BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia, yang telah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia khususnya di Bali. Masyarakat di Bali telah lama memelihara sapi. Masyarakat menggunakan sapi sebagai pembajak sawah dan upacara adat (Batan, 2006) Sapi bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (banteng). Warna sapi betina dan anak atau muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (whitestocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas. 4 Populasi sapi Bali di Indonesia pernah dicatat dua kali yaitu pada tahun 1984 dan 1988, pencatatan jumlah sapi Bali setelah itu tidak pernah dilakukan lagi, sehingga jumlahnya saat ini tidak diketahui dengan pasti. Pada tahun 1988 jumlah sapi Bali tercatat 2.632.125 ekor yang berarti sekitar 26,9% dari total sapi potong di Indonesia. Dibandingkan sapi asli atau sapi lokal lainnya di Indonesia (sapi Ongole, PO dan Madura), persentase sapi Bali tersebut adalah presentase yang tertinggi (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Sapi bali khususnya di bali dipelihara dengan cara dilepaskan dilahan pertanian, tempat pembuangan sampah dan ada juga yang dikandangkan. Sapi yang dilepaskan dilahan pertanian dan tempat pembuangan sampah biasanya lebih rentan menelan benda asing dari pada sapi yang dikandangkan. Gambar 1. Sapi bali dilepaskan di tempat pembuangan sampah. 5 2.2 Sistem Pencernaan Pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan. Bagian-bagian dari saluran pencernaan adalah mulut, pharinks, oesophagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas. Hewan ruminansia atau yang sering disebut juga dengan hewan memamah biak adalah hewan herbivora murni, seperti; sapi, kerbau, dan kambing. Sapi dikatakan hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah makanan sebanyak dua kali. Setelah makanan masuk ke mulut, makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan langsung ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus. Proses pencernaan utama adalah secara mekanik, hidrolisis, dan fermentatif. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakangerakan saluran pencernaan yang dilakukan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen. Sistem pencernaan ruminansia serupa dengan mammalia lainnya, hanya saja bagian lambung yang membedakan antara ruminansia dan mamalia, ruminansia memiliki lambung ganda sedangkan mamalia non ruminansia memliki lambung tunggal. Lambung dibedakan atas dua bagian, yaitu lambung depan tanpa kelenjar dan 6 lambung belakang dengan kelenjar. Lambung depan memiliki tiga daerah yaitu; rumen, retikulum, omasum. 2.3 Rumen Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut sapi. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali. Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 78%. Rumen merupakan kantung muscular yang besar yang terbentang dari diagfragma menuju ke pelvis. Rumen melebar ditengah –tengah rongga perut (dari atas ke bawah) dan memanjang dari ujung bawah rusuk ke 7 menuju ke pelvis. Permukaan rumen sebelah kiri menempel pada diaphragm, dada sebelah kiri dari rongga perut dan limpa,sedangkan permukaan sebelah kanan lebih tidak teratur dan berhubungan langsung dengan omasum dan abomasum,usus, hati, pancreas pinggang kiri , aorta dan vena cava posterior (Rahmadi et al, 2003). Didalam rumen terdapat tonjolan kecil yang disebut papillae berperan untuk memperluas permukaan sehingga penyerapan nutrisi dari hasil fermentasi tersebut lebih besar. Sapi memiliki papillae yang panjang dan besar pada bagian ventral dan 7 lebih kecil dan pendek pada bagian dorsal. Rumen yang sudah dewasa memiliki fungsi kurang lebih 80-86% dari seluruh lambungnya. Adapun fungsi rumen tersebut menyiapkan bahan pakan untuk yang akan dicerna dalam saluran pencernaan, menjadi lokasi fermentasi zat makanan dan menentukan spesifikasi rumen itu sendiri, proses pencampuran bahan makanan yang telah dicerna dan tempat terjadinya proses absorbsi dari hasil akhir fermentasi yang membedakan asam lemak (Nuswantara, 2002). 2.4 Kerangka Konsep Kualitas sapi bali yang baik ditentukan dengan pemberian pakan yang dilakukan secara berkesinambungan. Pemberian pakan yang tidak berkesinambungan akan mengganggu pertumbuhan sapi bali. Lingkungan sekitar pemeliharaan sapi berpengaruh dalam penyediaan pakan bagi sapi bali. Pertumbuhan dan perkembangan sapi yang baik didukung status kesehatan, antara lain proses dan sistem pencernaan yang sempurna. Sapi bali merupakan hewan ruminansia yang memiliki lambung ganda. Proses pencernaan ruminansia tergolong unik karena melibatkan bagian yang tidak dimiliki hewan lain selain ruminansia yaitu rumen. Sapi umumnya lebih rentan terhadap benda asing dari pada hewan ruminansia kecil, karena sapi tidak menggunakaan bibir untuk makan dan lebih mungkin untuk mengunyah pakan yang telah dicincang (Anwar et al, 2013; Kumar dan Dhar, 2012; Ghanem, 2010). Sapi yang dilepaskan di lahan pertanian kemungkinan menelan benda asing karena sapi tidak dapat membedakan bahan logam dalam pakan dan tidak terlalu banyak mengunyah 8 pakan sebelum menelan. Menelan benda asing dapat menghambat penyerapan asam lemak volatile yang dapat mengakibatkan penurunan bobot sapi dan tingkat kematian yang tinggi (Abebe dan Nuru, 2011). 9