah kebijaksanaan ini, yang menyebabkan banyak dari piagam organisasi Internasional tidak disahkan oleh pemerintah. pf.RJA~JIAN 39 • S erti telah disinggung terdahulu beberapa keanggotaan pada P .e si Internasional telah disahkan dengan Undang-Undang, yaitu org aOlsa . otaan pada Badan Tenaga Atom Internasional, Dana Moneter . keangg. . Internasional, Bank Duma dan Badan Keuangan InternasJOnal. Indonesia adalah merupakan "Original Signatory States" pada Badan Tenag a Atom International, dan l.1enurnt ketentuan piagam tersebut diharuskan mengesankannya menurut konstitusi Indonesia, dan antara lain dengan deposit ratifikasi dari Indonesia, Badan tersebut berdiri menurut Hukum pada tanggal 29 Juli 1957. Sehingga tidak mengherankan kalau pemerintah bersusah payah memohon pengesahannya pada Dewan Penvakilan Rakyat. Kalau diteliti keanggotaan pada Dana Moneter Internasional, pel"timbangan dalam Undang-Undang menunjuk selain dari pasal 120 V.V.D .S. juga pasal 118 U.U.D.S. Sebenarnya selain dari pasal 120 U.U.D.S. juga harns disebutkan pasal 121 U.U.D.S., dan seperti telah dikutip sebelumnya pasal 118 U.U.D.S. adalah mengenai pinjaman uang atas tanggungan Republik Indonesia tidak dapat diadakan, dijamin atau disahkan , kecuali dengan Undang-Undang, at au atas kuasa Undang-Undang. Pengesahan perjanjian pinjaman oleh D.P.R. tidak saja terbatas pada perjanjian Internasional dengan subyek Hukum Internasional lainnya s'~perti dengan organisasi Internasional atau negara, akan tetapt juga dellgan Badan Hukum bk<li seperti Bank Eksport-Im port Amerika Serikat. Dengan Undang-Undang No .8j 1950 pad a Menteri Keuangan diberi kuasa untuk membuat pinjaman dari Bank Export-Import Washington atas tanggungan Republik Indonesi a sampai sejumlah setinggi-tingginya $ 100,000,000 (pasal 1.). Sebelum perjanjian demikian dibuat Menteri Keuangan, perjanjian tersebut harns disahkan terlebih dahulu oleh DewanPerwakilan Rakyat. Beberapa pinjaman dari Bank Export-Import Washington telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yaitu dengan Undang-Undang No. 8/ 1950 (L.N. No. 67); Undang-Undang No. 2Ll/ J953 (L.N. No. 56); Undang-UndaJig No. 35/ 1954 (L.N. 105); Undang-Undang No. 10/ 1958 (L.N. No. 22) dan Undang-Undang No. 15/ 1958 (L.N. No. 37). Rupanya pada waktu itu pemerintah terbatas kekuasaannya unt~k mengikat Indonesia dalam bidang keuangan dengan negara, orgalllsasi Internasional maupun barlan hukum luar negeri. Keada~n ter· sebut sebenarnya mirip dengan pembatas3n kekuasaan Direksi dar! Perseroan Terbatas, dim:lna untuk bebernl'<:l tindakan terten!u yang 40 MAJALAH FHtJI . menyangkut keuangan Perseroan, diharuskan mcminta persetujua n terlebih dahulu dari para pemegang saham atau komisaris. Sehubungan denga n adanya kemungkinan untuk membuat komitmen dengan Badan Moneter Intern asional , Bank Dunia dan Badan Keuangan Internasional di bidang keuangan, maka mungkin dirasakan perlu oleh pemerintah untuk mensahkan dengan UndangUndang, keanggotaan pada Badan-Badan Internasional tersebut. Akan tetapi berlainan dengan pengesahan keanggotaan pada Badan Tenaga Atom Internasional dimana seluruh piagam Badan tersebut mempunyai kekuatan sebagai Undang-Undang. Pada keanggotaan Badan Moneter Internasional , Bank Dunia dan Badan Keuangan Internasional hanya pasaI-pasal IX dan IV dari piagam Badan-Badan tersebut ya ng mengenai kedudukan, kekebaIan dan hak-hak utama BadanBadan Keuangan InternasionaI tersebut akan berlaku penuh dan lTIempunyai anggota dari Badan-Badan terseiJut 1"). Dengan menjadinya anggota dari Badan-Badan Keuangan Internasiona! tersebut, maka dengan sendirinya Indonesia harus tunduk pada piagam-piagamnya. Oleh karena itu tidak je\as bagi penulis mengapa piagam-piagam tersebut tidak diundangkan. • Mengapa keanggotaan pada organisasi InternasionaI lain tidak disahkan oleh Undang-Undang. Kemungkinannya ialah karcna prose- • dure penerimaan keanggotaan pada organisasi Interna?ional adalab mudah, tidak perJu ada pengesahan selanjutnya . oh!h para peser,ta yang - bukan "original members" menurut ketentua,i ' konstitusinya . . . masing-masing. Seperti, keanggotaan pada P.B.B. dcngan r(i'soliui N :>. 116 (II) tertanggaJ 21 Nove mb er 1947, Maje\i~ Umum menerima k~­ tentuan mengenai penerimaa n anggota-anggota baru. Menurut peraturan barn ini (pasal 135-139), harus diajukan pernyataan re'5mi pada Sekretaris JendraI, menerima kewajiban-kewajiban sebagaimana ditentukan dalam piagam oleh negara pemohon. Bersamaan deng'ln surat pernyataan tersebut juga diajukan permoh0nan untuk m'!njadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keanggotaao tersebut menjadi efektip pada tanggaJ dimana Majelis Umum mernberi persetujuannya , • 1 i). - -- Keanggotaan pada I.C.A.O. (Intern ational Civil Aviation Organization) seperti terbaca pada pasal 92 dari The Chicago Convention 1944 juga tidak memerlukan pengesahan selanjutnya : . J T A!oJ p ERJAN ~. 41 INTERNASIONAL Article 92 (a) This convention shall be open for adherence by m embers o j the United-Nacions and States associated with them , and States which remained neutral durin g the present World conflict. (b) Adherence shall be effected by (l notification aidm!ssed to the GOl'ernme!1l of the Un iled Slates of America aild shall take effect as fro m the thirteenth day fr om rece:p! of the non fe at ion by the Government of the United States of Americ:J, then shall notify all the contracting Stares. Karena prosedure keanggotaan pad a Organisasi-Organisasi Intemasiona1 begitu mudah, dan tidak ada keharusan untuk meratififikasi selanjutnya, maka mungkin pemerintah menganggap bahwa tidak perlu untuk mengesahkan selanjutnya dengan U nd ang-Undang. Bagaiman a kedudukan perjanjian-perjanjian yang menurut konst. usinya sendi ri diharuskan untuk disahkan terlebih dahulu oleh badan yang berwenang. Mengenai hal ini Fitzmaurice berpendapat : "Except in those cases where a treaty itself expressly provides th1t its entry into force is dependent on municipal ratification" or "legislation" , the failure to ratify in the constitulional sense ought not . to have any benring or effect on the inten w.tional validity of' a treaty, the latter being dependanl wholly un the illlernalional and not on the constitutional aots of the state concerned" 18) • • • Penulis menyelujui sepenuhnya alas pendapat terse bClt, tid ak disahkan-nya perjanjian intelIIosional oJeh kons:itusi setempat tidaklah menyebabkan tidak mengikatnya perj anjian pada negara peserta perjanjian. Dengan diterimanya Indonesia menj adi anggota organisasi 1nternasional, berarti Indonesia turut serta atau aksesi pact a pi agam• plagam at au anggaran dasarnya dan dengan demikian berwajib melaksanakan ke tent uan-ketentuan daJam piagam tersebut. , v. Praktek .pengesahan perj anjian Internasional p ad a periode berlakunya U.U.D.S. 1950, kelih atan tidak konsekwcn dalam pelaksanaannya b ' . Me~ " , se ~gal mana dl tentukan dalam Und ang-Und ang Dasar. k, pun Indonesia terikat pada piagam-piagam organisasi Interna- • 42 MAJALAH ruDI ... s;:; na! terse but, abn tetapi brena tidak disahkan, maka tidak mempunyai kekua tan sebagai Unda ng-U ndan g. Adalah diragukan bahwa p i ag 1m-pi ~:g ~lm terscbut mempunyai kekuatan s e b :o ~ai peraturan se.tempat, schingga dapat dilaksanakan ol eh pejabat -pejabat Hllkum setempat 1~). Bahwa pem erint ah menjalank an kebijaksanaan prinsip "primaat Hukum Int ewas:onal", juga diragllkan , karena banyak perjanjian Internasional yang diperlukan pengesahannya aleh Dewan Perwakilan R akyat. Hal iill mencerminkan bahwa perjanjian tidak langsllng men gi k;:t, sebelum disahkan terlebih dahulu. Lagi pula sep anjang pengetahuan penulis, belum ada mas alah pada waktu itu, .d imana perjan jian Internasional bertentangan dengan U ndang-Undang • Dasar. Tid ak di sahkannya keanggotaan Indones ia dalam organiSlsi Internasional, antara lain, ka rena prosedure pemasukannya 'mudah, dan tidak memerlukan pengesahan lebih lanjut oleh negara anggota. !Tnell;Jr:J t konstitusinya mas: ng-masing. Sehin gga prD.ktck pemerintah (hlam p engesa han perjanji an dalam peri ode U.U.D.S. 1950, dapat disimpul ka n, ba hwa a pabila keharusan pengesahan tidak dicantum kan dalamp erjanji:m iw sendi ri , ~t a u tid ak menya ngkut perjanj ian bidang kcuanga n tid ak disahka r; de nga n Undang-Undang, mes ki pun perjanj ; on -p er~ anjian terseb ut harus disa h kan m enuru t kcten tu:m U nd angUndang D asar. Jakarta, 1 J uni 1975 . • • , - -- • -- -• , , . . pERJA N,JIAN INTERNASIONAL - _ _ -.,..0.- • 43 Catatan : arr, E .H., What is History?, A Pelican Book, 1968, Halaman 22. 1). C 2) JesSUP, P"nillip C, A Modern Law of Nations , New York, 1958, Hala- man 125. 3). Seperempa t abad Dewan Perwakilan Rakyat R epu b!ik Indonesia. D isu_ sun o leh Sekretariat D.P.R. - G.R. Halaman 557. ~). Undang-Undang (U .U.) No. 161552 (L.N. No . 68) tenta.ng persetujuan 'Persanabatan ar.tara Repub li k Indonesia oengan Negara India . Undang-Undang No. 17/1 952 (L. N. No. 69), tenlang persetujuaill persa,lo.... batan a·;J.tara Republik Indone5':a da n Nega ra Pakistan. Un da ng-undang No. 18.'1952 (L.N. No. 70) tenta ng pe rsE'tujuan perjanjian pers a ha b J tan antara Republi k Indones ia dan negara Phili pina. Undang-Undang No. 21 /1 953 (L.N. No. 58) tentang pe:-setujuan perjanjia.n persahabatan antara Repub lik Indonesia dan Republik Siria. U.ndang-U ndang No. 37/ 1954 (L.N. No. 108) tentang persetujuan perjanjian persahabatan antara Repub!ik L:ldonesia dan K erajaan ThaiJan d. . . . Unrl a ng-Un cang No. 27:1957 (L.N. perse tuju an per · '. _. No. 8'7)- .tC 3tang ) . j nr an persahabat an ant a ra Republik Indo nesia dan J{ f' r aj i?,;:u1 l:-ak. Undang-Undan& No. 68/ 1957 (I~.N. No.' 14.3) ten tang pe :·se t uju '.lll perjanjia.n persah/llbatan an tara Republik Indonesia dan ,(el'aj a;m i~..fg;l< • nlst.a!'l. U ~dang-. Und(!!!!g 1'-..fo~ 3/ 18513 (L.N, 1'10. 6 1) tentang persetu i l} ·~~ n p~ ~"j~~ . . jian persaha ba tan ahtara Repwblilk Indonesia dan 'Kerajaa r. Iran . • r -• • - • - ' • • • • 6). Unda ng-Undang No. 69/1957 (L.N. No. 144) tentang perse tujua.n Kebu- dayaaill dan Pendidikan antara Republik Indonesia da n Repu blik India. Undang-Undang No. 70/1 957 (L.N. No. 145) tootang persetujuan kebudayaan antara RepubJik Indonesia dan Republik Mesir. Undang-Undang No. 3/1 959 (L.N. No. II) ten tang persetujuan kerjasarna ilmiah, pendidikan dan kebudayaan antara Republik Indonesia dan Republik Tjekoslowakia 6). Lihat buku dari KAL, Mr. Th. Ch. dan Den Hertog, Mr. V.F.M. Pe- manda ngan ringkas ten tang Hukum di Indones.ja, Noordhoff-Kolff N.Y. Djakarta, 1955. Ha iaman 261. , 7), Ihid. 8). Sam S uha edi Admawi ria, L.L.M. Pengantar Huk:lm Internasiona l, Edisi I, Penerbit C.V. Aula 1966, Halaman 271. 0). KAL dan Den Hertog _ op. cit, Ha laman 261. 10) U' . ilited-Nations-Treaty Series Vo!. 71, 1950, Ha la ro an 154 - 155. 11). Ibid. • MAJALAH FHUI I:)) . Peaceful Settlement in Indonesia, United Nations, Department of Public Informa tions, United Nations Publication s, 1951 , 1.6. Preface. 13) . Lihat appendices dari Yea rbook of the United Nations, New York, 1957. Na~.i ons 1957, United 14). Prof. Dr. R. Soepomo SH. , Undang-Undang Dasar Sem en tara " Pradnya Paramita", Jakarta , Halaman 102; Prof. Dr. J.H,A. Logemann, H et Staatrecht van Indonesl!e, 'S-Gravenhage Bandung, 1954, Ha·laman 60. 15). KAL dan Den Hertog op. cit. Ha laman 259 _ 260. 16). Lampiran A L.N. l~o. 67 . dari U.U. No. 5/ 1954 <Ian pasal 4 U.U. No. 26/1956, • Lihat catatan 1, Halama,n 5, pada buku Multilateral Treaties in respect of w,1ich t he secreta ry-Gene ral performs depos itory Functions, U.N. New York 1974, ST/LEG;SER/D/ 7. IS). Fitzn; aur:ce; G.-G., Do Treaties need ratification; B. Y.I.L, ,Vol. 15. 1934, Halaman 130. Ill). Sebagai contoh lihat da!am buku Lord Mc . Nai r, The law of Treaties, Oxford 1961, Ha )arran 81 : The C1arter of t.'1e United Nations affords a good illustration of the ki·nd of treaty which requires fo r its performance the colla bora tion of the execu tive, the leg,slature, and lhe Judiciary. Thus in 1952 in Fujii V. Sta te of Californi a an alien Jap nese inelig:b:e fo r citize,n shlp under American Law, invoked Articles 55 and 56 of t he C1aI'te r reiating to Human RJg ht and fund amental freedoffi5 fOll all "'1ithou~ , di~ti.nction as to mce, sex, language, or rej,jgion a"nd t o action iby., t:he member. States of the achievement of these objects" for _ thepuppose of avoiding the escheat to the State • of land purchaseq. by him which he was ineligible by State to hold. The Supreme Court of Ca :;fornia rejected this plea on tile ground that . . Articles 55 and 56 were not self exe:'.lting and did not create rigbts and duties for individuals until 'implemented by legisl·a tions. • , • • , , . • . • ,. • • , , • • " •