Quran itu, dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (Asy Syuura: 52). 2. Mengamalkan Ilmu Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah, sebagaimana dikutip dalam Hushul al-Ma'mul, mengatakan bahwa: ”Seorang yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh, sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang 'alim” Seorang ilmuwan yang tidak mengamalkan ilmunya berada dalam kerugian, karena pada hari kiyamat akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dikuasainya. Dalam HR Ad Darimi nomor 537 disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ”Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti, hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.” 3. Berdakwah kepada Allah Nasihat-menasihati dalam menjalani kebenaran, adalah saling mengingatkan, khususnya di antara sesama Muslim, umumnya di antara sesama manusia. Berdakwah, mengajak manusia kepada Allah ta'ala, adalah tugas para Rasul dan juga menjadi tugas bagi orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Allah ta'ala berfirman: “Katakanlah, “inilah jalan (agama)ku, aku dan orangorang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108). Keutamaan berdakwah ke jalan Allah: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushshilat : 33). 4. Bersabar dalam Dakwah Kriteria keempat agar kita tidak terjerumus ke dalam kerugian, adalah bersabar atas cobaan yang diberikan oleh Allah: a. Ujian khusus: Bagi Da'i professional maupun amatir. Bersabar atas gangguan yang dihadapi ketika menyeru ke jalan Allah ta'ala. Hal ini dikarenakan para dai' menyeru manusia untuk mengekang diri dari hawa nafsu (syahwat), kesenangan dan adat istiadat masyarakat yang melanggar syari'at. Sebagai pelipur lara ketika berjumpa dengan rintangan ketika berdakwah, Allah ta'ala berfirman: ”Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) para rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang p e r to l o n ga n K a m i te rh a d a p m e re ka , D a n 4 2 b. Ujian umum: Bagi semua orang yang mengaku beriman. Salam Surat Al An Kabut, ayat 1-2: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', padahal mereka tidak diuji lagi?”; “Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”; Peringatan Allah agar bersabar terdapat dalam surat Alam Nasyrah, yang disebutkan sebanyak dua kali: (ayat 5) [Fa innama 'al 'usri yusron] “Karena sesungguuhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”; (ayat 6) [Inna ma'al 'usri yusron:] “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam Surat Al Baqaraah 256, Allah SWT menjelaskan: [Laa yukallifullaHu nafsan illaa wus 'aHaa] “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”; Banyak orang yang strees menghadapi cobaan hidup karena tidak memahami ayat-ayat tersebut. Kita bersyukur menjadi umat Islam karena memiliki ajaran nasehat menasehati agara tetap berada dalam kesabaran. PENUTUP: Empat aspek yang jika dilakukan maka akan terhindar dari kerugia, ialah: 1) Iman yang benar (didasari ilmu keimanan) adalah landasan untuk mencari ilmu Allah yang luas, ilmu memperkuat iman. Oleh karena itu pahami AL-Qur'an untuk meningkatkan interaksi di antara ilmu dan Iman. 2) Seseorang yang tidak mengamalkan ilmunya tidak akan dapat merasakan kenikmatan ilmunya secara nyata. Dan merupakan pangkal kerugian, bukan hanya di dunia (misalnya kehidupan sosial dan ekonomi) tapi juga di akhirat. 3) Setelah mengetahui kebenaran hendaklah seseorang berusaha untuk menyelamatkan saudaranya dengan mengajak untuk memahami dan melaksanakan agama Allah dengan benar. 4) Setiap manusia memiliki cobaan. Khususnya orang yang beriman, akan senantiasa mendapatkan cobaan. Sehubungan dengan itulah kita sesama Muslim perlu bersamasama saling menasehati agar sabar menghadapi cobaan. Ingatlah bahwa Allah senantiasa bersama orang-orang (Muslim) yang sabar: Was ta'iinu bi shobri wa sholaah, innallaHa ma'ash-shoobiriien. Pada akhir tafsir Karimir Rohmaan hal. 934, mengenai surat Al 'Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah berkata: “ Maka dengan dua hal yang pertama manusia dapat menyepurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir. Manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut. manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar” ing l r ta itia Pelindung Rektor ISI Yogyakarta n Penasehat Dr. H. Hersapandi, SST., MS. pa Penanggung jawab Drs. H. Andono, M.Sn. Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Koordinator Rektorat Anggota Koord. Peng. Jamaah FSR Anggota Koord. Peng. Jamaah FSP Anggota Koord. Peng. Jamaah FSMR Anggota Koord. UPT Perpus Anggota Koordi. Pascasarjana Anggota Sie Acara Anggota Sie Imam Anggota Sie Penceramah Anggota Sie Door prize Anggota fo in as l kiHARI/TANGGAL e No. s 3 sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita Rasul-rasul itu” (QS. Al-An'am : 34). Jumat, 19-07-2013 Sie Buletin Tarling Anggota PENCERAMAH Kyai Burhanudin TUAN RUMAH Arif Suharson, S.Sn., M.Sn. TEMPAT Gandekan RT 4 Guwosari Pajangan Bantul, Telp. 081392052852, Masjid Agung Bantul ke Barat, setelah Pabrik BH ada pertigaan (kiri arah Srandakan) ambil jalan yang lurus, setelah melewati gapura ada pertigaan ambil ke kanan, kemudian ada pertigaan lagi ambil ke kiri, terus sampai ada pertigaan lagi ambil ke kanan beberapa meter. ah m ra e c Dalam hadits Qudsi disebutkan bahwa “setiap amal anak Adam sesungguhnya untuk dirinya sendiri.” Dengan demikian pahala shalat adalah untuk yang melakukannya; pahala shadaqah, mulai dari kelipatan sepuluh, tujuh ratus, bahkan kelipatan tak terhingga, dijanjikan oleh Allah bagi pengamalnya – man jaa-a bi hasanatin ashru amkalihaa, “siapa yang berbuat kebajikan baginya kelipatan sepuluh kali minimal di akhirat” – Demikian pula bagi siapa yang membaca Qur'an mulai dari hitungan yang paling kecil, man qurrofa arfan min kitabillaah, falahu hasanat, ma 'al hasanatus asyu am saliha, “siapa yang membaca satu huruf saja dari Al Qur'an, maka ia dicatat melakukan kebajikan, dan setiap kebajikan dilipat gandakan juga untuk dirinya sendiri,” in ahsantum ahsantum li anfusikum, fa ina sa' kum falaha, “setiap kebaikan, kitalah yang akan memetik hasilnya, dan setiap keburukan kita pula yang menanggung akibatnya.” Allah berfirman: illa Syiam, kecuali puasa. “Puasa itu untuk-Ku”, kata Allah, fu anna azibihii, “dan Aku yang akan menentukan balasannya;” oleh karena itu tidak usah memikirkan balasannya, nanti Allah pasti akan memberikan. Dengan demikian paling tidak ada dua filosofi berpuasa. Filosofi pertama: Pahala puasa pada dasarnya sesuai dengan ikrar kita dalam surah AlFatihah, iyyaka na'budu wa iyya ka nasta'iin, bahwa untuk memperoleh meminta pertolongan Allah hendaknya didahului dengan ibadah. Dengan demikian filosofi berpuasa ialah berpuasa dahulu nanti menjadi orang yang bertaqwa, setelah bertaqwa barulah sederet fasilitas akan diberikan buat kita. Orang taqwa itu yang pertama, umiyyata illaahi, yaj allahu makhroja, akan diberi senantiasa jalan mudah , jalan keluar, solusi dari setiap problema. Dengan demikian manusia itu ada yang trouble maker (pembuat masalah), dan ada yang problem solver (pemecah masalah). Manusia yang bertaqwa karena hasil puasa, menjadi bagian dari solusi. Yang kedua, selalu dilimpahi rejeki meski bahkan dengan cara yang tidak terduga, wa yarzuku mi haitsu laa yahtasib. Yang ketiga, diberi kemuliaan di dunia dan akhirat, inna akromakum 'indallaahu atqokum, sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa. Yang keempat, dijanjikan akan disiapkan surga baginya, wa siqolladzi yataqou robbahum ilal jannati zumaro, orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhan mereka, akan dipersilahkan memasuki surga secara bergelombang-gelombang. Gelombang pertama langsung masuk surga tanpa hisab, Gelombang kedua dan seterusnya harus menunggu di neraka. Dalam surat Al Waqi'ah dijelaskan bahwa ada tiga golongan. Golongan kanan adalah ahli surga, golongan kiri adalah ahli neraka. Golongan ketiga, Assabiquuna sabiqun, golongan yang pertama serba pertama, di antaranya yang menyambut seruan Sie Perlengkapan Anggota kebajikan pertama kali. Filosofi kedua: Nabi SAW menyampaikan berbagai macam pujian bagi orang-orang yang berpuasa. Mulut orang berpuasa lebih harum dari minyak wangi; kemudian Nabi mengatakan wa li sho imi farhataani, bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, farhatun 'indal fitri, farhatun 'indalli qoo i-robbi. Kegembiraan yang pertama adalah ketika berbuka, dan yang kedua ialah ketika bertemu dengan Tuhan. Jika yang kedua ini tercapai maka pada hari kiamat nanti kita terbangun, baca hamdallah, seperti kita bangun tidur kikta baca alhamdulillahilladzi ahyaana, ba'dama ama tana wa ilaihin nusyur. Pada hari tersebut , di padang masyhar akan mendengar seruan, salaamun qoulam mirrobbirrahiim (surah Yassin), “salam hangat, salam sejahtera, inilah ucapan sambutan dari Tuhan yang Maha Penyayang.” Tapi kalau kita tidak mendengar kalimat tersebut maka akan mendengar kalimat berikutnya, wam taazul yauma ayyuhal mujrimuun. “Menyingkir kalian wahai pendusta,” sehingga kebahagiaan ketika bertemu Tuhan, tidak terjadi. Lalu ke mana puasa kita? Oleh karena itu jangan terlena dengan pujian-pujian nabi berkenaan dengan kita yang berpuasa, kita perlu juga memperhatikan peringatan Nabi, sinisme Nabi, sehubungan dengan orang yang berpuasa. Ada hadis yang menyatakan: rubba shoo-imin laisalahum minshiyaamihi ilal Ju' wal habs, “betapa banyak orang yang berpuasa tidak dapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.” Jika demikian maka kegembiraannya hanya saat berbuka saja. Sebab hilangnya pahala puasa ada tiga: (1) Persepsi yang salah tentang Ramadan dan ampunan Allah, (2) Memanfaatkan keuntungan bisnis duniawi dari bulan Ramadan, (3) disorientasi niat puasa. Sebab ditolaknya puasa yang pertama, ialah kesalahan persepsi bahwa ketika masuk Ramadan, kita otomatis akan mendapatkan pengampunan. Dalam memasuki bulan Ramadan fasilitas kita dalam beribadah ditambah, yaitu musuh kita diikat. Seharusnya kita menang karena hal tersebut, namun dalam kenyataannya tetap terkalahkan. Hal tersebut karena kita tidak menyadari bahwa walaupun “tubuh” syaitan diikat sehingga berkurang kekuatannya namun “mulut”-nya tidak dibungkam sehingga masih dapat menggoda. Dalam dialog antar malaikat. Jibril ditanya oleh malaikat yang lain: Maa shona-alloohu li hawa ihim mu'miniina min umatin Muhammadin saw? “Jibril, Apa kira-kira yang akan diperbuat Allah terhadap urusan orang-orang beriman dari pengikut Muhammad SAW?” Jibril menjawab: Innallaha dorro ilayhim wa afwa anhum ghofarollohu. Yang pertama, “Sesungguhnya Allah akan memandang umat yang beriman ini dengan pandangan belas kasih,” Allah sayang, Allah bahkan bangga dengan umat ini. Yang kedua, “Allah akan memaafkan mereka dan Sie Transportasi Anggota Sie Dokumentasi Sie Keamanan Anggota Dr. Sunarto, M.Hum. Dedy Setiawan, S.Sn., M.Sn. Tri Mulyono Mujiati, SE. Drs. H. Pradopo Dra. RA. Esti Hapsari S. Suparjilan, SIP Mujiyono, A.Md. Musdi Sudiyanto Walyudi Jumari Maryoto Dr. Bambang Pudjasworo Drs. Agus Suseno, M.Hum. Drs. Sri Hendarto, M.Hum. Dra. Hj. Ella Yulaeliah, M.Hum. Drs. Siswanto, M.Hum. Marsudi, S.Kar., M.Hum. Asep Saepudin, S.Sn., M.Sn. Purwanto, S.Sn., M.Sn. Sudarsono, S.Sos. Marsudi, S.H. Semi Lestari, S.Sn. Mulatno, SIP. Edi Prayitno Pranoto Sugeng Risbani Suyono Sarjiya Drs. Cepy Irawan, M.Hum. Arif Suharson, S.Sn., M.Sn. Drs. Sarjiwo, M.Pd. Drs. Sukotjo, M.Hum. Drs. HM. Umar Hadi, MS. Aan Sutiaman Fathoni Drs. Otok Herum Marwoto, M.Sn. Drs. H. Rispul, M.Sn. Toyibah Kusumawati, S.Sn., M.Sn. Endah Suryani Dra. Titiana Irawani, M.Sn. Tri Septiana Kurniati, SPd., M.Hum. Yulita Kodrat P., ST., MT. Hesti Rahayu, S.Sn., MA. Dra. RAMM. Pandansari Kusumo, M.Sn. Zulisih Maryani, SS., MA. Elli Irawati, S.Sn. Rano Sumarno, S.Sn., M.Sn. Dr. Junaidi, S.Kar., M.Hum. Umilia Rokhani, SS., MA. Dr. H. Andre Indrawan, M.Hum., M.Mus.St. Aruman, S.Sn., MA. Deni Junaidi, S.Sn., MA. Waljiman, SIP Subagyo Agus Hardiyanto, SIP. Sutarlan, AMd. Marjuki Mardiyono Sarjiman Wadiya Sunardi Khoiri Sukardiyono Dalam sambutannya Pembantu Rektor (PR) I, Dr. M. Agus Burhan, mengungkapkan rasa rasa bahagianya bahwa hingga saat ini Tarwih Keliling keluarga besar ISI Yogyakarta dapat terselenggara setiap tahun. Tradisi yang baik ini telah berjalan selama 28 tahun, yaitu seusia dengan ISI Yogyakarta, dipelopori oleh Prof. But Muchtar, Rektor pertama perguruan tinggi ini. Kegiatan ini merupakan tradisi yang baik sehingga perlu dilestarikan. Manfaat kegiatan ini bukan hanya merupakan wadah peribadatan dan peningkatan keimanan namun juga manfaat bagi dimensidimensi sosial yang di antaranya ialah silaturahmi di antara anggota keluarga ISI Yogyakarta. Perkembangan penyelenggaraan Tarling, yang di antaranya ialah manajemen pelaksanaan, dan dua hal baru, yaitu pentas seni yang malam itu menampilkan vokal grup selawatan anak, dan penerbitan bulletin Tarling, patut untuk dihargai. Di akhir sambutannya, mewakili jajaran pimpinan institut, PR I menyampaikan ungkapan terima kasihnya kepada panitia dan jamaah Tarling yang telah meramaikan kegiatan ini. [ ] Suasana jamaah tarling putaran 1 di rumah Ibu Dra. Hj. Ella Yulaeliah, M.Hum. Bapak Dr. Sunarto, M.Hum. selaku ketua panitia tarling 1434 h sedang memberikan sambutan (Foto: Dr. Andre Indrawan, 2013) mengampuni dosa-dosa mereka.” Kemudian Jibril melanjutkan, Illa arba'atan, “kecuali empat golongan”; Dengan demikian ada yang diperkecualikan dari orangorang yang mendapat kasih sayang dan m aghfiroh dari Allah Swt. Kemudian malaikat lain bertanya kembali: Man ha ulla-ika lil arbaa'a, “siapa itu yang empat, wahai Jibril?” Jibril menjelaskan: (a) Mu'minu khomrin, “orang yang minum khamr.” Haram di bulan Ramadan haram pula di luar Ramadan, sehingga jika kita lakukan yang haram di bulan Ramadon akan mendapat dua sanksi, yaitu dosa, dan sangsi karena mencederai kesucian bulan Ramadan. Dalam bulan suci ini mari kita tinggalkan dosa. Bahwa kita meninggalkan yang halal demi keridloan Allah namun jangan kita lakuikan yang haram; (b) Durhaka terhadap kedua orang tuanya; (c) Memutuskan hubungan baik di antara sesama saudaranya; jangan merasa benar sendiri dan tunding menunding sesama Muslim, misalnya masalah hisab masuk Ramadan dan Idul Fitri, jumlah rakaat tarwih, dsb. Berbeda-beda dalam menuju Allah Swt bukanlah masalah selama masih dalam koridor syari'ah; (d) Orang yang tidak menegur sapa saudaranya lebih dari tiga hari karena permusuhan, dendam, dsb. Dengan demikian selama ini kita telah salah persepsi, dikiranya begitu masuk Ramadan kita menerima ampunan, padahal ampunan itu perlu dijemput. Manfaatkan waktu sahur untuk berdoa mohon ampun, perbanyak tarwih, Sebab ditolaknya puasa yang kedua ialah adanya sikap mendompleng keuntungan di bulan Ramadan. Dalam hal ini umumnya ialah melalaikan tujuan puasa dengan berdagang untuk mencari perhitungan keuntungan duniawi semata. Sebab yang ketiga ialah terjadinya disorientasi dalam niat puasa. Tidak sedikit orang berpuasa semata untuk menjada kesehatan. Walaupun ada hadis yang meanjurkan puasa agar sehat, yaitu “puasalah kalian nanti jadi sehat,” tapi yang dimaksud adalah sehat rohani dan ragawi. Hal tersebut diarena ada ayat puasa yang berbunyi: faman kana minkum mariidhon au ala safarin fa iddatun min ayya min ukhor, yang menginstruksikan bahwa bagi mereka yang sakit atau dalam perjalanan dapat, meninggalkan puasa untuk diganti pada waktu yang lain. Jika memang puasa adalah semata-mata untuk kesehatan fisik, maka yang diutamakan tentunya bukan orang yang sehat, melainkan orang yang sakit atau dalam perjalanan. Dengan demikian puasa ialah jelas bagi orang yang sehat, agar mendapatkan kesehatan keduanya, yaitu rohani dan ragawi. KESIMPULAN: Mudah-mudahan tidak ada pada diri kita tiga sikap tersebut yang membatalkan puasa. Mari kita focus bahwa puasa kita untuk menyenagkan Allah Swt, untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, sehingga kita berhak menyandang gelar al Muttaqiien. m sla I an 3 ji ka ILMU, AMAL, DAKWAH DAN SABAR Editor: Dr. Andre Indrawan Saudara seiman yang berbahagia, marilah dalam bulan Ramadan yang suci ini kita senantiasa mengisi waktu kita dengan segala sesuatu yang bermanfaat. Waktu adalah aset atau fasilitas yang diberikan Allah pada manusia, yang sangat berharga. Kekayaan apapun yang dimiliki manusia maka tidak ada yang lebih berharga dari waktu karena waktu yang terbuang tidak bisa diganti dan semua amal kita telah dicatat oleh malaikat, sementara harta yang hilang masih bisa dicari lagi. Sedemikian pentingnya waktu sehingga Allah ta'ala berfirman: ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al 'Ashr). Surah tersebt merupakan peringatan dari Allah bahwa seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian total yang meliputi dunia dan akhirat sehingga ia tidak mendapatkan kenikmatan; dan berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka. Oleh karena itu Allah menegaskan bahwa kerugian pasti akan dialami oleh manusia kecuali mereka yang memiliki empat kriteria: 1) beriman, 2) beramal shaleh, 3) berdakwah, dan 4) bersabar. 1. Iman yang dilandasi Ilmu Keimanan tidak akan terwujud tanpa ilmu syar'i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu 'ain) mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan beribadah. Dalam HR. Ibnu Majah nomor 224, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ”Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” Ilmu memiliki cakupan yang sangat luas; (1) ilmu dari Allah, yang diperoleh melalui Al-Qur'an, berikut penjelasannya dari Rasulullah SAW, dan berbagai variasi penjabarannya dari para ulama, dan (2) Ilmu Allah yang harus dicari di alam semesta ini oleh manusia melalui penelitian. Dalam mencari ilmu, pada kategori yang kedua, seorang muslim harus memiliki landasan keimanan yang kuat. Sehubungan dengan itulah pokok-pokok/ landasan keilmuan pada kategori pertama, yaitu ilmu tentang iman, harus dikuasai sejak dini, atau dikuasai terlebih dahulu. Tanpa landasan keimanan yang diperkuat oleh pengetahuan dasar agama yang benar maka manusia dapat terjerumus dalam menggunakan ilmunya untuk tujuan-tujuan yang munkar. Dengan landasan iman yang benar diharapkan ilmu-ilmu non ibadah yang dipelajari oleh umat Islam justru dapat memperkuat keimanannya kepada Allah Swt. Imam Ahmad rahimahullah, seperti tersebut dalam kitab Al Furu' 1/ No. 525, berkata: ”Seorang wajib menuntut ilmu yang bisa membuat dirinya mampu menegakkan agama.” Al-Qur'an sebagai sumber utama ajaran Islam tidak hanya mengajarkan pada umat Islam aspek-aspek keislaman dan keimanan, tapi juga memberikan inspirasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang dicari oleh seluruh manusia. Oleh karena itu seorang ilmuwan muslim wajib membaca Al-Qur'an. Allah ta'ala berfirman: ”Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al