1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjelang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjelang akhir abad XX dan dalam abad XXI ini teknologi informasi dan
komunikasi berkembang begitu cepat dan maju sehingga berbagai informasi,
termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat diperoleh dengan cepat dalam
berbagai tampilan elektronik. Teknologi informasi dan komunikasi juga dimanfaatkan
untuk keperluan pendidikan mulai dari belajar berbantuan komputer sampai berbasis
komputer. Akan tetapi, media elektronik berbasis teknologi informasi dan komunikasi
itu tidak dapat sepenuhnya menggantikan media cetak dalam proses pembelajaran.
Buku masih diperlukan sebagai sumber utama di samping guru.
Buku mengandung informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui apa
yang terjadi pada masa lalu, masa sekarang, dan kemungkinan masa yang akan
datang sehingga memperluas wawasan pembacanya serta menjadi sumber inspirasi.
Dalam interaksi belajar-mengajar tidak hanya diperlukan seorang pengajar dan
peserta didik, melainkan juga diperlukan sebuah alat pembelajaran. Salah satunya
adalah buku teks. Buku teks memegang peranan penting dalam pengajaran yang
dapat memperlancar aktivitas siswa dalam pembelajaran, baik di dalam kelas maupun
di luar kelas. Oleh karena meningkatnya kecenderungan memperoleh informasi
melalui media elektronik di semua bidang, disamping bentuk tulisan, buku pun sudah
2
ditampilkan secara elektronik (electronic book). Oleh karena itu sejak tahun 2008 di
Indonesia buku teks pelajaran ditampilkan dalam buku cetakan dan Buku Sekolah
Elektronik (BSE).
Dari sudut pandang kebijakan pendidikan, diungkapkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa buku
teks pelajaran termasuk ke dalam sarana pendidikan yang perlu diatur standar
mutunya, sebagaimana juga standar mutu pendidikan lainnya, yaitu standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan. Pasal 43 peraturan ini menyebutkan bahwa kepemilikan buku
teks pelajaran harus mencapai rasio 1:1, atau satu buku teks pelajaran diperuntukkan
bagi seorang siswa. Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus
memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan
keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional. Kelayakan ini ditentukan oleh
penilaian yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri. Kebijakan buku teks pelajaran sebagaimana tertuang
di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas)
Nomor 11 Tahun 2005 mengatur tentang fungsi, pemilihan, masa pakai, kepemilikan,
pengadaan, dan pengawasan pengunaan buku teks pelajaran.
3
Buku teks pelajaran hendaknya mampu menyajikan bahan ajar yang baik dan
benar. Di sini dapat dilihat apakah penggunaan bahasanya wajar, menarik, dan sesuai
dengan perkembangan siswa atau tidak. Aspek keterbacaan terkait dengan tingkat
kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi siswa sesuai
dengan jenjang pendidikannya, hal-hal yang berhubungan dengan kemudahan
membaca bentuk tulisan, lebar spasi dan aspek-aspek grafika lainnya, seperti tata
letak, jenis dan bentuk huruf, penggunaan warna, dan ilustrasi yang dipergunakan.
Menurut Sitepu (2012) isi buku teks pelajaran merupakan penjabaran lebih terperinci
dari sebuah kurikulum pendidikan. Komponen-komponen dalam kurikulum, seperti
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, dan materi
pokok harus terlihat secara jelas dalam buku teks pelajaran. Kesesuaian buku teks
pelajaran sebagai sumber belajar pokok dalam proses pembelajaran bergantung pada
sejauh mana buku itu dapat memenuhi tuntutan kurikulum dalam pencapaian
kompetensi, kesesuaian bahan pelajaran dan metode penyajiannya. Semakin baik
kualitas buku teks, maka semakin sempurna pengajaran mata pelajaran yang
ditunjang oleh buku teks tersebut.
Pada dasarnya, buku pelajaran yang baik adalah buku yang berfungsi sebagai
alat pembelajaran yang efektif. Buku teks yang baik adalah buku pelajaran yang dapat
membantu siswa belajar. Buku teks bukan hanya merupakan buku yang dibuka atau
yang dibaca saat pembelajaran di kelas, melainkan -dan inilah yang terpenting- buku
yang dibaca setiap saat. Buku teks memiliki peranan yang penting bagi guru dan
4
siswa selain sebagai bahan acuan pembelajaran dan sebagai sarana untuk membantu
siswa belajar, juga buku teks membantu siswa untuk memahami materi yang akan
mereka pelajari dengan membaca dan memahaminya. Buku teks yang baik haruslah
memiliki kelayakan untuk dijadikan sumber belajar, yaitu menarik dan mampu
merangsang minat siswa untuk mempelajarinya. Agar harapan tersebut menjadi
kenyataan, buku harus menarik, terutama dari segi bahasa dan isinya dan berdampak
pada kemampuan berpikir, berbuat dan bersikap.
Pada bulan Juli 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah
menerapkan kurikulum baru pada pendidikan di Indonesia yang disebut dengan
Kurikulum 2013. Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan
insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap
(tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang
terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad ke21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran.
Inilah yang diantisipasi pada Kurikulum 2013.
Pelaksanaan penerapan Kurikulum 2013 dilakukan secara bertahap dan terbatas
yang bergantung pada klasifikasi sekolah. Untuk tahun 2013 terdapat 6.959 sekolah
yang dijadikan pilot project pada 33 provinsi di Indonesia yang terdiri dari 2.862 SD,
1.534 SMP/MTs, 1.424 SMA dan 1.139 SMK (kurikulum.kemendikdub.go.id). Saat
ini, terhitung mulai tahun ajaran 2014/2015 Kurikulum 2013 diberlakukan serentak di
seluruh Indonesia.
5
Salah satu hal yang menarik dalam perubahan kurikulum ini adalah terkait
dengan penataan sistem perbukuan. Lazim berlaku selama ini, buku ditentukan oleh
penerbit, baik menyangkut isi maupun harga, sehingga beban berat dipikul peserta
didik dan orang tua. Namun, penataan sistem perbukuan dalam implementasi
Kurikulum 2013 dikelola oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan dan substansinya
diarahkan oleh tim pengarah dan pengembang kurikulum. Tujuannya agar isi dapat
dikendalikan dan kualitas lebih baik. Hal ini terbukti dengan penyediaan buku teks
yang dibuat dalam bentuk cetak maupun berupa BSE, yang dapat diunduh pada laman
digital Kemendikbud, sehingga guru dan siswa dapat mencetak ataupun
menggandakannya sendiri.
Berkaitan dengan buku teks pelajaran, kualitas buku pelajaran dan adanya
peraturan baru mengenai implementasi kurikulum di Indonesia, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kualitas buku teks yang disediakan oleh pemerintah
(baca: BSE). BSE merupakan buku yang telah dinilai kelayakannya oleh tim BSNP
yang terdiri atas ahli bidang studi (dosen universitas nonkependidikan), ahli
pembelajaran (dosen pendidikan bidang studi dari universitas kependidikan), guru
mata pelajaran berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman mengajarkan pelajaran
dalam lima tahun terakhir, dan ahli grafika. Tim penilaian itu menilai buku dari empat
komponen, yaitu: kelayakan isi, kebahasaan, penyajian dan kegrafikan. Namun,
berdasarkan analisis awal, khususnya pada buku bahasa Inggris, berdasarkan isinya,
menunjukkan adanya materi yang tidak diintegrasikan dengan empat keterampilan
6
berbahasa, kurangnya instruksi dalam pemanfaatan media bantu mengajar seperti
kaset, film, dan sebagainya, gambar yang tidak berfungsi untuk menambah
pemahaman
dan
kurangnya
penekanan
pada
aspek-aspek
linguistik
pada
pembelajaran bahasa, seperti aspek pelafalan, aspek kosa kata, aspek membaca, dan
aspek menulis. Oleh sebab itu penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana
kualitas buku teks bahasa Inggris yang beredar tersebut dibuat berdasarkan aspekaspek evaluasi penilaian yang telah disusun mengenai kelayakan sebuah buku teks
menurut teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini. Keterkaitan sebuah buku teks
terhadap teori belajar-mengajar juga dapat membantu dalam mengembangkan bahan
pelajaran sehingga tujuan buku teks sebagai salah satu sumber belajar dapat tercapai.
Karenanya, menganalisis buku teks adalah salah satu cara yang baik dilakukan agar
dapat diketahui sejauh mana kualitas buku teks yang dipakai pada kegiatan belajar
mengajar dan kesalahan-kesalahan yang telah dibuat untuk ditinjau kembali.
Selanjutnya, penelitian ini akan difokuskan pada BSE bahasa Inggris SMP/MTs
milik pemerintah berjudul “When English Rings the Bell” yang selanjutnya disingkat
menjadi WERtB. Dalam Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar (SD)/MI, mata
pelajaran bahasa Inggris dikategorikan dalam kelompok mata pelajaran muatan lokal
sehingga tidak dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum. Sedangkan untuk jenjang
SMP/MTs, SMA/MA dan SMK mata pelajaran bahasa Inggris adalah mata pelajaran
wajib. Oleh karena itu, penelitian ini akan ditujukan pada siswa SMP/MTs yang telah
mendapatkan pengenalan untuk mempelajari bahasa Inggris sebagai mata pelajaran
7
wajib.
Sehubungan
dengan
peluncurunan
Kurikulum
2013
yang
baru
diimplementasikan pada sebagian sekolah di bulan Juli 2013, penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi kualitas konten buku yang beredar dan digunakan pada
pengeimplementasian Kurikulum 2013 ini yang tertuju pada tingkatan SMP/MTs
yang sudah menggunakan buku teks BSE Kurikulum 2013 yakni pada kelas VII
sebagai pembelajar bahasa Inggris tingkat dasar.
Secara teoritis kajian dalam penelitian ini memiliki objek materi yang dapat
digolongkan dalam penelitian cabang linguistik terapan1. Linguistik terapan
merupakan salah satu cabang linguistik yang menghubungkan bahasa dengan
pendidikan (belajar-mengajar). Penelitian tentang buku teks sebagai salah satu unsur
penting dalam pembelajaran bahasa, merupakan bagian dari linguistik terapan. Oleh
karenanya, dalam sudut pandang linguistik terapan, penelitian ini akan menilik lebih
jauh mengenai kualitas dari buku-buku teks bahasa Inggris yang digunakan di
sekolah dalam mempelajari bahasa Inggris dalam lingkungan formalnya dengan
melakukan evaluasi terhadap konten dari buku teks tersebut dan disesuaikan dengan
prinsip-pinsip pembelajaran bahasa kedua. Penelitian-penelitian linguistik dalam
buku teks semestinya menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal ini bertujuan untuk
merumuskan penggunaan bahasa yang tepat serta penerapan pembelajaran bahasa
yang baik bagi referensi penulisan buku teks kedepannya.
1
Linguistik terapan adalah cabang linguistik yang mempelajari penerapan teori linguistik untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk
kepentingan pengajaran bahasa, penerjemahan, dan sebagainya. (Nurhadi, 1995:24)
8
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan uraian tentang masalah-masalah yang dipecahkan
melalui penelitian (Mahsun, 2007: 40). Berdasarkan latar belakang masalah di atas
maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah dalam
penelitian ini.
(1) Bagaimanakah penggunaan bahasa dan isi Buku Sekolah Elektronik bahasa
Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell?
(2) Bagaimanakah efektivitas aspek-aspek linguistik yang digunakan pada Buku
Sekolah Elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings
the Bell?
(3) Bagaimanakah pertimbangan penyusunan Buku Sekolah Elektronik bahasa
Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell terhadap prinsip
belajar bahasa kedua?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
(1) Mendeskripsikan penggunaan bahasa dan isi BSE bahasa Inggris kelas VII
SMP/MTs WERtB,
(2) Mendeskripsikan keefektifan aspek-aspek linguistik yang digunakan pada
BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs WERtB,
(3) Untuk mengetahui keterkaitan penyusunan BSE bahasa Inggris kelas VII
SMP/MTs WERtB dengan pertimbangan prinsip belajar bahasa kedua.
9
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
khasanah keilmuan di bidang pendidikan maupun linguistik, khususnya kajian
tentang analisis buku, bahwa aspek-aspek linguistik dapat menjadi rujukan dalam
penulisan buku teks pelajaran bahasa Inggris, terutama melalui bidang ilmu linguistik
terapan. Selain itu, secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai: (i) pedoman
bagi penulis untuk membuat buku teks bahasa Inggris yang berkualitas, dan (ii) bahan
masukan bagi editor, pendidik, dan orang tua mengenai BSE bahasa Inggris kelas VII
SMP/MTs WERtB.
1.5 Tinjauan Pustaka
Pengkajian mengenai analisis buku teks pelajaran telah banyak dilakukan,
khususnya pada objek buku teks bahasa Inggris. Berikut penelitian-penelitian yang
menjadi tinjauan khusus dalam penelitian ini.
Yuliyanti (2011) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Perbandingan
Kualitas Buku Teks BSE Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTS Kelas VII Karya Ratna
Susanti, Atikah Anindyarini-Sri Ningsih, dan Maryati-Sutopo: Kajian Isi,
Penyajian,dan Bahasa” membahas mengenai perbandingan tiap-tiap buku terhadap
(1) kualitas kelayakan isi, (2) kelayakan penyajian, (3) kelayakan bahasa, dan (4)
10
perbandingan Buku Sekolah Elektronik (BSE) bahasa Indonesia SMP/MTs kelas VII
karya Ratna Susanti, Atikah Anindyarini-Sri Ningsih, dan Maryati-Sutopo. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kelayakan isi BSE bahasa Indonesia kelas VII
karya Ratna Susanti sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 93,4%, BSE
bahasa Indonesia kelas VII karya Atikah Anindyarini-Sri Ningsih sudah sangat baik
dengan rata-rata persentase 79,4%, sedangkan untuk BSE bahasa Indonesia kelas VII
karya Maryati-Sutopo juga sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 85,5%.
Kelayakan pola penyajian BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Ratna Susanti sudah
sangat baik dengan rata-rata persentase 80,4%, BSE bahasa Indonesia kelas VII karya
Atikah Anindyarini-Sri Ningsih sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 76,8%,
sedangkan untuk BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Maryati-Sutopo juga sudah
baik dengan rata-rata persentase 75%. Kelayakan bahasa BSE bahasa Indonesia kelas
VII karya Ratna Susanti sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 98%, BSE
bahasa Indonesia kelas VII karya Atikah Anindyarini-Sri Ningsih sudah sangat baik
dengan rata-rata persentase 90,3%, sedangkan untuk BSE bahasa Indonesia kelas VII
karya Maryati-Sutopo juga sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 94,5%.
Hasil penelitian tersebut menghasilkan ketiga BSE tersebut yang paling baik adalah
karya Ratna Susanti, kemudian Atikah Anindyarini-Sri Ningsih, dan yang terakhir
Maryati-Sutopo. Berdasarkan analisis tersebut, kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah ketiga BSE bahasa Indonesia untuk SMP/MTs kelas VII tersebut
sudah layak dan dapat digunakan sebagai pedoman pembelajaran bagi guru dengan
rata-rata penilaian kurang lebih 90%.
11
Penelitian lain yang juga menjadi salah satu rujukan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Sukriawati (2008) dalam disertasinya yang berjudul
“Kualitas Buku Teks Bahasa Inggris Sekolah Menengah Atas yang digunakan di Kota
Malang” yang menganalisis mengenai kualitas buku teks bahasa Inggris yang
digunakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) di Kota
Malang. Adapun tujuan dari penelitian ini menggambarkan dan menemukan seberapa
jauh buku teks tersebut memenuhi kriteria buku teks yang baik dalam hal kesesuaian
dengan Standar Isi Nasional 2006, kualitas komponen bahasa dan ketrampilan
bahasa, aspek komunikasi, gradasi dan urutan, keontentikan teks bacaan dan dialog,
bahan latihan, masalah teknis dan keterwacaan teks bacaan. Berdasarkan ciri-ciri
data, pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.
Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah buku teks bahasa Inggris
“Interactive English Learning for SMA/MA” Kelas X, diterbitkan oleh Dinas
Pendidikan Kota Malang, tahun 2006 (edisi pertama). Buku ini dipilih karena buku
ini dibagikan oleh Dinas Pendidikan Kota Malang ke Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan Madrasah Aliyah (MA) di Kota Malang sehingga merupakan buku yang harus
digunakan dalam proses belajar mengajar. Kriteria-kriteria buku teks bahasa Inggris
yang baik diambil dari Departemen Pendidikan Nasional (2005) dan pendapat
beberapa ahli yaitu; Cunningsworth (1995), Robinett, (1978), Nunan (1988),
Hutchinson (1987), Grant (1991), Ur (1996), dan Fry (1988). Peneliti sebagai
evaluator pertama, evaluator pendamping sebagai evaluator kedua dan ketiga. Ketiga
evaluator adalah guru Sekolah Menengah Atas di Malang yang menggunakan buku
12
tersebut untuk mengajar disekolahnya. Setelah buku dievaluasi oleh ketiga evaluator,
ditemukan bahwa buku teks bahasa Inggris tersebut dikategorikan “sangat
baik” dalam hal kualitas komponen bahasa dan ketrampilan bahasa, aspek
komunikasi dan gradasi dan urutan; “sedang” dalam hal keontentikan teks bacaan dan
dialog dan masalah teknis; “kurang” dalam hal kesesuaian dengan Standar Isi
Nasional 2006; dan “sangat kurang” dalam hal bahan latihan dan keterwacaan dari
teks bacaan. Berdasarkan penemuan tersebut disimpulkan bahwa buku teks bahasa
Inggris secara keseluruhan di kategorikan “sedang”. Buku tersebut mempunyai
kekuatan dalam hal kualitas komponen bahasa dan ketrampilan bahasa, aspek
komunikasi dan gradasi dan urutan. Disisi lain, buku teks tersebut mempunyai
beberapa kelemahan dalam hal keontentikan teks bacaan dan dialog, masalah teknis,
kesesuaian dengan Standar Isi Nasional 2006 (standar minimum Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan), bahan latihan dan keterwacaan dari teks bacaan.
Kedua penelitian yang telah disebutkan di atas merupakan bagian dari banyak
penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis buku teks pelajaran. Kedua
penelitian tersebut juga memiliki unsur kesamaan yaitu membahas mengenai kualitas
kelayakan sebuah buku teks dilihat melalui analisis konten buku tersebut baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian yang akan dikembangkan kali ini,
terdapat pula unsur kesamaan yang dilakukan peneliti pada pengkajian analisis
terhadap kualitas konten buku-buku teks yang akan dikaji, hanya saja kali ini dengan
objek material yang berbeda, yakni buku teks bahasa Inggris BSE dan buku teks non-
13
BSE Kurikulum 2013. Selain itu teori kualitas buku yang digunakan adalah
berdasarkan rubrik evaluasi yang diberikan oleh Wilga M. Rivers (1981).
1.6 Landasan Teori
1.6.1
Pengertian dan Kedudukan Buku Pelajaran
Di berbagai literatur asing, buku pelajaran diistilahkan dengan textbook.
Textbook mempunyai padanan kata buku pelajaran (Echols & Sadily, 2006:
584). Buku teks pelajaran menurut beberapa ahli adalah media pembelajaran
(instruksional) yang dominan peranannya di kelas; media penyampaian materi
kurikulum; dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1988;
Lockeed dan Verspoor, 1990; Altbach, 991; Buckingham dalam Harris, ed.,
1980). Secara lebih spesifik, Chambliss dan Calfee (1998) menjelaskan bahwa
buku teks adalah alat bantu siswa memahami dan belajar dari hal-hal yang
dibaca. Sedangkan Tarigan (2009) mendefinisikan:
“buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang
merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam
bidang itu buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang
diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan
mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu program
pengajaran.”
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa buku
teks merupakan alat bantu pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Kekuatan
buku pelajaran yang mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai yang
14
dikandung dalam buku teks tersebut adalah suatu asumsi agar buku pelajaran
harus disusun secara bermutu.
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005
dijelaskan bahwa buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan
di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan
keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis,
potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional
pendidikan.
Kedudukan buku teks pelajaran sangatlah penting, baik bagi siswa
maupun guru. Karena tingkat kepentingan itulah buku teks pelajaran haruslah
layak untuk dijadikan tempat beroleh pengalaman. Karena sudah dipersiapkan
dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks pelajaran itu memberikan
fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun
tentang caranya. Dengan demikian, penggunaan buku teks pelajaran oleh siswa
merupakan bagian dari budaya buku, yang menjadi salah satu tanda dari
masyarakat yang maju.
Melalui
kegiatan
membaca
buku,
seseorang
dapat
memperoleh
pengalaman tak langsung yang banyak sekali (Suryaman dan Utorodewo,
2006). Memang, dalam pendidikan merupakan hal yang berharga jika siswa
15
dapat mengalami sesuatu secara langsung. Akan tetapi, banyak bagian dalam
pelajaran yang tidak dapat diperoleh dengan pengalaman langsung. Karena itu,
dalam belajar di sekolah, dan sesungguhnya juga, dalam kehidupan di luar
sekolah, mendapatkan pengalaman tidak langsung itu sangat penting. Menurut
Rusyana dan Suryaman (2004) kemajuan peradaban masa sekarang banyak
mendapat dukungan dari kegiatan membaca buku. Karena itulah, penyiapan
buku teks pelajaran patut dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Dipandang dari hasil belajar, buku teks pelajaran itu mempunyai peran
penting. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa buku pelajaran berperan
secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Dalam Laporan World Bank
(1995) mengenai Indonesia ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan
buku dan fasilitas lain berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Supriadi (1997) yang menyatakan bahwa tingkat
kepemilikan siswa akan buku berkorelasi positif dan bermakna dengan prestasi
belajar.
Dalam konteks yang lebih luas, buku teks pelajaran mengandung bahan
belajar yang dapat memberikan kemampuan kepada siswa sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan kurikulum serta merupakan tahapan dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, isi buku teks merupakan penjabaran atau uraian
dari materi pokok bahan belajar yang ditetapkan dalam kurikulum. Sitepu
(2012) berpendapat bahwa dilihat dari isi dan dan penyajiannya, buku teks
16
pelajaran berfungsi sebagai pedoman manual bagi siswa dalam belajar dan bagi
guru dalam membelajarkan untuk mata pelajaran tertentu. Oleh karena itu, buku
teks yang terstandar dapat dijadikan sebagai sarana atau sumber belajar untuk
meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan nasional.
1.6.2
Buku Sekolah Elektronik
Buku sekolah elektronik adalah produk dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia untuk menyediakan buku teks pelajaran yang bermutu
dan murah serta merangsang minat baca pendidik dan peserta didik.
Berdasarkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kementerian
Pendidikan
Nasional
Indonesia
kegiatan
pengadaan buku murah melalui Buku Sekolah Elektronik (BSE) bertujuan
untuk:
1. Menyediakan sumber belajar alternatif bagi siswa,
2. Merangsang siswa untuk berpikir kreatif dengan bantuan teknologi
informasi dan komunikasi,
3. Memberi peluang kebebasan untuk menggandakan, mencetak,
memfotocopy, mengalihmediakan, dan/atau memperdagangkan BSE
tanpa prosedur perijinan, dan bebas biaya royalti sesuai dengan
ketentuan yang diberlakukan Menteri,
17
4. Memberi peluang bisnis bagi siapa saja untuk menggandakan dan
memperdagangkan dengan proyeksi keuntungan 15% sesuai dengan
ketentuan yang diberlakukan Menteri.
Buku teks pelajaran murah / BSE ditujukan untuk peserta didik dan
seluruh masyarakat Indonesia. Buku ini dapat digandakan dan diperdagangkan
dengan ketentuan tidak melebihi Harga Ecer Tertinggi (HET) yang ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan Nasional dan memenuhi syarat serta ketentuan yang
berlaku. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No.2 Tahun 2008 tentang Buku.
1.6.3
Buku Teks Sebagai Alat Bantu Belajar
Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah sumber belajar.
Nurhadi (1995: 107) medefinisikan sumber belajar adalah daya yang bisa
dimanfaatkan guna kepentingan belajar mengajar, baik secara langsung,
sebagian atau secara keseluruhan. Seorang pelajar memerlukan buku yang
berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran dengan buku teks pelajaran merupakan dua hal yang saling
melengkapi (Suryaman, 2006). Pembelajaran akan berlangsung secara efektif
manakala dilengkapi dengan media pembelajaran, yakni berupa buku teks
pelajaran. Buku teks pelajaran dapat disusun serta digunakan dengan baik jika
18
memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran
tersangkut masalah siswa, guru, materi bahan ajar, cara penyajian bahan ajar,
serta latihan. Komponen ini harus tercermin di dalam buku teks pelajaran. Buku
teks pelajaran harus berisi pula hasil pengolahan atas komponen-komponen
tersebut dalam satu kesatuan yang padu sehingga materi bahan ajar, cara
penyajian materi bahan ajar, dan latihan materi bahan ajar dapat dengan mudah
dipahami dan dipraktikkan, baik oleh siswa maupun guru.
Alasan lain bagi penggunaan buku teks dalam belajar adalah sebagai
berikut:
1. Buku teks merupakan kerangka kerja yang mengatur dan
menjadwalkan waktu kegiatan program pengajaran;
2. Di mata siswa, tidak ada buku teks berarti tidak ada tujuan;
3. Tanpa buku teks, siswa mengira bahwa mereka tidak ditangani
secara serius;
4. Dalam banyak situasi, buku teks dapat berperan sebagai silabus;
5. Buku teks menyediakan teks pengajaran dan tugas pembelajaran
yang siap pakai;
6. Buku teks merupakan cara yang paling mudah untuk
menyediakan bahan pembelajaran;
7. Siswa tidak mempunyai fokus yang jelas tanpa adanya buku teks
dan ketergantungan pada guru menjadi tinggi;
8. Bagi guru baru yang kurang berpengalaman, buku teks berarti
keamanan, petunjuk dan bantuan (Ansary 2002: 2).
Ada tiga pendekatan dalam penulisan buku teks, yaitu a) pendekatan
kurikuler yang mengacu pada kurikulum; b) pendekatan kebahasaan yang
mengacu kepada status atau kedudukan suatu bahasa; dan c) pendekatan
pembelajaran yang mengacu kepada teori-teori psikologi dan perkembangan
kejiwaan anak yang kemudian dikenal dengan psikolinguistik, yang terkait erat
19
dengan pembelajaran bahasa dan dapat mendukung keberhasilan belajar
(Mudzakir: 2012)
1.6.4
Kriteria Evaluasi Buku Teks
Kriteria evaluasi adalah norma-norma yang harus dipenuhi sebuah buku
pelajaran. Norma ini berupa perangkat ketentuan syarat pedagogis pada buku
teks tersebut. Pada hakikatnya, prosedur analisis aspek pedagogis mengacu
pada nilai aspek metodologis sebuah buku pelajaran. Oleh karenanya,
pertimbangan analisis tersebut lalu diarahkan pada pemenuhan sebuah buku
pelajaran pada kriterianya yang selanjutnya digunakan untuk memutuskan
apakah buku tersebut memenuhi syarat pedagogis atau tidak.
Secara garis besar Kizilirmak (1991) telah menyarankan prosedur
teknis analisis dan evaluasi sebuah buku pelajaran yang meliputi:
1. Analisis kebutuhan belajar siswa,
2. Menentukan tujuan khusus,
3. Menerapkan kriteria evaluasi,
4. Menentukan skor mentah, rata-rata, dan gambaran profil,
5. Menggambarkan dan membandingkan dengan profil ideal,
6. Menentukan keputusan: memakai atau tidak, dan
7. Melangkah pada sikap selanjutnya, yaitu: mengubah, menambah,
mengadaptasi, atau mengganti.
20
dapat kita simpulkan, prosedur diatas merupakan langkah praktis dan
sederhana yang bisa dijadikan acuan bagi para praktisi pengajaran dalam
menentukan penggunaan buku teks pelajaran yang baik dan berkualitas.
Dalam hal kriteria evaluasi terdapat beberapa ahli yang telah
memberikan kriteria buku teks yang berkualitas, antara lain Serap Kizilirmak
(1991), C. Allen Tucker (1978), Ann Hilferty (1978), dan Milliam Francis
Mackey (1981). Menurut Kizilirmak kriteria analisis kualitas buku buku
pelajaran meliputi empat belas kriteria utama yang penggambaran profilnya
tidak jauh berbeda dengan yang disarankan Tucker, yaitu: (1) kriteria lafal, (2)
kriteria tata bahasa, (3) kriteria isi, dan (4) kriteria umum (Tucker, 1978:220229).
Sementara
Hilferty
menyarankan
delapan
dipertimbangkan dalam memilih buku, yaitu:
aspek
yang
perlu
(1) pemahaman pengarang
terhadap siswa, (2) pemahaman pengarang terhadap tujuan umum, (3)
pemahaman pengarang terhadap tujuan khusus, (4) pemahaman pengarang
tentang kondisi situasi belajar, (5) pemahaman pengarang tentang prosedur
belajar, (6) kesesuaian dengan kalender pendidikan, (7) kesesuaian dengan
anggaran, dan (8) prosedur memilih dan menyesuaikan bahan (Hilferty,
1978:195-205). Berbeda dengan Hilferty, Mackey mensistematisasikan model
analisis dengan mendasar pada aspek seleksi, gradasi, presentasi, dan repetisi
(Mackey, 1989:159-225).
21
Dari beberapa pedapat ahli tersebut perangkat kriteria analisis yang
disarankan diperuntukkan bagi praktisi pengajar bahasa. Namun, masingmasing model analisis tersebut cenderung disederhanakan, baik dalam jumlah
aspek kriteria maupun sistem penilaiannya. Oleh karena itu, untuk kepentingan
analisis yang teliti dan lebih mendalam, penelitian ini menggunakan kriteria
yang lebih komprehensif yang diajukan oleh Wilga M. Rivers (1981) untuk
menganalisis kualitas buku teks pelajaran, terutama dalam pengajaran bahasa.
Adapun kriteria-kriteria tersebut dibagi dalam beberapa poin evaluasi, yakni:
1. Kesesuaian dengan situasi pemakai, yang meliputi: tujuan penulisan
buku, tingkatan dalam penyusunan buku, model kelas siswa, intensitas
waktu dalam penyajian materi, tempo penyajian buku, dan
penyesuaian kepadatan materi dan waktu,
2. Kesesuaian dengan guru dan siswa, yang meliputi: landasan
metodologi yang dipakai, banyaknya bahan yang digunakan sebagai
latihan dan materi buku, pengintegrasian alat-alat seperti: kaset, film,
slide, atau gambar-gambar, kemampuan siswa mengikuti bahan dalam
buku, penggunaan buku tambahan, bantuan untuk perkembangan
inisiatif, kemandirian dan kreativitas siswa, serta susunan daftar isi,
3. Bahasa dan isi, yang meliputi: penggunaan bahasa, tema dialog dalam
teks, teks bacaan yang dipakai, materi buku yang menggambarkan
22
situasi budaya yang aktual dan nyata baik penutur ataupun pembelajar
bahasanya, pembedaan antara seks, ras, agama dan sebagainya secara
implisit dan eksplisit,
4. Aspek linguistik dan pengorganisasian materi buku, yang meliputi:
aspek pelafalan, pembedaan antara bahasa pertama dengan bahasa
target, keterkaitan pada aspek pelafalan, aspek tekanan, intonasi dan
juncture, aspek tata bahasa, aspek latihan, desain penyusunan bagian
latihan, aspek membaca, peletakkan bagian kegiatan membaca,
penggunan teks membaca yang membantu mempertinggi kemampuan
membaca siswa, tema dalam teks membaca, aspek kosa kata, penyajian
kosa kata per unit, penjelasan dalam pengajaran kosa kata, bentuk
konteks penyajian kosa kata, aspek menulis, penggunaan latihan
menulis
yang
membantu
meningkatkan
kemampuan
menulis,
pengorganisasian materi per-unitnya, penggunaan ringkasan, dan
evaluasi kemajuan belajar,
5. Tipe kegiatan, yang meliputi: petunjuk tentang cara agar siswa dapat
menggunakan kemampuan yang diperolehnya dalam komunikasi yang
sebenarnya, variasi latihan, bentuk kegiatan lain yang diberikan,
seperti: bernyanyi, drama, baca puisi, dan lain-lain, serta materi yang
menyebabkan siswa senang rileks dan tertawa, seperti humor, anekdot,
karikatur, dan lain-lain, dan,
23
6. Pertimbangan praktis, yang meliputi: transisi penyusunan buku,
penampilan buku, cetakan buku, seperti: halaman, huruf, kertas, dan
ilustrasinya, kuantitas buku, kesalahan cetak dalam buku, dan harga
buku.
(Rivers, 1981:477-482)
1.6.5
Prinsip Belajar Bahasa Kedua
Bila kita membicarakan mengenai pembelajaran, ada beberapa hal yang
selalu disinggung, yaitu prinsip, pendekatan, strategi, metode, teknik, dan
model pembelajaran. Prinsip dikatakan juga landasan. Prinsip pembelajaran
menurut Freeman dan Anderson (2012) adalah represent the theoretical
framework of the method. Hal ini difokuskan pada segi (1) bahan yang akan
dipelajari, (2) prosedur pembelajaran (bagaimana siswa belajar dan bagaimana
guru mengajarkan bahan), (3) guru, dan (4) siswanya. Prinsip dalam
pembelajaran bahasa haruslah dijadikan landasan dalam menyajikan materi
secara keseluruhan, baik materi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik serta
aspek non-linguistik dari bahasa yang dipelajari.
Menurut Brown (2006) ada dua belas prinsip pembelajaran bahasa dan
kedua keduabelas prinsip tersebut dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu:
Kognitif, Afektif, dan Linguistik.
24
1. Prinsip-prinsip Kognitif
Dikatakan prinsip kognitif karena pada umumnya berkaitan dengan fungsi
mental dan intelektual. Menurut pandangan kognitif proses belajar yang
terjadi dalam diri individu adalah suatu proses penerimaan informasi. Belajar
dimulai dari masukan yang datang dari lingkungan diterima oleh panca
indera, kemudian diproses dan disimpan di dalam memori dan luaran dari
pembelajaran adalah berbagai kemampuan. Ada lima prinsip kognitif, yaitu:
Otomatisasi, Pembelajaran Bermakna, Antisipasi Penghargaan, Motivasi
Intrinsik, dan Strategi Investasi.
Prinsip 1: Otomatisasi
Anak biasanya memperoleh bahasa dari lingkungan. Pada awalnya anakanak mendengarkan dan mengamati orang lain yang menggunakan suatu
bahasa dan tanpa disengaja apa yang didengar dan diamatinya tersebut akan
masuk ke alam bawah sadarnya. Ketika akhirnya dia siap menggunakan
bahasa maka dia akan mempraktekkan apa yang didengar atau diamatinya
tersebut. Anak anak sering kali tidak memikirkan apa yang diucapkannya,
dalam artian, mereka menggunakan bahasa secara otomatis tanpa takut
membuat kesalahan.
Pembelajar bahasa, baik anak anak maupun orang dewasa, diharapkan dapat
mengadaptasi cara seorang anak memperoleh bahasa dari lingkungan.
25
Artinya, mereka harus mampu memproduksi bahasa tanpa memikirkan kata
per kata, atau berfokus pada struktur dan bentuk kalimat. Dimulai dari
memproses bahasa yang sepatah demi sepatah lambat laun menjadi lebih
lancar dan otomatis. Dengan begitu bahasa yang dipelajari tidak hanya
berupa pengetahuan tetapi merupakan kompetensi.
Yang perlu diperhatikan pada prinsip otomatisasi antara lain:
• Penyerapan bahasa secara tak sadar melalui komunikasi langsung di dalam
kelas. Pembelajar perlu difasilitasi dengan bahasa target dalam berbagai
kesempatan. Belajar bahasa dimulai dengan mendengar, maka guru disini
berperan sebagai Language Model. Guru menyampaikan pelajaran dengan
bahasa target sekaligus menunjukkan bahasa yang benar pada siswa.
Apabila
terjadi
pengulangan
beberapa
kata
atau
kalimat
dalam
pembelajaran, misalnya guru mengatakan, ”Clean the white board,
please!”, ”Open your book page 21”, ”Be quiet, please!” pada awalnya
mungkin siswa tidak mengetahui artinya, namun, apabila guru sering
mengulang kalimat tadi, secara tidak sadar kalimat tadi akan masuk ke
ingatan jangka panjangnya dan bertahan disana. Siswa juga akan
menggunakan kalimat kalimat tersebut ketika berada pada situasi yang
mirip atau serupa.
26
• Penggunaan bahasa yang efisien dan lancar difokuskan pada maksud
daripada bentuk. Jane Willis dalam Brown berpendapat bahwa dengan
mempelajari bentuk kalimat setelah siswa menyelesaikan tugas mereka, hal
ini dapat memperbaiki kesalahan struktur yang dilakukan siswa dalam
penggunaan bahasa ketika melakukan tugas, atau ketika dirasa siswa akan
lebih leluasa menggunakan bahasa apabila tidak mengetahui struktur
bahasa tertentu. Dapat disimpulkan mengapa Jane Willis memberi
penjelasan tentang struktur atau bentuk (grammar) adalah agar siswa lebih
fokus pada penyampaian maksud daripada hanya berdiam diri karena takut
membuat kesalahan.
• Menghindari analisis bentuk bahasa ketika memproduksi ujaran. Prinsip
otomatisasi tidak mengatakan bahwa berfokus pada bentuk bahasa akan
berbahaya atau menghambat kelancaran penggunaan bahasa namun prinsip
ini lebih menganjurkan pada pembelajaran yang bermakna dengan lebih
menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya (menyampaikan maksud,
berkomunikasi) pada konteks otentik.
Prinsip 2: Pembelajaran Bermakna
Brown mengatakan bahwa situasi pembelajaran bisa bermakna jika (1)
pembelajar memiliki perangkat pembelajaran bermakna, yaitu sebuah
kecenderungan untuk mengaitkan kegiatan pembelajaran baru dengan apa
27
yang telah mereka ketahui, dan (2) kegiatan pembelajaran itu sendiri punya
kemungkinan bermakna bagi pembelajar, yaitu bisa dihubungkan dengan
struktur pengetahuan pembelajar. Proses pada pembelajaran bermakna mirip
dengan pendekatan pemrosesan informasi yang menyatakan bahwa murid
mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan
dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses berpikir.
Dalam prinsip ini sebaiknya hindari teknik yang sering dipakai pada
pembelajaran hapalan, seperti:
a. Terlalu banyak penjelasan tentang struktur atau bentuk bahasa.
b. Terlalu banyak teori dan prinsip bahasa.
c. Terlalu banyak latihan (drilling) dan hafalan.
d. Kegiatan pembelajaran yang tidak jelas.
e. Kegiatan pembelajaran yang hanya merupakan kumpulan pengetahuan
dan tidak bermakna.
Prinsip 3: Antisipasi Penghargaan
Manusia secara umum dikendalikan oleh ”reward” tertentu dalam
melakukan sesuatu. Manusia melakukan sesuatu karena memiliki maksud
dan tujuan. Dalam pembelajaran, penghargaan (reward) seringkali membuat
siswa semangat untuk belajar, hanya saja ketika guru tidak lagi memberi
28
suatu penghargaan, maka siswa akan kurang termotivasi. Apabila siswa tidak
memiliki motivasi untuk belajar tentu saja tujuan pembelajaran tidak akan
tercapai. Salah satu implikasi yang baik pada pembelajaran adalah dengan
menjadi guru yang dapat menarik perhatian siswa. Menciptakan suasa kelas
yang menyenangkan dengan memvariasikan metode pengajaran dan
memfasilitasi pengajaran dengan alat bantu belajar yang menimbulkan
semangat belajar siswa. Selain itu guru juga dapat memberitahu siswa
kegunaan jangka panjang penguasaan bahasa yang merekan pelajari dengan
menunjukkan apa-apa saja yang bisa mereka raih dan dapatkan di masa
mendatang apabila mereka dapat menggunakan bahasa tersebut dengan baik.
Prinsip 4: Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi
sesuatu itu sendiri. Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian
karena dia senang
pada mata pelajaran yang diujikan Apabila siswa
memiliki motivasi intrinsik, maka tanpa ada penghargaan dari guru pun
siswa akan tetap belajar.
Prinsip 5: Investasi Strategi
Beberapa dekade lalu, pembelajaran bahasa sebagian besar menekankan
pada penyampaian bahasa pada siswa. Pembelajaran yang berhasil
bergantung pada guru, buku teks, bahkan struktur bahasa. Namun, beberapa
29
tahun terakhir, telah banyak penelitian tentang pembelajar yang berhasil dan
tidak berhasil dan guru sekarang lebih berfokus pada peran murid dalam
pembelajaran. Proses pembelajaran bergeser dari teacher centered menjadi
learner centered.
Beberapa implikasi dari prinsip strategi investasi pada pembelajaran, antara
lain: (1) memberikan perhatian yang sama pada semua siswa, (2) mengetahui
gaya belajar masing-masing siswa, dan (3) menggunakan teknik pengajaran
yang bervariasi disesuaikan dengan gaya belajar para siswa.
2. Prinsip-prinsip Afektif
Aspek afektif memegang peranan yang penting dalam menentukan tingkat
kesuksesan dalam belajar, bekerja, ataupun kegiatan yang lainnya. Afeksi
mengacu kepada emosi atau perasaan. Dalam belajar bahasa, seseorang
harus yakin pada dirinya sendiri agar berhasil dengan baik. Siapapun yang
belajar bahasa kedua harus benar-benar menyadari bahwa dalam belajar
bahasa tidak boleh takut salah. Ada empat prinsip yang termasuk dalam
kelompok prinsip pengajaran bahasa afektif ini. Keempatnya ditandai
dengan adanya keterlibatan emosional, baik secara pribadi sebagai pelajar
atau yang berhubungan dengan orang lain sebagai makhluk sosial.
30
Prinsip 6: Ego Bahasa
Menurut prinsip ini, apabila seseorang belajar untuk menggunakan bahasa
kedua, maka ia juga mengembangkan identitas kedua (cara berpikir, merasa,
dan bertindak) terkait dengan bahasa kedua yang ia gunakan. Kadangkala
siswa merasa bingung karena mereka kurang memahami budaya dan cara
hidup penutur asli bahasa kedua tersebut. Dalam hal ini siswa akan merasa
rapuh, defensif, dan menimbulkan bebagai hambatan. Oleh karena ini Brown
menegaskan bahwa seorang guru haruslah memperlakukan siswanya dengan
penuh kelembutan dan sikap yang bijak. Dalam hal ini, kesabaran dan
pengertian diperlukan untuk menahan emosi siswa sehingga dapat
mempermudah proses penguasaan bahasa kedua tersebut.
Prinsip 7: Percaya Diri
Prinsip ini sangat penting dikembangkan dalam diri pembelajar bahasa
karena akhir dari keberhasilan yang dicapai siswa tergantung pada prinsip
percaya diri sehingga siswa bisa memahami pelajaran tersebut. Dengan kata
lain, keyakinan pembelajar akan kemampuannya akan menjadi faktor
berhasilnya dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, materi pelajaran
sebaiknya ditata mulai dari yang mudah ke yang sulit agar siswa merasa
mampu mengerjakan tugasnya. Selain itu contoh-contoh yang diberikan
seharusnya yang akrab dengan kehidupan siswa.
31
Prinsip 8: Pengambilan Resiko
Prinsip ini bermanfaat untuk menumbuhkan keberanian agar siswa tidak
takut menggunakan bahasa target. Prinsip ini menyarankan agar siswa
dibiasakan untuk berani mengambil resiko dalam menggunakan bahasanya
dengan tidak takut berbuat salah. Seperti yang dikemukakan oleh Brown,
prinsip ini sering digunakan para siswa yang berhasil dalam belajar bahasa.
Prinsip 9: Hubungan Bahasa dan Budaya
Prinsip ini berfokus pada hubungan kompleks antara bahasa dan budaya.
Apabila seorang guru mengajarkan suatu bahsa, maka guru juga
mengajarkan sistem yang kompleks dari adat, budaya, nilai dan cara berpikir
penutur asli bahasa tersebut. Bahasa dan budaya saling terkait, oleh karena
itu, jika seseorang berhasil belajar suatu bahasa, dia juga belajar sesuatu dari
budaya si penutur asli bahasa tersebut. Dengan kata lain, pemahaman lintasbudaya merupakan aspek penting dalam belajar bahasa.
3. Prinsip-Prinsip Linguistik
Berdasarkan teori-teori kebahasaan, dirumuskan prinsip-prinsip mengenai
pembelajaran bahasa, antara lain kemampuan berbahasa adalah sebuah
proses kreatif, maka siswa harus diberi kesempatan yang luas untuk
32
mengkreasikan ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif yang sebenarnya,
bukan sekedar menirukan dan menghafalkan. Ada tiga prinsip pembelajaran
bahasa yang termasuk ke dalam kelompok linguistik ini, yaitu prinsip
pengaruh bahasa ibu, prinsip antar bahasa, dan prinsip kompetensi
komunikatif.
Prinsip 10: Pengaruh Bahasa Ibu
Prinsip ini menekankan pentingnya bahasa ibu siswa dalam upaya
mempelajari bahasa kedua karena bahasa ibu siswa memberikan pengaruh
yang kuat terhadap akuisisi sistem bahasa target. Pengaruh ini dapat bersifat
mendukung atau mengganggu proses produksi dan pemahaman bahasa yang
baru.
Prinsip 11: Antar Bahasa
Prinsip antar bahasa ini menekankan adanya pengaruh bentuk-bentuk bahasa
terhadap bahasa yang lain. Interferensi bahasa merupakan sumber kesalahan
yang paling mencolok di kalangan pembelajar bahasa kedua. Sering kali,
siswa beraggapan apa yang merekan pahami atau katakan adalah benar,
tetapi dari sudut pandang penutur asli, belum tentu benar. Kajian antar
bahasa sering menghasilkan analisis kesalahan. Oleh karena itu, seorang
guru harus mampu menyeleksi tiap kesalahan dan memaparkan kesalahan
dengan bijak dan tidak meyudutkan siswa.
33
Prinsip 12: Kompetensi Komunikatif
Prinsip ini menekankan bahwa kompetensi komunikatif merupakan tujuan
dari kelas bahasa. Ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan dalam
menerapkan prinsip ini dalam kelas bahasa.
1. Penjelasan tata bahasa hanya bagian dari sebuah pelajaran atau
kurikulum, sehingga jangan mengabaikan komponen penting lainnya
(misalnya sosiolinguistik, psikomotor, dan strategis) dari kompetensi
komunikatif,
2. Mengajarkan kemampuan psikomotor (pengucapan), misalnya, melatih
pronunciation dan intonasi berbicara dalam bahasa target,
3. Pengajaran bahsa menekankan pada autentisitas, interaksi, dan
komunikasi untuk kepentingan sehari-hari. Contohnya mengajarkan
bagaimana cara menanyakan informasi dalam bahasa target, dan lain
sebagainya.
Selain dua belas prinsip pembelajaran bahasa diatas, Nurhadi (1995) juga
menekankan beberapa poin yang tak kalah pentingnya untuk ditinjau sebagai
pertimbangan terhadap prinsip belajar bahasa, antara lain: apakah materi yang
disajikan telah diintegrasikan dengan empat keterampilan bahasa? Apakah
materi yang disajikan telah dipertimbangkan dengan tujuan berbahasa siswa?
Sudah
tepatkah
cara
pengorganisasian
dan
mengalokasikan
waktu?
34
Bagaimanakah penyajian materi: terlalu cepat dan padatkah? Dan apakah buku
teks pelajaran telah dilengkapi dengan penjelasan yang bersifat nonverbal?
(1995:410).
Pembelajaran
bahasa
diarahkan
untuk
meningkatkan
kemampuan
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis dalam berbagai konteks komunikasi.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip
belajar bahasa yang kemudian diimplementasikan ke dalam berbagai kegiatan
pembelajaran. Prinsip-prinsip ini merupakan fondasi utama dalam praktik
pengajaran bahasa. Dengan dimplementasikannya prinsip-prinsip ini dalam
pembelajaran bahasa, maka akan memudahkan guru dalam mengajar siswa
belajar bahasa, khususnya bahasa target yang ingin dicapai.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode
analisis isi. Analisis isi digunakan untuk dua tujuan (Carney dalam Mulyana, 2005:
83), yaitu tujuan deskriptif (mendeskripsikan struktur dan isi wacana) dan tujuan
inferensial (menginferensiksn atau membuat kesimpulan suatu maksud dan akibat
dipakainya sebuah wacana).
Pada tahap pertama, hal yang dilakukan adalah menjaring data sebanyakbanyaknya yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data diperoleh dengan
35
menggunakan metode studi pustaka dari BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs
yang diteliti yaitu BSE bahasa Inggris “When English Rings the Bell” (WERtB) milik
Kemendikbud Kurikulum 2013. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
baca, pilah dan catat.
Tahap kedua berupa analisis data dengan menggunakan metode deskriptif.
Proses ini diawali dengan dilakukan reduksi data, yaitu mengurangi data-data yang
kurang relevan dengan topik. Setelah itu data dianalisis menggunakan kriteria
evaluasi kualitas buku menurut teori Wilga M. Rivers (1981) yang disajikan dalam
bentuk tabel kriteria seperti dibawah ini:
No
Ranah Penilaian
1 Bahasa
2
Isi
•
•
•
•
•
•
•
•
3
4
•
•
•
•
•
•
•
Keterrkaitan isi dengan •
prinsip belajar bahasa
•
Aspek linguistik
Aspek yang dinilai
Kealamian bahasa
Kekinian bahasa
Situasi pemakaian bahasa
Penggunaan slang dan idiom
Situasi dalam dialog
Isi dari bahan bacaan
Penggambaran budaya yang tidak
bertentangan dengan budaya siswa
Pembeda antara seks, ras, dan agama
secara implisit dan eksplisit
Aspek pelafalan
Aspek tata bahasa
Aspek latihan
Aspek membaca
Aspek kosa kata
Aspek menulis
Aspek menyimak
Integrasi
materi
dengan
empat
keterampilan bahasa
Cakupan variasi kemampuan siswa
36
• Kebebasan siswa berinisiatif
• Penggunaan alat bantu mengajar seperti
kaset, film, gambar, dan lain-lain
• Penjelasan visual
Tabel 1. Kriteria evaluasi buku teks Wilga M. Rivers (1981)
Kriteria analisis mengenai kualitas buku akan dikelompokkan menjadi analisis
(1) bahasa dan isi, (2) aspek linguistik dan dikaitkan dengan (3) pertimbangan
terhadap prinsip belajar bahasa milik Douglas H. Brown. Selanjutnya, kriteria
evaluasi yang sudah didapatkan dijelaskan secara kualitatif dengan beberapa sampel
pendukung.
Tahap ketiga berupa penyajian hasil analisis data yang disajikan secara formal
(tabel dan diagram) serta informal yaitu dengan menggunakan kata-kata biasa. Dalam
penyajian ini, rumus (-rumus) atau kaidah (-kaidah) disampaikan dengan
menggunakan kata-kata biasa, kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat
langsung dipahami (Kusuma,2007: 74).
1.8 Objek penelitian
Dalam penelitian ini terdapat satu buku sumber yang dijadikan objek penelitian,
adapun informasi singkat mengenai tersebut adalah sebagai berikut:
Judul buku
: Bahasa Inggris When English Rings the Bell
Gradasi (tingkatan) : SMP/MTs Kelas VII
Tahun terbit
: 2013
Hak cipta
: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
37
Kontributor naskah
: Asep Gunawan, Yuli Rulani Khatimah, dan Siti
Wachidah
Penelaah
: Emi Emilia, Didi Suherdi, dan R. Safrina
Penyelia penerbitan : Politeknik Negreri Media Kreatif, Jakarta
Jumlah halaman
: iv, 188
Jumlah bab
: 8 (delapan)
ISBN
: 978-602-1530-58-0
Cetakan Ke
: 1 (satu)
1.9 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada kualitas bahasa dan isi, aspek
linguistik, serta keterkaitan terhadap pertimbangan prinsip belajar bahasa pada kedua
buku yang diteliti. Teori yang digunakan dalam mengukur kualitas buku berdasarkan
kriteria dari Wilga M. Rivers dan prinsip belajar bahasa diukur menggunakan 12
prinsip Douglas H. Brown. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam proses
evaluasi kedua buku tersebut berdasarkan bidang ilmu yang dimiliki oleh peneliti.
Oleh karena itu, pertimbangan mengenai grafika pada buku tidak ini tidak menjadi
penilaian. Penelitian ini dilakukan terhadap Buku Sekolah Elektronik kelas VII
SMP/MTs dimana pada saat penelitian ini dilakukan, implementasi Kurikulum 2013
masih baru diujicobakan pada kelas I SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA.
1.10
Sistematika Penyajian
Secara garis besar, hasil akhir penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab,
dengan sistematika sebagai berikut:
38
BAB I : bagian pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode penelitian, objek penelitian, ruang lingkup penelitian dan
sistematika penyajian.
BAB II : ulasan jawaban atas rumusan masalah yang pertama mengenai analisis
penggunaan bahasa dan isi buku sekolah elektronik bahasa Inggris kelas
VII SMP/MTs When English Rings the Bell.
BAB III : membahas jawaban atas rumusan masalah yang kedua mengenai analisis
aspek linguistik buku sekolah elektronik bahasa Inggris kelas VII
SMP/MTs When English Rings the Bell.
BAB IV: mengulas jawaban rumusan masalah yang ketiga yaitu analisis keterkaitan
buku sekolah elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English
Rings the Bell terhadap pertimbangan prinsip belajar bahasa kedua
BAB V : adalah bagian penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Penyajian hasil
penelitian ini juga akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
yang diperlukan.
Download