BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Positioning dalam Pemasaran Positioning merupakan suatu konsep untuk menempatkan produk-produk yang terdapat di pasar berdasarkan persepsi dan preferensi konsumen atas suatu produk. Konsep positioning berawal dari struktur pasar, posisi persaingan perusahaan, dan konsep produk substitusi dan kompetisi diantara produk-produk sejenis. Positioning seringkali digunakan untuk mengartikan atau menggambarkan image suatu produk dibandingkan dengan produk-produk pesaingnya. Positioning sebuah perusahaan harus didahului dengan kegiatan segmenting dan targeting. Hal ini penting dilakukan agar posisi yang terbentuk sesuai dengan segmen pasar yang ada dan pasar sasarannya. Segmenting dapat diartikan dengan membagi-bagi pasar menurut variabel yang banyak sekali jenisnya. Sedangkan targeting adalah penentuan segmen mana yang akan disasar. Terdapat beberapa definisi mengenai positioning, diantaranya adalah Kasali (2003: 506) yang mengutip pendapatnya Ries dan Trout (1986), mendefinisikan positioning sebagai berikut: “Positioning is not what you do to a product. It is what you do to the mind of the prospect”, artinya positioning bukan sesuatu yang dilakukan terhadap produk, melainkan sesuatu yang dilakukan terhadap otak calon pelanggan. Positioning bukanlah strategi produk, tetapi strategi komunikasi. Positioning berhubungan dengan bagaimana konsumen menempatkan produk dalam otaknya, di dalam alam khayalnya, sehingga calon 10 11 konsumen memiliki penilaian tertentu dan mengidentifikasikan dirinya dengan produk tersebut. Positioning produk adalah cara produk ditetapkan oleh konsumen berdasarkan atribut penting yang dimiliki produk dalam ingatan konsumen dibandingkan dengan pesaing. Menurut Kotler dan Amstrong (2006: 254) ada beberapa alternatif strategi positioning, yaitu: a) Positioning pada atribut produk. b) Positioning pada kebutuhan yang dipenuhi atau manfaat yang diberikan. c) Positioning menurut peristiwa penggunaan. d) Positioning berdasarkan kelas pengguna tertentu. e) Positioning langsung dibandingkan dengan pesaing. f) Positioning untuk kelas produk yang berbeda. Menurut Kartajaya (2004: 60) positioning adalah menyangkut bagaimana suatu bisnis mendapatkan kepercayaan dari konsumennya. Positioning juga sebagai janji yang diberikan produk, merek, dan perusahaan kepada pelanggan. Kartajaya (2004: 62) juga berpendapat bahwa terdapat empat syarat untuk membangun positioning yang meliputi kriteria: a) Customer, positioning harus dipersepsikan secara positif oleh para pelanggan dan menjadi reason to buy. Ini akan terjadi bila pebisnis mendeskripsikan value yang diberikan kepada pelanggan, dan bila value benar-benar merupakan aset penting, yang dapat menjadi value 12 yang unggul sehingga menjadi suatu penentu pada saat memutuskan untuk membeli. b) Company, positioning seharusnya mencerminkan kekuatan dan keunggulan kompetitif perusahaan, jangan sesekali merumuskan positioning namun ternyata tidak mampu melaksanakannya, ini akan menyebabkan over promise under deliver. c) Competitor, positioning haruslah bersifat unik, dapat dengan mudah mendiferensiasikan diri dari pesaingnya, tidak mudah ditiru oleh pesaing, dan bersifat sustainable dalam jangka panjang. d) Change, didasarkan pada kajian atas perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis, apakah itu perubahan persaingan, perilaku pelanggan, perubahan sosial budaya dan sebagainya, artinya apabila sudah tidak relevan lagi maka segera harus dilakukan positioning. Tujuan pokok dari positioning adalah: a) Menempatkan atau memposisikan produk di pasar sehingga produk terebut terpisah atau berbeda dari merek-merek yang menjadi pesaing. b) Memposisikan produk sehingga melalui produk tersebut dapat disampaikan beberapa hal pokok kepada para pelanggan, seperti what you stand for, what you are, dan how you would like customers to evaluate you. Positioning merupakan strategi yang berusaha menciptakan perbedaan yang unik dalam benak konsumen sasaran, sehingga terbentuk citra (image) 13 produk yang lebih unggul dibandingkan dengan produk pesaing. Menurut Tjiptono (2002: 110) ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan positioning yaitu: a) Positioning berdasarkan atribut, ciri-ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute positioning). b) Positioning berdasarkan harga (price and quality positioning). c) Positioning yang dilandasi dengan aspek penggunaan atau aplikasi (use application positioning). d) Positioning berdasarkan pemakai (user positioning). e) Positioning berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning). f) Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor positioning). g) Positioning berdasarkan manfaat (benefit positioning). 2.2 Segitiga Positioning-Differensiasi-Brand Core strategy sebuah perusahaan mencakup tiga elemen dasar. Pertama adalah bagaimana mampu secara tepat memposisikan produk, merek dan perusahaan di benak konsumen. Kedua bagaimana bisa menopang positioning yang tepat ini dengan diferensiasi yang kokoh. Ketiga kalau sudah bisa memposisikan diri secara tepat dan mem-back upnya dengan diferensiasi yang kokoh, maka agenda selanjutnya adalah bagaimana membangun ekuitas merek (brand) secara berkelanjutan dengan brand perusahaan yang kokoh. Konsep dari segitiga positioning-differensiasi-brand dapat dilihat pada Gambar 2.1: 14 Brand Integrity POSITIONING Being Strategy DIFFERENTIATION Core Tactic BRAND Value Indicator Brand Identity Brand Image Gambar 2.1 Segitiga Positioning-Differensiasi-Brand Sumber: Hermawan Kartajaya (2004) Berdasarkan ketiga elemen tersebut di atas, apabila suatu perusahaan memenuhi seluruh kriteria yaitu posisi produk di pasar, memiliki produk yang berbeda dibandingkan pesaingnya, dan image brand yang dibutuhkan konsumen maka produk yang mengalami persaingan di pasar akan tetap unggul. 2.3 Menyusun Positioning Menurut Kartajaya (2002: 435) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat positioning yaitu: pertama, apapun positioning yang dibuat, entah itu untuk produk ataupun perusahaan, maka harus mempertimbangkan apa yang 15 disukai konsumen atau sesuatu yang penting di mata konsumen. Namun untuk bisa menarik perhatian, maka harus memenuhi syarat kedua, yaitu harus unik, dan jelas beda dengan strategi pesaing. Syarat ketiga, yaitu harus didukung oleh produk atau perusahaan sendiri, dalam arti produk atau perusahaan itu memang mempunyai kelebihan, dan pesaing mempunyai kelemahan. Boyd (2000: 222) menyatakan proses penentuan posisi adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasikan himpunan produk kompetitif yang relevan. 2) Mengidentifikasikan himpunan atribut penentu yang mendefinisikan “ruang produk” (product space) menyangkut posisi-posisi dari tawaran sekarang ditempatkan. 3) Mengumpulkan informasi dari sampel konsumen dan calon konsumen tentang persepsi setiap produk pada atribut penentu. 4) Menganalisis intensitas posisi produk dalam benak konsumen saat ini. 5) Menentukan lokasi dalam ruang produk saat ini (penentuan posisi produk). 6) Menentukan kombinasi yang paling disukai konsumen dari atribut penentu. 7) Menelaah kococokan antara preferensi segmen pasar dan posisi produk saat ini (penentuan posisi pasar). 8) Memilih strategi penentuan posisi produk saat ini atau menentukan kembali produk saat ini. 16 2.4 Mengkomunikasikan Positioning Kegiatan selanjutnya setelah menentukan positioning adalah mengkomunikasikan positioning tersebut kepada seluruh stakeholder yang menjadi target pasar dari perusahaan. Stakeholder yang dimaksud adalah konsumen, karyawan, dan pemegang saham. Hal penting yang harus diingat adalah mengkomunikasikan positioning bisa juga melalui posisi harga yang ditawarkan, melalui produk dan kemasan, melalui pelayanan yang diberikan, melalui diferensiasi dari waktu ke waktu dan dibangun atau melalui proses yang dikembangkan dalam memberikan value ke konsumen. Kartajaya (2005: 109) mengemukakan cara mengkomunikasikan positioning adalah melalui: 1) Be Creative Mengkomunikasikan positioning diupayakan kreatif untuk mencuri perhatian benak konsumen dan harus diingat bahwa bersaing dengan ribuan bahkan jutaan merk lain untuk masuk ke benak konsumen. 2) Simplicity Komunikasi positioning harus dilakukan sesederhana mungkin dan sejelas mungkin sehingga konsumen tidak kerepotan menangkap esensi positioning tersebut. Secara internal rumusan positioning boleh rumit, namun begitu sampai ke konsumen, kita harus berfikir keras untuk menjadikan rumusan yang rumit itu menjadi sesederhana mungkin dan perlu diingat, bahwa benak konsumen tidak mau kalau disuruh memikirkan yang rumit. 17 3) Own, Dominate, Protect Tujuan akhir dari positioning adalah bagaimana sebuah perusahaan memiliki satu atau beberapa kata yang dapat masuk ke dalam dibenak konsumen. Saat sebuah perusahaan memiliki kata-kata teresebut, maka selanjutnya posisi dominan tersebut harus dilindungi dari serangan pesaing. 4) Use Their Language Gunakan sejauh mungkin bahasa konsumen dalam mengkomunikasikan positioning, artinya kalau memang merek produk diposisikan untuk orang kampung, gunakan bahasa orang kampung dan kalau target pelanggannya suka musik dangdut maka gunakan musik dangdut. Positioning pada hakekatnya adalah menanamkan sebuah persepsi, identitas dan kepribadian di dalam benak konsumen. Positioning perusahaan yang baik harus selalu konsisten dan tidak berubah-ubah, karena persepsi, identitas dan kepribadian yang terus berubah akan menciptakan kebingungan bagi konsumen dan pemahaman atas produk, merk dan perusahaan akan kehilangan fokus. 2.5 Positioning Berhubungan dengan Cara Konsumen Menyimpan Informasi Perusahaan perlu mengetahui bagaimana konsumen memproses informasi, menyimpan dan membangkitkannya kembali. 1) Jaringan memori semantik Manusia menyimpan informasi dalam bentuk jaringan semantik dalam memorinya. Jaringan itu terdiri dari berbagai memory nodes (pusat 18 informasi) yang menyimpan konsep-konsep semantic tertentu. Ada lima jenis informasi yang dapat disimpan dalam memory nodes, yaitu: a) Nama merk-merk tertentu. b) Karakteristik merk tersebut (biasanya dinyatakan dalam bentuk atribut produk). c) Iklan-iklan mengenai merk tersebut. d) Katagori produk. e) Hasil evaluasi konsumen terhadap merk-merk tertentu dan iklaniklannya. 2) Selective exposure Konsumen secara selektif memilih atau tidak mengekspose dirinya terhadap informasi. Calon konsumen membiarkan dirinya terekspose informasi dikarenakan oleh berbegai hal seperti ia memang sedang mencari informasi tentang suatu produk, tertarik dengan tema iklan, iklannya lucu atau endosernya cantik. 3) Proses sensasi Konsep positioning berhubungan dengan bagaimana konsumen memproses informasi. Perilaku konsumen dimulai dengan kesadaran rasional mengenai lingkungannya. Pengetahuan mengenai lingkungannya itu diperoleh panca inderanya (mata, hidung, telinga, kulit dan lidah) melalui proses sensasi. 19 4) Persepsi Menurut Hiebing dan Cooper dalam Kasali (2001: 526) disebutkan positioning adalah membangun persepsi produk anda di dalam pasar sasaran relatif terhadap persaingan. Mowen dalam Kasali (2001: 522) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses di mana individu-individu terekspose oleh informasi, menyediakan kapasitas prosesor yang lebih luas, dan menginterpretaikan informasi tersebut. Definisi yang agak luas ini, para ahli positioning menyingkatnya menjadi suatu proses untuk mengartikan sensasi dengan memberi gambar dan hubungan-hubungan asosiasi di dalam memori untuk menafsirkan dunia di luar dirinya. Persepsi memegang peranan dalam kosep positioning karena manusia menafsirkan produk atau merk melalui persepsi yaitu hubungan-hubungan asosiatif yang disimpan melalui proses sensasi. Proses ini membantu manusia memahami dunia di sekelilingnya, untuk disimpan dalam memorinya. Mengingat kapasitas memori manusia sangat terbatas, persepsi membantu memori menafsirkan dunia ini dengan berbagai penyederhanaan dan mengsimilasinya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, rekaman-rekaman yang telah dipelajari, nilai-nilai budaya. Jadi stimulus yang sama bisa diinterpretasikan berbeda oleh dua manusia yang memiliki persepsi berbeda (dari dua nilai budaya yang berlainan atau yang memiliki pengalaman berbeda). Kunci utama keberhasilan positioning terletak pada persepsi yang diciptakan. Selain ditentukan oleh persepsi konsumennya sendiri, posisi atau citra perusahaan dipengaruhi oleh 20 pesaing dan pelanggan. Jaring-jaring persepsi diantara perusahaan, pesaing dan pelanggan ditunjukan dalam Gambar 2.2: Persepsi perusahaan terhadap dirinya Perusahaan Persepsi pesaing terhadap perusahaan Persepsi pelanggan terhadap perusahaan Persepsi perusahaan terhadap para pesaing Persepsi perusahaan terhadap pelanggan Pesaing Persepsi pelanggan terhadap pesaing Pelanggan \ Persepsi pesaing terhadap pelanggan Persepsi pesaing terhadap dirinya sendiri Persepsi pelanggan terhadap dirinya sendiri Gambar 2.2 Jaring-jaring persepsi Sumber: Fandy Tjiptono (2002:111) 2.6 Positioning dengan Keunggulan Bersaing Setiap perusahaan harus membedakan tawarannya dengan membangun sejumlah keunggulan bersaing yang mungkin untuk membangun posisi, memilih keunggulan bersaing yang tepat dan secara efektif mengkomunikasikan serta menyampaikan posisi yang dipilih kepada pasar. Menurut Kotler dan Amstrong (1997: 256) keunggulan bersaing adalah keunggulan terhadap pesaing yang 21 diperoleh dengan menawarkan nilai lebih besar kepada konsumen, dengan harga lebih rendah maupun dengan memberikan mafaat lebih besar karena harganya lebih tinggi. Positioning sebenarnya dimulai dengan pembedaan tawaran pemasaran perusahaan dibandingkan sehingga yang akan memberikan ditawarkan pesaing. nilai lebih Perusahaan kepada harus konsumen mencoba mengidentifikasi cara-cara spesifik yang dapat mendiferensiasi produknya untuk mencapai keunggulan kompetitif. Menurut Porter (1994: 12) ada beberapa strategi yang dapat dijalankan perusahaan untuk membentuk keunggulan bersaing yaitu: 1) Overall Cost Leadership Perusahaan berusaha untuk dapat menekan biaya produksi dan biaya distribusi sehingga mampu menetapkan harga yang lebih rendah. 2) Differentiation Perusahaan berkosentrasi untuk menciptakan produk dan program pemasaran yang berbeda untuk setiap produk yang dihasilkan. 3) Fokus Perusahaan memfokuskan usahanya untuk melayani beberapa segmen pasar saja, sehingga perusahaan dapat memusatkan perhatian pada kebutuhan segmen-segmen itu. Tugas positioning terdiri dari tiga langkah: 1) mengidentifikasi suatu perangkat keunggulan bersaing yang mungkin dibuat di mana positioning itu akan dibangun, 2) memilih keunggulan bersaing yang tepat, dan 3) efektif mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih ke pasar. 22 2.7 Strategi Pemasaran Menurut Boyd (2000: 234) strategi adalah pola fundamental dari tujuan sekarang dan yang direncanakan, pengerahan sumber daya dan interaksi dari organisasi dengan pasar, pesaing dan faktor-faktor lingkungan lain. Strategi pemasaran akan membantu organisasi dalam mendapatkan keunggulan kompetitif dalam jangka panjang (Tedepalli dan Avila, 1999). Salah satu elemen dari strategi pemasaran adalah bauran pemasaran. Kotler (2005:68) menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah satu kesatuan alat pemasaran yang dugunakan sebagai jembatan kepada pasar sasaran atau konsemen potensial. Pariwisata yang merupakan salah satu indutri jasa, variabel bauran pemasaran yang digunakan adalah delapan P (Lovelock dan Wright, 2007:18), yaitu: Product, Price, Place, Promotion, People, Physical Evidence, Productivity and Quality, dan Process. 1. Product (produk) Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotker dan Kellr, 2009:4). Terdapat lima tingkatan produk sebagai berikut: a) Manfaat inti (Core Benefit), yaitu manfaat atau layanan dasar yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen. b) Produk Dasar (Basik Product), yaitu manfaat atau layanan dasar yang telah diubah oleh pemasar menjadi lebih konkret. c) Produk yang diharapkan (Expected Product), yaitu atribut-atribut dan kondisi yang diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk tersebut. 23 d) Produk yang ditingkatkan (Augmented Product), yaitu tingkat produk yang dipersiapkan untuk melampui harapan konsumen. e) Produk Potensial (Potential Product), yaitu segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang dialami produk atau tawaran di masa yang akan datang 2. Price (harga) Secara tradisional, harga telah diperlakukan sebagai penentu uatam pilihan pembeli. Konsumen memiliki perspektif bahwa harga adalah apa yang dapat diberikan atau apa yang dikorbankan untuk mendapatkan sebuah produk (Zeithaml, 1988). Walaupun faktor non harga makin berperan dalam beberapa dasawarsa terakhir dalam penentuan pembelian suatu produk atau jasa, harga tetap merupakan salah satu unsur penting bagi perusahaan dalam menentukan pangsa pasar dan profitabilitas. 3. Promotion (promosi) Promosi atau ada yang menyebutkan kominikasi pemasaran adalah sarana yang digunakan perusahaan dalam membujuk dan mengingatkan konsumen, langsung atau tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual perusahaan. Kominikasi pemasaran menggambarkan merek dan menjadi saran untuk membangun dialog dan hubungan dengan konsumen (Kotler dan Keller 2009). Bauran komunikasi pemasaran dapat terdiri dari: advertising, sales promotion, publicity, personal selling, dan direct marketing. 24 4. Place (tempat atau distribusi) Tempat dalam hal ini adalah tempat lokasi dari daerah penjualan, saluran distribusi, tingkat persediaan, dan alat transportasi. Distribusi produk mengacu kepada metode-metode yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka membuat produknya tersedia di pasar sasaran (Rosenbloom, 2001 dalam Goloh dan Podnar, 2007). Distribusi produk terkait tentang kapan dan bagaimana caranya produk diantarkan ke konsumen (Golob dan Podnar, 2007). Produk bisa diletakkan mendekati ataupun menjauhi konsumen (Kotler dan Keller, 2009). Mendekati konsumen berarti bahwa perusahaan meletakkan produk atau jasanya di tempat yang dekat atau mudah dijangkau oleh konsumennya. Menjauhi konsumen berarti meletakkan produk atau jasanya pada suatu temat tertentu dan konsumen perlu datang kelokasi tersebut dalam rangka mendapatkan produk atau jasa tersebut. 5. People (personil atau orang) Orang disini mengacu kepada karyawan yang terlibat dalam proses produksi jasa. Interaksi antara karyawan dengan konsumen sangat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas jasa. Konsumen sering menilai kualitas jasa yang mereka terima berdasarkan penilaian terhadap orang-orang yang menyediakan jasa tersebut. Perusahaan perlu mengelola interaksi antara karyawan dan konsumen dengan efektif bila output yang diinginkan adalah konsumen yang puas (Craig, 1989). Perusahaan jasa yangberhasil adalah perusahaan yang menyediakan upaya yang cukup besar untuk merekrut, melatih, dan memotivasi karyawannya. 25 6. Physical Evidence (Bukti fisik) Bukti fisik mengacu kepada visual atau berwujud lainnya yang memberi bukti atau kualitas jasa. Gedung, kendaraan, perabotan interior, seragam karyawan, dan petunjuk terlihat lainya yang memberi bukti atas kualitas jasa. Perusahaan jasa perlu mengelola bukri fisik dengan hati-hati karena dapat mempengaruhi kesan konsumen. Perusahaan jasa yang memiliki sedikit elemen berwujud seperti misalnya asuransi, iklan sering digunakan sebagai media penciptaan makna tertentu melalui simbol-simbol elemen berwujud seperti payung melambangkan perlindungan dan benteng yang kokoh melambangkan keamanan. 7. Process (proses) Proses mengacu kepada metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu, yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan. Penciptaan dan penyampaian jasa kepada konsumen memerlukan desain dan implementasi dari proses yang efektif. Proses yang desainya buruk akan menggangu konsumen karena kelambatan dan penyampaian jasa yang tidak efektif. Sama halnya proses yang buruk akan menyulitkan karyawan di garis depan untuk melakukan tugasnya dengan baik, yang berakibat pada rendahnya produktivas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan. 8. Productivity and Quality (produktivitas dan kualitas) Produktivitas mengacu kepada seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi konsumen. Kualitas mengacu kepada sejauh 26 mana suatu jasa memuaskan konsumen dengan memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka. Produktivitas dan kualitas ibarat sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Peningkatan produktivitas adalah hal yang penting, tetapi perusahaan harus berhati-hati agar jangan sampai hal tersebut mengurangi kualitas jasa yang diberikan kepada konsumen. 2.8 Pengertian Destinasi Wisata Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi wisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Destinasi wisata merupakan salah satu elemen yang paling penting karena menjadi alasan orang-orang melakukan perjalanan wisata serta daya tarik wisata yang ada di dalamnya akan menarik kunjungan wisatawan (Cooper dkk, 1993). Gunn (1993), menyatakan bahwa kawasan wisata (destinasi) merupakan suatu tempat yang tidak saja menyediakan segala sesuatu yang dapat dilihat wisatawan, namun juga menawarkan aktivitas yang dapat dilakukan pada tempat tersebut dan menjadi daya tarik yang memikat orang untuk berkunjung ke tempat tersebut. Syarat utama agar suatu wilayah dapat digolongkan sebagai destinasi adalah daerah tersebut harus memiliki: tourist attraction, accessibility, amenities, 27 Tourist Organization, Human Resources, Price, Community Involvement (Bukart & Medlik, 1976; Cooper, 1993; UNWTO, 2008). Destinasi merupakan satu kesatuan wilayah geografis, di dalamnya terdapat berbagai daya tarik wisata, fasilitas wisata serta kemudahan untuk mengakses wilayah tersebut, sehingga wilayah tersebut dapat dikunjungi wisatawan, dimana sepanjang tahun fasilitas wisata dan pelayanannya dapat dinikmati oleh wisatawan maupun penduduk lokal. Sebuah destinasi wisata memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Cultural Appraisal Suatu destinasi dikunjungi oleh wisatawan karena wisatawan menganggap destinasi tersebut menarik untuk dilihat dan dikunjungi. Perubahan trend dan selera wisatawan akan berdampak kepada suatu destinasi. 2) Inseparability Wisatawan secara fisik harus berada di suatu destinasi untuk dapat menikmati pariwisata, oleh karena itu akses yang baik mutlak diperlukan. 3) Multiple Use Fasilitas/amenities dari sebuah destinasi dinikmati baik oleh wisatawan maupun penduduk lokal. 4) Complementarity Destinasi terdiri atas fasilitas dan pelayanan yang saling melengkapi. 28 2.9 Komponen-Komponen Destinasi Wisata 1) Attraction Atraksi wisata merupakan segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat (Pendit, 1999: 20). Atraksi merupakan faktor yang pertama menarik pengunjung ke sebuah Destinasi (Mill, 1990: 26 – 27) Beberapa ahli mencoba menggolongkan atraksi wisata, diantaranya adalah: a) Menurut Edward Inskeep (1991: 77) atraksi wisata dapat dibedakan menjadi: (1) Natural attraction: meliputi Site Attraction berupa iklim, pemandangan, flora dan fauna, atau tempat bersejarah, serta Event Attraction berupa kegiatan MICE (meeting, Incentive, Conference, Exhibition), atau acara-acara olahraga seperti misalnya olimpiade, world cup, dan lain-lain. (2) Cultural attraction: berdasarkan pada aktifitas manusia seperti misalnya karapan sapi, ngaben, sekaten, megeret pandan, penguburan jenazah di Terunyan, dan lain-lain. (3) Special types of attraction: atraksi ini tidak berhubungan dengan kedua kategori di atas tetapi merupakan atraksi buatan seperti theme park, circus, shopping. Menurut Burkart dan Medlik (1981: 42), atraksi wisata dapat dibedakan menjadi; Event Attraction, seperti misalnya MICE, event olahraga dan Site Attraction, seperti misalnya iklim, pemandangan alam, tempat bersejarah. 2) Amenities 29 Berupa penginapan, restoran, bank, money changer, asuransi, dll yang dibutuhkan oleh wisatawan selama mereka berada di suatu destinasi. Ketersediaan fasilitas bukannya memulai pariwisata tetapi menumbuhkan sebuah tempat tujuan wisata (Mill, 1990: 28). 3) Accessibility Accessibility/aksesibilitas merupakan suatu kemudahan bagi wisatawan untuk mencapai/mengakses suatu destinasi. Untuk dapat berkembang dengan baik, suatu destinasi/DTW harus aksesibel/mudah dicapai atau diakses. Karena itu, segala jenis sarana transportasi beserta segala prasarana pendukungnya dan sistem telekomunikasi yang memadai sangat diperlukan. 4) Ancilary Service Pelayanan yang diberikan oleh destinasi kepada wisatawan dan industri, berupa pemasaran, pengembangan dan koordinasi antar komponen destinasi. Fungsi ancilary service ini dilakukan oleh organisasi/instansi pemerintah, swasta maupun gabungan instansi pemerintah dan swasta. 5) Community Involvement Keterlibatan masyarakat dalam memberikan pelayanan dan hubungan yang tercipta antara wisatawan dan masyarakat lokal sebuah destinas, akan mempengaruhi juga apakah destinasi tersebut baik atau tidak untuk dikunjungi oleh wisatawan (Madiun, 2009) Liem (2009) menambahkan, sebuah destinasi yang baik harus memiliki: (1) kondisi alam dan kegiatan luar ruangan (nature dan outdoor activities); (2) 30 musik dan kehidupan malam (music and night life): (3) makanan dan minuman (food and drink); (4) seni dan budaya (arts and culture); (5) kondisi sosial (social and dating scene); (6) biaya hidup (living cost); (7) pendidikan (education); (8) kesehatan (health); (9) akomodasi (accommodation) dan (10) kepedulian terhadap lingkungan hidup (environmental awarennes). 2.10 Positioning Destinasi Wisata Citra adalah unsur inti dalam suatu strategi komunikasi terutama dalam hal branding dan strategi positioning (Frochot dan Kreziak, 2008). Pariwisata yang sangat berhubungan dengan pengalaman seseorang, akan membentuk citra sebuah destinasi wisata, berdasarkan pengalaman liburan sesorang tersebut selama ia berada pada destinasi wisata yang dikunjunginya (Blichfeldt, 2007). Pengalaman tersebut juga dipengaruhi oleh seberapa besar motivasi, persepsi dan harapan seseorang terhadap destinasi yang akan dikunjunginya (Correia dkk, 2009). Seberapa besar motivasi seseorang akan mengunjungi sebuah destinasi wisata, akan juga mempengaruhi seberapa besar tingkat permintaan pada destinasi wisata tersebut (Gilbert dan Terrata, 2001). Sebuah destinasi wisata harus memperhatikan positioning, agar dapat meningkatkan tingkat kunjungan wisatawannya. Sebuah citra destinasi wisata akan sangat mempengaruhi seorang wisatawan untuk memutuskan perjalanan liburannya yang panjang (Bonera, 2009). Citra sebuah destinasi wisata merupakan faktor yang mempengaruhi pilihan utama dalam tujuan wisatawan (Hanlan dan Kelly, 2005), sehingga 31 diperlukan sebuah organisasi yang mampu untuk mengelola sebuah destinasi seperti layaknya sebuah Destinasion Management Organitation (DMO). Salah satu peran dari DMO adalah membantu kegiatan pemasaran sebuah destinasi, termasuk pembentukkan sebuah citra destinasi tersebut. Pembentukan citra oleh sebuah organisasi pemasarannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi citra yang ada dibenak wisatawan (Day, 2002). Namun perlu dicatat, bahwa strategi positioning perlu dilakukan secara hati-hati agar pengembangan sbuah destinasi wisata tersebut tetap berjalan secara sustainable dan bersahabat dengan lingkungan atau biasa yang disebut eco-tourism (Vujicic, 2010). Sebuah destinasi wisata perlu juga melakukan sebuah strategi dalam kegiatan positioning. Hal ini disebabkan banyaknya sebuah destinasi yang citranya melemah seperti yang terjadi di wilayah Eropa (Orth dan Tureckova, 2002), akibat semakin banyaknya tingkat persaingan antar destinasi wisata, maupun tampilnya destinasi-destinasi yang baru. Salah satu cara untuk mengukur positioning sebuah destinasi wisata adalah dengan analisis multivariat dan melakukan sebuah pemetaan terhadap para pesaingnya (Mazanec, 1995). Positioning yang dilakukan secara baik, akan berpengaruh secara positif. Seorang wisatawan akan mengunjungi tempat-tempat yang eksotik sangat dipengaruhi oleh bagaimana positioning destinasi wisata itu dibentuk (Correia dkk, 2007).