Suara dari ladang bawang: kesehatan perempuan

advertisement
Suara dari ladang bawang: kesehatan
perempuan, Musrembangdes, dan AKI yang
(katanya) menurun. (pengalaman Brebes)
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah1
Pendahuluan
Apa yang kita ketahui tentang musyawarah rencana
pembangunan desa (Musrenbangdes)? Apa hubungan antara
Musrenbangdes dengan persoalan kesehatan dan AKI/AKB?
UU Desa mempersyaratkan terlaksananya Musrenbangdes
sebagai wahana bagi seluruh pemangku kepentingan desa
untuk menyusun rencana pembangunan desa yang akan
berdampak bagi seluruh masyarakat dalam desa tersebut.
Pertanyaannya, apakah Musrenbangdes sudah mencapai apa
yang diharapkan oleh UU tersebut? Selain pemahaman bahwa
kegiatan Musrenbangdes adalah kegiatan rutin tahunan yang
mempertemukan seluruh pemangku kepentingan di
masyarakat desa, sesungguhnya Musrenbangdes adalah titik
krusial memahami kelindan persoalan kesehatan dan
AKI/AKB.
Tulisan ini akan memfokuskan pada dua hal utama:
Pertama, bagaimana keterlibatan perempuan dalam kegiatan
Musrenbangdes? Kedua, bagaimana kepentingan perempuan
disuarakan dalam Musrenbangdes dan bagaimana hasilnya?
Kedua pertanyaan ini amat krusial terutama ketika kita
melihat bahwa potensi Musrenbangdes dalam menyelesaikan
persoalan kesehatan dan AKI/AKB di tingkat mikro acapkali
tidak tercapai. Tulisan ini merupakan ringkasan dari
penelitian tim Pusat Kajian Wanita dan Gender UI di dua desa,
1
Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 93
yakni Desa Larangan dan Desa Karang Bale, Kecamatan
Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Metodologi
Penelitian kualitatif dilakukan di desa Larangan dan
Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Jawa
Tengah. Fokus penelitian ini ingin melihat bagaimana kondisi
kesehatan perempuan desa dan fasilitas yang tersedia, serta
mempelajari pemahaman dan pandangan masyarakat
terhadap konsep dan praktik partisipasi dalam pembangunan
desa. Selain itu, penelitian juga melihat bagaimana pemerintah
desa melalui program-programnya merespon status
kesehatan reproduksi perempuan dan problematikanya
sebagai salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam
upaya menurunkan Angka Kematian Ibu.
Pengambilan data dilakukan pada bulan November, yang
diawali dengan penelusuran data literatur, termasuk
menelusuri data BPS, Riskesdes, monografi, pemberitaan, dan
lainnya. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti PKWG UI
dengan mengumpulkan berbagai informasi dan data statistik
terkait dua desa lokasi penelitian. Di saat bersamaan, peneliti
pendamping yang tinggal di lokasi penelitian juga
mengumpulkan data-data terkait topik melalui berbagai
sumber, termasuk ke kantor desa setempat. Metode
pengambilan data yang digunakan adalah observasi, Focus
Group Discussion (FGD) dan wawancara.
Wawancara dilakukan pada 2 orang, yaitu pada bidan desa
Karangbale dan kepala desa Karangbale. Sedangkan FGD
dilakukan sebanyak 4 (empat) kali yang dilakukan di 2 desa,
dengan komponen peserta FGD sebagaimana berikut: FGD 1,
melibatkan para stake holders yang terdiri dari aparat
pemerintah desa, tokoh masyarakat laki-laki, tokoh
masyarakat perempuan, LSM lokal, Anggota PNPM, PKK. FGD
2, melibatkan perempuan dari berbagai kategori, di antaranya
94 | Prosiding PKWG Seminar Series
adalah dari kalangan petani, pedagang, penjahit, ibu rumah
tangga, wiraswasta, guru, dan remaja perempuan.
Informan yang terlibat dalam proses pengambilan data ini
berjumlah 41 orang yang terdiri dari 5 laki-laki dan 36
perempuan. Secara detail para informan penelitian ini dapat
dilihat dalam tabel berikut:
No.
Desa
Metode
Laki2
Prmp
Keterangan
1
Karangbale
wawancara
1
1
Kepala Desa dan
Bidan Desa
2
Karangbale
FGD 1
2
7
Ketua Penggerak
PKK, Kader
Posyandu, Kader
Pekka, tokoh
agama
perempuan,
Kelompok PNPM,
kepala dusun,
pamong, Ketua
Ranting NU,
Pengurus
jamiyyah
Karangbale, Kaur
Kesra/P3N.
3
Karangbale
FGD 2
0
10
Wiraswasta,
tutop PAUD,
buruh tani,
peternak kelinci,
petani, pedagang.
4
Larangan
FGD 1
3
9
Tokoh
masyarakat lakilaki, PL Pekka,
Pengurus
Provinsi Pekka,
Serikat Dagang
Brebes, Kade
Posyandi,
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 95
Aisyiyah,
Muslimat, Ketua
RW, BPD, PKK,
Perangkat desa,
muballigh.
5
Larangan
FGD 2
JUMLAH
0
9
5
36
Penjahit, petani,
pedagang, buruh
tani, ibu rumah
tangga, Pendidik
PAUD, Muslimat.
Sumber: Catatan Peneliti
Selain wawancara dan FGD, penelitian ini juga memperoleh
sejumlah data literatur, di antaranya adalah data statistik desa,
catatan usia ibu hamil dari 2 posyandu, peta ibu hamil
beresiko, peta bayi dan balita, kantong persalinan,
Perhitungan Sasaran menurut CBR Puskesmas Larangan,
grafik pelayanan Nifas, Grafik K1 & K4 Ibu Hamil, grafik resti
masyarakat, grafik persalinan Nakes, POA desa Karangbale,
dan beberapa sumber literatur lainnya.
Selayang pandang Kecamatan Larangan
Kecamatan Larangan adalah kecamatan kedua terbesar di
Kabupaten Brebes setelah Kecamatan Bantarkawung. Terletak
di sebelah tenggara Kabupaten Brebes, Kecamatan Larangan
berbatasan langsung dengan Bula Kamba dan Wanasari di
sebelah utara, Bantarkawung di sebelah selatan,
Ketanggungan di sebelah barat, dan Songgom dan Jatibarang
di sebelah timur. Kecamatan Larangan terdiri atas sebelas
desa, dengan Desa Pamulihan sebagai desa terbesar.
Pada tahun 2012, jumlah penduduk di Kecamatan Larangan
berjumlah 139.364 jiwa, dengan sex ratio 103, dalam artian
laki-laki lebih banyak 3% ketimbang perempuan. Sebanyak
79.23% penduduk Kecamatan Larangan bekerja di sektor
pertanian dan peternakan, dengan bawang merah dan sapi
potong sebagai andalan. Kecamatan Larangan memiliki 1
96 | Prosiding PKWG Seminar Series
rumah sakit, 1 rumah bersalin, 6 puskesmas, dan 14 klinik.
Pada tahun 2011, PDRB Kecamatan Larangan sebesar 309.93
miliar, pada tahun 2012 324,27 miliar dengan pertumbuhan
ekonomi sebanyak 4,63%, lebih rendah dari laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Brebes sebesar 5,21%.
Desa Larangan terletak di pusat Kecamatan Larangan.
Jumlah penduduk Desa Larangan pada tahun 2011 berjumlah
21.565 jiwa (10.960 laki-laki dan 10.605 perempuan). Jumlah
tersebut meningkat pada tahun 2013 menjadi 21.757 jiwa
(11.070 laki-laki dan 10.687 perempuan). Berdasarkan
rentang usia, mayoritas penduduk Desa Larangan berada pada
usia produktif (antara 15-39 tahun). Angka pernikahan pada
tahun 2011 berjumlah 272, meningkat pada tahun 2013
menjadi 320. Kami menduga, bahwa angka tersebut belum
mencakup pernikahan yang tidak dilaporkan di Kantor Urusan
Agama atau menikah di tempat lain. Angka perceraian
meningkat dari 19 di tahun 2011 menjadi 34 di tahun 2013.
Angka kelahiran menurun dari 255 jiwa di tahun 2011,
menjadi 162 jiwa di tahun 2013, sedangkan angka kematian
bertambah dari 102 jiwa pada 2011 menjadi 109 jiwa pada
tahun 2013. Pada tahun 2011, sarana kesehatan di Desa
Larangan terdiri atas: 1 puskesmas, 3 klinik, 1 orang dokter
praktek, 1 oang bidan praktek, dan 8 orang dukun bayi. Pada
tahun 2013, jumlah dokter praktek bertambah menjadi 2
orang, dan bidan praktek bertambah menjadi 4 orang.
Bertambahnya jumlah tenaga kesehatan berbanding lurus
dengan semakin meningkatnya jumlah akseptor KB.
Jika dibandingkan dengan Desa Larangan, Desa Karangbale
hanya seperempatnya, baik secara ukuran maupun jumlah
penduduk. Jumlah penduduk Desa Karangbale pada tahun
2011 berjumlah 5.897 jiwa (3.004 laki-laki dan 2.894
perempuan), menurun pada tahun 2013 menjadi 5.808 jiwa
(2.963 laki-laki dan 2.845 perempuan). Berdasarkan rentang
usia, mayoritas penduduk Desa Larangan berada pada usia
produktif (antara 15-39 tahun). Angka pernikahan pada tahun
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 97
2011 berjumlah 78, meningkat pada tahun 2013 menjadi 84.
Sebagaimana Desa Larangan, kuat dugaan bahwa angka
tersebut belum mencakup pernikahan yang tidak dilaporkan
di Kantor Urusan Agama atau menikah di tempat lain. Angka
perceraian meningkat dari 8 di tahun 2011 menjadi 9 di tahun
2013. Angka kelahiran menurun dari 112 jiwa di tahun 2011,
menjadi 78 jiwa di tahun 2013, sedangkan angka kematian
menurun dari 56 jiwa pada 2011 menjadi 43 jiwa pada tahun
2013. Pada tahun 2011, sarana kesehatan di Desa Karangbale
terdiri atas: 1 klinik, 1 orang dokter praktek, 1 orang bidan
praktek, 7 orang dukun bayi, dan 1 jamban umum, jumlah ini
tidak bertambah hingga tahun 2013. Sedangkan data akseptor
KB menunjukkan gejala yang sama dengan Desa Larangan,
yakni semakin bertambah
Kesehatan Ibu dan Anak
Kabupaten Brebes menempati urutan pertama AKI/AKB se
Provinsi Jawa Tengah. Menurut data Dinas Kesehatan
Kabupaten Brebes, AKI/AKB di Kabupaten Brebes mengalami
fluktuasi. Hingga Nopember 2014, tercatat 63 kasus AKI dan
268 kasus AKB di Kabupaten Brebes. Sebagian besar kasus AKI
adalah komplikasi yang terjadi saat persalinan dan setelah
persalinan. Di Kabupaten Brebes, faktor penyebab AKI antara
lain PEB/eklamsia (29,3%), pendarahan (25,86%), dan
decomp cordis (18,9%). Ibu hamil menderita anemia sebesar
50% dan kurang gizi kronis (KEK) sebesar 11,6%. Sedangkan
untuk kasus AKB, penyebab utamanya adalah asfiksia, berat
badan lahir rendah (BBLR), prematur, pnemonia, dan kelainan
kongenital.
Secara umum, situasi kesehatan ibu dan anak berdasarkan
laporan yang diterima dianggap tidak masalah. Data tersebut
perlu dibuktikan melalui berbagai data pendukung lainnya.
Kondisi kesehatan keluarga yang dinilai tidak masalah
menurut perspektif warga ini, salah satu argumentasi yang
dibangun adalah karena infrasruktur desa yang digunakan
masyarakat kampus dan luar kampus mudah diakses. Kondisi
98 | Prosiding PKWG Seminar Series
jalan cukup baik, meskipun ternyata angkutan umum masih
sangat terbatas (setiap satu jam sekali lewat).
Intervensi dan kontrol poskesdes terkait kesehatan ibu
(khususnya kesehatan reproduksinya) cukup memberikan
hasil. Dampak psikologis atau bentk ketidakadilan lainnya
tdak mengemuka. Keberhasilan ini terlihat di poskesdes Desa
Karangbale yang menyediakan layanan kesehatan dan
beberapa peta kehamilan dan persalinan. Menurut
pengalaman bidan, masyarakat yang mengakses poskesdes
dalam sehari bisa mencapai 20 orang, baik untuk kepentingan
memeriksakan kehamilan, melawak, MC, maupun untuk
kepentingan alat kontrasepsi. Berikut Data Perhitungan
Sasaran Menurut CBR untuk tahun 2014 di Desa Karangbale,
adalah:

sasaran bumil 120 dan bulin 114.

Sasaran bayi usia 0-12 bulan, Laki-laki 45 bayi,
perempuan 58 bayi

Sasaran bayi usia 13-59 bulan: laki-laki 208 anak dan
perempuan 204 anak balita

Jumlah bayi lahir hidup tahun 2013 : laki-laki 48 bayi,
dan perempuan 61 bayi. Namun tidak ada data bayi
lahir mati.
Pada tahun 2011, sarana kesehatan di Desa Larangan
terdiri atas: 1 puskesmas, 3 klinik, 1 orang dokter praktek, 1
oang bidan praktek, dan 8 orang dukun bayi. Pada tahun 2013,
jumlah dokter praktek bertambah menjadi 2 orang, dan bidan
praktek bertambah menjadi 4 orang. Sedangkan sarana
kesehatan di Desa Karangbale tahun 2011 terdiri atas: 1 klinik,
1 orang dokter praktek, 1 orang bidan praktek, 7 orang dukun
bayi, dan 1 jamban umum, jumlah ini tidak bertambah hingga
tahun 2013.
Di desa Karangbale, beberapa informasi terkait fasilitas
kesehatan tahun 2014 adalah sebagaimana berikut:
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 99

Puskesmas tidak ada, adanya di kecamatan Larangan
yang terletak di desa Larangan

Jumlah klinik tidak ada

Jarak RSUD dari desa sekitar 1 jam dengan
menggunakan mobil pribadi. (informan tidak tahu pasti
berapa kilometer jaraknya)

Jumlah poskesdes 1 unit

Jumlah posyandu di desa ada 5 unit

Jumlah bidan desa 1 orang

Jumlah layanan pengobatan alternative sekitar 20 unit

Jumlah tenaga medis  dokter (tidak ada), dukun
beranak/paraji (5 orang)
Untuk wilayah Desa Larangan dan Desa Karangbale, tidak
ada resmi mengenai AKI/AKB. Meski pihak desa membantah
ada kasus AKI/AKB, namun dari FGD dengan masyarakat,
untuk Desa Larangan terdapat 4 kasus AKI dan 2 kasus AKB,
sedangkan untuk Desa Karangbale tidak terdapat laporan.
Setidaknya termasalahan 3 pokok yang dihadapi di Desa
Larangan dan Karangbale: (1) minimnya tenaga kesehatan dan
fasilitas kesehatan, (2) masih adanya kepercayaan terhadap
dukun bayi, dan (3) masih banyaknya kasus menikah di usia
muda (bahkan banyak kasus kehamilan di luar nikah bagi anak
di bawah umur).
Untuk poin pertama dan kedua, dapat dilihat bahwa tenaga
kesehatan masih jauh lebih sedikit ketimbang dukun bayi.
Selain itu, banyak masyarakat yang terlambat ke tenaga
kesehatan (bidan) maupun fasilitas kesehatan seperti
puskesmas dan klinik, menyebabkan banyak masalah dalam
persalinan bagi ibu hamil. Meskipun jarak antara rumah dan
fasilitas kesehatan tidak terlalu jauh, ditambah pula sarana
jalan yang relatif baik, namun masalahnya ada pada kebiasaan
masyarakat dan biaya persalinan di tenaga kesehatan yang
100 | Prosiding PKWG Seminar Series
dianggap mahal. Dukun bayi menjadi alternatif, selain lebih
murah (biaya dukun bayi sekitar Rp. 500.000, bandingkan
dengan bidan atau dokter yang biayanya mencapai satu juta
rupiah), juga karena dukun bayi dianggap lebih telaten
mengurus, pada saat jelang kelahiran, saat lahiran, dan setelah
lahiran. Dukun bayi seringkali memberikan layanan mulai dari
7 hari pasca kelahiran hingga 40 hari pasca kelahiran.
Khusus untuk biaya, memang ada Jampersal (jaminan
persalinan), namun dalam FGD dengan masyarakat Desa
Larangan dan Karangbale, diketahui bahwa proses pelayanan
Jampersal seringkali dipersulit. Tidak sedikit warga Larangan
dan Karangbale memilih untuk melakukan persalinan di RSUD
Kabupaten Tegal, bukan di RSUD Kabupaten Brebes karena
berbelitnya urusan Jampersal. Selain itu, masalahnya juga
terletak pada kebiasaan masyarakat yang tidak rutin
memeriksakan kehamilannya, sehingga banyak kasus ibu
hamil yang kurang gizi atau anemia.
Untuk poin ketiga, hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan
masyarakat yang menikahkan anaknya ketika SMP, baik ketika
lulus maupun belum lulus SMP. Kawin muda seringkali diawali
dengan kehamilan di waktu pacaran, yang menyebabkan
banyak orangtua akhirnya dengan segera menikahkan
anaknya. Dalam beberapa kasus, perkawinan di bawah usia
akhirnya dilaksanakan dengan melakukan pemalsuan,
terutama dengan menambah usia anak sehingga dapat
dinikahkan.
Persoalan lain terkait dengan AKI/AKB adalah posisi suami.
Peran suami dalam ikutserta mengelola aktivitas rumah
tangga dan membantu ibu hamil masih amat minim. Peran
suuami hanya sebatas sekedar mengantarkan istri ke tenaga
kesehatan atau fasilitas kesehatan. Ia tidak mengetahui hal-hal
terkait dengan kehamilan, sebab biasanya hal-hal tersebut
hanya untuk diketahui oleh istri dan tenaga kesehatan. Selain
itu, suami juga tidak banyak terlibat dalam aktivitas domestik,
sehingga kegiatan domestik menjadi tanggungjawab istri
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 101
meskipun si istri dalam keadaan hamil tua. Selain itu,
kebiasaan masyarakat yang memperbolehkan istri yang baru
tujuh hari melahirkan untuk langsung mengerjakan tugastugas rumah tangga maupun bekerja di sawah juga menjadi
faktior yang mendorong terjadinya komplikasi bagi ibu yang
baru melahirkan.
Menyoal peran desa
Pemerintah desa, baik Desa Larangan maupun Karangbale
tidak proaktif terkait masalah AKI/AKB. Mereka hanya sebatas
menjalankan kebijakan Pemerintah Kabupaten Brebes terkait
“Program Emas”, yakni program yang memprioritaskan
kesehatan bagi ibu hamil. Program ini hadir melalui Surat
Edaran Bupati Brebes Nomor 300.1/01761/VIII/TAHUN 2013
Tentang Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu
dan Angka Kematian Bayi di Kabupaten Brebes.
Dalam FGD dengan masyarakat, peran desa dalam
mensosialisasikan kebijakan tersebut sangat minim. Seringkali
informasi tidak sampai ke masyarakat luas, hanya di tingkat
desa. Dalam edaran tersebut misalnya, diwajibkan bagi setiap
fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan dan
pemeriksaan kehamilan, namun kebijakan tersebut tidak
pernah disosialisasikan dengan baik. Kebijakan yang sering
disosialisasikan oleh pemerintah desa adalah larangan bagi
ibu hamil untuk melahirkan di rumah, namun larangan
tersebut seringkali tidak disertai dengan tindakan nyata dari
pihak pemerintah desa, misalnya dengan mengadakan
kendaraan khusus untuk membawa ibu hamil ke fasilitas
kesehatan terdekat. Di sisi lain, adanya program Jampersal
memberikan banyak bantuan bagi ibu hamil, terutama bagi ibu
hamil yang tidak mampu membayar biaya persalinan.
Meskipun ada pula catatan mengenai sulitnya mengurus
Jampersal atau adanya penerima Jampersal yang salah
sasaran.
102 | Prosiding PKWG Seminar Series
Masalah lainnya adalah pada pemeriksaan ibu hamil.
Meskipun ada kewajiban bagi pemerintah desa untuk
menginformasikan, terutama bagi ibu hamil dengan risiko
komplikasi tinggi, namun belum ada upaya untuk mendorong
masyarakat agar secara rutin memeriksakan kehamilannya.
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) belum dimanfaatkan
secara penuh untuk memeriksakan kehamilan. Catatan
menarik, bahwa ada program SMS BUNDA, yakni layanan
untuk pendataan ibu hamil melaui SMS Center di nomor
08118469468. Hanya saja, layanan SMS BUNDA hanya
terbatas pada pendataan ibu hamil, perkiraan kelahiran, dan
waktu melahirkan. Persoalannya, tidak jelas apakah program
ini berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kecamatan, dan belum diketahui dengan pasti apakah
program SMS BUNDA ini telah berjalan atau tidak. Satu hal
yang dapat dipastikan, bahwa program ini hampir tidak
diketahui oleh masyarakat umum yang diundang dalam FGD.
Musrenbangdes dan suara perempuan
Partisipasi perempuan dalam terlaksanannya program
pemerintahan desa amat terbatas, terutama dalam
keterwakilan
perempuan
pada
acara
musyawarah
pembangunan desa (musbangdes) yang dilaksanakan setiap
tahunnya.
Menurut
pemerintah
desa,
pelaksanaan
Musbangdes selalu mengundang setiap stakeholder, termasuk
organisasi perempuan, hanya saja tidak setiap organisasi
mengirimkan utusannya ke acara tersebut. Bahkan acara
tersebut sejatinya terbuka untuk umum karena dilaksanakan
di balai desa. Dalam FGD diketahui bahwa acara Musbangdes
tidak diumumkan secara terbuka, baik di balai desa maupun di
masjid. Undangan Musbangdes seringkali tidak tersampaikan,
sehingga banyak organisasi perempuan atau masyarakat
umum tidak mengetahui adanya acara tersebut.
Di sisi lain, setiap keputusan Musbangdes tidak pernah
dibicarakan secara terbuka. Usulan dari organisasi perempuan
seringkali tidak diakomodir, karena Musbangdes selalu
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 103
terfokus pada masalah infrastruktur, sedangkan masalah yang
menyangkut perempuan – seperti kesehatan – sangat jarang
diakomodir. Umumnya, setiap keputusan Musbangdes hanya
diinformasikan secara umum saja ke berbagai organisasi,
dengan
harapan
agar
pimpinan
organisasi
mau
menyampaikan kepada seluruh anggotanya. Dengan demikian,
potensi untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan di desa menjadi tantangan tersendiri.
Partisipasi masyarakat pada umumnya hanya di tingkat
partisipasi pasif. Hadir dan menjadi salah satu peserta dalam
suatu pertemuan rencana pembangunan. Namun partisipasi
dalam arti keterlibatannya hingga sampai pada pengambilan
keputusan tidak terjadi, apalagi secara khusus untuk
perempuan. Pada umumnya, pandangan masyarakat terhadap
peran publik perempuan tampak bukan dianggap sebagai
masalah. Dalam praktik keseharian, adalah hal yang biasa bagi
perempuan Desa Larangan dan Karangbale untuk turut serta
di sektor pertanian bawang. Peran perempuan dalam
pertanian bawang ini sangat signifikan. Ada banyak aktifitas
yang dilakukan perempuan, seperti mengambil ulat di daun
bawang, menanam, merawat tanah samping agar tidak
longsong, dan lainnya.
Selain peran perempuan di dalam sektor pertanian,
perempuan dari dua desa ini banyak yang mencoba
peruntungan menjadi Tenaga Kerja Perempuan di luar negeri
(buruh migran). Menurut informasi, ada cukup banyak
perempuan yang menjadi buruh migran meskipun data di
kantor desa tidak diperoleh angka pasti warganya yang
melakukan migrasi. Realitas mengenai buruh migran
perempuan di daerah-daerah Timur Tengah ini menunjukkan
bagaimana masyarakat secara umum tidak terlalu
mempersoalkan peran perempuan di ruang publik, bahkan
perannya sebagai tulang punggung keluarga atau sebagai
kepala keluarga.
104 | Prosiding PKWG Seminar Series
Berdasarkan data FGD, diperoleh informasi bahwa alokasi
anggaran desa pada dasarnya sudah dirancang pihak desa
sebelum mengundang Stake hoklders dalam pertemuan rapat
tingkat desa (musrenbangdes). Pertemuan musrenbangdes
lebih mengarah pada pertemuan formalitas yang dilakukan
pemerintah desa sebagai pemenuhan syarat saja. Oleh karena
itu, tidak ada anggaran khusus terkait isu perempuan, kecuali
rutinitas untuk makanan sehat di setiap posyandu.
Rekomendasi
Salah satu rekomendasi untuk meningkatkan partisipasi
perempuan maupun untuk memberikan pengetahuan kepada
perempuan adalah melewati kegiatan organisasi, baik yang
berbasis keagamaan maupun umum. Hampir setiap hari, di
Desa Larangan maupun Karangbale selalu dilaksanakan
pengajian yang diikuti oleh masyarakat. Mereka yang
berafiliasi dengan Muhammadiyah akan ikut pengajian yang
dilaksanakan oleh Muhammadiyah, demikian pula mereka
yang berafiliasi dengan NU. Memang ada kegiatan pengajian
akbar, semisal maulid Nabi, yang diikuti oleh seluruh warga
masyarakat tanpa melihat latar belakang afiliasinya.
Organisasi lain yang juga dapat dipakai adalah PKK, meski
di Desa Larangan, PKK dapat dikatakan mati suri. PKK menjadi
penting karena jaringannya di tingkat RT dapat memberikan
akses yang lebih luas. Catatan kami, untuk wilayah Desa
Larangan, agaknya perlu dipertimbangkan ulang mengingat
hubungan antara masyarakat dengan Kepala Desa – yang
notabene perempuan – tidak berjalan harmonis. Tentu saja
Pekka juga dapat sangat membantu, terutama karena jaringan
Pekka sudah ada di dua kecamatan, yakni Kecamatan
Larangan dan Kecamatan Ketanggungan.
Khaerul Umam Noer dan Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah | 105
Download