Sistem informasi lingkungan hidup kota Surakarta berbasis sistem informasi geografi Imam Budiarto Aribawa NIM K5401024 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkungan Hidup dan Pencemaran a. Pengertian Lingkungan Hidup Sunkel dalam Nurzaman (2002: 233) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan dalam arti yang luas, mencakup lingkungan biofisik alamiah ditambah dengan perubahan buatan manusia yang terus menerus yang menyebar dalam lingkup ruang). Pengertian lingkungan hidup sesuai dengan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. b. Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan lingkungan hidup menjadi isu strategis dan kajian penting bagi para peneliti dan pemerhati masalah lingkungan dewasa ini. Hal ini dirasa sangat penting mengingat masalah lingkungan tidak hanya menjadi masalah negara-negara tertentu saja, tetapi menjadi masalah universal. Juga disadari bahwa kerusakan lingkungan pada suatu wilayah atau negara tidak hanya berpengaruh bagi wilayah atau negara tersebut, tetapi dapat memberikan dampak pada suatu wilayah atau negara lain. Perhatian pengelolaan dan pelestarian lingkungan hendaknya menjadi kesadaran bersama, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Hal ini penting karena kegagalan melakukan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup, berdampak buruk di masa yang akan datang. Hal itu dikarenakan lingkungan hidup yang ada saat ini tidak hanya dinikmati pada saat ini saja, akan tetapi akan diwariskan ke generasi yang akan datang. Hal yang penting diperhatikan dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan adalah pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Secara landasan hukum sudah dijelaskan bahwa, pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No.23/1997). Ketidaktaatan, kelalaian atau pelanggaran atas kewajiban tersebut diancam dengan sejumlah kemungkinan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Kasus pencemaran lingkungan hidup juga dapat menjadi perkara perdata. Dalam rangka penaatan, penegakan hukum dan penyelesaian sengketa lingkungan diperlukan fakta dan atau bukti yang menunjukkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Adapun fakta dan atau bukti tentang pencemaran lingkungan hidup harus didasarkan pada definisi pencemaran lingkungan hidup yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Nurzaman (1981) berpendapat bahwa dalam pengelolaan lingkungan hidup, peran serta masyarakat menempati posisi penting dan mempunyai jangkauan yang sangat luas. Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta individu yang terkena berbagai peraturan atau keputusan administratif, tetapi meliputi pula peran serta kelompok dan organisasi dalam masyarakat. Efektifitas peran serta masyarakat dapat melampaui kemampuan individu, baik dari sudut kemampuan keuangan maupun dari sudut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu peran serta kelompok dan organisasi sangat diperlukan, terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat, diperlukan adanya penyaluran informasi yang berhasil guna dan berdaya guna. Peran serta yang efektif dari berbagai kalangan akan lebih optimal jika penyediaan dan penyaluran informasi tentang kondisi lingkungan tersebut berjalan dengan baik. Berdasarkan usaha tersebut maka sangat diperlukan adanya sistem informasi lingkungan hidup yang dapat diakses dan digunakan dengan baik. c. Lingkungan Hidup Kota Surakarta Melangsir dalam www.surakarta.go.id (Rabu, 25 Januari 2006) dijelaskan bahwa Kota Surakarta yang juga sangat dikenal dengan nama Kota Solo, dengan luas sekitar 44 Km2 mempunyai jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai 552.542 jiwa terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita. Dengan sex ratio-nya 96,06 yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 laki-laki. Angka ketergantungan penduduk sebesar 66%. Jumlah penduduk tahun 2005 jika dibanding dengan jumlah penduduk tahun 2000 hasil sensus yang sebesar 488.834 jiwa, berarti dalam 5 tahun mengalami kenaikan sebanyak 83.708 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk ini disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam www.surakarta.go.id (Rabu, 25 Januari 2006) dijelaskan pula bahwa peningkatan jumlah penduduk yang signifikan akan berpengaruh terhadap munculnya permasalahan lingkungan. Di sisi lain dengan kapasitas ruang 44 Km2, penambahan tersebut berpengaruh terhadap tingkat kepadatan penduduk. Sehingga hal itu akan memicu munculnya permasalahan lingkungan baru (seperti permukiman kumuh dan PKL). Dengan letaknya yang strategis, pengaruh permasalahan lingkungan di Kota Surakarta tidak hanya berdampak pada Kota Surakarta saja, tetapi berpengaruh juga terhadap kota-kota yang ada disekitarnya. Kawasan Kota Surakarta dan wilayah lain di sekitarnya lebih dikenal dengan “Subosuko Wonosraten”. Di sebelah utara Kota Surakarta adalah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali, Sebelah timur adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karangnyar, sebelah barat adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karangnyar, sedangkan di sebelah selatan adalah Kabupaten Sukoharjo. Kota Surakarta memiliki potensi pencemaran air dan pembuangan limbah ke sungai yang cukup tinggi, hal itu kemudian akan sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup Kota Surakarta. Mengingat Kota Surakarta dibelah dan dialiri oleh tiga buah sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali Jenes dan Kali Pepe, oleh karena itu antara sungai, pencemaran lingkungan yang terjadi serta kualitas lingkungan hidup di Kota Surakarta mempunyai hubungan sangat erat. Menurut data statistik, luas penggunaan lahan menurut jenis penggunaan di Kota Surakarta tahun 2004, daerah terbangun (built up area) mencapai 79%, yang terdiri dari permukiman 61%, jasa, perusahaan, dan industri hanya 18%nya saja. Daerah terbangun diprediksikan akan terus bertambah, mengingat aktivitas masyarakat Kota Surakarta didominasi oleh kegiatan nonagraris (jasa, perdagangan, indusrtri). Selain itu faktor urbanisasi juga akan menambah permasalahan tersendiri terutama dalam mempercepat munculnya daerah terbagun. Kondisi lingkungan hidup di Kota Surakarta cukup membuat khawatir berbagai pihak, khususnya yang mempunyai kepedulian dengan kondisi lingkungan hidup. Kaitannya dengan hal itu, DPRD Kota Surakarta meminta Wali Kota Surakarta, Ir. Joko Widodo, untuk memperhatikan pencemaran limbah di wilayahnya yang semakin parah tersebut. Hal itu disampaikan dalam pandangan umum DPRD terhadap nota penjelasan Wali Kota tentang Raperda Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH) pada rapat paripurna Jumat 13 Januari 2006 (SUARA MERDEKA, Sabtu 14 Januari 2006). Kota Surakarta sebenarnya telah memiliki Rencana Strategis Daerah Tahun 2003–2008 (Perda Nomor 16 Tahun 2003). Beberapa kebijakan penting di bidang pembangunan Kota Surakarta yang ditegaskan dalam rencana strategis daerah tersebut antara lain bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kebijakan di bidang ini diarahkan antara lain untuk: 1) pencegahan dan penangggulangan pencemaran lingkungan melalui pengurangan produksi limbah dan penerapan teknologi ramah lingkungan; 2) penegakan perundang-undangan lingkungan hidup; 3) penataan ruang wilayah perbatasan. Meskipun demikian, dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup, tetap dibutuhkan dukungan dan kesadaran berbagai pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, yang kesemuanya itu dalam rangka upaya mewujudkan good environmental governance. Dalam hal ini sistem informasi lingkungan berbasis sistem informasi geografi sangat mendukung dalam upaya penyiapan perangkat lunak bagi lembaga atau instansi terkait guna mewujudkan hal tersebut. d. Jenis Pencemaran 1) Pencemaran Udara Seorang dewasa rata-rata menghirup lebih dari 3.000 galon (11,4 m3) udara tiap hari (http://www.tlitb.org/plo/ diakses 10 Desember 2005). Udara yang dihirup, jika tercemar oleh bahan berbahaya dan beracun, akan berdampak serius terhadap kesehatan seseorang, terutama anak-anak yang lebih banyak bermain di udara terbuka dan lebih rentan daya tahan tubuhnya. Walaupun tidak terlihat secara kasat mata, pencemaran di udara mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Pencemaran udara menyebabkan kanker dan berdampak pada kesehatan secara serius. Selain itu pencemaran udara menyebabkan smog dan hujan asam, mengurangi daya perlindungan lapisan ozon di atmosfer bagian atas, dan berpotensi untuk turut berperan dalam perubahan iklim dunia. Beberapa zat-zat kimia berbahaya serta zat-zat berbahaya lainnya (yang berpotensi menimbulkan pencemaran) diantaranya disebabkan oleh kegiatan usaha yang ada di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu informasi yang dapat menggambarkan dan memberi penjelasan tentang jumlah, jenis serta pesebaran kegiatan usaha yang potensial mengeluarkan zat-zat pencemar. Maka diperlukanlah sistem informasi lingkungan dengan berbasis sistem informasi geografi. Dimana dengan sistem informasi geografi dapat menampilkan hasil berupa tabel, grafik dan unsur spasialnya. Hal tersebut perlu diawali dengan dilakukannya inventarisasi kegiatan usaha yang potensial menimbulkan pencemaran, sebagai data masukannya. Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui daerah-daerah mana yang potensial tercemar dari kegiatan usaha atau aktifitas masyarakat. Informasi itu juga harus menggambarkan kondisi tingkat kepadatan aktifitas di masing-masing wilayah (kelurahan dan kecamatan). Hal tersebut diperlukan untuk memetakan permasalahan yang lebih jauh lagi. 2) Pencemaran Air Pembahasan dan pengkajian mengenai pencemaran air dalam hal ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: a) Sumber Pencemaran Air Banyak penyebab pencemaran air tetapi secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dan juga dari aktifitas rumah tangga. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. b) Dampak Pencemaran Air Dalam (http://www.tlitb.org/plo/ diakses 10 Desember 2005) dijelaskan pula bahwa pencemaran air akan berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, mengganggu keseimbangan ekosistem sungai dan danau serta pengrusakan hutan akibat hujan asam. Di badan air, sungai dan danau, kandungan nitrogen dan fosfat (dari kegiatan pertanian) menyebabkan pertumbuhan tanaman air di luar kendali (eutrofikasi berlebihan). Ledakan pertumbuhan ini menyebabkan oksigen, yang seharusnya digunakan bersama oleh hewan dan tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisi mereka menyedot lebih banyak oksigen. Sebagai akibatnya, ikan akan mati dan aktivitas bakteri menurun. Melihat berbagai sumber pencemaran air yang ada, terutama pencemaran langsung, sebagian besar disebabkan oleh jenis usaha dan atau kegiatan yang ada di masyarakat. Maka perlu dilakukan inventarisasi jenis usaha dan atau kegiatan masyarakat dan tempat pembuangan efluen dari jenis usaha dan atau kegiatan yang potensial menyebabkan pencemaran air. Atas dasar ini dapat diketahui daerah-daerah mana yang potensial terjadi pencemaran yang disebabkan dari jenis usaha dan atau kegiatan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kepadatan aktifitas jenis usaha dan atau kegiatan masyarakat serta tempat pembuangan efluen. 3) Pencemaran Tanah Sebagaimana udara dan air, tanah merupakan komponen penting dalam hidup kita. Tanah berperan penting dalam pertumbuhan mahluk hidup, memelihara ekosistem dan memelihara siklus air. Kasus pencemaran tanah terutama disebabkan oleh pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat (illegal dumping), kebocoran limbah cair dari industri atau fasilitas komersial. Selain itu, kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah, yang tumpah juga turut andil dalam pencemaran tanah. Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka air dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk lagi ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian mengendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya jika menguap. Sebagaimana pencemaran udara dan air, maka diperlukan juga suatu informasi yang dapat menggambarkan dan memberi penjelasan tentang pesebaran kegiatan usaha, dari hasil inventarisasi jenis usaha dan atau kegiatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan pencemaran tanah. 2. Sistem Informasi Geografi (SIG) a. Pengertiam SIG Menurut Basic dalam Prahasta, (2002: 54) pengertian SIG adalah kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola (manage), menganalisa, memetakan informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi kartografi. Menurut Gistut dalam Prahasta (2002: 55) SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial yang mampu mengintegrasikan deskripsidiskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap menyangkut metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi. Saat ini belum ada kesepakatan mengenai definisi SIG yang baku. Banyaknya definisi SIG yang beredar membuktikan bahwa SIG sendiri selalu berkembang, bertambah, dan bervariasi. Namun demikian paling tidak dari berbagai definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa SIG merupakan sistem yang berbasis komputer untuk menyimpan, memanipulisi dan menganalisis data geografis, mendiskripsikan lokasi dan memberikan informasi yang berkaitan dengan permukaan bumi. b. Komponen SIG SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain ditingkat fungsional dan jaringan (Prahasta, 2002: 58). Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen berikut: 1) Perangkat Keras Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dengan jaringan komputer yang luas, kemampuan tinggi, mempunyai ruang komputer yang luas dan mempunyai ruang penyimpanan yang besar. Perangkat keras yang sering digunakan dalam SIG adalah komputer, mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. 2) Perangkat Lunak SIG juga merupakan perangkat lunak, tersusun secara moduler dengan basis data yang memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul. 3) Data dan Informasi Geografi SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data serta informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung maupun secara langsung. Cara tidak langsung yaitu dengan meng-import-nya dari perangkat lunak lain. Cara langsung dengan mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard. 4) Manajemen Suatu proyek SIG akan berhasil jika di-manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan. c. Tahapan Kerja SIG Tahapan kerja SIG meliputi tiga hal yaitu: 1) Masukan Masukan data diperlukan untuk membentuk database di dalam komputer yang dapat digunakan untuk pengolahan selanjutnya. Di dalam SIG, cara pemasukan data dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu: a) Penyiaman, yaitu proses pengubahan data grafis kontinu menjadi data grafis diskrit yang terdiri atas sel-sel penyusun gambar atau piksel (penyiaman bisa dari sensor atau dari data grafis analog/peta). b) Digitasi, yaitu proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital. c) Tabulasi, yaitu pemasukan data atribut (semua informasi non grafis yang dirujukkan pada posisi geografis) melalui pembuatan tabel. Jenis data dalam SIG dibedakan menjadi dua yaitu: a) Data spasial yaitu data yang mempresentasikan aspek-aspek keruangan dari fenomena-fenomena di permukaan bumi. Data ini sering disebut dengan data-data posisi koordinat atau ruang. b) Data atribut yaitu data yang mepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomenafenomena di permukaan bumi baik mencakup items atau properties maupun dimensi waktu dari fenomena-fenomena tersebut (Prahasta, 2001: 1) Masukan data yang tepat merupakan prasyarat dalam analisis dan pemodelan SIG. Masukan data di dalam SIG adalah semua data spasial (informasi geosfera) yang di antaranya dapat berwujud tabel, grafik, data digital, foto udara, dan peta. Informasi geosfera yang merupakan masukan dalam SIG tersebut meliputi: informasi litosfera, pedosfera, hidrosfera, biosfera, antroposfera dan atmosfera. 2) Proses Data dalam SIG SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai atributatribut di dalam basis data, kemudian SIG membentuk dan menyimpannya di dalam tabel-tabel. Dengan demikian, atribut-atribut ini dapat diakses melalui lokasi-lokasi unsur-unsur peta, dan sebaliknya unsur-unsur peta dapat diakses melalui atributatributnya (Prahasta, 2002: 68). Proses data SIG meliputi memanggil, memanipulasi dan menganalisis data yang telah tersimpan dalam komputer. Salah satu kelebihan SIG adalah pada simulasi dan menghasilkan informasi baru berdasarkan data yang ada. Contoh simulasi dan analisis data dalam SIG adalah: a) Penyuntingan untuk pemutakhiran data (up dating). b) Interpolasi spasial, di sini dimungkinkan pembuatan peta baru dengan menggunakan peta yang tersedia pada basis data. c) Tumpang susun peta, dimana peta-peta dari berbagai tema dapat ditumpangsusunkan sehingga menghasilkan satuan-satuan pemetaan baru dengan informasi baru. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa SIG bukan sekedar tools pembuat peta. Kekuatan SIG yang sebenarnya terletak pada kemampuannya dalam melakukan analisis. 3) Keluaran Data yang telah dianalisis oleh SIG dapat memberikan informasi kepada para pengguna dengan menayangkannya secara kualitatif maupun kuantitatif. Keluaran SIG dapat berupa (hardcopy) seperti peta, tabel, grafik maupun dalam bentuk informasi digital (softcopy) (Prahasta, 2002: 56). d. Analisis dalam SIG Kemampuan SIG dapat dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakuannya. Secara umum, tedapat dua jenis analisis, fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut (basisdata atribut). Salah satu fungsi analisis spasial yaitu: buffering. Fungsi ini dapat menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atu zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data spasial titik akan menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titiktitik pusatnya. Untuk data spasial garis akan menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon-poligon yang lebih besar dan konsentris. Terminologi ‘buffer’ sering kali digunakan di dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan ‘regulasi’ lingkungan, dan karena sangat penting dan dapat dimodelkan secara spasial, konsep-konsepnya sejak lama telah diadopsi dan kemudian diimplementasikan oleh sejumlah (hampir semua) paket perangkat lunak SIG. Buffer, biasanya, dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial (atau dimodelkan secara spasial) yang bersangkutan. Dengan membuat buffer, maka akan terbentuk suatu area, poligon, atau zone baru, yang menutupi (atau melindungi) objek spasial (buffered object yang berupa obyek-obyek spasial titik, garis, atau area [poligon tertentu]) dengan jarak tertentu. Zone-zone buffer ini digunakan untuk mendefinisikan fungsi kedekatan-kedekatan secara spasial suatu objek terhadap objek-objek lain yang berada di sekitarnya. Data spasial zone buffer dapat diperlakukan sebagaimana poligonpoligon biasa (theme di dalam perangkat SIG ArcView atau coverage milik ArcInfo) yang dapat dikenakan beberapa operasi-operasi spasial (misalnya overlay) dan atribut. Berdasarkan hal tersebut, penulis dalam hal ini menggunakan data garis (jalan dan sungai) untuk dibuat buffer. Buffer dibuat dengan arah keluar sehingga membentuk zone baru yang menutupi obyek disekitar jalan dan sungai dengan jarak tertentu. Zone tersebut akan mendefinisikan kedekatan secara spasial dari jalan dan sungai dengan daerah yang ada disekitarnya. Dari hal tersebut memiliki arti bahwa daerah yang terkena buffer akan berisiko terkena dampak pencemaran yang ditimbulkan dari jalur jalan dan air sungai yang sudah tercemar limbah atau polutan. Dalam analisis spasial tersebut, penulis menggunakan teori risiko dalam menentukan zone mana yang meminliki tingkat risiko terhadap pencemaran lingkungan. Rumus Teori Risiko = f (H [Hazard], V [Value]) Keterangan: H = Kepadatan tempat usaha V = Kepadatan penduduk Dari rumus tersebut dapat digunakan untuk mengetahui daerah yang berisiko tinggi terhadap dampak pencemaran lingkungan. Hal tersebut didasarkan pada semakin padat tempat usaha disuatu wilayah dan semakin padat jumlah penduduknya maka wilayah tersebut semakin berisiko terkena dampak pencemaran lingkungan. Di sisi lain analisis buffer sendiri memiliki keterbatasan dibeberapa hal dalam melakukan analisis. Hal tersebut dimungkinkan bahwa radius atau jangkauan yang dihasilkannya hanya didasarkan pada variabel yang sudah ditentukan misalnya sungai atau jalan, sedangkan variabel yang lain dianggap sama atau dinafikan. Oleh karena itu jika ingin menghasilkan analisis yang lebih akurat, maka diperlukan varibel baru dan analisis tambahan sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan. e. Manfaat SIG SIG mempunyai banyak manfaat terutama dalam perencanaan pembangunan antara lain sebagai berikut: 1) SIG sangat membantu pekerjan-pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang-bidang spasial dan geoinformasi. SIG juga dapat digunakan sebagai alat “komunikasi” dan “integrasi” antar disiplin ilmu (terutama disiplin ilmu yang memerlukan informasi-informasi mengenai bumi atau geosciences) (Prahasta, 2002: 8); 2) SIG dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk melakukan interpretasi secara manual. Dengan demikian, SIG dengan mudah dapat menghasilkan peta–peta tematik yang merupakan turunan dari peta-peta yang lain dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya (Prahasta, 2002: 7); 3) SIG menggunakan baik data spasial maupun data atribut secara terintegrasi hingga sistemnya dapat menjawab baik pertanyaan spasial maupun nonspasial (Prahasta, 2002: 7). B. Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian merupakan sebuah pengkajian sebuah permasalahan oleh seorang peneliti yang dituntut sebuah keilmiahan, baik secara metode maupun konsep yang secara rasional dapat diterima. Namun sebuah penelitian seseorang tidak tertutup kemungkinan membutuhkan informasi–informasi dari karya orang lain, baik itu sebuah teori maupun karya yang relevan dengan penelitiannya. Dalam penelitian ini, penulis mengambil beberapa hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan yang penulis rumuskan. Dengan tujuan dapat mengambil informasi dari penelitian sebelumnya sebagai salah satu referensi, serta untuk penyempurnaan hasil penelitian sebelumnya tersebut. Penulis mengambil 3 referensi hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan rumusan permasalahan yang telah ditentukan. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dengan judul “Pendataan Dan Pemetaan Permasalahan Lingkungan Hidup Kota Surakarta” oleh kerjasama Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta dengan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada tahun 2003. Penelitian ini memiliki tujuan: a. Memetakan permasalahan lingkungan yang meliputi meliputi permasalahan komponen-komponen lingkungan abiotik, biotik maupun komponen sosialbudaya. b. Melakukan evaluasi kualitas lingkungan berdasarkan kondisi nyata dilapangan dan standar bakumutu lingkungan yang berlaku. Data yang digunakan meliputi komponen abiotik, komponen biotik, serta komponen budaya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survei data sekunder (instansional), yang didukung atau dilengkapi dengan survei data primer melalui kegiatan pengamatan dan pengukuran lapangan (checking). Cara analisis data yang dilakukan adalah analisis berbasis Sistem Informasi Geografis yang antara lain: a. Analisis data permasalahan lingkungan dengan metode matching yang berupa analisis kondisi lingkungan yang ada yang dicocokkan dengan standar baku mutu lingkungan yang berlaku untuk mengetahui tingkat kualitas lingkungan yang ada. b. Analisis keruangan dengan cara melakuan pengeplotan data ke dalam peta dasar skala 1: 50.000 dan dilakukan zonasi kualitas lingkungan berdasarkan tingkatannya dan berdasarkan zona fungsi kawasan kota sehingga dapat diketahui distribusi keruangan kualitas lingkungan dan permasalahannya pada masingmasing wilayah. Analisis keruangan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis PC Arc/Info dan ArcView dalam format dan skala 1:50.000. Adapun hasil atau kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut: a. Pencemaran Air dan Udara 1) Permasalahan penurunan kualitas air di daerah aliran sungai antara lain disebabkan oleh: a) Meningkatnya kandungan sedimen dalam air sungai, karena terjadinya erosi di daerah hulu sungai. b) Sistem pembuangan air limbah industri di sepanjang aliran sungai sehingga terjadi pencemaran. c) Limbah rumah tangga yang ikut mempengaruhi kualitas air. d) Akibat negatif intensifikasi pertanian (pestisida). 2) Penurunan kualitas air sungai dan air tanah di Surakarta diantaranya disebabkan oleh: a) Akibat pembuangan limbah cair baik industri maupun rumah tangga yang tidak baik. b) Kurangnya sarana dan prasarana sistem perpipaan air limbah domestik. c) Masih rendahnya kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan limbah cair. d) Masih tingginya penggunaan air sungai dan air tanah oleh masyarakat sebagai sumber air bersih karena belum seluruh masyarakat terlayani oleh PDAM. e) Rendahnya tingkat ketaatan para pengusaha terhadap peraturan pembuangan limbah cair. 3) Kondisi kualitas udara yang melebihi batas ambang baku mutu terdapat di lokasi-lokasi yang padat lalu lintas kendaraan bermotor maupun di setiap perempatan jalan-jalan utama, seperti di sekitar Pasar Klewer, Wates trafik light depan Hai Lai, perempatan Jl Yos Sudarso dan Jl Slamet Riyadi, Pajang, Kleco dan tempat-tempat lain dengan jalur lalu lintas transportasi yang padat. b. Masalah Vegetasi Kota Menurunnya kualitas udara yang diakibatkan pencemaran udara, salah satu faktornya adalah kemampuan vegetasi/tumbuhan yang ada sudah tidak berfungsi sesuai peruntukkannya pemilihan jenis tumbuhan untuk daerah-daerah tertentu tidak sesuai dan sebaran tumbuhan yang kurang merata terutama di pusat kota. Selain itu banyak tumbuh tanaman liar seperti enceng gondok yang tumbuh subur di saluran drainase maupun alur sungai. c. Lingkungan Kumuh dan Sampah Pemukiman kumuh yang berkembang di wilayah Kota Surakarta terkonsentrasi di daerah bantaran sungai dan tanah negara (permukiman liar), sedangkan bantaran sungai merupakan daerah yang rawan terhadap bahaya banjir. Karena kondisi ekonomi dan kondisi lingkungan perumahan serta fasilitas pendukungnya yang tidak atau kurang memadai dapat mengakibatkan atau menimbulkan sumber dampak negatif dari limbah cair, padat maupun masalah kerawanan sosial seperti antara lain perkelahian, dan konflik rumah tangga. d. Kemiskinan dan Pengangguran Permasalahan kemiskinan dan pengangguran di kota Surakarta timbul akibat Rendahnya SDM, Pesatnya arus urbanisasi sehingga menambah konsentrasi tenaga kerja, Ketersediaan lapangan kerja yang tidak memadai, Pemahaman otda yang salah, sehingga membebani rakyat dalam hal retribusi & pajak untuk peningkatan PAD, Kapitalisme, Krisis/ PHK yang mengakibatkan tumbuh pesat usaha di sektor informal. 2. Penelitian dengan judul, “Penyusunan Basis Data Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Surakarta” oleh kerjasama Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta dengan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada tahun 2003. Penelitian ini memiliki tujuan: a. Menyusun basis data pengelolaan lingkungan hidup yang terstruktur dan terpadu yang meliputi komponen-komponen lingkungan abiotik, biotik maupun komponen budaya. b. Menyusun basis data berbasis web sehingga dapat diakses oleh berbagai pihak secara interaktif dan dinamis. Data yang digunakan meliputi: Komponen abiotik, komponen biotik, komponen budaya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survei data sekunder (instansional), yang didukung atau dilengkapi dengan survei data primer melalui kegiatan pengamatan dan pengukuran lapangan (checking). Cara analisis data yang dilakukan adalah analisis berbasis Basis data Geografis yang antara lain: a. Analisis data tabuler yang berupa analisis statistik dan deskriptif dilakukan untuk menjabarkan data secara tabulasi dan grafis b. Analisis keruangan dengan cara melakuan pengeplotan data ke dalam peta dasar skala 1: 50.000. Berbagai data hasil penelitian terdahulu diplot ke dalam peta dasar. Semua data diolah dan disajikan secara spasial dengan menggunakan Basis data Geografis PC Arc/Info dan ArcView dalam format dan skala 1: 250.000, yang dintegrasikan dengan perangkat lunak penyusunan Basis Data Lingkungan. Penyusunan Basisdata Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Surakarta berisikan tentang informasi yang meliputi: a. Jenis data dan informasi yang disajikan dalam Basisdata Lingkungan Hidup Kota Surakarta meliputi: lingkungan abiotik, lingkungan biotik dan lingkungan sosial ekonomi. b. Operasionalisasi perangkat lunak Sistem Informasi Basisdata Sumberdaya Wilayah Kota Surakarta, syarat perangkat lunak yang harus ada dalam komputer adalah: memiliki sistem operasional berbasis Windows, minimal Windows 95, dan memiliki perangkat lunak Internet Explorer minimal dengan versi 5. Menu yang ditampilan antara lain: Menu Utama (main menu), Menu Informasi c. Umum, Menu Lingkungan Abiotik, Menu Lingkungan Biotik, Menu Lingkungan Sosial Ekonomi, Menu Peta Tematik, Menu “HOME”. d. Sistem Informasi Basisdata Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Surakarta merupakan sistem informasi yang disusun sedemikian rupa sehingga cukup sederhana dan sangat mudah untuk dijalankan atau diakses oleh setiap pengguna informasi. e. Sistem ini dapat diaplikasikan ke dalam jaringan internet, melalui work online system yang harus didukung dengan persyaratan jaringan internet maupun persyaratan teknis yang terkait dengan perangat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) dari komputer yang digunakan. f. Jenis data dan informasi yang diasajikan dalam sistem informasi basisdata pengelolaan lingkungan hidup disusun berdasarkan data yang tersedia pada instansi-instansi terkait, disajikan secara numerik tabulasi maupun spasial. Data spasial diolah dengan mengacu pada Sistem Informasi Geografis, dengan bantuan PC Arc/info dan Arcview yang selanjutnya diubah kedalam format JPEG dan dimasukkan dalam struktur program basisdata ini. 3. Penelitian dengan judul, “Pembuatan Sistem Informasi Masalah Lingkungan Hidup” oleh kerjasama Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta dengan ATKOMINDO SOLUSI INTEGRA tahun 2005. Penelitian ini memiliki tujuan: CV. a. Membangun Sistem Informasi Geo-database Pengelolaan Lingkungan Hidup yang terstruktur dan terpadu meliputi komponen-komponen lingkungan biotik, abiotik, termasuk sumber pencemarnya. b. Memetakan penyebaran industri di Surakarta yang sudah memiliki ijin usaha (HO) maupun yang belum memiliki HO. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Sumber pencemar /Industri (termasuk HO), kualitas air sungai (BOD. COD, Logam), Geomorfologi dan lahan (Tata ruang dan tata guna lahan) serta Hidrologi (ABT). Sedang teknik pengumpulan data dilakukan melalui survei data sekunder (instansional), yang didukung atau dilengkapi dengan survei data primer melalui kegiatan pengamatan dan pengukuran lapangan (checking). Penyusunan Sistem informasi Lingkungan Hidup Kota Surakarta berisikan tentang informasi yang meliputi: a. Pendataan sektor industri, perdagangan, pariwisata, jasa dan sumber-sumber pencemar di kota Surakarta menggunakan sistem informasi geografis (ArcView GIS 3.3). b. Sistem informasi dengan aplikasi database, yang dibuat dengan software Lazarrus. c. Sistem informasi lingkungan yang merupakan integrasi dari aplikasi database dan sistem informasi geografis. Dengan sistem integrasi ini, informasi dapat disajikan lebih menarik, interaktif, dan dapat digunakan dengan mudah, tanpa dituntut untuk memahami konsep sistem informasi geografis. C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan arahan penalaran untuk sampai pada penemuan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Munculnya permasalahan lingkungan hidup khususnya terkait dengan limbah buangan menjadi masalah pelik di Kota Surakarta. Masalah limbah industri, rumah sakit, dan hotel serta limbah rumah tangga yang dinilai cukup dominan dalam memberi kontribusi terhadap pencemaran lingkungan yang ada di Kota Surakarta hingga kini belum terselesaikan secara tuntas. Kebutuhan akan informasi lingkungan dalam rangka pemecahan masalah lingkungan kekotaan secara terpadu menjadi sangat penting. Mengingat perlunya keterpaduan penanganan permasalahan lingkungan oleh berbagai pihak baik pemerintah kota, pihak swasta, maupun masyarakat maka informasi yang akurat sangat diperlukan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan Kota Surakarta di masa mendatang. Keterpaduan pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan baik apabila terdapat jalinan informasi secara cepat, terpadu, lengkap dan menyeluruh antar berbagai instansi dan komponen masyarakat di Kota Surakarta. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan suatu langkah awal berupa penyediaan sistem informasi lingkungan yang up to date, yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan lingkungan selanjutnya. Sistem informasi lingkungan hidup Kota Surakarta menjawab permasalahan tersebut. Sistem informasi lingkungan merupakan suatu bentuk pengarsipan data secara digital, yang diwujudkan dalam bentuk tabel, peta, grafik, gambar dan deskripsi singkat tentang berbagai komponen lingkungan yang digabungkan dengan model basis data (database) lingkungan. Salah satu penyajian basis data lingkungan adalah dengan penyusunan peta berbagai komponen lingkungan dalam format dan skala yang seragam, sabagai dasar bagi pengambilan kebijakan terhadap pembangunan. Untuk menyajikan peta sumber daya wilayah tersebut, maka perangkat digital yang digunakan adalah Arc/Info dan Arc View yang diintegrasikan dengan perangkat lunak lain, dalam hal ini dengan bahasa pemrograman Lazarrus, untuk penyusunan model basis data. Adapun hasil yang bisa didapat pada sistem informasi lingkungan hidup ini berupa: Basis data (database) Lingkungan Hidup Kota Surakart, dan peta-peta yang meliputi (peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta lokasi industri, peta lokasi hotel dan rumah sakit). Serta aplikasi Sistem Informasi Lingkungan Hidup yang merupakan integrasi dari database dan Sistem Informasi Geografis. Model Basis Data Lingkungan Pengarsipan Data Digital (Spasial dan Atribut) Sistem Informasi Lingkungan Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran