BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intellectual Capital 2.1.1 Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Intellectual Capital
2.1.1
Definisi Intellectual Capital
Definisi mengenai intellectual capital di Indonesia, secara tidak langsung
telah di singgung pada PSAK No. 19 revisi 2000 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012)
mengenai intangible assets. Dimana, intangible assets atau aktiva tidak berwujud di
definisikan sebagai berikut :
“Intangible asset atau aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter
yang dapat di identifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik.”
Modal intelektual atau intellectual capital merupakan salah satu sumber
daya
yang
dimiliki
oleh
perusahaan.
Stewart
dalam
Ulum
(2013:189)
mendefinisikan intellectual capital dalam artikelnya :
“Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak
pemilikan
intelektual,
pengalaman
yang
dapat
digunakan
untuk
menciptakan kekayaan.”
Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa :
“Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan
disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan
finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu
sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai
diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana
mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari
intellectual capital atau modal intelektual adalah suatu asset tidak berwujud yang
tidak secara langsung disebutkan di dalam laporan keuangan yang dapat berupa
sumber daya informasi serta pengetahuan yang dapat berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan bersaing serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
11
12
2.1.2
Komponen Intellectual Capital
Definisi-definisi tentang intellectual capital tersebut di atas kemudian telah
mengarahkan beberapa peneliti untuk mengembangkan komponen spesifik atas
intellectual capital. Pulic mengklasifikasikan intellectual capital dalam nilai tambah
(value added) yang didapatkan dari selisih pendapatan (input) perusahaan dengan
seluruh biaya (output). Lebih lanjut lagi, nilai tambah intellectual capital dibagi
menjadi capital employed (VACA), human capital (VAHU), dan structural capital
(STVA). Ketiga kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Human Capital
Human Capital merupakan kombinasi dari knowledge, skill, innovativeness,
dan kemampuan individu dalam sebuah perusahaan. Menurut Baroroh
(2013:174) human capital yang tinggi akan dapat mendorong peningkatan
kinerja keuangan. Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan,
keterampilan, inovasi, dan kemampuan seseorang untuk menjalankan
tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai. Human capital dapat
meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan
pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara efisien.
Dengan memiliki karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian maka
dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan.
2.
Structural Capital / Organizational Capital
Menurut Menurut Baroroh (2013:174) structural capital merupakan
kemampuan organisasi meliputi infrastruktur, sistem informasi, rutinitas,
prosedur dan budaya organisasi yang mendukung usaha karyawan untuk
menghasilkan intelektual yang optimal. Suatu organisasi yang memiliki
prosedur yang baik maka intellectual capital akan mencapai kinerja secara
optimal. Structural capital menjadi infrastruktur perusahaan yang
membantu meningkatkan produktivitas karyawan. Termasuk dalam hal ini
adalah database, organizational charts, process manuals, strategies
routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari
materialnya.
13
3.
Relational Capital / Capital Employeed
Relational Capital merupakan hubungan yang harmonis/association
network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang
berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari
pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang
bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah
maupun dengan masyarakat sekitar (Arifah dan Medyawati, 2012). Pulic
(1998) dalam Ulum (2013:191) menyebut modal intelektual ini sebagai
capital employed. Dimana modal intelektual ini menggambarkan modal
yang dimiliki perusahaan berupa hubungan yang harmonis kepada para
mitranya serta pengelolaan physical capital guna membantu penciptaan
nilai tambah (value added) bagi perusahaan.
IFAC (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori,
yaitu : (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human Capital.
Organizational Capital meliputi a) intellectual property dan b) infrastructure assets.
Tabel 2.1 menyajikan pengklasifikasian tersebut beserta komponen-komponennya.
14
Tabel 2.1
Klasifikasi Intellectual Capital
Organizational Capital
Intellectual Property :
Relational Capital
Human Capital
∑
Brands
∑
Know-how
∑
Patents
∑
Customers
∑
Education
∑
Copyrights
∑
Customer loyalty
∑
Vocational
∑
Design rights
∑
Backlog orders
∑
Trade secret
∑
Company names
∑
Trademarks
∑
Distribution
∑
Service marks
Infrastructure Assets :
∑
channels
∑
Management
philosophy
∑
Corporate culture
∑
Management
∑
Process
∑
Information
systems
∑
∑
∑
Work-related
knowledge
∑
Work-related
competencies
Business
collaborations
∑
qualification
∑
Entrepreneurial
Licensing
spirit,
agreements
innovativeness,
Favourable
proactive and
contracts
reactive abilities,
Franchising
changeablity
agreements
Networking
∑
Psychometric
valuation
systems
∑
Financial
relations
Sumber : IFAC, 1998 (Ulum, 2013:191)
2.1.3
Pengukuran Intellectual Capital
Intellectual capital hingga saat ini belum disebutkan di laporan keuangan.
Dikarenakan pengukuran terhadap intellectual capital belum ditemukan yang tepat
dan objektif. Oleh karena itu Pulic (2000) dalam Ulum (2013:192) memperkenalkan
pengukuran yang secara tidak langsung mengukur intellectual capital melalui nilai
yang dimiliki. Metode value added intellectual coefficient (VAICTM) dikembangkan
15
oleh Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value
creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud
(intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrument untuk
mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Pendekatan ini relative mudah dan
sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan
keuangan perusahaan (neraca, laba rugi) (Ulum, 2013:192). Metode ini untuk
mengukur seberapa dan bagaimana
efisiensi intellectual capital dan capital
employed dalam menciptakan nilai berdasarkan pada hubungan tiga komponen
utama, yaitu (1) Human capital, (2) Capital employed, (3) Structural capital.
Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan
value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai
keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam pentiptaan nilai
(value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT)
merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di
pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam
memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan
(labour expense) tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value
creation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expense) tidak
dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN. Karena itu,
aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas
penciptaan nilai (value creating entity) (Ulum, 2013:192). Metode ini memiliki 3
komponen utama yaitu sebagai berikut :
1.
Value Added Capital Employed (VACA)
Value added capital employeed adalah indicator untuk VA yang diciptakan
oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang
dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi (Ulum,
2013:193). VACA atau value added menggambarkan berapa banyak nilai
tambah yang dihasilkan dari modal perusahaan yang digunakan.
16
2.
Value Added Human Capital (VAHU)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara VA dan HC (Human Capital).
Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA
dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja.
Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk
menciptakan nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan
penulis IC lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary and wages cost
adalah indikator dari HC perusahaan (Ulum 2013:193). Dalam penelitian
ini dimaksud dengan HC adalah jumlah seluruh beban yang dikeluarkan
perusahaan untuk tenaga kerja.
3.
Structural Capital Value Added (STVA)
Structural capital coefficient (STVA) menunjukkan kontribusi structural
capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi
bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran
yang independen sebagaimana HC, ia independen terhadap value creation.
Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan
semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut (Ulum, 2013:193).
Berikut ini adalah formulasi dan tahapan perhitungan VAICTM :
a.
Tahap Pertama : Menghitung Value Added (VA)
VA dihitung sebagai selisih antara Output dan Input (Kumalasari
dan Astika, 2013:283).
VA = OUTPUT – INPUT
Dimana :
∑
Output : total penjualan dan pendapatan lain.
∑
Input
: beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban
karyawan).
17
b.
Tahap kedua : Menghitung Value Added Capital Employeed (VACA).
VACA adalah indicator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari
physical capital. rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh
setiap unit dari CE terhadap value added organisasi.
VACA = ?????
Dimana :
∑
VACA : Value Added Capital Employed (rasio dari VA
terhadap CE).
∑
VA
∑
CE
: Value Added
: Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba
bersih)
c.
Tahap ketiga : Menghitung Value Added Human Capital (VAHU)
VAHU menunjukkan berapa banyak VA yang dapat dihasilkan
dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini
menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi.
VAHU = ?????
Dimana :
∑
VAHU : Value Added Human Capital (rasio dari VA
terhadap HC).
∑
VA
: Value Added
∑
HC
: Human Capital (beban karyawan). Beban
karyawan dalam penelitian ini menggunakan jumlah beban
gaji dan karyawan yang tercantum dalam laporan keuangan.
18
d.
Tahap keempat : Menghitung Structural capital Value Added
(STVA).
Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan
1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC
dalam penciptaan nilai.
STVA = ?????
Dimana :
e.
∑
STVA : Structural Capital Value Added
∑
SC
: Structural Capital (VA – HC)
∑
VA
: Value Added
Tahap Kelima : Menghitung Value Added Intellectual Coefficient
(VAICTM)
VAIC menunjukkan kemampuan intellectual capital organisasi yang
dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator).
VAIC merupakan penjumlahan ketiga komponen sebelumnya.
VAICTM = VACA + VAHU + STVA
2.2
Teori yang Melandasi Intellectual Capital
Dalam penelitian ini, terdapat dua teori yang umumnya sangat erat terkait
dengan intellectual capital. Kedua teori ini merupakan teori yang paling tepat untuk
mendasari kajian di
bidang intellectual
capital
dan menjelaskan alasan
pengungkapan suatu informasi oleh perusahaan dalam laporan keuangan. Kedua teori
tersebut juga dapat dijadikan dasar dalam menjelaskan hubungan antara kinerja
intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan. Berikut adalah kedua teori
yang berkaitan erat dengan intellectual capital:
2.2.1
Stakeholder Theory
Meek dan Fray (1988) dalam Baroroh (2013:174) menyatakan bahwa
konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa
laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran yang lebih akurat yang diciptakan
19
oleh stakeholders dan kemudian didistribusikan kepada stakeholders yang
sama. Menurut Zuliyati dan Arya (2011:114) teori stakeholder lebih
mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap powerfull.
Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi
perusahaan dalam mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu
informasi di dalam laporan keuangan. Konsensus yang berkembang dalam
konteks teori stakeholders adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan
ukuran return bagi pemegang saham (shareholder), sementara value added
adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders dan
kemudian didistribusikan kepada stakeholder yang sama. Hal ini dapat
meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga
dengan VAICTM
yang kemudian akan mendorong kinerja keuangan
perusahaan. sedangkan bidang manajerial menjelaskan bahwa para stakeholder
harus mengendalikan sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan
kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya
return yang dihasilkan perusahaan.
2.2.2
Legitimacy Theory
Menurut Degan (2004) dalam Baroroh (2013:174) bahwa organisasi secara
berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan
norma yang berlaku di masyarakat. Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori
stakeholder. Dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela
melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang
diharapkan komunitas. Teori legitimasi ini berhubungan sangat erat dengan
pelaporan IC dan juga hubungannya dengan penggunaan metode content analysis
sebagai ukuran dari pelaporan tersebut. Perusahaan sepertinya lebih cenderung untuk
melaporkan
IC
mereka
jika
mereka
memiliki
kebutuhan
khusus
untuk
melakukannya. Hal ini mungkin terjadi ketika perusahaan menemukan bahwa
perusahaan tersebut tidak mampu meligitimasi statusnya berdasarkan tangible assets
yang umumnya dikenal sebagai symbol kesuksesan perusahaan.
20
Menurut pandangan teori legitimacy, perusahaan akan terdorong untuk
menunjukkan kapasitas IC-nya dalam laporan keuangan untuk memperoleh
legitimasi dari publik atas kekayaan intelektual yang dimilikinya. Pengakuan
legitimasi publik ini menjadi penting bagi perusahaan untuk mempertahankan
eksistensinya dalam lingkungan sosial perusahaan.
2.3
Kinerja Keuangan
2.3.1
Pengertian Kinerja Keuangan
Untuk mengetahui sejauh mana perusahaan telah mencapai kinerjanya
maka dilakukanlah pengukuran kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan
umumnya yang digunakan adalah ukuran kinerja keuangan.
Menurut Fahmi (2012:2) bahwa :
“Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan
aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.”
Sedangkan menurut Izati dan Margaretha (2014:21) bahwa :
“Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan
suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan,
sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu
perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.”
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan
adalah analisis yang dilakukan perusahaan untuk melihat suatu gambaran tentang
kondisi suatu perusahaan dengan aturan-aturan keuangan secara baik dan benar
sehingga dapat mencerminkan prestasi kerja perusahaan dalam periode tertentu.
Kinerja keuangan yang baik sangat penting bagi perusahaan untuk menjaga
eksistensinya dalam dunia usaha yang saat ini memiliki perkembangan serta
kemampuan dalam bersaing. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan,
maka dalam hal ini perusahaan perlu memiliki nilai tambah. Nilai tambah tersebut
dapat diciptakan dengan menerapkan intellectual capital perusahaan. Intellectual
capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh
21
perusahaan yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency
(VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukut dengan
menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual
Capital (VAIC).
2.3.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Izati dan Margaretha (2014:24-29) menunjukkan
bahwa kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor-faktor yang
harus diingat saat membuat keputusan keuangan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan adalah sebagai berikut :
1.
Leverage
Secara umum, semakin banyak utang perusahaan yang digunakan terkait
total aset, semakin besar leverage keuangan perusahaan. Financial leverage
adalah peningkatan risiko dan tingkat pengembalian melalui penggunaan
pembiayaan tetap, seperti utang.
2.
Pertumbuhan
Pertumbuhan aktiva menunjukkan besarnya dana yang dialokasikan oleh
perusahaan ke dalam aktivanya. Pengukuran tingkat pertumbuhan dapat
dilihat dari pertumbuhan total aset perusahaan.
3.
Ukuran
Ukuran dapat memiliki efek positif pada kinerja perusahaan, karena
perusahaan-perusahaan besar dapat memanfaatkan ukuran perusahaan
untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik di bidang keuangan.
4.
Likuiditas
Semakin tinggi current ratio suatu perusahaan maka semakin baik posisi
kreditor, karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang
perusahaan akan dapat dibayar pada waktunya.
5.
Non Debt Tax Shield (Depresiasi)
Makin besar depresiasi berarti makin besar sumber intern dari dana yang
dihasilkan didalam perusahaan yang bersangkutan. Depresiasi dan
22
amortisasi juga digunakan sebagai pendorong bagi perusahaan untuk
mengurangi hutang, karena depresiasi dan amortisasi merupakan cash flow
sebagai sumber modal dari dalam perusahaan sehingga dapat mengurangi
pendanaan dari hutang.
2.3.3
Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya
dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui
umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat
intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Riva’I dan Basri dalam Ayun (2011:75-76)
manfaat penilaian kinerja adalah:
1.
Performance Improvement
Performance improvement berbicara mengenai umpan balik atas kinerja
yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, supervisor, dan spesialis SDM
dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja pada waktu
yang akan datang.
2.
Compensation Adjustment
Penilaian kinerja membantu dalam pengambilan keputusan siapa yang
seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus
ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada suatu system tertentu.
3.
Placement Decision
Kegiatan promosi atau demosi jabatan dapat didasarkan pada kinerja masa
lalu dan bersifat antisipatif, seperti dalam bentuk penghargaan terhadap
karyawan yang memiliki kinerja baik pada tugas-tugas sebelumnya.
4.
Training and Development
Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan
pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya selalu memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan tuntutan
jabatan saat ini.
23
5.
Career Planning and Development
Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan
keputusan utamanya tentang karir spesifik dari karyawan.
6.
Staffing Process Deficiencies
Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan
dalam prosedur penempatan di departemen SDM.
7.
Informational Inaccuracies
Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan adanya kesalahan dalam
indoemasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari system
manajemen SDM.
8.
Job Design Error
Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dari rancangan pekerjaan
yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat didiagnosis
kesalahan-kesalahan tersebut.
9.
Feedback to Human Resourches
Kinerja yang baik dan buruk di seluruh perusahaan mengindikasikan
bagaimana baiknya fungsi department SDM yang diterapkan.
2.3.4
Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat diperoleh informasinya dari
laporan keuangan perusahaan. laporan keuangan tersebut dapat memberikan
informasi yang akurat mengenai kinerja perusahaan di masa lalu maupun masa yang
akan datang. Menurut Werther dan Davis dalam Suwatno (2011:197) tujuan
melakukan penilaian kinerja keuangan, yaitu :
1.
Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang
berhubungan dengan peningkatan kerja.
2.
Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang
berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3.
Menentukan promosi, demotion, dan transfer.
4.
Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar
kinerja mereka lebih optimal.
24
5.
Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat
dicapai.
6.
Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam
manajemen sumber daya manusia terutama dibidang informasi job analysis,
job-design dan system informasi manajemen sumber daya manusia.
7.
Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.
8.
Memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi
karyawan itu sendiri.
2.3.5
Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Analisis rasio
keuangan dapat digunakan untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan. Menurut
Sutrisno (2012:215) ada lima jenis rasio keuangan yang sering digunakan :
1.
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
2.
Rasio Leverage (Leverage Ratios)
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dengan hutang.
3.
Rasio Aktivitas (Activity Ratios)
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan sumber dananya.
4.
Rasio Keuntungan (Profitability Ratios)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan
dalam mendapatkan keuntungan.
5.
Rasio Penilaian (Valuation Ratios)
Rasio-rasio untuk mengatur kemampuan manajemen untuk menciptakan
nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.
25
2.4
Rasio Profitabilitas
2.4.1
Pengertian Rasio Profitabilitas
Seperti yang telah dijelaskan di atas, terdapat lima rasio keuangan yang
sering digunakan dalam menilai kinerja perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan
untuk menilai kinerja keuangan perusahaan pada penelitian ini adalah rasio
profitabilitas. Hanafi (2012:35) berpendapat bahwa seorang investor yang ingin
membeli saham perusahaan dengan orientasi jangka panjang, barangkali akan
melihat
kemampuan
perusahaan
menghasilkan
keuntungan,
prospek
masa
mendatang, dan risiko investasi pada saham perusahaan tersebut (profitabilitas dan
risiko perusahaan).
Sutrisno (2012:222) mengemukakan bahwa :
“Rasio keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh
manajemen. Rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat
keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat
keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola
perusahaan.”
Sedangkan menurut Fahmi (2012:135) bahwa :
“Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen
secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan
yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi.”
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas adalah
rasio yang mengukur kemampuan seberapa besar perusahaan dapat menghasilkan
keuntungannya. Semakin besar tingkat keuntungan yang dihasilkan perusahaan
menunjukkan semakin baiknya manajemen dalam mengelola perusahaannya.
2.4.2
Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan hasil akhir dari kebijaksanaan dan keputusan
dalam manajemen. Rasio ini akan memberikan gambaran akhir dari keefektifan
perusahaan dan juga memberikan gambaran seberapa efektif perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya.
26
Menurut Sutrisno (2012:222-2223) rasio profitabilitas dapat diukur dengan
beberapa indikator yakni :
1.
Profit
margin,
yaitu
merupakan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.
2.
Return On Asset (ROA), juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis
merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba
yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.
3.
Return On Equity (ROE), sering disebut dengan rate of return on Net Worth
yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai
rentabilitas modal sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih
setelah dipotong pajak atau EAT.
4.
Return On Investment (ROI), merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi
yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio adalah laba
bersih setelah pajak atau EAT.
5.
Earning Per Share, atau sering disebut laba per lembar saham merupakan
ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar
saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi
pemilik atau EAT.
Dari beberapa jenis rasio profitabilitas yang telah dijelaskan di atas, rasio
profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Assets (ROA).
2.4.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Informasi dari rasio keuntungan ini sangat penting bagi investor dan
kreditor. Semakin tinggi rasio keuntungan ini akan menarik para calon investor
pendatang baru ataupun apabila rasio keuntungan ini cenderung turun makan akan
menyebabkan tidak menarik para investor baru dan bahkan ditinggalkan oleh
investor lama.
27
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Leliani (2013:111112), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat profitabilitas atau tingkat
keuntungan yang optimal, diantaranya :
1.
Current
Ratio, biasanya digunakan
untuk
mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Semakin rendahnya nilai dari
CR, maka akan mengindikasikan ketidakmampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga hal ini dapat
mempengaruhi tingkat profitabilitas, dimana perusahaan yang tidak mampu
memenuhi kewajibannya akan dikenaik beban tambahan atas kewajibannya.
2.
Total Asset Turnover, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas penggunaan aset dalam menghasilkan pendapatan dari
penjualan. Semakin efisiennya suatu perusahaan dalam menggunakan
asetnya untuk memperoleh penadapatan, maka akan menunjukkan semakin
baiknya profit yang akan diterima, dan sebaliknya, ketidakefisienan
perusahaan dalam menggunakan aset yang dimiliki hanya akan menambah
beban perusahaan berupa investasi yang tidak mendatangkan keuntungan.
3.
Debt Ratio, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
penggunaan hutang terhadap total aset yang dimiliki. Semakin tingginya
jumlah hutang yang digunakan untuk membeli aset akan menyebabkan
semakin tinggi bunga pinjaman yang akan ditanggung oleh perusahaan.
sehingga akan menjadi permasalahan pada semakin rendahnya jumlah laba
yang mampu diperoleh.
4.
Debt To Equity Ratio, merupakan rasio perbandingan hutang terhadap
ekuitas perusahaan atau kondisi yang menunjukkan kemampuan perusahaan
memenuhi kegiatan operasionalnya dengan menggunakan modal sendiri.
Artinya, semakin banyak modal yang digunakan untuk memenuhi kegiatan
operasional perusahaan akan memperkecil kemungkinan dilakukannya
pinjaman, sehingga dapat meminimalkan kewajiban dalam pembayaran
beban bunga bagi perusahaan.
5.
Tingkat pertumbuhan penjualan, semakin tinggi tingginya penjualan
bersih yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendorong semakin tingginya
28
laba kotor yang mampu diperoleh, sehingga dapat mendorong semakin
tingginya profitabilitas perusahaan.
6.
Ukuran perusahaan, semakin besarnya ukuran perusahaan, maka akan
mencerminkan semakin besarnya sumber daya yang tersedia untuk
memenuhi permintaan produk. Di samping itu, dengan semakin besarnya
ukuran dari sebuah perusahaan, maka perusahaan memiliki kesempatan
untuk menhangkau pangsa pasar yang lebih luas untuk melakukan
pemasaran produknya, sehingga membuka peluang diperolehnya laba yang
semakin tinggi.
Jika faktor-faktor yang mempengaruhi secara dominan dapat dikelola dan
diperhatikan dengan baik, maka diharapkan keuntungan perusahaan dapat
meningkat.
2.5
Return On Asset (ROA)
2.5.1
Pengertian Return On Asset (ROA)
Rasio Return On Asset (ROA) dinilai terpenting di antara rasio profitabilitas
yang ada, karena rasio Return On Asset (ROA) dapat melihat kemampuan
perusahaan menghasilkan laba nya dengan aset yang dimiliki, semakin baik
pengembalian atas aset maka semakin baik pula kinerja perusahaan.
Return On Asset (ROA) menurut Sutrisno (2012:222), bahwa:
“Return on Asset sering juga disebut sebagai rentabilitas ekonomis
merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang
dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.”
Sedangkan menurut Hanafi (2012:42), mengemukakan bahwa :
“Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.”
29
Dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Return On Asset (ROA)
adalah salah satu rasio profitabilitas keuangan yang dapat mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang dimiliki perusahaan.
2.5.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) termasuk salah satu rasio profitabilitas, menurut
Brigham dan Houston (2010:89), rasio profitabilitas (profitability ratio)
menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang
terhadap hasil operasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi Return On Asset (ROA)
yaitu :
1.
Rasio Likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
yang dihitung dengan membandingkan aktiva lancar perusahaan dengan
kewajiban lancar.
2.
Rasio Manajemen Aktiva merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif
perusahaan mengelola aktivanya.
3.
Rasio Manajemen Utang merupakan rasio yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka panjang (utang) perusahaan yang digunakan untuk membiayai
seluruh aktivitas perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, faktor utama yang mempengaruhi Return
On Asset (ROA) adalah rasio-rasio yang ada pada aktiva dan dapat mengukur nilai
aktiva perusahaan, faktor tersebut adalah faktor yang mempengaruhi profitabilitas,
maka dari itu ROA juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
2.5.3
Pengukuran Return On Asset (ROA)
Karena rasio Return On Asset merupakan tingkat pengembalian laba dari
aktiva yang dimiliki perusahaan, maka adapun pengukuran ROA menurut Brigham
dan Houston (2010:148) adalah sebagai berikut:
?????? ?? ?????=
Laba Bersih
?100%
Total Aset
30
Mega Sari (2013:37) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Return On
Asset (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. Rasio ini paling disoroti
karena mampu menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan menghasilkan
keuntungan. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan,
yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah
perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan
hidup perusahaan.
2.6
Penelitian terdahulu
Berikut ini adalah tabel ringkasan dari Jurnal atau penelitian terdahulu yang
menjadi acuan untuk penelitian ini :
Tabel 2.2
Penelitian-Penelitian Empiris tentang Hubungan Intellectual Capital
dan Kinerja Perusahaan
Peneliti
Kartika dan Hartane
(2013)
Judul
Pengaruh Intellectual
Capital pada
Profitabilitas Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
pada Tahun 2007-2011
(Journal Business
Accounting Review, Vol
1. No.2, 2013)
Metode
VAIC, Regresi linier
berganda
Hasil Penelitian
VAHU tidak berpengaruh
signifikan terhadap
profitabilitas, STVA dan
VACA berpengaruh
signifikan dan memiliki
arah yang positif terhadap
profitabilitas. Hasil
pengukuran secara
bersama-sama ketiga
komponen dari IC
menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap
profitabilitas.
31
Peneliti
Rachmawati (2012)
Judul
Pengaruh Intellectual
Capital Terhadap Return
On Asset (ROA)
Perbankan
Metode
VAIC, regresi linier
berganda
Hasil Penelitian
Intellectual capital
memiliki pengaruh yang
positif terhadap return on
asset
(Jurnal Nominal, Vol 1.
No. 1, 2012)
Hamidah dan Sari (2014)
Pengaruh Intellectual
Capital Kinerja
Keuangan pada Bank Go
Public yang Terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada Tahun 20092012
VAIC, Regresi linier
berganda
Modal intelektual yang
diproksikan dengan
VACA, VAHU, dan
STVA mempunyai
pengaruh yang positif
signifikan terhadap ROA
pada bank go public yang
terdaftar di BEI tahun
2009-2012.
VAIC, Analisis regresi
berganda
Intellectual Capital
( VAIC ) telah
menunjukkan hubungan
positif dan signifikan
dengan ROA dan
Profitabilitas perusahaan.
Human Capital dan
Structure capital tidak
signifikan dan
menunjukkan hubungan
yang negative dengan
profitabilitas dan ROA.
Namun, capital employed
efficiency menunjukkan
hubungan yang positif
dan signifikan dengan
profitabilitas dan ROA
perusahaan
(Jurnal Riset Manajemen
Sains Indonesia, Vol. 5.
No. 2, 2014)
Muhammad dan Amin
Ismail (2009)
Intellectual Capital
Efficiency and Firm’s
Performance:
Study on Malaysian
Financial Sectors
(International Journal of
Economics and Finance,
Vol 1. No. 2, August
2009)
32
Peneliti
Malik dan Aslam (2012)
Judul
Metode
Intellectual Capital
Efficiency and Corporate
Performance in
Developing Countries: a
Comparison Between
Islamic and Conventional
Banks in Pakistan
VAIC, Korelasi dan
Analisis regresi
berganda
Terdapat hubungan yang
positif antara intellectual
capital efficiency, human
capital efficiency, capital
employed efficiency
dengan return on equity,
return on assets, return on
investment, earning per
share ( indikator kinerja
keuangan ). Sedangkan
structural capital
efficiency memiliki
hubungan negative dengan
semua variable
kinerja keuangan.
VAIC, Regresi linier
Terdapat hubungan yang
positif signifikan antara
VAIC dengan kedua
indikator kinerja keuangan
(ROA dan ROE).
(Interdisciplinary Journal
of Contemporary
Research in Business, Vol
4. No.1, May 2012)
Al-Musali dan Ku Ismail
(2014)
Intellectual capital and its
effect on financial
performance of banks:
Evidence from Saudi
Arabia
Hasil Penelitian
(International Conference
on Accounting Studies
2014, ICAS 2014, 18-19
August 2014, Kuala
Lumpur, Malaysia)
Sumber : Penulis
2.7
Pengaruh Intellectual Capital (VAICTM) terhadap Return On Asset
(ROA)
Intellectual capital mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi,
dan kemampuan mereka untuk menciptakan suatu nilai tambah (value added) bagi
perusahaannya dan menyebabkan perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam
bersaing.
Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan Intellectual capital
sebagai
berikut
:
“Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak
pemilikan
intelektual,
menciptakan kekayaan.”
pengalaman
yang
dapat
digunakan
untuk
33
Intellectual capital diyakini dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan.
intellectual capital merupakan sumber daya yang berperan dalam peningkatan
competitive advantages sebuah perusahaan, dengan competitive advantages yang
besar maka perusahaan memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan perusahaan
lain sehingga hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan atau
profitabilitas (Chen, Cheng, dan Hwang, 2005:160).
Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, maka dalam hal ini
perusahaan perlu memiliki nilai tambah (value added). Nilai tambah tersebut dapat
diciptakan dengan mengembangkan intellectual capital perusahaan. Intellectual
capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh
perusahaan, yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency
(VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukur dengan
menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual
Coefficient (VAIC)
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yang telah dilakukan oleh
Kumalasari dan Astika (2013:288) menunjukkan bahwa, modal intelektual atau
Intellectual capital yang diukur menggunakan metode value added intellectual
coefficient (VAIC) berpengaruh positif terhadap return on asset (ROA) perusahaan.
Gambaran ini menunjukkan bahwa tiga komponen yang merupakan sumber daya
unik perusahaan, yaitu human capital (HC), structural capital (SC), dan capital
employeed (CE), dapat menciptakan kinerja yang baik untuk perusahaan. Dalam
penelitian ini juga disebutkan bahwa metode VAIC lebih baik digunakan untuk
mengukur modal intelektual karena koefisien determinasi dari VAIC lebih besar
daripada MBV.
Hubungan antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan
telah dibuktikan oleh beberapa peneliti di Indonesia maupun di luar negeri.
Penelitian di luar negeri antara lain dilakukan oleh Firer dan William (2003) dalam
Ulum (2009:100-101) di Afrika Selatan pada 65 perusahaan publik untuk menguji
pengaruh intellectual capital pada profitabilitas, produktifitas dan market valuation
diperoleh hasil bahwa VAIC™ memiliki kontribusi untuk memprediksi profitabilitas
dan produktivitas perusahaan, namun tidak dapat untuk memprediksi penilaian pasar.
34
Pada penelitiannnya Intellectual capital memiliki pengaruh signifikan pada
profitabilitas perusahaan (signifikan positif), dan produktivitas ( signifikan negatif)
namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada penilaian pasar. Penelitian
yang sama pernah dilakukan oleh Chen et al. (2005:169) di Taiwan yang
menghasilkan temuan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap
nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan di Indonesia, penelitian
mengenai hal tersebut dilakukan oleh Rachmawati (2012:39-40) pada perusahaan
Perbankan diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh positif antara intellectual capital
terhadap Return On Asset (ROA). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi nilai
intellectual capital sebuah perusahaan perbankan maka semakin Return On Asset
(ROA) perusahaan keuangan tersebut semakin meningkat.
2.7.1
Pengaruh Value Added Capital Employeed (VACA) terhadap Return On
Asset (ROA)
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association
network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari
para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan
merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan
perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Arrifah dan
Medyawati, 2012)
Pulic (2000) dalam Ulum (2007:4) menyebut modal Intelektual ini sebagai
Capital Employeed. Dimana modal Intelektual ini menggambarkan modal yang
dimiliki perusahaan berupa hubungan yang harmonis kepada para mitranya serta
pengelolaan physical capital guna membantu penciptaan nilai tambah (value added)
bagi perusahaan.
Kusumo (2012) dalam jurnal penelitian Kartika dan Hatane (2013:18-19)
menyebutkan bahwa Capital Employeed (CE) menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa capital asset yang apabila dikelola
dengan baik akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Value Added Capital
Employeed (VACA) merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber dayanya yang berupa capital asset. Dengan pengelolaan dan
35
pemanfaatan capital asset yang baik, maka perusahaan dapat meningkatkan kinerja
keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan nilai pasar.
Pemanfaatan efisiensi Capital Employeed (CE) yang digunakan dapat
meningkatkan ROA, karena modal yang digunakan merupakan nilai aset yang
berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan.
Semakin baik perusahaan mengelola ketiga komponen Intellectual capital,
menunjukkan semakin baik perusahaan mengelola aset. Value Added Capital
Employeed merupakan suatu ukuran perusahaan dalam mengelola physical capitalnya dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Kartika dan Hatane (2013:23-24) VACA atau Value Added Capital Employeed
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset
(ROA). Adanya kemungkinan bahwa perusahaan cenderung menggunakan physical
capital, sehingga dapat dikatakan capital employeed yang dimiliki perusahaan dapat
memiliki pengaruh terhadap profitabilitas.
2.7.2
Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Return On
Asset (ROA)
Human capital dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan
mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara
efisien. Dengan memiliki karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian maka
dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan.
Menurut Baroroh (2013:174) human capital yang tinggi akan dapat
mendorong peningkatan kinerja keuangan. Human capital merupakan kombinasi dari
pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kemampuan seseorang untuk menjalankan
tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai.
Dapat digambarkan bahwa human capital (HC) adalah sumber daya
manusia dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang unggul, maka
dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga mencapai keunggulan
kompetitif. Indikasi gaji dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan, mampu meningkatkan karyawan dalam mendukung kinerja perusahaan
36
sehingga HC dapat menciptakan value added serta meningkatkan pendapatan dan
profit perusahaan (Kartika dan Hatane, 2013:18). Menurut Ulum (20013:193)
Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat
dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA
dan HC mengindikasikan kamampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam
perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Soetedjo dan Mursida (2014:22) bahwa Human Capital Efficiency (HCE) atau
VAHU memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
yang dihitung melalui ROA (Profitabilitas). Semakin tinggi nilai HCE menunjukkan
semakin tinggi nilai tambah yang mampu diperoleh perusahaan dibandingkan total
pengeluaran untuk membayar beban gaji dan upah karyawan.
2.7.3
Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Return On
Asset (ROA)
Menurut Menurut Baroroh (2013:174) structural capital merupakan
kemampuan organisasi meliputi infrastruktur, sistem informasi, rutinitas, prosedur
dan budaya organisasi yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan
intelektual yang optimal. Suatu organisasi yang memiliki prosedur yang baik maka
intellectual capital akan mencapai kinerja secara optimal. Structural capital menjadi
infrastruktur perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas karyawan.
Termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals,
strategies routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari
materialnya.
Modal struktural atau structural capital mengemas modal manusia atau
human capital dan memungkinkannya untuk digunakan secara berulang dalam
menciptakan nilai tambah. Apabila manajemen yang mampu mengelola structural
capital dengan baik maka hal ini akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan
sehingga dapat meningkatkan return on asset pada perusahaan. yang harus dilakukan
perusahaan adalah menyimpan dan mempertahankan pengetahuan sehingga
37
pengetahuan tersebut menjadi properti perusahaan. Itulah modal struktural (Stewart,
1998:116).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Arifah
dan Medyawati (2012) bahwa Value Added Structural Capital atau STVA
berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Jika penjualan perusahaan
naik, maka value added yang diperoleh perusahaan akan tinggi. Dengan VA yang
tinggi dan beban karyawan yang tinggi, maka nilai SC rendah sehingga STVA akan
turun. Hal yang berbeda terjadi pada ROA, dengan meningkatnya penjualan maka
laba perusahaan akan meningkat yang berdampak meningkatnya ROA. Dengan
demikian nilai STVA yang rendah akan meningkatkan ROA.
Dari uraian beberapa hubungan antar variabel di atas, maka gambar
ringkasan paradigma dalam penelitian ini adalah :
Intellectual Capital
VAIC
(X)
Kinerja Keuangan
VACA (X1)
Return On Assets
(ROA)
VAHU (X2)
(Y)
STVA (X3)
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
2.8
Kerangka Pemikiran
Pengelolaan intellectual capital beberapa tahun ini telah menjadi sorotan
bagi perusahaan. Hal ini disebabkan karena adanya kesadaran bagi perusahaan dalam
pengelolaan intellectual capital yang tergolong penting dan dapat dijadikan landasan
38
untuk perusahaan dalam memiliki keunggulan yang kompetitif dengan perusahaan
lain. Dengan adanya intellectual capital sendiri dapat memberikan nilai tambah
(value added) bagi perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain.
Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan intellectual capital dalam
artikelnya :
“Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak
pemilikan
intelektual,
pengalaman
yang
dapat
digunakan
untuk
menciptakan kekayaan.”
Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa :
“Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan
disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan
finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu
sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai
diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana
mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.”
Intellectual capital dapat mencakup semua pengetahuan karyawan,
organisasi, dan kemampuan mereka untuk menciptakan suatu nilai tambah (value
added) bagi perusahaannya dan menyebabkan perusahaan dapat memiliki
keunggulan dalam bersaing. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan
mengembangkan intellectual capital perusahaan. intellectual capital terdiri dari tiga
komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh perusahaan, yaitu capital
employee efficiency (VACA), human capital efficiency (VAHU), dan structural
capital efficiency (STVA) yang diukur dengan menggunakan metode pengukuran
intellectual capital yaitu Value Added Intellectual Capital (VAIC).
Terdapat dua teori yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini, yaitu
stakeholder
theory
dan
legitimacy
theory.
Teori
stakeholder
lebih
mempertimbangkan posisi dari pihak yang dianggap memiliki kepentingan dalam
perusahaan, baik memiliki hak dalam diperlakukan secara maksimal oleh organisasi
untuk menciptakan nilai tambah perusahaan dan juga perannya dalam mengendalikan
sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
39
Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Dalam
perspektifnya teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan
mencari cara untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka dalam batas dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pandangan teori legitimasi menyatakan
bahwa dalam menjalankan operasinya, organisasi harus sejalan dengan nilai-nilai
masyarakat.
Jika intellectual capital merupakan sumber daya yang dapat diukur dan
digunakan maka akan memberikan suatu perusahaan sumber daya yang baru untuk
dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan untuk keunggulan
kompetitifnya, maka intellectual capital akan memberikan kontribusi dalam
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Biasanya investor akan menilai dari
kinerja keuangan perusahaan untuk menentukan investasinya, karena perusahaan
yang kinerja keuangannya tergolong baik akan disebut layak untuk investasi. Maka
dari itu kinerja keuangan yang baik sangat penting bagi perusahaan agar dapat
menjaga eksistensi nya di dunia bisnis maupun investasi.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Analisis rasio
keuangan dapat digunakan untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan. Salah
satu rasio perusahaan yang dapat menentukan kinerja keuangan perusahaan adalah
rasio profitabilitas. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang digunakan adalah
Return On Asset (ROA).
Dimana definisi Return On Asset (ROA) menurut Hanafi (2012:42) adalah:
“Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.
Menurut Mega Sari (2013:37) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
Return On Asset (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. Rasio ini
paling disoroti karena mampu menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan
menghasilkan keuntungan. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan
harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang
telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk
kelangsungan hidup perusahaan.
40
Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun bagan kerangka pemikiran untuk
penelitian ini sebagai berikut :
Intellectual Capital (VAIC)
Menghitung IC menggunakan model VAICTM dengan cara menganalisis dan
menjumlahkan koefisien-koefisien IC pada laporan keuangan
VAICTM = VACA + VAHU + STVA
Teori yang mendukung :
-Stakeholder Theory
-Legitimacy Theory
Capital employed (VACA)
VACA = VA / CE
VA : Value Added
CE : Total Ekuitas
Human capital (VAHU)
VAHU = VA / HC
VA : Value Added
HC : Beban Gaji
Kinerja keuangan perusahaan
Return On Asset (ROA) =
Laba Bersih
Total Asset
Gambar 2.2
Hubungan Antar Variabel yang Berpengaruh
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
Structural capital (STVA)
STVA = SC / VA
SC : Structural Capital
(VA-HC)
VA : Value Added
41
Atas dasar kerangka pemikiran pada gambar 2.2 di atas, penulis
merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Elemen-elemen intellectual capital yang terdiri dari value added capital
employed (VACA), value added human capital (VAHU) dan value added
structural capital (STVA) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return
On Asset (ROA) pada perusahaan BUMN yang listing di BEI periode 20122014.
H2 : Elemen-elemen intellectual capital yang terdiri dari value added capital
employed (VACA), value added human capital (VAHU) dan value added
structural capital (STVA) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return On Asset
(ROA) pada perusahaan BUMN yang listing di BEI periode 2012-2014.
Download