BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dusun Beringin merupakan suatu pemukiman yang berada dekat dengan Sungai Tabobo Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Daerah ini mulai berkembang pesat sejak dibukanya pertambangan emas pada Tahun 1997. Dulunya hanya perkampungan kecil dengan kurang lebih 25 kepala keluarga, namun sejak dibukanya daerah pertambangan, masyarakat berbondong-bondong mendatangi daerah tersebut dan mendapatkan izin menetap, baik warga lokal (Maluku Utara) maupun dari Pulau Sulawesi, sehingga di tahun 2003 dengan cepat menjadi kota kecil yang bernama Dusun Beringin. Walaupun namanya dusun, namun sarana prasarana yang ada sudah terbilang lengkap, mulai dari layanan telekomunikasi, percetakan, penjilidan dan laminating, serta penginapan sederhana. Kedatangan warga dalam jumlah yang sangat besar tersebut memiliki tujuan utama mencari dan mendapatkan emas. Teknik pengolahan emas yang dilakukan oleh masyarakat masih menggunakan teknik sederhana dengan cara amalgamasi. Hampir di setiap tepi sungai sepanjang sungai Tabobo terdapat tromol dengan gelondong yang masih aktif untuk mengolah bijih emas. Dalam kurun waktu 10 tahun sejak dibukanya daerah pertambangan, mulai nampak tanda-tanda tercemarnya sungai dengan beberapa indikator, mulai dari keruhnya air sungai, hilangnya beberapa jenis ikan dan organisme perairan lain, serta keresahan masyarakat yang ada di sekitar sungai tersebut. 1 2 Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alami, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu, yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Anonimus, 1997 dalam Tandjung, 2007). Masalah pencemaran perairan sejak dua dekade ini sangat memprihatinkan, karena limbah yang terdapat dalam perairan sudah melebihi batas yang dapat ditoleransi oleh biota perairan (Jenkins, 1978). Pencemaran perairan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, pendayagunaan air menjadi terbatas dan berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat (Widodo, 1980). Penyebab pencemaran perairan antara lain karena penggunaan bahan bakar fosil, limbah industri, buangan limbah domestik, pemakaian pestisida dan pertambangan. Logam berat dalam perairan dapat teradsorpsi dan terakumulasi dalam tubuh organisme air, selanjutnya terlibat dalam rantai makanan sehingga menyebabkan bioakumulasi, yakni logam berat akan terkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh organisme air. Melalui proses biotransformasi, akan terjadi pemindahan dan peningkatan kadar logam berat pada arah pemangsaan yang lebih tinggi, disebut biomagnifikasi (Tetelepta, 1990). Untuk mengetahui besarnya tingkat pencemaran suatu perairan oleh logam berat, telah banyak dikembangkan pemantauan secara kimia, dengan menentukan kadar setiap zat pencemar pada air ataupun sedimen (Darmono, 1995). Namun pemantauan tersebut dirasa lebih efektif jika diterapkan bersama dengan 3 pemantauan secara biologi atau menggunakan organisme hidup. Penggunaan organisme hidup sebagai indikator pencemaran disebut bioindikator (Diniah, 1995). Berbagai jenis organisme dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator. Richardson (1928) dalam Hartman (1974) menyebutkan bahwa bioindikator adalah organisme yang dapat menunjukkan karakter lingkungan yang sulit ditentukan secara kimia dan fisika. Bioindikator dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni spesies indikator ekologis dan spesies monitor kimiawi. Spesies indikator ekologis ialah spesies tertentu yang teradaptasikan secara selektif pada suatu keadaan pencemaran tertentu, sedangkan spesies monitor kimiawi ialah spesies yang mengakumulasikan zat pencemar di dalam tubuhnya dalam jumlah tertentu dari lingkungannya (Connel & Miller, 1995). Menurut Cairns & van der Schaile (1980), pemantauan secara biologi masuknya zat pencemar ke dalam perairan, diarahkan untuk sistem pendeteksian dini (Early Warning System). Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan masyarakat sekitar perairan Sungai Tabobo dusun Beringin, menyebutkan bahwa hampir kurang lebih 5 tahun terakhir sebagian besar masyarakat sudah tidak lagi menggunakan dan mengambil air dari sungai Tabobo. Menurut masyarakat salah satu pipa pembuangan limbah dari perusahaan pertambangan (PT. NHM) pernah mengalami kebocoran dan limbahnya mengalir masuk ke badan perairan Sungai Sembiki dan Sungai Bora. Kedua Sungai ini akhirnya akan menyatu dan bergabung dengan Sungai Kobok dan Tabobo, dan selanjutnya akan bermuara ke Teluk Kao. Hasil analisis merkuri oleh Zam zam (2008) di air Sungai Kobok dan Tabobo Kecamatan Malifut, menunjukkan bahwa dikedua sungai tersebut diduga 4 telah mengandung unsur merkuri dengan konsentrasi 0,075 ppm dan 0,000049 ppm. Konsentrasi logam merkuri yang terkontaminasi di air sungai Tabobo belum melampaui baku mutu yang ditetapkan.Meskipun demikian, potensi pencemaran air sungai tetap tinggi dan kewaspadaan terhadap akumulasi merkuri pada sedimen sungai perlu diperhatikan (Zam zam, 2008). Berdasarkan beberapa fakta inilah, sehingga membuat sebagian besar masyarakat tidak lagi menggunakan air sungai dan sumur yang ada di sekitar perairan Sungai Tabobo. Selain itu, maraknya kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) oleh masyarakat sekitar perairan sungai, semakin memperparah kondisi perairan Sungai Tabobo. Berdasarkan hasil observasi awal, di beberapa titik sepanjang alur sungai Tabobo dusun Beringin, ditemukan ±50 gelondong yang masih aktif beroperasi. Secara resmi aktivitas penambangan emas yang dikelola oleh masyarakat ini tidak diizinkan oleh pemerintah, baik tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten. Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat di sekitar lokasi PETI adalah penggunaan bahan berbahaya beracun (B3) yaitu; merkuri (Hg). Penggunaan merkuri sebagai bahan untuk mengikat dan memisahkan biji emas dengan pasir, lumpur dan air yang tidak dikelola dengan baik akan membawa dampak bagi penambang emas maupun masyarakat sekitar lokasi PETI, yakni merkuri yang sudah dipakai dari hasil pengelolaan biji emas yang dibuang begitu saja ke badan sungai dan konsekuensinya badan sungai Kobok menjadi tempat wadah penampungan. Merkuri yang terbuang ke sungai atau badan air di sekitar perusahaan pertambangan maupun PETI kemudian dapat mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya termasuk ganggang dan 5 tumbuhan air. Kehadiran tumbuhan di tempat tercemar memiliki floristik yang sangat buruk, dan hanya jenis tumbuhan tertentu saja yang mampu hidup. Beberapa jenis tumbuhan lantai mampu bertahan dan memiliki kemampuan mentolerir lingkungan yang tercemar. Jenis-jenis tumbuhan tersebut menentukan keanekaragaman tumbuhan yang hidup di sekitar daerah tercemar (Iqbal dan Munir, 1988 dalam Moro, 2011). Tumbuhan riparian dengan berbagai stratifikasi, mulai tingkat pohon, pancang, herba, semak dan rumput akan secara langsung terpapar merkuri melalui luapan tailing dan secara tidak langsung melalui penyerapan akar. Beberapa jenis tumbuhan riparian dapat dimanfaatkan juga sebagai makanan dan pakan ternak. Apabila logam berat (merkuri) telah masuk dalam rantai makanan, dikhawatirkan akan berdampak pada kesehatan manusia. Besarnya tingkat konsentrasi merkuri (Hg) yang terserap dan terakumulasi oleh tumbuhan riparian yang ada di perairan Sungai Tabobo, sampai saat ini belum diungkap secara ilmiah, sehingga menjadi persoalan menarik yang sangat perlu untuk dikaji. B. Rumusan Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi pada lingkungan yang tercemar merkuri (Hg) di perairan Sungai Tabobo dan Kao Halmahera Utara. 2) Berapa konsentrasi logam merkuri (Hg) dalam tumbuhan riparian yang ada di perairan Sungai Tabobo dan Kao Halmahera Utara. 6 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui kemelimpahan tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan yang telah tercemar merkuri (Hg) di perairan sungai Tabobo dan Kao Halmahera Utara. 2) Untuk mengetahui besarnya konsentrasi logam merkuri (Hg) dalam tumbuhan riparian yang ada di perairan Sungai Tabobo dan Kao Halmahera Utara. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1) Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat sekitar perairan Sungai Tabobo Dusun Beringin, tentang tingkat konsentrasi merkuri (Hg) terkini yang ada pada tumbuhan riparian dan dampaknya bagi kesehatan manusia. 2) Memberikan informasi ilmiah kepada Pemerintah Propinsi Maluku Utara dan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara dalam bentuk data based, untuk kemudian ditindaklanjuti secara bersama-sama dengan perusahaan pertambangan yang beroperasi dan masyarakat sebagai penambang emas tradisional, untuk melaksanakan program pengelolaan lingkungan berbasis kemasyarakatan dan kearifan lokal (local wisdom). 3) Sebagai data dasar dan acuan bagi penelitian-penelitian lanjutan.