PENGARUH MERENDAM KAKI DENGAN AIR HANGAT TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ASTANALANGGAR KECAMATAN LOSARI CIREBON JAWA BARAT Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Oleh GILANG GUMILAR PERMADY 1111104000039 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M ii iii iv v DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Gilang Gumilar Permady Tempat, tanggal lahir : Brebes, 24 Oktober 1993 Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status pernikahan : Belum menikah Alamat : Blok Pahing RT 09/02 Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon Jawa Barat Handphone : 0821-2662-2523 Email : [email protected] / [email protected] Riwayat Pendidikan 1. TK Pertiwi Losari Cirebon [ 1997-1999 ] 2. SD Negeri Randusari 03 Kec. Losari Brebes [ 1999-2005 ] 3. MTs Negeri Model Babakan Lebaksiu Tegal [ 2005-2008 ] 4. SMA Negeri 02 Brebes [ 2008-2011 ] 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta [ 2011- Sekarang vi FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, 24 Juni 2015 Gilang Gumilar Permady, 1111104000039 Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Wilayah Kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat xviii + 91 halaman + 11 tabel + 4 bagan + 8 lampiran ABSTRAK Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia. Gangguan tidur dapat mengakibatkan masalah serius bahkan menurunkan kualitas hidup. Hal ini sering terjadi pada lansia yang berdampak pada menurunnya kualitas tidur. Terapi merendam kaki dengan air hangat dapat memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga menimbulkan efek relaksasi yang dilanjutkan dengan peningkatan sekresi melatonin sehingga meningkatkan kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan pendekatan one group pre test-post test. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah 20 responden yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Intervensi diberikan selama 5 hari berturut-turut. Pengukuran skor kualitas tidur menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index. Perbedaan skor kualitas tidur dianalisis dengan uji t berpasangan dan skor setiap komponen dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur responden sebelum dan sesudah intervensi (p=0,000; α=5%). Dari hasil tersebut dapat dikatakan terjadi peningkatan kualitas tidur setelah rendam kaki dengan air hangat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pilihan alternative bagi perawat untuk mengaplikasikan rendam kaki dengan air hangat dalam meningkatkan kualitas tidur lansia. Kata kunci: kualitas tidur, lanjut usia, merendam kaki dengan air hangat Daftar bacaan: 56 (2005-2014) vii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, 24th June 2015 Gilang Gumilar Permady, 1111104000039 The Effect of Soaking Feet in Warm Water to The Quality of Sleep of Elderly In The Region PUSKESMAS Astanalanggar Losari Cirebon West Java xviii + 91 pages + 11 tables + 4 chart + 8 attachments ABSTRACT Sleep is a basic need that must be met by humans. Sleep disorders can lead to serious problems and even reduce quality of life. This often occurs in the elderly that decrease the quality of sleep. Soaking the feet in warm water can improve the microcirculation of the blood vessels and vasodilation causing a relaxing effect, followed by increased secretion of melatonin thus improving the quality of sleep. This study aimed to identify the effect of soaking feet in warm water to the quality of sleep of elderly in the region PUSKESMAS Astanalanggar. This study uses a quasi-experimental design approach to one group pretest-posttest. The sampling technique used purposive sampling with 20 respondents who had been in accordance with the inclusion and exclusion criteria. Intervention is given for 5 consecutive days. Measurement of sleep quality scores using the Pittsburgh Sleep Quality Index questionnaire. Differences in sleep quality scores were analyzed by paired t test and the scores of each component is analyzed using the Wilcoxon test. The results showed the influence of soaking feet in warm water for sleep quality before and after the intervention (p = 0.000; α = 5%). From these results it mean an increase in the quality of sleep after a soak feet in warm water. This study is expected to be an alternative option for nurses to apply soak feet in warm water to improve the quality of sleep of elderly. Keywords: quality of sleep, elderly, soaking feet with warm water Bibliography: 56 (2005-2014) viii KATA PENGANTAR Assalaamu ‘alaykum Wr. Wb. Alkhamdulillaahi robbil ‘aalamiin segala puji bagi ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan. Tidak lupa sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa syariat islam bagi kaum di seluruh dunia sehingga kita dapat hidup dalam zaman terang benderang ini. Bagi penulis, menteladani aspek kehidupan Nabi Muhammad merupakan tanda bukti cinta kita kepadanya. Dalam hal ini, salah satu aspek yang pernah Nabi Muhammad singgung adalah mengenai tidur. Inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur. Dalam menyusun skripsi ini, tentunya penulis jalani dengan penuh perjuangan. Kesulitan dan hambatan terus dilalui agar skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Semua itu bukan hanya karena semangat pribadi semata, namun ada motivasi dan dorongan moril yang luar biasa dari pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: ix 1. Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Maulina Handayani, S. Kp., M. SC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan sekaligus pembimbing kedua yang telah membimbing, memotivasi, mengkoreksi serta memberi banyak saran dan masukan dalam skripsi ini. 5. Ibu Nia Damiati, S.Kp, MSN selaku pembimbing pertama sekaligus Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Ns. Mardiyanti, S. Kep., M. Kep., MDS selaku pembimbing yang menggantikan ibu Nia dikarenakan sedang menjalani tugas belajar. Bimbingan, arahan dan kepedulian penuh yang membuat penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini. 7. Segenap Bapak dan Ibu dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan tempaan ilmu pengetahuan kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan serta staf akademik Bapak Syafi’i dan Ibu Syamsiyah yang telah banyak membantu. x 8. dr. Aria Arrochimmi selaku Kepala Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. 9. Orang tua serta keluarga besar yang telah memberikan semangat serta dukungan moril dan materiil untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 10. Teman – teman angkatan 2011 yang telah memberikan semangat serta tempat bertukar pikiran bagi penulis selama penyelesaian tugas kahir ini, khususnya Dina Setya R. K. yang selalu memberi semangat dan rela meluangkan waktunya untuk berbagi canda tawa dalam meluluhkan segala penatnya proses penulisan ini. Akhir kata, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulisan ini menyajikan yang terbaik dan mendekati kata sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH semata. Harapan penulis adalah semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam meningkatkan derajat kesehatan manusia. Wassalaamu ‘alaykum Wr. Wb. Jakarta, 24 Juni 2015 Gilang Gumilar Permady xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................i PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................................ii PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................iii LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................iv LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI...................................................v DAFTAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................vi ABSTRAK............................................................................................................vii ABSTRACT.........................................................................................................viii KATA PENGANTAR...........................................................................................ix DAFTAR ISI.........................................................................................................xii DAFTAR TABEL.................................................................................................xv DAFTAR BAGAN...............................................................................................xvi DAFTAR ISTILAH...........................................................................................xvii DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.............................................................................1 B. Rumusan Masalah........................................................................8 C. Tujuan Penelitian.........................................................................9 D. Manfaat Penelitian.....................................................................10 E. Ruang Lingkup Penelitian..........................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia.................................................................................12 1. Definisi Lanjut Usia................................................................12 2. Teori Menua...........................................................................14 3. Aspek Fisiologik dan Patologik..............................................17 B. Tidur...........................................................................................23 1. Pengertian Tidur.....................................................................23 2. Fisiologi Tidur........................................................................24 3. Tahap-tahap Tidur Normal.....................................................26 4. Siklus Tidur............................................................................26 5. Fungsi Tidur...........................................................................29 6. Kualitas Tidur.........................................................................29 7. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia..........................................33 8. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia..........................................34 9. Penatalaksanaan Gangguan Tidur..........................................36 C. Hydrotherapy.............................................................................38 1. Pengertian...............................................................................38 xii 2. Jenis-jenis Hydrotherapy........................................................38 3. Merendam Kaki Dengan Air Hangat......................................39 4. Respon Tubuh Saat Merendam Kaki dengan Air Hangat........40 D. Penelitian Terkait.......................................................................42 E. Kerangka Teori..........................................................................45 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep.......................................................................46 B. Hipotesis....................................................................................47 C. Definisi Operasional..................................................................48 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian........................................................................50 B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................51 C. Populasi dan Sampel..................................................................51 D. Instrumen Penelitian..................................................................54 E. Uji Validitas dan Reliabilitas......................................................58 F. Langkah-langkah Pengumpulan Data........................................60 G. Etika Penelitian..........................................................................63 H. Pengolahan Data........................................................................65 I. Analisis Data..............................................................................67 BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...........................................71 B. Analisis Univariat......................................................................72 1. Karakteristik Responden........................................................72 2. Komponen Kualitas Tidur......................................................73 3. Skor Total Kualitas Tidur.......................................................74 C. Analisis Bivariat.........................................................................75 1. Perbedaan Rerata Skor PSQI pada pre test dan post test.........75 BAB VI PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden............................................................79 1. Usia........................................................................................79 2. Jenis Kelamin.........................................................................79 B. Skor Total Kualitas Tidur...........................................................80 C. Skor Setiap Komponen Kualitas Tidur.......................................83 D. Keterbatasan Penelitian..............................................................88 xiii BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan................................................................................89 B. Saran..........................................................................................90 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel 3. 1 Definisi Operasional.....................................................................48 4. 1 Komponen dan Nomor Pertanyaan Kuesioner PSQI...................54 4. 2 5. 1 5. 2 5. 3 5. 4 5. 5 Hasil Uji Normalitas Data............................................................68 Distribusi Data Usia Responden..................................................72 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden...........................73 Rata-rata Skor Komponen Kualitas Tidur Responden.................74 Rata-rata Skor Total PSQI...........................................................75 Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Perbedaan Rerata Skor Kualitas Tidur Pada Pengukuran pre test post test.....76 Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Perbedaan Setiap Skor Komponen Kualitas Tidur Responden.......................77 5. 6 xv DAFTAR BAGAN Nomor Bagan Judul Bagan 2. 1 Siklus Tidur Orang Dewasa Normal............................................29 2. 2 Kerangka Teori.............................................................................45 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian........................................................46 4. 1 Desain Penelitian..........................................................................50 xvi DAFTAR ISTILAH BMR : Basal Metabolic Rate BPS : Badan Pusat Statistik BSR : Bulbar Synchronizing Regional DNA : Deoxyribose Nucleic Acid ESS : Epworth Sleepiness Scale FIQ : Fibromyalgia Impact Questionnaire GDS : Geriatric Depression Scale GH : Growth Hormone NREM : Non Rapid Eye Movement OHS : Obesity Hypoventilation Syndrome OSA : Obstructive Sleep Apnea PLMD : Periodic Limb Movement Disorder PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index PTT : Pengobatan Tradisional Tiongkok RAS : Reticular Activating System RDB : REM Behavior Disorder REM : Rapid Eye Movement RLS : Rest Legs Syndrome RNA : Ribose Nucleic Acid SCN : Suprachiasmatic Nucleus SDB : Sleep Disordered Breathing SQS : Sleep Quality Scale SSS : Stanford Sleepiness Scale UARS : Upper Airway Resistance Syndrome UIN : Universitas Islam Negeri WHO : World Health Organization xvii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 Lembar Pengumpulan Data Lampiran 3 Prosedur Merendam Kaki dengan Air Hangat Lampiran 4 Hasil Penilaian GDS dan Indeks Katz Lampiran 5 Hasil Penelitian Lampiran 6 Daftar Urut Nomor Responden Lampiran 7 Permohonan Izin Studi Pendahuluan Lampiran 8 Permohonan Izin Penelitian xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu akan mengalami proses perkembangan secara alami, mulai dari lahir hingga menjadi dewasa akhir atau lansia. Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana diketahui, manusia berkembang dari usia balita, remaja, dewasa dan lansia yang merupakan tahap akhir kehidupan. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsinya, selanjutnya memasuki usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2009). Usia lanjut dapat dimulai dari batasan umur setelah dewasa akhir. Kisaran dimulainya usia lanjut adalah sekitar 60 sampai dengan 65 tahun. Dalam bukunya Hardywinoto (2005) mengatakan yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Sedangkan WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) (Mubarok dkk, 2006). 1 2 Perkembangan lansia di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat, dengan semakin meningginya usia harapan hidup. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia) (Badan Pusat Statisik Indonesia, 2012). Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada urutan ketiga dari negara-negara Asia dengan jumlah lansia terbesar setelah Cina dan India (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Seiring dengan banyaknya jumlah lansia di Indonesia, maka perlu perhatian khusus untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Pertambahan umur menyebabkan terjadinya perubahan dalam tahapan tidur. Pada kenyataannya, meskipun mereka mempunyai waktu yang cukup untuk tidur, tetapi terjadi penurunan kualitas tidur. Pada usia lanjut terjadi penurunan tidur tahap 3, tahap 4, tahap REM dan REM laten tetapi mengalami peningkatan tidur tahap 1 dan 2. Perubahan ini menimbulkan beberapa efek yaitu: kesulitan untuk mengawali tidur, menurunnya total sleep time, sleep efficiency, transient arousal dan bangun terlalu dini (Bliwise & Endeshaw 2006). Lansia mengalami episode tidur REM yang cenderung memendek, terdapat penurunan yang progesif pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Seorang lansia 3 yang terbangun lebih sering di malam hari, dan membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur (Potter & Perry, 2011). Tidur menjadi kebutuhan setiap manusia dan merupakan suatu siklus yang rutin setiap harinya (Galimi, 2010). Setelah beraktivitas manusia membutuhkan waktu untuk mengembalikan fungsi normal tubuh, salah satunya dengan tidur. Sebagian orang mengeluhkan tidak bisa tidur dimalam hari. Kasus ini paling sering terjadi pada usia lanjut. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Anwar (2010) pada seorang lansia berusia 66 tahun dengan indikasi adanya gangguan tidur, hasilnya menunjukkan bahwa gangguan tidur yang dialami subyek sudah sangat mengganggu, bahkan obat tidur yang diminumnya dosisnya semakin tinggi. Penelitian lain oleh Hidayati dan Khasanah (2012) juga menemukan bahwa dari 97 orang lansia, 68 responden (70,1%) mempunyai kualitas tidur buruk. Adapun gangguan masalah tidur yang sering dialami lansia berupa susah tidur pulas, sering terbangun di malam hari dan sulit memulai tidur kembali, berkurangnya waktu tidur malam, semakin panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur (sleep latency), perasaan tidur yang kurang, terbangun cepat dan tidur sekejap pada siang hari (naps) sering terjadi berulang dan tidak disadari. Jumlah total waktu tidur normal pada kebutuhan tidur sewajarnya yaitu 6 jam/hari (Potter & Perry, 2011). Perubahan pola tidur pada lansia didasari oleh berubahnya ritme sirkadian. Hal ini dikarenakan oleh aspek fisiologis dimana terjadi penurunan sistem endokrin. Salah satu contoh penurunan sistem endokrin adalah terganggunya sekresi norepinephrine dan serotonin. Keduanya berperan 4 dalam hal terjaga dan rasa kantuk. Hal inilah yang mengakibatkan gangguan tidur. Fungsi dari sistem organ makhluk hidup diatur oleh ritme sirkadian selama 24 jam. Ritme sirkadian mengatur siklus tidur, suhu tubuh, aktivitas saraf otonom, aktivitas kardiovaskuler dan sekresi hormon. Pusat pengaturan ritme sirkadian adalah suprachiasmatic nucleus (SCN) di hipotalamus. Faktor yang mempengaruhi kerja dari SCN adalah cahaya, aktivitas sosial dan fisik (Bliwise & Endeshaw, 2006). Pada saat cahaya masuk ke retina maka neuron fotoreseptor SCN akan teraktivasi. SCN akan merangsang pineal gland untuk mensekresikan melatonin yang dapat menimbulkan rasa kantuk (Galimi, 2010). Penurunan fungsi dari SCN berkaitan dengan pertambahan umur. Pada usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi SCN akan menyebabkan terjadinya gangguan pada ritme sirkadian (Bliwise & Endeshaw, 2006). Kualitas tidur yang kurang berhubungan dengan adanya insomnia, Rest Legs Syndrome (RLS) dan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Colten & Altevogt (2006) menyampaikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tidur seperti faktor fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Adanya perubahan pada aspek-aspek tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya waktu tidur. Tidur yang kurang dapat menyebabkan beberapa gangguan pada respon imun, metabolisme tubuh dan fungsi kardiovaskular. Penanganan gangguan tidur dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara farmakologi dan secara non farmakologi. Secara farmakologi yaitu dengan memberikan obat sedative hipnotik seperti golongan benzodiazepine (ativan, valium, dan diazepam) (Widya, 2010). Namun, pada lansia terjadi 5 perubahan farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat dalam tubuh lansia yang menyebabkan penatalaksanaan dengan farmakologis sangat memberi risiko pada lansia. Dengan demikian penatalaksanaan secara non farmakologi adalah pilihan alternative yang lebih aman, yakni dengan cara terapi stimulus control, melakukan olah raga ringan, berjalan kaki pada pagi hari, berlari-lari kecil, senam atau sekedar peragangan otot, terapi relaksasi (Putra, 2011). Salah satu terapi relaksasi adalah dengan menggunakan air. Hydrotherapy adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan meringankan berbagai keluhan. Untuk tujuan ini, air bisa digunakan dalam banyak cara dan kemampuannya sudah diakui sejak dahulu, terutama di kerajaan Yunani, kekaisaran Romawi dan Kebudayaan Turki juga oleh masyarakat Eropa dan Tiongkok kuno. Masyarakat umum juga menyadari bahwa manfaat air hangat adalah untuk membuat tubuh lebih rileks, menyingkirkan rasa pegal-pegal dan kaku di otot, dan mengantar agar tidur bisa lebih nyenyak (Sustrani, Alam, Hadibroto, 2006). Dalam pemaparan Dinkes (2014) air hangat membuat kita merasa santai, meringankan sakit dan tegang pada otot dan memperlancar peredaraan darah. Maka dari itu, berendam air hangat bisa membantu menghilangkan stres dan membuat kita tidur lebih mudah. Suhu air hangat yang dipakai berkisar 40oC. Praktek merendam kaki dengan air hangat adalah satu metode perawatan kesehatan yang populer di kalangan masyarakat Tiongkok. Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT) merekomendasikan rendam kaki dengan air hangat setiap hari untuk meningkatkan sirkulasi darah dan 6 mengurangi kemungkinan demam. Terapi rendam kaki dengan air hangat mencapai serangkaian perawatan kesehatan yang efisien melalui tindakan pemanasan, tindakan mekanis dan tindakan kimia air serta efek penyembuhan dari uap obat dan medis pengasapan. Dipaparkan juga oleh Flona (2010) bahwa berendam dengan air hangat yang bersuhu 38°C selama minimal 10 menit dengan menggunakan aromatherapy mampu meredakan ketegangan otot dan menstimulus produksi kelenjar otak yang membuat tubuh terasa lebih tenang dan rileks. Raisanen (2010) juga mengungkapkan ada enam keuntungan dari air hangat yaitu mengurangi stres, mendetoksifikasi, membuat tidur nyenyak, merelaksasikan otot dan meredakan sakit dan nyeri di otot dan sendi, meningkatkan kerja jantung, melawan penyakit dan meredakan kesesakan. Pengobatan Tradisional Tiongkok menyebut kaki adalah jantung kedua tubuh manusia, barometer yang mencerminkan kondisi kesehatan badan. Ada banyak titik akupunktur di telapak kaki. Enam meridian (hati, empedu, kandung kemih, ginjal, limpa dan perut) ada di kaki (Arnot, 2009). Hal ini didukung dengan penelitian yang telah di lakukan Khotimah (2012) bahwa terapi rendam air hangat pada kaki memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga meningkatkan kuantitas tidur. Rendam air hangat pada kaki efektif digunakan untuk meningkatkan kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur. Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia. Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, 7 usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Adanya gangguan tidur dapat mengakibatkan masalah kesehatan seperti gangguan pada metabolisme hormon, kardiovaskular dan penurunan respon imun. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi, yakni berkisar lebih dari 60%. Gangguan tidur pada lansia memiliki dampak serius yakni mengantuk berlebihan disiang hari, gangguan atensi dan memori, mood, depresi, resiko tinggi terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya dan penurunan kualitas tidur. Untuk itu gangguan tidur pada lansia harus mendapat perhatian dan penanganan yang serius . Usia lanjut sangat rentan dalam menghadapi status kesehatannya dan kemungkinan komplikasi begitu besar. Manajemen pengelolaan terapi pada lansia harus sangat terkontrol. Kurangnya tidur dapat menimbulkan masalah yang berarti bagi lansia. Dari data di atas, tergambar bahwa seseorang dengan usia lanjut mengalami gangguan tidur yang sangat berarti. Mereka tidak memiliki pengetahuan lebih terkait gangguan tidur dan cara mengatasinya. Oleh karena itu, pengkajian terhadap kualitas tidur dan pengaruh dari merendam kaki dengan air hangat sangat penting dilakukan sehingga nantinya klien dapat melakukan bagian dari asuhan keperawatan secara mandiri. Selain itu, perawat juga dapat mempertimbangkan cara ini sebagai metode alternatif untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Peran perawat dalam menangani masalah gangguan tidur merupakan hal yang sangat penting karena banyak sekali dampak negatif yang diakibatkan oleh gangguan tidur. Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan salah satu instrumen yakni, the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk 8 mengidentifikasi tentang kualitas tidur secara subjektif, durasi tidur, gangguan yang terjadi selama tidur, kebiasaan waktu mulai tidur, kebiasaan penggunaan obat untuk membantu tidur (Buysse et al, 1989). Hasil studi pendahuluan dengan analisis data dan wawancara terhadap 15 lansia di Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon bahwa lansia mengatakan mengeluh susah tidur di malam hari, pergi tidur antara jam 8 sampai jam 9, tetapi ada juga yang tidur jam 11. Lansia mengatakan sering terbangun pada malam hari rata–rata 4-6 kali untuk ke kamar mandi dan setelah itu sulit untuk jatuh tertidur lagi. Kondisi lain yang di alami lansia sehingga terbangun pada malam hari dikarenakan merasakan susah bernapas, terbangun karena mimpi dan keadaan lingkungan yang berisik. Keluhan lain yang dialami lansia adalah merasa kurang segar setelah bangun di pagi hari, mengantuk disiang hari namun ada 7 lansia yang mengeluh tidak bisa tidur disiang hari waluapun sudah mengantuk dan ada keinginan untuk tidur. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur pada lansia”. B. Rumusan Masalah Prevalensi lansia diperkirakan akan terus meningkat terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk diantaranya Indonesia. Peningkatan angka lansia sangat erat kaitannya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosial ekonomi berdampak pada 9 peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Berbagai studi mengenai kualitas tidur pada lanjut usia dan metode penanganan gangguan tidur pada lanjut usia baik yang farmakologis dan non farmakologis sudah dilakukan sebelumnya, namun penanganan secara farmakologis memiliki efek samping yang sangat beresiko terhadap kesehatan lansia. Metode relaksasi merupakan terapi yang efektif agar dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Salah satu contoh metode relaksasi yakni dengan merendam kaki menggunakan air hangat. Beberapa penelitian terkait dengan masalah tidur dan lansia telah dilakukan namun peneliti belum menemukan penelitian yang membahas intervensi alternative khususnya penggunaan air hangat dalam meningkatkan kualitas tidur pada lansia, sehingga menurut peneliti hal tersebut perlu untuk dilakukan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pada kualitas tidur lansia dengan terapi merendam kaki dengan air hangat di Wilayah Kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui adakah pengaruh setelah perlakuan merendam kaki dengan air hangat pada kualitas tidur lansia setelah di wilayah kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. 10 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia dan jenis kelamin) terhadap kualitas tidur. b. Mengidentifikasi komponen kualitas tidur (kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi di siang hari) pada responden. c. Mengidentifikasi skor kualitas tidur responden sebelum intervensi merendam kaki dengan air hangat. d. Mengidentifikasi skor kualitas tidur responden setelah intervensi merendam kaki dengan air hangat. e. Mengidentifikasi perbedaan rerata skor responden sebelum dan sesudah intervensi merendam kaki dengan air hangat. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pelayanan Keperawatan a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan lansia dan dapat menjadi landasan dalam melakukan intervensi guna meningkatkan kualitas tidur pasien. b. Menjadi aspek penting bagi perawat dalam memberikan edukasi pada lansia dengan menekankan pemenuhan kebutuhan tidur. 2. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dalam hal pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia dengan intervensi non-farmakologis. 11 3. Bagi Peneliti Penelitian ini menjadi acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan melalui proses pengumpulan data dan informasi-informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti, dianalisis, dan disusun dalam sebuah karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat, serta menambah kekayaan intelektual. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan desain studi pra eksperimen dengan pendekatan One-Group pre test post test. Intervensi merendam kaki sebelum tidur dilakukan selama 5 hari berturut-turut. Data yang digunakan adalah data primer dengan metode pengambilan data melalui pengisian kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Subjek yang diteliti adalah lansia di wilayah kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. Waktu penelitian berkisar dari April sampai Mei 2015. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut usia Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran kemampuankemampuan kognitif seperti mudah lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru. Kemunduran lain yang dialami adalah kemunduran fisik antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul (Maryam, dkk, 2008). Hardywinoto (2005) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Sedangkan WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) (Mubarok, dkk, 2006). Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar 12 13 ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam, dkk, 2008). Usia lanjut dapat diklasifikasikan menjadi lima (Maryam, dkk, 2008) yaitu: a. Pralansia (Presinilis) adalah seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. c. Lansia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. d. Lansia Potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa. e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa seseorang di katakan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun atau lebih dan dikatakan potensial apabila masih produktif yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak potensial apabila tidak produktif yang bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penduduk lanjut usia terus mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2007 jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20, 54 juta jiwa pada tahun 2009. Jumlah ini termasuk terbesar ke empat setelah Amerika, India, dan Tiongkok (BPS, 2012). 14 Seperti diketahui, Indonesia sekarang berada dalam transisi demografi, persentasi lansia diproyeksikan menjadi 11, 34% pada tahun 2020 yang akan datang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat/populasi “muda” (1971) menjadi populasi yang lebih “tua” pada tahun 2020. Pergeseran ini menuntut perubahan dalam strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain perlu perhatian lebih dan prioritas untuk penyakit-penyakit pada usia dewasa dan lansia (Darmojo, 2009). 2. Teori Menua Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus menerus, dan berkesinambungan. Pada dasarnya ada dua faktor yang menyebabkan proses penuaan terjadi, yaitu faktor internal (radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen) dan faktor eksternal (gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan) (Stanley & Beare, 2007). Menua (aging) juga merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010). Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologi, dan teori spiritual. 15 a. Teori biologi 1) Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi (Maryam, dkk, 2008). 2) Teori genetik dan mutasi Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Maryam, dkk, 2008). Teori mutasi somatik, menurut teori ini menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang kehidupan akibat lingkungan yang buruk. Setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA menjadi RNA), maupun dalam proses translasi (RNA ke protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah, sehingga mengakibat penurunan fungsional sel (Darmojo, 2009). 3) Teori immunologi Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah. Destruksi bagian jaringan yang luas dapat terjadi sebelum respon dimulai. Disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam 16 perkembangan penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Perry & Potter, 2011). 4) Teori stress Proses menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai (Maryam, dkk, 2008). 5) Teori rantai silang Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat. Reaksi kimia ini menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi (Nugroho, 2008). b. Teori psikologi Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. 17 Dengan adanya penurunan fungsi sensorik, maka akan terjadi penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi yang berbeda dari stimulus yang ada (Maryam, dkk, 2008). c. Teori spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan. Kepercayaan adalah sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan antara orang dan lingkungan yang terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan (Maryam, dkk, 2008). 3. Aspek Fisiologik dan Patologik Dengan makin lanjutnya usia seseorang, maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik (dan fungsional) atas organ-organnya makin besar (Darmojo, 2009). Proses ini menyebabkan perubahanperubahan pada lansia diantaranya adalah: a. Perubahan sistem panca-indra Terdapat berbagai perubahan morfologik baik pada mata, telinga, hidung, syaraf perasa di lidah dan kulit. Perubahan yang bersifat degeneratif ini yang bersifat anatomik fungsional, memberi manifestasi pada morfologi berbagai organ panca indra tersebut baik pada fungsi melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasa dan perabaan. Pada 18 keadaan yang ekstrim bahkan bisa bersifat patologik, misalnya terjadinya ektropion/entropion, ulkus kornea, glaukoma dan katarak pada mata, sampai pada keadaan konfusio akibat penglihatan yang terganggu. Pada telinga dapat terjadi tuli konduktif, sindrom Meniere (Keseimbangan) (Darmojo, 2009). b. Perubahan sistem gastro-intestinal Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk (karies gigi) dan gizi yang buruk, serta berkurangnya kekuatan otot rahang sehingga sering kali menyebabkan lansia kelelahan pada saat mengunyah makanan. Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indra pengecap (± 80%), hilangnya sensitifitas syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis, asin, asam dan, pahit sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan yang dapat mengakibatkan kondisi defisiensi nutrisi pada lansia. Esofagus mengalami kemunduran dalam melakukan gerakan peristaltik, sehingga dapat menyebabkan lansia merasa disfagia, nyeri dada, muntah. Asam lambung menurun sehingga sensitifitas rasa lapar menurun dan waktu mengosongkan lambung menurun. Perubahan pada usus halus termasuk atropi dari permukaan mukosa, menipisnya lapisan villi, dan berkurangnya jumlah dari folikel limfatik. Pada pankreas terjadi penurunan jumlah sekresi pankreatik serta pengeluaran enzim yang berkurang. Penurunan aktivitas enzim berhungan dengan 19 pencernaan lemak. Kemampuan peristaltik usus melemah sehingga biasanya timbul konstipasi pada lansia (Darmojo, 2009). c. Perubahan sistem kardiovaskuler Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat (Darmojo, 2009). d. Perubahan sistem respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas. Semua ini berakibat menurunnya rasio ventilasi-perfusi dibagian paru yang tak bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen. Oklusi sebagian atau total saluran napas atas dapat terjadi, hal ini dapat menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Disamping itu, terjadi penurunan refleks batuk dan refleks fisiologik lain yang menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut pada saluran napas bawah (Darmojo, 2009). e. Perubahan sistem endokrin Produksi semua hormon menurun begitu pula menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya Basal Metabolic Rate (BMR) juga menurunnya pertukaran zat dan produksi aldosteron, estrogen dan testosteron. Kematian sel merupakan hal yang mendominasi pada perubahan sistem endokrin secara fisiologis, karena kematian sel inilah perubahan sistem endokrin pada lansia ditemukan bahwa hampir semua 20 produksi hormon berkurang. Salah satu contoh penurunan sistem endokrin adalah terganggunya sekresi norepinephrine dan serotonin. Keduanya berperan dalam hal terjaga dan rasa kantuk. Hal inilah yang mengakibatkan gangguan tidur. (Darmojo, 2009). f. Perubahan sistem muskulokeletal Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh sehingga menyebabkan pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, begitupun dengan persendian yang menjadi kaku dan membesar. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis, juga adanya atrofi serabut otot sehingga menyebabkan pergerakan yang lambat, otot-otot dapat mudah menjadi kram dan tremor, sehingga sering dijumpai sebagai gejala Restless Legs Syndrome (RLS), tetapi pada otot polos tidak begitu terpengaruh. Dengan bertambahnya usia, proses berpasangan (“coupling”) penulangan yaitu perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya aktivitas tubuh, juga akibat menurunnya hormon estrogen (wanita), vitamin D (terutama mereka yang kurang terkena sinar matahari) dan beberapa hormon lain, misalnya parathormon dan kalsitonin (Darmojo, 2009). g. Perubahan sistem perkemihan Terjadi perubahan yang signifikan pada sistem perkemihan. Banyak yang mengalami kemunduran contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorbsi oleh ginjal, hilangnya protein terus menerus dari ginjal, penurunan kapasitas kandung kemih, nokturia, peningkatan 21 inkontinensia urgensi, dan stres pada wanita terjadi akibat penurunan tonus otot perineal. Pada pria sering terjadi retensi urin dan sulit berkemih akibat pembesaran prostat (Potter & Perry, 2011). h. Perubahan sistem imun Sistem imun merupakan mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sebanyak 30% kematian pada lansia disebabkan oleh penyakit infeksi. Bagian tubuh yang bertanggung jawab dalam hal penanganan penyakit infeksi dalam tubuh adalah sistem barier tubuh. Contoh sistem barier pada tubuh adalah batuk, bersin, permukaan mukosa, kulit, sel silia, air mata dan, pH lambung. Pada lansia mekanisme pertahanan ini mengalami penurunan kemampuan, hal ini menyebabkan penurunan kemampuan tubuh dalam menghilangkan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Penurunan sensitivitas imun pada lansia berhubungan dengan penurunan kelenjar-kelenjar imun, seperti kelenjar timus, kelenjar limfe, dan limpa (Fatmah, 2010). i. Perubahan sistem saraf Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Selain penurunan berat otak, terjadi juga penebalan meningen, kedalaman giri dan sulci berkurang pada otak lansia (Darmojo, 2009). Pada lansia, resiko sindrom Parkinson dan demensia tipe Alzheimer disebabkan oleh adanya degenerasi pigmen substansia nigra, kekusutan neurofibriler, dan juga pembentukan badan-badan hinaro. Perubahan 22 patologik pada jaringan saraf sering diikuti berbagai penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, hipertiroid, hipotiroid, yang juga menyebabkan gangguan pada susunan saraf tepi (Fatmah, 2010). Perubahan lain yang terjadi pada lansia yakni perubahan kognitif dan perubahan psikososial (Potter & Perry, 2011). a. Perubahan Kognitif Kemampuan kognitif terdiri dari intelektual atau kecerdasan, ingatan atau konsentrasi, dan bahasa. Pada lansia mengalami penurunan atau kerusakan umum fungsi intelektual yang biasa disebut dengan demensia. Lansia juga mengalami penurunan kemampuan dalam mengingat jangka pendek dan menyimpan informasi baru ke memori jangka panjang juga menurun. Perubahan kemampuan bahasa juga ikut mengalami penurunan, misalnya dapat dijumpai adanya Sindrom Wernicke (Potter & Perry, 2011). b. Perubahan psikososial Perubahan psikososial terus terjadi seiring dengan terjadinya penuaan. Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada mayoritas lansia seperti; pensiun, isolasi sosial, seksualitas, dan kematian. Akibat perubahan ini, lansia dapat mengalami depresi yang beratnya tergantung pada stressor yang di dapat. Pada umumnya depresi dapat mengakibatkan gangguan tidur, berat tidaknya gangguan tidur tergantung dari depresi yang dialaminya (Potter & Perry, 2011). 23 B. Tidur 1. Pengertian Tidur Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, dimana terjadi perubahan status kesadaran dalam jangka waktu tertentu. Ketika seseorang mendapatkan tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih. Tidur juga merupakan metode untuk perbaikan dan pemulihan sistem tubuh. Kualitas dan kuantitas tidur yang tepat dapat memberikan kontribusi terhadap kesehatan yang optimal (Potter & Perry, 2011). Pemaparan serupa juga disebutkan oleh Black (2008) yang mengatakan bahwa tidur merupakan keadaan normal yang ditandai dengan adanya perubahan kesadaran selama tubuh dalam periode istirahat. Penurunan kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan yang ada di sekitarnya juga terjadi pada periode ini, namun individu dapat dibangunkan dari tidurnya kembali dengan rangsangan dari luar. Tidur merupakan suatu siklus yang ditandai adanya penurunan kesadaran dan aktivitas fisik dan proses metabolisme disertai adanya mimpi selama periode terntentu dan berulang. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tidur merupakan keadaan normal dan alamiah. Pada kondisi tidur, terjadi penurunan kesadaran dan aktivitas fisik. Penurunan kemampuan merespon rangsangan dari sekitar juga terjadi. Keadaan ini terjadi pada periode tertentu dan berulang-ulang. 24 2. Fisiologi Tidur Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Pusat pengaturan tersebut terdapat pada medula oblongata (Hidayat, 2008). Pengaturan siklus tidur merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan. Mekanisme homeostasis dalam siklus tidur berhubungan dengan aktivitas sel-sel neuron dalam batang otak serta peran dari neurotransmitter yang diproduksi hipotalamus (Juddith, 2010). Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Hidayat, 2008). Beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan tidur dan terbangun. Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme serebral dalam batang otak ini menghasilkan serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls syaraf ke otak dan juga berperan spesifik dalam menginduksi rasa kantuk. Saat tidur terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR). Sedangkan pada saat bangun bergantung dari 25 keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008). Waktu tidur dikontrol oleh Suprachiasmatic Nucleus (SCN) yang mengatur irama sirkadian. Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin. Melatonin merupakan hormon katekolamin yang diproduksi secara alami dan dapat membantu irama sirkadian pada siklus tidur bangun (Potter & Perry, 2011). Keadaan terjaga dikendalikan oleh neurotransmitter norepinephrine, sedangkan keadaan tidur dikendalikan oleh serotonin yang diubah menjadi melatonin (Wold, 2008). Katekolamin yang dilepaskan dari neuron-neuron Reticular Activating System akan menghasilkan hormon norepinephrine yang umumnya hormon ini akan merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Seseorang dalam keadaan stress atau cemas, kadar hormon ini akan meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga. Menurut Potter dan Perry (2011) seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba tertidur maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa tertidur. Penurunan aktivitas RAS akan menurunkan aktivitas korteks serebral ditambah dengan peningkatan kadar melatonin yang membuat mengantuk dan pada akhirnya tertidur. 26 Seseorang akan terbangun dari tidurnya jika ada rangsangan dari lingkungan yang menstimulasi RAS untuk aktif. 3. Tahap-tahap Tidur Normal Tidur yang normal dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu periode terjaga atau bangun, tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tidur Rapid Eye Movement (REM). Tidur NREM dan REM merupakan komponen utama dan penting dalam mempertahankan fungsi tubuh seharihari. Selama NREM seorang yang tidur mengalami kemajuan melalui empat tahapan selama 90 menit dari siklus tidurnya. Kualitas tidur semakin meningkat dari tahap 1 sampai tahap 4. Tahap 1 dan 2 merupakan tidur yang dangkal dan seseorang mudah terbangun, sedangkan tahap 3 dan 4 adalah tidur dalam dan sulit terbangun. Fase akhir dari tidur yakni REM yang kira-kira lamanya 90 menit (Potter & Perry, 2011). Pada saat periode NREM, hormon disekresi untuk meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Sedangkan tidur REM merupakan periode yang aktif dan disertai mimpi. Periode REM yang cukup dapat berdampak pada proses mengolah informasi, menyimpan memori jangka panjang dan kemampuan konsentrasi (Caple & Grose, 2011). 4. Siklus Tidur Siklus tidur normal dimulai dengan tahap pra tidur, yakni perubahan dari keadaan sadar sampai mengantuk, lamanya sekitar 10-30 27 menit. Selanjutnya, memasuki tahap tidur untuk menyelesaikan 4-6 tahap dalam siklus tidur (Potter & Perry, 2011). Adapun siklus tidur sebagai berikut: a. Periode terjaga Periode ini ditandai dengan mata terbuka dan beresponnya individu terhadap lingkungan sekitarnya. Seseorang juga dapat merasakan rileks pada periode ini, dan pada akhirnya merasa mengantuk. b. Periode tidur NREM (75%) Periode tidur NREM dimulai dari tidur dangkal sampai tidur dalam. Tidur NREM berhubungan dengan fungsi aktivitas otot, penurunan pernapasan, penurunan aktivitas otak. Selama periode tidur metabolisme meningkat disertai dengan aliran darah terutama pada daerah otak (Wilson, 2008). Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yang menunjukkan tingkat kedalaman tidur setiap masing-masing tahapnya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Tahap-tahap periode tidur NREM adalah sebagai berikut: 1) Tahap 1 (5% NREM) Ditandai dengan mata mulai menutup, perasaan lebih rileks, pikiran hilang timbul dan merasa seperti melayang, pada tahap ini seseorang mudah dibangunkan. Tahap ini disebut juga tidur ringan yang ditandai dengan penurunan aktivitas fisik, tandatanda vital dan metabolisme (Potter & Perry, 2011; Wilson, 2008). 28 2) Tahap 2 (45% NREM) Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara, adanya peningkatan relaksasi dan gerakan mata mulai berkurang serta masih mudah untuk dibangunkan. Tahap ini terjadi selama 10-20 menit (Potter & Perry, 2011; Wilson, 2008). 3) Tahap 3 (12% NREM) Tahap ini disebut sebagai awal tidur yang dalam dan berlangsung sekitar 15-30 menit. Kondisi otot pada tahap ini dalam keadaan santai penuh, tanda vital menurun tetapi tetap teratur. Biasanya pada tahap ini orang akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak (Potter & Perry, 2011). 4) Tahap 4 (13% NREM) Tahap ini merupakan tahap tidur yang terdalam, sangat sulit dibangunkan disertai penurunan tanda-tanda vital, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tidur sambil berjalan dan enuresis dapat terjadi pada tahap ini (Potter & Perry, 2011). c. Periode tidur Rapid Eye Movement (REM) Tidur REM umumnya terjadi sekitar 90 menit setelah tertidur bersama siklus tidur NREM yang ditandai dengan gerakan mata yang cepat, kelopak mata tertutup, pernapasan lebih cepat, tidak teratur dan dangkal, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Tahap ini juga ditandai dengan penurunan tonus otot dan peningkatan sekresi lambung. Tidur REM merupakan 20-25% dari siklus tidur (Potter & Perry, 2011). 29 Bagan 2. 1 Siklus tidur orang dewasa normal Sumber: Potter & Perry, 2011 5. Fungsi Tidur Tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan energi untuk periode terjaga berikutnya. Periode tidur juga bagian dari proses mempertahanan fungsi fisiologis normal. Penggunaan energi sehari-hari perlu diganti dengan periode istirahat pada waktu malam hari (Potter & Perry, 2011). Dalam siklus tidur dikenal tahap REM, tahap ini sangat penting untuk jaringan otak dan memelihara fungsi kognitif. Tidur REM menyebabkan perubahan aliran darah ke otak, peningkatan aktivitas korteks, peningkatan konsumsi oksigen dan pengeluaran ephineprine. Selain itu, tidur juga berfungsi untuk mempertahankan fungsi mental, memori, aktivitas sistem imun dan regulasi hormon (Potter & Perry, 2011). 6. Kualitas Tidur Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang tepat. Tidur yang berkualitas merupakan suatu keadaan 30 tidur yang dijalani seorang individu dan menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitas dari tidur seperti durasi tidur, latensi tidur dan aspek subjektif dari tidur seperti kepuasan tidur dan gangguan tidur. (Khasanah, 2012). Pengkajian tentang kualitas tidur dapat dilakukan dengan beberapa kuesioner. Ada tiga contoh instrument untuk pengkajian kebutuhan istirahat tidur antara lain Stanford Sleepiness Scale (SSS), The Epworth Sleepiness Scale (ESS), The Pittburgh Sleep Quality Index (PSQI). Dimana SSS dan ESS digunakan untuk mengukur perasaan mengantuk atau kelelahan pada waktu tertentu, tetapi ESS lebih mengukur kecenderungan tertidur dan jatuh tidur pada waktu tertentu. Selain itu ada juga Sleep Quality Scale (SQS) dimana kuesioner tersebut mempunyai enam komponen, yaitu; gejala di siang hari, kebugaran setelah tidur, masalah saat memulai tidur, mempertahankan tidur, kesulitan bangun dari tidur, dan kepuasan terhadap tidur. Sedangkan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang terdiri dari tujuh komponen meliputi latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, kebiasaan penggunaan obat tidur, gangguan saat siang hari dan kualitas tidur subjektif (Buysse, 1989; Smyth, 2012). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur adalah: a. Usia Penuaan menyebabkan perubahan yang dapat mempengaruhi pola tidur. Pada usia lanjut proporsi waktu yang dihabiskan dalam tidur 31 tahap 3 dan tahap 4 menurun, sementara yang dihabiskan di tidur ringan tahap 1 meningkat dan tidur menjadi kurang efisien. Bertambahnya usia juga berhubungan dengan penurunan kualitas tidur malam, misalnya sekitar 30% individu mengalami insomnia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan irama sirkadian yang mengatur siklus tidur dan menyebabkan gangguan siklus tidur dan terjaga (Juddith, Julie, & Elizabeth, 2010; Potter & Perry, 2011). b. Penyakit fisik Tidur dapat terganggu dengan adanya penyakit fisik yang diderita, diantaranya adalah asma, jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, hipotiroid dan hipertiroid. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi masalah tidur. Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa, seperti memperoleh posisi tertentu agar mencegah komplikasi atau dalam rangka imobilisasi (Potter & Perry, 2011). c. Obat-obatan dan zat tertentu Beberapa obat dapat menimbulkan efek samping terhadap penurunan tidur REM. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari (Potter & Perry, 2011). 32 d. Gaya hidup Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur, semakin tinggi tingkat kelelahan maka akan tidur semakin nyenyak yang menyebabkan periode tidur REM lebih pendek. Gaya hidup seseorang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein, alkohol, dan penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan masalah tidur. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi pola tidur adalah akibat bekerja berat, aktivitas sosial yang larut serta perubahan pola makan waktu malam hari (Potter & Perry, 2011). e. Stres emosional Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur. Stres emosional membuat seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyababkan kebiasaan tidur yang buruk. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan kehilngan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang membuat seseorang untuk cemas dan depresi (Hardy, 2008; Potter & Perry, 2011). 33 f. Lingkungan Lingkungan tempat seseorang tidur dapat berpengaruh pada kemampuan untuk mulai tertidur dan mempertahankan waktu tidurnya. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur juga mempengaruhi kualitas tidur. Selain itu, cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada yang menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-remang atau tetap menyala. Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan (Potter & Perry, 2011). g. Asupan makanan dan kalori Gangguan pola tidur dapat berhubungan dengan pola makan. Makan dalam porsi besar, berat dan berbumbu pada makan malam juga menyebabkan makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu tidur. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung kafein, nikotin, alkohol dan xanthine dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga berdampak pada perubahan pola tidur (Potter & Perry, 2011). 7. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia Jumlah tidur total pada umumnya tidak berubah sesuai pertambahan usia, akan tetapi kualitas tidur pada lansia kebanyakan berubah (Potter & Perry, 2011). Periode REM cenderung memendek dimana terdapat progresif pada tahap tidur NREM 3 dan NREM 4, bahkan beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap tidur 4 atau disebut tidur 34 dalam. Selama proses penuaan, pola tidur mengalami perubahan yang khas, yang berbeda dengan orang pada umumnya/dewasa normal. Hal tersebut mencakup latensi tidur, gangguan tidur pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang serta waktu untuk tidur lebih dalam menurun. Pada penelitian di laboratorium tidur, lansia memiliki waktu tidur dalam (delta sleep) yang pendek, justru lebih panjang pada periode tidur stadium satu dan dua. Dari hasil test dengan alat Polysomnographic ditemukan lansia mempunyai penurunan yang signifikan dalam Rapid Eye Movement (REM) dan Slow Wave Sleep. Pada lansia juga terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal, yang mengakibatkan kurang sensitif terhadap pencahayaan terang dan gelap (Darmojo, 2009). Normalnya irama sirkadian menjalankan peranan dalam pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Pada usia lanjut ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Hormon melatonin yang diekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun seiring bertambahnya usia (Darmojo, 2009). 8. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, penyebab gangguan tidur pada lanjut usia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Darmojo (2009) menyatakan bahwa ada 3 gangguan tidur yang digolongkan sebagai gangguan tidur primer, yakni terdiri atas; 35 a. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan (Sleep Disordered Breathing). Gangguan tidur ini ditandai dengan mengorok saat tidur dan mengatuk hebat pada siang hari. Gangguan tidur ini dibagi menjadi 3, yaitu; Upper Airway Resistance Syndrome (UARS), Obstructive Sleep Apnea (OSA), Obesity Hypoventilation Syndrome (OHS). Jenis yang paling banyak ditemukan adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang terjadi karena oklusi sebagian atau total saluran napas atas. Hal ini disertai dengan penurunan tonus otot pernapasan dan jaringan pada cavum oral selama tidur. b. Sindrom kaki kurang tenang atau Restless Legs Syndrome (RLS) dan gangguan gerakan tungkai secara periodik atau Periodic Limb Movement Disorder (PLMD). Restless Legs Syndrome (RLS) ditandai dengan rasa tidak enak pada kaki yang berlebihan selama malam saat penderita istirahat. Penderita juga merasa seperti dirayapi semut atau hewan kecil sehingga menyebabkan penderita menggerakkan kakinya, atau berjalan guna menghilangkan rasa tidak enak tersebut. Sedangkan gangguan tungkai yang periodik atau juga disebut Periodic Limb Movement Disorder (PLMD), mungkin menyertai sindrom kaki kurang tenang atau berdiri sendiri. Biasanya ditandai gerakan yang tiba-tiba dan berulang contohnya gerakan menendang, lamanya sekitar 20-40 detik. Dengan adanya kondisi seperti ini, penderita biasanya mengeluhkan rasa lelah yang berlebihan saat bangun tidur dan tidur tidak nyenyak. 36 c. Gangguan perilaku Rapid Eye Movement (REM). Gangguan ini sangat jarang terjadi, tetapi sering muncul pada usia lanjut. Proses yang mendasari gangguan ini adalah disinhibisi transmisi aktivitas motorik saat bermimpi. Pasien sering jatuh atau melompat dari tempat tidur. 9. Penatalaksanaan Gangguan Tidur Ada dua cara dalam hal penatalaksanaan gangguan tidur, yaitu secara farmakologis dan non-farmakologis. a. Farmakologis Dalam penatalaksanaan farmakologis, hanya ada beberapa yang efektif untuk menangani gangguan tidur pada lanjut usia. 1) Restless Legs Syndrome (RLS) dan Periodic Limb Movement Disorder (PLMD) dapat diberikan obat anti parkinson carbidopalevodopa (formula 25-100 mg) dengan dosis awal 1 kali setengah tablet saat mau tidur. Pergolide dapat juga digunakan dengan dosis awal sangat rendah (0,05 mg) 2 jam sebelum tidur. Obat lain yang dapat digunakan untuk kedua gangguan tidur ini adalah benzodiazepine 1 kali saat mau tidur, atau codeine atau oxycodone (Darmojo, 2009). 2) REM Behavior Disorder (RBD) dapat diberikan obat golongan benzodiazepine kerja lama seperti klonasepam saat mau tidur sekali sehari (Darmojo, 2009). 37 b. Non-Farmakologis Penanganan secara non-farmakologi sangat beragam macamnya, tergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami. Pada kasus Obstructive Sleep Apne (OSA) dapat dilakukan posisi tidur miring, dan aktivitas/olahraga untuk penurunan berat badan. Lain halnya dengan kasus Restless Legs Syndrome (RLS) dan Periodic Limb Movement Disorder (PLMD), merendam kaki dan tungkai atas dengan air hangat serta olah raga ringan (jalan kaki) yang dikerjakan teratur dapat menghilangkan gejala kedua gangguan tidur ini (Darmojo, 2009). Terapi non-farmakologis yang lainnya adalah terapi komplementer. Terapi komplementer ini bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, refleksiologi dan hidroterapi (Sudoyo, 2006). Salah satu terapi komplementer yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi gangguan tidur adalah dengan Hydrotherapy. Teknik yang digunakan adalah memanfaatkan air untuk menyembuhkan dan meredakan berbagai macam penyakit ringan dan air juga bisa digunakan dalam sejumlah cara yang berbeda (Sulaiman, 2009). Manfaat hydrotherapy khususnya penggunaan air hangat adalah membantu merangsang sirkulasi darah, serta menyegarkan tubuh. Hal ini berakibat pada efek peningkatan relaksasi (Handoyo, 2014). 38 C. Hydrotherapy 1. Pengertian Hydrotherapy adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan meringankan berbagai keluhan. Untuk itu, air dapat digunakan dalam berbagai cara dan kemampuannya sudah diakui sejak dahulu (Sustrani, dkk, 2006). Hydrotherapi juga merupakan metode terapi dengan pendekatan “lowtech” yang mengandalkan pada respon-respon tubuh terhadap air. The National Center on Physical Activity and Disability (2009) menyatakan bahwa hydrotherapy adalah aplikasi eksternal yang menggunakan air, baik untuk efek tekanan atau sebagai sarana menerapkan energi fisik untuk jaringan. Hydrotherapy diindikasikan untuk gangguan sensori, Range of Motion atau ROM yang terbatas, kelelahan, nyeri, masalah respirasi, masalah sirkulasi, depresi, penyakit jantung, dan obesity. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan gangguan tidur. Hydrotherapy juga merupakan sejumlah latihan fisik dengan berendam di dalam air hangat. Bentuk terapi fisik ini dapat membantu seseorang untuk mengurangi berbagai keluhan, salah satunya dengan merendam kaki. Kehangatan air membantu mengendurkan otot dan mengurangi nyeri, hal inilah yang menimbulkan rasa rileks pada tubuh (Arnot, 2009). 2. Jenis-Jenis Hydrotherapy Hydrotherapy memiliki berbagai macam jenis, Ningrum (2012) membaginya sebagai berikut: 39 a. Rendaman air Jenis terapi ini adalah dengan melakukan perendaman bagian tubuh tertentu di dalam bak atau kolam yang berisi air bersuhu tertentu selama minimal 10 menit. b. Pusaran Air (Whirlpool) Terapi ini menggunakan berbagai alat jet atau juga nozzle yang dapat menambah tekanan pada pompa. Alat ini dirancang khusus dengan tekanan dan suhu yang dapat diatur sesuai kebutuhan. c. Pancuran Air Terapi ini menggunakan pancuran air dengan tekanan dan suhu tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan. d. Terapi air panas dan dingin (Contrast Bath) Terapi ini menggunakan dua jenis air yang temperaturnya berbeda, yakni panas dan dingin dan dilakukan secara bergantian. Diantara jenis-jenis Hydrotherapi di atas, perendaman menggunakan air hangat sangat efektif sebagai upaya untuk peningkatan kualitas tidur (Ebben dan Spielman, 2006). Teknik yang digunakan dapat berupa perendaman kaki dalam sebuah bak yang berisi air hangat. 3. Merendam Kaki dengan Air Hangat Merendam kaki dengan air hangat merupakan pemberian aplikasi panas pada tubuh untuk mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini efektif untuk mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga dipergunakan untuk mengatasi 40 masalah hormonal dan kelancaran peredaran darah. Pengobatan Tradisional Tiongkok menyebut kaki adalah jantung kedua tubuh manusia, barometer yang mencerminkan kondisi kesehatan badan. Ada banyak titik akupunktur di telapak kaki. Enam meridian (hati, empedu, kandung kemih, ginjal, limpa dan perut) ada di kaki (Arnot, 2009). Panas pada fisioterapi dipergunakan untuk meningkatkan aliran darah kulit dengan jalan melebarkan pembuluh darah yang dapat meningkatkan suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan. Panas juga meningkatkan elastisitas otot sehingga mengurangi kekakuan otot (Intan A, 2010). Beberapa negara maju menerapkan terapi stimulus control dengan menggunakan air hangat sudah banyak dilakukan. Menurut Vinencenz Priesnisz dan Pastor Sebastian Kneipp (2005), merendam kaki dengan air hangat yang bertemperatur 37°C-39°C bermanfaat dalam menurunkan kontraksi otot sehingga menimbulkan perasaan rileks yang bisa mengobati gejala kurang tidur dan infeksi. 4. Respon Tubuh Saat Merendam Kaki dengan Air Hangat Kerja air hangat pada dasarnya adalah meningkatkan aktivitas molekuler (sel) dengan metode pengaliran energi melalaui konveksi (pengaliran lewat medium cair) (Intan A, 2010). Metode perendaman kaki dengan air hangat memberikan efek fisiologis terhadap beberapa bagian tubuh organ manusia. Berikut ini adalah beberapa organ yang mengalami perubahan fisiologis, yaitu: 41 a. Jantung Tekanan hidrostatik air terhadap tubuh mendorong aliran darah dari kaki menuju ke rongga dada dan darah akan berakumulasi di pembuluh darah besar jantung. Air hangat akan mendorong pembesaran pembuluh darah kulit dan meningkatkan denyut jantung. Efek ini berlangsung cepat setelah terapi air hangat diberikan (Ningrum, 2012). b. Jaringan otot Air hangat dapat mengendorkan otot sekaligus memiliki efek analgesik. Tubuh yang lelah akan menjadi segar dan mengurangi rasa letih yang berlebihan. Hal ini dapat mengurangi gejala kesemutan atau Restless Legs Syndrom (RLS) pada lansia (Darmojo, 2009; Ningrum, 2012). c. Organ Pernapasan Aliran darah yang lancar akan membawa nutrisi dan oksigen yang cukup untuk dibawa ke rongga dada serta paru-paru. Peningkatan kapasitas paru juga dapat terjadi, hal ini dapat mengurangi gejala Sleep Disordered Breathing (SDB) (Darmojo, 2009; Ningrum, 2012). d. Sistem Endokrin Berendam menggunakan air hangat dapat melepaskan dan meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan tubuh. Sirkulasi hormon kortisol misalnya, air hangat dapat meningkatkan sekresi hormon tersebut dan menimbulkan rasa “kegembiraan” bagi seseorang. Pada 42 terapi merendam kaki dengan air hangat dapat menyebabkan efek sopartifik (efek ingin tidur), hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi hormone melatonin sebagai dampak dari rendam air hangat pada kaki sehingga seseorang yang merendam kakinya dengan air hangat dapat meningkat kualitas tidurnya (Amirta, 2007; Ningrum 2012). e. Persyarafan Efek merendam kaki dengan air hangat dapat menghilangkan stress (Ningrum, 2012). Tidak hanya itu, jika merendam kaki dilakukan lebih dari 5 menit akan menimbulkan relaksasi (Ebben & Spielman, 2006). Adapun manfaat dari terapi air hangat adalah sebagai berikut : 1) Produksi perasaan rileks. 2) Merangsang ujung saraf untuk membuat perasaan segar kembali. 3) Meningkatkan sirkulasi darah. 4) Peningkatan metabolisme jaringan. 5) Penurunan kekakuan tonus otot. 6) Peningkatan migrasi leukosit. 7) D. Analgesik dan efek sedatif. Penelitian Terkait 1. Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2012) dengan judul “Pengaruh Rendam Air Hangat Pada Kaki Dalam Meningkatkan Kuantitas Tidur Lansia.” dengan jumlah responden 20 lansia yang berusia lebih dari 60 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen dengan 43 pendekatan one group pre test post test desain. Pemilihan sampel dengan teknik total sampling yang terdiri dari 20 responden lansia >60 tahun. Intervensi rendam kaki dilakukan dan diobservasi sebanyak 2 kali. Kuantitas tidur responden sebelum dan sesudah intervensi diukur dengan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji paired t test dengan tingkat kemaknaan α=0,05 lalu kemudian diuji efektitivitasnya dengan uji Anova. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kuantitas tidur (durasi tidur total) lansia setelah merendam kaki dengan air hangat. Perbedaan rata-rata kuantitas tidur lansia antara sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan hasil analisis uji paired t test (p<0,05) dan hasil analisis uji anova menunjukkan nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rata-rata kuantitas tidur lansia sebelum dan sesudah intervensi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kuantitas tidur lansia di Desa Mojojejer Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Moura Silva, Pereira Tucano, et, all (2012) mengenai efek dari hydrotherapy yang berjudul “Effect of hydrotherapy on quality of life, functional capacity and sleep quality in patients with fibromyalgia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek hydrotherapy pada fungsi dan kualitas tidur pasien dengan fibromyalgia. Metode yang digunakan adalah dengan menilai 60 pasien wanita dengan fibromyalgia yang berusia antara 30 sampai 65 tahun. Dari 60 pasien yang dinilai, 20 pasien dikeluarkan dan 10 meninggalkan penelitian karena mereka tidak bisa memenuhi jadwal waktu. Program hidrotherapi dilakukan di kolam 44 renang hangat dalam ruangan tertutup (indoor). Pelatihan tersebut dilakukan dalam dua kali seminggu selama dua bulan, dan masing-masing sesi berlangsung 60 menit. Setelah diberikan intervensi, pasien mengisi tiga kuesioner yang terdiri dari: Fibromyalgia Impact Questionnaire (FIQ), Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Epworth Sleepiness Scale (ESS). Setelah program hydrotherapy, pasien mengalami peningkatan aspek-aspek yang dinilai dengan menggunakan Fibromyalgia Impact Questionnaire (FIQ) yakni; fungsi fisik, ketidakhadiran kerja, kemampuan untuk melakukan pekerjaan, intensitas nyeri, kelelahan, kelahan dipagi hari, kekakuan (P <0,0001), kecemasan (P = 0 ,0013), dan depresi (P <0,0001). Kualitas tidur (P <0,0001) dan kantuk di siang hari (P = 0,0003) juga meningkat. Kesimpulannya hydrotherapy meningkatkan kualitas tidur, fungsi fisik, status profesional, gangguan psikologis dan gejala fisik pada pasien dengan fibromyalgia. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ebben & Spielman (2006) dengan judul ”The Effect of Distal Limb Warming on Sleep Latency” pada 11 responden. Dalam penelitian ini responden diberikan intervensi berupa perendaman kaki dan tangan dengan suhu 42oC selama lima menit sebelum responden jatuh tertidur. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam latensi tidur (p>0,05) antara kondisi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mengalami penurunan latensi tidur setelah program hidrotherapi (p<0,05), diikuti dengan kelompok kontrol setelah beberapa uji latensi tidur dilakukan. 45 E. Kerangka Teori Lanjut Usia Perubahan aspek fisiologik Perubahan pada sistem saraf dan sistem endokrin Sekresi norepinephrine dan serotonin terganggu Perubahan pada Suprachiasmatic Nucleus Penurunan sekresi melatonin Terganggunya irama sirkadian Usia Gangguan tidur Penyakit fisik Obat-obatan dan zat tertentu Kualitas tidur buruk Gaya hidup Stres emosional Farmakologis Lingkungan Terapi Asupan makanan dan kalori Diet dan terapi nutrisi Hydrotherapy (Merendam Kaki dengan Air Hangat) Rileksasi Meningkat NonFarmakologis Meditasi Akupuntur & Akupresur Relaksasi Progresif Bagan 2. 2 Kerangka teori: modifikasi dari teori Darmojo (2009), Handoyo (2014), Hidayat (2008), Juddith, dkk (2010), Maryam (2008), Potter & Perry (2011), Stanley & Beare (2007), Sudoyo (2006). BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini akan menjelaskan hubungan antar variabel yang akan diteliti yaitu hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel bebas (independen) yang ingin diketahui yakni pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia, sedangkan variabel terikat (dependen) yang akan diteliti yaitu skor kualitas tidur lansia. Adapun skema kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagan 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian Pra intervensi Intervensi Kualitas Tidur Merendam kaki dengan air hangat Keterangan : = Variabel terikat = Variabel bebas 46 Post intervensi Kualitas Tidur 47 Berdasarkan bagan 3. 1 di atas, variabel dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas (independen) adalah merendam kaki dengan air hangat. b. Variabel terikat (dependen) adalah kualitas tidur pada lansia. B. Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho= Tidak Ada pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat. Ha= Ada pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat. 48 C. Definisi Operasional Tabel 3. 1 Definisi Operasional No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur 1. Merendam kaki dengan air hangat Terapi nonfarmakologis dengan memberikan rangsang hangat pada kaki dengan suhu 38o42oC yang dapat menimbulkan rasa rileks dan tenang dalam waktu 10 menit sebelum tidur malam selama 5 hari berturut-turut. Menggunakan lembar observasi yang dibuat oleh peneliti dan di isi oleh responden atau keluarga dengan sejujurjujurnya. Lembar observasi yang terdiri dari: komponen prosedur tindakan, tanggal perlakuan, jam perlakuan, keterangan tindakan, dan paraf responden. 2. Kualitas tidur Pernyataan subjektif tentang kepuasan tidur yang ditandai dengan merasakan tidak ada masalah dengan tidurnya dan durasinya cukup. Kuesioner yang terdiri dari 7 komponen pertanyaan mengenai; kualitas tidur secara subjektif, waktu Pittburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang di buat oleh D. J Buysse, Reynolds, Monk, Berman dan Kupfer (1989), yang telah Perlakuan dikatakan berhasil jika: 1. Responden melakukan dengan baik dan benar sesuai prosedur yang diberikan peneliti. 2. Responden melakukan perlakuan selama 5 hari berturut. Hasil pengukuran dinyatakan dengan skor 0-21 yang merupakan skor total dari penjumlahan tujuh komponen, semakin tinggi skor total maka semakin buruk kualitas Skala Ukur Nominal Interval 49 mulainya tidur, diterjemahkan lamanya tidur, kedalam bahasa efisiensi tidur, Indonesia gangguan tidur, kebiasaan penggunaan obat-obatan dan aktivitas yang dapat mengganggu tidur serta aktivitas sehari-hari terkait dengan tidur. Skor setiap komponen adalah 0-3 tidurnya. Kesimpulannya dengan batasan skor <5 berarti kualitas tidurnya baik, ≥5 kualitas tidurnya buruk. BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan pendekatan studi kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksperimen. Rancangan penelitian ini adalah one group pre test and post test design merupakan rancangan penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat yang menggunakan satu kelompok subjek dengan cara melakukan pengukuran sebelum dan setelah perlakuan. Perbedaan kedua hasil pengukuran dianggap sebagai efek perlakuan (Nursalam, 2008). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur lansia di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok sampel tanpa menggunakan kelompok kontrol. Kelompok sampel diberi tes awal (pre test) lalu diberikan perlakuan selama lima hari secara berturut-turut dan kemudian diberikan tes akhir (post test). Pre test dan post test dilakukan dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Bagan 4. 1 Desain Penelitian (K) O I Keterangan K O I OI : Subjek (Lansia) : Observasi kualitas tidur sebelum intervensi (Pre test) : Intervnesi (Merendam kaki dengan air hangat) : Observasi kualitas tidur setelah intervensi (Post test) 50 OI 51 B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar, tepatnya di rumah setiap responden. Alasan memilih wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon sebagai lokasi penelitian adalah karena belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur pada lansia. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, dari 15 orang lansia didapatkan tujuh orang mengeluh tidurnya kurang nyenyak dan kurang bugar dipagi hari, lalu sisanya mengatakan sering terbangun 4-6 kali pada waktu tidur malam, dan sulit tertidur kembali. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan berkisar pada bulan April sampai Mei tahun 2015. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berumur ≥ 60 tahun dan mengalami gangguan tidur di 52 kawasan wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar dengan jumlah 67 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, atau sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Hidayat, 2009). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur ≥ 60 tahun yang tinggal di kawasan wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Agar sampel yang digunakan match, peneliti menentukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah batasan ciri atau karakter umum pada subyek penelitian, dikurangi karakter yang masuk dalam kriteria eksklusi (Saryono, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lanjut usia yang berusia ≥60 tahun dan tinggal di kawasan wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. 2. Dapat melihat dan mendengar dengan baik. 3. Lansia yang sehat secara mental (Geriatric Depression Scale ≤8). 53 4. Tidak memiliki ketergantungan dalam melakukan aktivitas seharihari (hasil kuesioner Index Katz ≥2) dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi yang dikeluarkan dari penelitian karena dapat mempengaruhi hasil penelitian sehingga terjadi bias (Saryono, 2011). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Lansia yang mengalami fraktur, luka bakar, kemerahan pada kulit kaki, atau luka terbuka pada daerah kaki. 2. Lansia yang mengikuti perawatan alternatif semacam pijat atau lainnya seperti akupuntur. 3. Lansia dengan riwayat Obstructive Sleep Apnea. 4. Lansia dengan riwayat Nokturia. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20. Seperti pemaparan Burns & Susan (2005) bahwa jumlah sample pada penelitian quasi eksperimen sebanyak 10-20 orang. Pada penelitian ini, peniliti menambahkan 10% dari total sampel untuk menghindari adanya drop out. Maka didapatkan sampel sebanyak 22 responden. Semua responden yang masuk ke dalam kriteria inklusi diberi kode berupa angka, kemudian peneliti melakukan pengundian terhadap calon responden yang akan diteliti. Selanjutnya, peneliti melanjutkan dengan informed consent dan pengambilan data dengan kuisioner. 54 D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasil lebih baik sehingga lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Instrumen dalam penelitin ini yaitu lembar kuisioner atau angket yang terdiri dari data personal dan PSQI. Kuesioner PSQI digunakan untuk mengukur kualitas tidur yang terdiri dari 7 komponen yang menggambarkan tentang kualitas tidur secara subjektif, waktu mulainya tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, kebiasaan penggunaan obat-obatan dan aktivitas yang dapat mengganggu tidur serta aktivitas sehari-hari terkait dengan tidur. Nomor pertanyaan masing-masing komponen dapat dilihat dalam tabel 4.1. Tabel 4. 1 Komponen dan Nomor Pertanyaan Kuesioner PSQI Nomor Komponen Nomor Pertanyaan 1. Subjektifitas 9 2. Latensi tidur 2, 5a 3. Lamanya tidur 4 4. Efisiensi tidur 1, 3, 4 5. Gangguan tidur 5b-5j 6. Penggunaan obat untuk 6 membantu tidur 7. Disfungsi disiang hari 7, 8 55 Data personal responden berisi; nama, umur, jenis kelamin, alamat. Sedangkan Kuesioner PSQI terdiri dari 4 pertanyaan terbuka dan 14 pertanyaan yang menggunakan skala Likert. Kuesioner ini hanya bisa membedakan kualitas tidur yang buruk atau baik, bila skor total <5 dikatakan kualitas tidurnya baik, sedangkan jika skor total ≥5 dikatakan kualitas tidur buruk (Buysse, 1989). Namun pada penelitian ini, peneliti hanya mengidentifikasi penurunan skor PSQI dan tidak mengkategorikan kualitas tidur, dikarenakan hasil dari post test tidak mencapai penurunan skor sampai skor < 5. Kuesioner PSQI dibuat oleh D. J Buysse, Reynolds, Monk, Berman dan Kupfer (1989) yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia untuk mempermudah responden dalam mengisi kuesioner. Peneliti sudah meminta izin kepada D. J Buysse untuk menggunakan PSQI dan telah diizinkan. Namun akhirnya peneliti menggunakan kuesioner PSQI dari dr. Sari Theresia Bukit yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan memiliki hasil validitas yang tinggi. Kuesioner ini pernah beliau gunakan dalam penelitiannya ketika menjalani pendidikan spesialis saraf di FK USU. Peneliti sudah meminta izin kepada dr. Sari Theresia Bukit untuk menggunakan kuesioner tersebut dan tidak mengubah sedikitpun dari isi kuesionernya. Peneliti memilih PSQI sebagai instrumen penelitian karena PSQI memiliki reliabilitas internal 0,83 dan untuk pengukuran berulang secara global reliabilitas internalnya 0,85. Kemampuan sensitifitas mendiagnosa 89,6% dan kemampuan spesifitas 86,5% (kappa= 0,75, p<0,001). 56 1. Kuesioner lain yang berhubungan dengan kualitas tidur. Penelitian ini membutuhkan beberapa kuesioner untuk memperkuat dan memudahkan pemilahan responden dalam proses penentuan sample, yaitu berupa: Geriatric Depression Scale (menilai tingkat depresi), dan Index Katz (menilai kemandirian dalam beraktivitas sehari-hari). Depresi berhubungan dengan terganggunya tidur sehingga seseorang dapat terbangun lebih awal dan sulit untuk memulai tidur kembali (Potter & Perry, 2011). Peneliti tidak mengikutsertakan responden yang memiliki resiko depresi sampai depresi berat (GDS≥8) karena dapat membiaskan hasil dari pengaruh merendam kaki dengan air hangat sebelum tidur terhadap kualitas tidur lanjut usia. Pada penelitian ini juga akan diberikan suatu perlakuan, sehingga untuk lebih mempermudah proses penelitian (merendam kaki dengan air hangat) maka dipilih responden yang tidak memiliki ketergantungan aktivitas dalam sehariharinya. Berikut ini penjelasan dari setiap kuesioner di atas: 1. Geriatric Depression Scale (GDS) Kuesioner ini dibuat oleh Yesavage (1983) untuk mengetahui tingkat depresi pada lanjut usia. Keusioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang menggunakan skala Guttman, setiap pertanyaan memiliki kesesuaian dengan jawaban yang tersedia oleh peneliti (jawaban dicetak tebal). Jika terdapat 8 jawaban atau lebih sesuai dengan jawaban yang dicetak tebal, makan lanjut usia teridentifikasi depresi. Kuesioner ini memiliki koefisien reliabilitas 57 internal (Alpha Cronbach)= 0, 84 dan tingkat sensitivitas 92% dan spesifitas 89% (Greenberg, 2012). 2. Indeks Katz Kuesioner ini biasa digunakan untuk mengkaji kemandirian individu dalam kegiatan sehari-hari. Indeks Katz mengukur 6 fungsi, yaiut: mandi, berpakaian, ke kamar mandi, berpindah, makan, kontinen (BAK atau BAB). Dalam pengkajian ini terdapat 6 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki nilai 0 (jika ketergantungan) dan 1 (jika mandiri). Analisa hasil dapat ditentukan dengan kriteria nilai sebagai berikut: A: Jika kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB ), berpindah kekamar kecil, mandi dan berpakaian. B: Jika kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut. C: Jika kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan. D: Jika kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi tambahan. E: Jika kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan. F: Jika kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan. G: Jika ketergantungan pada keenam fungsi tersebut. 58 Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat di klasifikasikan sebagai C, D, E atau F. Sehingga, jika skor ≤ 2 maka dikategorikan ketergantungan, sedangkan skor 3-6 dikategorikan mandiri (Wallace & Shelkey, 2012). E. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam hal ini, beberapa item pertanyaan dapat digunakan untuk mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masingmasing skor item pertanyaan dari setiap variabel dengan total skor variabel tersebut (Hidayat, 2009). Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat hasil perhitungan r. Apabila r > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid, sedangkan apabila r < r tabel, maka pertanyaan tidak valid. Uji validitas ini juga bisa dilakukan dengan pengujian validitas konstruksi dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor item instrumen dalam suatu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0.3 ke atas maka faktor tersebut merupakan konstruksi yang kuat (Sugiyono, 2010). 59 Pada penelitian sebelumnya (dr. Sari Theresia Bukit, 2011) komponen total koefisien korelasi ditemukan 0, 76 untuk kebiasaan efisiensi tidur dan kualitas tidur subjektif. Sedangkan koefisien korelasi gangguan tidur ditemukan 0, 35. Sehingga rata-rata koefisien korelasinya yaitu 0, 58. Untuk koefisien korelasi semua pertanyaan rata-rata bernilai 0, 67 dengan koefisien terendah 0, 367, dengan demikian berarti semua pertanyaan dinyatakan valid karena nilai korelasinya diatas 0, 31. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2009). Penelitian sebelumnya (dr. Sari Theresia Bukit, 2011) menguji reliabilitas instrumen ini dengan menghitung nilai Alpha Cronbach dan ditemukan hasil α= 0,83 untuk 7 komponen. maka instrumen ini dianggap reliabel, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan. 60 F. Langkah-langkah Pengumpulan Data 1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan pembuatan surat permohonan izin penelitian ke Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada Kepala PUSKESMAS Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. 3. Setelah surat permohonan izin penelitian disetujui oleh Kepala PUSKESMAS Astanalanggar, peneliti menentukan jumlah sample dengan teknik purposive sampling yaitu seleksi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penghitungan didapatkan responden sebanyak 22 lansia. 4. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden. Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca lembar persetujuan kemudian menandatanganinya. 5. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya diberikan penjelasan mengenai prosedur terapi/perlakuan dan cara pengisian kuisioner serta responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas. 6. Proses pengumpulan data berlangsung selama 7 hari, dimana hari pertama adalah penjelasan prosedur dan pengisian kuesioner pertama (pre test) Pittsburgh Sleep Quality Index, hari kedua sampai dengan hari keenam adalah perlakuan merendam kaki dengan air hangat secara berturut-turut selama lima kali (hari), selanjutnya hari ketujuh adalah 61 pengumpulan data dimana responden mengisi kuesioner yang sama untuk mengetahui hasil setelah perlakuan (post test). 7. Pada hari pertama penelitian, responden diberikan penjelasan mengenai prosedur tindakan. Dalam hal ini, peneliti dibantu oleh rekan tenaga perawat puskesmas yang telah melakukan diskusi dan penyamaan persepsi prosedur dengan peneliti untuk menilai prosedur yang dilakukan responden dengan lembar observasi yang telah disiapkan peneliti. 8. Hari kedua sampai keenam, peneliti meminta asisten untuk mengamati sekaligus mengisi menganalisanya. lembar Jika observasi ditemukan prosedur adanya tindakan, dan ketidakjujuran dan ketidaksesuaian prosedur tindakan, maka akan dilakukan drop out. 9. Hari ketujuh peneliti dan asisten mendatangi responden dan meminta untuk mengisi lembar kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (post test). 10. Waktu pengisian kuisioner selama kurang lebih 15 menit untuk masingmasing respoden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan dalam dua tahap, yakni sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan 5 hari. 11. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuisioner, setelah selesai lembar kuisoner dikembalikan kepada peneliti. 12. Kuisioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan dianalisa oleh peneliti. 62 1. Panduan Pelaksanaan Penelitian Responden diberikan kuesioner (pre test) dan mengisi semua pertanyaan yang ada. Selanjutnya responden melakukan intervensi merendam kaki dengan air hangat dengan langkah-langkah sebagai berikut: Mempersiapkan alat dan bahan 1. Thermometer 2. Basin/Baskom 3. 2 buah handuk 4. Wadah air atau termos yang berisi air panas Prosedur tindakan 1) Bawa peralatan mendekati tempat tidur. 2) Campurkan air dingin dan air panas, lalu ukur suhunya dengan thermometer (suhu 39oC - 42oC), isi baskom setengah penuh. 3) Letakkan basin di dekat tempat tidur, atau di bawah tempat tidur. 4) Duduk di tempat tidur dengan kaki menggantung ke bawah, dan pastikan tempat tidur aman. 5) Jika kaki nampak kotor, maka cuci kaki terlebih dahulu. 6) Celupkan dan rendam kaki sampai betis dan biarkan selama 10 menit. 7) Tutup baskom dengan handuk untuk menjaga suhu. 8) Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit, jika suhu turun tambahkan air panas sampai suhu sesuai kembali. 63 9) Setelah selesai (10 menit), angkat kaki dan keringkan dengan handuk. 10) G. Rapikan peralatan. Etika Penelitian 1. Prinsip Etik Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian dari pembimbing skripsi, Kaprodi Ilmu Keperawatan dan Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Kepala PUSKESMAS Astanalanggar dan Kepala Desa yang terkait. Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek sehingga tidak boleh bertentangan dengan etik (Setiadi, 2007). Pada penelitian ini, peneliti meyakinkan bahwa responden perlu mendapat perlindungan dari hal-hal yang merugikan selama penelitian dengan memperhatikan aspek-aspek self determination, privacy, anonymity, confidentially, dan protection from discomfort (Nursalam, 2008). Peneliti juga membuat Informed Consent sebelum penelitian dilakukan. Sebagai pertimbangan etika penelitian, maka peneliti memperhatikan aspek-aspek berikut ini: a. Self Determination Dalam penelitian ini peniliti memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia menjadi responden atau tidak dalam penelitian ini setelah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian. 64 b. Privacy Peneliti menjelaskan pada responden bahwa semua informasi yang diperoleh dari responden selama penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. c. Anonymity Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa menjamin kerahasiaan responden dengan tidak menuliskan atau mencantumkan identitas responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner. d. Confidentially Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa semua informasi yang diperoleh dari responden tidak akan disajikan secara keseluruhan. e. Protection from discomfort and harm Peneliti memperhatikan kemungkinan timbulnya ketidaknyamanan yang dirasakan responden selama pengisian kuesioner dan ketika dilakukan terapi merendam kaki dengan air hangat. Untuk meminimalkan ketidaknyamanan maka peneliti mendampingi dan memonitor keadaan umum responden selama perlakuan dan pengisian kuesioner. Sedangkan untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan (bahaya), suhu air yang digunakan sudah dipastikan sesuai dengan yang ada didalam prosedur. Peneliti menyiapkan thermometer untuk mengukur suhu air supaya sesuai dengan prosedur penelitian. 65 2. Lembar Persetujuan Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud dan tujuan penelitian sebelum penelitian dilakukan seperti adanya satu kuesioner (PSQI) yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur. Selanjutnya responden diberikan lembar persetujuan yang berisi pernyataan bersedianya mengikuti penelitian ini kemudian diisi dan ditandatangani responden. H. Pengolahan Data Pengolahan data perlu dilakukan untuk memberikan kemudahan dalam analisis data dan menginterpretasikan hasil penelitian. Untuk itu data diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Data yang diperoleh diolah dengan komputer menggunakan software program statistik. Hidayat (2009) menyatakan bahwa proses pengolahan data tersebut melalui langkah-langkah berikut: 1. Editing Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Kegiatan yang dilakukan dalam editing adalah pengecekan dari sisi kelengkapan, relevansi, dan konsistensi jawaban. Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan bahwa jumlah kuesiner yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan dan memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam kuisioner sudah terjawab dan jelas. Relevansi dan konsistensi jawaban 66 diperiksa dengan cara melihat apakah ada data yang bertentangan dengan data lain. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah data dari yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka untuk memudahkan penginterpretasian hasil penelitian. 3. Entry Data Entry Data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database computer. Entry Data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program software statistik. 4. Cleaning Setelah data dimasukkan dalam program komputer, selanjutnya peneliti melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang sudah dientry untuk mengetahui kemungkinan adanya data yang masih salah atau tidak lengkap sebelum dilakukan analisis. 5. Teknik analisis Dalam melakukan teknik analisis, khusunya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik, sehingga analisis yang digunakan statistika inferensial (menarik kesimpulan) yaitu statistika yang digunakan untuk 67 menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial. 6. Tabulating Tabulating adalah membuat distribusi frekuensi sederhana atau tabel kontingensi yang telah diberi skor dan dimasukkan ke dalam tabel. I. Analisis Data Setelah dilakukan pengumpulan data, maka komponen variabel penelitian dapat dilakukan analisis. Berdasarkan Saryono (2011), analisis data dilakukan dalam 2 tahap yaitu analisis univariat dan bivariat. Sebelum melakukan analisis data univariat maupun bivariat, peneliti terlebih dahulu menguji kenormalan distribusi data setiap variabelnya. Hal ini sangat penting dilakukan karena, normal atau tidaknya distribusi data dapat mempengaruhi pemilihan jenis uji yang dipakai dan penyajian dalam uji hipotesis. Pada penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah metode analisis karena lebih akurat dan objektif serta mudah dipahami dibandingkan dengan metode plot dan histogram. Metode analisis yang dipilih adalah uji Shapiro-Wilk karena jumlah responden < 50, yaitu 20 responden. Distribusi data dinyatakan normal jika nilai kemaknaan (p) > 0, 05 (Saryono, 2011). Berikut ini adalah hasil uji normalitas data menggunakan analisis uji Shapiro-Wilk: 68 Tabel 4. 2 Hasil Uji Normalitas Data Variabel Skor kualitas tidur sebelum intervensi (pre test) Skor kualitas tidur setelah intervensi (Post test) Skor setiap komponen sebelum intervensi (pre test) Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Komponen 4 Komponen 5 Komponen 6 Komponen 7 Skor setiap komponen setelah intervensi (post test) Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Komponen 4 Komponen 5 Komponen 6 Komponen 7 Hasil Uji Shapiro-Wilk (nilai p) Keterangan Hasil Distribusi data normal 0, 290 0, 064 Distribusi data normal 0, 000 0, 000 0, 000 0, 002 0, 000 0, 000 0, 000 Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal 0, 000 0, 000 0, 000 0, 000 0, 000 0, 000 0, 000 Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Distribusi data tidak normal Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel skor kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi memiliki distribusi data yang normal, sehingga memenuhi syarat untuk menggunakan uji parametrik ( uji t berpasangan). Variabel dari setiap komponen PSQI sebelum dan setelah intervensi memiliki distribusi data tidak normal, oleh karena itu tidak dapat 69 dilakukan uji parametrik, sehingga menggunakan uji non parametrik ( uji Wilcoxon). 1. Analisis Univariat Analisis data univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi. Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik lansia (usia, jenis kelamin), dan mengetahui kualitas tidur sebelum dan sesudah terapi merendam kaki dengan air hangat. Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik. Jika data mempunyai distribusi normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika distribusi tidak normal maka sebaiknya menggunakan median sebagai ukuran pemusatan dan minimum-maksimum sebagai ukuran penyebaran. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia dengan melihat pre test dan post test. Analisis ini menggunakan 2 uji statistik, yaitu uji t berpasangan dan 70 Uji Wilcoxon. Uji t berpasangan berfungsi untuk mengetahui adakah pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap rerata skor total kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi dengan tingkat kemaknaan 95% (α= 0,05). Sedangkan, uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui apakah terjadi pengaruh pada setiap komponen kualitas tidur sebelum dan sesudah perlakuan dengan melihat perbedaan reratanya dan dikatakan berpengaruh jika nilai p lebih dari 0,05. BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 7 hari di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar, dengan rincian hari pertama adalah pre test, hari kedua sampai ke enam intervensi dan hari ke tujuh adalah post test ( 1421 April 2015). Lokasi penelitian di wilayah kerja PUSKESMAS Astanalanggar yang terdiri dari empat desa, yaitu Astanalanggar, Pasuruan, Barisan, dan Dukuhwidara. PUSKESMAS Astanalanggar merupakan fasilitas kesehatan bagi masyarakat sekitar yang mempunyai program rutin, khususnya bagi lansia. Program Posbindu sering dilakukan setiap dua minggu sekali, yang dilaksanakan secara bergantian disetiap tempat. Adapula progran senam lansia setiap hari jumat dalam rangka membugarkan dan membiasakan hidup sehat bagi lansia. Setiap program PUSKESMAS terlihat sangat terorganisir, karena terdapatnya kader yang kompeten dan terlatih disetiap daerah. Jumlah kader yang cukup, sangat membantu tenaga keseshatan PUSKESMAS untuk menjalankan programnya. Dalam hal ini, peneliti ingin melengkapi suatu intervensi yang belum pernah dilakukan, karena selama ini masyarakatnya masih sering dan cenderung memilih terapi farmakologis. Maka dari itu, dilakukanlah penelitian dengan judul “Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Wilayah Kerja PUSKESMAS Astanalanggar”. 71 72 Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian berdasarkan data yang telah terkumpul. Pada penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok (20 responden), dengan memiliki dua hasil skor kualitas tidur yakni, sebelum dan sesudah intervensi. Kedua hasil tersebut kemudian dibandingkan reratanya. B. Analisis Univariat Analisis univariat pada penelitian ini ditujukan terhadap variabel karakteristik responden (usia dan jenis kelamin), skor total kualitas tidur dari pre test dan post test, dan skor setiap komponen kualitas tidur dari pre test dan post test. Variabel numerik disajikan dalam bentuk tabel statistik, sedangkan variabel kategorik disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase. 1. Karakteristik Responden Pada penelitian ini, karakteristik responden meliputi usia dan jenis kelamin. Berikut hasil penelitian untuk karakteristik responden: a. Usia Penelitian ini menggunakan responden yang berusia ≥ 60 tahun sebanyak 20 orang. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan distribusi data usia responden dimana rata-rata usianya adalah 66,30 dengan simpangan deviasi 4,131. Usia termuda adalah 61 tahun dan tertua adalah 79 tahun. Tabel 5. 1 Distribusi Data Usia Responden Variabel Mean Median SD Minimun Maximum Usia 66, 30 65, 63 4, 131 61 79 73 b. Jenis Kelamin Karakteristik yang kedua yaitu jenis kelamin. Berikut ini adalah tabel yang menyajikan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan didapatkan jenis kelamin terbanyak dari 20 orang adalah perempuan dengan jumlah 11 orang (55,0%). Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-Laki 9 45,0% Perempuan 11 55,0% Total 20 100% 2. Komponen Kualitas Tidur Tujuan kedua dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui sekaligus mengidentifikasi setiap komponen kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Adapun komponen tersebut adalah kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi di siang hari. Setiap komponen mempunyai rentang skor dari 0 sampai 3, dimana 0 adalah paling baik sedangkan 3 adalah sangat buruk. Dari data yang diperoleh, setiap komponen mengalami penurunan rata-rata setelah intervensi (post test). Berikut tabel yang menjelaskan rata-rata data yang dimiliki dari setiap komponen. 74 Tabel 5. 3 Rata-rata Skor Komponen Kualitas Tidur Responden Komponen Kualitas Tidur N Mean SD Min-Max Pre test 20 2,35 0,489 2-3 Post test 20 1,35 0,489 1-2 Pre test 20 2,35 0,489 2-3 Post test 20 1,40 0,503 1-2 Pre test 20 2,40 0,589 1-3 Post test 20 1,40 0,598 0-2 Pre test 20 1,25 0,716 0-3 Post test 20 0,50 0,513 0-1 Pre test 20 2,40 0,503 2-3 Post test 20 1,50 0,513 1-2 Pre test 20 2,40 0,503 2-3 Post test 20 1,85 0,366 1-2 Pre test 20 2,05 0,605 1-3 Post test 20 1,50 0,513 1-2 K1: Kualitas Tidur Subjektif K2: Latensi Tidur K3: Lamanya Tidur K4: Effisiensi Tidur K5: Gangguan Tidur K6: Pemakaian Obat Tidur K7: Disfungsi Siang Hari 3. Skor Total Kualitas Tidur Berikut ini adalah tabel yang menyajikan rata-rata skor total PSQI sebanyak 20 responden sebelum dan sesudah intervensi. Skor total komponen PSQI mempunyai rentang dari 0-21, dimana semakin kecil skor 75 total maka semakin baik kualitas tidurnya, sedangkan semakin besar skor total maka semakin buruk kualitas tidurnya. Tabel 5. 4 Rata-rata Skor Total PSQI C. Skor Kualitas Tidur Pre test: N 20 Mean 15,20 SD 2,238 Min-Max 12-20 Post test: 20 9,50 1,906 7-13 Analisis Bivariat Berdasarkan tujuan penelitian kelima, pada penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap skor kualitas tidur lansia. Beberapa uji dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari perbedaan skor rata-rata sebelum dan sesudah intervensi 1. Perbedaan Rerata Skor PSQI pada pre test dan post test Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan skor kualitas tidur antara sebelum dan sesudah intervensi. Berikut ini adalah perbedaan rerata skor kualitas tidur dari 20 responden pada pengukuran pre test dan post test dan sekaligus mengidentifikasi kemaknaan perbedaannya. Analisis yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan tingkat kemaknaan 95% (α=0,05). 76 Tabel 5. 5 Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Perbedaan Rerata Skor Kualitas Tidur Pada Pengukuran pre-post test N Mean SD Pre 20 15,20 2,238 Post 20 9,50 1,906 Perbedaan IK 95% Mean SD (Lower-Upper) 5,700 1,261 5,110 - 6,290 p 0,000 Tabel 5. 5 di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansinya 0,000 (p< 0,05), yang berarti terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur yang bermakna pada responden sebelum dan sesudah melakukan rendam kaki selama lima hari berturut-turut. Rerata skor kualitas tidur pada pengamatan pre test didapatkan 15,20 (SD 2,238), sedangkan pada pengamatan post test memiliki nilai rerata 9,50 (SD 1,906) dan perbedaan skor rerata antara pre test dan post test adalah 5,700. Skor total kualitas tidur didapat dari penjumlahan skor semua komponen. Setiap komponen dianalisis untuk mengidentifikasi perbedaan dan kemaknaannya sebelum dan sesudah intervensi rendam kaki dengan air hangat. Jenis uiji yang digunakan adalah uji Wilcoxon karena distribusi data dari setiap komponen tidak normal. Berikut ini adalah tabel yang menyajikan hasil uji Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). 77 Tabel 5. 6 Pengaruh Merendam Kaki dengan Air Hangat Terhadap Perbedaan Setiap Skor Komponen Kualitas Tidur Responden Komponen Kualitas Tidur N Z Sig. (2-tailed) Pretest 20 -4,264 0,000 Posttest 20 -4,146 0,000 -4,472 0,000 -3,638 0,000 -4,243 0,000 -3,317 0,001 -3,317 0,001 Kualitas Tidur Subjektif Latensi Tidur Pretest 20 Posttest 20 Lamanya Tidur Pretest 20 Posttest 20 Effisiensi Tidur Pretest 20 Posttest 20 Gangguan Tidur Pretest 20 Posttest 20 Pemakaian Obat Tidur Pretest 20 Posttest 20 Disfungsi Siang Hari Pretest 20 Posttest 20 Tabel di atas menunjukkan bahwa semua komponen memiliki perbedaan yang bermakna (p< 0,05) antara sebelum dan sesudah melakukan rendam kaki dengan air hangat. Komponen kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur dan gangguan tidur 78 memiliki nilai p= 0,000 sedangkan komponen penggunaan obat dan disfungsi siang hari memiliki nilai p= 0,001. Dari uraian di atas, menjelaskan bahwa setiap komponen mengalami penurunan yang bermakna dan merendam kaki dengan air hangat sangat berpengaruh pada semua komponen yang dibuktikan dengan nilai p< 0,05. BAB VI PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil penelitian berdasarkan teori-teori dan penelitian terkait. Bab ini juga akan membahas pencapaian tujuan serta keterbatasan penelitian yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. A. Karakteristik Responden 1. Usia Rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 66,30 tahun (SD= 4,131) dengan rentang usia antara 61 sampai 79 tahun. Seseorang dikatakan tergolong usia lanjut, jika berusia ≥60 tahun (Hardywinoto, 2005). Berdasarkan hasil pengukuran kualitas tidur sebelum intervensi, semua responden memiliki gangguan tidur berupa sulit untuk jatuh tertidur, sering terbangun di tengah malam, mudah terbangun atau kurang pulas. Gangguan tidur tersebut muncul karena proses penuaan yang mengakibatkan perubahan pola tidur pada lansia (Juddith, 2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Potter & Perry (2011) yang menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur salah satunya adalah usia. 2. Jenis Kelamin Jenis kelamin responden pada penelitian ini terdiri dari perempuan sejumlah 11 orang dan laki-laki sebanyak 9 orang. Hasil pengukuran kualitas tidur sebelum merendam kaki dengan air hangat menunnjukkan rata-rata skor kualitas tidur pada responden laki-laki 79 80 sebesar 15,33 sedangkan perempuan 15,09. Hasil tersebut kemudian diuji perbedaannya menggunakan analisis uji independent t test yang menghasilkan nilai p=0,817 dan hasil t hitung sebesar -0,235 (t tabel= 2,101). Analisis uji tersebut menunjukkan bahwa p>0,05 dan nilai -t hitung > -t tabel, ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara rata-rata skor sebelum intervensi pada perempuan dan laki-laki. Pengukuran skor kualitas tidur setelah intervensi didapatkan rata-rata pada perempuan sebesar 9,54 dan laki-laki sebesar 9,44. Beberapa penelitian terkait belum ada yang menyatakan bahwa kualitas tidur dipengaruhi oleh jenis kelamin, hal ini sesuai dengan pernyataan Darmojo (2009) bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur. B. Skor Total Kualitas Tidur Hasil pengukuran antara pre test dan post test menunjukkan perbedaan rata-rata skor PSQI, dimana rata-rata hasil pre test adalah 15,20 dengan skor paling rendah 12 dan paling tinggi 20. Sedangkan hasil post test memiliki rata-rata 9,50 dengan skor terendah 7 dan skor tertinggi adalah 13. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran kualitas tidur mengalami penurunan rata-rata antara sebelum dan sesudah intervensi. Semakin kecil skor kualitas tidur mengindikasikan bahwa kualitas tidur semakin meningkat atau membaik, sehingga bisa disimpulkan bahwa intervensi merendam kaki dengan air hangat dapat meningkatkan kualitas tidur. 81 Meningkatnya kualitas tidur akibat melakukan rendam kaki dengan air hangat, merupakan suatu respon relaksasi yang menekan saraf simpatis. Kondisi tersebut dikarenakan aktivitas saraf parasimpatis lebih berperan dan aktif (rest and digest) (Potter & Perry, 2011; Intan A, 2010). Relaksasi juga mempengaruhi respon tubuh seperti membesarnya pembuluh darah kulit, menurunkan ketegangan otot rangka, menurunkan kadar asam laktat, menurunkan kadar epineprin dan meningkatnya sekresi hormon melatonin (Amirta, 2007; Darmojo, 2009; Ningrum, 2012). Berdasarkan mekanisme tersebut, lansia mengalami peningkatan kualitas tidur. Mekanisme fisiologis yang terjadi amatlah kompleks, namun ada beberapa sistem yang erat kaitannya dengan kondisi relaksasi, yaitu jaringan otot, sistem endokrin dan persyarafan. Air hangat dapat menimbulkan rasa nyaman pada otot karena terjadi penurunan tegangan otot akibat melebarnya pembuluh darah dan meregangnya sel-sel otot (Darmojo, 2009). Pada sistem endokrin, merendam kaki dengan air hangat dapat menstimulasi peningkatan sekresi hormon dalam tubuh. Adapun hormon yang disekresi pada saat merendam kaki dengan air hangat yaitu serotonin yang kemudian diubah menjadi melatonin (hormon yang menyebabkan rileks dan mengantuk) (Amirta, 2007). Sedangkan pada sistem persyarafan, air hangat dapat merangsang ujung-ujung syaraf yang kemudian menjadikan peningkatan metabolisme jaringan. Syaraf yang terangsang dapat menimbulkan efek analgesik dan sedatif dikarenakan aktivasi sistem syaraf parasimpatis (kondisi rileks) dan ditekannya syaraf simpatis (Ebben & Spielman, 2006; Amirta, 2007). 82 Mekanisme homeostasis dalam siklus tidur berhubungan dengan aktivitas sel-sel neuron dalam batang otak serta peran dari neurotransmitter yang diprosuksi hipotalamus (Juddith, 2010). Dalam keadaan terjaga, neuron dalam Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin yaitu norepineprin (Hidayat, 2008). Beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan tidur dan terbangun. Kelenjar pineal menerima impuls saraf yang berasal dari retina mata. Setelah impuls saraf sampai, kelenjar pineal mengkoordinasi serangkaian reaksi kimia yang menghasilkan produksi hormon serotonin dan melatonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls saraf ke otak dan juga berperan spesifik dalam menginduksi rasa kantuk. Serotonin dalam tubuh diubah menjadi melatonin, yang merupakan hormon katekolamin sehingga dapat menimbulkan rasa kantuk (Wold, 2008; Potter & Perry, 2011). Merendam kaki dengan air hangat dapat menciptakan suasana rilkes yang akan meningkatkan produksi serotonin dan kemudian diubah menjadi melatonin sehingga timbul rasa kantuk dan mempertahankan tidur nyenyak. Waktu perlakuan rendam kaki dengan air hangat yaitu pada saat malam hari dengan alasan, ketika hari mulai gelap gland pineal mulai mengubah serotonin menjadi melatonin. Kelenjar pineal tidak menyimpan melatonin yang dihasilkan, melainkan memompa hormon ini secara langsung ke dalam aliran darah. Melatonin akan mulai diproduksi ketika malam tiba, yang kemudian mengkoordinasi fungsi-fungsi tubuh menjadi sistem yang selaras. 83 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata skor kualitas tidur yang bermakna (p=0,000) antara hasil pre-test dan post-test. Perbedaan ini berarti bahwa intervensi merendam kaki dengan air hangat berpengaruh terhadap kualitas tidur. Pengaruh ini dibuktikan dengan nilai korelasi yaitu 0,827 yang artinya perbedaan rata-rata antara nilai pre tes dan post test mempunyai korelasi yang kuat. Hal ini juga dilengkapi dengan nilai perbedaan rata-rata skor kualitas tidur antara pre test dan post test sebesar 5,700. Dengan demikian, merendam kaki dengan air hangat dapat menurunkan skor PSQI dengan kata lain memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Penelitian terkait juga menunjukkan pengaruh merendam kaki dengan air hangat terhadap kualitas tidur, seperti Moura silva, Pereira Tucano, dkk (2012) yang menemukan bahwa kualitas tidur meningkat setelah dilakukan hydrotherapy (indoor warm pool) pada lansia dengan fibromyalgia dengan ditandai adanya penurunan skor antara sebelum dan sesudah intervensi (p=0,0001). C. Skor Setiap Komponen Kualitas Tidur Hasil analisis menunjukkan bahwa semua komponen kualitas tidur (kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat tidur, dan disfungsi disiang hari) memiliki perbedaan skor yang bermakna (p<0,05) antara sebelum dan sesudah merendam kaki dengan air hangat yang dilakukan menjelang tidur selama 5 hari berturut-turut (10 menit setiap perlakuan). Hasil ini membuktikan bahwa 84 merendam kaki dengan air hangat mempengaruhi semua komponen (kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat tidur dan disfungsi disiang hari). Merendam kaki dengan air hangat mempunyai dampak bagi kualitas tidur, yang disebabkan adanya perasaan rileks dan meningkatnya sekresi hormon serotonin (Intan A, 2010). Kondisi rileks yang ditimbulkan dari melakukan rendam kaki dengan air hangat menjelang tidur dapat menurunkan aktivasi Reticular Activating System (RAS) yang menekan aktivitas korteks serebral ditambah dengan peningkatan kadar melatonin (Ebben & Spielman, 2006). Secara fisiologi dibagian telapak kaki terdapat banyak syaraf terutama di kulit yaitu flexus venosus, dari mekanisme syaraf ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior kemudian dilanjutkan ke medula spinalis. Stimulus ini lanjut masuk ke batang otak tepatnya di bagian bawah pons dan medula, disinilah terjadi efek soparifik (ingin tidur) (Guyton & Hall, 2010). Mekanisme ini ditunjukkan dengan penurunan skor pada komponen latensi tidur, lamanya tidur dan effisiensi tidur. Pengukuran dari 20 responden, skor komponen latensi tidur menurun dari 2,35 (pre test) menjadi 1,40 (post test) yang artinya terjadi penurunan lantensi tidur dari kisaran waktu >60 menit menjadi <30 menit. Latensi tidur adalah waktu yang dibutuhkan untuk tertidur atau waktu untuk memulai tidur sampai tidur yang sesungguhnya. Skor komponen lamanya tidur menurun dari 2,40 (pres test) menjadi 1,40 (post test) yang artinya terjadi peningkatan jumlah jam atau durasi tidur. Lansia yang melakukan rendam kaki dengan air hangat sebelum tidur mengalami peningkatan jumlah jam tidur menjadi skitar 6-7 jam yang 85 awalnya hanya 5-6 jam saja. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Khotimah (2012) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa terapi rendam air hangat pada kaki memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga meningkatkan kuantitas tidur, dengan nilai signifikansi (p< 0,05). Secara fisiologis Bulbar Synchronizing Regional (BSR) mengambil alih dan melepaskan serotonin sehingga responden akan merasa mengantuk dan mudah untuk jatuh tertidur. Keadaan ini membuat Reticular Activating System (RAS) sulit aktif sehingga kondisi tidur dapat dipertahankan (Potter & Perry, 2011). Pengukuran skor komponen effisiensi tidur terjadi penurunan dari 1,25 (pre test) menjadi 0,50 (post test) yang artinya terjadi peningkatan persentasi efisiensi tidur responden. Effisiensi tidur dapat dinilai dari total jumlah jam tidur dibagi dengan total waktu di tempat tidur, lalu dikalikan 100%. Effisiensi tidur dikatakan baik, jika memiliki persentase yang tinggi, dalam hal ini skor komponen effisiensi tidurnya kecil. Effisiensi tidur meningkat karena adanya pertambahan durasi tidur yang disertai dengan berkurangnya waktu latensi tidur. Lansia juga mengalami penurunan frekuensi terbangun dimalam hari serta mudah untuk tertidur kembali. Kondisi tidur yang nyenyak membuat persepsi responden terhadap kualitas tidurnya meningkat. Peningkatan kualitas tidur subjektif ditunjukkan dengan penurunan skor komponen kualitas tidur subjektif dari 2,35 (pre test) menjadi 1,35 (post test). Beberapa komponen diatas, dipengaruhi oleh aktivitas serebral akibat kondisi relaksasi. Membaiknya latensi tidur, lamanya tidur dan durasi 86 tidur, mengakibatkan responden merasakan tidur yang nyenyak setelah diberikan terapi rendam kaki dengan air hangat. Tidur nyenyak ditandai dengan sulit aktifnya Reticular Activating System (RAS) sehingga responden tidak lagi terlalu sensitif terhadap lingkungannya. Merendam kaki dengan air hangat berperan dalam meningkatkan kadar melatonin dan menghambat RAS untuk aktif (Guyton & Hall, 2010) . Selain terhambatnya RAS untuk aktif, kinerja saraf simpatis ditekan dan terjadi penurunan kadar epineprin yang membuat lansia tidur lebih nyenyak dan menurunkan frekuensi terbangun ditengah malam. Mekanisme ini dibuktikan dengan menurunnya skor komponen gangguan tidur dari 2,40 (pres test) menjadi 1,50 (post test). Gangguan tidur adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau bangun lebih awal dari yang diinginkan (Darmojo, 2009). Penurunan frekuensi gangguan tidur ini dapat disebabkan oleh respon relaksasi atau posisi tidur pada saat menjelang tidur. Merendam kaki dengan air hangat dapat mengendorkan otot sekaligus memiliki efek analgesik dan mengurangi gejala Restless Legs Syndrom (RLS). Aliran darah yang lancar juga akan mempengaruhi sistem transportasi nutrisi dan oksigen yang cukup untuk dibawa ke rongga dada serta paru-paru. Peningkatan kapasitas paru juga dapat terjadi sehingga dapat mengurangi gejala Sleep Disordered Breathing (SDB) (Darmojo, 2009). Setelah kebutuhan pada malam hari terpenuhi, responden lebih merasa segar dipagi hari dan lebih bersemangat saat beraktivitas, dibuktikan dengan adanya penurunan skor komponen disfungsi siang hari dari 2,05 (pre test) menjadi 1,50 (post test) yang artinya masalah disfungsi pada siang hari 87 menjadi berkurang. Hasil analisis menunjukkan nilai yang bermakna (p<0,05) yang berarti merendam kaki dengan air hangat dapat memperbaiki kualitas tidur sehingga aktivitas responden disiang hari lebih baik. Responden memiliki aktivitas yang beragam, dari mulai sekedar mengurus rumah tangga sampai bertani. Saat lansia beraktivitas, rangsangan (cahaya,suara,sentuham) yang diterima dari lingkungan akan diteruskan ke Reticular Activating System (RAS) yang kemudian aktif dan kondinya terjaga. Kondisi ini akan berubah, jika lansia tidak memiliki kegiatan atau aktivitas, karena tidak ada rangsangan yang mengaktivasi RAS maka terjadi penurunan impuls saraf yang dikirmkan ke korteks serebral sehingga menjadi kurang aktif (mengantuk). Setelah melakukan rendam kaki dengan air hangat, frekuensi mengantuk atau tertidur saat beraktivitas disiang hari terjadi penurunan. Aktivitas yang berat disiang hari, membuat semua responden sering mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi keluhannya, seperti obat pegalpegal, obat nyeri, dan gejala ringan seperti sakit kepala dan flu. Mereka menkonsumsi obat untuk penyakit yang dideritanya dan memanfaatkan obat tersebut untuk mengambil efek analgesik dan sedatifnya. Hal inilah yang harus diluruskan, bahwa efek sedatif bisa didapat dari merendam kaki dengan air hangat menjelang tidur. Pada komponen penggunaan obat tidur atau jenis lainnya, sebanyak 20 responden menunjukkan hasil pengukuran sebelum intervensi rendam kaki adalah 2,40 dan sesudah intervensi menjadi 1,85. Adanya penurunan pada hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi, namun peneliti belum menemukan secara rinci dan secara fisiologis mengenai teori pengaruh rendam kaki dengan air hangat terhadap komponen 88 penggunaan obat. Penurunan skor pada komponen penggunaan obat terjadi akibat perubahan persepsi yang disebabkan adanya perubahan pola tidur responden. D. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan penelitian, yaitu: 1. Pengambilan data kualitas tidur dilakukan dengan pengisian kuesioner saja, tidak dilakukan observasi langsung yang mendalam. Jawaban responden mengenai waktu (jam tidur, durasi tidur, durasi terbangun) bisa saja kurang akurat. 2. Keterbatasan alat dari peneliti, sehingga alat yang digunakan kurang seragam. Ketidak seragaman alat inilah yang mengakibatkan setiap responden tidak sama kedalaman rendam kakinya. Sebagian responden merendam kakinya sampai betis, dan sisanya hanya sampai diatas mata kaki. 3. Keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Apabila peneliti mempunyai waktu,biaya dan, tenaga yang cukup, penelitian ini akan menggunakan sampel yang lebih banyak dan menggunakan dua kelompok (kontrol dan intervensi), sehingga hasil yang didapat lebih baik dan tingkat kebenarannya semakin tinggi. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, membuahkan kesimpulan pada penelitian ini yaitu, merendam kaki dengan air hangat memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur lansia dimana terjadinya peningkatan kualitas tidur pada lansia yang melakukan rendam kaki dengan air hangat selama lima hari berturut-turut (10 menit setiap perlakuan). Berikut ini adalah rincian kesimpulan pada penelitian ini: 1. Responden yang digunakan sebanyak 20 orang lansia dengan karakteristik usia paling muda adalah 61 dan yang tertua adalah 79. Jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan 11 orang dan laki-laki sebanyak 9 orang. 2. Gambaran skor setiap komponen kualitas tidur, yaitu komponen kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat, dan disfungsi disiang hari mengalami penurunan skor antara sebelum dan sesudah merendam kaki dengan air hangat yang berarti adanya pengaruh dari rendam kaki dengan air hangat terhadap seluruh komponen kualitas tidur. 3. Rata-rata skor total kualitas tidur responden sebelum intervensi sebesar 15,20 dan pada pengukuran setelah intervensi sebesar 9,50. 89 90 4. Terdapat perbedaan rata-rata skor kualitas tidur antara sebelum dan sesudah intervensi sebesar 5,7. Hasil analisis uji t didapatkan nilai signifikansi p<0,05 (p=0,000). 5. Terjadi penurunan rata-rata pada setiap komponen kualitas tidur, diantaranya komponen kualitas tidur subjektif (pre test=2,35; post test=1,35), latensi tidur (pre test=2,35; post test=1,40), lamanya tidur (pre test=2,40; post test=1,40), effisiensi tidur (pre test=1,25; post test=0,50), gangguan tidur (pre test=2,40; post test=1,50), pemakaian obat tidur (pre test=2,40; post test=1,85), dan disfungsi siang hari (pre test=2,05; post test=1,50). Dengan demikian dapat dikatakan terjadi peningkatan atau perbaikan pada setiap komponen setelah intervensi rendam kaki dengan air hangat. 6. Pada analisis uji Wilcoxon setiap komponen, didapat perbedaan rata-rata skor yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p<0,05. Hasil ini berarti bahwa merendam kaki dengan air hangat mempengaruhi semua komponen kualitas tidur. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka saran yang dapat diajukan oleh peneliti adalah: 91 1. Bagi Institusi Pendidikan Institusi pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan dan bahan referensi dalam upaya meningkatkan dan memperkaya kajian keperawatan gerontik tentang praktik terapi komplementer yang menerapkan intervensi merendam kaki dengan air hangat dan pengaruhnya terhadap kualitas tidur lansia. 2. Bagi Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan tidak saja berfokus pada tindakan farmakologis, tetapi harus berinovasi dengan pelengkap terapi non farmakologis. Merendam kaki dengan air hangat merupakan terapi non farmakologis yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan perawat baik di rumah sakit maupun komunitas untuk diaplikasikan. Berdasarkan hasil penelitian, merendam kaki adalah salah satu cara metode relaksasi yang terbukti berpengaruh dalam meningkatkan kualitas tidur lansia. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lanjutan, seperti: a. Melakukan penelitian dengan perlakuan yang lebih lama (>5 hari) dan jumlah responden yang lebih banyak. Penelitian lanjutan dengan mencari efektifitas menggunakan dua kelompok (kontrol dan intervensi). b. Melakukan penelitian lanjutan pada lansia dengan terapi merendam kaki dengan air hangat untuk kriteria gangguan tidur tertentu. DAFTAR PUSTAKA Amirta, Yolanda. Sehat Murah dengan Air. Jakarta: Keluarga Dokter, 2007 Anwar, Zainul. Penanganan Gangguan Tidur Pada Lansia. Malang: UMM Journal Studies, 2010 Arnot, dkk. Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis: Perawatan Alternatif dan Tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu, 2009 Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 28 Oktober 2014 pada jam 20.20 WIB. Black M. Joyce., Hawk H. Jane. Medical Surgical Nursing. Clinical Management fot Positive Outcome. Volume 1. Eight Edition. Saunders Elsevier. St. Louis. Missouri, 2008 Burns, Nancy and Grove K Susan. The Practice of Nursing Research Conduct, Critique and Utilization. USA: Elsevier, 2005 Buysse, D. J., et al. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI): A new Instrument for Psychiatric Practice and Research. Pittsburgh: Elsevier Scientific Publishers Ireland Ltd, 1989 Caple & Grose. Sleep and hospitalization. Evidence-Based Care Sheet. Sleep and Hospitalization. Cinahl Information System, 2011 Colten R. Harvey., Altevoght M. Bruce. Sleep disorder and sleep deprivation: An Unmet Public Health Problem. Washington, DC: The National Academic Press, 2006 Darmojo, B. dan Martono, H. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009 Devsaran. Rendam kaki dengan air panas mempercepatkan peredaran darah. http://id.asiatcm.com/content/rendam-kaki-dengan-air-panasmempercepatkan-peredaran-darah. diakses pada tanggal 5 Januari, 2015 Dinas Kesehatan. Manfaat dan Kerugian Air Hangat. Jakarta: Dinas Kesehatan, 2014 diakses dari http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/623dibalik-manfaat-ada-rugi-mandi-air-hangat pada tanggal 19 Januari 2014 Ebben, Matthew R. And Spielman, Arthur J. The Effect of Distal Limb Warming on Sleep Latency. USA: Lawrence Erlbaum Associaties, 2006 Endeshaw Y, Bliwise DL. Sleep Disorder in the Elderly. In Agronin ME, Maletta GJ. PRINCIPLE AND PRACTICE OF GERIATRIC PSYCHIATRY. 1st ed. Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS, 2006 Fatimah, Sari., Majid, Yudi., dan Susanti, Raini D. Pengaruh Akupresur Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay. Bandung: Naskah Publikasi, 2014 Fatimah. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Gerontik. Jakarta : TIM, 2010 Fatmah. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga, 2010 Flona. Terapi aromatic mendongkrak gairah bercinta. Jakarta: Gramedia, 2010 Galimi R. Insomnia in the elderly: an update and future challenges. G GERONTOL, 2010 Greenberg, Sherry A. How to try this: The Geriatric Depression Scale (GDS). USA: New York University, 2012 Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology, 12th ed. Jakarta: EGC, 2010 Handoyo, K. Khasiat dan Keajaiban Air Putih. Jakarta: Dunia Sehat, 2014 Hardy, S. A double bind: Disturbed sleep and depression. Practice Nursing. Volume 19, 2008 Hardywinoto dan Setiabudhi, T. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek: Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005 Hegner, Barbara R., Acello, Barbara., and Caldwell, Esther. Nursing Assistant: A Nursing Process Approach BASICS. USA: Delmar Learning, 2010 Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika, 2009 Hidayat, A. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika, 2008 Intan, Novita. Dasar-dasar Fisioterapi pada Cedera Olahraga. Yogyakarta: UNY Journal Studies, 2010 Judith, T. R., Julie, T. S., and Elizabeth, V. W. Managing sleep disorder in the elderly. Nurse Practitioner, 2010 Kementrian Kesehatan RI. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013 Khasanah, Khusnul dan Wahyu Hidayati. Kualitas Tidur Lansia di Balai Rehabilitasi Sosial “MANDIRI” Semarang. Diponegoro Journal of Nursing Studies, 2012 Khotimah. Pengaruh Rendam Air Hangat Pada Kaki Dalam Meningkatkan Kuantitas Tidur Lansia. Jombang: UPTDU Journal Nursing Studies, 2012 Kneipp, Sebastian., and Priesnisz V. Hydrotherapy. Mosby, 2005 Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. Mengenal usia lanjut dan perawatanya. Jakarta: Salemba Medika, 2008 Mubarak, Wahid Iqbal, dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: CV Sagung Seto, 2006 Ningrum, Destiana A. Perbandingan Metode Hydrotherapy Massage dan Massage Manual Terhadap Pemulihan Kelelahan Pasca Olahraga Anaerobic Lactacid. Bandung; Repository.UPI.Edu, 2012 Nugroho, W. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC, 2008 Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawtan. Jakarta: Salemba Medika, 2008 Potter, Patricia A and Anne Griffin Perry. Basic Nursing. 7th ed. Canada: Mosby, 2011 Putra, R. Tips Sehat dengan Pola Tidur Tepat dan Cerdas. Yogyakarta: Buku Biru, 2011 Raisanen, Hannele Kauppinen. “The Impact of Extrinsic and Package Design Attributes on Preferences for Non-Prescription Drugs”. Management Research Review, Vol. 33, 2010 Saryono. Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT Percetakan Dan Penerbitan Unsoed, 2011 Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007 Silva, Oliveira Moura., et, all. Effect of hydrotherapy on quality of life, in patients with fibromyalgia. USA: Elsevier, 2012 Smyth, Carole. How to try this: Evaluating Sleep Quality in Older Adults. American Journal of Nursing, 2012 Stanley, M., & Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC, 2007 Sudjana. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito, 2005 Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI, 2006 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006 Sulaiman, S. Terapi Penyembuhan Dengan Air. Surakarta: Ziyad, 2009 Sustrani, L., Alam, S., dan Hadibroto, I. DIABETES: Informasi Lengkap Untuk Penderita & Keluarga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006 The National Center on Physical Activity and Disability Exercise. Aquatic Therapy. Chicago: Department of Disability and Human Development, 2009 Wallace, Meredith and Mary Shelkey. How to try this: Katz Index of Independence in Activities of Daily Living (ADL). USA: New York University, 2012 Widya, G. Mengatasi Insomnia Cara Mudah Mendapatkan Kembali Tidur Nyenyak Anda. Yogyakarta: Katahati, 2010 Wilson, S. A good night’s sleep, part one: normal sleep. Nursing & Residential Care, 2008 Wold, Gloria H. Basic Geriatric Nursing. Amerika : Mosby, 2008 Nomor Responden Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENGARUH MERENDAM KAKI DENGAN AIR HANGAT TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ASTANALANGGAR KECAMATAN LOSARI CIREBON JAWA BARAT Assalaamu’alaykum Wr. Wb. Saya Gilang Gumilar Permady mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melaksanakan penelitian terkait tugas skripsi yang berjudul “Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon Jawa Barat” guna menyelesaikan tugas akhir pendidikan. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui adakah pengaruh pada kualitas tidur lansia setelah diberikan perlakuan merendam kaki dengan air hangat di wilayah kerja Puskesmas Astanalanggar Kecamatan Losari Cirebon. Alasan untuk menjadi responden: Lansia memiliki kualitas tidur yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa muda, remaja maupun anak-anak. Prosedur: 1. Mengidentifikasi subjek yang berpotensi masuk dalam penelitian. Pada tahap ini , kakek/ nenek akan diberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur sesuai dengan pengalaman dan yang dirasakan, sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang sesuai dengan apa yang akan diteliti. 2. Pengisian tahap pertama akan diolah hasilnya yang kemudian diseleksi sesuai dengan syarat-syarat penelitian. 3. Jika lolos pada tahap pertama, maka kakek/ nenek membuat persetujuan kedua untuk bersedia sebagai subjek penelitian. 4. Setelah kakek/ nenek bersedia menjadi responden, selanjutnya akan dilakukan merendam kaki dengan air hangat sebelum tidur selama lima hari berturut-turut. Lalu, kakek/ nenek akan mengisi pertanyaan lagi untuk yang terakhir kalinya. Resiko Dalam penelitian ini mungkin kakek/ nenek akan merasakan bosan, malas, dan ketidaknyamanan untuk melakukan rendam kaki sebelum tidur selama lima hari berturut turut. Manfaat langsung bagi responden Dapat merasakan sensasi rileks saat hendak tidur malam, yang akan membuat kakek/ nenek merasa lebih nyaman. Kompensasi Kakek/ nenek dapat mengajukan pengunduran diri kapan saja tanpa ada konsekuensi apapun. Menjaga kerahasiaan data Menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi (identitas responden) maupun hasil-hasil lainnya. Semua informasi yang sudah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Lembar Persetujuan Saya mengerti sepenuhnya resiko dan manfaat dari keikutsertaan saya pada penelitian ini dan menyatakan setuju untuk ikut serta sebagai responden penelitian dan keikutsertaan saya ini merupakan atas dasar suka rela tanpa ada unsur paksaan. Nama : Usia : Tanggal : Jam : Gilang Gumilar Permady Lampiran 2 LEMBAR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN 1. Data Personal Responden Nama (Inisial) : Usia : Jenis Kelamin : Alamat : 2. Riwayat Kesehatan Riwayat penyakit sebelumnya: Keluhan saat ini: Apakah saat ini kakek/ nenek mengkonsumsi obat? Ya ( ) Jika Ya, sudah berapa lama mengkonsumsi obat tersebut? 1 bulan ( ) >6 bulan ( ) Sebutkan nama dan dosisnya! >1 tahun ( ) Tidak ( ) PITTSBURGH SLEEP QUALITY INDEX (PSQI) Petunjuk: Pertanyaan-pertanyaan berikut ini berhubungan dengan kebiasaan tidur kakek/nenek selama satu bulan terakhir. Jawaban anda harus sesuai dengan kebiasaan tidur siang dan malam selama sebulan terakhir. Jawablah seluruh pertanyaan di bawah ini. Selama sebulan terakhir, 1. Jam berapa kakek/nenek biasanya tidur? 2. Berapa lama (berapa menit) kakek/nenek menanti sebelum anda tertidur? 3. Jam berapa biasanya kakek/nenek bangun di pagi hari? 4. Berapa jam sesungguhnya kakek/nenek tidur pada malam hari? (Ini berbeda dengan jumlah jam yang anda habiskan di tempat tidur) 5. Selama sebulan terakhir, seberapa sering tidur kakek/nenek terganggu karena… a. Tidak bisa tertidur dalam tempo 30 menit b. Terbangun di tengah malam atau dini hari c. Harus bangun untuk ke kamar mandi d. Susah bernapas e. Batuk atau mendengkur kuat f. Merasa terlalu dingin g. Merasa terlalu panas h. Mendapat mimpi buruk i. Merasa nyeri Tidak pernah Kurang dari 1 atau 2 kali 3 kali atau selama sekali dalam dalam lebih dalam sebulan seminggu seminggu seminggu terakhir j. Alasan lain, kalau ada tolong jelaskan: 6. Pada sebulan terakhir, seberapa sering kakek/nenek meminum obat tidur (resep atau obat bebas)? 7. Pada sebulan terakhir, seberapa sering kakek/nenek tertidur ketika sedang mengemudi, makan, atau terlibat dalam kegiatan sosial? Tidak ada Sedikit sekali masalah sama masalah sekali Ada masalah Masalah besar 8. Pada sebulan terakhir, seberapa banyak masalah yang kakek/nenek hadapi untuk tetap antusias menyelesaikan sesuatu Sangat baik 9. Bagaimanakah kakek/nenek menentukan kualitas tidur anda secara keseluruhan pada sebulan terakhir? Cukup baik Kurang baik Sangat buruk Yesavage Geriatric Depression Scale Berilah tanda centang (√) pada kolom kesesuaian jika jawaban pasien sesuai dengan jawaban yang dicetak tebal. No. 1. Item Apakah anda merasa nyaman dalam kehidupan ini? 2. Apakah anda mengalami perubahan dalam melakukan aktivitas dan hobi? 3. Apakah anda merasa hidup ini hampa? 4. Apakah anda sering merasa bosan? 5. Apakah anda optimis terhadap masa depan? 6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi? 7. Apakah anda merasa bahagia sepanjang waktu? 8. Apakah anda sering merasa sendirian? 9. Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada di luar rumah dan mengerjakan sesuatu yang baru? 10. Apakah anda mempunyai masalah dengan daya ingat? 11. Apakah anda merasa senang dengan kehidupan saat ini? 12. Apakah anda merasa tidak berharga? 13. Apakah anda saat ini bersemangat? 14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan? 15. Apakah anda merasa orang lain lebih baik dari anda? Cara menilai: Kesesuaian (Tidak) (Ya) (Ya) (Ya) (Tidak) (Ya) (Tidak) (Ya) (Ya) (Ya) (Tidak) (Ya) (Tidak) (Ya) (Ya) Jika terdapat delapan jawaban atau lebih sesuai dengan jawaban yang dicetak tebal, maka lanjut usia terindikasi depresi. PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL ( Indeks Kemandirian Katz ) No. 1. Aktivitas Mandi Mandiri : Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti punggung atau ekstremitas yang tidak mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya. Tergantung : 2. Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari kamar mandi, serta tidak bisa mandi sendiri. Berpakaian Mandiri : Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancing/mengikat pakaian. Tergantung : 3. Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian. Ke Toilet Mandiri : Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genetalia sendiri. Tergantung : 4. Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot. Berpindah Mandiri : Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri. Tergantung : Mandiri (1) Tergantung (0) 5. Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih perpindahan. Kontinen Mandiri : BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri. Tergantung : 6. Inkontinensia parsial atau total; penggunaan kateter, pispot, enema dan pembalut ( pampers ). Makan Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri. Tergantung : Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral ( NGT ). Keterangan : Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien Lampiran 3 Panduan Prosedur Tindakan (Merendam Kaki dengan Air Hangat) Nama : Tanggal perlakuan : No. Tindakan 1. Persiapkan alat dan bahan 1. Thermometer 2. Basin/Baskom 3. 2 buah handuk 4. Wadah air atau termos yang berisi air panas 2. Bawa peralatan mendekati tempat tidur. 3. Mencampurkan air dingin dan air panas, lalu ukur suhunya dengan thermometer (suhu 39oC - 42oC), isi baskom setengah penuh. Melakukan Ya Tidak 4. Letakkan basin atau baskom di dekat tempat tidur, atau di bawah tempat tidur. 5. Duduk di tempat tidur dengan kaki menggantung ke bawah, dan pastikan tempat tidur aman. 6. Jika kaki nampak kotor, maka cuci kaki terlebih dahulu. 7. Celupkan dan rendam kaki sampai betis lalu biarkan selama 10 menit. 8. Tutup baskom dengan handuk untuk menjaga suhu. 9. Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit, jika suhu turun tambahkan air panas sampai suhu sesuai kembali. 10. Setelah selesai (10 menit), angkat kaki dan keringkan dengan handuk. 11. Rapikan peralatan. Paraf Catatan: Dimohon kepada anggota keluarga untuk membantu dalam pengisian lembar observasi ini dan diisi dengan sejujur-jujurnya. Lampiran 4 HASIL PENILAIAN GDS DAN INDEKS KATZ Nomor urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Nilai GDS 6 5 5 3 5 6 3 4 4 5 3 4 5 5 6 4 5 4 6 3 Nilai Indeks Katz 5 6 6 6 5 4 5 6 5 6 6 5 6 4 5 5 6 5 5 6 Lampiran 5 HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Usia dan Jenis Kelamin Statistics Usia Valid N 20 20 0 66,30 ,924 65,63a 65 4,131 17,063 1,659 ,512 3,927 ,992 18 61 79 1326 64,17b 0 ,45 ,114 ,45a 0 ,510 ,261 ,218 ,512 -2,183 ,992 1 0 1 9 b,c . 50 65,63 ,45 75 67,50 ,95 Missing Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum 25 Percentiles Jenis kelamin a. Calculated from grouped data. b. Percentiles are calculated from grouped data. c. The lower bound of the first interval or the upper bound of the last interval is not known. Some percentiles are undefined. Frekuensi Tabel Jenis kelamin Frequency Perempuan Valid Laki-laki Total Percent Valid Percent Cumulative Percent 11 55,0 55,0 55,0 9 45,0 45,0 100,0 20 100,0 100,0 Usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 61 1 5,0 5,0 5,0 62 3 15,0 15,0 20,0 64 1 5,0 5,0 25,0 65 5 25,0 25,0 50,0 66 3 15,0 15,0 65,0 Valid 67 2 10,0 10,0 75,0 68 2 10,0 10,0 85,0 70 1 5,0 5,0 90,0 73 1 5,0 5,0 95,0 79 1 5,0 5,0 100,0 20 100,0 100,0 Total Skor Total Kualitas Tidur Statistics Skor Total Pre test Skor total post test 20 20 Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum 25 0 15,20 ,501 15,20a 13b 2,238 5,011 ,317 ,512 -,672 ,992 8 12 20 304 13,29c 0 9,50 ,426 9,40a 10 1,906 3,632 ,406 ,512 -,553 ,992 6 7 13 190 8,00c Percentiles 50 15,20 9,40 75 16,86 11,00 N Valid Missing a. Calculated from grouped data. b. Multiple modes exist. The smallest value is shown c. Percentiles are calculated from grouped data. Frequency Table Skor Total pre test Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent 12 2 10,0 10,0 10,0 13 4 20,0 20,0 30,0 14 3 15,0 15,0 45,0 15 1 5,0 5,0 50,0 16 4 20,0 20,0 70,0 17 3 15,0 15,0 85,0 18 2 10,0 10,0 95,0 20 1 5,0 5,0 100,0 20 100,0 100,0 Total Skor total post test Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent 7 4 20,0 20,0 20,0 8 2 10,0 10,0 30,0 9 4 20,0 20,0 50,0 10 6 30,0 30,0 80,0 12 2 10,0 10,0 90,0 13 2 10,0 10,0 100,0 20 100,0 100,0 Total Distribusi Frequensi Setiap Komponen Kualitas Tidur (pre test) Kualitas tidur subjektif (pre) N Valid Lamanya tidur (pre) Effisiensi tidur (pre) Gangguan tidur Pemakaian obat Disfungsi siang (pre) tidur (pre) hari (pre) 20 20 20 20 20 20 20 0 2,35 ,109 2,35a 2 ,489 ,239 ,681 ,512 -1,719 ,992 1 2 3 47 .b,c 0 2,35 ,109 2,35a 2 ,489 ,239 ,681 ,512 -1,719 ,992 1 2 3 47 .b,c 0 2,40 ,134 2,42a 2 ,598 ,358 -,393 ,512 -,570 ,992 2 1 3 48 1,82c 0 1,25 ,160 1,24a 1 ,716 ,513 ,537 ,512 ,820 ,992 3 0 3 25 ,57c 0 2,40 ,112 2,40a 2 ,503 ,253 ,442 ,512 -2,018 ,992 1 2 3 48 .b,c 0 2,40 ,112 2,40a 2 ,503 ,253 ,442 ,512 -2,018 ,992 1 2 3 48 .b,c 0 2,05 ,135 2,06a 2 ,605 ,366 -,012 ,512 ,189 ,992 2 1 3 41 1,44c 50 2,35 2,35 2,42 1,24 2,40 2,40 2,06 75 2,85 2,85 2,95 1,82 2,90 2,90 2,65 Missing Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum 25 Percentiles Latensi tidur (pre) a. Calculated from grouped data. b. The lower bound of the first interval or the upper bound of the last interval is not known. Some percentiles are undefined. c. Percentiles are calculated from grouped data. Distribusi Frequensi Setiap Komponen Kualitas Tidur (post test) Kualitas tidur subjektif (post) N Valid Lamanya tidur (post) Effisiensi tidur (post) Gangguan tidur Pemakaian obat Disfungsi siang (post) tidur (post) hari (post) 20 20 20 20 20 20 20 0 1,35 ,109 1,35a 1 ,489 ,239 ,681 ,512 -1,719 ,992 1 1 2 27 .b,c 0 1,40 ,112 1,40a 1 ,503 ,253 ,442 ,512 -2,018 ,992 1 1 2 28 .b,c 0 1,40 ,134 1,42a 1 ,598 ,358 -,393 ,512 -,570 ,992 2 0 2 28 ,82c 0 ,50 ,115 ,50a 0d ,513 ,263 ,000 ,512 -2,235 ,992 1 0 1 10 ,00c 0 1,50 ,115 1,50a 1d ,513 ,263 ,000 ,512 -2,235 ,992 1 1 2 30 1,00c 0 1,85 ,082 1,85a 2 ,366 ,134 -2,123 ,512 2,776 ,992 1 1 2 37 1,35c 0 1,50 ,115 1,50a 1d ,513 ,263 ,000 ,512 -2,235 ,992 1 1 2 30 1,00c 50 1,35 1,40 1,42 ,50 1,50 1,85 1,50 75 1,85 1,90 1,95 1,00 2,00 . 2,00 Missing Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum Sum 25 Percentiles Latensi tidur (post) a. Calculated from grouped data. b. The lower bound of the first interval or the upper bound of the last interval is not known. Some percentiles are undefined. c. Percentiles are calculated from grouped data. d. Multiple modes exist. The smallest value is shown UJI NORMALITAS DISTRIBUSI DATA SKOR PSQI Normalitas skor total pre test Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Skor Total Pre test Df ,154 Shapiro-Wilk Sig. 20 Statistic ,200 * df Sig. ,944 20 ,290 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases Valid N Skor Total Pre test Missing Percent 20 N 100,0% Total Percent 0 N Percent 0,0% 20 100,0% Descriptives Statistic Mean 15,20 95% Confidence Interval Lower Bound for Mean Upper Bound 14,15 5% Trimmed Mean 15,11 Median 15,50 Variance 5,011 Skor Total Pre test Std. Deviation Std. Error ,501 16,25 2,238 Minimum 12 Maximum 20 Range 8 Interquartile Range 4 Skewness ,317 ,512 Kurtosis -,672 ,992 Normalitas skor total post test Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Skor total post test Df ,197 Shapiro-Wilk Sig. 20 Statistic ,042 df Sig. ,910 20 ,064 a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases Valid N Skor total post test Missing Percent 20 N 100,0% Total Percent 0 N Percent 0,0% 20 100,0% Descriptives Statistic Mean 9,50 95% Confidence Interval Lower Bound for Mean Upper Bound 8,61 ,426 10,39 5% Trimmed Mean 9,44 Median 9,50 Variance 3,632 Skor total post test Std. Deviation Std. Error 1,906 Minimum 7 Maximum 13 Range 6 Interquartile Range 2 Skewness ,406 ,512 Kurtosis -,553 ,992 Normalitas setiap komponen (pre test) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Kualitas tidur subjektif (pre) Latensi tidur (pre) Lamanya tidur (pre) Effisiensi tidur (pre) Gangguan tidur (pre) Pemakaian obat tidur (pre) Disfungsi siang hari (pre) df ,413 ,413 ,298 ,336 ,387 ,387 ,333 20 20 20 20 20 20 20 Shapiro-Wilk Sig. Statistic ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 df ,608 ,608 ,744 ,821 ,626 ,626 ,768 Sig. 20 20 20 20 20 20 20 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000 a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases Valid N Kualitas tidur subjektif (pre) Latensi tidur (pre) Lamanya tidur (pre) Effisiensi tidur (pre) Gangguan tidur (pre) Pemakaian obat tidur (pre) Disfungsi siang hari (pre) Percent 20 20 20 20 20 20 20 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Missing N Total Percent 0 0 0 0 0 0 0 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% N Percent 20 20 20 20 20 20 20 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Normalitas Setiap Komponen (post test) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Kualitas tidur subjektif (post) Latensi tidur (post) Lamanya tidur (post) Effisiensi tidur (post) Gangguan tidur (post) Pemakaian obat tidur (post) Disfungsi siang hari (post) df ,413 ,387 ,298 ,335 ,335 ,509 ,335 Shapiro-Wilk Sig. 20 20 20 20 20 20 20 Statistic ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 df ,608 ,626 ,744 ,641 ,641 ,433 ,641 Sig. 20 20 20 20 20 20 20 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases Valid N Kualitas tidur subjektif (post) Latensi tidur (post) Lamanya tidur (post) Effisiensi tidur (post) Gangguan tidur (post) Pemakaian obat tidur (post) Disfungsi siang hari (post) 20 20 20 20 20 20 20 Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Missing N Percent 0 0 0 0 0 0 0 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Total N Percent 20 20 20 20 20 20 20 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% UJI BIVARIAT Uji t berpasangan Skor PSQI Paired Samples Statistics Mean Pair 1 N Std. Deviation Std. Error Mean Skor Total Pre test 15,20 20 2,238 ,501 Skor total post test 9,50 20 1,906 ,426 Paired Samples Correlations N Pair 1 Skor Total Pre test & Skor total post test Correlation 20 ,827 Sig. ,000 Paired Samples Test Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean t Skor Total Pre test Skor total post test 5,700 1,261 ,282 Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval of the Difference Lower Pair 1 df 5,110 Upper 6,290 20,219 19 ,000 Uji Wilcoxon Setiap Komponen PSQI Ranks (Komponen 1) N Negative Ranks Kualitas tidur subjektif (post) - Kualitas tidur subjektif (pre) Mean Rank Sum of Ranks a 10,00 190,00 0b ,00 ,00 19 Positive Ranks c Ties 1 Total 20 a. Kualitas tidur subjektif (post) < Kualitas tidur subjektif (pre) b. Kualitas tidur subjektif (post) > Kualitas tidur subjektif (pre) c. Kualitas tidur subjektif (post) = Kualitas tidur subjektif (pre) Test Statisticsa Kualitas tidur subjektif (post) - Kualitas tidur subjektif (pre) -4,264b ,000 Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. Ranks (Komponen 2) N Negative Ranks Latensi tidur (post) Latensi tidur (pre) Positive Ranks Mean Rank Sum of Ranks a 9,50 171,00 0b ,00 ,00 18 c Ties 2 Total 20 a. Latensi tidur (post) < Latensi tidur (pre) b. Latensi tidur (post) > Latensi tidur (pre) c. Latensi tidur (post) = Latensi tidur (pre) Test Statisticsa Latensi tidur (post) Latensi tidur (pre) Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. -4,146b ,000 Ranks (Komponen 3) N Negative Ranks Lamanya tidur (post) Lamanya tidur (pre) Mean Rank Sum of Ranks 20a 10,50 210,00 b ,00 ,00 Positive Ranks 0 Ties 0c Total 20 a. Lamanya tidur (post) < Lamanya tidur (pre) b. Lamanya tidur (post) > Lamanya tidur (pre) c. Lamanya tidur (post) = Lamanya tidur (pre) Test Statisticsa Lamanya tidur (post) Lamanya tidur (pre) -4,472b ,000 Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. Ranks (Komponen 4) N Negative Ranks Effisiensi tidur (post) Effisiensi tidur (pre) Mean Rank Sum of Ranks 14a 7,50 105,00 b ,00 ,00 Positive Ranks 0 Ties 6c Total 20 a. Effisiensi tidur (post) < Effisiensi tidur (pre) b. Effisiensi tidur (post) > Effisiensi tidur (pre) c. Effisiensi tidur (post) = Effisiensi tidur (pre) Test Statisticsa Effisiensi tidur (post) Effisiensi tidur (pre) Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. -3,638b ,000 Ranks (Komponen 5) N Negative Ranks Gangguan tidur (post) Gangguan tidur (pre) Mean Rank Sum of Ranks a 9,50 171,00 0b ,00 ,00 18 Positive Ranks c Ties 2 Total 20 a. Gangguan tidur (post) < Gangguan tidur (pre) b. Gangguan tidur (post) > Gangguan tidur (pre) c. Gangguan tidur (post) = Gangguan tidur (pre) Test Statisticsa Gangguan tidur (post) Gangguan tidur (pre) -4,243b ,000 Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. Ranks (Komponen 6) N Negative Ranks Pemakaian obat tidur (post) - Pemakaian obat tidur (pre) Positive Ranks Mean Rank Sum of Ranks a 6,00 66,00 0b ,00 ,00 11 c Ties 9 Total 20 a. Pemakaian obat tidur (post) < Pemakaian obat tidur (pre) b. Pemakaian obat tidur (post) > Pemakaian obat tidur (pre) c. Pemakaian obat tidur (post) = Pemakaian obat tidur (pre) Test Statisticsa Pemakaian obat tidur (post) Pemakaian obat tidur (pre) Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. -3,317b ,001 Ranks (Komponen 7) N Negative Ranks Disfungsi siang hari (post) - Disfungsi siang hari (pre) Mean Rank Sum of Ranks a 6,00 66,00 0b ,00 ,00 11 Positive Ranks c Ties 9 Total 20 a. Disfungsi siang hari (post) < Disfungsi siang hari (pre) b. Disfungsi siang hari (post) > Disfungsi siang hari (pre) c. Disfungsi siang hari (post) = Disfungsi siang hari (pre) Test Statisticsa Disfungsi siang hari (post) Disfungsi siang hari (pre) -3,317b ,001 Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks. Uji Independent T test Skor PSQI antara Perempuan dan Laki-laki (pre test) Group Statistics Jenis kelamin Skor Total Pre test N Perempuan Laki-laki Mean Std. Deviation Std. Error Mean 11 15,09 2,212 ,667 9 15,33 2,398 ,799 Independent Samples Test Skor Total Pre test Equal variances assumed Levene's Test for Equality of F Variances Sig. T ,016 ,900 -,235 -,233 18 16,584 ,817 ,819 Mean Difference -,242 -,242 Std. Error Difference 1,032 1,041 Lower -2,411 -2,443 Upper 1,926 1,958 Df Sig. (2-tailed) t-test for Equality of Means Equal variances not assumed 95% Confidence Interval of the Difference Lampiran 6 Daftar Urut Nomor Responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Nama (Inisial) Bpk. So Bpk. T Ibu R Bpk. Su Ibu M Bpk. A Bpk. K Ibu RH Ibu K Ibu S Ibu D Ibu E Ibu A Bpk. J Ibu T Bpk. D Ibu L Ibu W Bpk. Y Bpk. B Usia 66 65 62 66 68 65 61 62 64 73 79 66 65 67 68 65 62 70 65 67 Alamat Ds. Astanalanggar Ds. Astanalanggar Ds. Astanalanggar Ds. Astanalanggar Ds. Astanalanggar Ds. Barisan Ds. Barisan Ds. Pasuruan Ds. Astanalanggar Ds. Pasuruan Ds. Pasuruan Ds. Pasuruan Ds. Astanalanggar Ds. Barisan Ds. Pasuruan Ds. Barisan Ds. Barisan Ds. Astanalanggar Ds. Barisan Ds. Pasuruan