purpura henoch-schonlein - Al bukhari Subulussalam

advertisement
Laporan Kasus
PURPURA HENOCH-SCHONLEIN
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun oleh:
ACHMAD JUANDA
(1407101030361)
Pembimbing :
Dr. dr. Mulya Safri, M. Kes, Sp. A(K)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUDZA
BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Purpura Henoch-Schonlein”. Shalawat dan salam juga penulis
sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan
besar dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan
menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan kepaniteraan klinik di SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin, Banda Aceh.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan dari Dr. dr. Mulya Safri, M. Kes, Sp. A(K) selaku pembimbing
penulisan laporan kasus.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu.
Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak
kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua.
Banda Aceh, November 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar....................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1
Latar Belakang…...................................................................................................... 1
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................................. 2
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.10.
2.11.
Identitas Pasien......................................................................................................... 2
Identitas Keluarga..................................................................................................... 2
Anamnesis................................................................................................................. 2
Pemeriksaan Fisik..................................................................................................... 4
Pemeriksaan Penunjang…........................................................................................ 8
Diagnosis Banding.................................................................................................... 9
Diagnosis Kerja......................................................................................................... 9
Penatalaksanaan........................................................................................................ 9
Prognosis................................................................................................................... 10
Follow Up Harian..................................................................................................... 10
Foto Klinis Pasien..................................................................................................... 20
BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 21
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
Definisi...................................................................................................................... 21
Epidemiologi............................................................................................................. 22
Etiologi...................................................................................................................... 22
Patofisiologi.............................................................................................................. 23
Manifestasi Klinis..................................................................................................... 26
Pemeriksaan Penunjang............................................................................................ 28
Diagnosis................................................................................................................... 30
Pengobatan................................................................................................................ 30
Prognosis................................................................................................................... 31
BAB IV ANALISA KASUS................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Purpura
Henoch-Schonlein
(PHS)
yang
dinamakan
juga
purpura
anafilaktoid atau purpura nontrombositopenik adalah sindrom klinis yang
disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan
lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau
hematuria.1
Pada tahun 1837, Johan Schonlein menggambarkan beberapa kasus dengan
purpura dan artritis yang dinamakan Peliosis rheumatica. Pada tahun 1868,
Edward Henoch menganggap bahwa istilah tersebut adalah kurang tepat, karena
penderita dengan purpura dan
artritis
akut
juga
menunjukkan
gejala
gastrointestinalis seperti muntah, nyeri kolik abdomen dan melena, serta kelainan
ginjal. Sejak itu kelainan tersebut diberi nama dengan nama kedua sarjana
tersebut. Nama lain yang diberikan untuk kelainan tersebut diberi nama dengan
nama kedua sarjana tersebut. Nama lain yang diberikan untuk kelainan ini adalah
purpura anafilaktoid, purpura alergik, dan vaskulitis alergik. Penggunaan istilah
purpura anafilaktoid digunakan karena adanya kasus yang terjadi setelah gigitan
serangga dan paparan terhadap obat dan alergen makanan.1
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2-15 tahun (usia anak
sekolah) dengan puncaknya pada umur 4-7 tahun. Terdapat lebih banyak pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan (1,5:1).1
.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Muhammad Qifa
Jenis Kelamin
: Laki-laki
No. CM
: 1-10-61-83
Tanggal Lahir
: 26 Januari 2010
Umur
: 6 tahun 9 bulan 7 hari.
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
: Geulanggang Baro, Kota Juang, Bireuen.
Tanggal Masuk RS
: 01 November 2016
Tanggal Pemeriksaan
: 02 November sampai 12 November 2016
Tanggal Pulang
: 15 November 2016
2.2 Identitas Keluarga
Nama bapak : Rinaldi Syarifuddin
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
: Geulanggang Baro, Kota Juang, Bireuen.
2.3 Anamnesis

Keluhan utama
: Timbul bercak kemerahan di seluruh tubuh

Keluhan tambahan
: Nyeri perut

Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dibawa oleh keluarganya dengan keluhan timbul bercak
kemerahan diseluruh tubuh sejak 2 minggu SMRS. Awalnya muncul bintik-bintik
kecil yang timbul di kaki, paha, bokong, tangan dan menjalar keseluruh tubuh
yang semakin banyak dan membesar membentuk bercak-bercak kemerahan.
Bercak merah tersebut tidak gatal. Sebelumnya pasien mengalami demam tinggi
yang terjadi secara mendadak dan disertai batuk. Demam muncul +/- 1 hari lalu
2
kemudian menurun. Pasien juga mengeluhkan nyeri hebat pada perut sejak 3 hari
yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan seperti berputar-putar diperut.
Nyeri pada perut dirasakan pasien hilang timbul. 2 hari yang lalu Pasien
juga mengeluhkan muntah sebanyak 3x yang berisi cairan berwarna hijau dan
makanan yang dimakan. Sakit kepala (+). Perdarahan gusi (-) mimisan (-)
Riwayat alergi makanan (-) alergi cuaca (-) sesak (-) nyeri sendi (-) BAK berdarah
(-) BAK berbuih (?) BAB berdarah (-) BAB terakhir 2 hari yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti sekarang ini.

Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

Riwayat pemakaian obat
Pasien diberikan obat oleh rumah sakit sebelumnya:
- Inj. Ranitidin 25mg/12jam
- Pct 3x1 tab
- Cetirizin 1x1 tab

Riwayat kehamilan dan persalinan
Prenatal
Pasien merupakan anak kedua dan ANC teratur dengan bidan dan dokter
puskesmas. Ibu tidak memiliki riwayat hipertensi dan kelainan metabolik lainnya.
Natal
Pasien anak ke-2, lahir SC, dengan BBL 4200 gram, segera menangis dan
tidak ada kebiruan saat lahir.

Riwayat imunisasi : Pasien mendapatkan imunisasi lengkap

Riwayat pemberian makanan
Pasien tidak diberikan ASI oleh ibunya
0-2 tahun
: susu formula
2 tahun – sekarang
: susu formula + makanan keluarga
3
2.4 Pemeriksaan fisik
a. Status Present
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: E4M6V5
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Denyut nadi
: 92 x/i
Frekuensi Napas
: 28 x/i
Suhu tubuh (aksila)
: 37,0 0C
b. Status Antropometri
BBS
: 41 kg
BMI
: 22.5 kg/m2
HA
: 9 tahun 5 bulan
Tinggi Badan : 135 cm
BBI
: 30 kg
c. Status gizi
BB/U
: 178 %
TB/U
: 111 %
BB/TB
: 136 %
Status Gizi
: Obesitas (136%)
Kebutuhan cairan
: 1000 ml + 500 ml + (BB-20) x 20ml
1000 ml + 500 ml + (41-20) x 20ml
1920 ml/24jam
Kebutuhan kalori
: 90 x BBI (usia 6 tahun 9 bulan)
90 x 25
2250 kkal/hari
Kebutuhan protein
: 1,1 x BBI
1,1 x 25
27,5 gr/hari
4
Status General
1. Kulit
Warna
: Tampak bercak kemerahan di tungkai bawah, tungkai atas kiri
dan kanan, perut, dan bokong.
Turgor
: kembali cepat
Parut
: tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus
: tidak ada
Pucat
: tidak ada
2. Kepala
Bentuk
: Normocephali
Rambut
: Hitam, sukar dicabut, distribusi merata
Mata
: konj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor (+), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga
: Normotia, serumen (-)
Hidung
: NCH (-), sekret (-)
3. Mulut
Bibir
: Bibir kering (-), mukosa bibir lembab (+), sianosis (-)
Lidah
: Beslag (-)
Tonsil
: T1/T1, hiperemis (-)
Faring
: Hiperemis (-)
4. Leher
Trakea
: Terletak ditengah
KGB
: Pembesaran KGB (-)
Kelenjar tiroid : Tidak teraba
Kelenjar limfe : Tidak teraba
5. Toraks
Inspeksi
Statis
: Simetris, bentuk normochest
Dinamis : Pernapasan torako-abdominal, Kusmaul (-), retraksi suprasternal
(-), retraksi intercostal (-)
5
6. Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Nyeri tekan (-), pergerakan dada simetris
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi: Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
7. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: BJ I > BJ II, reguler (+), bising jantung (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-)
Palpasi
: soepel (-), undulasi (-), H/L tidak teraba, nyeri tekan (+) pada area
eigastrium, H/L/R tidak teraba, Mc burney sign (-)
Perkusi
: Timpani (+)
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan meningkat
9. Genitalia
Laki-laki, Rugae skrotum (+)
Edema Skrotum (-)
10. Anus
Eritema perianal (-)
11. Kelenjar limfe inguinal
Pembesaran KGB : tidak ada
12. Ekstremitas
Penilaian
Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Pucat
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Sianosis
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Edema
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Tonus otot
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Atrofi
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Bercak Kemerahan
Positif
Positif
Positif
Positif
6

Status neurologis
GCS
: E4M6V5 = 15
Mata
: Bulat isokor
TRM
: Kaku kuduk (-)
Refleks fisiologis
: Normal
Refleks patologis
: Tidak ada
Sensorik/Otonom
: Dalam batas normal
7
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin
Hitung Jenis
Jenis
Pemeriksaan
01/11/2016
02/11/2016
07/11/2016
09/11/2016
Hemoglobin
13,4
13,9
-
14,0
Hematokrit
42
40
-
43
Eritrosit
5,4
5,4
-
5,3
Leukosit
12,0
14,1
-
20,1
4,7-10,5
(106/mm3)
4,5-10,5
(103/mm3)
150-450 (103
-
466
MCV
79
78
-
81
80-100 Fl
MCH
25
26
-
26
27-31 pg
MCHC
32
33
-
32
32-36 %
RDW
12,2
12,8
-
12,8
11,5-14,5 %
MPV
9.0
9,0
-
10,3
7,2-11,1 Fl
LED
-
-
-
-
<20 mm/jam
Eosinofil
1
0
-
0
0-6 (%)
Basofil
0
0
-
0
0-2
0
1
-
0
2-6
41
67
-
71
50-70
Limfosit
52
27
-
26
20-40
Monosit
6
5
-
3
2-8
CT
7
7
-
-
5-15(menit)
BT
2
2
-
-
1-7(menit)
Ureum
20
-
-
-
13-43
Creatinin
0,40
-
-
-
0,52-0,95
Protein Total
-
-
-
-
6,4-8,3
Albumin
-
-
-
-
3,5-5,2
SGOT
-
21
-
-
<35 U/L
Segmen
Hati dan
45-55 (%)
457
Netrofil
Kimia Klinik
14,5(g/dl)
495
Batang
Hemostasis
12,0–
Trombosit
Netrofil
Faal
Nilai Normal
8
U/L)
Empedu
Elektrolit
Diabetes
Urinalisis
Makro
Mikro
Sedimen urin
SGPT
-
14
-
-
<45 U/L
Na
142
-
-
-
132-146
K
4,1
-
-
-
3,7-5,4
Cl
107
-
-
-
96-106
GDS
87
-
-
-
<200 mg/dL
Berat jenis
-
-
1,020
1,005
1,003-1,030
pH
-
-
6,5
7,5
5,0-9,0
Lekosit
-
-
Negatif
Negatif
Negatif
Protein
-
-
+1
+1
Negatif
Glukosa
-
-
Negatif
Negatif
Negatif
Keton
-
-
Negatif
Negatif
Negatif
Nitrit
-
-
Negatif
Negatif
Negatif
Urobilinogen
-
-
Negatif
Negatif
Negatif
Bilirubin
-
-
Negatif
Negatif
Negatif
Darah
-
-
Negatif
Positif
Negatif
Leukosit
-
-
6-8
6-8
0-5LPB
Eritrosit
-
-
1-2
4-6
0-2LPB
Epitel
-
-
4-6
3-5
0-2LPK
Laju fitrasi Glomerulus = mL/ menit (normal 61-74mL/menit) AKI
2.6 Diagnosis Banding
+ Dd/ 1. Henoch Schonlein Purpura
2. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura
+ Obesitas
2.7. Diagnosis Kerja
Henoch Schonlein Purpura + obesitas
2.8 Penatalaksanaan
Farmakologi

Inj. Methylprednisolon 12 mg/8jam

Inj. Ranitidin 40mg/12jam
9

Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam

Inj. Omeprazole 20mg/12jam

Inj. Ranitidin 40mg/12jam

Inj. Transamin 250mg/8jam

Lisinopril 1x5mg

Valsartan 1x25mg

Siklofosfamid 450gr (saat pulang)

Sucralfat syr 3xCth 1

Paracetamol syr 3xCth1

Diet hipo alergi
Non Farmakologi

IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)

Diet MB 1300 kkal
2.9 Prognosis
Quo et vitam
: dubia et bonam
Quo et functionam : dubia et bonam
Quo et sanactionam : dubia et bonam
2.10 Follow Up Harian
Tanggal
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Terapi
Dokter Onsite
S/ Bercak kemerahan (+), nyeri perut (+)
Th/
IGD
O/ HR: 100 x/i
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
02/11/2016
RR: 24 x/i
- Inj. Methylprednisolon 12
0
T : 36,0 c
mg/8jam
A/ Sangkaan HSP
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
P/
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
- Konsul Imunologi anak
- Inj. Transamin 400mg/8jam
- Konsul GEH anak
- Sucralfat syr 3xCth 2
- Salicyl talk + NaCl 0,9%
(dibalutkan di kaki, tangan,
dan badan)
- Diet MB
10
Dokter visite :
Dr. Jufitriani Ismy, M. Ked
(Ped), Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
Th/
03/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 120/80 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 80 x/i
mg/8jam
RR: 22 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,0 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Salicyl talk + NaCl 0,9%
P/-
(dibalutkan di kaki, tangan,
dan badan)/2 jam
Dokter visite :
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
Sp.A (K)
GEH
S/ Muntah (-), nyeri perut (-)
Th/
03/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 120/80 mmHg
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
HR: 80 x/i
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
RR: 22 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,0 c
- Inj. Transamin 250mg/8jam
A/ Sangkaan HSP
- Sucralfat syr 3xCth 1
P/-
- Diet M2
Dokter visite :
Dr.dr.Sulaiman Yusuf, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
Th/
04/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 80 x/i
mg/8jam
RR: 21 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,1 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Diet hipo alergi
P/ Biopsi kulit
Dokter visite :
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
11
Sp.A (K)
GEH
S/ BAB hitam (+)
Th/
04/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/80 mmHg
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
HR: 81 x/i
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
RR: 22 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,0 c
- Inj. Transamin 250mg/8jam
A/ Sangkaan HSP
- Sucralfat syr 3xCth 1
P/Dokter visite :
Dr.dr.Sulaiman Yusuf, Sp.A (K)
Dokter Kulit
S/ Bercak merah dikulit, tidak muncul bercak
Th/
dan Kelamin
baru, nyeri tidak ada
- Thiamisin 2gr + Inerson oint
04/11/2016
O/ Purpura, jumlah multiple, batas jelas di
regio cruris, lengan, abdomen, distri
(B-M)
- Lain lain sesuai T.S
generalisata
A/ HSP
P/Dokter visite :
dr. Mimi, Sp. KK
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
Th/
05/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 65 x/i
mg/8jam
RR: 20 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,1 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Diet hipo alergi
P/
Dokter visite :
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
Sp.A (K)
GEH
S/ BAB hitam (+)
Th/
05/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 90/70 mmHg
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
HR: 80 x/i
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
RR: 23 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,3 c
- Inj. Transamin 250mg/8jam
A/ Sangkaan HSP
- Sucralfat syr 3xCth 1
12
P/Dokter visite :
Dr.dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A
(K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
Th/
06/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 86 x/i
mg/8jam
RR: 21 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,1 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Diet hipo alergi
P/
Dokter visite :
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
Sp.A (K)
GEH
S/ Mual (-), muntah (-)
Th/
06/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
HR: 100 x/i
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
RR: 20 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
T : 36,8 0 c
- Inj. Transamin 250mg/8jam
A/ Sangkaan HSP
- Sucralfat syr 3xCth 1
P/Dokter visite :
Dr.dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A
(K)
Dokter Kulit
S/ Lesi membaik
Th/
dan Kelamin
O/ Tampak purpura di tungkai kanan dan kiri,
- Thiamisin 2gr + Inerson oint
06/11/2016
perut, lengan kanan dan kiri, jumlah multiple
A/ HSP
(B)
- Thiamisin 2gr + Momethason
P/ Biopsi pada tanggal 07/11/16
cream (M)
- Lain lain sesuai T.S
Dokter visite :
dr. Mimi, Sp. KK
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
13
Th/
07/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 88 x/i
mg/8jam
RR: 23 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,1 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Diet hipo alergi
P/
- Terapi kulit dan GEH lanjut
- Periksa urin rutin, darah rutin
Dokter visite :
- Konsul Nefrologi (dr. Safruddin Haris, Sp. A)
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
setelah keluar hasil laboratorium
Sp.A (K)
GEH
S/ Mual (-), muntah (-)
Th/
07/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
HR: 100 x/i
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
RR: 20 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,8 c
- Inj. Transamin 250mg/8jam
A/ Sangkaan HSP
- Sucralfat syr 3xCth 1
P/Dokter visite :
Dr.dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A
(K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
Th/
08/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 120/80 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 86 x/i
mg/8jam
RR: 21 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,1 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Diet hipo alergi
P/
- Terapi kulit dan GEH lanjut
- Periksa urin rutin, darah rutin (tanggal
09/11/16)
- Konsul Nefrologi (dr. Syafruddin Haris, Sp.
A(K)) setelah keluar hasil laboratorium
Dokter visite :
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
- Susul hasil biopsi kulit
Sp.A (K)
GEH
S/ Sakit perut (-)
Th/
08/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
14
TD: 110/80 mmHg
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
HR: 86 x/i
- Inj. Omeprazole 20mg/12jam
RR: 22 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,0 c
- Sucralfat syr 3xCth 1
A/ Sangkaan HSP
P/-
Dokter visite :
Dr.dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A
(K)
Dokter Kulit
S/ Bercak merah berkurang
Th/
dan Kelamin
O/ Tampak purpura di tungkai kanan dan kiri,
- Thiamisin 2gr + Inerson oint
08/11/2016
perut, lengan kanan dan kiri, jumlah multiple,
batas jelas
(B)
- Thiamisin 2gr + Momethason
A/ HSP
cream (M)
P/ Lepas rawat
- Lain lain sesuai T.S
Dokter visite :
dr. Mimi, Sp. KK
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh badan
Th/
09/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/60 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 84 x/i
mg/8jam
RR: 24 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,0 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ Sangkaan HSP
- Diet hipo alergi
P/
- Terapi kulit dan GEH lanjut
Dokter visite :
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
Sp.A (K)
GEH
S/ Sakit perut (-)
Th/
09/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/80 mmHg
- Inj. Ceftazidime 400 mg/8jam
HR: 90 x/i
- Inj. Omeprazole 10mg/12jam
RR: 24 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 35,8 c
- Sucralfat syr 3xCth 1
A/ Sangkaan HSP
- Lisinopril 1x5mg
P/Dokter visite :
Dr.dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A
15
(K)
Nefrologi
S/ Tidak ada keluhan
Th/
09/11/2016
O/
- Ceftazidime 500mg/8jam
TD: 100/80 mmHg
- Lisinopril 1x5mg
HR: 90 x/i
RR: 24 x/i
T : 35,8 0 c
A/ HSP + ISK
P/Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan bertambah di telinga
Th/
10/11/2016
kanan dan punggung, gatal (+)
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
O/
- Inj. Methylprednisolon 12
TD: 110/60 mmHg
mg/8jam
HR: 88 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
RR: 20 x/i
- Paracetamol syr 3xCth1
T : 35,0 0 c
- Diet hipo alergi
A/ HSP + ISK
P/
Dokter visite :
- Terapi kulit dan GEH lanjut
Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes,
Sp.A (K)
GEH
S/ Sakit perut (-)
Th/
10/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/80 mmHg
- Inj. Ceftazidime 400 mg/8jam
HR: 90 x/i
- Inj. Omeprazole 10mg/12jam
RR: 24 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 35,8 c
- Sucralfat syr 3xCth 1
A/ Sangkaan HSP
- Lisinopril 1x5mg
P/ Lepas rawat
Dokter visite :
Dr.dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A
(K)
Nefrologi
S/ Bercak kemerahan di kulit
Th/
10/11/2016
O/
- Lisinopril 1x5mg
TD: 110/60 mmHg
- Valsartan 1x25mg
HR: 88 x/i
RR: 20 x/i
16
T : 35,8 0 c
A/ HSP + ISK
P/Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan bertambah di telinga
Th/
11/11/2016
kanan dan punggung, gatal (+)
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
O/
- Inj. Methylprednisolon 12
TD: 110/60 mmHg
mg/8jam
HR: 88 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
RR: 20 x/i
- Paracetamol syr 3xCth1
T : 35,0 0 c
- Diet hipo alergi
A/ HSP + ISK
P/
Dokter visite :
- Terapi kulit dan GEH lanjut
Dr. Marsh Nashrah, M. Ked
(Ped), Sp.A (K)
Nefrologi
S/ Bercak kemerahan di kulit
Th/
11/11/2016
O/
- Lisinopril 1x5mg
TD: 110/70 mmHg
- Valsartan 1x25mg
HR: 88 x/i
- Nystatin drop
RR: 20 x/i
T : 35,8 0 c
A/ HSP + ISK + Pro CPA pulse
P/ Pindah ruang POC
Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh tubuh membaik
Th/
12/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/70 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 80 x/i
mg/8jam
RR: 20 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,4 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ HSP + ISK
- Diet hipo alergi
P/
Dokter visite :
Dr. T. M. Thaib, M. Kes, Sp.
A(K)
Nefrologi
S/ Bercak kemerahan di kulit
Th/
12/11/2016
O/
- Lisinopril 1x5mg
17
TD: 100/80 mmHg
- Valsartan 1x25mg
HR: 86 x/i
- Nystatin drop
RR: 20 x/i
T : 36,0 0 c
A/ HSP + ISK + Pro CPA pulse
P/-
Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh tubuh membaik
Th/
13/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/70 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 86 x/i
mg/8jam
RR: 24 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,5 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ HSP + ISK
- Diet hipo alergi
P/
Dokter visite :
Dr. T. M. Thaib, M. Kes, Sp.
A(K)
Nefrologi
S/ Bercak kemerahan di kulit
Th/
13/11/2016
O/
- Lisinopril 1x5mg
TD: 100/80 mmHg
- Valsartan 1x25mg
HR: 87 x/i
- Nystatin drop
RR: 21 x/i
T : 36,5 0 c
A/ HSP + ISK + Pro CPA pulse
P/Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh tubuh membaik
Th/
14/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/70 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 84 x/i
mg/8jam
RR: 19 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,0 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ HSP + ISK
- Diet hipo alergi
P/
Dokter visite :
Dr. T. M. Thaib, M. Kes, Sp.
18
A(K)
Nefrologi
S/ Bercak kemerahan di kulit
Th/
14/11/2016
O/
- Lisinopril 1x5mg
TD: 100/80 mmHg
- Valsartan 1x25mg
HR: 94 x/i
- Nystatin drop
RR: 19 x/i
T : 36,0 0 c
A/ HSP + ISK + Pro CPA pulse
P/-
Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
Imunologi
S/ Bercak kemerahan diseluruh tubuh membaik
Th/
15/11/2016
O/
- IVFD 2:1 20gtt/menit (makro)
TD: 100/70 mmHg
- Inj. Methylprednisolon 12
HR: 91 x/i
mg/8jam
RR: 20 x/i
- Inj. Ranitidin 40mg/12jam
0
T : 36,2 c
- Paracetamol syr 3xCth1
A/ HSP + ISK
- Diet hipo alergi
P/
Dokter visite :
Dr. T. M. Thaib, M. Kes, Sp.
A(K)
Nefrologi
S/ Bercak kemerahan di kulit
Th/
15/11/2016
O/
- Lisinopril 1x5mg
TD: 100/80 mmHg
- Valsartan 1x25mg
HR: 94 x/i
- Nystatin drop
RR: 20 x/i
T : 36,0 0 c
A/ HSP + ISK + Pro CPA pulse
P/-
Dokter visite :
dr. Syafruddin Haris, Sp.A (K)
19
2.11 Foto Klinis Pasien
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Defenisi
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) adalah penyakit sistemik berupa
vaskulitis pembuluh darah kecil yang terutama menyerang anak-anak.2 Vaskulitis
sendiri didefinisikan sebagai suatu inflamasi yang terjadi pada pembuluh darah,
yang mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
terjadinya proses hemoragik dan atau iskemia.3,4 HSP merupakan suatu kelainan
berupa leukositoklastik vaskulitis (LcV) yang merupakan suatu proses imunologi
dan inflamasi dengan karakteristik dijumpai deposisi kompleks imun yang
mengandung antibodi IgA pada kulit dan ginjal. Umumnya diderita oleh anak usia
3-10 tahun, dengan predominasi anak laki-laki. Insidens PHS bervariasi dari 13,524/100.000 kasus tahun. Etiologi pasti PHS belum diketahui dengan jelas.
Kadang-kadang terjadi mengikuti suatu episode infeksi saluran pernapasan akut
dan di negara dengan empat musim, lebih sering terjadi pada musim dingin. Salah
satu patogen yang sering menyebabkan PHS adalah Streptococcus ß hemolyticus,
yang terbukti dengan ditemukannya antigen streptokokus di dalam glomerulus
pasien nefritis PHS. Keadaan lain yang juga dilaporkan berhubungan dengan
terjadinya PHS antara lain gigitan serangga dan alergi makanan.4
Insiden vaskulitis di kulit berkisar antara 15,4 – 2 29,7 kasus/1000 per
tahun.3 HSP merupakan 10% dari semua kasus vaskulitis yang tertama terjadi
pada anak-anak (~90%).5 Onset terjadinya LcV pada HSP maupun LcV yang lain
dapat terjadi antara 7-10 hari setelah terpapar suatu antigen, seperti obat-obatan,
mikroorganisme, bermacam-macam protein dan juga antigen yang berasal dari
tubuh.6 LcV sendiri biasanya berkaitan dengan spektrum luas dari suatu kondisi
inflamasi sistemik, meliputi keganasan, infeksi, hipersensitivitas obat, bahan
kimia, bakteri, virus, penyakit kolagen-vaskular dan hepatitis kronis yang aktif.6,7
Obat-obatan dapat menyebabkan LcV hingga 10%. Bagaimanapun juga, 50%
kasus LcV ini tidak diketahui penyebabnya.6 LcV merupakan suatu diagnosis
histopatologi anatomi yang dapat dijumpai pada berbagai macam penyakit. LcV
biasanya terjadi pada pembuluh darah kecil yang terbatas pada dermis superfisial
21
(tetapi dapat mengenai seluruh dermis). Manifestasi klinis yang sama juga dapat
ditemukan pada bentuk LcV yang satu dengan bentuk lain, sehingga sulit untuk
menentukan diagnosa bila hanya dari pemeriksaan pemeriksaan histopatologi atau
klinis saja.3
Biopsi kulit adalah standar baku untuk diagnosis vaskulitis kulit, dimana
gambaran biopsi ini memiliki korelasi dengan manifestasi klinis yang dapat
berupa urtikaria, eritema infiltratif, ptekiae, purpura, papula purpurik, vesikel atau
bula hemoragik, nodul, livedo racemosa, ulkus yang dalam dan gangren.
Pentingnya pemeriksaan histopatologi disertai dengan pemeriksaan direct
immunofluorescence (DIF), ANCA dan penemuan klinis dapat menegakkan
diagnosis yang lebih tepat dan akurat dari sindroma vaskulitis baik lokal maupun
sistemik.3
3.2
Epidemiologi
Insidens PHS berkisar 13,5-18 per 100.000 anak. Penyakit ini dapat terjadi
pada usia 6 bulan hingga dewasa, namun 50% kasus terjadi pada anak berusia
kurang dari 5 tahun, 75% pada usia di bawah 10 tahun, dan banyak terjadi pada
laki-laki. Kelainan PHS seringkali berkaitan dengan infeksi saluran napas
sebelumnya, terutama infeksi streptokokus.8
Morbiditas dan mortalitas jangka panjang PHS seringkali berkaitan dengan
keterlibatan ginjal. Pada anak dengan gagal ginjal terminal, 5%-15% diantaranya
disebabkan oleh PHS.9 Insidens kelainan ginjal pada PHS berkisar 10%-60%,
80% diantaranya terjadi dalam 4 minggu pertama. Hematuria dengan atau tanpa
proteinuria merupakan manifestasi ginjal tersering pada PHS. Sindrom nefritik
akut dapat berkaitan dengan insufisiensi ginjal atau sindrom nefrotik.8
3.3
Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa
faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius
bagian atas, makanan, imunisasi (vaksin varisela, rubella, rubeola, hepatitis A dan
B) dan obat-obatan (ampisilin, eritromisin, kina). Infeksi bisa berasal dari bakteri
(spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenza, Legionella, Yersinia,
Salmonella, dan Shigella) ataupun virus (adenovirus, varisela). Vaskulitis juga
dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunaan metrotreksat
22
dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun, IgA jelas mempunyai
peranan penting, ditandai dengan peningkatan kosentrasi IgA serum, kompleks
imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.1
3.4
Patofisiologi
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks
imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur
alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan
aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular, sehingga terjadi
inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan
terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan gastrointerstinalis. Secara
histologis terlihat berupa leukositoklastik. Pada kelainan ini terdapat infiltrasi
leukosit polimorfonuklear di pembuluh darah yang menyebabkan nekroris.1
Berbagai macam patogen infeksi dilaporkan dapat menjadi penyebab
terjadinya LcV pada HSP.2 22% kasus vaskulitis pada kulit biasanya berhubungan
dengan suatu infeksi, dimana organisme apapun memungkinkan terjadinya
kondisi ini.10 Sebanyak 50% penderita HSP biasanya didahului oleh suatu infeksi
saluran pernapasan.11 Group A beta-hemolytic streptococcus (GAS) ditemukan
pada 20-50% penderita dengan HSP akut melalui tes serologi maupun kultur
bakteri. Baru-baru ini, reseptor plasmin yang berhubungan dengan nefritis
(nephritis-associated plasmin reseptor/NAPlr) yang merupakan antigen GAS
ditemukan pada mesangium glomerular pada anak dengan HSP nefritis (HSN).
Penemuan ini menunjukkan bahwa GAS memiliki peran pada awal terjadinya
maupun berkembangnya HSN, meskipun demikian pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya peningkatan anti-streptolisin-O-titre
(ASOT) pada penderita HSP. ASOT yang meningkat pada serum banyak dijumpai
pada HSN dibandingkan HSP tanpa nefritis.11,12,13,14 Terdapat empat hipotesa
mengenai mekanisme patogenik yang dapat terjadi melalui infeksi. Hipotesis
pertama adalah molecular mimicry, sebagai contoh: mikroba dan pembuluh darah
kecil pejamu memiliki epitop yang sama. Bersamaan dengan invasi patogen
tersebut, respons imunitas seluler dan humoral akan teraktivasi dan terjadi reaksi
silang dengan pembuluh darah. Hipotesis kedua adalah patogen dapat memulai
proses inflamasi yang dapat menimbulkan kerusakan sel dan jaringan. Proses ini
23
akan menimbulkan suatu autoantigen yang biasanya tidak terpapar oleh suatu
sistem imun. Hipotesis ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasif secara
langsung berinteraksi dengan protein pembuluh darah, maka akan terbentuk suatu
antigen yang baru (neo-antigen) yang kemudian akan mengaktivasi suatu reaksi
imun. Dan yang keempat yaitu hipotesis superantigen, dimana pada beberapa
bakteri seperti Streptococcus dan virus dapat menjadi suatu superantigen. Tanpa
adanya suatu proses dan presentasi suatu sel penyaji antigen, suatu superantigen
akan langsung berinteraksi dan mengaktifkan sel-T. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa tidak ada mikroba khusus yang menyebabkan terjadinya HSP.2,15
Gambar 3.1 Imunopatogenesis HSP akibat infeksi.15
Seperti dijelaskan diatas, HSP merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik.
Limfokin mempunyai peranan penting pada terjadinya lesi vaskular.2 Sitokin proinflamasi non spesifik seperti tumor necrosis alpha (TNF-α), interleukin (IL)-6
dan IL-1β biasanya didapatkan lebih tinggi pada anak-anak dengan HSP fase
akut.2,16 Baik TNF-α maupun IL-1 dapat menstimulasi endotelium untuk
mengaktifkan jalur koagulasi instrinsik dan ekstrinsik serta mengurangi aktivitas
fibrinolitik. Hal inilah yang dapat menerangkan adanya trombosis yang terjadi
pada vaskulitis.16 Besbas dan kawan-kawan dalam penelitiannya mengungkapkan
24
bahwa sitokin-sitokin pro inflamasi diatas dapat menstimulasi pelepasan kemokin
dari sel endotel, dengan demikian sitokin tersebut dapat menarik sel-sel inflamasi,
menginduksi ekspresi sel molekul adhesi pada sel endotel serta memperantarai
perlekatan molekul tersebut pada dinding pembuluh darah. Yang dan kawankawan dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa beberapa faktor tertentu pada
serum anak-anak dengan HSP yang aktif dapat berinteraksi dengan sel endotel
dan sel endotel yang teraktivasi kemudian dapat menghasilkan beberapa
kemotraktan yang potent, seperti IL-8 dan meningkatkan ekspresi molekul
adhesi.2
LcV yang terjadi pada HSP biasanya muncul sebagai suatu makula
eritematosa atau suatu purpura yang palpabel dengan predileksi pada tempat
tertentu pada bagian tubuh, khususnya pada bagian bawah tungkai. Lesi yang
dapat timbul meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul, ulkus berkrusta, livedo
retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang HSP merupakan penyakit
yang diperantarai oleh kompleks imun).17 Terjadinya suatu reaksi kompleks imun
pada HSP ini kurang lebih sama dengan reaksi kompleks imun yang terjadi pada
reaksi Arthus, suatu reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Coombs and Gell.
Suatu kompleks imun yang menyebabkan penyakit dibentuk oleh ikatan antibodi
dengan self antigen maupun antigen asing. Dengan demikian, penyakit yang
diperantarai kompleks imun cenderung bermanifestasi sistemik.18 Kompleks
antigen-antibodi diproduksi selama terjadi respons imun normal, tetapi keadaan
ini dapat menimbulkan suatu penyakit bila kompleks imun yang dihasilkan dalam
jumlah banyak dan tidak dibebaskan/dibersihkan secara efisien yang pada
akhirnya akan terdeposit di jaringan. Deposit kompleks imun pada dinding
pembuluh darah menyebabkan inflamasi pembuluh darah dan kerusakkan jaringan
di sekitarnya yang diperantarai oleh komplemen dan reseptor Fc.18 Pada HSP,
kompleks IgA terbentuk dan terdeposit di kulit, saluran pencernaan dan glomeruli,
menyebabkan respons inflamasi lokal. LcV pada akhirnya timbul disertai dengan
nekrosis pada pembuluh darah kecil. Normalnya IgA ditemukan di serum dan di
cairan mukosa.2,17 Sebagai contoh, yang terjadi pada HSP yaitu kompleks yang
terbentuk adalah IgA1 yang berbentuk polimerik. IgA1 yang abnormal ini dikenal
dengan Gal-d IgA1 (galactose deficiency of the O-linked glycan pada hinge
25
region IgA1), yang lebih banyak ditemukan pada HSP nefritis.17 Glikosilasi pada
hinge region IgA1 yang tidak normal ini akan menyebabkan defisiensi galaktosa
dan atau asam sialik, dimana molekul-molekul ini menyebabkan agregasi IgA dan
dengan demikian terjadi kompleks makromolekul.19
Bermacam-macam autoantibodi IgA dapat berhubungan dengan HSP.
ANCA terdiri dari kelompok antibodi terhadap bagian sitoplasma netrofil,
khususnya proteinase-3 (PR3) dan mieloperoksidase (MPO). Bagaimanapun juga
peran ANCA pada HSP masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan
klas IgA ANCA ditemukan pada beberapa persen penderita HSP, dimana
penelitian lain tidak dapat menunjukkan IgA ANCA pada penderita HSP.
Autoantibodi lain meliputi IgA rheumatoid factor dan IgA anticardiolipin
antibodies (aCL) yang juga dapat ditemukan pada beberapa penderita HSP akut.2
LcV yang terjadi pada HSP biasanya muncul sebagai suatu makula eritematosa
atau suatu purpura yang palpabel dengan predileksi pada tempat tertentu pada
bagian tubuh, khususnya pada bagian bawah tungkai. Lesi yang dapat timbul
meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul, ulkus berkrusta, livedo retikularis dan
pustul atau lesi anular (kondisi yang jarang). Manifestasi ekstrakutan terjadi pada
20% individu meliputi artralgia, miositis, demam ringan dan malaise. Lebih
jarang lagi, juga dapat terjadi gangguan ginjal, gastrointestinal, paru dan
neurologi. Beratnya perubahan histopatologi tidak dapat memprediksikan adanya
keterlibatan ekstrakutan.20
3.5
Manifestasi Klinis
Gejala klinis mula-mula berupa ruam makula eritematosa pada kulit yang
berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Purpura dapat
timbul dalam 12-24 jam. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena
tekanan (pressure-bearing surafaces), yaitu bokong dan ekstremitas bagian
bawah. Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50%
keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada
muka dan tubuh serta dapat pula berupa lesi petekia atau ekimotik. Lesi ekimotik
yang besar dapat mengalami ulserasi. Warna purpura mula-mula merah, lambat
laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang.
Kelainan kulit yang baru dapat timbul kembali. Kelainan pada kulit dapat disertai
26
rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik kelainan kulit yang ada dapat berupa
vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat
berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren.
Angioedema pada muka (kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan
dan kaki) ditemukan berturut-turut pada 20% dan 40% kasus. Edema skrotum
juga dapat terjadi pada awal penyakit. Gejala prodormal dapat terdiri dari demam,
nyeri kepala dan anoreksia. 1
Gambar 3.2 LcV yang diinduksi oleh kompleks imun pada HSP dengan manifestasi
palpabel purpura pada tungkai.20
Selain purpura, ditemukan juga gejala artralgia atau artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan. Artralgia atau artritis dapat ditemukan pada 68-75%
kasus dan merupakan 25% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan ini
timbul lebih dahulu (1-2 hari) dari kelainan pada kulit. Sendi yang terkena dapat
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi,
kemerahan ataupun panas. Kelainan terutama periartikular dan bersifat sementara
dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas
yang menetap.1
Pada penyakit ini dapat ditemukan nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis. Keluhan abdomen ditemukan pada 35-85% kasus dan biasanya
27
timbul setelah timbul kelainan pada (1-4 minggu setelah onset). Nyeri abdomen
dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai
muntah, kadang-kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal atau
ileokolonal yang ditemukan pada 2-3% kasus. Intususepsi atau perforasi
disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural.1
Selain itu, dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria, sindrom nefrotik atau nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya
muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Kelainan ginjal dapat ditemukan pada
20-50% kasus dan yang persisten pada 1% kasus, yang progresif sampai
mengalami gagal ginjal pada < 1 %. Adanya kelaian kulit yang persisten sampai
2-3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang
berat. Risiko nefritis meningkat pada usia onset diatas 7 tahun, lesi purpura
persisten, keluhan abdomen yang berat dan penurunan aktivitas faktor XIII.
Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik.1
3.6
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik.
Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan
oleh
trombositopenia.
Dapat
terjadi
leukositosis
moderat
dan
anemia
normokromik, biasanya berhubungan dengan perdarahan di gastrointestinal.
Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat. Kadar
komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal. Pemeriksaan kadar IgA dalam
darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA.
Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan
kreatinin klirens, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah.1
Biopsi pada lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.
Imunofluoresensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding
pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan
motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi
melalui pemeriksaan barium.1
Biopsi merupakan standar baku dalam penegakan diagnosis suatu vaskulitis.
Pemilihan lokasi lesi sebagai spesimen dan cara pengambilannya akan sangat
28
mempengaruhi hasil biopsi. Pemilihan antara biopsi shave, biopsi punch maupun
biopsi eksisional akan mempengaruhi pembuluh darah yang akan diperiksa,
dimana tipe pembuluh darah tersebut tergantung dari lokasi antara kulit dan
subkutan. Secara keseluruhan biopsi diambil dari lesi kulit yang paling
merah/purpurik, dengan waktu optimal pengambilan spesimen sebaiknya kurang
dari 48 jam setelah muncul gejala atau muncul lesi vaskulitis.3 Pentingnya
pemeriksaan
histopatologi
disertai
dengan
pemeriksaan
direct
immunofluorescence (DIF), ANCA dan penemuan klinis dapat menegakkan
diagnosis yang lebih tepat dan akurat dari sindroma vaskulitis baik lokal maupun
sistemik.3
Gambar 3.3 Klasifikasi histologi vaskulitis kulit3
Gambar 3.4 Manifestasi kutaneus akibat reaksi kompleks imun (HSP), deposit kompleks
imun vaskular yang menyebabkan vaskulitis neutrofilik (LcV)21
29
3.7
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik, yaitu ruam
purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu
atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis (Tabel 3.1)22
Tabel 3.1. Kriteria purpura Henoch-Schonlein menurut American College of
Rheymatology 199022
Kriteria
Definisi
Purpura non trombositopenia (Palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura)
terdapat elevasi kulit, tidak berhubungan
dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun
Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal/gangguan saluran cerna Nyeri abdominal difus, memberat setelah
(Bowel angina)
makan, atau diagnosis iskemia usus,
biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi
Perubahan
histologi
menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai PHS bila memenuhi
setidaknya 2 dari kriteria yang ada (sensitivitas 87,1% dan spesifisitas 87,7%)
(Dikutip dari JT Cassidy dan RE Petty, 1990)
3.8
Pengobatan
Pengobatan adalah suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi,
nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk
keluhan artritis ringan dan deman dapat digunakan antiinflamasi non steroid,
seperti ibuprofen atau parasetamol. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai.
Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk
makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat
menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekia dan perdarahan saluran
cerna. Bila ada geala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan
ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dapat dikombinasi dengan
imunosupresan. Metilprednisolon intravena dapat mencegah perburukan penyakit
ginjal bila diberikan secara dini. Faedda menggunakan metilprednisolon dengan
dosis 250-750mg/hari intravena selama 3-7 hari dikombinasikan dengan
siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut PHS yang berat. Dilanjutkan
dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100-200 mg oral) selang sehari dan
30
siklofosfamid
100-200
mg/hari
selama
30-75
hari,
sebelum
akhirnya
siklofosfamid dihentikan langsung, dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.1
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari secara
oral, terbagi dalam 3-4 dosis selama 5-7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam
keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada
sistem saraf pusat, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna,
edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat
mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.1
3.9
Prognosis
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada
saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian,
walaupun hal ini jarang terjadi.1
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi
dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa beberapa kasus terjadi nefritis
kronik, bahkan pada 2% kasus menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya
berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal
6 bulan hingga 2 tahun pasca-sakit.1
Sepertiga sampai setengah anak-anak dapat mengalami setidaknya satu kali
rekurensi yang terdiri dari ruam merah atau nyeri abdomen, namun lebih ringan
dan lebih pendek dibandingkan episode sebelumnya. Eksaserbasi umumnya dapat
terjadi antara 6 minggu sampai 2 tahun setelah onset pertama, dan dapat
berhubungan dengan infeksi saluran nafas berulang. Prognosis buruk ditandai
dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset, eksaserbasi yang dikaitkan
dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal
dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi
makrofag dan penyakit tubulointerstisial.1
31
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dibawa oleh keluarganya dengan keluhan timbul bercak
kemerahan diseluruh tubuh sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
muncul bintik-bintik kecil yang timbul di kaki, paha, bokong, tangan dan menjalar
keseluruh tubuh yang semakin banyak dan membesar membentuk bercak-bercak
kemerahan. Bercak-bercak kemerahan merupakan manifestasi klinis dari deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen yang mengakibatkan aktivasi mediator
inflamasi termasuk prostaglandin vaskular, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit membentuk purpura di kulit.
Pasien juga mengeluhkan nyeri hebat pada perut sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri pada perut dirasakan pasien hilang timbul. Dua hari
yang lalu pasien juga mengeluhkan muntah sebanyak 3x yang berisi cairan
berwarna hijau dan makanan yang dimakan. Pada penyakit ini dapat ditemukan
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen ditemukan
pada 35-85% kasus dan biasanya timbul setelah timbul kelainan pada (1-4 minggu
setelah onset). Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di
periumbilikal dan disertai muntah, kadang-kadang terdapat perforasi usus dan
intususepsi ileoileal atau ileokolonal yang ditemukan pada 2-3% kasus.
Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang
menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.
Sebelumnya pasien mengalami demam tinggi yang terjadi secara
mendadak, disertai batuk dan nyeri kepala. Demam muncul +/- 1 hari lalu
kemudian menurun. Gejala prodormal PHS dapat terdiri dari demam, nyeri kepala
dan anoreksia. Berbagai macam patogen infeksi dilaporkan dapat menjadi
penyebab terjadinya LcV pada HSP. 22% kasus vaskulitis pada kulit biasanya
berhubungan dengan suatu infeksi, dimana organisme apapun memungkinkan
terjadinya kondisi ini. Sebanyak 50% penderita HSP biasanya didahului oleh
suatu infeksi saluran pernapasan, terutama disebabkan oleh streptokokus.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Matondang CS, Roma J. Buku Ajar Alergi - Imunologi Anak. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit IDAI; 2007.
2. Yang YH, Chuang YH, Wang LC, Huang HY, Gershwin ME, Chiang BL. The
immunobiology of Henoch-Schonlein Purpura. Autoimmune Review
2008;7:179-84.
3. Carlson JA. The histological assessment of cutaneous vasculitis.
Histopathology 2010 Jan; 56(1): 3-23.
4. Gupta S, Handa S, Kanwar AJ, Radotra BD, Minz RJ. Cutaneous vasculitides:
clinico-pathological correlation. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2009; 75:
356-62.
5. Sunderkotter C, Bonsmann G, Sindrilaru A, Luger T. Clinical review
management of leukocytoclastic vasculitisJ Dermatolog Treat 2005; 16:193206.
6. Koutkia P, Mylonakis E, Rounds S, Erickson A. Leukocytoclastic vasculitis:
an update for the clinician. Scand J Rheumatol 2001; 30:315-22.7.
7. Russel JP, Gibson LE. Primary cutaneous small vessel vasculitis: approach to
diagnosis and treatment. Int J Dermatol 2006;45:3-13.
8. Tizard EJ. Henoch-Schonlein purpura. Arch Dis Child 1999;80:380-3.
9. Gonzalez-Gay MA, Llorca J. Controversies on the use of corticosteroid
therapy in children with Henoch-Schonlein purpura. Semin Arthritis Rheum
2005;35:135-7.
10. Chalkias S, Samson SN, Tiniakou E, Sofair AN. Poststreptococcal cutaneous
leukocytoclastic vasculitis: a case report. Conn Med 2010; 74(7): 399-402.
11 Carlson JA. Cutaneous vasculitis. In: Busam LK, editor. Dermatophatology.
New York: Saunders Elsevier; 2010.p.184-209.
12 Reamy BV, William PM, Lindsay TJ. Henoch-Schonlein purpura. Am Fam
Physician 2009; 80(7): 697-704.
13 Gonzales MA, Calvino MC, Lopez-Vasquez ME, Porrua-Garcia C, IglesiasFernandez JL, Dierssen T, Llorca J. Implications of upper respiratory tract
infections and drugs in the clinical of Henoch-Schonlein Purpura in children.
Clin Exp Rheumatol 2004; 22: 781-84.
14 Al-Sheyyab M, Batieha A, El-Shanti H, Daoud A. Henoch-Schonlein Purpura
and Streptococcal infections: a prospective case-control study. Ann Trop
Paediatr 1999; 19: 153-255.
15 Sohagia AB, Gunturu SG, Tong TR, Hertan HI. Henoch-Schonlein Purpura-a
33
case report and review of the literaure. Gastroenterol Res Pract 2010: 1-6
16 Weedon D. Skin Pathology. 3ed. Philadephia: Elsevier; 2010. p.195-244.
17 McCarthy H, Tizard E. Clinical practice: Diagnosis and management of
Henoch-Schönlein purpura. Eur J Pediatr 2010; 169(6):643-50.
18 Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology. Sixth
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
19 Sunderkotter C. Leukocytoclastic vasculitis. CME Dermatol 2008; 3(1):32-50.
20 Sunderkotter C. Vasculitis of small blood vessel – some riddles about IgA and
about the complexity of transmigration. Experimental Dermatology 2009;
18:91-96.
21 Gonzales LM, Janniger CK, Schwartz RA. Pediatric henoch-schonlein
purpura. Int J Dermatol 2009; 48:1157-65
22 Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic Vasculitis : Henoch-Schonlein
Purpura. Dalam: Cassidy JT, Petty RE, Laxer RM, dkk, penynting. Textbook
of Pediatrics Rheumatology: 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005;
496-501.
34
Download