BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intellectual Capital 2.1.1 Definisi Intellectual Capital Definisi mengenai intellectual capital di Indonesia, secara tidak langsung telah di singgung pada PSAK No. 19 revisi 2000 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012) mengenai intangible assets. Dimana, intangible assets atau aktiva tidak berwujud di definisikan sebagai berikut : “Intangible asset atau aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat di identifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik.” Modal intelektual atau intellectual capital merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan intellectual capital dalam artikelnya : “Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.” Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa : “Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.” Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari intellectual capital atau modal intelektual adalah suatu asset tidak berwujud yang tidak secara langsung disebutkan di dalam laporan keuangan yang dapat berupa sumber daya informasi serta pengetahuan yang dapat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan bersaing serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan. 11 12 2.1.2 Komponen Intellectual Capital Definisi-definisi tentang intellectual capital tersebut di atas kemudian telah mengarahkan beberapa peneliti untuk mengembangkan komponen spesifik atas intellectual capital. Pulic mengklasifikasikan intellectual capital dalam nilai tambah (value added) yang didapatkan dari selisih pendapatan (input) perusahaan dengan seluruh biaya (output). Lebih lanjut lagi, nilai tambah intellectual capital dibagi menjadi capital employed (VACA), human capital (VAHU), dan structural capital (STVA). Ketiga kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Human Capital Human Capital merupakan kombinasi dari knowledge, skill, innovativeness, dan kemampuan individu dalam sebuah perusahaan. Menurut Baroroh (2013:174) human capital yang tinggi akan dapat mendorong peningkatan kinerja keuangan. Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai. Human capital dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara efisien. Dengan memiliki karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian maka dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan. 2. Structural Capital / Organizational Capital Menurut Menurut Baroroh (2013:174) structural capital merupakan kemampuan organisasi meliputi infrastruktur, sistem informasi, rutinitas, prosedur dan budaya organisasi yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan intelektual yang optimal. Suatu organisasi yang memiliki prosedur yang baik maka intellectual capital akan mencapai kinerja secara optimal. Structural capital menjadi infrastruktur perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas karyawan. Termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals, strategies routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari materialnya. 13 3. Relational Capital / Capital Employeed Relational Capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Arifah dan Medyawati, 2012). Pulic (1998) dalam Ulum (2013:191) menyebut modal intelektual ini sebagai capital employed. Dimana modal intelektual ini menggambarkan modal yang dimiliki perusahaan berupa hubungan yang harmonis kepada para mitranya serta pengelolaan physical capital guna membantu penciptaan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. IFAC (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu : (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human Capital. Organizational Capital meliputi a) intellectual property dan b) infrastructure assets. Tabel 2.1 menyajikan pengklasifikasian tersebut beserta komponen-komponennya. 14 Tabel 2.1 Klasifikasi Intellectual Capital Organizational Capital Intellectual Property : Relational Capital Human Capital ∑ Brands ∑ Know-how ∑ Patents ∑ Customers ∑ Education ∑ Copyrights ∑ Customer loyalty ∑ Vocational ∑ Design rights ∑ Backlog orders ∑ Trade secret ∑ Company names ∑ Trademarks ∑ Distribution ∑ Service marks Infrastructure Assets : ∑ channels ∑ Management philosophy ∑ Corporate culture ∑ Management ∑ Process ∑ Information systems ∑ ∑ ∑ Work-related knowledge ∑ Work-related competencies Business collaborations ∑ qualification ∑ Entrepreneurial Licensing spirit, agreements innovativeness, Favourable proactive and contracts reactive abilities, Franchising changeablity agreements Networking ∑ Psychometric valuation systems ∑ Financial relations Sumber : IFAC, 1998 (Ulum, 2013:191) 2.1.3 Pengukuran Intellectual Capital Intellectual capital hingga saat ini belum disebutkan di laporan keuangan. Dikarenakan pengukuran terhadap intellectual capital belum ditemukan yang tepat dan objektif. Oleh karena itu Pulic (2000) dalam Ulum (2013:192) memperkenalkan pengukuran yang secara tidak langsung mengukur intellectual capital melalui nilai yang dimiliki. Metode value added intellectual coefficient (VAICTM) dikembangkan 15 oleh Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrument untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Pendekatan ini relative mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi) (Ulum, 2013:192). Metode ini untuk mengukur seberapa dan bagaimana efisiensi intellectual capital dan capital employed dalam menciptakan nilai berdasarkan pada hubungan tiga komponen utama, yaitu (1) Human capital, (2) Capital employed, (3) Structural capital. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam pentiptaan nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expense) tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expense) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity) (Ulum, 2013:192). Metode ini memiliki 3 komponen utama yaitu sebagai berikut : 1. Value Added Capital Employed (VACA) Value added capital employeed adalah indicator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi (Ulum, 2013:193). VACA atau value added menggambarkan berapa banyak nilai tambah yang dihasilkan dari modal perusahaan yang digunakan. 16 2. Value Added Human Capital (VAHU) Rasio ini menunjukkan hubungan antara VA dan HC (Human Capital). Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan penulis IC lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary and wages cost adalah indikator dari HC perusahaan (Ulum 2013:193). Dalam penelitian ini dimaksud dengan HC adalah jumlah seluruh beban yang dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja. 3. Structural Capital Value Added (STVA) Structural capital coefficient (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC, ia independen terhadap value creation. Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut (Ulum, 2013:193). Berikut ini adalah formulasi dan tahapan perhitungan VAICTM : a. Tahap Pertama : Menghitung Value Added (VA) VA dihitung sebagai selisih antara Output dan Input (Kumalasari dan Astika, 2013:283). VA = OUTPUT – INPUT Dimana : ∑ Output : total penjualan dan pendapatan lain. ∑ Input : beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban karyawan). 17 b. Tahap kedua : Menghitung Value Added Capital Employeed (VACA). VACA adalah indicator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi. VACA = ????? Dimana : ∑ VACA : Value Added Capital Employed (rasio dari VA terhadap CE). ∑ VA ∑ CE : Value Added : Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih) c. Tahap ketiga : Menghitung Value Added Human Capital (VAHU) VAHU menunjukkan berapa banyak VA yang dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi. VAHU = ????? Dimana : ∑ VAHU : Value Added Human Capital (rasio dari VA terhadap HC). ∑ VA : Value Added ∑ HC : Human Capital (beban karyawan). Beban karyawan dalam penelitian ini menggunakan jumlah beban gaji dan karyawan yang tercantum dalam laporan keuangan. 18 d. Tahap keempat : Menghitung Structural capital Value Added (STVA). Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. STVA = ????? Dimana : e. ∑ STVA : Structural Capital Value Added ∑ SC : Structural Capital (VA – HC) ∑ VA : Value Added Tahap Kelima : Menghitung Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) VAIC menunjukkan kemampuan intellectual capital organisasi yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator). VAIC merupakan penjumlahan ketiga komponen sebelumnya. VAICTM = VACA + VAHU + STVA 2.2 Teori yang Melandasi Intellectual Capital Dalam penelitian ini, terdapat dua teori yang umumnya sangat erat terkait dengan intellectual capital. Kedua teori ini merupakan teori yang paling tepat untuk mendasari kajian di bidang intellectual capital dan menjelaskan alasan pengungkapan suatu informasi oleh perusahaan dalam laporan keuangan. Kedua teori tersebut juga dapat dijadikan dasar dalam menjelaskan hubungan antara kinerja intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan. Berikut adalah kedua teori yang berkaitan erat dengan intellectual capital: 2.2.1 Stakeholder Theory Meek dan Fray (1988) dalam Baroroh (2013:174) menyatakan bahwa konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran yang lebih akurat yang diciptakan 19 oleh stakeholders dan kemudian didistribusikan kepada stakeholders yang sama. Menurut Zuliyati dan Arya (2011:114) teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap powerfull. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan. Konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholders adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran return bagi pemegang saham (shareholder), sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders dan kemudian didistribusikan kepada stakeholder yang sama. Hal ini dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga dengan VAICTM yang kemudian akan mendorong kinerja keuangan perusahaan. sedangkan bidang manajerial menjelaskan bahwa para stakeholder harus mengendalikan sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya return yang dihasilkan perusahaan. 2.2.2 Legitimacy Theory Menurut Degan (2004) dalam Baroroh (2013:174) bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Teori legitimasi ini berhubungan sangat erat dengan pelaporan IC dan juga hubungannya dengan penggunaan metode content analysis sebagai ukuran dari pelaporan tersebut. Perusahaan sepertinya lebih cenderung untuk melaporkan IC mereka jika mereka memiliki kebutuhan khusus untuk melakukannya. Hal ini mungkin terjadi ketika perusahaan menemukan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu meligitimasi statusnya berdasarkan tangible assets yang umumnya dikenal sebagai symbol kesuksesan perusahaan. 20 Menurut pandangan teori legitimacy, perusahaan akan terdorong untuk menunjukkan kapasitas IC-nya dalam laporan keuangan untuk memperoleh legitimasi dari publik atas kekayaan intelektual yang dimilikinya. Pengakuan legitimasi publik ini menjadi penting bagi perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan sosial perusahaan. 2.3 Kinerja Keuangan 2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan Untuk mengetahui sejauh mana perusahaan telah mencapai kinerjanya maka dilakukanlah pengukuran kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan umumnya yang digunakan adalah ukuran kinerja keuangan. Menurut Fahmi (2012:2) bahwa : “Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.” Sedangkan menurut Izati dan Margaretha (2014:21) bahwa : “Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.” Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah analisis yang dilakukan perusahaan untuk melihat suatu gambaran tentang kondisi suatu perusahaan dengan aturan-aturan keuangan secara baik dan benar sehingga dapat mencerminkan prestasi kerja perusahaan dalam periode tertentu. Kinerja keuangan yang baik sangat penting bagi perusahaan untuk menjaga eksistensinya dalam dunia usaha yang saat ini memiliki perkembangan serta kemampuan dalam bersaing. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, maka dalam hal ini perusahaan perlu memiliki nilai tambah. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan menerapkan intellectual capital perusahaan. Intellectual capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh 21 perusahaan yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency (VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukut dengan menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual Capital (VAIC). 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Izati dan Margaretha (2014:24-29) menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor-faktor yang harus diingat saat membuat keputusan keuangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Leverage Secara umum, semakin banyak utang perusahaan yang digunakan terkait total aset, semakin besar leverage keuangan perusahaan. Financial leverage adalah peningkatan risiko dan tingkat pengembalian melalui penggunaan pembiayaan tetap, seperti utang. 2. Pertumbuhan Pertumbuhan aktiva menunjukkan besarnya dana yang dialokasikan oleh perusahaan ke dalam aktivanya. Pengukuran tingkat pertumbuhan dapat dilihat dari pertumbuhan total aset perusahaan. 3. Ukuran Ukuran dapat memiliki efek positif pada kinerja perusahaan, karena perusahaan-perusahaan besar dapat memanfaatkan ukuran perusahaan untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik di bidang keuangan. 4. Likuiditas Semakin tinggi current ratio suatu perusahaan maka semakin baik posisi kreditor, karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan akan dapat dibayar pada waktunya. 5. Non Debt Tax Shield (Depresiasi) Makin besar depresiasi berarti makin besar sumber intern dari dana yang dihasilkan didalam perusahaan yang bersangkutan. Depresiasi dan 22 amortisasi juga digunakan sebagai pendorong bagi perusahaan untuk mengurangi hutang, karena depresiasi dan amortisasi merupakan cash flow sebagai sumber modal dari dalam perusahaan sehingga dapat mengurangi pendanaan dari hutang. 2.3.3 Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Riva’I dan Basri dalam Ayun (2011:75-76) manfaat penilaian kinerja adalah: 1. Performance Improvement Performance improvement berbicara mengenai umpan balik atas kinerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, supervisor, dan spesialis SDM dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja pada waktu yang akan datang. 2. Compensation Adjustment Penilaian kinerja membantu dalam pengambilan keputusan siapa yang seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada suatu system tertentu. 3. Placement Decision Kegiatan promosi atau demosi jabatan dapat didasarkan pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipatif, seperti dalam bentuk penghargaan terhadap karyawan yang memiliki kinerja baik pada tugas-tugas sebelumnya. 4. Training and Development Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan tuntutan jabatan saat ini. 23 5. Career Planning and Development Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan utamanya tentang karir spesifik dari karyawan. 6. Staffing Process Deficiencies Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan di departemen SDM. 7. Informational Inaccuracies Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan adanya kesalahan dalam indoemasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari system manajemen SDM. 8. Job Design Error Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat didiagnosis kesalahan-kesalahan tersebut. 9. Feedback to Human Resourches Kinerja yang baik dan buruk di seluruh perusahaan mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi department SDM yang diterapkan. 2.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat diperoleh informasinya dari laporan keuangan perusahaan. laporan keuangan tersebut dapat memberikan informasi yang akurat mengenai kinerja perusahaan di masa lalu maupun masa yang akan datang. Menurut Werther dan Davis dalam Suwatno (2011:197) tujuan melakukan penilaian kinerja keuangan, yaitu : 1. Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kerja. 2. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya. 3. Menentukan promosi, demotion, dan transfer. 4. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal. 24 5. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai. 6. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama dibidang informasi job analysis, job-design dan system informasi manajemen sumber daya manusia. 7. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan. 8. Memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi karyawan itu sendiri. 2.3.5 Pengukuran Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan. Menurut Sutrisno (2012:215) ada lima jenis rasio keuangan yang sering digunakan : 1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios) Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. 2. Rasio Leverage (Leverage Ratios) Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. 3. Rasio Aktivitas (Activity Ratios) Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. 4. Rasio Keuntungan (Profitability Ratios) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. 5. Rasio Penilaian (Valuation Ratios) Rasio-rasio untuk mengatur kemampuan manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya. 25 2.4 Rasio Profitabilitas 2.4.1 Pengertian Rasio Profitabilitas Seperti yang telah dijelaskan di atas, terdapat lima rasio keuangan yang sering digunakan dalam menilai kinerja perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan pada penelitian ini adalah rasio profitabilitas. Hanafi (2012:35) berpendapat bahwa seorang investor yang ingin membeli saham perusahaan dengan orientasi jangka panjang, barangkali akan melihat kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan, prospek masa mendatang, dan risiko investasi pada saham perusahaan tersebut (profitabilitas dan risiko perusahaan). Sutrisno (2012:222) mengemukakan bahwa : “Rasio keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.” Sedangkan menurut Fahmi (2012:135) bahwa : “Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi.” Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan seberapa besar perusahaan dapat menghasilkan keuntungannya. Semakin besar tingkat keuntungan yang dihasilkan perusahaan menunjukkan semakin baiknya manajemen dalam mengelola perusahaannya. 2.4.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan hasil akhir dari kebijaksanaan dan keputusan dalam manajemen. Rasio ini akan memberikan gambaran akhir dari keefektifan perusahaan dan juga memberikan gambaran seberapa efektif perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. 26 Menurut Sutrisno (2012:222-2223) rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator yakni : 1. Profit margin, yaitu merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. 2. Return On Asset (ROA), juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT. 3. Return On Equity (ROE), sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau EAT. 4. Return On Investment (ROI), merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio adalah laba bersih setelah pajak atau EAT. 5. Earning Per Share, atau sering disebut laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik atau EAT. Dari beberapa jenis rasio profitabilitas yang telah dijelaskan di atas, rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Assets (ROA). 2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Informasi dari rasio keuntungan ini sangat penting bagi investor dan kreditor. Semakin tinggi rasio keuntungan ini akan menarik para calon investor pendatang baru ataupun apabila rasio keuntungan ini cenderung turun makan akan menyebabkan tidak menarik para investor baru dan bahkan ditinggalkan oleh investor lama. 27 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Leliani (2013:111112), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat profitabilitas atau tingkat keuntungan yang optimal, diantaranya : 1. Current Ratio, biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Semakin rendahnya nilai dari CR, maka akan mengindikasikan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas, dimana perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajibannya akan dikenaik beban tambahan atas kewajibannya. 2. Total Asset Turnover, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas penggunaan aset dalam menghasilkan pendapatan dari penjualan. Semakin efisiennya suatu perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk memperoleh penadapatan, maka akan menunjukkan semakin baiknya profit yang akan diterima, dan sebaliknya, ketidakefisienan perusahaan dalam menggunakan aset yang dimiliki hanya akan menambah beban perusahaan berupa investasi yang tidak mendatangkan keuntungan. 3. Debt Ratio, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total aset yang dimiliki. Semakin tingginya jumlah hutang yang digunakan untuk membeli aset akan menyebabkan semakin tinggi bunga pinjaman yang akan ditanggung oleh perusahaan. sehingga akan menjadi permasalahan pada semakin rendahnya jumlah laba yang mampu diperoleh. 4. Debt To Equity Ratio, merupakan rasio perbandingan hutang terhadap ekuitas perusahaan atau kondisi yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kegiatan operasionalnya dengan menggunakan modal sendiri. Artinya, semakin banyak modal yang digunakan untuk memenuhi kegiatan operasional perusahaan akan memperkecil kemungkinan dilakukannya pinjaman, sehingga dapat meminimalkan kewajiban dalam pembayaran beban bunga bagi perusahaan. 5. Tingkat pertumbuhan penjualan, semakin tinggi tingginya penjualan bersih yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendorong semakin tingginya 28 laba kotor yang mampu diperoleh, sehingga dapat mendorong semakin tingginya profitabilitas perusahaan. 6. Ukuran perusahaan, semakin besarnya ukuran perusahaan, maka akan mencerminkan semakin besarnya sumber daya yang tersedia untuk memenuhi permintaan produk. Di samping itu, dengan semakin besarnya ukuran dari sebuah perusahaan, maka perusahaan memiliki kesempatan untuk menhangkau pangsa pasar yang lebih luas untuk melakukan pemasaran produknya, sehingga membuka peluang diperolehnya laba yang semakin tinggi. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi secara dominan dapat dikelola dan diperhatikan dengan baik, maka diharapkan keuntungan perusahaan dapat meningkat. 2.5 Return On Asset (ROA) 2.5.1 Pengertian Return On Asset (ROA) Rasio Return On Asset (ROA) dinilai terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada, karena rasio Return On Asset (ROA) dapat melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba nya dengan aset yang dimiliki, semakin baik pengembalian atas aset maka semakin baik pula kinerja perusahaan. Return On Asset (ROA) menurut Sutrisno (2012:222), bahwa: “Return on Asset sering juga disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.” Sedangkan menurut Hanafi (2012:42), mengemukakan bahwa : “Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.” 29 Dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Return On Asset (ROA) adalah salah satu rasio profitabilitas keuangan yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang dimiliki perusahaan. 2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return On Asset (ROA) Return On Asset (ROA) termasuk salah satu rasio profitabilitas, menurut Brigham dan Houston (2010:89), rasio profitabilitas (profitability ratio) menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang terhadap hasil operasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi Return On Asset (ROA) yaitu : 1. Rasio Likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, yang dihitung dengan membandingkan aktiva lancar perusahaan dengan kewajiban lancar. 2. Rasio Manajemen Aktiva merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya. 3. Rasio Manajemen Utang merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjang (utang) perusahaan yang digunakan untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, faktor utama yang mempengaruhi Return On Asset (ROA) adalah rasio-rasio yang ada pada aktiva dan dapat mengukur nilai aktiva perusahaan, faktor tersebut adalah faktor yang mempengaruhi profitabilitas, maka dari itu ROA juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. 2.5.3 Pengukuran Return On Asset (ROA) Karena rasio Return On Asset merupakan tingkat pengembalian laba dari aktiva yang dimiliki perusahaan, maka adapun pengukuran ROA menurut Brigham dan Houston (2010:148) adalah sebagai berikut: ?????? ?? ?????= Laba Bersih ?100% Total Aset 30 Mega Sari (2013:37) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Return On Asset (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. Rasio ini paling disoroti karena mampu menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan menghasilkan keuntungan. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. 2.6 Penelitian terdahulu Berikut ini adalah tabel ringkasan dari Jurnal atau penelitian terdahulu yang menjadi acuan untuk penelitian ini : Tabel 2.2 Penelitian-Penelitian Empiris tentang Hubungan Intellectual Capital dan Kinerja Perusahaan Peneliti Kartika dan Hartane (2013) Judul Pengaruh Intellectual Capital pada Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2007-2011 (Journal Business Accounting Review, Vol 1. No.2, 2013) Metode VAIC, Regresi linier berganda Hasil Penelitian VAHU tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, STVA dan VACA berpengaruh signifikan dan memiliki arah yang positif terhadap profitabilitas. Hasil pengukuran secara bersama-sama ketiga komponen dari IC menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. 31 Peneliti Rachmawati (2012) Judul Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Return On Asset (ROA) Perbankan Metode VAIC, regresi linier berganda Hasil Penelitian Intellectual capital memiliki pengaruh yang positif terhadap return on asset (Jurnal Nominal, Vol 1. No. 1, 2012) Hamidah dan Sari (2014) Pengaruh Intellectual Capital Kinerja Keuangan pada Bank Go Public yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Tahun 20092012 VAIC, Regresi linier berganda Modal intelektual yang diproksikan dengan VACA, VAHU, dan STVA mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap ROA pada bank go public yang terdaftar di BEI tahun 2009-2012. VAIC, Analisis regresi berganda Intellectual Capital ( VAIC ) telah menunjukkan hubungan positif dan signifikan dengan ROA dan Profitabilitas perusahaan. Human Capital dan Structure capital tidak signifikan dan menunjukkan hubungan yang negative dengan profitabilitas dan ROA. Namun, capital employed efficiency menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan profitabilitas dan ROA perusahaan (Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, Vol. 5. No. 2, 2014) Muhammad dan Amin Ismail (2009) Intellectual Capital Efficiency and Firm’s Performance: Study on Malaysian Financial Sectors (International Journal of Economics and Finance, Vol 1. No. 2, August 2009) 32 Peneliti Malik dan Aslam (2012) Judul Metode Intellectual Capital Efficiency and Corporate Performance in Developing Countries: a Comparison Between Islamic and Conventional Banks in Pakistan VAIC, Korelasi dan Analisis regresi berganda Terdapat hubungan yang positif antara intellectual capital efficiency, human capital efficiency, capital employed efficiency dengan return on equity, return on assets, return on investment, earning per share ( indikator kinerja keuangan ). Sedangkan structural capital efficiency memiliki hubungan negative dengan semua variable kinerja keuangan. VAIC, Regresi linier Terdapat hubungan yang positif signifikan antara VAIC dengan kedua indikator kinerja keuangan (ROA dan ROE). (Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol 4. No.1, May 2012) Al-Musali dan Ku Ismail (2014) Intellectual capital and its effect on financial performance of banks: Evidence from Saudi Arabia Hasil Penelitian (International Conference on Accounting Studies 2014, ICAS 2014, 18-19 August 2014, Kuala Lumpur, Malaysia) Sumber : Penulis 2.7 Pengaruh Intellectual Capital (VAICTM) terhadap Return On Asset (ROA) Intellectual capital mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi, dan kemampuan mereka untuk menciptakan suatu nilai tambah (value added) bagi perusahaannya dan menyebabkan perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam bersaing. Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan Intellectual capital sebagai berikut : “Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak pemilikan intelektual, menciptakan kekayaan.” pengalaman yang dapat digunakan untuk 33 Intellectual capital diyakini dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. intellectual capital merupakan sumber daya yang berperan dalam peningkatan competitive advantages sebuah perusahaan, dengan competitive advantages yang besar maka perusahaan memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan atau profitabilitas (Chen, Cheng, dan Hwang, 2005:160). Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, maka dalam hal ini perusahaan perlu memiliki nilai tambah (value added). Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan mengembangkan intellectual capital perusahaan. Intellectual capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh perusahaan, yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency (VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukur dengan menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yang telah dilakukan oleh Kumalasari dan Astika (2013:288) menunjukkan bahwa, modal intelektual atau Intellectual capital yang diukur menggunakan metode value added intellectual coefficient (VAIC) berpengaruh positif terhadap return on asset (ROA) perusahaan. Gambaran ini menunjukkan bahwa tiga komponen yang merupakan sumber daya unik perusahaan, yaitu human capital (HC), structural capital (SC), dan capital employeed (CE), dapat menciptakan kinerja yang baik untuk perusahaan. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa metode VAIC lebih baik digunakan untuk mengukur modal intelektual karena koefisien determinasi dari VAIC lebih besar daripada MBV. Hubungan antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan telah dibuktikan oleh beberapa peneliti di Indonesia maupun di luar negeri. Penelitian di luar negeri antara lain dilakukan oleh Firer dan William (2003) dalam Ulum (2009:100-101) di Afrika Selatan pada 65 perusahaan publik untuk menguji pengaruh intellectual capital pada profitabilitas, produktifitas dan market valuation diperoleh hasil bahwa VAIC™ memiliki kontribusi untuk memprediksi profitabilitas dan produktivitas perusahaan, namun tidak dapat untuk memprediksi penilaian pasar. 34 Pada penelitiannnya Intellectual capital memiliki pengaruh signifikan pada profitabilitas perusahaan (signifikan positif), dan produktivitas ( signifikan negatif) namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada penilaian pasar. Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Chen et al. (2005:169) di Taiwan yang menghasilkan temuan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan di Indonesia, penelitian mengenai hal tersebut dilakukan oleh Rachmawati (2012:39-40) pada perusahaan Perbankan diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh positif antara intellectual capital terhadap Return On Asset (ROA). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi nilai intellectual capital sebuah perusahaan perbankan maka semakin Return On Asset (ROA) perusahaan keuangan tersebut semakin meningkat. 2.7.1 Pengaruh Value Added Capital Employeed (VACA) terhadap Return On Asset (ROA) Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Arrifah dan Medyawati, 2012) Pulic (2000) dalam Ulum (2007:4) menyebut modal Intelektual ini sebagai Capital Employeed. Dimana modal Intelektual ini menggambarkan modal yang dimiliki perusahaan berupa hubungan yang harmonis kepada para mitranya serta pengelolaan physical capital guna membantu penciptaan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Kusumo (2012) dalam jurnal penelitian Kartika dan Hatane (2013:18-19) menyebutkan bahwa Capital Employeed (CE) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa capital asset yang apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Value Added Capital Employeed (VACA) merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya yang berupa capital asset. Dengan pengelolaan dan 35 pemanfaatan capital asset yang baik, maka perusahaan dapat meningkatkan kinerja keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan nilai pasar. Pemanfaatan efisiensi Capital Employeed (CE) yang digunakan dapat meningkatkan ROA, karena modal yang digunakan merupakan nilai aset yang berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Semakin baik perusahaan mengelola ketiga komponen Intellectual capital, menunjukkan semakin baik perusahaan mengelola aset. Value Added Capital Employeed merupakan suatu ukuran perusahaan dalam mengelola physical capitalnya dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kartika dan Hatane (2013:23-24) VACA atau Value Added Capital Employeed berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Adanya kemungkinan bahwa perusahaan cenderung menggunakan physical capital, sehingga dapat dikatakan capital employeed yang dimiliki perusahaan dapat memiliki pengaruh terhadap profitabilitas. 2.7.2 Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Return On Asset (ROA) Human capital dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara efisien. Dengan memiliki karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian maka dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan. Menurut Baroroh (2013:174) human capital yang tinggi akan dapat mendorong peningkatan kinerja keuangan. Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai. Dapat digambarkan bahwa human capital (HC) adalah sumber daya manusia dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang unggul, maka dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga mencapai keunggulan kompetitif. Indikasi gaji dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, mampu meningkatkan karyawan dalam mendukung kinerja perusahaan 36 sehingga HC dapat menciptakan value added serta meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan (Kartika dan Hatane, 2013:18). Menurut Ulum (20013:193) Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kamampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Soetedjo dan Mursida (2014:22) bahwa Human Capital Efficiency (HCE) atau VAHU memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang dihitung melalui ROA (Profitabilitas). Semakin tinggi nilai HCE menunjukkan semakin tinggi nilai tambah yang mampu diperoleh perusahaan dibandingkan total pengeluaran untuk membayar beban gaji dan upah karyawan. 2.7.3 Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Return On Asset (ROA) Menurut Menurut Baroroh (2013:174) structural capital merupakan kemampuan organisasi meliputi infrastruktur, sistem informasi, rutinitas, prosedur dan budaya organisasi yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan intelektual yang optimal. Suatu organisasi yang memiliki prosedur yang baik maka intellectual capital akan mencapai kinerja secara optimal. Structural capital menjadi infrastruktur perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas karyawan. Termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals, strategies routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari materialnya. Modal struktural atau structural capital mengemas modal manusia atau human capital dan memungkinkannya untuk digunakan secara berulang dalam menciptakan nilai tambah. Apabila manajemen yang mampu mengelola structural capital dengan baik maka hal ini akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan return on asset pada perusahaan. yang harus dilakukan perusahaan adalah menyimpan dan mempertahankan pengetahuan sehingga 37 pengetahuan tersebut menjadi properti perusahaan. Itulah modal struktural (Stewart, 1998:116). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Arifah dan Medyawati (2012) bahwa Value Added Structural Capital atau STVA berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Jika penjualan perusahaan naik, maka value added yang diperoleh perusahaan akan tinggi. Dengan VA yang tinggi dan beban karyawan yang tinggi, maka nilai SC rendah sehingga STVA akan turun. Hal yang berbeda terjadi pada ROA, dengan meningkatnya penjualan maka laba perusahaan akan meningkat yang berdampak meningkatnya ROA. Dengan demikian nilai STVA yang rendah akan meningkatkan ROA. Dari uraian beberapa hubungan antar variabel di atas, maka gambar ringkasan paradigma dalam penelitian ini adalah : Intellectual Capital VAIC (X) Kinerja Keuangan VACA (X1) Return On Assets (ROA) VAHU (X2) (Y) STVA (X3) Gambar 2.1 Paradigma Penelitian 2.8 Kerangka Pemikiran Pengelolaan intellectual capital beberapa tahun ini telah menjadi sorotan bagi perusahaan. Hal ini disebabkan karena adanya kesadaran bagi perusahaan dalam pengelolaan intellectual capital yang tergolong penting dan dapat dijadikan landasan 38 untuk perusahaan dalam memiliki keunggulan yang kompetitif dengan perusahaan lain. Dengan adanya intellectual capital sendiri dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain. Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan intellectual capital dalam artikelnya : “Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.” Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa : “Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.” Intellectual capital dapat mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi, dan kemampuan mereka untuk menciptakan suatu nilai tambah (value added) bagi perusahaannya dan menyebabkan perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam bersaing. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan mengembangkan intellectual capital perusahaan. intellectual capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh perusahaan, yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency (VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukur dengan menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual Capital (VAIC). Terdapat dua teori yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory. Teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi dari pihak yang dianggap memiliki kepentingan dalam perusahaan, baik memiliki hak dalam diperlakukan secara maksimal oleh organisasi untuk menciptakan nilai tambah perusahaan dan juga perannya dalam mengendalikan sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. 39 Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Dalam perspektifnya teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka dalam batas dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pandangan teori legitimasi menyatakan bahwa dalam menjalankan operasinya, organisasi harus sejalan dengan nilai-nilai masyarakat. Jika intellectual capital merupakan sumber daya yang dapat diukur dan digunakan maka akan memberikan suatu perusahaan sumber daya yang baru untuk dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan untuk keunggulan kompetitifnya, maka intellectual capital akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Biasanya investor akan menilai dari kinerja keuangan perusahaan untuk menentukan investasinya, karena perusahaan yang kinerja keuangannya tergolong baik akan disebut layak untuk investasi. Maka dari itu kinerja keuangan yang baik sangat penting bagi perusahaan agar dapat menjaga eksistensi nya di dunia bisnis maupun investasi. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan. Salah satu rasio perusahaan yang dapat menentukan kinerja keuangan perusahaan adalah rasio profitabilitas. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang digunakan adalah Return On Asset (ROA). Dimana definisi Return On Asset (ROA) menurut Hanafi (2012:42) adalah: “Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. Menurut Mega Sari (2013:37) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Return On Asset (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. Rasio ini paling disoroti karena mampu menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan menghasilkan keuntungan. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. 40 Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun bagan kerangka pemikiran untuk penelitian ini sebagai berikut : Intellectual Capital (VAIC) Menghitung IC menggunakan model VAICTM dengan cara menganalisis dan menjumlahkan koefisien-koefisien IC pada laporan keuangan VAICTM = VACA + VAHU + STVA Teori yang mendukung : -Stakeholder Theory -Legitimacy Theory Capital employed (VACA) VACA = VA / CE VA : Value Added CE : Total Ekuitas Human capital (VAHU) VAHU = VA / HC VA : Value Added HC : Beban Gaji Kinerja keuangan perusahaan Return On Asset (ROA) = Laba Bersih Total Asset Gambar 2.2 Hubungan Antar Variabel yang Berpengaruh Keterangan : = Diteliti = Tidak diteliti Structural capital (STVA) STVA = SC / VA SC : Structural Capital (VA-HC) VA : Value Added 41 Atas dasar kerangka pemikiran pada gambar 2.2 di atas, penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : Elemen-elemen intellectual capital yang terdiri dari value added capital employed (VACA), value added human capital (VAHU) dan value added structural capital (STVA) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return On Asset (ROA) pada perusahaan BUMN yang listing di BEI periode 20122014. H2 : Elemen-elemen intellectual capital yang terdiri dari value added capital employed (VACA), value added human capital (VAHU) dan value added structural capital (STVA) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return On Asset (ROA) pada perusahaan BUMN yang listing di BEI periode 2012-2014.