1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjelang akhir abad XX dan dalam abad XXI ini teknologi informasi dan komunikasi berkembang begitu cepat dan maju sehingga berbagai informasi, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat diperoleh dengan cepat dalam berbagai tampilan elektronik. Teknologi informasi dan komunikasi juga dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan mulai dari belajar berbantuan komputer sampai berbasis komputer. Akan tetapi, media elektronik berbasis teknologi informasi dan komunikasi itu tidak dapat sepenuhnya menggantikan media cetak dalam proses pembelajaran. Buku masih diperlukan sebagai sumber utama di samping guru. Buku mengandung informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui apa yang terjadi pada masa lalu, masa sekarang, dan kemungkinan masa yang akan datang sehingga memperluas wawasan pembacanya serta menjadi sumber inspirasi. Dalam interaksi belajar-mengajar tidak hanya diperlukan seorang pengajar dan peserta didik, melainkan juga diperlukan sebuah alat pembelajaran. Salah satunya adalah buku teks. Buku teks memegang peranan penting dalam pengajaran yang dapat memperlancar aktivitas siswa dalam pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Oleh karena meningkatnya kecenderungan memperoleh informasi melalui media elektronik di semua bidang, disamping bentuk tulisan, buku pun sudah 2 ditampilkan secara elektronik (electronic book). Oleh karena itu sejak tahun 2008 di Indonesia buku teks pelajaran ditampilkan dalam buku cetakan dan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Dari sudut pandang kebijakan pendidikan, diungkapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa buku teks pelajaran termasuk ke dalam sarana pendidikan yang perlu diatur standar mutunya, sebagaimana juga standar mutu pendidikan lainnya, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pasal 43 peraturan ini menyebutkan bahwa kepemilikan buku teks pelajaran harus mencapai rasio 1:1, atau satu buku teks pelajaran diperuntukkan bagi seorang siswa. Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional. Kelayakan ini ditentukan oleh penilaian yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri. Kebijakan buku teks pelajaran sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 11 Tahun 2005 mengatur tentang fungsi, pemilihan, masa pakai, kepemilikan, pengadaan, dan pengawasan pengunaan buku teks pelajaran. 3 Buku teks pelajaran hendaknya mampu menyajikan bahan ajar yang baik dan benar. Di sini dapat dilihat apakah penggunaan bahasanya wajar, menarik, dan sesuai dengan perkembangan siswa atau tidak. Aspek keterbacaan terkait dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya, hal-hal yang berhubungan dengan kemudahan membaca bentuk tulisan, lebar spasi dan aspek-aspek grafika lainnya, seperti tata letak, jenis dan bentuk huruf, penggunaan warna, dan ilustrasi yang dipergunakan. Menurut Sitepu (2012) isi buku teks pelajaran merupakan penjabaran lebih terperinci dari sebuah kurikulum pendidikan. Komponen-komponen dalam kurikulum, seperti standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, dan materi pokok harus terlihat secara jelas dalam buku teks pelajaran. Kesesuaian buku teks pelajaran sebagai sumber belajar pokok dalam proses pembelajaran bergantung pada sejauh mana buku itu dapat memenuhi tuntutan kurikulum dalam pencapaian kompetensi, kesesuaian bahan pelajaran dan metode penyajiannya. Semakin baik kualitas buku teks, maka semakin sempurna pengajaran mata pelajaran yang ditunjang oleh buku teks tersebut. Pada dasarnya, buku pelajaran yang baik adalah buku yang berfungsi sebagai alat pembelajaran yang efektif. Buku teks yang baik adalah buku pelajaran yang dapat membantu siswa belajar. Buku teks bukan hanya merupakan buku yang dibuka atau yang dibaca saat pembelajaran di kelas, melainkan -dan inilah yang terpenting- buku yang dibaca setiap saat. Buku teks memiliki peranan yang penting bagi guru dan 4 siswa selain sebagai bahan acuan pembelajaran dan sebagai sarana untuk membantu siswa belajar, juga buku teks membantu siswa untuk memahami materi yang akan mereka pelajari dengan membaca dan memahaminya. Buku teks yang baik haruslah memiliki kelayakan untuk dijadikan sumber belajar, yaitu menarik dan mampu merangsang minat siswa untuk mempelajarinya. Agar harapan tersebut menjadi kenyataan, buku harus menarik, terutama dari segi bahasa dan isinya dan berdampak pada kemampuan berpikir, berbuat dan bersikap. Pada bulan Juli 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah menerapkan kurikulum baru pada pendidikan di Indonesia yang disebut dengan Kurikulum 2013. Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad ke21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada Kurikulum 2013. Pelaksanaan penerapan Kurikulum 2013 dilakukan secara bertahap dan terbatas yang bergantung pada klasifikasi sekolah. Untuk tahun 2013 terdapat 6.959 sekolah yang dijadikan pilot project pada 33 provinsi di Indonesia yang terdiri dari 2.862 SD, 1.534 SMP/MTs, 1.424 SMA dan 1.139 SMK (kurikulum.kemendikdub.go.id). Saat ini, terhitung mulai tahun ajaran 2014/2015 Kurikulum 2013 diberlakukan serentak di seluruh Indonesia. 5 Salah satu hal yang menarik dalam perubahan kurikulum ini adalah terkait dengan penataan sistem perbukuan. Lazim berlaku selama ini, buku ditentukan oleh penerbit, baik menyangkut isi maupun harga, sehingga beban berat dipikul peserta didik dan orang tua. Namun, penataan sistem perbukuan dalam implementasi Kurikulum 2013 dikelola oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan dan substansinya diarahkan oleh tim pengarah dan pengembang kurikulum. Tujuannya agar isi dapat dikendalikan dan kualitas lebih baik. Hal ini terbukti dengan penyediaan buku teks yang dibuat dalam bentuk cetak maupun berupa BSE, yang dapat diunduh pada laman digital Kemendikbud, sehingga guru dan siswa dapat mencetak ataupun menggandakannya sendiri. Berkaitan dengan buku teks pelajaran, kualitas buku pelajaran dan adanya peraturan baru mengenai implementasi kurikulum di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas buku teks yang disediakan oleh pemerintah (baca: BSE). BSE merupakan buku yang telah dinilai kelayakannya oleh tim BSNP yang terdiri atas ahli bidang studi (dosen universitas nonkependidikan), ahli pembelajaran (dosen pendidikan bidang studi dari universitas kependidikan), guru mata pelajaran berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman mengajarkan pelajaran dalam lima tahun terakhir, dan ahli grafika. Tim penilaian itu menilai buku dari empat komponen, yaitu: kelayakan isi, kebahasaan, penyajian dan kegrafikan. Namun, berdasarkan analisis awal, khususnya pada buku bahasa Inggris, berdasarkan isinya, menunjukkan adanya materi yang tidak diintegrasikan dengan empat keterampilan 6 berbahasa, kurangnya instruksi dalam pemanfaatan media bantu mengajar seperti kaset, film, dan sebagainya, gambar yang tidak berfungsi untuk menambah pemahaman dan kurangnya penekanan pada aspek-aspek linguistik pada pembelajaran bahasa, seperti aspek pelafalan, aspek kosa kata, aspek membaca, dan aspek menulis. Oleh sebab itu penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kualitas buku teks bahasa Inggris yang beredar tersebut dibuat berdasarkan aspekaspek evaluasi penilaian yang telah disusun mengenai kelayakan sebuah buku teks menurut teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini. Keterkaitan sebuah buku teks terhadap teori belajar-mengajar juga dapat membantu dalam mengembangkan bahan pelajaran sehingga tujuan buku teks sebagai salah satu sumber belajar dapat tercapai. Karenanya, menganalisis buku teks adalah salah satu cara yang baik dilakukan agar dapat diketahui sejauh mana kualitas buku teks yang dipakai pada kegiatan belajar mengajar dan kesalahan-kesalahan yang telah dibuat untuk ditinjau kembali. Selanjutnya, penelitian ini akan difokuskan pada BSE bahasa Inggris SMP/MTs milik pemerintah berjudul “When English Rings the Bell” yang selanjutnya disingkat menjadi WERtB. Dalam Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar (SD)/MI, mata pelajaran bahasa Inggris dikategorikan dalam kelompok mata pelajaran muatan lokal sehingga tidak dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum. Sedangkan untuk jenjang SMP/MTs, SMA/MA dan SMK mata pelajaran bahasa Inggris adalah mata pelajaran wajib. Oleh karena itu, penelitian ini akan ditujukan pada siswa SMP/MTs yang telah mendapatkan pengenalan untuk mempelajari bahasa Inggris sebagai mata pelajaran 7 wajib. Sehubungan dengan peluncurunan Kurikulum 2013 yang baru diimplementasikan pada sebagian sekolah di bulan Juli 2013, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas konten buku yang beredar dan digunakan pada pengeimplementasian Kurikulum 2013 ini yang tertuju pada tingkatan SMP/MTs yang sudah menggunakan buku teks BSE Kurikulum 2013 yakni pada kelas VII sebagai pembelajar bahasa Inggris tingkat dasar. Secara teoritis kajian dalam penelitian ini memiliki objek materi yang dapat digolongkan dalam penelitian cabang linguistik terapan1. Linguistik terapan merupakan salah satu cabang linguistik yang menghubungkan bahasa dengan pendidikan (belajar-mengajar). Penelitian tentang buku teks sebagai salah satu unsur penting dalam pembelajaran bahasa, merupakan bagian dari linguistik terapan. Oleh karenanya, dalam sudut pandang linguistik terapan, penelitian ini akan menilik lebih jauh mengenai kualitas dari buku-buku teks bahasa Inggris yang digunakan di sekolah dalam mempelajari bahasa Inggris dalam lingkungan formalnya dengan melakukan evaluasi terhadap konten dari buku teks tersebut dan disesuaikan dengan prinsip-pinsip pembelajaran bahasa kedua. Penelitian-penelitian linguistik dalam buku teks semestinya menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal ini bertujuan untuk merumuskan penggunaan bahasa yang tepat serta penerapan pembelajaran bahasa yang baik bagi referensi penulisan buku teks kedepannya. 1 Linguistik terapan adalah cabang linguistik yang mempelajari penerapan teori linguistik untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk kepentingan pengajaran bahasa, penerjemahan, dan sebagainya. (Nurhadi, 1995:24) 8 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan uraian tentang masalah-masalah yang dipecahkan melalui penelitian (Mahsun, 2007: 40). Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini. (1) Bagaimanakah penggunaan bahasa dan isi Buku Sekolah Elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell? (2) Bagaimanakah efektivitas aspek-aspek linguistik yang digunakan pada Buku Sekolah Elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell? (3) Bagaimanakah pertimbangan penyusunan Buku Sekolah Elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell terhadap prinsip belajar bahasa kedua? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu: (1) Mendeskripsikan penggunaan bahasa dan isi BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs WERtB, (2) Mendeskripsikan keefektifan aspek-aspek linguistik yang digunakan pada BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs WERtB, (3) Untuk mengetahui keterkaitan penyusunan BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs WERtB dengan pertimbangan prinsip belajar bahasa kedua. 9 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan khasanah keilmuan di bidang pendidikan maupun linguistik, khususnya kajian tentang analisis buku, bahwa aspek-aspek linguistik dapat menjadi rujukan dalam penulisan buku teks pelajaran bahasa Inggris, terutama melalui bidang ilmu linguistik terapan. Selain itu, secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai: (i) pedoman bagi penulis untuk membuat buku teks bahasa Inggris yang berkualitas, dan (ii) bahan masukan bagi editor, pendidik, dan orang tua mengenai BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs WERtB. 1.5 Tinjauan Pustaka Pengkajian mengenai analisis buku teks pelajaran telah banyak dilakukan, khususnya pada objek buku teks bahasa Inggris. Berikut penelitian-penelitian yang menjadi tinjauan khusus dalam penelitian ini. Yuliyanti (2011) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Perbandingan Kualitas Buku Teks BSE Bahasa Indonesia Untuk SMP/MTS Kelas VII Karya Ratna Susanti, Atikah Anindyarini-Sri Ningsih, dan Maryati-Sutopo: Kajian Isi, Penyajian,dan Bahasa” membahas mengenai perbandingan tiap-tiap buku terhadap (1) kualitas kelayakan isi, (2) kelayakan penyajian, (3) kelayakan bahasa, dan (4) 10 perbandingan Buku Sekolah Elektronik (BSE) bahasa Indonesia SMP/MTs kelas VII karya Ratna Susanti, Atikah Anindyarini-Sri Ningsih, dan Maryati-Sutopo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelayakan isi BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Ratna Susanti sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 93,4%, BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Atikah Anindyarini-Sri Ningsih sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 79,4%, sedangkan untuk BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Maryati-Sutopo juga sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 85,5%. Kelayakan pola penyajian BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Ratna Susanti sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 80,4%, BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Atikah Anindyarini-Sri Ningsih sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 76,8%, sedangkan untuk BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Maryati-Sutopo juga sudah baik dengan rata-rata persentase 75%. Kelayakan bahasa BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Ratna Susanti sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 98%, BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Atikah Anindyarini-Sri Ningsih sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 90,3%, sedangkan untuk BSE bahasa Indonesia kelas VII karya Maryati-Sutopo juga sudah sangat baik dengan rata-rata persentase 94,5%. Hasil penelitian tersebut menghasilkan ketiga BSE tersebut yang paling baik adalah karya Ratna Susanti, kemudian Atikah Anindyarini-Sri Ningsih, dan yang terakhir Maryati-Sutopo. Berdasarkan analisis tersebut, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ketiga BSE bahasa Indonesia untuk SMP/MTs kelas VII tersebut sudah layak dan dapat digunakan sebagai pedoman pembelajaran bagi guru dengan rata-rata penilaian kurang lebih 90%. 11 Penelitian lain yang juga menjadi salah satu rujukan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sukriawati (2008) dalam disertasinya yang berjudul “Kualitas Buku Teks Bahasa Inggris Sekolah Menengah Atas yang digunakan di Kota Malang” yang menganalisis mengenai kualitas buku teks bahasa Inggris yang digunakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) di Kota Malang. Adapun tujuan dari penelitian ini menggambarkan dan menemukan seberapa jauh buku teks tersebut memenuhi kriteria buku teks yang baik dalam hal kesesuaian dengan Standar Isi Nasional 2006, kualitas komponen bahasa dan ketrampilan bahasa, aspek komunikasi, gradasi dan urutan, keontentikan teks bacaan dan dialog, bahan latihan, masalah teknis dan keterwacaan teks bacaan. Berdasarkan ciri-ciri data, pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah buku teks bahasa Inggris “Interactive English Learning for SMA/MA” Kelas X, diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Kota Malang, tahun 2006 (edisi pertama). Buku ini dipilih karena buku ini dibagikan oleh Dinas Pendidikan Kota Malang ke Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) di Kota Malang sehingga merupakan buku yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar. Kriteria-kriteria buku teks bahasa Inggris yang baik diambil dari Departemen Pendidikan Nasional (2005) dan pendapat beberapa ahli yaitu; Cunningsworth (1995), Robinett, (1978), Nunan (1988), Hutchinson (1987), Grant (1991), Ur (1996), dan Fry (1988). Peneliti sebagai evaluator pertama, evaluator pendamping sebagai evaluator kedua dan ketiga. Ketiga evaluator adalah guru Sekolah Menengah Atas di Malang yang menggunakan buku 12 tersebut untuk mengajar disekolahnya. Setelah buku dievaluasi oleh ketiga evaluator, ditemukan bahwa buku teks bahasa Inggris tersebut dikategorikan “sangat baik” dalam hal kualitas komponen bahasa dan ketrampilan bahasa, aspek komunikasi dan gradasi dan urutan; “sedang” dalam hal keontentikan teks bacaan dan dialog dan masalah teknis; “kurang” dalam hal kesesuaian dengan Standar Isi Nasional 2006; dan “sangat kurang” dalam hal bahan latihan dan keterwacaan dari teks bacaan. Berdasarkan penemuan tersebut disimpulkan bahwa buku teks bahasa Inggris secara keseluruhan di kategorikan “sedang”. Buku tersebut mempunyai kekuatan dalam hal kualitas komponen bahasa dan ketrampilan bahasa, aspek komunikasi dan gradasi dan urutan. Disisi lain, buku teks tersebut mempunyai beberapa kelemahan dalam hal keontentikan teks bacaan dan dialog, masalah teknis, kesesuaian dengan Standar Isi Nasional 2006 (standar minimum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), bahan latihan dan keterwacaan dari teks bacaan. Kedua penelitian yang telah disebutkan di atas merupakan bagian dari banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis buku teks pelajaran. Kedua penelitian tersebut juga memiliki unsur kesamaan yaitu membahas mengenai kualitas kelayakan sebuah buku teks dilihat melalui analisis konten buku tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian yang akan dikembangkan kali ini, terdapat pula unsur kesamaan yang dilakukan peneliti pada pengkajian analisis terhadap kualitas konten buku-buku teks yang akan dikaji, hanya saja kali ini dengan objek material yang berbeda, yakni buku teks bahasa Inggris BSE dan buku teks non- 13 BSE Kurikulum 2013. Selain itu teori kualitas buku yang digunakan adalah berdasarkan rubrik evaluasi yang diberikan oleh Wilga M. Rivers (1981). 1.6 Landasan Teori 1.6.1 Pengertian dan Kedudukan Buku Pelajaran Di berbagai literatur asing, buku pelajaran diistilahkan dengan textbook. Textbook mempunyai padanan kata buku pelajaran (Echols & Sadily, 2006: 584). Buku teks pelajaran menurut beberapa ahli adalah media pembelajaran (instruksional) yang dominan peranannya di kelas; media penyampaian materi kurikulum; dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1988; Lockeed dan Verspoor, 1990; Altbach, 991; Buckingham dalam Harris, ed., 1980). Secara lebih spesifik, Chambliss dan Calfee (1998) menjelaskan bahwa buku teks adalah alat bantu siswa memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca. Sedangkan Tarigan (2009) mendefinisikan: “buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu program pengajaran.” Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa buku teks merupakan alat bantu pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Kekuatan buku pelajaran yang mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai yang 14 dikandung dalam buku teks tersebut adalah suatu asumsi agar buku pelajaran harus disusun secara bermutu. Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 dijelaskan bahwa buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan. Kedudukan buku teks pelajaran sangatlah penting, baik bagi siswa maupun guru. Karena tingkat kepentingan itulah buku teks pelajaran haruslah layak untuk dijadikan tempat beroleh pengalaman. Karena sudah dipersiapkan dari segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks pelajaran itu memberikan fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang caranya. Dengan demikian, penggunaan buku teks pelajaran oleh siswa merupakan bagian dari budaya buku, yang menjadi salah satu tanda dari masyarakat yang maju. Melalui kegiatan membaca buku, seseorang dapat memperoleh pengalaman tak langsung yang banyak sekali (Suryaman dan Utorodewo, 2006). Memang, dalam pendidikan merupakan hal yang berharga jika siswa 15 dapat mengalami sesuatu secara langsung. Akan tetapi, banyak bagian dalam pelajaran yang tidak dapat diperoleh dengan pengalaman langsung. Karena itu, dalam belajar di sekolah, dan sesungguhnya juga, dalam kehidupan di luar sekolah, mendapatkan pengalaman tidak langsung itu sangat penting. Menurut Rusyana dan Suryaman (2004) kemajuan peradaban masa sekarang banyak mendapat dukungan dari kegiatan membaca buku. Karena itulah, penyiapan buku teks pelajaran patut dilakukan dengan sebaik-baiknya. Dipandang dari hasil belajar, buku teks pelajaran itu mempunyai peran penting. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa buku pelajaran berperan secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Dalam Laporan World Bank (1995) mengenai Indonesia ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas lain berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Supriadi (1997) yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku berkorelasi positif dan bermakna dengan prestasi belajar. Dalam konteks yang lebih luas, buku teks pelajaran mengandung bahan belajar yang dapat memberikan kemampuan kepada siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan kurikulum serta merupakan tahapan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, isi buku teks merupakan penjabaran atau uraian dari materi pokok bahan belajar yang ditetapkan dalam kurikulum. Sitepu (2012) berpendapat bahwa dilihat dari isi dan dan penyajiannya, buku teks 16 pelajaran berfungsi sebagai pedoman manual bagi siswa dalam belajar dan bagi guru dalam membelajarkan untuk mata pelajaran tertentu. Oleh karena itu, buku teks yang terstandar dapat dijadikan sebagai sarana atau sumber belajar untuk meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan nasional. 1.6.2 Buku Sekolah Elektronik Buku sekolah elektronik adalah produk dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia untuk menyediakan buku teks pelajaran yang bermutu dan murah serta merangsang minat baca pendidik dan peserta didik. Berdasarkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia kegiatan pengadaan buku murah melalui Buku Sekolah Elektronik (BSE) bertujuan untuk: 1. Menyediakan sumber belajar alternatif bagi siswa, 2. Merangsang siswa untuk berpikir kreatif dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi, 3. Memberi peluang kebebasan untuk menggandakan, mencetak, memfotocopy, mengalihmediakan, dan/atau memperdagangkan BSE tanpa prosedur perijinan, dan bebas biaya royalti sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan Menteri, 17 4. Memberi peluang bisnis bagi siapa saja untuk menggandakan dan memperdagangkan dengan proyeksi keuntungan 15% sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan Menteri. Buku teks pelajaran murah / BSE ditujukan untuk peserta didik dan seluruh masyarakat Indonesia. Buku ini dapat digandakan dan diperdagangkan dengan ketentuan tidak melebihi Harga Ecer Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional dan memenuhi syarat serta ketentuan yang berlaku. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.2 Tahun 2008 tentang Buku. 1.6.3 Buku Teks Sebagai Alat Bantu Belajar Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah sumber belajar. Nurhadi (1995: 107) medefinisikan sumber belajar adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan belajar mengajar, baik secara langsung, sebagian atau secara keseluruhan. Seorang pelajar memerlukan buku yang berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran dengan buku teks pelajaran merupakan dua hal yang saling melengkapi (Suryaman, 2006). Pembelajaran akan berlangsung secara efektif manakala dilengkapi dengan media pembelajaran, yakni berupa buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran dapat disusun serta digunakan dengan baik jika 18 memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran tersangkut masalah siswa, guru, materi bahan ajar, cara penyajian bahan ajar, serta latihan. Komponen ini harus tercermin di dalam buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran harus berisi pula hasil pengolahan atas komponen-komponen tersebut dalam satu kesatuan yang padu sehingga materi bahan ajar, cara penyajian materi bahan ajar, dan latihan materi bahan ajar dapat dengan mudah dipahami dan dipraktikkan, baik oleh siswa maupun guru. Alasan lain bagi penggunaan buku teks dalam belajar adalah sebagai berikut: 1. Buku teks merupakan kerangka kerja yang mengatur dan menjadwalkan waktu kegiatan program pengajaran; 2. Di mata siswa, tidak ada buku teks berarti tidak ada tujuan; 3. Tanpa buku teks, siswa mengira bahwa mereka tidak ditangani secara serius; 4. Dalam banyak situasi, buku teks dapat berperan sebagai silabus; 5. Buku teks menyediakan teks pengajaran dan tugas pembelajaran yang siap pakai; 6. Buku teks merupakan cara yang paling mudah untuk menyediakan bahan pembelajaran; 7. Siswa tidak mempunyai fokus yang jelas tanpa adanya buku teks dan ketergantungan pada guru menjadi tinggi; 8. Bagi guru baru yang kurang berpengalaman, buku teks berarti keamanan, petunjuk dan bantuan (Ansary 2002: 2). Ada tiga pendekatan dalam penulisan buku teks, yaitu a) pendekatan kurikuler yang mengacu pada kurikulum; b) pendekatan kebahasaan yang mengacu kepada status atau kedudukan suatu bahasa; dan c) pendekatan pembelajaran yang mengacu kepada teori-teori psikologi dan perkembangan kejiwaan anak yang kemudian dikenal dengan psikolinguistik, yang terkait erat 19 dengan pembelajaran bahasa dan dapat mendukung keberhasilan belajar (Mudzakir: 2012) 1.6.4 Kriteria Evaluasi Buku Teks Kriteria evaluasi adalah norma-norma yang harus dipenuhi sebuah buku pelajaran. Norma ini berupa perangkat ketentuan syarat pedagogis pada buku teks tersebut. Pada hakikatnya, prosedur analisis aspek pedagogis mengacu pada nilai aspek metodologis sebuah buku pelajaran. Oleh karenanya, pertimbangan analisis tersebut lalu diarahkan pada pemenuhan sebuah buku pelajaran pada kriterianya yang selanjutnya digunakan untuk memutuskan apakah buku tersebut memenuhi syarat pedagogis atau tidak. Secara garis besar Kizilirmak (1991) telah menyarankan prosedur teknis analisis dan evaluasi sebuah buku pelajaran yang meliputi: 1. Analisis kebutuhan belajar siswa, 2. Menentukan tujuan khusus, 3. Menerapkan kriteria evaluasi, 4. Menentukan skor mentah, rata-rata, dan gambaran profil, 5. Menggambarkan dan membandingkan dengan profil ideal, 6. Menentukan keputusan: memakai atau tidak, dan 7. Melangkah pada sikap selanjutnya, yaitu: mengubah, menambah, mengadaptasi, atau mengganti. 20 dapat kita simpulkan, prosedur diatas merupakan langkah praktis dan sederhana yang bisa dijadikan acuan bagi para praktisi pengajaran dalam menentukan penggunaan buku teks pelajaran yang baik dan berkualitas. Dalam hal kriteria evaluasi terdapat beberapa ahli yang telah memberikan kriteria buku teks yang berkualitas, antara lain Serap Kizilirmak (1991), C. Allen Tucker (1978), Ann Hilferty (1978), dan Milliam Francis Mackey (1981). Menurut Kizilirmak kriteria analisis kualitas buku buku pelajaran meliputi empat belas kriteria utama yang penggambaran profilnya tidak jauh berbeda dengan yang disarankan Tucker, yaitu: (1) kriteria lafal, (2) kriteria tata bahasa, (3) kriteria isi, dan (4) kriteria umum (Tucker, 1978:220229). Sementara Hilferty menyarankan delapan dipertimbangkan dalam memilih buku, yaitu: aspek yang perlu (1) pemahaman pengarang terhadap siswa, (2) pemahaman pengarang terhadap tujuan umum, (3) pemahaman pengarang terhadap tujuan khusus, (4) pemahaman pengarang tentang kondisi situasi belajar, (5) pemahaman pengarang tentang prosedur belajar, (6) kesesuaian dengan kalender pendidikan, (7) kesesuaian dengan anggaran, dan (8) prosedur memilih dan menyesuaikan bahan (Hilferty, 1978:195-205). Berbeda dengan Hilferty, Mackey mensistematisasikan model analisis dengan mendasar pada aspek seleksi, gradasi, presentasi, dan repetisi (Mackey, 1989:159-225). 21 Dari beberapa pedapat ahli tersebut perangkat kriteria analisis yang disarankan diperuntukkan bagi praktisi pengajar bahasa. Namun, masingmasing model analisis tersebut cenderung disederhanakan, baik dalam jumlah aspek kriteria maupun sistem penilaiannya. Oleh karena itu, untuk kepentingan analisis yang teliti dan lebih mendalam, penelitian ini menggunakan kriteria yang lebih komprehensif yang diajukan oleh Wilga M. Rivers (1981) untuk menganalisis kualitas buku teks pelajaran, terutama dalam pengajaran bahasa. Adapun kriteria-kriteria tersebut dibagi dalam beberapa poin evaluasi, yakni: 1. Kesesuaian dengan situasi pemakai, yang meliputi: tujuan penulisan buku, tingkatan dalam penyusunan buku, model kelas siswa, intensitas waktu dalam penyajian materi, tempo penyajian buku, dan penyesuaian kepadatan materi dan waktu, 2. Kesesuaian dengan guru dan siswa, yang meliputi: landasan metodologi yang dipakai, banyaknya bahan yang digunakan sebagai latihan dan materi buku, pengintegrasian alat-alat seperti: kaset, film, slide, atau gambar-gambar, kemampuan siswa mengikuti bahan dalam buku, penggunaan buku tambahan, bantuan untuk perkembangan inisiatif, kemandirian dan kreativitas siswa, serta susunan daftar isi, 3. Bahasa dan isi, yang meliputi: penggunaan bahasa, tema dialog dalam teks, teks bacaan yang dipakai, materi buku yang menggambarkan 22 situasi budaya yang aktual dan nyata baik penutur ataupun pembelajar bahasanya, pembedaan antara seks, ras, agama dan sebagainya secara implisit dan eksplisit, 4. Aspek linguistik dan pengorganisasian materi buku, yang meliputi: aspek pelafalan, pembedaan antara bahasa pertama dengan bahasa target, keterkaitan pada aspek pelafalan, aspek tekanan, intonasi dan juncture, aspek tata bahasa, aspek latihan, desain penyusunan bagian latihan, aspek membaca, peletakkan bagian kegiatan membaca, penggunan teks membaca yang membantu mempertinggi kemampuan membaca siswa, tema dalam teks membaca, aspek kosa kata, penyajian kosa kata per unit, penjelasan dalam pengajaran kosa kata, bentuk konteks penyajian kosa kata, aspek menulis, penggunaan latihan menulis yang membantu meningkatkan kemampuan menulis, pengorganisasian materi per-unitnya, penggunaan ringkasan, dan evaluasi kemajuan belajar, 5. Tipe kegiatan, yang meliputi: petunjuk tentang cara agar siswa dapat menggunakan kemampuan yang diperolehnya dalam komunikasi yang sebenarnya, variasi latihan, bentuk kegiatan lain yang diberikan, seperti: bernyanyi, drama, baca puisi, dan lain-lain, serta materi yang menyebabkan siswa senang rileks dan tertawa, seperti humor, anekdot, karikatur, dan lain-lain, dan, 23 6. Pertimbangan praktis, yang meliputi: transisi penyusunan buku, penampilan buku, cetakan buku, seperti: halaman, huruf, kertas, dan ilustrasinya, kuantitas buku, kesalahan cetak dalam buku, dan harga buku. (Rivers, 1981:477-482) 1.6.5 Prinsip Belajar Bahasa Kedua Bila kita membicarakan mengenai pembelajaran, ada beberapa hal yang selalu disinggung, yaitu prinsip, pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran. Prinsip dikatakan juga landasan. Prinsip pembelajaran menurut Freeman dan Anderson (2012) adalah represent the theoretical framework of the method. Hal ini difokuskan pada segi (1) bahan yang akan dipelajari, (2) prosedur pembelajaran (bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajarkan bahan), (3) guru, dan (4) siswanya. Prinsip dalam pembelajaran bahasa haruslah dijadikan landasan dalam menyajikan materi secara keseluruhan, baik materi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik serta aspek non-linguistik dari bahasa yang dipelajari. Menurut Brown (2006) ada dua belas prinsip pembelajaran bahasa dan kedua keduabelas prinsip tersebut dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu: Kognitif, Afektif, dan Linguistik. 24 1. Prinsip-prinsip Kognitif Dikatakan prinsip kognitif karena pada umumnya berkaitan dengan fungsi mental dan intelektual. Menurut pandangan kognitif proses belajar yang terjadi dalam diri individu adalah suatu proses penerimaan informasi. Belajar dimulai dari masukan yang datang dari lingkungan diterima oleh panca indera, kemudian diproses dan disimpan di dalam memori dan luaran dari pembelajaran adalah berbagai kemampuan. Ada lima prinsip kognitif, yaitu: Otomatisasi, Pembelajaran Bermakna, Antisipasi Penghargaan, Motivasi Intrinsik, dan Strategi Investasi. Prinsip 1: Otomatisasi Anak biasanya memperoleh bahasa dari lingkungan. Pada awalnya anakanak mendengarkan dan mengamati orang lain yang menggunakan suatu bahasa dan tanpa disengaja apa yang didengar dan diamatinya tersebut akan masuk ke alam bawah sadarnya. Ketika akhirnya dia siap menggunakan bahasa maka dia akan mempraktekkan apa yang didengar atau diamatinya tersebut. Anak anak sering kali tidak memikirkan apa yang diucapkannya, dalam artian, mereka menggunakan bahasa secara otomatis tanpa takut membuat kesalahan. Pembelajar bahasa, baik anak anak maupun orang dewasa, diharapkan dapat mengadaptasi cara seorang anak memperoleh bahasa dari lingkungan. 25 Artinya, mereka harus mampu memproduksi bahasa tanpa memikirkan kata per kata, atau berfokus pada struktur dan bentuk kalimat. Dimulai dari memproses bahasa yang sepatah demi sepatah lambat laun menjadi lebih lancar dan otomatis. Dengan begitu bahasa yang dipelajari tidak hanya berupa pengetahuan tetapi merupakan kompetensi. Yang perlu diperhatikan pada prinsip otomatisasi antara lain: • Penyerapan bahasa secara tak sadar melalui komunikasi langsung di dalam kelas. Pembelajar perlu difasilitasi dengan bahasa target dalam berbagai kesempatan. Belajar bahasa dimulai dengan mendengar, maka guru disini berperan sebagai Language Model. Guru menyampaikan pelajaran dengan bahasa target sekaligus menunjukkan bahasa yang benar pada siswa. Apabila terjadi pengulangan beberapa kata atau kalimat dalam pembelajaran, misalnya guru mengatakan, ”Clean the white board, please!”, ”Open your book page 21”, ”Be quiet, please!” pada awalnya mungkin siswa tidak mengetahui artinya, namun, apabila guru sering mengulang kalimat tadi, secara tidak sadar kalimat tadi akan masuk ke ingatan jangka panjangnya dan bertahan disana. Siswa juga akan menggunakan kalimat kalimat tersebut ketika berada pada situasi yang mirip atau serupa. 26 • Penggunaan bahasa yang efisien dan lancar difokuskan pada maksud daripada bentuk. Jane Willis dalam Brown berpendapat bahwa dengan mempelajari bentuk kalimat setelah siswa menyelesaikan tugas mereka, hal ini dapat memperbaiki kesalahan struktur yang dilakukan siswa dalam penggunaan bahasa ketika melakukan tugas, atau ketika dirasa siswa akan lebih leluasa menggunakan bahasa apabila tidak mengetahui struktur bahasa tertentu. Dapat disimpulkan mengapa Jane Willis memberi penjelasan tentang struktur atau bentuk (grammar) adalah agar siswa lebih fokus pada penyampaian maksud daripada hanya berdiam diri karena takut membuat kesalahan. • Menghindari analisis bentuk bahasa ketika memproduksi ujaran. Prinsip otomatisasi tidak mengatakan bahwa berfokus pada bentuk bahasa akan berbahaya atau menghambat kelancaran penggunaan bahasa namun prinsip ini lebih menganjurkan pada pembelajaran yang bermakna dengan lebih menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya (menyampaikan maksud, berkomunikasi) pada konteks otentik. Prinsip 2: Pembelajaran Bermakna Brown mengatakan bahwa situasi pembelajaran bisa bermakna jika (1) pembelajar memiliki perangkat pembelajaran bermakna, yaitu sebuah kecenderungan untuk mengaitkan kegiatan pembelajaran baru dengan apa 27 yang telah mereka ketahui, dan (2) kegiatan pembelajaran itu sendiri punya kemungkinan bermakna bagi pembelajar, yaitu bisa dihubungkan dengan struktur pengetahuan pembelajar. Proses pada pembelajaran bermakna mirip dengan pendekatan pemrosesan informasi yang menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses berpikir. Dalam prinsip ini sebaiknya hindari teknik yang sering dipakai pada pembelajaran hapalan, seperti: a. Terlalu banyak penjelasan tentang struktur atau bentuk bahasa. b. Terlalu banyak teori dan prinsip bahasa. c. Terlalu banyak latihan (drilling) dan hafalan. d. Kegiatan pembelajaran yang tidak jelas. e. Kegiatan pembelajaran yang hanya merupakan kumpulan pengetahuan dan tidak bermakna. Prinsip 3: Antisipasi Penghargaan Manusia secara umum dikendalikan oleh ”reward” tertentu dalam melakukan sesuatu. Manusia melakukan sesuatu karena memiliki maksud dan tujuan. Dalam pembelajaran, penghargaan (reward) seringkali membuat siswa semangat untuk belajar, hanya saja ketika guru tidak lagi memberi 28 suatu penghargaan, maka siswa akan kurang termotivasi. Apabila siswa tidak memiliki motivasi untuk belajar tentu saja tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Salah satu implikasi yang baik pada pembelajaran adalah dengan menjadi guru yang dapat menarik perhatian siswa. Menciptakan suasa kelas yang menyenangkan dengan memvariasikan metode pengajaran dan memfasilitasi pengajaran dengan alat bantu belajar yang menimbulkan semangat belajar siswa. Selain itu guru juga dapat memberitahu siswa kegunaan jangka panjang penguasaan bahasa yang merekan pelajari dengan menunjukkan apa-apa saja yang bisa mereka raih dan dapatkan di masa mendatang apabila mereka dapat menggunakan bahasa tersebut dengan baik. Prinsip 4: Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri. Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan Apabila siswa memiliki motivasi intrinsik, maka tanpa ada penghargaan dari guru pun siswa akan tetap belajar. Prinsip 5: Investasi Strategi Beberapa dekade lalu, pembelajaran bahasa sebagian besar menekankan pada penyampaian bahasa pada siswa. Pembelajaran yang berhasil bergantung pada guru, buku teks, bahkan struktur bahasa. Namun, beberapa 29 tahun terakhir, telah banyak penelitian tentang pembelajar yang berhasil dan tidak berhasil dan guru sekarang lebih berfokus pada peran murid dalam pembelajaran. Proses pembelajaran bergeser dari teacher centered menjadi learner centered. Beberapa implikasi dari prinsip strategi investasi pada pembelajaran, antara lain: (1) memberikan perhatian yang sama pada semua siswa, (2) mengetahui gaya belajar masing-masing siswa, dan (3) menggunakan teknik pengajaran yang bervariasi disesuaikan dengan gaya belajar para siswa. 2. Prinsip-prinsip Afektif Aspek afektif memegang peranan yang penting dalam menentukan tingkat kesuksesan dalam belajar, bekerja, ataupun kegiatan yang lainnya. Afeksi mengacu kepada emosi atau perasaan. Dalam belajar bahasa, seseorang harus yakin pada dirinya sendiri agar berhasil dengan baik. Siapapun yang belajar bahasa kedua harus benar-benar menyadari bahwa dalam belajar bahasa tidak boleh takut salah. Ada empat prinsip yang termasuk dalam kelompok prinsip pengajaran bahasa afektif ini. Keempatnya ditandai dengan adanya keterlibatan emosional, baik secara pribadi sebagai pelajar atau yang berhubungan dengan orang lain sebagai makhluk sosial. 30 Prinsip 6: Ego Bahasa Menurut prinsip ini, apabila seseorang belajar untuk menggunakan bahasa kedua, maka ia juga mengembangkan identitas kedua (cara berpikir, merasa, dan bertindak) terkait dengan bahasa kedua yang ia gunakan. Kadangkala siswa merasa bingung karena mereka kurang memahami budaya dan cara hidup penutur asli bahasa kedua tersebut. Dalam hal ini siswa akan merasa rapuh, defensif, dan menimbulkan bebagai hambatan. Oleh karena ini Brown menegaskan bahwa seorang guru haruslah memperlakukan siswanya dengan penuh kelembutan dan sikap yang bijak. Dalam hal ini, kesabaran dan pengertian diperlukan untuk menahan emosi siswa sehingga dapat mempermudah proses penguasaan bahasa kedua tersebut. Prinsip 7: Percaya Diri Prinsip ini sangat penting dikembangkan dalam diri pembelajar bahasa karena akhir dari keberhasilan yang dicapai siswa tergantung pada prinsip percaya diri sehingga siswa bisa memahami pelajaran tersebut. Dengan kata lain, keyakinan pembelajar akan kemampuannya akan menjadi faktor berhasilnya dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, materi pelajaran sebaiknya ditata mulai dari yang mudah ke yang sulit agar siswa merasa mampu mengerjakan tugasnya. Selain itu contoh-contoh yang diberikan seharusnya yang akrab dengan kehidupan siswa. 31 Prinsip 8: Pengambilan Resiko Prinsip ini bermanfaat untuk menumbuhkan keberanian agar siswa tidak takut menggunakan bahasa target. Prinsip ini menyarankan agar siswa dibiasakan untuk berani mengambil resiko dalam menggunakan bahasanya dengan tidak takut berbuat salah. Seperti yang dikemukakan oleh Brown, prinsip ini sering digunakan para siswa yang berhasil dalam belajar bahasa. Prinsip 9: Hubungan Bahasa dan Budaya Prinsip ini berfokus pada hubungan kompleks antara bahasa dan budaya. Apabila seorang guru mengajarkan suatu bahsa, maka guru juga mengajarkan sistem yang kompleks dari adat, budaya, nilai dan cara berpikir penutur asli bahasa tersebut. Bahasa dan budaya saling terkait, oleh karena itu, jika seseorang berhasil belajar suatu bahasa, dia juga belajar sesuatu dari budaya si penutur asli bahasa tersebut. Dengan kata lain, pemahaman lintasbudaya merupakan aspek penting dalam belajar bahasa. 3. Prinsip-Prinsip Linguistik Berdasarkan teori-teori kebahasaan, dirumuskan prinsip-prinsip mengenai pembelajaran bahasa, antara lain kemampuan berbahasa adalah sebuah proses kreatif, maka siswa harus diberi kesempatan yang luas untuk 32 mengkreasikan ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif yang sebenarnya, bukan sekedar menirukan dan menghafalkan. Ada tiga prinsip pembelajaran bahasa yang termasuk ke dalam kelompok linguistik ini, yaitu prinsip pengaruh bahasa ibu, prinsip antar bahasa, dan prinsip kompetensi komunikatif. Prinsip 10: Pengaruh Bahasa Ibu Prinsip ini menekankan pentingnya bahasa ibu siswa dalam upaya mempelajari bahasa kedua karena bahasa ibu siswa memberikan pengaruh yang kuat terhadap akuisisi sistem bahasa target. Pengaruh ini dapat bersifat mendukung atau mengganggu proses produksi dan pemahaman bahasa yang baru. Prinsip 11: Antar Bahasa Prinsip antar bahasa ini menekankan adanya pengaruh bentuk-bentuk bahasa terhadap bahasa yang lain. Interferensi bahasa merupakan sumber kesalahan yang paling mencolok di kalangan pembelajar bahasa kedua. Sering kali, siswa beraggapan apa yang merekan pahami atau katakan adalah benar, tetapi dari sudut pandang penutur asli, belum tentu benar. Kajian antar bahasa sering menghasilkan analisis kesalahan. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu menyeleksi tiap kesalahan dan memaparkan kesalahan dengan bijak dan tidak meyudutkan siswa. 33 Prinsip 12: Kompetensi Komunikatif Prinsip ini menekankan bahwa kompetensi komunikatif merupakan tujuan dari kelas bahasa. Ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan dalam menerapkan prinsip ini dalam kelas bahasa. 1. Penjelasan tata bahasa hanya bagian dari sebuah pelajaran atau kurikulum, sehingga jangan mengabaikan komponen penting lainnya (misalnya sosiolinguistik, psikomotor, dan strategis) dari kompetensi komunikatif, 2. Mengajarkan kemampuan psikomotor (pengucapan), misalnya, melatih pronunciation dan intonasi berbicara dalam bahasa target, 3. Pengajaran bahsa menekankan pada autentisitas, interaksi, dan komunikasi untuk kepentingan sehari-hari. Contohnya mengajarkan bagaimana cara menanyakan informasi dalam bahasa target, dan lain sebagainya. Selain dua belas prinsip pembelajaran bahasa diatas, Nurhadi (1995) juga menekankan beberapa poin yang tak kalah pentingnya untuk ditinjau sebagai pertimbangan terhadap prinsip belajar bahasa, antara lain: apakah materi yang disajikan telah diintegrasikan dengan empat keterampilan bahasa? Apakah materi yang disajikan telah dipertimbangkan dengan tujuan berbahasa siswa? Sudah tepatkah cara pengorganisasian dan mengalokasikan waktu? 34 Bagaimanakah penyajian materi: terlalu cepat dan padatkah? Dan apakah buku teks pelajaran telah dilengkapi dengan penjelasan yang bersifat nonverbal? (1995:410). Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulis dalam berbagai konteks komunikasi. Oleh karena itu, pengajaran bahasa sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diimplementasikan ke dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Prinsip-prinsip ini merupakan fondasi utama dalam praktik pengajaran bahasa. Dengan dimplementasikannya prinsip-prinsip ini dalam pembelajaran bahasa, maka akan memudahkan guru dalam mengajar siswa belajar bahasa, khususnya bahasa target yang ingin dicapai. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode analisis isi. Analisis isi digunakan untuk dua tujuan (Carney dalam Mulyana, 2005: 83), yaitu tujuan deskriptif (mendeskripsikan struktur dan isi wacana) dan tujuan inferensial (menginferensiksn atau membuat kesimpulan suatu maksud dan akibat dipakainya sebuah wacana). Pada tahap pertama, hal yang dilakukan adalah menjaring data sebanyakbanyaknya yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data diperoleh dengan 35 menggunakan metode studi pustaka dari BSE bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs yang diteliti yaitu BSE bahasa Inggris “When English Rings the Bell” (WERtB) milik Kemendikbud Kurikulum 2013. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca, pilah dan catat. Tahap kedua berupa analisis data dengan menggunakan metode deskriptif. Proses ini diawali dengan dilakukan reduksi data, yaitu mengurangi data-data yang kurang relevan dengan topik. Setelah itu data dianalisis menggunakan kriteria evaluasi kualitas buku menurut teori Wilga M. Rivers (1981) yang disajikan dalam bentuk tabel kriteria seperti dibawah ini: No Ranah Penilaian 1 Bahasa 2 Isi • • • • • • • • 3 4 • • • • • • • Keterrkaitan isi dengan • prinsip belajar bahasa • Aspek linguistik Aspek yang dinilai Kealamian bahasa Kekinian bahasa Situasi pemakaian bahasa Penggunaan slang dan idiom Situasi dalam dialog Isi dari bahan bacaan Penggambaran budaya yang tidak bertentangan dengan budaya siswa Pembeda antara seks, ras, dan agama secara implisit dan eksplisit Aspek pelafalan Aspek tata bahasa Aspek latihan Aspek membaca Aspek kosa kata Aspek menulis Aspek menyimak Integrasi materi dengan empat keterampilan bahasa Cakupan variasi kemampuan siswa 36 • Kebebasan siswa berinisiatif • Penggunaan alat bantu mengajar seperti kaset, film, gambar, dan lain-lain • Penjelasan visual Tabel 1. Kriteria evaluasi buku teks Wilga M. Rivers (1981) Kriteria analisis mengenai kualitas buku akan dikelompokkan menjadi analisis (1) bahasa dan isi, (2) aspek linguistik dan dikaitkan dengan (3) pertimbangan terhadap prinsip belajar bahasa milik Douglas H. Brown. Selanjutnya, kriteria evaluasi yang sudah didapatkan dijelaskan secara kualitatif dengan beberapa sampel pendukung. Tahap ketiga berupa penyajian hasil analisis data yang disajikan secara formal (tabel dan diagram) serta informal yaitu dengan menggunakan kata-kata biasa. Dalam penyajian ini, rumus (-rumus) atau kaidah (-kaidah) disampaikan dengan menggunakan kata-kata biasa, kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami (Kusuma,2007: 74). 1.8 Objek penelitian Dalam penelitian ini terdapat satu buku sumber yang dijadikan objek penelitian, adapun informasi singkat mengenai tersebut adalah sebagai berikut: Judul buku : Bahasa Inggris When English Rings the Bell Gradasi (tingkatan) : SMP/MTs Kelas VII Tahun terbit : 2013 Hak cipta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 37 Kontributor naskah : Asep Gunawan, Yuli Rulani Khatimah, dan Siti Wachidah Penelaah : Emi Emilia, Didi Suherdi, dan R. Safrina Penyelia penerbitan : Politeknik Negreri Media Kreatif, Jakarta Jumlah halaman : iv, 188 Jumlah bab : 8 (delapan) ISBN : 978-602-1530-58-0 Cetakan Ke : 1 (satu) 1.9 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada kualitas bahasa dan isi, aspek linguistik, serta keterkaitan terhadap pertimbangan prinsip belajar bahasa pada kedua buku yang diteliti. Teori yang digunakan dalam mengukur kualitas buku berdasarkan kriteria dari Wilga M. Rivers dan prinsip belajar bahasa diukur menggunakan 12 prinsip Douglas H. Brown. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam proses evaluasi kedua buku tersebut berdasarkan bidang ilmu yang dimiliki oleh peneliti. Oleh karena itu, pertimbangan mengenai grafika pada buku tidak ini tidak menjadi penilaian. Penelitian ini dilakukan terhadap Buku Sekolah Elektronik kelas VII SMP/MTs dimana pada saat penelitian ini dilakukan, implementasi Kurikulum 2013 masih baru diujicobakan pada kelas I SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA. 1.10 Sistematika Penyajian Secara garis besar, hasil akhir penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab, dengan sistematika sebagai berikut: 38 BAB I : bagian pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, objek penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penyajian. BAB II : ulasan jawaban atas rumusan masalah yang pertama mengenai analisis penggunaan bahasa dan isi buku sekolah elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell. BAB III : membahas jawaban atas rumusan masalah yang kedua mengenai analisis aspek linguistik buku sekolah elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell. BAB IV: mengulas jawaban rumusan masalah yang ketiga yaitu analisis keterkaitan buku sekolah elektronik bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs When English Rings the Bell terhadap pertimbangan prinsip belajar bahasa kedua BAB V : adalah bagian penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Penyajian hasil penelitian ini juga akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran yang diperlukan.