pengaruh merendam kaki dengan air hangat

advertisement
PENGARUH MERENDAM KAKI DENGAN AIR HANGAT
TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS ASTANALANGGAR
KECAMATAN LOSARI CIREBON JAWA BARAT
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh
GILANG GUMILAR PERMADY
1111104000039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Gilang Gumilar Permady
Tempat, tanggal lahir : Brebes, 24 Oktober 1993
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Belum menikah
Alamat
: Blok Pahing RT 09/02 Desa Pasuruan Kec. Pabedilan
Kab. Cirebon Jawa Barat
Handphone
: 0821-2662-2523
Email
: [email protected] / [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. TK Pertiwi Losari Cirebon
[ 1997-1999 ]
2. SD Negeri Randusari 03 Kec. Losari Brebes
[ 1999-2005 ]
3. MTs Negeri Model Babakan Lebaksiu Tegal
[ 2005-2008 ]
4. SMA Negeri 02 Brebes
[ 2008-2011 ]
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
[ 2011- Sekarang
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, 24 Juni 2015
Gilang Gumilar Permady, 1111104000039
Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur
Lansia di Wilayah Kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari
Cirebon Jawa Barat
xviii + 91 halaman + 11 tabel + 4 bagan + 8 lampiran
ABSTRAK
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia. Gangguan
tidur dapat mengakibatkan masalah serius bahkan menurunkan kualitas hidup. Hal
ini sering terjadi pada lansia yang berdampak pada menurunnya kualitas tidur.
Terapi merendam kaki dengan air hangat dapat memperbaiki mikrosirkulasi
pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga menimbulkan efek relaksasi yang
dilanjutkan dengan peningkatan sekresi melatonin sehingga meningkatkan kualitas
tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh merendam kaki
dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia di wilayah kerja PUSKESMAS
Astanalanggar.
Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan pendekatan one group
pre test-post test. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
dengan jumlah 20 responden yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Intervensi diberikan selama 5 hari berturut-turut. Pengukuran skor kualitas tidur
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index. Perbedaan skor kualitas
tidur dianalisis dengan uji t berpasangan dan skor setiap komponen dianalisis
menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara merendam kaki dengan
air hangat terhadap kualitas tidur responden sebelum dan sesudah intervensi
(p=0,000; α=5%). Dari hasil tersebut dapat dikatakan terjadi peningkatan kualitas
tidur setelah rendam kaki dengan air hangat. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pilihan alternative bagi perawat untuk mengaplikasikan rendam kaki
dengan air hangat dalam meningkatkan kualitas tidur lansia.
Kata kunci: kualitas tidur, lanjut usia, merendam kaki dengan air hangat
Daftar bacaan: 56 (2005-2014)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
SCHOOL OF NURSING
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, 24th June 2015
Gilang Gumilar Permady, 1111104000039
The Effect of Soaking Feet in Warm Water to The Quality of Sleep of Elderly
In The Region PUSKESMAS Astanalanggar Losari Cirebon West Java
xviii + 91 pages + 11 tables + 4 chart + 8 attachments
ABSTRACT
Sleep is a basic need that must be met by humans. Sleep disorders can lead to
serious problems and even reduce quality of life. This often occurs in the elderly
that decrease the quality of sleep. Soaking the feet in warm water can improve the
microcirculation of the blood vessels and vasodilation causing a relaxing effect,
followed by increased secretion of melatonin thus improving the quality of sleep.
This study aimed to identify the effect of soaking feet in warm water to the quality
of sleep of elderly in the region PUSKESMAS Astanalanggar.
This study uses a quasi-experimental design approach to one group pretest-posttest.
The sampling technique used purposive sampling with 20 respondents who had
been in accordance with the inclusion and exclusion criteria. Intervention is given
for 5 consecutive days. Measurement of sleep quality scores using the Pittsburgh
Sleep Quality Index questionnaire. Differences in sleep quality scores were
analyzed by paired t test and the scores of each component is analyzed using the
Wilcoxon test.
The results showed the influence of soaking feet in warm water for sleep quality
before and after the intervention (p = 0.000; α = 5%). From these results it mean an
increase in the quality of sleep after a soak feet in warm water. This study is
expected to be an alternative option for nurses to apply soak feet in warm water to
improve the quality of sleep of elderly.
Keywords: quality of sleep, elderly, soaking feet with warm water
Bibliography: 56 (2005-2014)
viii
KATA PENGANTAR
Assalaamu ‘alaykum Wr. Wb.
Alkhamdulillaahi robbil ‘aalamiin segala puji bagi ALLAH SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap
Kualitas Tidur Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Astanalanggar
Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat” yang disusun dan diajukan sebagai
salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan. Tidak lupa
sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa syariat islam bagi kaum di seluruh dunia sehingga kita
dapat hidup dalam zaman terang benderang ini. Bagi penulis, menteladani aspek
kehidupan Nabi Muhammad merupakan tanda bukti cinta kita kepadanya. Dalam
hal ini, salah satu aspek yang pernah Nabi Muhammad singgung adalah mengenai
tidur. Inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur.
Dalam menyusun skripsi ini, tentunya penulis jalani dengan penuh
perjuangan. Kesulitan dan hambatan terus dilalui agar skripsi ini selesai tepat pada
waktunya. Semua itu bukan hanya karena semangat pribadi semata, namun ada
motivasi dan dorongan moril yang luar biasa dari pihak lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengungkapkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
ix
1.
Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Guru Besar Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.
Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4.
Ibu Maulina Handayani, S. Kp., M. SC selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan sekaligus pembimbing kedua yang telah membimbing,
memotivasi, mengkoreksi serta memberi banyak saran dan masukan
dalam skripsi ini.
5.
Ibu Nia Damiati, S.Kp, MSN selaku pembimbing pertama sekaligus
Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Ns. Mardiyanti, S. Kep., M. Kep., MDS selaku pembimbing yang
menggantikan ibu Nia dikarenakan sedang menjalani tugas belajar.
Bimbingan, arahan dan kepedulian penuh yang membuat penulis dapat
menyelesaikan skirpsi ini.
7.
Segenap Bapak dan Ibu dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu
Keperawatan yang telah memberikan tempaan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama duduk di bangku perkuliahan serta staf akademik Bapak
Syafi’i dan Ibu Syamsiyah yang telah banyak membantu.
x
8.
dr. Aria Arrochimmi selaku Kepala Puskesmas Astanalanggar
Kecamatan Losari Cirebon.
9.
Orang tua serta keluarga besar yang telah memberikan semangat serta
dukungan moril dan materiil untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Teman – teman angkatan 2011 yang telah memberikan semangat serta
tempat bertukar pikiran bagi penulis selama penyelesaian tugas kahir ini,
khususnya Dina Setya R. K. yang selalu memberi semangat dan rela
meluangkan waktunya untuk berbagi canda tawa dalam meluluhkan
segala penatnya proses penulisan ini.
Akhir kata, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar penulisan ini menyajikan yang terbaik dan mendekati kata
sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH semata. Harapan penulis
adalah semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam
meningkatkan derajat kesehatan manusia.
Wassalaamu ‘alaykum Wr. Wb.
Jakarta, 24 Juni 2015
Gilang Gumilar Permady
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................................ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................iii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI...................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT.........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR...........................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xv
DAFTAR BAGAN...............................................................................................xvi
DAFTAR ISTILAH...........................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................8
C. Tujuan Penelitian.........................................................................9
D. Manfaat Penelitian.....................................................................10
E. Ruang Lingkup Penelitian..........................................................11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia.................................................................................12
1. Definisi Lanjut Usia................................................................12
2. Teori Menua...........................................................................14
3. Aspek Fisiologik dan Patologik..............................................17
B. Tidur...........................................................................................23
1. Pengertian Tidur.....................................................................23
2. Fisiologi Tidur........................................................................24
3. Tahap-tahap Tidur Normal.....................................................26
4. Siklus Tidur............................................................................26
5. Fungsi Tidur...........................................................................29
6. Kualitas Tidur.........................................................................29
7. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia..........................................33
8. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia..........................................34
9. Penatalaksanaan Gangguan Tidur..........................................36
C. Hydrotherapy.............................................................................38
1. Pengertian...............................................................................38
xii
2. Jenis-jenis Hydrotherapy........................................................38
3. Merendam Kaki Dengan Air Hangat......................................39
4. Respon Tubuh Saat Merendam Kaki dengan Air Hangat........40
D. Penelitian Terkait.......................................................................42
E. Kerangka Teori..........................................................................45
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep.......................................................................46
B. Hipotesis....................................................................................47
C. Definisi Operasional..................................................................48
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian........................................................................50
B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................51
C. Populasi dan Sampel..................................................................51
D. Instrumen Penelitian..................................................................54
E. Uji Validitas dan Reliabilitas......................................................58
F. Langkah-langkah Pengumpulan Data........................................60
G. Etika Penelitian..........................................................................63
H. Pengolahan Data........................................................................65
I. Analisis Data..............................................................................67
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...........................................71
B. Analisis Univariat......................................................................72
1. Karakteristik Responden........................................................72
2. Komponen Kualitas Tidur......................................................73
3. Skor Total Kualitas Tidur.......................................................74
C. Analisis Bivariat.........................................................................75
1. Perbedaan Rerata Skor PSQI pada pre test dan post test.........75
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden............................................................79
1. Usia........................................................................................79
2. Jenis Kelamin.........................................................................79
B. Skor Total Kualitas Tidur...........................................................80
C. Skor Setiap Komponen Kualitas Tidur.......................................83
D. Keterbatasan Penelitian..............................................................88
xiii
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................89
B. Saran..........................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
3. 1
Definisi Operasional.....................................................................48
4. 1
Komponen dan Nomor Pertanyaan Kuesioner PSQI...................54
4. 2
5. 1
5. 2
5. 3
5. 4
5. 5
Hasil Uji Normalitas Data............................................................68
Distribusi Data Usia Responden..................................................72
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden...........................73
Rata-rata Skor Komponen Kualitas Tidur Responden.................74
Rata-rata Skor Total PSQI...........................................................75
Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Perbedaan
Rerata Skor Kualitas Tidur Pada Pengukuran pre test post test.....76
Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Perbedaan
Setiap Skor Komponen Kualitas Tidur Responden.......................77
5. 6
xv
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Judul Bagan
2. 1
Siklus Tidur Orang Dewasa Normal............................................29
2. 2
Kerangka Teori.............................................................................45
3. 1
Kerangka Konsep Penelitian........................................................46
4. 1
Desain Penelitian..........................................................................50
xvi
DAFTAR ISTILAH
BMR
: Basal Metabolic Rate
BPS
: Badan Pusat Statistik
BSR
: Bulbar Synchronizing Regional
DNA
: Deoxyribose Nucleic Acid
ESS
: Epworth Sleepiness Scale
FIQ
: Fibromyalgia Impact Questionnaire
GDS
: Geriatric Depression Scale
GH
: Growth Hormone
NREM
: Non Rapid Eye Movement
OHS
: Obesity Hypoventilation Syndrome
OSA
: Obstructive Sleep Apnea
PLMD
: Periodic Limb Movement Disorder
PSQI
: Pittsburgh Sleep Quality Index
PTT
: Pengobatan Tradisional Tiongkok
RAS
: Reticular Activating System
RDB
: REM Behavior Disorder
REM
: Rapid Eye Movement
RLS
: Rest Legs Syndrome
RNA
: Ribose Nucleic Acid
SCN
: Suprachiasmatic Nucleus
SDB
: Sleep Disordered Breathing
SQS
: Sleep Quality Scale
SSS
: Stanford Sleepiness Scale
UARS
: Upper Airway Resistance Syndrome
UIN
: Universitas Islam Negeri
WHO
: World Health Organization
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2
Lembar Pengumpulan Data
Lampiran 3
Prosedur Merendam Kaki dengan Air Hangat
Lampiran 4
Hasil Penilaian GDS dan Indeks Katz
Lampiran 5
Hasil Penelitian
Lampiran 6
Daftar Urut Nomor Responden
Lampiran 7
Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 8
Permohonan Izin Penelitian
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap individu akan mengalami proses perkembangan secara alami,
mulai dari lahir hingga menjadi dewasa akhir atau lansia. Usia lanjut adalah
fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya
beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana diketahui, manusia
berkembang dari usia balita, remaja, dewasa dan lansia yang merupakan tahap
akhir kehidupan. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan
tugas dan fungsinya, selanjutnya memasuki usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase
hidupnya
dan
mencoba
menyesuaikan
diri
dengan
kondisi
lingkungannya (Darmojo, 2009).
Usia lanjut dapat dimulai dari batasan umur setelah dewasa akhir.
Kisaran dimulainya usia lanjut adalah sekitar 60 sampai dengan 65 tahun.
Dalam bukunya Hardywinoto (2005) mengatakan yang dimaksud dengan
kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas. Sedangkan WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle
age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60
dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very
old) (Mubarok dkk, 2006).
1
2
Perkembangan lansia di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya
cenderung meningkat, dengan semakin meningginya usia harapan hidup.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia
pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen dari jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat
menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen dari jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai
28.822.879 jiwa (11,34 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia)
(Badan Pusat Statisik Indonesia, 2012). Jumlah tersebut menempatkan
Indonesia pada urutan ketiga dari negara-negara Asia dengan jumlah lansia
terbesar setelah Cina dan India (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Seiring dengan banyaknya jumlah lansia di Indonesia, maka perlu
perhatian khusus untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Pertambahan
umur menyebabkan terjadinya perubahan dalam tahapan tidur. Pada
kenyataannya, meskipun mereka mempunyai waktu yang cukup untuk tidur,
tetapi terjadi penurunan kualitas tidur. Pada usia lanjut terjadi penurunan tidur
tahap 3, tahap 4, tahap REM dan REM laten tetapi mengalami peningkatan
tidur tahap 1 dan 2. Perubahan ini menimbulkan beberapa efek yaitu:
kesulitan untuk mengawali tidur, menurunnya total sleep time, sleep
efficiency, transient arousal dan bangun terlalu dini (Bliwise & Endeshaw
2006). Lansia mengalami episode tidur REM yang cenderung memendek,
terdapat penurunan yang progesif pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa
lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Seorang lansia
3
yang terbangun lebih sering di malam hari, dan membutuhkan banyak waktu
untuk jatuh tertidur (Potter & Perry, 2011).
Tidur menjadi kebutuhan setiap manusia dan merupakan suatu siklus
yang rutin setiap harinya (Galimi, 2010). Setelah beraktivitas manusia
membutuhkan waktu untuk mengembalikan fungsi normal tubuh, salah
satunya dengan tidur. Sebagian orang mengeluhkan tidak bisa tidur dimalam
hari. Kasus ini paling sering terjadi pada usia lanjut. Hal ini dibuktikan dalam
penelitian Anwar (2010) pada seorang lansia berusia 66 tahun dengan indikasi
adanya gangguan tidur, hasilnya menunjukkan bahwa gangguan tidur yang
dialami subyek sudah sangat mengganggu, bahkan obat tidur yang
diminumnya dosisnya semakin tinggi. Penelitian lain oleh Hidayati dan
Khasanah (2012) juga menemukan bahwa dari 97 orang lansia, 68 responden
(70,1%) mempunyai kualitas tidur buruk.
Adapun gangguan masalah tidur yang sering dialami lansia berupa
susah tidur pulas, sering terbangun di malam hari dan sulit memulai tidur
kembali, berkurangnya waktu tidur malam, semakin panjangnya waktu yang
dibutuhkan untuk jatuh tidur (sleep latency), perasaan tidur yang kurang,
terbangun cepat dan tidur sekejap pada siang hari (naps) sering terjadi
berulang dan tidak disadari. Jumlah total waktu tidur normal pada kebutuhan
tidur sewajarnya yaitu 6 jam/hari (Potter & Perry, 2011).
Perubahan pola tidur pada lansia didasari oleh berubahnya ritme
sirkadian. Hal ini dikarenakan oleh aspek fisiologis dimana terjadi penurunan
sistem endokrin. Salah satu contoh penurunan sistem endokrin adalah
terganggunya sekresi norepinephrine dan serotonin. Keduanya berperan
4
dalam hal terjaga dan rasa kantuk. Hal inilah yang mengakibatkan gangguan
tidur.
Fungsi dari sistem organ makhluk hidup diatur oleh ritme sirkadian
selama 24 jam. Ritme sirkadian mengatur siklus tidur, suhu tubuh, aktivitas
saraf otonom, aktivitas kardiovaskuler dan sekresi hormon. Pusat pengaturan
ritme sirkadian adalah suprachiasmatic nucleus (SCN) di hipotalamus. Faktor
yang mempengaruhi kerja dari SCN adalah cahaya, aktivitas sosial dan fisik
(Bliwise & Endeshaw, 2006). Pada saat cahaya masuk ke retina maka neuron
fotoreseptor SCN akan teraktivasi. SCN akan merangsang pineal gland untuk
mensekresikan melatonin yang dapat menimbulkan rasa kantuk (Galimi,
2010). Penurunan fungsi dari SCN berkaitan dengan pertambahan umur. Pada
usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi SCN akan menyebabkan
terjadinya gangguan pada ritme sirkadian (Bliwise & Endeshaw, 2006).
Kualitas tidur yang kurang berhubungan dengan adanya insomnia,
Rest Legs Syndrome (RLS) dan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Colten &
Altevogt (2006) menyampaikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
tidur seperti faktor fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Adanya
perubahan pada aspek-aspek tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya
waktu tidur. Tidur yang kurang dapat menyebabkan beberapa gangguan pada
respon imun, metabolisme tubuh dan fungsi kardiovaskular.
Penanganan gangguan tidur dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara farmakologi dan secara non farmakologi. Secara farmakologi yaitu
dengan memberikan obat sedative hipnotik seperti golongan benzodiazepine
(ativan, valium, dan diazepam) (Widya, 2010). Namun, pada lansia terjadi
5
perubahan farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat dalam
tubuh lansia yang menyebabkan penatalaksanaan dengan farmakologis sangat
memberi risiko pada lansia. Dengan demikian penatalaksanaan secara non
farmakologi adalah pilihan alternative yang lebih aman, yakni dengan cara
terapi stimulus control, melakukan olah raga ringan, berjalan kaki pada pagi
hari, berlari-lari kecil, senam atau sekedar peragangan otot, terapi relaksasi
(Putra, 2011).
Salah satu terapi relaksasi adalah dengan menggunakan air.
Hydrotherapy adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan meringankan
berbagai keluhan. Untuk tujuan ini, air bisa digunakan dalam banyak cara dan
kemampuannya sudah diakui sejak dahulu, terutama di kerajaan Yunani,
kekaisaran Romawi dan Kebudayaan Turki juga oleh masyarakat Eropa dan
Tiongkok kuno. Masyarakat umum juga menyadari bahwa manfaat air hangat
adalah untuk membuat tubuh lebih rileks, menyingkirkan rasa pegal-pegal
dan kaku di otot, dan mengantar agar tidur bisa lebih nyenyak (Sustrani,
Alam, Hadibroto, 2006). Dalam pemaparan Dinkes (2014) air hangat
membuat kita merasa santai, meringankan sakit dan tegang pada otot dan
memperlancar peredaraan darah. Maka dari itu, berendam air hangat bisa
membantu menghilangkan stres dan membuat kita tidur lebih mudah. Suhu
air hangat yang dipakai berkisar 40oC.
Praktek merendam kaki dengan air hangat adalah satu metode
perawatan kesehatan yang populer di kalangan masyarakat Tiongkok.
Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT) merekomendasikan rendam kaki
dengan air hangat setiap hari untuk meningkatkan sirkulasi darah dan
6
mengurangi kemungkinan demam. Terapi rendam kaki dengan air hangat
mencapai serangkaian perawatan kesehatan yang efisien melalui tindakan
pemanasan, tindakan mekanis dan tindakan kimia air serta efek penyembuhan
dari uap obat dan medis pengasapan. Dipaparkan juga oleh Flona (2010)
bahwa berendam dengan air hangat yang bersuhu 38°C selama minimal 10
menit dengan menggunakan aromatherapy mampu meredakan ketegangan
otot dan menstimulus produksi kelenjar otak yang membuat tubuh terasa lebih
tenang dan rileks. Raisanen (2010) juga mengungkapkan ada enam
keuntungan dari air hangat yaitu mengurangi stres, mendetoksifikasi,
membuat tidur nyenyak, merelaksasikan otot dan meredakan sakit dan nyeri
di otot dan sendi, meningkatkan kerja jantung, melawan penyakit dan
meredakan kesesakan.
Pengobatan Tradisional Tiongkok menyebut kaki adalah jantung
kedua tubuh manusia, barometer yang mencerminkan kondisi kesehatan
badan. Ada banyak titik akupunktur di telapak kaki. Enam meridian (hati,
empedu, kandung kemih, ginjal, limpa dan perut) ada di kaki (Arnot, 2009).
Hal ini didukung dengan penelitian yang telah di lakukan Khotimah (2012)
bahwa terapi rendam air hangat pada kaki memperbaiki mikrosirkulasi
pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga meningkatkan kuantitas tidur.
Rendam air hangat pada kaki efektif digunakan untuk meningkatkan kuantitas
tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur.
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
manusia. Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu
kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda,
7
usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008).
Adanya gangguan tidur dapat mengakibatkan masalah kesehatan seperti
gangguan pada metabolisme hormon, kardiovaskular dan penurunan respon
imun. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi, yakni berkisar
lebih dari 60%. Gangguan tidur pada lansia memiliki dampak serius yakni
mengantuk berlebihan disiang hari, gangguan atensi dan memori, mood,
depresi, resiko tinggi terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya
dan penurunan kualitas tidur. Untuk itu gangguan tidur pada lansia harus
mendapat perhatian dan penanganan yang serius . Usia lanjut sangat rentan
dalam menghadapi status kesehatannya dan kemungkinan komplikasi begitu
besar. Manajemen pengelolaan terapi pada lansia harus sangat terkontrol.
Kurangnya tidur dapat menimbulkan masalah yang berarti bagi lansia.
Dari data di atas, tergambar bahwa seseorang dengan usia lanjut
mengalami gangguan tidur yang sangat berarti. Mereka tidak memiliki
pengetahuan lebih terkait gangguan tidur dan cara mengatasinya. Oleh karena
itu, pengkajian terhadap kualitas tidur dan pengaruh dari merendam kaki
dengan air hangat sangat penting dilakukan sehingga nantinya klien dapat
melakukan bagian dari asuhan keperawatan secara mandiri. Selain itu,
perawat juga dapat mempertimbangkan cara ini sebagai metode alternatif
untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Peran perawat dalam
menangani masalah gangguan tidur merupakan hal yang sangat penting
karena banyak sekali dampak negatif yang diakibatkan oleh gangguan tidur.
Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan salah satu
instrumen yakni, the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk
8
mengidentifikasi tentang kualitas tidur secara subjektif, durasi tidur,
gangguan yang terjadi selama tidur, kebiasaan waktu mulai tidur, kebiasaan
penggunaan obat untuk membantu tidur (Buysse et al, 1989).
Hasil studi pendahuluan dengan analisis data dan wawancara
terhadap 15 lansia di Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon
bahwa lansia mengatakan mengeluh susah tidur di malam hari, pergi tidur
antara jam 8 sampai jam 9, tetapi ada juga yang tidur jam 11. Lansia
mengatakan sering terbangun pada malam hari rata–rata 4-6 kali untuk ke
kamar mandi dan setelah itu sulit untuk jatuh tertidur lagi. Kondisi lain yang
di alami lansia sehingga terbangun pada malam hari dikarenakan merasakan
susah bernapas, terbangun karena mimpi dan keadaan lingkungan yang
berisik. Keluhan lain yang dialami lansia adalah merasa kurang segar setelah
bangun di pagi hari, mengantuk disiang hari namun ada 7 lansia yang
mengeluh tidak bisa tidur disiang hari waluapun sudah mengantuk dan ada
keinginan untuk tidur. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “merendam kaki dengan air hangat
terhadap kualitas tidur pada lansia”.
B.
Rumusan Masalah
Prevalensi lansia diperkirakan akan terus meningkat terutama di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk diantaranya Indonesia.
Peningkatan angka lansia sangat erat kaitannya dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosial ekonomi berdampak pada
9
peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup, sehingga
jumlah populasi lansia juga meningkat.
Berbagai studi mengenai kualitas tidur pada lanjut usia dan metode
penanganan gangguan tidur pada lanjut usia baik yang farmakologis dan non
farmakologis sudah dilakukan sebelumnya, namun penanganan secara
farmakologis memiliki efek samping yang sangat beresiko terhadap
kesehatan lansia. Metode relaksasi merupakan terapi yang efektif agar dapat
meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Salah satu contoh metode relaksasi
yakni dengan merendam kaki menggunakan air hangat.
Beberapa penelitian terkait dengan masalah tidur dan lansia telah
dilakukan namun peneliti belum menemukan penelitian yang membahas
intervensi alternative khususnya penggunaan air hangat dalam meningkatkan
kualitas tidur pada lansia, sehingga menurut peneliti hal tersebut perlu untuk
dilakukan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan dalam
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pada kualitas tidur lansia dengan
terapi merendam kaki dengan air hangat di Wilayah Kerja Puskesmas
Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui adakah pengaruh setelah perlakuan merendam kaki
dengan air hangat pada kualitas tidur lansia setelah di wilayah kerja
Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon.
10
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia dan jenis kelamin)
terhadap kualitas tidur.
b. Mengidentifikasi komponen kualitas tidur (kualitas tidur subjektif,
latensi tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan
obat tidur, dan disfungsi di siang hari) pada responden.
c. Mengidentifikasi skor kualitas tidur responden sebelum intervensi
merendam kaki dengan air hangat.
d. Mengidentifikasi skor kualitas tidur responden setelah intervensi
merendam kaki dengan air hangat.
e. Mengidentifikasi perbedaan rerata skor responden sebelum dan sesudah
intervensi merendam kaki dengan air hangat.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Pelayanan Keperawatan
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan lansia dan dapat menjadi landasan dalam melakukan
intervensi guna meningkatkan kualitas tidur pasien.
b. Menjadi aspek penting bagi perawat dalam memberikan edukasi pada
lansia dengan menekankan pemenuhan kebutuhan tidur.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi
keperawatan dalam hal pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia dengan
intervensi non-farmakologis.
11
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini menjadi acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu
yang telah diperoleh selama perkuliahan melalui proses pengumpulan data
dan informasi-informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti, dianalisis,
dan disusun dalam sebuah karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat,
serta menambah kekayaan intelektual.
E.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh
merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. Jenis
penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan desain studi pra
eksperimen dengan pendekatan One-Group pre test post test. Intervensi
merendam kaki sebelum tidur dilakukan selama 5 hari berturut-turut. Data
yang digunakan adalah data primer dengan metode pengambilan data melalui
pengisian kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Subjek yang
diteliti adalah lansia di wilayah kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan
Losari Cirebon. Waktu penelitian berkisar dari April sampai Mei 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut usia
Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran kemampuankemampuan kognitif seperti mudah lupa, kemunduran orientasi terhadap
waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru.
Kemunduran lain yang dialami adalah kemunduran fisik antara lain kulit
mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong,
pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi
lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di
perut dan pinggul (Maryam, dkk, 2008).
Hardywinoto (2005) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas. Sedangkan WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan
(middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia
antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) (Mubarok, dkk, 2006).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang
dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan
tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar
12
13
ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna
dan bahagia (Maryam, dkk, 2008).
Usia lanjut dapat diklasifikasikan menjadi lima (Maryam, dkk,
2008) yaitu:
a. Pralansia (Presinilis) adalah seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia Potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa.
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan
bahwa seseorang di katakan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun atau lebih dan dikatakan potensial apabila masih produktif
yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak potensial apabila
tidak produktif yang bergantung kepada orang lain dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Penduduk lanjut usia terus mengalami peningkatan yang
signifikan, pada tahun 2007 jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96
juta jiwa dan meningkat menjadi 20, 54 juta jiwa pada tahun 2009. Jumlah
ini termasuk terbesar ke empat setelah Amerika, India, dan Tiongkok
(BPS, 2012).
14
Seperti diketahui, Indonesia sekarang berada dalam transisi
demografi, persentasi lansia diproyeksikan menjadi 11, 34% pada tahun
2020 yang akan datang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari
masyarakat/populasi “muda” (1971) menjadi populasi yang lebih “tua”
pada tahun 2020. Pergeseran ini menuntut perubahan dalam strategi
pelayanan kesehatan, dengan kata lain perlu perhatian lebih dan
prioritas untuk penyakit-penyakit pada usia dewasa dan lansia
(Darmojo, 2009).
2. Teori Menua
Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari,
berjalan terus menerus, dan berkesinambungan. Pada dasarnya ada dua
faktor yang menyebabkan proses penuaan terjadi, yaitu faktor internal
(radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi,
apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen) dan faktor eksternal
(gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi
lingkungan, stres, dan kemiskinan) (Stanley & Beare, 2007). Menua
(aging) juga merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada
seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan
perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan
kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010).
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori biologi, teori psikologi, dan teori spiritual.
15
a. Teori biologi
1) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organik menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi (Maryam,
dkk, 2008).
2) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Maryam,
dkk, 2008). Teori mutasi somatik, menurut teori ini menua
disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang
kehidupan akibat lingkungan yang buruk. Setelah berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi (DNA menjadi RNA), maupun dalam proses translasi
(RNA ke protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan
terbentuknya enzim yang salah, sehingga mengakibat penurunan
fungsional sel (Darmojo, 2009).
3) Teori immunologi
Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk
menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah. Destruksi
bagian jaringan yang luas dapat terjadi sebelum respon dimulai.
Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam
16
perkembangan penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, dan
penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Perry & Potter, 2011).
4) Teori stress
Proses menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan
tubuh.
Regenerasi
jaringan
tidak
dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai
(Maryam, dkk, 2008).
5) Teori rantai silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,
protein, karbohidrat, dan asam nukleat. Reaksi kimia ini
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan
hilangnya fungsi (Nugroho, 2008).
b. Teori psikologi
Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat
menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri
yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi
dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status
sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi
persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut.
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.
17
Dengan adanya penurunan fungsi sensorik, maka akan terjadi
penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon
stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi yang berbeda dari
stimulus yang ada (Maryam, dkk, 2008).
c. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang arti kehidupan. Kepercayaan adalah sebagai suatu
bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir.
Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan antara orang dan
lingkungan yang terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai
dan pengetahuan (Maryam, dkk, 2008).
3. Aspek Fisiologik dan Patologik
Dengan makin lanjutnya usia seseorang, maka kemungkinan
terjadinya penurunan anatomik (dan fungsional) atas organ-organnya
makin besar (Darmojo, 2009). Proses ini menyebabkan perubahanperubahan pada lansia diantaranya adalah:
a. Perubahan sistem panca-indra
Terdapat berbagai perubahan morfologik baik pada mata,
telinga, hidung, syaraf perasa di lidah dan kulit. Perubahan yang bersifat
degeneratif ini yang bersifat anatomik fungsional, memberi manifestasi
pada morfologi berbagai organ panca indra tersebut baik pada fungsi
melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasa dan perabaan. Pada
18
keadaan yang ekstrim bahkan bisa bersifat patologik, misalnya
terjadinya ektropion/entropion, ulkus kornea, glaukoma dan katarak
pada mata, sampai pada keadaan konfusio akibat penglihatan yang
terganggu. Pada telinga dapat terjadi tuli konduktif, sindrom Meniere
(Keseimbangan) (Darmojo, 2009).
b. Perubahan sistem gastro-intestinal
Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk (karies gigi) dan gizi
yang buruk, serta berkurangnya kekuatan otot rahang sehingga sering
kali menyebabkan lansia kelelahan pada saat mengunyah makanan.
Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir,
atropi indra pengecap (± 80%), hilangnya sensitifitas syaraf pengecap
di lidah terutama rasa manis, asin, asam dan, pahit sehingga
menyebabkan penurunan nafsu makan yang dapat mengakibatkan
kondisi defisiensi nutrisi pada lansia.
Esofagus mengalami kemunduran dalam melakukan gerakan
peristaltik, sehingga dapat menyebabkan lansia merasa disfagia, nyeri
dada, muntah. Asam lambung menurun sehingga sensitifitas rasa lapar
menurun dan waktu mengosongkan lambung menurun. Perubahan pada
usus halus termasuk atropi dari permukaan mukosa, menipisnya lapisan
villi, dan berkurangnya jumlah dari folikel limfatik. Pada pankreas
terjadi penurunan jumlah sekresi pankreatik serta pengeluaran enzim
yang berkurang. Penurunan aktivitas enzim berhungan dengan
19
pencernaan lemak. Kemampuan peristaltik usus melemah sehingga
biasanya timbul konstipasi pada lansia (Darmojo, 2009).
c. Perubahan sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa
darah
menurun,
elastisitas
pembuluh
darah
menurun,
serta
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat (Darmojo, 2009).
d. Perubahan sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas. Semua
ini berakibat menurunnya rasio ventilasi-perfusi dibagian paru yang tak
bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen. Oklusi
sebagian atau total saluran napas atas dapat terjadi, hal ini dapat
menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Disamping itu, terjadi
penurunan refleks batuk dan refleks fisiologik lain yang menyebabkan
peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut pada saluran napas
bawah (Darmojo, 2009).
e. Perubahan sistem endokrin
Produksi semua hormon menurun begitu pula menurunnya
aktivitas tyroid, menurunnya Basal Metabolic Rate (BMR) juga
menurunnya pertukaran zat dan produksi aldosteron, estrogen dan
testosteron. Kematian sel merupakan hal yang mendominasi pada
perubahan sistem endokrin secara fisiologis, karena kematian sel inilah
perubahan sistem endokrin pada lansia ditemukan bahwa hampir semua
20
produksi hormon berkurang. Salah satu contoh penurunan sistem
endokrin adalah terganggunya sekresi norepinephrine dan serotonin.
Keduanya berperan dalam hal terjaga dan rasa kantuk. Hal inilah yang
mengakibatkan gangguan tidur. (Darmojo, 2009).
f. Perubahan sistem muskulokeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh sehingga
menyebabkan pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas,
begitupun dengan persendian yang menjadi kaku dan membesar.
Tendon mengerut dan mengalami sklerosis, juga adanya atrofi serabut
otot sehingga menyebabkan pergerakan yang lambat, otot-otot dapat
mudah menjadi kram dan tremor, sehingga sering dijumpai sebagai
gejala Restless Legs Syndrome (RLS), tetapi pada otot polos tidak
begitu terpengaruh. Dengan bertambahnya usia, proses berpasangan
(“coupling”) penulangan yaitu perusakan dan pembentukan tulang
melambat,
terutama
pembentukannya.
Hal
ini
selain
akibat
menurunnya aktivitas tubuh, juga akibat menurunnya hormon estrogen
(wanita), vitamin D (terutama mereka yang kurang terkena sinar
matahari) dan beberapa hormon lain, misalnya parathormon dan
kalsitonin (Darmojo, 2009).
g. Perubahan sistem perkemihan
Terjadi perubahan yang signifikan pada sistem perkemihan.
Banyak yang mengalami kemunduran contohnya laju filtrasi, ekskresi
dan reabsorbsi oleh ginjal, hilangnya protein terus menerus dari ginjal,
penurunan
kapasitas
kandung
kemih,
nokturia,
peningkatan
21
inkontinensia urgensi, dan stres pada wanita terjadi akibat penurunan
tonus otot perineal. Pada pria sering terjadi retensi urin dan sulit
berkemih akibat pembesaran prostat (Potter & Perry, 2011).
h. Perubahan sistem imun
Sistem imun merupakan mekanisme yang digunakan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap
bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan
hidup. Sebanyak 30% kematian pada lansia disebabkan oleh penyakit
infeksi. Bagian tubuh yang bertanggung jawab dalam hal penanganan
penyakit infeksi dalam tubuh adalah sistem barier tubuh. Contoh sistem
barier pada tubuh adalah batuk, bersin, permukaan mukosa, kulit, sel
silia, air mata dan, pH lambung. Pada lansia mekanisme pertahanan ini
mengalami penurunan kemampuan, hal ini menyebabkan penurunan
kemampuan tubuh dalam menghilangkan bakteri dan virus yang masuk
ke dalam tubuh. Penurunan sensitivitas imun pada lansia berhubungan
dengan penurunan kelenjar-kelenjar imun, seperti kelenjar timus,
kelenjar limfe, dan limpa (Fatmah, 2010).
i. Perubahan sistem saraf
Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Selain
penurunan berat otak, terjadi juga penebalan meningen, kedalaman giri
dan sulci berkurang pada otak lansia (Darmojo, 2009). Pada lansia,
resiko sindrom Parkinson dan demensia tipe Alzheimer disebabkan
oleh
adanya
degenerasi
pigmen
substansia nigra,
kekusutan
neurofibriler, dan juga pembentukan badan-badan hinaro. Perubahan
22
patologik pada jaringan saraf sering diikuti berbagai penyakit metabolik
seperti
diabetes
mellitus,
hipertiroid,
hipotiroid,
yang
juga
menyebabkan gangguan pada susunan saraf tepi (Fatmah, 2010).
Perubahan lain yang terjadi pada lansia yakni perubahan
kognitif dan perubahan psikososial (Potter & Perry, 2011).
a. Perubahan Kognitif
Kemampuan
kognitif
terdiri
dari
intelektual
atau
kecerdasan, ingatan atau konsentrasi, dan bahasa. Pada lansia
mengalami penurunan atau kerusakan umum fungsi intelektual yang
biasa disebut dengan demensia. Lansia juga mengalami penurunan
kemampuan dalam mengingat jangka pendek dan menyimpan
informasi baru ke memori jangka panjang juga menurun. Perubahan
kemampuan bahasa juga ikut mengalami penurunan, misalnya dapat
dijumpai adanya Sindrom Wernicke (Potter & Perry, 2011).
b. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terus terjadi seiring dengan
terjadinya penuaan. Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi
beberapa perubahan biasa terjadi pada mayoritas lansia seperti;
pensiun, isolasi sosial, seksualitas, dan kematian. Akibat perubahan
ini, lansia dapat mengalami depresi yang beratnya tergantung pada
stressor yang di dapat. Pada umumnya depresi dapat mengakibatkan
gangguan tidur, berat tidaknya gangguan tidur tergantung dari
depresi yang dialaminya (Potter & Perry, 2011).
23
B.
Tidur
1. Pengertian Tidur
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, dimana terjadi
perubahan status kesadaran dalam jangka waktu tertentu. Ketika seseorang
mendapatkan tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih.
Tidur juga merupakan metode untuk perbaikan dan pemulihan sistem
tubuh. Kualitas dan kuantitas tidur yang tepat dapat memberikan
kontribusi terhadap kesehatan yang optimal (Potter & Perry, 2011).
Pemaparan serupa juga disebutkan oleh Black (2008) yang
mengatakan bahwa tidur merupakan keadaan normal yang ditandai dengan
adanya perubahan kesadaran selama tubuh dalam periode istirahat.
Penurunan kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan yang ada di
sekitarnya juga terjadi pada periode ini, namun individu dapat
dibangunkan dari tidurnya kembali dengan rangsangan dari luar. Tidur
merupakan suatu siklus yang ditandai adanya penurunan kesadaran dan
aktivitas fisik dan proses metabolisme disertai adanya mimpi selama
periode terntentu dan berulang.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tidur
merupakan keadaan normal dan alamiah. Pada kondisi tidur, terjadi
penurunan kesadaran dan aktivitas fisik. Penurunan kemampuan merespon
rangsangan dari sekitar juga terjadi. Keadaan ini terjadi pada periode
tertentu dan berulang-ulang.
24
2. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan
dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Pusat pengaturan
tersebut terdapat pada medula oblongata (Hidayat, 2008). Pengaturan
siklus
tidur
merupakan
suatu
proses
yang
bertujuan
untuk
mempertahankan keseimbangan. Mekanisme homeostasis dalam siklus
tidur berhubungan dengan aktivitas sel-sel neuron dalam batang otak serta
peran dari neurotransmitter yang diproduksi hipotalamus (Juddith, 2010).
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam
Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan rangsangan visual,
pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Hidayat,
2008). Beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan
dengan tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme
serebral dalam batang otak ini menghasilkan serotonin. Serotonin
merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer
impuls-impuls syaraf ke otak dan juga berperan spesifik dalam
menginduksi rasa kantuk.
Saat tidur terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus
yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing
Regional (BSR). Sedangkan pada saat bangun bergantung dari
25
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.
Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008). Waktu tidur
dikontrol oleh Suprachiasmatic Nucleus (SCN) yang mengatur irama
sirkadian. Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin. Melatonin
merupakan hormon katekolamin yang diproduksi secara alami dan dapat
membantu irama sirkadian pada siklus tidur bangun (Potter & Perry,
2011).
Keadaan
terjaga
dikendalikan
oleh
neurotransmitter
norepinephrine, sedangkan keadaan tidur dikendalikan oleh serotonin
yang diubah menjadi melatonin (Wold, 2008). Katekolamin yang
dilepaskan dari neuron-neuron Reticular Activating System akan
menghasilkan hormon norepinephrine yang umumnya hormon ini akan
merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Seseorang
dalam keadaan stress atau cemas, kadar hormon ini akan meningkat dalam
darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang
akan terus terjaga. Menurut Potter dan Perry (2011) seseorang tetap terjaga
atau tertidur tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari
pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti
stimulus bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang
mencoba tertidur maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil alih
kemudian seseorang bisa tertidur. Penurunan aktivitas RAS akan
menurunkan aktivitas korteks serebral ditambah dengan peningkatan kadar
melatonin yang membuat mengantuk dan pada akhirnya tertidur.
26
Seseorang akan terbangun dari tidurnya jika ada rangsangan dari
lingkungan yang menstimulasi RAS untuk aktif.
3. Tahap-tahap Tidur Normal
Tidur yang normal dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu periode
terjaga atau bangun, tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tidur
Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM dan REM merupakan
komponen utama dan penting dalam mempertahankan fungsi tubuh seharihari. Selama NREM seorang yang tidur mengalami kemajuan melalui
empat tahapan selama 90 menit dari siklus tidurnya. Kualitas tidur semakin
meningkat dari tahap 1 sampai tahap 4. Tahap 1 dan 2 merupakan tidur
yang dangkal dan seseorang mudah terbangun, sedangkan tahap 3 dan 4
adalah tidur dalam dan sulit terbangun. Fase akhir dari tidur yakni REM
yang kira-kira lamanya 90 menit (Potter & Perry, 2011).
Pada saat periode NREM, hormon disekresi untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Sedangkan tidur REM
merupakan periode yang aktif dan disertai mimpi. Periode REM yang
cukup dapat berdampak pada proses mengolah informasi, menyimpan
memori jangka panjang dan kemampuan konsentrasi (Caple & Grose,
2011).
4. Siklus Tidur
Siklus tidur normal dimulai dengan tahap pra tidur, yakni
perubahan dari keadaan sadar sampai mengantuk, lamanya sekitar 10-30
27
menit. Selanjutnya, memasuki tahap tidur untuk menyelesaikan 4-6 tahap
dalam siklus tidur (Potter & Perry, 2011). Adapun siklus tidur sebagai
berikut:
a. Periode terjaga
Periode ini ditandai dengan mata terbuka dan beresponnya individu
terhadap lingkungan sekitarnya. Seseorang juga dapat merasakan
rileks pada periode ini, dan pada akhirnya merasa mengantuk.
b. Periode tidur NREM (75%)
Periode tidur NREM dimulai dari tidur dangkal sampai tidur dalam.
Tidur NREM berhubungan dengan fungsi aktivitas otot, penurunan
pernapasan, penurunan aktivitas otak. Selama periode tidur
metabolisme meningkat disertai dengan aliran darah terutama pada
daerah otak (Wilson, 2008).
Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yang menunjukkan tingkat
kedalaman
tidur
setiap
masing-masing
tahapnya
dengan
karakteristik yang berbeda-beda. Tahap-tahap periode tidur NREM
adalah sebagai berikut:
1) Tahap 1 (5% NREM)
Ditandai dengan mata mulai menutup, perasaan lebih rileks,
pikiran hilang timbul dan merasa seperti melayang, pada tahap ini
seseorang mudah dibangunkan. Tahap ini disebut juga tidur
ringan yang ditandai dengan penurunan aktivitas fisik, tandatanda vital dan metabolisme (Potter & Perry, 2011; Wilson,
2008).
28
2) Tahap 2 (45% NREM)
Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara, adanya peningkatan
relaksasi dan gerakan mata mulai berkurang serta masih mudah
untuk dibangunkan. Tahap ini terjadi selama 10-20 menit (Potter
& Perry, 2011; Wilson, 2008).
3) Tahap 3 (12% NREM)
Tahap ini disebut sebagai awal tidur yang dalam dan berlangsung
sekitar 15-30 menit. Kondisi otot pada tahap ini dalam keadaan
santai penuh, tanda vital menurun tetapi tetap teratur. Biasanya
pada tahap ini orang akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak
(Potter & Perry, 2011).
4) Tahap 4 (13% NREM)
Tahap ini merupakan tahap tidur yang terdalam, sangat sulit
dibangunkan disertai penurunan tanda-tanda vital, berlangsung
sekitar 15-30 menit. Tidur sambil berjalan dan enuresis dapat
terjadi pada tahap ini (Potter & Perry, 2011).
c. Periode tidur Rapid Eye Movement (REM)
Tidur REM umumnya terjadi sekitar 90 menit setelah tertidur
bersama siklus tidur NREM yang ditandai dengan gerakan mata
yang cepat, kelopak mata tertutup, pernapasan lebih cepat, tidak
teratur dan dangkal, denyut jantung dan tekanan darah meningkat.
Tahap ini juga ditandai dengan penurunan tonus otot dan
peningkatan sekresi lambung. Tidur REM merupakan 20-25% dari
siklus tidur (Potter & Perry, 2011).
29
Bagan 2. 1 Siklus tidur orang dewasa normal
Sumber: Potter & Perry, 2011
5. Fungsi Tidur
Tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan energi untuk periode
terjaga berikutnya. Periode tidur juga bagian dari proses mempertahanan
fungsi fisiologis normal. Penggunaan energi sehari-hari perlu diganti
dengan periode istirahat pada waktu malam hari (Potter & Perry, 2011).
Dalam siklus tidur dikenal tahap REM, tahap ini sangat penting
untuk jaringan otak dan memelihara fungsi kognitif. Tidur REM
menyebabkan perubahan aliran darah ke otak, peningkatan aktivitas
korteks, peningkatan konsumsi oksigen dan pengeluaran ephineprine.
Selain itu, tidur juga berfungsi untuk mempertahankan fungsi mental,
memori, aktivitas sistem imun dan regulasi hormon (Potter & Perry, 2011).
6. Kualitas Tidur
Kualitas
tidur
adalah
kemampuan
setiap
orang
untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM
dan NREM yang tepat. Tidur yang berkualitas merupakan suatu keadaan
30
tidur yang dijalani seorang individu dan menghasilkan kesegaran dan
kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitas dari
tidur seperti durasi tidur, latensi tidur dan aspek subjektif dari tidur seperti
kepuasan tidur dan gangguan tidur. (Khasanah, 2012).
Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan
beberapa kuesioner. Ada tiga contoh instrument untuk pengkajian
kebutuhan istirahat tidur antara lain Stanford Sleepiness Scale (SSS), The
Epworth Sleepiness Scale (ESS), The Pittburgh Sleep Quality Index
(PSQI). Dimana SSS dan ESS digunakan untuk mengukur perasaan
mengantuk atau kelelahan pada waktu tertentu, tetapi ESS lebih mengukur
kecenderungan tertidur dan jatuh tidur pada waktu tertentu. Selain itu ada
juga Sleep Quality Scale (SQS) dimana kuesioner tersebut mempunyai
enam komponen, yaitu; gejala di siang hari, kebugaran setelah tidur,
masalah saat memulai tidur, mempertahankan tidur, kesulitan bangun dari
tidur, dan kepuasan terhadap tidur. Sedangkan Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) yang terdiri dari tujuh komponen meliputi latensi tidur,
durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, kebiasaan penggunaan obat
tidur, gangguan saat siang hari dan kualitas tidur subjektif (Buysse, 1989;
Smyth, 2012).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur
adalah:
a. Usia
Penuaan menyebabkan perubahan yang dapat mempengaruhi pola
tidur. Pada usia lanjut proporsi waktu yang dihabiskan dalam tidur
31
tahap 3 dan tahap 4 menurun, sementara yang dihabiskan di tidur
ringan tahap 1 meningkat dan tidur menjadi kurang efisien.
Bertambahnya usia juga berhubungan dengan penurunan kualitas
tidur malam, misalnya sekitar 30% individu mengalami insomnia.
Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan irama sirkadian yang
mengatur siklus tidur dan menyebabkan gangguan siklus tidur dan
terjaga (Juddith, Julie, & Elizabeth, 2010; Potter & Perry, 2011).
b. Penyakit fisik
Tidur dapat terganggu dengan adanya penyakit fisik yang diderita,
diantaranya adalah asma, jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus, hipotiroid dan hipertiroid. Setiap penyakit
yang
menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana
hati seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi masalah
tidur. Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang
tidak biasa, seperti memperoleh posisi tertentu agar mencegah
komplikasi atau dalam rangka imobilisasi (Potter & Perry, 2011).
c. Obat-obatan dan zat tertentu
Beberapa obat dapat menimbulkan efek samping terhadap
penurunan tidur REM. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV
tidur NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida dan
morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan
seringnya terjaga di malam hari (Potter & Perry, 2011).
32
d. Gaya hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur, semakin tinggi tingkat
kelelahan maka akan tidur semakin nyenyak yang menyebabkan
periode tidur REM lebih pendek. Gaya hidup seseorang yang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang mengandung
kafein,
alkohol,
dan
penggunaan
obat-obatan
juga
dapat
menyebabkan masalah tidur. Selain itu faktor lain yang juga
mempengaruhi pola tidur adalah akibat bekerja berat, aktivitas sosial
yang larut serta perubahan pola makan waktu malam hari (Potter &
Perry, 2011).
e. Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang.
Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah
melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur. Stres emosional membuat seseorang
menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur.
Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk
tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur.
Stres yang berlanjut dapat menyababkan kebiasaan tidur yang buruk.
Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan
kehilngan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang
membuat seseorang untuk cemas dan depresi (Hardy, 2008; Potter
& Perry, 2011).
33
f. Lingkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur dapat berpengaruh pada
kemampuan untuk mulai tertidur dan mempertahankan waktu
tidurnya. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk tidur
tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur juga
mempengaruhi kualitas tidur. Selain itu, cahaya, suhu dan suara
dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada yang
menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-remang atau
tetap menyala. Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien
mengalami kegelisahan (Potter & Perry, 2011).
g. Asupan makanan dan kalori
Gangguan pola tidur dapat berhubungan dengan pola makan. Makan
dalam porsi besar, berat dan berbumbu pada makan malam juga
menyebabkan makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu
tidur. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung kafein, nikotin,
alkohol dan xanthine dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga
berdampak pada perubahan pola tidur (Potter & Perry, 2011).
7. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia
Jumlah tidur total pada umumnya tidak berubah sesuai
pertambahan usia, akan tetapi kualitas tidur pada lansia kebanyakan
berubah (Potter & Perry, 2011). Periode REM cenderung memendek
dimana terdapat progresif pada tahap tidur NREM 3 dan NREM 4, bahkan
beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap tidur 4 atau disebut tidur
34
dalam. Selama proses penuaan, pola tidur mengalami perubahan yang
khas, yang berbeda dengan orang pada umumnya/dewasa normal. Hal
tersebut mencakup latensi tidur, gangguan tidur pada dini hari, dan
peningkatan jumlah tidur siang serta waktu untuk tidur lebih dalam
menurun.
Pada penelitian di laboratorium tidur, lansia memiliki waktu tidur
dalam (delta sleep) yang pendek, justru lebih panjang pada periode tidur
stadium satu dan dua. Dari hasil test dengan alat Polysomnographic
ditemukan lansia mempunyai penurunan yang signifikan dalam Rapid Eye
Movement (REM) dan Slow Wave Sleep. Pada lansia juga terjadi
perubahan irama sirkadian tidur normal, yang mengakibatkan kurang
sensitif terhadap pencahayaan terang dan gelap (Darmojo, 2009).
Normalnya irama sirkadian menjalankan peranan dalam
pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24
jam. Pada usia lanjut ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur
tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Hormon melatonin yang
diekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun
seiring bertambahnya usia (Darmojo, 2009).
8. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia
Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, penyebab
gangguan tidur pada lanjut usia dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Darmojo (2009) menyatakan bahwa ada 3 gangguan tidur yang
digolongkan sebagai gangguan tidur primer, yakni terdiri atas;
35
a. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan (Sleep Disordered
Breathing). Gangguan tidur ini ditandai dengan mengorok saat tidur
dan mengatuk hebat pada siang hari. Gangguan tidur ini dibagi
menjadi 3, yaitu; Upper Airway Resistance Syndrome (UARS),
Obstructive Sleep Apnea (OSA), Obesity Hypoventilation Syndrome
(OHS). Jenis yang paling banyak ditemukan adalah Obstructive
Sleep Apnea (OSA) yang terjadi karena oklusi sebagian atau total
saluran napas atas. Hal ini disertai dengan penurunan tonus otot
pernapasan dan jaringan pada cavum oral selama tidur.
b. Sindrom kaki kurang tenang atau Restless Legs Syndrome (RLS) dan
gangguan gerakan tungkai secara periodik atau Periodic Limb
Movement Disorder (PLMD). Restless Legs Syndrome (RLS)
ditandai dengan rasa tidak enak pada kaki yang berlebihan selama
malam saat penderita istirahat. Penderita juga merasa seperti
dirayapi semut atau hewan kecil sehingga menyebabkan penderita
menggerakkan kakinya, atau berjalan guna menghilangkan rasa
tidak enak tersebut. Sedangkan gangguan tungkai yang periodik atau
juga disebut Periodic Limb Movement Disorder (PLMD), mungkin
menyertai sindrom kaki kurang tenang atau berdiri sendiri. Biasanya
ditandai gerakan yang tiba-tiba dan berulang contohnya gerakan
menendang, lamanya sekitar 20-40 detik. Dengan adanya kondisi
seperti ini, penderita biasanya mengeluhkan rasa lelah yang
berlebihan saat bangun tidur dan tidur tidak nyenyak.
36
c. Gangguan perilaku Rapid Eye Movement (REM). Gangguan ini
sangat jarang terjadi, tetapi sering muncul pada usia lanjut. Proses
yang mendasari gangguan ini adalah disinhibisi transmisi aktivitas
motorik saat bermimpi. Pasien sering jatuh atau melompat dari
tempat tidur.
9. Penatalaksanaan Gangguan Tidur
Ada dua cara dalam hal penatalaksanaan gangguan tidur, yaitu
secara farmakologis dan non-farmakologis.
a. Farmakologis
Dalam penatalaksanaan farmakologis, hanya ada beberapa
yang efektif untuk menangani gangguan tidur pada lanjut usia.
1) Restless Legs Syndrome (RLS) dan Periodic Limb Movement
Disorder (PLMD) dapat diberikan obat anti parkinson carbidopalevodopa (formula 25-100 mg) dengan dosis awal 1 kali setengah
tablet saat mau tidur. Pergolide dapat juga digunakan dengan
dosis awal sangat rendah (0,05 mg) 2 jam sebelum tidur. Obat lain
yang dapat digunakan untuk kedua gangguan tidur ini adalah
benzodiazepine 1 kali saat mau tidur, atau codeine atau
oxycodone (Darmojo, 2009).
2) REM Behavior Disorder (RBD) dapat diberikan obat golongan
benzodiazepine kerja lama seperti klonasepam saat mau tidur
sekali sehari (Darmojo, 2009).
37
b. Non-Farmakologis
Penanganan secara non-farmakologi sangat beragam
macamnya, tergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami. Pada
kasus Obstructive Sleep Apne (OSA) dapat dilakukan posisi tidur
miring, dan aktivitas/olahraga untuk penurunan berat badan. Lain
halnya dengan kasus Restless Legs Syndrome (RLS) dan Periodic
Limb Movement Disorder (PLMD), merendam kaki dan tungkai atas
dengan air hangat serta olah raga ringan (jalan kaki) yang dikerjakan
teratur dapat menghilangkan gejala kedua gangguan tidur ini
(Darmojo, 2009).
Terapi non-farmakologis yang lainnya adalah terapi
komplementer. Terapi komplementer ini bersifat terapi pengobatan
alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi,
relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur,
aromaterapi, refleksiologi dan hidroterapi (Sudoyo, 2006). Salah
satu terapi komplementer yang dapat direkomendasikan untuk
mengatasi gangguan tidur adalah dengan Hydrotherapy. Teknik
yang digunakan adalah memanfaatkan air untuk menyembuhkan dan
meredakan berbagai macam penyakit ringan dan air juga bisa
digunakan dalam sejumlah cara yang berbeda (Sulaiman, 2009).
Manfaat hydrotherapy khususnya penggunaan air hangat adalah
membantu merangsang sirkulasi darah, serta menyegarkan tubuh.
Hal ini berakibat pada efek peningkatan relaksasi (Handoyo, 2014).
38
C.
Hydrotherapy
1. Pengertian
Hydrotherapy adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan
meringankan berbagai keluhan. Untuk itu, air dapat digunakan dalam
berbagai cara dan kemampuannya sudah diakui sejak dahulu (Sustrani,
dkk, 2006). Hydrotherapi juga merupakan metode terapi dengan
pendekatan “lowtech” yang mengandalkan pada respon-respon tubuh
terhadap air.
The National Center on Physical Activity and Disability (2009)
menyatakan bahwa hydrotherapy adalah aplikasi eksternal yang
menggunakan air, baik untuk efek tekanan atau sebagai sarana
menerapkan energi fisik untuk jaringan. Hydrotherapy diindikasikan untuk
gangguan sensori, Range of Motion atau ROM yang terbatas, kelelahan,
nyeri, masalah respirasi, masalah sirkulasi, depresi, penyakit jantung, dan
obesity. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan gangguan tidur.
Hydrotherapy juga merupakan sejumlah latihan fisik dengan berendam di
dalam air hangat. Bentuk terapi fisik ini dapat membantu seseorang untuk
mengurangi berbagai keluhan, salah satunya dengan merendam kaki.
Kehangatan air membantu mengendurkan otot dan mengurangi nyeri, hal
inilah yang menimbulkan rasa rileks pada tubuh (Arnot, 2009).
2. Jenis-Jenis Hydrotherapy
Hydrotherapy memiliki berbagai macam jenis, Ningrum (2012)
membaginya sebagai berikut:
39
a.
Rendaman air
Jenis terapi ini adalah dengan melakukan perendaman bagian tubuh
tertentu di dalam bak atau kolam yang berisi air bersuhu tertentu
selama minimal 10 menit.
b.
Pusaran Air (Whirlpool)
Terapi ini menggunakan berbagai alat jet atau juga nozzle yang dapat
menambah tekanan pada pompa. Alat ini dirancang khusus dengan
tekanan dan suhu yang dapat diatur sesuai kebutuhan.
c.
Pancuran Air
Terapi ini menggunakan pancuran air dengan tekanan dan suhu
tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan.
d.
Terapi air panas dan dingin (Contrast Bath)
Terapi ini menggunakan dua jenis air yang temperaturnya berbeda,
yakni panas dan dingin dan dilakukan secara bergantian.
Diantara
jenis-jenis
Hydrotherapi
di
atas,
perendaman
menggunakan air hangat sangat efektif sebagai upaya untuk peningkatan
kualitas tidur (Ebben dan Spielman, 2006). Teknik yang digunakan dapat
berupa perendaman kaki dalam sebuah bak yang berisi air hangat.
3. Merendam Kaki dengan Air Hangat
Merendam kaki dengan air hangat merupakan pemberian aplikasi
panas pada tubuh untuk mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis.
Terapi ini efektif untuk mengurangi nyeri yang berhubungan dengan
ketegangan otot walaupun dapat juga dipergunakan untuk mengatasi
40
masalah hormonal dan kelancaran peredaran darah. Pengobatan
Tradisional Tiongkok menyebut kaki adalah jantung kedua tubuh manusia,
barometer yang mencerminkan kondisi kesehatan badan. Ada banyak titik
akupunktur di telapak kaki. Enam meridian (hati, empedu, kandung kemih,
ginjal, limpa dan perut) ada di kaki (Arnot, 2009). Panas pada fisioterapi
dipergunakan untuk meningkatkan aliran darah kulit dengan jalan
melebarkan pembuluh darah yang dapat meningkatkan suplai oksigen dan
nutrisi pada jaringan. Panas juga meningkatkan elastisitas otot sehingga
mengurangi kekakuan otot (Intan A, 2010).
Beberapa negara maju menerapkan terapi stimulus control
dengan menggunakan air hangat sudah banyak dilakukan. Menurut
Vinencenz Priesnisz dan Pastor Sebastian Kneipp (2005), merendam kaki
dengan air hangat yang bertemperatur 37°C-39°C bermanfaat dalam
menurunkan kontraksi otot sehingga menimbulkan perasaan rileks yang
bisa mengobati gejala kurang tidur dan infeksi.
4. Respon Tubuh Saat Merendam Kaki dengan Air Hangat
Kerja air hangat pada dasarnya adalah meningkatkan aktivitas
molekuler (sel) dengan metode pengaliran energi melalaui konveksi
(pengaliran lewat medium cair) (Intan A, 2010). Metode perendaman kaki
dengan air hangat memberikan efek fisiologis terhadap beberapa bagian
tubuh organ manusia. Berikut ini adalah beberapa organ yang mengalami
perubahan fisiologis, yaitu:
41
a.
Jantung
Tekanan hidrostatik air terhadap tubuh mendorong aliran darah dari
kaki menuju ke rongga dada dan darah akan berakumulasi di
pembuluh darah besar jantung. Air hangat akan mendorong
pembesaran pembuluh darah kulit dan meningkatkan denyut
jantung. Efek ini berlangsung cepat setelah terapi air hangat
diberikan (Ningrum, 2012).
b.
Jaringan otot
Air hangat dapat mengendorkan otot sekaligus memiliki efek
analgesik. Tubuh yang lelah akan menjadi segar dan mengurangi
rasa letih yang berlebihan. Hal ini dapat mengurangi gejala
kesemutan atau Restless Legs Syndrom (RLS) pada lansia (Darmojo,
2009; Ningrum, 2012).
c.
Organ Pernapasan
Aliran darah yang lancar akan membawa nutrisi dan oksigen yang
cukup untuk dibawa ke rongga dada serta paru-paru. Peningkatan
kapasitas paru juga dapat terjadi, hal ini dapat mengurangi gejala
Sleep Disordered Breathing (SDB) (Darmojo, 2009; Ningrum,
2012).
d.
Sistem Endokrin
Berendam menggunakan air hangat dapat melepaskan dan
meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan tubuh. Sirkulasi hormon
kortisol misalnya, air hangat dapat meningkatkan sekresi hormon
tersebut dan menimbulkan rasa “kegembiraan” bagi seseorang. Pada
42
terapi merendam kaki dengan air hangat dapat menyebabkan efek
sopartifik (efek ingin tidur), hal ini kemungkinan dapat disebabkan
oleh peningkatan sekresi hormone melatonin sebagai dampak dari
rendam air hangat pada kaki sehingga seseorang yang merendam
kakinya dengan air hangat dapat meningkat kualitas tidurnya
(Amirta, 2007; Ningrum 2012).
e.
Persyarafan
Efek merendam kaki dengan air hangat dapat menghilangkan stress
(Ningrum, 2012). Tidak hanya itu, jika merendam kaki dilakukan
lebih dari 5 menit akan menimbulkan relaksasi (Ebben & Spielman,
2006).
Adapun manfaat dari terapi air hangat adalah sebagai berikut :
1) Produksi perasaan rileks.
2) Merangsang ujung saraf untuk membuat perasaan segar
kembali.
3) Meningkatkan sirkulasi darah.
4) Peningkatan metabolisme jaringan.
5) Penurunan kekakuan tonus otot.
6) Peningkatan migrasi leukosit.
7)
D.
Analgesik dan efek sedatif.
Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2012) dengan judul “Pengaruh
Rendam Air Hangat Pada Kaki Dalam Meningkatkan Kuantitas Tidur
Lansia.” dengan jumlah responden 20 lansia yang berusia lebih dari 60
tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen dengan
43
pendekatan one group pre test post test desain. Pemilihan sampel dengan
teknik total sampling yang terdiri dari 20 responden lansia >60 tahun.
Intervensi rendam kaki dilakukan dan diobservasi sebanyak 2 kali.
Kuantitas tidur responden sebelum dan sesudah intervensi diukur dengan
lembar observasi. Analisis data menggunakan uji paired t test dengan
tingkat kemaknaan α=0,05 lalu kemudian diuji efektitivitasnya dengan uji
Anova. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kuantitas tidur
(durasi tidur total) lansia setelah merendam kaki dengan air hangat.
Perbedaan rata-rata kuantitas tidur lansia antara sebelum dan sesudah
intervensi menunjukkan hasil analisis uji paired t test (p<0,05) dan hasil
analisis uji anova menunjukkan nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna antara rata-rata kuantitas tidur lansia sebelum
dan sesudah intervensi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kuantitas tidur lansia
di Desa Mojojejer Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Moura Silva, Pereira Tucano, et, all (2012)
mengenai efek dari hydrotherapy yang berjudul “Effect of hydrotherapy
on quality of life, functional capacity and sleep quality in patients with
fibromyalgia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek hydrotherapy
pada fungsi dan kualitas tidur pasien dengan fibromyalgia. Metode yang
digunakan adalah dengan menilai 60 pasien wanita dengan fibromyalgia
yang berusia antara 30 sampai 65 tahun. Dari 60 pasien yang dinilai, 20
pasien dikeluarkan dan 10 meninggalkan penelitian karena mereka tidak
bisa memenuhi jadwal waktu. Program hidrotherapi dilakukan di kolam
44
renang hangat dalam ruangan tertutup (indoor). Pelatihan tersebut
dilakukan dalam dua kali seminggu selama dua bulan, dan masing-masing
sesi berlangsung 60 menit. Setelah diberikan intervensi, pasien mengisi
tiga kuesioner yang terdiri dari: Fibromyalgia Impact Questionnaire
(FIQ), Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Epworth Sleepiness Scale
(ESS). Setelah program hydrotherapy, pasien mengalami peningkatan
aspek-aspek yang dinilai dengan menggunakan Fibromyalgia Impact
Questionnaire (FIQ) yakni; fungsi fisik, ketidakhadiran kerja, kemampuan
untuk melakukan pekerjaan, intensitas nyeri, kelelahan, kelahan dipagi
hari, kekakuan (P <0,0001), kecemasan (P = 0 ,0013), dan depresi (P
<0,0001). Kualitas tidur (P <0,0001) dan kantuk di siang hari (P = 0,0003)
juga meningkat. Kesimpulannya hydrotherapy meningkatkan kualitas
tidur, fungsi fisik, status profesional, gangguan psikologis dan gejala fisik
pada pasien dengan fibromyalgia.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ebben & Spielman (2006) dengan judul
”The Effect of Distal Limb Warming on Sleep Latency” pada 11
responden. Dalam penelitian ini responden diberikan intervensi berupa
perendaman kaki dan tangan dengan suhu 42oC selama lima menit
sebelum responden jatuh tertidur. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam latensi tidur (p>0,05) antara kondisi kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mengalami penurunan latensi
tidur setelah program hidrotherapi (p<0,05), diikuti dengan kelompok
kontrol setelah beberapa uji latensi tidur dilakukan.
45
E.
Kerangka Teori
Lanjut Usia
Perubahan aspek fisiologik
Perubahan pada sistem saraf
dan sistem endokrin
Sekresi norepinephrine dan
serotonin terganggu
Perubahan pada
Suprachiasmatic Nucleus
Penurunan
sekresi melatonin
Terganggunya
irama sirkadian
Usia
Gangguan tidur
Penyakit fisik
Obat-obatan dan zat tertentu
Kualitas tidur
buruk
Gaya hidup
Stres emosional
Farmakologis
Lingkungan
Terapi
Asupan makanan dan kalori
Diet dan
terapi nutrisi
Hydrotherapy
(Merendam Kaki dengan
Air Hangat)
Rileksasi Meningkat
NonFarmakologis
Meditasi
Akupuntur
& Akupresur
Relaksasi Progresif
Bagan 2. 2 Kerangka teori: modifikasi dari teori Darmojo (2009), Handoyo
(2014), Hidayat (2008), Juddith, dkk (2010), Maryam (2008), Potter & Perry
(2011), Stanley & Beare (2007), Sudoyo (2006).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting (Sugiyono, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian
ini akan menjelaskan hubungan antar variabel yang akan diteliti yaitu
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel bebas
(independen) yang ingin diketahui yakni pengaruh merendam kaki dengan air
hangat terhadap kualitas tidur lansia, sedangkan variabel terikat (dependen)
yang akan diteliti yaitu skor kualitas tidur lansia. Adapun skema kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian
Pra intervensi
Intervensi
Kualitas Tidur
Merendam kaki
dengan air hangat
Keterangan :
= Variabel terikat
= Variabel bebas
46
Post intervensi
Kualitas Tidur
47
Berdasarkan bagan 3. 1 di atas, variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas (independen) adalah merendam kaki dengan air hangat.
b. Variabel terikat (dependen) adalah kualitas tidur pada lansia.
B.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho= Tidak Ada pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap
kualitas tidur lansia di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar
Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat.
Ha= Ada pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur
lansia di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari
Cirebon Jawa Barat.
48
C.
Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
1.
Merendam kaki dengan
air hangat
Terapi nonfarmakologis
dengan memberikan
rangsang hangat pada
kaki dengan suhu 38o42oC yang dapat
menimbulkan rasa rileks
dan tenang dalam waktu
10 menit sebelum tidur
malam selama 5 hari
berturut-turut.
Menggunakan
lembar
observasi yang
dibuat oleh
peneliti dan di
isi oleh
responden atau
keluarga
dengan
sejujurjujurnya.
Lembar
observasi yang
terdiri dari:
komponen
prosedur
tindakan,
tanggal
perlakuan, jam
perlakuan,
keterangan
tindakan, dan
paraf responden.
2.
Kualitas tidur
Pernyataan subjektif
tentang kepuasan tidur
yang ditandai dengan
merasakan tidak ada
masalah dengan tidurnya
dan durasinya cukup.
Kuesioner
yang terdiri
dari 7
komponen
pertanyaan
mengenai;
kualitas tidur
secara
subjektif,
waktu
Pittburgh Sleep
Quality Index
(PSQI) yang di
buat oleh D. J
Buysse,
Reynolds,
Monk, Berman
dan Kupfer
(1989), yang
telah
Perlakuan
dikatakan berhasil
jika:
1. Responden
melakukan dengan
baik dan benar
sesuai prosedur
yang diberikan
peneliti.
2. Responden
melakukan
perlakuan selama 5
hari berturut.
Hasil pengukuran
dinyatakan dengan
skor 0-21 yang
merupakan skor
total dari
penjumlahan tujuh
komponen,
semakin tinggi skor
total maka semakin
buruk kualitas
Skala
Ukur
Nominal
Interval
49
mulainya tidur, diterjemahkan
lamanya tidur, kedalam bahasa
efisiensi tidur, Indonesia
gangguan
tidur,
kebiasaan
penggunaan
obat-obatan
dan aktivitas
yang dapat
mengganggu
tidur serta
aktivitas
sehari-hari
terkait dengan
tidur. Skor
setiap
komponen
adalah 0-3
tidurnya.
Kesimpulannya
dengan batasan
skor <5 berarti
kualitas tidurnya
baik, ≥5 kualitas
tidurnya buruk.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan pendekatan studi kuantitatif dengan desain
penelitian quasi eksperimen. Rancangan penelitian ini adalah one group pre
test and post test design merupakan rancangan penelitian yang
mengungkapkan hubungan sebab akibat yang menggunakan satu kelompok
subjek dengan cara melakukan pengukuran sebelum dan setelah perlakuan.
Perbedaan kedua hasil pengukuran dianggap sebagai efek perlakuan
(Nursalam, 2008). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia di wilayah
kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon.
Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok sampel tanpa
menggunakan kelompok kontrol. Kelompok sampel diberi tes awal (pre test)
lalu diberikan perlakuan selama lima hari secara berturut-turut dan kemudian
diberikan tes akhir (post test). Pre test dan post test dilakukan dengan
menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index yang telah diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia.
Bagan 4. 1 Desain Penelitian
(K)
O
I
Keterangan
K
O
I
OI
: Subjek (Lansia)
: Observasi kualitas tidur sebelum intervensi (Pre test)
: Intervnesi (Merendam kaki dengan air hangat)
: Observasi kualitas tidur setelah intervensi (Post test)
50
OI
51
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja PUSKESMAS
Astanalanggar, tepatnya di rumah setiap responden. Alasan memilih
wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten
Cirebon sebagai lokasi penelitian adalah karena belum pernah dilakukan
penelitian mengenai pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap
kualitas tidur pada lansia. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan,
dari 15 orang lansia didapatkan tujuh orang mengeluh tidurnya kurang
nyenyak dan kurang bugar dipagi hari, lalu sisanya mengatakan sering
terbangun 4-6 kali pada waktu tidur malam, dan sulit tertidur kembali.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan berkisar pada bulan April sampai
Mei tahun 2015.
C.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi
adalah
wilayah
generalisasi
yang
terdiri
atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Hidayat, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua lansia yang berumur ≥ 60 tahun dan mengalami gangguan tidur di
52
kawasan wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar dengan jumlah 67
orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi, atau sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti (Hidayat, 2009). Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai
dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2008). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur ≥ 60 tahun
yang tinggal di kawasan wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar
Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Agar sampel yang digunakan
match, peneliti menentukan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi adalah batasan ciri atau karakter umum pada
subyek penelitian, dikurangi karakter yang masuk dalam kriteria eksklusi
(Saryono, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Lanjut usia yang berusia ≥60 tahun dan tinggal di kawasan wilayah
kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten
Cirebon.
2.
Dapat melihat dan mendengar dengan baik.
3.
Lansia yang sehat secara mental (Geriatric Depression Scale ≤8).
53
4.
Tidak memiliki ketergantungan dalam melakukan aktivitas seharihari (hasil kuesioner Index Katz ≥2) dan bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian.
Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria
inklusi yang dikeluarkan dari penelitian karena dapat mempengaruhi hasil
penelitian sehingga terjadi bias (Saryono, 2011). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Lansia yang mengalami fraktur, luka bakar, kemerahan pada kulit
kaki, atau luka terbuka pada daerah kaki.
2.
Lansia yang mengikuti perawatan alternatif semacam pijat atau
lainnya seperti akupuntur.
3.
Lansia dengan riwayat Obstructive Sleep Apnea.
4.
Lansia dengan riwayat Nokturia.
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20.
Seperti pemaparan Burns & Susan (2005) bahwa jumlah sample pada
penelitian quasi eksperimen sebanyak 10-20 orang.
Pada penelitian ini, peniliti menambahkan 10% dari total sampel
untuk menghindari adanya drop out. Maka didapatkan sampel sebanyak
22 responden. Semua responden yang masuk ke dalam kriteria inklusi
diberi kode berupa angka, kemudian peneliti melakukan pengundian
terhadap calon responden yang akan diteliti. Selanjutnya, peneliti
melanjutkan dengan informed consent dan pengambilan data dengan
kuisioner.
54
D.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasil
lebih baik sehingga lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Instrumen dalam
penelitin ini yaitu lembar kuisioner atau angket yang terdiri dari data personal
dan PSQI. Kuesioner PSQI digunakan untuk mengukur kualitas tidur yang
terdiri dari 7 komponen yang menggambarkan tentang kualitas tidur secara
subjektif, waktu mulainya tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur, gangguan
tidur, kebiasaan penggunaan obat-obatan dan aktivitas yang dapat
mengganggu tidur serta aktivitas sehari-hari terkait dengan tidur. Nomor
pertanyaan masing-masing komponen dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Komponen dan Nomor Pertanyaan Kuesioner PSQI
Nomor
Komponen
Nomor Pertanyaan
1.
Subjektifitas
9
2.
Latensi tidur
2, 5a
3.
Lamanya tidur
4
4.
Efisiensi tidur
1, 3, 4
5.
Gangguan tidur
5b-5j
6.
Penggunaan obat untuk
6
membantu tidur
7.
Disfungsi disiang hari
7, 8
55
Data personal responden berisi; nama, umur, jenis kelamin, alamat.
Sedangkan Kuesioner PSQI terdiri dari 4 pertanyaan terbuka dan 14
pertanyaan yang menggunakan skala Likert. Kuesioner ini hanya bisa
membedakan kualitas tidur yang buruk atau baik, bila skor total <5 dikatakan
kualitas tidurnya baik, sedangkan jika skor total ≥5 dikatakan kualitas tidur
buruk (Buysse, 1989). Namun pada penelitian ini, peneliti hanya
mengidentifikasi penurunan skor PSQI dan tidak mengkategorikan kualitas
tidur, dikarenakan hasil dari post test tidak mencapai penurunan skor sampai
skor < 5.
Kuesioner PSQI dibuat oleh D. J Buysse, Reynolds, Monk, Berman
dan Kupfer (1989) yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
untuk mempermudah responden dalam mengisi kuesioner. Peneliti sudah
meminta izin kepada D. J Buysse untuk menggunakan PSQI dan telah
diizinkan. Namun akhirnya peneliti menggunakan kuesioner PSQI dari dr.
Sari Theresia Bukit yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan
memiliki hasil validitas yang tinggi. Kuesioner ini pernah beliau gunakan
dalam penelitiannya ketika menjalani pendidikan spesialis saraf di FK USU.
Peneliti sudah meminta izin kepada dr. Sari Theresia Bukit untuk
menggunakan kuesioner tersebut dan tidak mengubah sedikitpun dari isi
kuesionernya. Peneliti memilih PSQI sebagai instrumen penelitian karena
PSQI memiliki reliabilitas internal 0,83 dan untuk pengukuran berulang
secara global reliabilitas internalnya 0,85. Kemampuan sensitifitas
mendiagnosa 89,6% dan kemampuan spesifitas 86,5% (kappa= 0,75,
p<0,001).
56
1. Kuesioner lain yang berhubungan dengan kualitas tidur.
Penelitian
ini
membutuhkan
beberapa
kuesioner
untuk
memperkuat dan memudahkan pemilahan responden dalam proses
penentuan sample, yaitu berupa: Geriatric Depression Scale (menilai
tingkat depresi), dan Index Katz (menilai kemandirian dalam beraktivitas
sehari-hari). Depresi berhubungan dengan terganggunya tidur sehingga
seseorang dapat terbangun lebih awal dan sulit untuk memulai tidur
kembali (Potter & Perry, 2011). Peneliti tidak mengikutsertakan
responden yang memiliki resiko depresi sampai depresi berat (GDS≥8)
karena dapat membiaskan hasil dari pengaruh merendam kaki dengan air
hangat sebelum tidur terhadap kualitas tidur lanjut usia. Pada penelitian ini
juga akan diberikan suatu perlakuan, sehingga untuk lebih mempermudah
proses penelitian (merendam kaki dengan air hangat) maka dipilih
responden yang tidak memiliki ketergantungan aktivitas dalam sehariharinya. Berikut ini penjelasan dari setiap kuesioner di atas:
1. Geriatric Depression Scale (GDS)
Kuesioner ini dibuat oleh Yesavage (1983) untuk
mengetahui tingkat depresi pada lanjut usia. Keusioner ini terdiri
dari 15 pertanyaan yang menggunakan skala Guttman, setiap
pertanyaan memiliki kesesuaian dengan jawaban yang tersedia oleh
peneliti (jawaban dicetak tebal). Jika terdapat 8 jawaban atau lebih
sesuai dengan jawaban yang dicetak tebal, makan lanjut usia
teridentifikasi depresi. Kuesioner ini memiliki koefisien reliabilitas
57
internal (Alpha Cronbach)= 0, 84 dan tingkat sensitivitas 92% dan
spesifitas 89% (Greenberg, 2012).
2. Indeks Katz
Kuesioner ini biasa digunakan untuk mengkaji kemandirian
individu dalam kegiatan sehari-hari. Indeks Katz mengukur 6 fungsi,
yaiut: mandi, berpakaian, ke kamar mandi, berpindah, makan,
kontinen (BAK atau BAB). Dalam pengkajian ini terdapat 6
pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki nilai 0 (jika ketergantungan)
dan 1 (jika mandiri). Analisa hasil dapat ditentukan dengan kriteria
nilai sebagai berikut:
A:
Jika kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB ),
berpindah kekamar kecil, mandi dan berpakaian.
B:
Jika kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tersebut.
C:
Jika kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan.
D:
Jika kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian,
dan satu fungsi tambahan.
E:
Jika kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
F:
Jika kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G:
Jika ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.
58
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat di
klasifikasikan sebagai C, D, E atau F. Sehingga, jika skor ≤ 2 maka
dikategorikan ketergantungan, sedangkan skor 3-6 dikategorikan
mandiri (Wallace & Shelkey, 2012).
E.
Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuisioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam hal ini, beberapa item
pertanyaan dapat digunakan untuk mengungkapkan variabel yang diukur
tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masingmasing skor item pertanyaan dari setiap variabel dengan total skor variabel
tersebut (Hidayat, 2009).
Pengambilan keputusan dilakukan dengan
melihat hasil
perhitungan r. Apabila r > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid,
sedangkan apabila r < r tabel, maka pertanyaan tidak valid. Uji validitas
ini juga bisa dilakukan dengan pengujian validitas konstruksi dengan
analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor item instrumen dalam
suatu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Bila
korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0.3 ke atas maka faktor
tersebut merupakan konstruksi yang kuat (Sugiyono, 2010).
59
Pada penelitian sebelumnya (dr. Sari Theresia Bukit, 2011)
komponen total koefisien korelasi ditemukan 0, 76 untuk kebiasaan
efisiensi tidur dan kualitas tidur subjektif. Sedangkan koefisien korelasi
gangguan tidur ditemukan 0, 35. Sehingga rata-rata koefisien korelasinya
yaitu 0, 58. Untuk koefisien korelasi semua pertanyaan rata-rata bernilai
0, 67 dengan koefisien terendah 0, 367, dengan demikian berarti semua
pertanyaan dinyatakan valid karena nilai korelasinya diatas 0, 31.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas
menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha Cronbach.
Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach
> 0,60 (Hidayat, 2009).
Penelitian sebelumnya (dr. Sari Theresia Bukit, 2011) menguji
reliabilitas instrumen ini dengan menghitung nilai Alpha Cronbach dan
ditemukan hasil α= 0,83 untuk 7 komponen. maka instrumen ini dianggap
reliabel, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan.
60
F.
Langkah-langkah Pengumpulan Data
1.
Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan
pembuatan surat permohonan izin penelitian ke Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada Kepala
PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon.
3.
Setelah surat permohonan izin penelitian disetujui oleh Kepala
PUSKESMAS Astanalanggar, peneliti menentukan jumlah sample
dengan teknik purposive sampling yaitu seleksi sesuai kriteria inklusi
dan eksklusi. Hasil penghitungan didapatkan responden sebanyak 22
lansia.
4.
Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, peneliti melakukan informed consent terhadap calon
responden. Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka
dapat membaca lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.
5.
Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden
selanjutnya diberikan penjelasan mengenai prosedur terapi/perlakuan
dan cara pengisian kuisioner serta responden dianjurkan bertanya
apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas.
6.
Proses pengumpulan data berlangsung selama 7 hari, dimana hari
pertama adalah penjelasan prosedur dan pengisian kuesioner pertama
(pre test) Pittsburgh Sleep Quality Index, hari kedua sampai dengan hari
keenam adalah perlakuan merendam kaki dengan air hangat secara
berturut-turut selama lima kali (hari), selanjutnya hari ketujuh adalah
61
pengumpulan data dimana responden mengisi kuesioner yang sama
untuk mengetahui hasil setelah perlakuan (post test).
7.
Pada hari pertama penelitian, responden diberikan penjelasan mengenai
prosedur tindakan. Dalam hal ini, peneliti dibantu oleh rekan tenaga
perawat puskesmas yang telah melakukan diskusi dan penyamaan
persepsi prosedur dengan peneliti untuk menilai prosedur yang
dilakukan responden dengan lembar observasi yang telah disiapkan
peneliti.
8.
Hari kedua sampai keenam, peneliti meminta asisten untuk mengamati
sekaligus
mengisi
menganalisanya.
lembar
Jika
observasi
ditemukan
prosedur
adanya
tindakan,
dan
ketidakjujuran
dan
ketidaksesuaian prosedur tindakan, maka akan dilakukan drop out.
9.
Hari ketujuh peneliti dan asisten mendatangi responden dan meminta
untuk mengisi lembar kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (post
test).
10.
Waktu pengisian kuisioner selama kurang lebih 15 menit untuk masingmasing respoden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan dalam
dua tahap, yakni sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan 5 hari.
11.
Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam
kuisioner, setelah selesai lembar kuisoner dikembalikan kepada
peneliti.
12.
Kuisioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan dianalisa oleh peneliti.
62
1. Panduan Pelaksanaan Penelitian
Responden diberikan kuesioner (pre test) dan mengisi semua
pertanyaan yang ada. Selanjutnya responden melakukan intervensi
merendam kaki dengan air hangat dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Mempersiapkan alat dan bahan
1. Thermometer
2. Basin/Baskom
3. 2 buah handuk
4. Wadah air atau termos yang berisi air panas
Prosedur tindakan
1)
Bawa peralatan mendekati tempat tidur.
2)
Campurkan air dingin dan air panas, lalu ukur suhunya dengan
thermometer (suhu 39oC - 42oC), isi baskom setengah penuh.
3)
Letakkan basin di dekat tempat tidur, atau di bawah tempat tidur.
4)
Duduk di tempat tidur dengan kaki menggantung ke bawah, dan
pastikan tempat tidur aman.
5)
Jika kaki nampak kotor, maka cuci kaki terlebih dahulu.
6)
Celupkan dan rendam kaki sampai betis dan biarkan selama 10
menit.
7)
Tutup baskom dengan handuk untuk menjaga suhu.
8)
Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit, jika suhu turun
tambahkan air panas sampai suhu sesuai kembali.
63
9)
Setelah selesai (10 menit), angkat kaki dan keringkan dengan
handuk.
10)
G.
Rapikan peralatan.
Etika Penelitian
1. Prinsip Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin pelaksanaan
penelitian dari pembimbing skripsi, Kaprodi Ilmu Keperawatan dan Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Kepala PUSKESMAS
Astanalanggar dan Kepala Desa yang terkait. Penelitian ini menggunakan
manusia sebagai subjek sehingga tidak boleh bertentangan dengan etik
(Setiadi, 2007). Pada penelitian ini, peneliti meyakinkan bahwa responden
perlu mendapat perlindungan dari hal-hal yang merugikan selama
penelitian dengan memperhatikan aspek-aspek self determination,
privacy, anonymity, confidentially, dan protection from discomfort
(Nursalam, 2008). Peneliti juga membuat Informed Consent sebelum
penelitian dilakukan. Sebagai pertimbangan etika penelitian, maka peneliti
memperhatikan aspek-aspek berikut ini:
a. Self Determination
Dalam penelitian ini peniliti memberikan kebebasan kepada responden
untuk menentukan apakah bersedia menjadi responden atau tidak dalam
penelitian ini setelah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
penelitian.
64
b. Privacy
Peneliti menjelaskan pada responden bahwa semua informasi yang
diperoleh dari responden selama penelitian ini hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian.
c. Anonymity
Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa menjamin kerahasiaan
responden dengan tidak menuliskan atau mencantumkan identitas
responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner.
d. Confidentially
Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa semua informasi yang
diperoleh dari responden tidak akan disajikan secara keseluruhan.
e. Protection from discomfort and harm
Peneliti memperhatikan kemungkinan timbulnya ketidaknyamanan
yang dirasakan responden selama pengisian kuesioner dan ketika
dilakukan terapi merendam kaki dengan air hangat. Untuk
meminimalkan ketidaknyamanan maka peneliti mendampingi dan
memonitor keadaan umum responden selama perlakuan dan pengisian
kuesioner. Sedangkan untuk mengurangi kejadian yang tidak
diinginkan (bahaya), suhu air yang digunakan sudah dipastikan sesuai
dengan yang ada didalam prosedur. Peneliti menyiapkan thermometer
untuk mengukur suhu air supaya sesuai dengan prosedur penelitian.
65
2. Lembar Persetujuan
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang
maksud dan tujuan penelitian sebelum penelitian dilakukan seperti adanya
satu kuesioner (PSQI) yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur.
Selanjutnya responden diberikan lembar persetujuan yang berisi
pernyataan bersedianya mengikuti penelitian ini kemudian diisi dan
ditandatangani responden.
H.
Pengolahan Data
Pengolahan data perlu dilakukan untuk memberikan kemudahan
dalam analisis data dan menginterpretasikan hasil penelitian. Untuk itu data
diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Data
yang diperoleh diolah dengan komputer menggunakan software program
statistik. Hidayat (2009) menyatakan bahwa proses pengolahan data tersebut
melalui langkah-langkah berikut:
1. Editing
Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Kegiatan yang dilakukan
dalam editing adalah pengecekan dari sisi kelengkapan, relevansi, dan
konsistensi jawaban. Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan
bahwa jumlah kuesiner yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel
minimal yang ditentukan dan memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam
kuisioner sudah terjawab dan jelas. Relevansi dan konsistensi jawaban
66
diperiksa dengan cara melihat apakah ada data yang bertentangan dengan
data lain.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah data dari yang
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka untuk memudahkan
penginterpretasian hasil penelitian.
3. Entry Data
Entry Data adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database computer. Entry Data
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program software
statistik.
4. Cleaning
Setelah data dimasukkan dalam program komputer, selanjutnya
peneliti melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang sudah dientry untuk mengetahui kemungkinan adanya data yang masih salah atau
tidak lengkap sebelum dilakukan analisis.
5. Teknik analisis
Dalam melakukan teknik analisis, khusunya terhadap data
penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian
yang bersifat analitik, sehingga analisis yang digunakan statistika
inferensial (menarik kesimpulan) yaitu statistika yang digunakan untuk
67
menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) atau
lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial.
6. Tabulating
Tabulating adalah membuat distribusi frekuensi sederhana atau
tabel kontingensi yang telah diberi skor dan dimasukkan ke dalam tabel.
I.
Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka komponen variabel
penelitian dapat dilakukan analisis. Berdasarkan Saryono (2011), analisis
data dilakukan dalam 2 tahap yaitu analisis univariat dan bivariat. Sebelum
melakukan analisis data univariat maupun bivariat, peneliti terlebih dahulu
menguji kenormalan distribusi data setiap variabelnya. Hal ini sangat penting
dilakukan karena, normal atau tidaknya distribusi data dapat mempengaruhi
pemilihan jenis uji yang dipakai dan penyajian dalam uji hipotesis. Pada
penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah metode analisis karena
lebih akurat dan objektif serta mudah dipahami dibandingkan dengan metode
plot dan histogram. Metode analisis yang dipilih adalah uji Shapiro-Wilk
karena jumlah responden < 50, yaitu 20 responden. Distribusi data dinyatakan
normal jika nilai kemaknaan (p) > 0, 05 (Saryono, 2011). Berikut ini adalah
hasil uji normalitas data menggunakan analisis uji Shapiro-Wilk:
68
Tabel 4. 2 Hasil Uji Normalitas Data
Variabel
Skor kualitas tidur
sebelum intervensi (pre
test)
Skor kualitas tidur
setelah intervensi (Post
test)
Skor setiap komponen
sebelum intervensi (pre
test)
Komponen 1
Komponen 2
Komponen 3
Komponen 4
Komponen 5
Komponen 6
Komponen 7
Skor setiap komponen
setelah intervensi (post
test)
Komponen 1
Komponen 2
Komponen 3
Komponen 4
Komponen 5
Komponen 6
Komponen 7
Hasil Uji
Shapiro-Wilk
(nilai p)
Keterangan Hasil
Distribusi data normal
0, 290
0, 064
Distribusi data normal
0, 000
0, 000
0, 000
0, 002
0, 000
0, 000
0, 000
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
0, 000
0, 000
0, 000
0, 000
0, 000
0, 000
0, 000
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Distribusi data tidak normal
Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel skor kualitas tidur
sebelum dan sesudah intervensi memiliki distribusi data yang normal,
sehingga memenuhi syarat untuk menggunakan uji parametrik ( uji t
berpasangan). Variabel dari setiap komponen PSQI sebelum dan setelah
intervensi memiliki distribusi data tidak normal, oleh karena itu tidak dapat
69
dilakukan uji parametrik, sehingga menggunakan uji non parametrik ( uji
Wilcoxon).
1. Analisis Univariat
Analisis data univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi. Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui karakteristik lansia (usia, jenis kelamin), dan
mengetahui kualitas tidur sebelum dan sesudah terapi merendam kaki
dengan air hangat.
Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil
pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,
ukuran tendensi sentral atau grafik. Jika data mempunyai distribusi
normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan dan
standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika distribusi tidak
normal maka sebaiknya menggunakan median sebagai ukuran pemusatan
dan minimum-maksimum sebagai ukuran penyebaran.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas
dan variabel terikat. Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap
peningkatan kualitas tidur pada lansia dengan melihat pre test dan post
test. Analisis ini menggunakan 2 uji statistik, yaitu uji t berpasangan dan
70
Uji Wilcoxon. Uji t berpasangan berfungsi untuk mengetahui adakah
pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap rerata skor total
kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi dengan tingkat kemaknaan
95% (α= 0,05). Sedangkan, uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui
apakah terjadi pengaruh pada setiap komponen kualitas tidur sebelum dan
sesudah perlakuan dengan melihat perbedaan reratanya dan dikatakan
berpengaruh jika nilai p lebih dari 0,05.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan selama 7 hari di wilayah kerja
PUSKESMAS Astanalanggar, dengan rincian hari pertama adalah pre test,
hari kedua sampai ke enam intervensi dan hari ke tujuh adalah post test ( 1421 April 2015). Lokasi penelitian di wilayah kerja PUSKESMAS
Astanalanggar yang terdiri dari empat desa, yaitu Astanalanggar, Pasuruan,
Barisan, dan Dukuhwidara. PUSKESMAS Astanalanggar merupakan
fasilitas kesehatan bagi masyarakat sekitar yang mempunyai program rutin,
khususnya bagi lansia. Program Posbindu sering dilakukan setiap dua minggu
sekali, yang dilaksanakan secara bergantian disetiap tempat. Adapula progran
senam lansia setiap hari jumat dalam rangka membugarkan dan membiasakan
hidup sehat bagi lansia. Setiap program PUSKESMAS terlihat sangat
terorganisir, karena terdapatnya kader yang kompeten dan terlatih disetiap
daerah. Jumlah kader yang cukup, sangat membantu tenaga keseshatan
PUSKESMAS untuk menjalankan programnya. Dalam hal ini, peneliti ingin
melengkapi suatu intervensi yang belum pernah dilakukan, karena selama ini
masyarakatnya masih sering dan cenderung memilih terapi farmakologis.
Maka dari itu, dilakukanlah penelitian dengan judul “Pengaruh Merendam
Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Wilayah Kerja
PUSKESMAS Astanalanggar”.
71
72
Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian berdasarkan data
yang telah terkumpul. Pada penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok (20
responden), dengan memiliki dua hasil skor kualitas tidur yakni, sebelum dan
sesudah intervensi. Kedua hasil tersebut kemudian dibandingkan reratanya.
B.
Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini ditujukan terhadap variabel
karakteristik responden (usia dan jenis kelamin), skor total kualitas tidur dari
pre test dan post test, dan skor setiap komponen kualitas tidur dari pre test dan
post test. Variabel numerik disajikan dalam bentuk tabel statistik, sedangkan
variabel kategorik disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase.
1. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, karakteristik responden meliputi usia dan
jenis kelamin. Berikut hasil penelitian untuk karakteristik responden:
a. Usia
Penelitian ini menggunakan responden yang berusia ≥ 60 tahun
sebanyak 20 orang. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan distribusi
data usia responden dimana rata-rata usianya adalah 66,30 dengan
simpangan deviasi 4,131. Usia termuda adalah 61 tahun dan tertua
adalah 79 tahun.
Tabel 5. 1 Distribusi Data Usia Responden
Variabel
Mean
Median
SD
Minimun
Maximum
Usia
66, 30
65, 63
4, 131
61
79
73
b. Jenis Kelamin
Karakteristik yang kedua yaitu jenis kelamin. Berikut ini adalah
tabel yang menyajikan karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin dan didapatkan jenis kelamin terbanyak dari 20 orang adalah
perempuan dengan jumlah 11 orang (55,0%).
Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-Laki
9
45,0%
Perempuan
11
55,0%
Total
20
100%
2. Komponen Kualitas Tidur
Tujuan kedua dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui
sekaligus mengidentifikasi setiap komponen kualitas tidur lansia sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi. Adapun komponen tersebut adalah
kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur,
gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi di siang hari. Setiap
komponen mempunyai rentang skor dari 0 sampai 3, dimana 0 adalah
paling baik sedangkan 3 adalah sangat buruk. Dari data yang diperoleh,
setiap komponen mengalami penurunan rata-rata setelah intervensi (post
test). Berikut tabel yang menjelaskan rata-rata data yang dimiliki dari
setiap komponen.
74
Tabel 5. 3 Rata-rata Skor Komponen Kualitas Tidur Responden
Komponen Kualitas Tidur
N
Mean
SD
Min-Max
Pre test
20
2,35
0,489
2-3
Post test
20
1,35
0,489
1-2
Pre test
20
2,35
0,489
2-3
Post test
20
1,40
0,503
1-2
Pre test
20
2,40
0,589
1-3
Post test
20
1,40
0,598
0-2
Pre test
20
1,25
0,716
0-3
Post test
20
0,50
0,513
0-1
Pre test
20
2,40
0,503
2-3
Post test
20
1,50
0,513
1-2
Pre test
20
2,40
0,503
2-3
Post test
20
1,85
0,366
1-2
Pre test
20
2,05
0,605
1-3
Post test
20
1,50
0,513
1-2
K1: Kualitas Tidur Subjektif
K2: Latensi Tidur
K3: Lamanya Tidur
K4: Effisiensi Tidur
K5: Gangguan Tidur
K6: Pemakaian Obat Tidur
K7: Disfungsi Siang Hari
3. Skor Total Kualitas Tidur
Berikut ini adalah tabel yang menyajikan rata-rata skor total PSQI
sebanyak 20 responden sebelum dan sesudah intervensi. Skor total
komponen PSQI mempunyai rentang dari 0-21, dimana semakin kecil skor
75
total maka semakin baik kualitas tidurnya, sedangkan semakin besar skor
total maka semakin buruk kualitas tidurnya.
Tabel 5. 4 Rata-rata Skor Total PSQI
C.
Skor Kualitas Tidur
Pre test:
N
20
Mean
15,20
SD
2,238
Min-Max
12-20
Post test:
20
9,50
1,906
7-13
Analisis Bivariat
Berdasarkan tujuan penelitian kelima, pada penelitian ini analisis
bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh merendam kaki dengan
air hangat terhadap skor kualitas tidur lansia. Beberapa uji dilakukan untuk
mengetahui signifikansi dari perbedaan skor rata-rata sebelum dan sesudah
intervensi
1. Perbedaan Rerata Skor PSQI pada pre test dan post test
Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan skor kualitas tidur
antara sebelum dan sesudah intervensi. Berikut ini adalah perbedaan rerata
skor kualitas tidur dari 20 responden pada pengukuran pre test dan post
test dan sekaligus mengidentifikasi kemaknaan perbedaannya. Analisis
yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan tingkat kemaknaan 95%
(α=0,05).
76
Tabel 5. 5 Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap
Perbedaan Rerata Skor Kualitas Tidur Pada Pengukuran pre-post test
N
Mean
SD
Pre
20
15,20
2,238
Post
20
9,50
1,906
Perbedaan
IK 95%
Mean
SD
(Lower-Upper)
5,700
1,261
5,110 - 6,290
p
0,000
Tabel 5. 5 di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansinya 0,000
(p< 0,05), yang berarti terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur yang
bermakna pada responden sebelum dan sesudah melakukan rendam kaki
selama lima hari berturut-turut. Rerata skor kualitas tidur pada pengamatan
pre test didapatkan 15,20 (SD 2,238), sedangkan pada pengamatan post
test memiliki nilai rerata 9,50 (SD 1,906) dan perbedaan skor rerata antara
pre test dan post test adalah 5,700.
Skor total kualitas tidur didapat dari penjumlahan skor semua
komponen. Setiap komponen dianalisis untuk mengidentifikasi perbedaan
dan kemaknaannya sebelum dan sesudah intervensi rendam kaki dengan
air hangat. Jenis uiji yang digunakan adalah uji Wilcoxon karena distribusi
data dari setiap komponen tidak normal. Berikut ini adalah tabel yang
menyajikan hasil uji Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05).
77
Tabel 5. 6 Pengaruh Merendam Kaki dengan Air Hangat Terhadap
Perbedaan Setiap Skor Komponen Kualitas Tidur Responden
Komponen Kualitas Tidur
N
Z
Sig. (2-tailed)
Pretest
20
-4,264
0,000
Posttest
20
-4,146
0,000
-4,472
0,000
-3,638
0,000
-4,243
0,000
-3,317
0,001
-3,317
0,001
Kualitas Tidur Subjektif
Latensi Tidur
Pretest
20
Posttest
20
Lamanya Tidur
Pretest
20
Posttest
20
Effisiensi Tidur
Pretest
20
Posttest
20
Gangguan Tidur
Pretest
20
Posttest
20
Pemakaian Obat Tidur
Pretest
20
Posttest
20
Disfungsi Siang Hari
Pretest
20
Posttest
20
Tabel di atas menunjukkan bahwa semua komponen memiliki
perbedaan yang bermakna (p< 0,05) antara sebelum dan sesudah
melakukan rendam kaki dengan air hangat. Komponen kualitas tidur
subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur dan gangguan tidur
78
memiliki nilai p= 0,000 sedangkan komponen penggunaan obat dan
disfungsi siang hari memiliki nilai p= 0,001. Dari uraian di atas,
menjelaskan bahwa setiap komponen mengalami penurunan yang
bermakna dan merendam kaki dengan air hangat sangat berpengaruh pada
semua komponen yang dibuktikan dengan nilai p< 0,05.
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian berdasarkan teori-teori dan
penelitian terkait. Bab ini juga akan membahas pencapaian tujuan serta keterbatasan
penelitian yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
A.
Karakteristik Responden
1. Usia
Rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 66,30 tahun
(SD= 4,131) dengan rentang usia antara 61 sampai 79 tahun. Seseorang
dikatakan tergolong usia lanjut, jika berusia ≥60 tahun (Hardywinoto,
2005). Berdasarkan hasil pengukuran kualitas tidur sebelum intervensi,
semua responden memiliki gangguan tidur berupa sulit untuk jatuh
tertidur, sering terbangun di tengah malam, mudah terbangun atau kurang
pulas. Gangguan tidur tersebut muncul karena proses penuaan yang
mengakibatkan perubahan pola tidur pada lansia (Juddith, 2010). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Potter & Perry (2011) yang menyebutkan bahwa
faktor yang mempengaruhi kualitas tidur salah satunya adalah usia.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden pada penelitian ini terdiri dari
perempuan sejumlah 11 orang dan laki-laki sebanyak 9 orang. Hasil
pengukuran kualitas tidur sebelum merendam kaki dengan air hangat
menunnjukkan rata-rata skor kualitas tidur pada responden laki-laki
79
80
sebesar 15,33 sedangkan perempuan 15,09. Hasil tersebut kemudian diuji
perbedaannya menggunakan analisis uji independent t test yang
menghasilkan nilai p=0,817 dan hasil t hitung sebesar -0,235 (t tabel=
2,101). Analisis uji tersebut menunjukkan bahwa p>0,05 dan nilai -t
hitung > -t tabel, ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara rata-rata
skor sebelum intervensi pada perempuan dan laki-laki. Pengukuran skor
kualitas tidur setelah intervensi didapatkan rata-rata pada perempuan
sebesar 9,54 dan laki-laki sebesar 9,44. Beberapa penelitian terkait belum
ada yang menyatakan bahwa kualitas tidur dipengaruhi oleh jenis kelamin,
hal ini sesuai dengan pernyataan Darmojo (2009) bahwa jenis kelamin
bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur.
B.
Skor Total Kualitas Tidur
Hasil pengukuran antara pre test dan post test menunjukkan
perbedaan rata-rata skor PSQI, dimana rata-rata hasil pre test adalah 15,20
dengan skor paling rendah 12 dan paling tinggi 20. Sedangkan hasil post test
memiliki rata-rata 9,50 dengan skor terendah 7 dan skor tertinggi adalah 13.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran kualitas tidur mengalami
penurunan rata-rata antara sebelum dan sesudah intervensi. Semakin kecil
skor kualitas tidur mengindikasikan bahwa kualitas tidur semakin meningkat
atau membaik, sehingga bisa disimpulkan bahwa intervensi merendam kaki
dengan air hangat dapat meningkatkan kualitas tidur.
81
Meningkatnya kualitas tidur akibat melakukan rendam kaki dengan
air hangat, merupakan suatu respon relaksasi yang menekan saraf simpatis.
Kondisi tersebut dikarenakan aktivitas saraf parasimpatis lebih berperan dan
aktif (rest and digest) (Potter & Perry, 2011; Intan A, 2010). Relaksasi juga
mempengaruhi respon tubuh seperti membesarnya pembuluh darah kulit,
menurunkan ketegangan otot rangka, menurunkan kadar asam laktat,
menurunkan kadar epineprin dan meningkatnya sekresi hormon melatonin
(Amirta, 2007; Darmojo, 2009; Ningrum, 2012). Berdasarkan mekanisme
tersebut, lansia mengalami peningkatan kualitas tidur.
Mekanisme fisiologis yang terjadi amatlah kompleks, namun ada
beberapa sistem yang erat kaitannya dengan kondisi relaksasi, yaitu jaringan
otot, sistem endokrin dan persyarafan. Air hangat dapat menimbulkan rasa
nyaman pada otot karena terjadi penurunan tegangan otot akibat melebarnya
pembuluh darah dan meregangnya sel-sel otot (Darmojo, 2009). Pada sistem
endokrin, merendam kaki dengan air hangat dapat menstimulasi peningkatan
sekresi hormon dalam tubuh. Adapun hormon yang disekresi pada saat
merendam kaki dengan air hangat yaitu serotonin yang kemudian diubah
menjadi melatonin (hormon yang menyebabkan rileks dan mengantuk)
(Amirta, 2007). Sedangkan pada sistem persyarafan, air hangat dapat
merangsang ujung-ujung syaraf yang kemudian menjadikan peningkatan
metabolisme jaringan. Syaraf yang terangsang dapat menimbulkan efek
analgesik dan sedatif dikarenakan aktivasi sistem syaraf parasimpatis
(kondisi rileks) dan ditekannya syaraf simpatis (Ebben & Spielman, 2006;
Amirta, 2007).
82
Mekanisme homeostasis dalam siklus tidur berhubungan dengan
aktivitas sel-sel neuron dalam batang otak serta peran dari neurotransmitter
yang diprosuksi hipotalamus (Juddith, 2010). Dalam keadaan terjaga, neuron
dalam Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin
yaitu
norepineprin
(Hidayat,
2008).
Beberapa
neurohormon
dan
neurotransmitter juga dihubungkan dengan tidur dan terbangun. Kelenjar
pineal menerima impuls saraf yang berasal dari retina mata. Setelah impuls
saraf sampai, kelenjar pineal mengkoordinasi serangkaian reaksi kimia yang
menghasilkan produksi hormon serotonin dan melatonin. Serotonin
merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer
impuls-impuls saraf ke otak dan juga berperan spesifik dalam menginduksi
rasa kantuk.
Serotonin dalam tubuh diubah menjadi melatonin, yang
merupakan hormon katekolamin sehingga dapat menimbulkan rasa kantuk
(Wold, 2008; Potter & Perry, 2011).
Merendam kaki dengan air hangat dapat menciptakan suasana rilkes
yang akan meningkatkan produksi serotonin dan kemudian diubah menjadi
melatonin sehingga timbul rasa kantuk dan mempertahankan tidur nyenyak.
Waktu perlakuan rendam kaki dengan air hangat yaitu pada saat malam hari
dengan alasan, ketika hari mulai gelap gland pineal mulai mengubah
serotonin menjadi melatonin. Kelenjar pineal tidak menyimpan melatonin
yang dihasilkan, melainkan memompa hormon ini secara langsung ke dalam
aliran darah. Melatonin akan mulai diproduksi ketika malam tiba, yang
kemudian mengkoordinasi fungsi-fungsi tubuh menjadi sistem yang selaras.
83
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata skor
kualitas tidur yang bermakna (p=0,000) antara hasil pre-test dan post-test.
Perbedaan ini berarti bahwa intervensi merendam kaki dengan air hangat
berpengaruh terhadap kualitas tidur. Pengaruh ini dibuktikan dengan nilai
korelasi yaitu 0,827 yang artinya perbedaan rata-rata antara nilai pre tes dan
post test mempunyai korelasi yang kuat. Hal ini juga dilengkapi dengan nilai
perbedaan rata-rata skor kualitas tidur antara pre test dan post test sebesar
5,700. Dengan demikian, merendam kaki dengan air hangat dapat
menurunkan skor PSQI dengan kata lain memperbaiki kualitas tidur pada
lansia. Penelitian terkait juga menunjukkan pengaruh merendam kaki dengan
air hangat terhadap kualitas tidur, seperti Moura silva, Pereira Tucano, dkk
(2012) yang menemukan bahwa kualitas tidur meningkat setelah dilakukan
hydrotherapy (indoor warm pool) pada lansia dengan fibromyalgia dengan
ditandai adanya penurunan skor antara sebelum dan sesudah intervensi
(p=0,0001).
C.
Skor Setiap Komponen Kualitas Tidur
Hasil analisis menunjukkan bahwa semua komponen kualitas tidur
(kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur,
gangguan tidur, pemakaian obat tidur, dan disfungsi disiang hari) memiliki
perbedaan skor yang bermakna (p<0,05) antara sebelum dan sesudah
merendam kaki dengan air hangat yang dilakukan menjelang tidur selama 5
hari berturut-turut (10 menit setiap perlakuan). Hasil ini membuktikan bahwa
84
merendam kaki dengan air hangat mempengaruhi semua komponen (kualitas
tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur, gangguan tidur,
pemakaian obat tidur dan disfungsi disiang hari). Merendam kaki dengan air
hangat mempunyai dampak bagi kualitas tidur, yang disebabkan adanya
perasaan rileks dan meningkatnya sekresi hormon serotonin (Intan A, 2010).
Kondisi rileks yang ditimbulkan dari melakukan rendam kaki
dengan air hangat menjelang tidur dapat menurunkan aktivasi Reticular
Activating System (RAS) yang menekan aktivitas korteks serebral ditambah
dengan peningkatan kadar melatonin (Ebben & Spielman, 2006). Secara
fisiologi dibagian telapak kaki terdapat banyak syaraf terutama di kulit yaitu
flexus venosus, dari mekanisme syaraf ini stimulasi diteruskan ke kornu
posterior kemudian dilanjutkan ke medula spinalis. Stimulus ini lanjut masuk
ke batang otak tepatnya di bagian bawah pons dan medula, disinilah terjadi
efek soparifik (ingin tidur) (Guyton & Hall, 2010). Mekanisme ini
ditunjukkan dengan penurunan skor pada komponen latensi tidur, lamanya
tidur dan effisiensi tidur. Pengukuran dari 20 responden, skor komponen
latensi tidur menurun dari 2,35 (pre test) menjadi 1,40 (post test) yang artinya
terjadi penurunan lantensi tidur dari kisaran waktu >60 menit menjadi <30
menit. Latensi tidur adalah waktu yang dibutuhkan untuk tertidur atau waktu
untuk memulai tidur sampai tidur yang sesungguhnya.
Skor komponen lamanya tidur menurun dari 2,40 (pres test) menjadi
1,40 (post test) yang artinya terjadi peningkatan jumlah jam atau durasi tidur.
Lansia yang melakukan rendam kaki dengan air hangat sebelum tidur
mengalami peningkatan jumlah jam tidur menjadi skitar 6-7 jam yang
85
awalnya hanya 5-6 jam saja. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Khotimah (2012) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa terapi rendam air
hangat pada kaki memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan
vasodilatasi sehingga meningkatkan kuantitas tidur, dengan nilai signifikansi
(p< 0,05). Secara fisiologis Bulbar Synchronizing Regional (BSR)
mengambil alih dan melepaskan serotonin sehingga responden akan merasa
mengantuk dan mudah untuk jatuh tertidur. Keadaan ini membuat Reticular
Activating System (RAS) sulit aktif sehingga kondisi tidur dapat
dipertahankan (Potter & Perry, 2011).
Pengukuran skor komponen effisiensi tidur terjadi penurunan dari
1,25 (pre test) menjadi 0,50 (post test) yang artinya terjadi peningkatan
persentasi efisiensi tidur responden. Effisiensi tidur dapat dinilai dari total
jumlah jam tidur dibagi dengan total waktu di tempat tidur, lalu dikalikan
100%. Effisiensi tidur dikatakan baik, jika memiliki persentase yang tinggi,
dalam hal ini skor komponen effisiensi tidurnya kecil. Effisiensi tidur
meningkat karena adanya pertambahan durasi tidur yang disertai dengan
berkurangnya waktu latensi tidur. Lansia juga mengalami penurunan
frekuensi terbangun dimalam hari serta mudah untuk tertidur kembali.
Kondisi tidur yang nyenyak membuat persepsi responden terhadap kualitas
tidurnya meningkat. Peningkatan kualitas tidur subjektif ditunjukkan dengan
penurunan skor komponen kualitas tidur subjektif dari 2,35 (pre test) menjadi
1,35 (post test).
Beberapa komponen diatas, dipengaruhi oleh aktivitas serebral
akibat kondisi relaksasi. Membaiknya latensi tidur, lamanya tidur dan durasi
86
tidur, mengakibatkan responden merasakan tidur yang nyenyak setelah
diberikan terapi rendam kaki dengan air hangat. Tidur nyenyak ditandai
dengan sulit aktifnya Reticular Activating System (RAS) sehingga responden
tidak lagi terlalu sensitif terhadap lingkungannya. Merendam kaki dengan air
hangat berperan dalam meningkatkan kadar melatonin dan menghambat RAS
untuk aktif (Guyton & Hall, 2010) . Selain terhambatnya RAS untuk aktif,
kinerja saraf simpatis ditekan dan terjadi penurunan kadar epineprin yang
membuat lansia tidur lebih nyenyak dan menurunkan frekuensi terbangun
ditengah malam. Mekanisme ini dibuktikan dengan menurunnya skor
komponen gangguan tidur dari 2,40 (pres test) menjadi 1,50 (post test).
Gangguan tidur adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau
bangun lebih awal dari yang diinginkan (Darmojo, 2009). Penurunan
frekuensi gangguan tidur ini dapat disebabkan oleh respon relaksasi atau
posisi tidur pada saat menjelang tidur. Merendam kaki dengan air hangat
dapat mengendorkan otot sekaligus memiliki efek analgesik dan mengurangi
gejala Restless Legs Syndrom (RLS). Aliran darah yang lancar juga akan
mempengaruhi sistem transportasi nutrisi dan oksigen yang cukup untuk
dibawa ke rongga dada serta paru-paru. Peningkatan kapasitas paru juga dapat
terjadi sehingga dapat mengurangi gejala Sleep Disordered Breathing (SDB)
(Darmojo, 2009).
Setelah kebutuhan pada malam hari terpenuhi, responden lebih
merasa segar dipagi hari dan lebih bersemangat saat beraktivitas, dibuktikan
dengan adanya penurunan skor komponen disfungsi siang hari dari 2,05 (pre
test) menjadi 1,50 (post test) yang artinya masalah disfungsi pada siang hari
87
menjadi berkurang. Hasil analisis menunjukkan nilai yang bermakna
(p<0,05) yang berarti merendam kaki dengan air hangat dapat memperbaiki
kualitas tidur sehingga aktivitas responden disiang hari lebih baik. Responden
memiliki aktivitas yang beragam, dari mulai sekedar mengurus rumah tangga
sampai bertani. Saat lansia beraktivitas, rangsangan (cahaya,suara,sentuham)
yang diterima dari lingkungan akan diteruskan ke Reticular Activating System
(RAS) yang kemudian aktif dan kondinya terjaga. Kondisi ini akan berubah,
jika lansia tidak memiliki kegiatan atau aktivitas, karena tidak ada rangsangan
yang mengaktivasi RAS maka terjadi penurunan impuls saraf yang dikirmkan
ke korteks serebral sehingga menjadi kurang aktif (mengantuk). Setelah
melakukan rendam kaki dengan air hangat, frekuensi mengantuk atau tertidur
saat beraktivitas disiang hari terjadi penurunan.
Aktivitas yang berat disiang hari, membuat semua responden sering
mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi keluhannya, seperti obat pegalpegal, obat nyeri, dan gejala ringan seperti sakit kepala dan flu. Mereka
menkonsumsi obat untuk penyakit yang dideritanya dan memanfaatkan obat
tersebut untuk mengambil efek analgesik dan sedatifnya. Hal inilah yang
harus diluruskan, bahwa efek sedatif bisa didapat dari merendam kaki dengan
air hangat menjelang tidur. Pada komponen penggunaan obat tidur atau jenis
lainnya, sebanyak 20 responden menunjukkan hasil pengukuran sebelum
intervensi rendam kaki adalah 2,40 dan sesudah intervensi menjadi 1,85.
Adanya penurunan pada hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi,
namun peneliti belum menemukan secara rinci dan secara fisiologis mengenai
teori pengaruh rendam kaki dengan air hangat terhadap komponen
88
penggunaan obat. Penurunan skor pada komponen penggunaan obat terjadi
akibat perubahan persepsi yang disebabkan adanya perubahan pola tidur
responden.
D.
Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan
penelitian, yaitu:
1. Pengambilan data kualitas tidur dilakukan dengan pengisian kuesioner
saja, tidak dilakukan observasi langsung yang mendalam. Jawaban
responden mengenai waktu (jam tidur, durasi tidur, durasi terbangun) bisa
saja kurang akurat.
2. Keterbatasan alat dari peneliti, sehingga alat yang digunakan kurang
seragam. Ketidak seragaman alat inilah yang mengakibatkan setiap
responden tidak sama kedalaman rendam kakinya. Sebagian responden
merendam kakinya sampai betis, dan sisanya hanya sampai diatas mata
kaki.
3. Keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Apabila peneliti mempunyai
waktu,biaya dan, tenaga yang cukup, penelitian ini akan menggunakan
sampel yang lebih banyak dan menggunakan dua kelompok (kontrol dan
intervensi), sehingga hasil yang didapat lebih baik dan tingkat
kebenarannya semakin tinggi.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
membuahkan kesimpulan pada penelitian ini yaitu, merendam kaki dengan
air hangat memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur lansia dimana terjadinya
peningkatan kualitas tidur pada lansia yang melakukan rendam kaki dengan
air hangat selama lima hari berturut-turut (10 menit setiap perlakuan). Berikut
ini adalah rincian kesimpulan pada penelitian ini:
1. Responden yang digunakan sebanyak 20 orang lansia dengan karakteristik
usia paling muda adalah 61 dan yang tertua adalah 79. Jenis kelamin
responden terbanyak adalah perempuan 11 orang dan laki-laki sebanyak 9
orang.
2. Gambaran skor setiap komponen kualitas tidur, yaitu komponen kualitas
tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur, gangguan tidur,
pemakaian obat, dan disfungsi disiang hari mengalami penurunan skor
antara sebelum dan sesudah merendam kaki dengan air hangat yang berarti
adanya pengaruh dari rendam kaki dengan air hangat terhadap seluruh
komponen kualitas tidur.
3. Rata-rata skor total kualitas tidur responden sebelum intervensi sebesar
15,20 dan pada pengukuran setelah intervensi sebesar 9,50.
89
90
4. Terdapat perbedaan rata-rata skor kualitas tidur antara sebelum dan
sesudah intervensi sebesar 5,7. Hasil analisis uji t didapatkan nilai
signifikansi p<0,05 (p=0,000).
5. Terjadi penurunan rata-rata pada setiap komponen kualitas tidur,
diantaranya komponen kualitas tidur subjektif (pre test=2,35; post
test=1,35), latensi tidur (pre test=2,35; post test=1,40), lamanya tidur (pre
test=2,40; post test=1,40), effisiensi tidur (pre test=1,25; post test=0,50),
gangguan tidur (pre test=2,40; post test=1,50), pemakaian obat tidur (pre
test=2,40; post test=1,85), dan disfungsi siang hari (pre test=2,05; post
test=1,50). Dengan demikian dapat dikatakan terjadi peningkatan atau
perbaikan pada setiap komponen setelah intervensi rendam kaki dengan
air hangat.
6. Pada analisis uji Wilcoxon setiap komponen, didapat perbedaan rata-rata
skor yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai
p<0,05. Hasil ini berarti bahwa merendam kaki dengan air hangat
mempengaruhi semua komponen kualitas tidur.
B.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka saran yang
dapat diajukan oleh peneliti adalah:
91
1. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai tambahan pengetahuan dan bahan referensi dalam upaya
meningkatkan dan memperkaya kajian keperawatan gerontik tentang
praktik terapi komplementer yang menerapkan intervensi merendam kaki
dengan air hangat dan pengaruhnya terhadap kualitas tidur lansia.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan tidak saja berfokus pada tindakan
farmakologis, tetapi harus berinovasi dengan pelengkap terapi non
farmakologis. Merendam kaki dengan air hangat merupakan terapi non
farmakologis yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan perawat baik
di rumah sakit maupun komunitas untuk diaplikasikan. Berdasarkan hasil
penelitian, merendam kaki adalah salah satu cara metode relaksasi yang
terbukti berpengaruh dalam meningkatkan kualitas tidur lansia.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan
penelitian lanjutan, seperti:
a. Melakukan penelitian dengan perlakuan yang lebih lama (>5 hari) dan
jumlah responden yang lebih banyak. Penelitian lanjutan dengan
mencari efektifitas menggunakan dua kelompok (kontrol dan
intervensi).
b. Melakukan penelitian lanjutan pada lansia dengan terapi merendam
kaki dengan air hangat untuk kriteria gangguan tidur tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Amirta, Yolanda. Sehat Murah dengan Air. Jakarta: Keluarga Dokter, 2007
Anwar, Zainul. Penanganan Gangguan Tidur Pada Lansia. Malang: UMM Journal
Studies, 2010
Arnot, dkk. Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis: Perawatan Alternatif
dan Tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu, 2009
Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses pada
tanggal 28 Oktober 2014 pada jam 20.20 WIB.
Black M. Joyce., Hawk H. Jane. Medical Surgical Nursing. Clinical Management
fot Positive Outcome. Volume 1. Eight Edition. Saunders Elsevier. St.
Louis. Missouri, 2008
Burns, Nancy and Grove K Susan. The Practice of Nursing Research Conduct,
Critique and Utilization. USA: Elsevier, 2005
Buysse, D. J., et al. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI): A new Instrument
for Psychiatric Practice and Research. Pittsburgh: Elsevier Scientific
Publishers Ireland Ltd, 1989
Caple & Grose. Sleep and hospitalization. Evidence-Based Care Sheet. Sleep and
Hospitalization. Cinahl Information System, 2011
Colten R. Harvey., Altevoght M. Bruce. Sleep disorder and sleep deprivation: An
Unmet Public Health Problem. Washington, DC: The National Academic
Press, 2006
Darmojo, B. dan Martono, H. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009
Devsaran. Rendam kaki dengan air panas mempercepatkan peredaran darah.
http://id.asiatcm.com/content/rendam-kaki-dengan-air-panasmempercepatkan-peredaran-darah. diakses pada tanggal 5 Januari, 2015
Dinas Kesehatan. Manfaat dan Kerugian Air Hangat. Jakarta: Dinas Kesehatan,
2014 diakses dari http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/623dibalik-manfaat-ada-rugi-mandi-air-hangat pada tanggal 19 Januari 2014
Ebben, Matthew R. And Spielman, Arthur J. The Effect of Distal Limb Warming on
Sleep Latency. USA: Lawrence Erlbaum Associaties, 2006
Endeshaw Y, Bliwise DL. Sleep Disorder in the Elderly. In Agronin ME, Maletta
GJ. PRINCIPLE AND PRACTICE OF GERIATRIC PSYCHIATRY. 1st ed.
Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS, 2006
Fatimah, Sari., Majid, Yudi., dan Susanti, Raini D. Pengaruh Akupresur Terhadap
Kualitas Tidur Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
Ciparay. Bandung: Naskah Publikasi, 2014
Fatimah. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Gerontik. Jakarta : TIM, 2010
Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga, 2010
Flona. Terapi aromatic mendongkrak gairah bercinta. Jakarta: Gramedia, 2010
Galimi R. Insomnia in the elderly: an update and future challenges. G
GERONTOL, 2010
Greenberg, Sherry A. How to try this: The Geriatric Depression Scale (GDS). USA:
New York University, 2012
Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology, 12th ed. Jakarta: EGC, 2010
Handoyo, K. Khasiat dan Keajaiban Air Putih. Jakarta: Dunia Sehat, 2014
Hardy, S. A double bind: Disturbed sleep and depression. Practice Nursing.
Volume 19, 2008
Hardywinoto dan Setiabudhi, T. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai
Aspek: Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2005
Hegner, Barbara R., Acello, Barbara., and Caldwell, Esther. Nursing Assistant: A
Nursing Process Approach BASICS. USA: Delmar Learning, 2010
Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika, 2009
Hidayat, A. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika, 2008
Intan, Novita. Dasar-dasar Fisioterapi pada Cedera Olahraga. Yogyakarta: UNY
Journal Studies, 2010
Judith, T. R., Julie, T. S., and Elizabeth, V. W. Managing sleep disorder in the
elderly. Nurse Practitioner, 2010
Kementrian Kesehatan RI. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI, 2013
Khasanah, Khusnul dan Wahyu Hidayati. Kualitas Tidur Lansia di Balai
Rehabilitasi Sosial “MANDIRI” Semarang. Diponegoro Journal of
Nursing Studies, 2012
Khotimah. Pengaruh Rendam Air Hangat Pada Kaki Dalam Meningkatkan
Kuantitas Tidur Lansia. Jombang: UPTDU Journal Nursing Studies, 2012
Kneipp, Sebastian., and Priesnisz V. Hydrotherapy. Mosby, 2005
Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. Mengenal
usia lanjut dan perawatanya. Jakarta: Salemba Medika, 2008
Mubarak, Wahid Iqbal, dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: CV Sagung
Seto, 2006
Ningrum, Destiana A. Perbandingan Metode Hydrotherapy Massage dan Massage
Manual Terhadap Pemulihan Kelelahan Pasca Olahraga Anaerobic
Lactacid. Bandung; Repository.UPI.Edu, 2012
Nugroho, W. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC, 2008
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawtan. Jakarta:
Salemba Medika, 2008
Potter, Patricia A and Anne Griffin Perry. Basic Nursing. 7th ed. Canada: Mosby,
2011
Putra, R. Tips Sehat dengan Pola Tidur Tepat dan Cerdas. Yogyakarta: Buku Biru,
2011
Raisanen, Hannele Kauppinen. “The Impact of Extrinsic and Package Design
Attributes on Preferences for Non-Prescription Drugs”. Management
Research Review, Vol. 33, 2010
Saryono. Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT Percetakan Dan
Penerbitan Unsoed, 2011
Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007
Silva, Oliveira Moura., et, all. Effect of hydrotherapy on quality of life, in patients
with fibromyalgia. USA: Elsevier, 2012
Smyth, Carole. How to try this: Evaluating Sleep Quality in Older Adults. American
Journal of Nursing, 2012
Stanley, M., & Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC, 2007
Sudjana. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito, 2005
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI, 2006
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2006
Sulaiman, S. Terapi Penyembuhan Dengan Air. Surakarta: Ziyad, 2009
Sustrani, L., Alam, S., dan Hadibroto, I. DIABETES: Informasi Lengkap Untuk
Penderita & Keluarga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006
The National Center on Physical Activity and Disability Exercise. Aquatic Therapy.
Chicago: Department of Disability and Human Development, 2009
Wallace, Meredith and Mary Shelkey. How to try this: Katz Index of Independence
in Activities of Daily Living (ADL). USA: New York University, 2012
Widya, G. Mengatasi Insomnia Cara Mudah Mendapatkan Kembali Tidur Nyenyak
Anda. Yogyakarta: Katahati, 2010
Wilson, S. A good night’s sleep, part one: normal sleep. Nursing & Residential
Care, 2008
Wold, Gloria H. Basic Geriatric Nursing. Amerika : Mosby, 2008
Nomor
Responden
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
PENGARUH MERENDAM KAKI DENGAN AIR HANGAT TERHADAP
KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
ASTANALANGGAR KECAMATAN LOSARI CIREBON JAWA BARAT
Assalaamu’alaykum Wr. Wb.
Saya Gilang Gumilar Permady mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melaksanakan penelitian terkait tugas skripsi
yang berjudul “Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas
Tidur Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari
Cirebon Jawa Barat” guna menyelesaikan tugas akhir pendidikan.
Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui adakah pengaruh pada kualitas tidur lansia setelah
diberikan perlakuan merendam kaki dengan air hangat di wilayah kerja Puskesmas
Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon.
Alasan untuk menjadi responden:
Lansia memiliki kualitas tidur yang buruk dibandingkan dengan orang
dewasa muda, remaja maupun anak-anak.
Prosedur:
1. Mengidentifikasi subjek yang berpotensi masuk dalam penelitian.
Pada tahap ini , kakek/ nenek akan diberikan beberapa pertanyaan
yang harus dijawab dengan jujur sesuai dengan pengalaman dan yang
dirasakan, sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang sesuai
dengan apa yang akan diteliti.
2. Pengisian tahap pertama akan diolah hasilnya yang kemudian
diseleksi sesuai dengan syarat-syarat penelitian.
3. Jika lolos pada tahap pertama, maka kakek/ nenek membuat
persetujuan kedua untuk bersedia sebagai subjek penelitian.
4. Setelah kakek/ nenek bersedia menjadi responden, selanjutnya akan
dilakukan merendam kaki dengan air hangat sebelum tidur selama
lima hari berturut-turut. Lalu, kakek/ nenek akan mengisi pertanyaan
lagi untuk yang terakhir kalinya.
Resiko
Dalam penelitian ini mungkin kakek/ nenek akan merasakan bosan,
malas, dan ketidaknyamanan untuk melakukan rendam kaki sebelum tidur selama
lima hari berturut turut.
Manfaat langsung bagi responden
Dapat merasakan sensasi rileks saat hendak tidur malam, yang akan
membuat kakek/ nenek merasa lebih nyaman.
Kompensasi
Kakek/ nenek dapat mengajukan pengunduran diri kapan saja tanpa ada
konsekuensi apapun.
Menjaga kerahasiaan data
Menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi (identitas
responden) maupun hasil-hasil lainnya. Semua informasi yang sudah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
Lembar Persetujuan
Saya mengerti sepenuhnya resiko dan manfaat dari keikutsertaan saya
pada penelitian ini dan menyatakan setuju untuk ikut serta sebagai
responden penelitian dan keikutsertaan saya ini merupakan atas dasar
suka rela tanpa ada unsur paksaan.
Nama
:
Usia
:
Tanggal :
Jam
:
Gilang Gumilar Permady
Lampiran 2
LEMBAR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
1. Data Personal Responden
Nama (Inisial)
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sebelumnya:
Keluhan saat ini:
Apakah saat ini kakek/ nenek mengkonsumsi obat? Ya ( )
Jika Ya, sudah berapa lama mengkonsumsi obat tersebut?
1 bulan ( )
>6 bulan ( )
Sebutkan nama dan dosisnya!
>1 tahun ( )
Tidak ( )
PITTSBURGH SLEEP QUALITY INDEX (PSQI)
Petunjuk: Pertanyaan-pertanyaan berikut ini berhubungan dengan kebiasaan
tidur kakek/nenek selama satu bulan terakhir. Jawaban anda harus sesuai dengan
kebiasaan tidur siang dan malam selama sebulan terakhir. Jawablah seluruh
pertanyaan di bawah ini.
Selama sebulan terakhir,
1. Jam berapa kakek/nenek biasanya tidur?
2. Berapa lama (berapa menit) kakek/nenek menanti sebelum anda tertidur?
3. Jam berapa biasanya kakek/nenek bangun di pagi hari?
4. Berapa jam sesungguhnya kakek/nenek tidur pada malam hari? (Ini berbeda
dengan jumlah jam yang anda habiskan di tempat tidur)
5. Selama sebulan terakhir,
seberapa sering tidur
kakek/nenek terganggu
karena…
a. Tidak bisa tertidur dalam
tempo 30 menit
b. Terbangun di tengah
malam atau dini hari
c. Harus bangun untuk ke
kamar mandi
d. Susah bernapas
e. Batuk atau mendengkur
kuat
f. Merasa terlalu dingin
g. Merasa terlalu panas
h. Mendapat mimpi buruk
i. Merasa nyeri
Tidak pernah Kurang dari 1 atau 2 kali 3 kali atau
selama
sekali dalam
dalam
lebih dalam
sebulan
seminggu
seminggu
seminggu
terakhir
j. Alasan lain, kalau ada
tolong jelaskan:
6. Pada sebulan terakhir,
seberapa sering kakek/nenek
meminum obat tidur (resep
atau obat bebas)?
7. Pada sebulan terakhir,
seberapa sering kakek/nenek
tertidur ketika sedang
mengemudi, makan, atau
terlibat dalam kegiatan sosial?
Tidak ada Sedikit sekali
masalah sama
masalah
sekali
Ada
masalah
Masalah
besar
8. Pada sebulan terakhir,
seberapa banyak masalah
yang kakek/nenek hadapi
untuk tetap antusias
menyelesaikan sesuatu
Sangat baik
9. Bagaimanakah kakek/nenek
menentukan kualitas tidur
anda secara keseluruhan pada
sebulan terakhir?
Cukup baik Kurang baik Sangat buruk
Yesavage Geriatric Depression Scale
Berilah tanda centang (√) pada kolom kesesuaian jika jawaban pasien sesuai
dengan jawaban yang dicetak tebal.
No.
1.
Item
Apakah anda merasa nyaman dalam
kehidupan ini?
2.
Apakah anda mengalami perubahan dalam
melakukan aktivitas dan hobi?
3.
Apakah anda merasa hidup ini hampa?
4.
Apakah anda sering merasa bosan?
5.
Apakah anda optimis terhadap masa depan?
6.
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan
terjadi?
7.
Apakah anda merasa bahagia sepanjang
waktu?
8.
Apakah anda sering merasa sendirian?
9.
Apakah anda lebih senang berada di rumah
daripada di luar rumah dan mengerjakan
sesuatu yang baru?
10. Apakah anda mempunyai masalah dengan
daya ingat?
11. Apakah anda merasa senang dengan
kehidupan saat ini?
12. Apakah anda merasa tidak berharga?
13. Apakah anda saat ini bersemangat?
14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada
harapan?
15. Apakah anda merasa orang lain lebih baik
dari anda?
Cara menilai:
Kesesuaian
(Tidak)
(Ya)
(Ya)
(Ya)
(Tidak)
(Ya)
(Tidak)
(Ya)
(Ya)
(Ya)
(Tidak)
(Ya)
(Tidak)
(Ya)
(Ya)
Jika terdapat delapan jawaban atau lebih sesuai dengan jawaban yang dicetak
tebal, maka lanjut usia terindikasi depresi.
PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL
( Indeks Kemandirian Katz )
No.
1.
Aktivitas
Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti
punggung atau ekstremitas yang tidak mampu )
atau mandi sendiri sepenuhnya.
Tergantung :
2.
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari kamar mandi,
serta tidak bisa mandi sendiri.
Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancing/mengikat
pakaian.
Tergantung :
3.
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian.
Ke Toilet
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri.
Tergantung :
4.
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil
dan menggunakan pispot.
Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
bangkit dari kursi sendiri.
Tergantung :
Mandiri
(1)
Tergantung
(0)
5.
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur
atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih
perpindahan.
Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri.
Tergantung :
6.
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan
kateter, pispot, enema dan pembalut ( pampers ).
Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri.
Tergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral ( NGT ).
Keterangan :
Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien
Lampiran 3
Panduan Prosedur Tindakan
(Merendam Kaki dengan Air Hangat)
Nama
:
Tanggal perlakuan
:
No.
Tindakan
1.
Persiapkan alat dan bahan
1. Thermometer
2. Basin/Baskom
3. 2 buah handuk
4. Wadah air atau termos yang berisi air panas
2.
Bawa peralatan mendekati tempat tidur.
3.
Mencampurkan air dingin dan air panas, lalu ukur
suhunya dengan thermometer (suhu 39oC - 42oC),
isi baskom setengah penuh.
Melakukan
Ya
Tidak
4.
Letakkan basin atau baskom di dekat tempat tidur,
atau di bawah tempat tidur.
5. Duduk di tempat tidur dengan kaki menggantung ke
bawah, dan pastikan tempat tidur aman.
6. Jika kaki nampak kotor, maka cuci kaki terlebih
dahulu.
7. Celupkan dan rendam kaki sampai betis lalu
biarkan selama 10 menit.
8. Tutup baskom dengan handuk untuk menjaga
suhu.
9. Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit, jika
suhu turun tambahkan air panas sampai suhu
sesuai kembali.
10. Setelah selesai (10 menit), angkat kaki dan
keringkan dengan handuk.
11. Rapikan peralatan.
Paraf
Catatan:
Dimohon kepada anggota keluarga untuk membantu dalam pengisian lembar
observasi ini dan diisi dengan sejujur-jujurnya.
Lampiran 4
HASIL PENILAIAN GDS DAN INDEKS KATZ
Nomor urut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Nilai GDS
6
5
5
3
5
6
3
4
4
5
3
4
5
5
6
4
5
4
6
3
Nilai Indeks Katz
5
6
6
6
5
4
5
6
5
6
6
5
6
4
5
5
6
5
5
6
Lampiran 5
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Usia dan Jenis Kelamin
Statistics
Usia
Valid
N
20
20
0
66,30
,924
65,63a
65
4,131
17,063
1,659
,512
3,927
,992
18
61
79
1326
64,17b
0
,45
,114
,45a
0
,510
,261
,218
,512
-2,183
,992
1
0
1
9
b,c
.
50
65,63
,45
75
67,50
,95
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Range
Minimum
Maximum
Sum
25
Percentiles
Jenis kelamin
a. Calculated from grouped data.
b. Percentiles are calculated from grouped data.
c. The lower bound of the first interval or the upper
bound of the last interval is not known. Some
percentiles are undefined.
Frekuensi Tabel
Jenis kelamin
Frequency
Perempuan
Valid Laki-laki
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
11
55,0
55,0
55,0
9
45,0
45,0
100,0
20
100,0
100,0
Usia
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
61
1
5,0
5,0
5,0
62
3
15,0
15,0
20,0
64
1
5,0
5,0
25,0
65
5
25,0
25,0
50,0
66
3
15,0
15,0
65,0
Valid 67
2
10,0
10,0
75,0
68
2
10,0
10,0
85,0
70
1
5,0
5,0
90,0
73
1
5,0
5,0
95,0
79
1
5,0
5,0
100,0
20
100,0
100,0
Total
Skor Total Kualitas Tidur
Statistics
Skor Total Pre test Skor total post test
20
20
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Range
Minimum
Maximum
Sum
25
0
15,20
,501
15,20a
13b
2,238
5,011
,317
,512
-,672
,992
8
12
20
304
13,29c
0
9,50
,426
9,40a
10
1,906
3,632
,406
,512
-,553
,992
6
7
13
190
8,00c
Percentiles
50
15,20
9,40
75
16,86
11,00
N
Valid
Missing
a. Calculated from grouped data.
b. Multiple modes exist. The smallest value is shown
c. Percentiles are calculated from grouped data.
Frequency Table
Skor Total pre test
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
12
2
10,0
10,0
10,0
13
4
20,0
20,0
30,0
14
3
15,0
15,0
45,0
15
1
5,0
5,0
50,0
16
4
20,0
20,0
70,0
17
3
15,0
15,0
85,0
18
2
10,0
10,0
95,0
20
1
5,0
5,0
100,0
20
100,0
100,0
Total
Skor total post test
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
7
4
20,0
20,0
20,0
8
2
10,0
10,0
30,0
9
4
20,0
20,0
50,0
10
6
30,0
30,0
80,0
12
2
10,0
10,0
90,0
13
2
10,0
10,0
100,0
20
100,0
100,0
Total
Distribusi Frequensi Setiap Komponen Kualitas Tidur (pre test)
Kualitas tidur
subjektif (pre)
N
Valid
Lamanya tidur
(pre)
Effisiensi tidur
(pre)
Gangguan tidur Pemakaian obat Disfungsi siang
(pre)
tidur (pre)
hari (pre)
20
20
20
20
20
20
20
0
2,35
,109
2,35a
2
,489
,239
,681
,512
-1,719
,992
1
2
3
47
.b,c
0
2,35
,109
2,35a
2
,489
,239
,681
,512
-1,719
,992
1
2
3
47
.b,c
0
2,40
,134
2,42a
2
,598
,358
-,393
,512
-,570
,992
2
1
3
48
1,82c
0
1,25
,160
1,24a
1
,716
,513
,537
,512
,820
,992
3
0
3
25
,57c
0
2,40
,112
2,40a
2
,503
,253
,442
,512
-2,018
,992
1
2
3
48
.b,c
0
2,40
,112
2,40a
2
,503
,253
,442
,512
-2,018
,992
1
2
3
48
.b,c
0
2,05
,135
2,06a
2
,605
,366
-,012
,512
,189
,992
2
1
3
41
1,44c
50
2,35
2,35
2,42
1,24
2,40
2,40
2,06
75
2,85
2,85
2,95
1,82
2,90
2,90
2,65
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Range
Minimum
Maximum
Sum
25
Percentiles
Latensi tidur
(pre)
a. Calculated from grouped data.
b. The lower bound of the first interval or the upper bound of the last interval is not known. Some percentiles are undefined.
c. Percentiles are calculated from grouped data.
Distribusi Frequensi Setiap Komponen Kualitas Tidur (post test)
Kualitas tidur
subjektif (post)
N
Valid
Lamanya tidur
(post)
Effisiensi tidur
(post)
Gangguan tidur Pemakaian obat Disfungsi siang
(post)
tidur (post)
hari (post)
20
20
20
20
20
20
20
0
1,35
,109
1,35a
1
,489
,239
,681
,512
-1,719
,992
1
1
2
27
.b,c
0
1,40
,112
1,40a
1
,503
,253
,442
,512
-2,018
,992
1
1
2
28
.b,c
0
1,40
,134
1,42a
1
,598
,358
-,393
,512
-,570
,992
2
0
2
28
,82c
0
,50
,115
,50a
0d
,513
,263
,000
,512
-2,235
,992
1
0
1
10
,00c
0
1,50
,115
1,50a
1d
,513
,263
,000
,512
-2,235
,992
1
1
2
30
1,00c
0
1,85
,082
1,85a
2
,366
,134
-2,123
,512
2,776
,992
1
1
2
37
1,35c
0
1,50
,115
1,50a
1d
,513
,263
,000
,512
-2,235
,992
1
1
2
30
1,00c
50
1,35
1,40
1,42
,50
1,50
1,85
1,50
75
1,85
1,90
1,95
1,00
2,00
.
2,00
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
Range
Minimum
Maximum
Sum
25
Percentiles
Latensi tidur
(post)
a. Calculated from grouped data.
b. The lower bound of the first interval or the upper bound of the last interval is not known. Some percentiles are undefined.
c. Percentiles are calculated from grouped data.
d. Multiple modes exist. The smallest value is shown
UJI NORMALITAS DISTRIBUSI DATA SKOR PSQI
Normalitas skor total pre test
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Skor Total Pre test
Df
,154
Shapiro-Wilk
Sig.
20
Statistic
,200
*
df
Sig.
,944
20
,290
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Skor Total Pre test
Missing
Percent
20
N
100,0%
Total
Percent
0
N
Percent
0,0%
20
100,0%
Descriptives
Statistic
Mean
15,20
95% Confidence Interval Lower Bound
for Mean
Upper Bound
14,15
5% Trimmed Mean
15,11
Median
15,50
Variance
5,011
Skor Total Pre test Std. Deviation
Std. Error
,501
16,25
2,238
Minimum
12
Maximum
20
Range
8
Interquartile Range
4
Skewness
,317
,512
Kurtosis
-,672
,992
Normalitas skor total post test
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Skor total post test
Df
,197
Shapiro-Wilk
Sig.
20
Statistic
,042
df
Sig.
,910
20
,064
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Skor total post test
Missing
Percent
20
N
100,0%
Total
Percent
0
N
Percent
0,0%
20
100,0%
Descriptives
Statistic
Mean
9,50
95% Confidence Interval Lower Bound
for Mean
Upper Bound
8,61
,426
10,39
5% Trimmed Mean
9,44
Median
9,50
Variance
3,632
Skor total post test Std. Deviation
Std. Error
1,906
Minimum
7
Maximum
13
Range
6
Interquartile Range
2
Skewness
,406
,512
Kurtosis
-,553
,992
Normalitas setiap komponen (pre test)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Kualitas tidur subjektif (pre)
Latensi tidur (pre)
Lamanya tidur (pre)
Effisiensi tidur (pre)
Gangguan tidur (pre)
Pemakaian obat tidur (pre)
Disfungsi siang hari (pre)
df
,413
,413
,298
,336
,387
,387
,333
20
20
20
20
20
20
20
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
df
,608
,608
,744
,821
,626
,626
,768
Sig.
20
20
20
20
20
20
20
,000
,000
,000
,002
,000
,000
,000
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Kualitas tidur subjektif (pre)
Latensi tidur (pre)
Lamanya tidur (pre)
Effisiensi tidur (pre)
Gangguan tidur (pre)
Pemakaian obat tidur (pre)
Disfungsi siang hari (pre)
Percent
20
20
20
20
20
20
20
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
Missing
N
Total
Percent
0
0
0
0
0
0
0
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
N
Percent
20
20
20
20
20
20
20
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
Normalitas Setiap Komponen (post test)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Kualitas tidur subjektif (post)
Latensi tidur (post)
Lamanya tidur (post)
Effisiensi tidur (post)
Gangguan tidur (post)
Pemakaian obat tidur (post)
Disfungsi siang hari (post)
df
,413
,387
,298
,335
,335
,509
,335
Shapiro-Wilk
Sig.
20
20
20
20
20
20
20
Statistic
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
df
,608
,626
,744
,641
,641
,433
,641
Sig.
20
20
20
20
20
20
20
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Kualitas tidur subjektif (post)
Latensi tidur (post)
Lamanya tidur (post)
Effisiensi tidur (post)
Gangguan tidur (post)
Pemakaian obat tidur (post)
Disfungsi siang hari (post)
20
20
20
20
20
20
20
Percent
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
Missing
N
Percent
0
0
0
0
0
0
0
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
Total
N
Percent
20
20
20
20
20
20
20
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
UJI BIVARIAT
Uji t berpasangan Skor PSQI
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
N
Std. Deviation Std. Error Mean
Skor Total Pre test
15,20
20
2,238
,501
Skor total post test
9,50
20
1,906
,426
Paired Samples Correlations
N
Pair 1
Skor Total Pre test &
Skor total post test
Correlation
20
,827
Sig.
,000
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
t
Skor Total Pre test Skor total post test
5,700
1,261
,282
Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower
Pair 1
df
5,110
Upper
6,290
20,219
19
,000
Uji Wilcoxon Setiap Komponen PSQI
Ranks (Komponen 1)
N
Negative Ranks
Kualitas tidur subjektif
(post) - Kualitas tidur
subjektif (pre)
Mean Rank Sum of Ranks
a
10,00
190,00
0b
,00
,00
19
Positive Ranks
c
Ties
1
Total
20
a. Kualitas tidur subjektif (post) < Kualitas tidur subjektif (pre)
b. Kualitas tidur subjektif (post) > Kualitas tidur subjektif (pre)
c. Kualitas tidur subjektif (post) = Kualitas tidur subjektif (pre)
Test Statisticsa
Kualitas tidur subjektif (post)
- Kualitas tidur subjektif (pre)
-4,264b
,000
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
Ranks (Komponen 2)
N
Negative Ranks
Latensi tidur (post) Latensi tidur (pre)
Positive Ranks
Mean Rank Sum of Ranks
a
9,50
171,00
0b
,00
,00
18
c
Ties
2
Total
20
a. Latensi tidur (post) < Latensi tidur (pre)
b. Latensi tidur (post) > Latensi tidur (pre)
c. Latensi tidur (post) = Latensi tidur (pre)
Test Statisticsa
Latensi tidur (post) Latensi tidur (pre)
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
-4,146b
,000
Ranks (Komponen 3)
N
Negative Ranks
Lamanya tidur (post) Lamanya tidur (pre)
Mean Rank Sum of Ranks
20a
10,50
210,00
b
,00
,00
Positive Ranks
0
Ties
0c
Total
20
a. Lamanya tidur (post) < Lamanya tidur (pre)
b. Lamanya tidur (post) > Lamanya tidur (pre)
c. Lamanya tidur (post) = Lamanya tidur (pre)
Test Statisticsa
Lamanya tidur (post) Lamanya tidur (pre)
-4,472b
,000
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
Ranks (Komponen 4)
N
Negative Ranks
Effisiensi tidur (post) Effisiensi tidur (pre)
Mean Rank Sum of Ranks
14a
7,50
105,00
b
,00
,00
Positive Ranks
0
Ties
6c
Total
20
a. Effisiensi tidur (post) < Effisiensi tidur (pre)
b. Effisiensi tidur (post) > Effisiensi tidur (pre)
c. Effisiensi tidur (post) = Effisiensi tidur (pre)
Test Statisticsa
Effisiensi tidur (post) Effisiensi tidur (pre)
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
-3,638b
,000
Ranks (Komponen 5)
N
Negative Ranks
Gangguan tidur (post) Gangguan tidur (pre)
Mean Rank Sum of Ranks
a
9,50
171,00
0b
,00
,00
18
Positive Ranks
c
Ties
2
Total
20
a. Gangguan tidur (post) < Gangguan tidur (pre)
b. Gangguan tidur (post) > Gangguan tidur (pre)
c. Gangguan tidur (post) = Gangguan tidur (pre)
Test Statisticsa
Gangguan tidur (post) Gangguan tidur (pre)
-4,243b
,000
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
Ranks (Komponen 6)
N
Negative Ranks
Pemakaian obat tidur
(post) - Pemakaian obat
tidur (pre)
Positive Ranks
Mean Rank Sum of Ranks
a
6,00
66,00
0b
,00
,00
11
c
Ties
9
Total
20
a. Pemakaian obat tidur (post) < Pemakaian obat tidur (pre)
b. Pemakaian obat tidur (post) > Pemakaian obat tidur (pre)
c. Pemakaian obat tidur (post) = Pemakaian obat tidur (pre)
Test Statisticsa
Pemakaian obat tidur (post) Pemakaian obat tidur (pre)
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
-3,317b
,001
Ranks (Komponen 7)
N
Negative Ranks
Disfungsi siang hari
(post) - Disfungsi siang
hari (pre)
Mean Rank Sum of Ranks
a
6,00
66,00
0b
,00
,00
11
Positive Ranks
c
Ties
9
Total
20
a. Disfungsi siang hari (post) < Disfungsi siang hari (pre)
b. Disfungsi siang hari (post) > Disfungsi siang hari (pre)
c. Disfungsi siang hari (post) = Disfungsi siang hari (pre)
Test Statisticsa
Disfungsi siang hari (post) Disfungsi siang hari (pre)
-3,317b
,001
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
Uji Independent T test Skor PSQI antara Perempuan dan Laki-laki (pre test)
Group Statistics
Jenis kelamin
Skor Total Pre test
N
Perempuan
Laki-laki
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
11
15,09
2,212
,667
9
15,33
2,398
,799
Independent Samples Test
Skor Total Pre test
Equal
variances
assumed
Levene's Test for Equality of F
Variances
Sig.
T
,016
,900
-,235
-,233
18
16,584
,817
,819
Mean Difference
-,242
-,242
Std. Error Difference
1,032
1,041
Lower
-2,411
-2,443
Upper
1,926
1,958
Df
Sig. (2-tailed)
t-test for Equality of Means
Equal
variances not
assumed
95% Confidence Interval of
the Difference
Lampiran 6
Daftar Urut Nomor Responden
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Nama (Inisial)
Bpk. So
Bpk. T
Ibu R
Bpk. Su
Ibu M
Bpk. A
Bpk. K
Ibu RH
Ibu K
Ibu S
Ibu D
Ibu E
Ibu A
Bpk. J
Ibu T
Bpk. D
Ibu L
Ibu W
Bpk. Y
Bpk. B
Usia
66
65
62
66
68
65
61
62
64
73
79
66
65
67
68
65
62
70
65
67
Alamat
Ds. Astanalanggar
Ds. Astanalanggar
Ds. Astanalanggar
Ds. Astanalanggar
Ds. Astanalanggar
Ds. Barisan
Ds. Barisan
Ds. Pasuruan
Ds. Astanalanggar
Ds. Pasuruan
Ds. Pasuruan
Ds. Pasuruan
Ds. Astanalanggar
Ds. Barisan
Ds. Pasuruan
Ds. Barisan
Ds. Barisan
Ds. Astanalanggar
Ds. Barisan
Ds. Pasuruan
Download