BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. Sodium Nitrit

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Pustaka
2.1.1. Sodium Nitrit
a. Profil Sodium Nitrit
Sodium nitrit atau NaNO2 merupakan garam natrium (sodium) yang terbentuk
dari senyawa nitrit (NO2-) (Lunberg et al, 2008). Nitrit dapat dikategorikan menjadi
nitrit inorganik dan organik. Bentuk nitrit organik lebih kompleks dan sebagian besar
bersatu dengan produk obat-obatan. Berbeda dengan nitrit inorganik, nitrit organik
lebih lipofilik (Gehle, 2013). Sodiium nitrit memiliki titik leleh pada suhu 271°C.
Sifat fisik sodium nitrit berbentuk butiran berwarna putih. Sodium nitrit sangat larut
dalam air dan amonia. Selain itu, sodium nitrit juga dapat larut dalam ethanol,
methanol, eter, dan pyridine. Sodium nitrit dengan mudah dapat dioksidasi menjadi
nitrat di dalam air (Chan,2001)
b. Penggunaan Sodium Nitrit
Sodium nitrit biasanya digunakan sebagai pengawet dalam makanan seperti keju,
daging mentah, daging olahan, dan olahan ikan. Dosis penggunaan senyawa ini dalam
makanan sangat diatur dikarenakan efek yang membahayakan kesehatan bila
melebihi dosis yang ditentukan (Speijers, 2014). Nitrit dapat mencegah pertumbuhan
bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan racun botulin. Selain sebagai
pengawet, senyawa nitrit juga dapat memberikan warna merah pada produk daging,
unggas, dan ikan olahan sehingga memberikan tampilan segar dan menarik (IK
BPOM, 2013).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.1168 tahun 1999 tentang Bahan
Tambahan Pangan, Sodium nitrit biasanya digunakan sebagai bahan tambahan
makanan terutama untuk mengawetkan daging olahan atau yang diawetkan seperti
sosis dan kornet dalam kaleng.
c. Paparan Sodium Nitrat pada Manusia
Manusia memiliki kesempatan terpapar oleh nitrit melalui beberapa cara, yaitu
melalui inhalasi, kulit, dan saluran pencernaan. Paparan nitrit melalui saluran
pencernaan adalah paparan yang paling sering, baik dari air minum ataupu makanan.
Nitrit dapat ditemukan pada sayuran segar, umbi-umbian, dan daging kemasan. Kadar
nitrit dalam sayuran segar antara 1-2 mg/kg, jarang melebihi 10mg/kg. Pada kentang
ditemukan konsentrasi nitrit antara 2-60mg/kg dengan nilai rata-rata 19mg/kg
(Speijers, 2014). Beberapa daging kemasan yang mengandung nitrit menurut Hord,
2009 antara lain ham mengandung 89 mg per 100 g makanan, bacon mengandung 38
mg per 100 g makanan, dan hot dogs mengandung0,5 mg per 100 g makanan.
Sodium nitrit juga didapat dari hasil reduksi sodium nitrat. Saliva berperan dalam
mengubah nitrat yang dikonsumsi tubuh menjadi nitrit sehingga menambah asupan
nitrit tubuh. Selain itu, reduksi sodium nitrat menjadi sodium nitrit juga di perankan
oleh mikroorganisme (Gonzales,2012).
d. Regulasi Penggunaan Sodium Nitrit
Berkaitan dengan efek toksisitas dari nitrit, penggunaannya sebagai bahan
pengawet dibatasi sesuai dengan bahan yang di awetkan. The World Health
Organization (WHO) menetapkan intake nitrat yang aman sebesar 3,67 mg/kgBB dan
nitrit sebesar 0,13 mg/kgBB. Penggunaan sodium nitrit sebagai pengawet makanan
tidak boleh lebih dari200 mg/L. Selain itu, U.S. Environmental Protection Agency’s
EPA’S) merekomendasikan standar kontaminasi nitrit dalam air sebesar 10 mb/L
(Gehle,2013). Di indonesia, penggunaan senyawa nitrit sebagai pengawet makanan
diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia (PKBPOM) No.36 tahun 2013.
Tabel 1. Batas maksimum penggunaan sodium nitrit sebagai bahan pengawet menurut
PKBPOM nomor 36 tahun 2013
No.Kategori
Batas Maksimum
Kategori Pangan
Pangan
(mg/kg)
01.6
Keju dan keju analog
20
08.2
Produk olahan daging, daging unggas
dan daging hewan buruan, dalam
bentuk utuh atau potongan
30
08.3
Produk-produk olahan daging, daging
unggas dan daging hewan buruan yang
dihaluskan
30
e. Toksisitas Sodium Nitrit
Konsumsi sayuran dan daging kemasan merupakan sumber nitrit dalam tubuh.
dalam tubuh, nitrit dapat dibentuk melalui oksidasi nitrit oxide (NO) ataupun reduksi
nitrat (NO3-). Perubahan nitrit menjadi NO akan menyebabkan peningkatan ikatan
NO dengan hemoglobin. Hal ini menyebabkan saturasi oksigen-hemoglobin menurun
dan menyebabkan hipoksia jaringan (Lunberg, 2008). Jika hipoksia terjadi terus
menerus, akan menyebabkan perburukan fungsi mitokondria dan peningkatan
permeabilitas membran sel yang selanjutnya menyebabkan kerusakan morfologik
maupun kematian sel (Kumar, 2012).
Penurunan transport oksigen dapat menimbulkan manifestasi klinik jika
konsentrasi methemoglobin pada manusia mencapai 10% dari konsentrasi Hb normal
atau lebih. Kondisi ini disebut methemoglobinemia yang menyebabkan sianosis dan
jika lebih tinggi lagi dapat meyebabkan asfiksia (Gehle, 2013).
2.1.2. Hippocampus
a. Anatomi
Hippocampus merupakan suatu elevasi substansia grisea yang melengkung dan
terbentang diseluruh panjang dasar cornu inferior ventriculus latelaris. Ujung
anteriornya membesar untuk membentuk pes hippocampus. Struktur ini disebut
hippocampus karena pada potongan koronal berbentuk seperti kuda laut. Permukaan
ventrikular yang konveks diliputi oleh ependyma yang dibawahnya terdapat lapisan
tipis substansia alba yang disebut alveus. Alveus terdiri dari serabut-serabut saraf
yang berasal dari dalam hippocampus dan dibagian medialnya berkumpul membentuk
berkas yang disebut fimbria. Kemudian, fimbria akan berlanjut sebagai crus fornicis.
Hippocampus berakhir di posterior dibawah splenium corpus callosum (Snell, 2007).
Hippocampus mempunyai banyak sekali hubungan, tetapi kebanyakan tidak langsung
dengan sebagian besar korteks serebri seperti halnya dengan struktur-struktur basalis
sistem limbik (Guyton, 2008).
Gambar 1. Struktur hippocampus (http//:www.bristol.ac.uk/)
b. Fungsi Hippocampus
Hampir setiap jenis pengalaman sensorik menyebabkan aktivasi di beberapa
bagian hippocampus. Perangsangan dalam berbagai area dalam hippocampus hampir
selalu dapat menyebabkan salah satu dari berbagai pola perilaku, misalnya kepuasan,
rasa marah, ketidakpedulian, atau dorongan seks yang berlebihan. Hippocampus pada
mulanya merupakan bagian korteks olfaktorius. Pada banyak hewan tingkat rendah,
korteks tersebut sangat berperan dalam menentukan apakah hewan akan memakan
makanan tertentu, apakah bau dari benda tertentu menunjukan bahaya, atau apakah
bau ini menimbulkan minat seksual, jadi dalam membuat keputusan yang
berhubungan dengan hidup atau mati. Jika hippocampus memberikan sinyal bahwa
masukan neuron tertentu bersifat penting, kemungkinan besar informasi tersebut akan
disimpan menjadi ingatan. Jadi, seseorang dengan cepat menjadi terbiasa dengan
stimulus yang sama namun ia dengan tekun mempelajari setiap pengalaman sensorik
yang dapat menimbulkan rasa nyeri (Guyton, 2008).
2.1.3. Pegagan (Centella asiatica)
a. Taksonomi Pegagan menurut Orhan (2012)
1. Kingdom
: Eukaryota
2. Subkingdom
: Eembryophyta
3. Division
: Spermatophyta
4. Subdivision
: Angiospermae
5. Class
: Dicotyledoneae
6. Subclass
: Rosidae
7. Superorder
: Aralianae
8. Order
: Araliales (Umbelliflorae)
9. Family
: Apiaceae (Umbelliferae)
10. Subfamily
: hydrocotyle
11. Genus
: Centella
12. Species
: asiatica
b. Morfologi
Gambar 2. (a) Tumbuhan Pegagan (Centella asiatica)
(b) Daun pegagan. (KBPOM, 2013)
Pegagan atau Centella asiatica merupakan tanaman herbal yang tumbuh di daerah
tropis dan berbunga sepanjang tahun. Daun berwarna hijau berbentuk seperti ginjal
manusia, batangnya lunak dan beruas, menjalar hingga mencapai satu meter. Pada
tiap ruas tumbuh akar dan daun dengan panjang tangkai daun sekitar 5-15 cm dan
akar berwarna putih (Kristina, 2009). Tangkai bunga pegagan tersusun seperti
payung, berwarna putih sampai merah muda atau agak kemerahan. Jumlah tangkai
bunga antara 1-5. Bentuk bunga bundar lonjong, cekung dan runcing ke ujung dengan
ukuran sangat kecil. Kelopak bunga tidak bercuping, serta tajuk bunga berbentuk
bulat telur dan meruncing ke ujung (Winarto,2003).
Buah pegagan berukuran kecil memiliki panjang 2-2,5 mm, lebar 7 mm. Buah
pegagan berbentuk lonjong atau pipih, berwarna kuning, berlekuk dua, kulitnya keras,
berdinding tebal, menggantung, dan pahit rasanya. Selain itu, akar pegagan rimpang
dengan banyak stolon (akar berbentuk rumpun), berkelompok dan lama-kelamaan
meluas hingga menutupi tanah, merayap, dan berbuku-buku. Akar berwarna agak
kemerah-merahan dan perkembangbiakan pegagan bisa dari stolon dan bisa pula
dengan biji (Joshi, 2013).
c. Penyebaran
Centella asiatica terdapat dimana-mana. Tumbuhan ini tumbuh berlimpah di
daerah basah, lembab, dan rawa-rawa di banyak bagian di dunia seperti Afrika,
Australia, Japan, Venezuela, Columbia, dan Amerika Selatan bagian timur. Pada
Daerah Himalaya, centella asiatica tumbuh pada ketinggian 700 meter diatas
permukaan laut. Selain itu, Centella asiatica juga dapat tumbuh dengan baik pada
daerah berpasir dan tanah liat dengan kaya humus dan zat-zat organik lainnya.
Centella asiatica (pegagan) telah digunakan sebagai obat herbal beberapa ribu tahun
lalu di India, China, Srilanka, Nepal, dan Madagaskar. Centella asiatica merupakan
obat herbal untuk mengobati masalah kulit, penyembuhan luka, revitalisasi nervus
dan sel otak, sehingga dikenal sebagai brain food di India. (Winarto, 2003; Joshi,
2013).
d. Kandungan
Menurut Winarto (2003) pegagan memiliki kandungan yang bermanfaat bagi
manusia. Kandungan kimia yang sudah diketahui pada pegagan antara lain
asiaticoside, thankunside, isothankunside, madecassoside, brahmaside, brahmic acid,
modasiatic acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe,
vellarine, tannin, mucilago, resin, pektin, gula, protein, fosfor, dan vitamin B.
Kandungan kimia yang memiliki kandungan yang cukup besar dalam Centella
asiatica yaitu terpenoid dan flavonoid (Orhan, 2012). Menurut Roy (2013) ada dua
golongan zat biokimia yang merupakan konstituen utama pegagan yaitu terpenoid
dan phenol.
Tabel 2. Golongan bioaktif pegagan yang berpengaruh (Roy, 2013)
Golongan
Konstituen
Phenol
Flavonoid; kaemferol, kaemferol-3-o-B-d-glukorinid,
castilliferol, kuersetin, kastillisetin, apigenin, rutin,
luteolin, naringin
Phenylpropanoid; Asam rosmarinik, asam klorogenik
Tannin; Tannin dan flobatamin
Terpenoid
Triterpen; asiatikosid, madeccassoside, centelloside,
bramoside, asam asiatisentoik, asam sentellik, asam
medekasik, asam terminolik, asam terminolik dan
asam betullik
Dari sekian banyak konstituen tersebut terdapat bahan aktif yang dapat dijadikan
biomarker kualitas pegagan karena fungsinya yang dominan. Konstituen tersebut
adalah asam asiatik, asam madekasik, asam asiatikosida, dan medecassioside (Roy et
al., 2013).
e. Manfaat
Flavonoid dan metabolitnya dapat berperan sebagai antioksidan langsung atau
modulator enzim yang membatasi pembentukan ROS. Flavonoid dapat melindungi
otak dari jejas yang diinduksi oleh neurotoksin dan menekan neuroinflamasi serta
berpotensi meningkatkan memori (fungsi kognitif dan pembelajaran) dalam penyakit
neurodegeneratif. Hal tersebut berkaitan dengan mekanisme kerja flavonoid yang
memodulasi protein kinase dan kaskade sinyal lipid kinase, seperti P13 kinase,
protein kinase C dan mitogen activated-protein (MAP) kinase sehingga terjadi
perubahan ekspresi gen dan aktivitas kaspase. Penghambatan terhadap aktivasi
kaspase menyebabkan flavonoid mampu menghambat kerusakan sel saraf yang
diinduksi oleh stress oksidatif. Dalam mencegah neuroinflamasi, flavonoid menekan
ekspresi COX-2 dan iNOS, produksi NO, pelepasan sitokin, aktivasi NADPH
oksidase dan pembentukan ROS. Selain berfungsi sebagai antioksidan dan
antiinflamasi, flavonoid meningkatkan fungsi endotelial dan aliran darah perifer
sehingga meningkatkan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF). Sel saraf yang
baru terbentuk tersebut akan memiliki hubungan antar sinaps yang efektif sehingga
meningkatkan fungsi memori (Halim et al, 2013).
Tabel 3. Golongan bioaktif pegagan dan fungsinya (Roy, 2013)
Nama Senyawa
Aktivitas biologi
Asam Asiatik
Membantu generasi neuroglia, stimulasi
granulasi,
penyembuhan
luka,
meningkatkan fungsi belajar dan
memori, anti inflamasi, anti apoptosis.
Asiaticoside
Bahan aktif anti Inflamasi, antioksidan,
penyemuhan
luka,
mengurangi
pembentukan sakar, zat neuroprotektif,
meningkatkan biosintesis kolagen.
Asam Madekassik
Menginduksi perubahan ekspresi gen
sebagai antioksidan.
Madekkassoside
Mengubah induksi gen, melindungi sel
endotel dari jejas karena reaksi
oksidasi.
2.1.4. Apoptosis Sel
a. Deskripsi
Apoptosis sel adalah suatu mekanisme kematian sel yang terprogram. Apoptosis
menyebabkan fragmentasi DNA, penyusutan sitoplasma, perubahan membran, dan
akhirnya terjadi proses lisis sel tanpa merusak sel di sekitarnya (Khattoti et al, 2011).
Proses apoptosis terjadi melalui dua jalur yaitu jalur instrinsik dan jalur ekstrinsik.
Jalur instrinsik adalah jalur mediasi non reseptor dan mekanismenya melalui peran
mitokondria. Stimulus apoptosis akan menyebabkan inaktivasi dari antiapoptosis dan
aktivasi dari proapoptosis, selanjutnya proapoptosis akan menyebabkan keluarnya
cytochrome c dari mitokondria dan menginduksi terjadinya apoptosis. Induksi
terjadinya apoptosis diawali dengan pengaktifan apalf (apoptotic protease activating
factor-1) oleh cytochrome c yang selanjutnya akan membentuk apoptosome dan
mengaktifkan caspase 9. Akhir dari proses ini adalah aktivasi caspase 3 atau caspase
7 oleh caspase 9 dan menghasilkan kematian sel (Khattoti et al, 2011).
Aktifasi apoptosis sel melaluai jalur ekstrinsik salah satunya diinisiasi oleh
reseptor transmembran. Contoh reseptor tersebut adalah FasL / FasL, TNF-α /
TNFR1, Apo3L / DR3, Apo2L / DR4, dan Apo2L / DR5. Fungsi utama dari reseptorreseptor tersebut adalah untuk mengirimkan sinyal kematian eksternal dari
permukaan sel ke jalur sinyal intraseluler. Selanjutnya terjadi interaksi antara FASassociated death domain (FADD) dengan pro-caspase 8 yang menyebabkan
terjadinya pembentukan death-inducing signaling complex (DISC). DISC akan
mengkatifkan pro-caspase 8 menjadi caspase 8. Selanjutnya caspase 8 akan
menginduksi terjadi proses apoptosis.
Gambar 3. Jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik dalam proses apoptosis sel. (Khattouti
et al, 2011).
Caspase adalah sebutan dari cysteine yang berfungsi sebagai protease dan
aspartic acid yang berfungsi sebagai pemecah protein target. Caspase mempunyai
beberapa jenis dan fungsi. Caspase yang berperan dalam proses inflmasi adalah
caspase 1 (ICE), 4, dan 5. Caspase yang berperan dalam proses apoptosis dibagi
menjadi dua yaitu proses inisiasi caspase (caspase 2,8,9,10) dan proses eksekusi
caspase (caspase 3,6,7) (Albert B, 2008).
b. Peran protein bax dalam proses apoptosis
Protein bax merupakan protein pro apoptosis. Protein bax terdapat pada semua sel
yang mengalami apoptosis dan bertanggungjawab dalam pembentukan mitochondrial
outer membrane permeabilization (MOMP). MOMP yang dibentuk oleh protein bax
menyebabkan cythocrome c keluar dari mitokondria dan menginduksi apoptosis
(Albert B, 2008).
Menurut Colleen M. Snyder
and Navdeep S. Chandel tahun 2009, proses
apotosis tidak terlepas dari peran bcl-2. Bcl-2 terbagi atas tiga jenis menurut
fungsinya seperti yang tertera pada gambar 4.
Gambar 4. Jenis protein BCL-2 Colleen M. Snyder . Navdeep S. Chandel (2009)
2.2. Kerangka Teori
Sodium nitrit
Merubah Hb menjadi
Met-Hb
Hipoksia sel-sel Hippocampus
ATP di membran sel
neuron
Protein antiapoptosis bcl2 terhambat
Aktivasi protein bax
Permeabilitas membran
mitokondria
ATP di mitokondria
neuron
Ekstrak
Centella
asitica yang
mengandung
flavonoid
dan
terpenoid
Pelepasan citokrom c
Aktifasi caspase
Radikal bebas
Apoptosis
sel-sel neuron pyramadal
hippocampus
2.3. Kerangka Konsep
Ekstrak ethanol
Centella asiatica
Ekspresi bax pada neuron CA1
Hippocampus
2.4. Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Pemberian ekstrak ethanol daun pegagan (Centalla asiatica) menurunkan ekspresi
bax pada neuron pyramidal CA1 hippocampus tikus (Rattus norvegicus) yang
diinduksi dengan Sodium Nitrit sub akut.
Download