BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jasa 2.1.1 Definisi Jasa Ruang

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jasa
2.1.1
Definisi Jasa
Ruang lingkup pemasaran tidak hanya mencakup pada penghasilan produk
yang berwujud, tetapi juga produk tidak berwujud seperti jasa. Industri jasa beraneka
ragam seperti pada hotel, jasa boga, penyewaan ruangan untuk kantor dan
sebagainya. Banyak ahli pemasaran yang mengemukakan definisi jasa, dimana
masing-masing berdasarkan pada sudut pandangnya masing-masing. Menurut Kotler
(2002:486) adalah : Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh satu pihak-pihak pada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat dikaitkan dengan suatu produk
fisik.
Menurut Swastha (2001:5), mendefinisikan “Jasa adalah Semua aktivitas
ekonomi yang hasilnya tidak berupa produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang
biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan
memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan,
kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen”.
Berdasakan kedua defnisi tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan dasar
bahwa jasa mempunyai karakteristik tersendiri yaitu tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apa pun. Jasa yang ditawarkan oleh perusahaanperusahaan dapat bersifat jasa murni atau jasa yang mengikat pada produk fisik.
Universitas Sumatera Utara
8
Selain itu jasa juga bersifat abstrak, tidak dapat diraba, dirasa, dilihat, dicium, bahkan
didengar (intangibility), tidak dapat dipisahkan (inseparability), bersifat variatif
dalam bentuk, kualitas dan jenis, dan tergantung dari siapa, kapan, dan di mana jasa
itu dihasilkan (variability), serta tidak akan tahan lama (durability).
2.1.2 Karakteristik Jasa
Jasa sebagai suatu produk perusahaan yang dapat ditawarkan memiliki
karakteristik yang berbeda Dari produk biasa. Jasa memiliki beberapa karakteristik
yang mempengaruhi program pemasarannya. Menurut Kotler (2002; 488-492) ada
empat karakteristik Jasa yaitu:
1.
Tidak Berwujud (intangible)
Tidak seperti halnya produk fisik, Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli.
2.
Tidak Terpisahkan (inseparability)
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jika seseorang
memberikan pelayanan, maka penyediaannya merupakan bagian dari jasa itu.
Karena klien juga hadir saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia klien
merupakan ciri khusus pemasaran jasa. Baik penyedia maupun klien
mempengaruhi hasil jasa.
3.
Bervariasi (variability)
Karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa itu
diberikan, jasa sangat bervariasi.
Universitas Sumatera Utara
9
4.
Mudah Lenyap (perishability)
Jasa tidak bisa disimpan. Sifat jasa mudah lenyap (perishability) tidak menjadi
masalah bila permintaan tetap.
2.1.3 Pengukuran Kualitas Jasa
Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, menurut Rangkuti (2002: 21) kedua
variabel tersebut yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang
diharapkan (expected service). Pengukuran kualitas jasa lebih sulit dibandingkan
dengan mengukur kualitas produk nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak
mudah untuk diidentifikasi. Menurut Tjiptono (2002: 97) langkah-langkah yang harus
diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah:
1.
Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang
digunakan untuk mengukur kualitas jasa
2.
Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud
adalah menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa
digunakan untuk mengukur variabel.
Leonard L Berry, A Parasuraman dan Valerie A Zeithaml dalam Rangkuti
(2002:22) mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan
penyampaian jasa, yaitu:
1.
Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada
kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan
atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.
Universitas Sumatera Utara
10
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk-produk jasa didesain
dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa saja yang diinginkan oleh konsumen.
2.
Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadang
kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini
dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen
terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya, atau karena adanya kelebihan
permintaan.
3.
Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada
beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang
terlatih, beban kerja yang melampaui batas, ketidak mampuan memenuhi standar
kerja, atau bahkan ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4.
Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali tingkat
kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang
dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan apabila janji tidak
dipenuhi akan menyebabkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.
5.
Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan
ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau persepsi perusahaan dengan
cara yang berbeda, atau bila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2
Harga
2.2.1
Definisi Harga
Harga merupakan salah satu faktor yang harus dikendalikan secara serasi
dan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Segala keputusan yang
bersangkutan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan
suatu usaha, baik yang berkaitan dengan kegiatan penjualan, ataupun aspek
keuntungan yang ingin dicapai oleh suatu usaha. Ini berarti, harga menggambarkan
nilai uang sebuah barang dan jasa.
Dalam arti yang paling sempit harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan
atas barang atau jasa. Dalam arti yang lebih luas, harga adalah jumlah semua nilai
yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau
menggunakan barang atau jasa (Kotler&Armstrong, 2003:430). Menurut Simamora
(2001:31) harga adalah sejumlah nilai yang dipertukarkan untuk memperoleh suatu
produk. Biasanya, harga dihitung dengan nilai uang.
Rao menyatakan dalam Peter dan Olson (2000:220) dampak dari perubahan
harga lebih segera dan langsung dirasakan, dan daya tarik yang didasarkan pada harga
adalah yang paling mudah dikomunikasikan kepada pembeli potensial. Namun
demikian, pesaing juga dapat bereaksi dengan lebih mudah terhadap daya tarik yang
didasarakan pada harga ketimbang yang didasarkan pada citra dan manfaat produk.
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.2 Langkah-Langkah Penetapan Harga
Dalam menetapkan harga seorang pemasar harus melakukan analisis terhadap
sejumlah variabel finansial dan non finansial, menempatkan variabel-variabel tersebut
dalam konteks lingkungan bisnis secara keseluruhan dan menggunakan pengalaman
sebagai masukan. Menurut Bovee et al. dalam Simamora (2001:202) penetapan harga
meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Analisis keadaan pasar
Aspek paling penting dari analisis ini adalah memahami hubungan permintaan
dan harga. Dalam beberapa kasus, perubahan harga dapat memberikan pengaruh
besar terhadap permintaan. Tetapi ada kalanya perubahan harga tidak
mempengaruhi permintaan.
2.
Indentifikasi faktor-faktor pembatas
Faktor pembatas adalah faktor yang membatasi keleluasaan perusahaan dalam
menetapkan harga. Biaya mengurangi keleluasaan perusahaan dalam menetapkan
harga rendah. Persaingan, persepsi konsumen, dan peraturan pemerintah juga
tidak dapat diabaikan.
3.
Tetapkan sasaran
Satu sasaran paling umum adalah memperoleh keuntungan. Untuk itu, harga
harus lebih tinggi dari biaya rata-rata. Tinggi rendahnya harga tergantung
sasarannya, apakah untuk mematikan pesaing, meraih pangsapasar, cuci gudang
dan lain-lain. Sasaran dapat berubah dari waktu ke waktu, karena itu harga juga
bisa berubah.
Universitas Sumatera Utara
13
4.
Analisis potensi keuntungan
Apapun sasarannya, perusahaan perlu mengetahui berapa keuntungan atau
kerugian dari setiap alternatif harga. Harga, permintaan, biaya, dan keuntungan
adalah aspek-aspek yang berhubungan erat. Dari analisis pasar dibuat skenario
jumlah permintaan pada tingkat harga yang berbeda-beda. Selanjutnya lakukan
analisis potensi keuntungan.
5.
Tentukan harga awal
Harga awal adalah harga bagi produk baru pertama kali diluncurkan. Penetapan
harga awal dipelajari dari akumulasi pengalaman.
6.
Kelola harga
Lingkungan selalu berubah sehingga harga juga harus disesuaikan. Berapa besar
harga dinaikkan atau diturunkan, bagaimana caranya, kapan dilakukan, itulah
yang perlu dilakukan dalam pengelolaan harga dari waktu ke waktu.
2.2.3
Tujuan Penetapan Harga
Menurut Tjiptono (2002:152-153), pada dasarnya ada empat jenis tujuan
penetapan harga:
1. Tujuan berorientasi pada laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih
harga yang dapat menghasilkan laba yang paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan
istilah maksimasi laba.
Universitas Sumatera Utara
14
2. Tujuan beroerintasi pada volume
Tujuan berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah
volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai
target volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m3, dan lain-lain), nilai penjualan
(Rp) atau pangsa pasar.
3. Tujuan beroerientasi pada citra
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.
Perusahaan
dapat
menetapkan
harga
tinggi
untuk
membentuk
atau
mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan
untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya, dengan
memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu
wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah
bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran
produk yang ditawarkan perusahaan.
4. Tujuan stabilitas harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan harga
mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga
dalam industri-industri tertentu yang produknya sangat terstandarisasi. Tujuan
stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan
hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pimpinan industri
(industry leader).
Universitas Sumatera Utara
15
5. Tujuan lain-lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas
pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau
menghindari campur tangan pemerintah, serta merangsang permintaan.
2.3
Tingkat Pelayanan
2.3.1 Definisi Pelayanan
Dalam manajemen pemasaran, layanan masuk dalam manajemen pemasaran
jasa karena tidak dapat diraba, dibawa dan hanya dapat dirasakan oleh seorang
konsumen yang mendapatkannya dari penyedia layanan. Untuk mendapatkan hati
dari konsumen atau pelanggan, sebuah perusahaan harus menyediakan dan melayani
konsumennya dengan baik dan tentunya memuaskan. Oleh karena itu, dalam
melayani konsumen, perusahaan harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen
dan berorientasi pada layanan yang akan diberikan.
Menurut Tjiptono (2002:59) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
pelayanan adalah: “Seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan
atas layanan yang mereka terima atau peroleh.” Menurut Hasibuan (2006:152)
menyatakan “Pelayanan adalah kegiatan pemberian jasa suatu pihak kepada pihak
lainnya.” Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dilakukan secara ramah tamah,
adil, cepat, tepat dalam etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan dan kepuasan
bagi yang menerimanya.
Universitas Sumatera Utara
16
Menurut Kotler (2002:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya
dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan
perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi
tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa
perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi.
Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang
tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.
2.3.2 Karakteristik Pelayanan Jasa
Menurut Tjiptono, ada empat karakteristik pokok pelayanan jasa yang
membedakannya dengan barang , yaitu :
1. Intangibility : tidak ada bentuk fisiknya sehingga tidak dapat dilihat, oleh karena
itu pemasar menggunakan sejumlah alat untuk membuktikan kualitas pelayanan
jasa yang ditawarkan.
2. Inseparability : pelayanan jasa yang dijual tidak terpisahkan dari orang yang
memasarkan.Pelayanan jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang
bersamaan. Service provider (penyedia jasa) dan customer (pelanggan) akan
bertemu secara langsung maupun tidak langsung sehingga hal ini mempengaruhi
kualitas pelayanan jasa dan karena itu pula tidak dapat distandarisasi.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Variability : pelayanan jasa yang beragam sangat tergantung siapa yang
menyajikan, oleh karena itu untuk dapat mengendalikan kualitas, pemilik
salon melakukan seleksi yang ketat dan pelatihan yang tersistem bagi SDMnya, menstandarisasi proses kinerja pelayanan jasa di salonnya, memonitor
kepuasan pelanggan melalui survei atau kotak saran.
4. Perishability : Karena sifatnya yang tidak dapat disimpan, maka pemilik salon
harus mampu menjaga kontinuitas pelayanan yang ektra.
2.3.3 Bentuk-Bentuk Pelayanan
Pelayanan itu sangat diperlukan dalam memasarkan produk dan jasa-jasa
salon. Bila pekerja salon bersikap baik pada pelanggan, diharapkan pelanggan akan
datang kembali untuk menyalurkan aktivitasnya di salon. Hal ini terjadi karena
kebutuhannya terpenuhi dan mendapat perlakuan yang menyenangkan. Menurut
Moenir (2000:190-197) terdapat dua bentuk pelayanan, yaitu pelayanan umum dan
pelayanan teknis. Adapun bentuk pelayanan umum ada tiga macam yaitu :
1. Pelayanan dengan lisan
Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas di bidang Hubungan Masyarakat
(HUMAS) bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya
memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan, agar
supaya layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Pelayanan yang berbentuk tulisan
Pelayanan melalui tulisan merupakan bentuk pelayanan yang paling sering
digunakan dalam pelaksanaan tugas, tidak hanya dari segi tugas maupun
peranannya. Pada dasarnya layanan berbentuk tulisan cukup efesien terutama
bagi layanan jarak jauh karena factor biaya. Agar pelayanan dalam bentuk
tulisan dapat memuaskan pihak yang dilayani, ada hal-hal yang harus
diperhatikan yaitu kecepatan dalam hal pengolahan masalah maupun dalam
bentuk proses penyelesaian. Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan
yang sejenisnya ditujukan pada orang-orang yang berkepentungan, agar
memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga, kedua
layanan berupa reaksi tertulis atau permohonan laporan, keluhan, penyerahan,
pemberitahuan dan lain-lain.
3. Pelayanan dalam bentuk perbuatan
Pada umumnya pelayanan perbuatan lebih banyak dilakukan oleh petugaspetugas di tingkat menengah dan bawah. Karena itu keterampilan dan keahlian
para petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil suatu pekerjaan. Dalam
kenyataan sehari-hari layanan ini tidak terhindar dari pelayanan lisan, hanya titik
berat terletak pada perbuatan itu sendiri. Jadi tujuan utama orang yang
berkepentingan ialah mendapatkan pelayanan dalam perbuatan dan hasilnya
bukan sekedar penjelasan dan kesanggupan secara lisan.
Adapun bentuk pelayanan teknis ada 4 macam, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
19
1. Tingkah laku yang sopan
Sudah menjadi norma masyarakat bahwa sopan santun merupakan suatu bentuk
penghargaan atau penghormatan kepada orang lain. Dengan sopan santun orang
merasa dihormati dan dihargai sebagaimana layaknya dalam hubungan
kemanusiaan, dan dengan demikian sudah merupakan kepuasan tersendiri bagi
yang bersangkutan.
2. Cara penyampaian
Cara penyampaian sesuatu hendaknya memperhatikan prinsip sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Hal ini menghindari penyampaian yang menyimpang,
sehingga memungkinkan petugas berbuat peyimpangan lebih jauh.
3. Waktu penyampaian
Waktu penyampaian surat-surat atau dokumen sebagai produk dari penyampaian
hasil olahan yang tepat, sangat didambakan oleh setiap orang yang mempunyai
permasahan.
4. Keramahtamahan
Mengenai keramahtamahan ini hanya ada dalam layanan lisan, baik berhadapan
maupun melalui hubungan telepon. Soal keramahtamahan ini sudah cukup
disadari dan diketahui oleh orang banyak, sehingga tidak perlu diulas panjang
lebar.
Universitas Sumatera Utara
20
2.4
Variety Seeking
2.4.1 Definisi Variety Seeking
Variety Seeking telah diidentifikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi
perpindahan merek. Variety Seeking pada suatu kategori produk atau jasa oleh
konsumen merupakan suatu sikap konsumen yang ingin mencoba produk atau jasa
baru yang baru muncul di pasar yang belum dicobanya dan memuaskan rasa
penasarannya terhadap produk atau jasa lain. Konsumen yang melakukan variasi
disebabkan oleh kebutuhan mereka untuk variasi, konsumen dengan kebutuhan yang
tinggi untuk variasi akan lebih mudah dalam mencari variasi lain. Konsumen yang
mencari variasi diasumsikan tidak memperoleh manfaat apapun dari kebiasaan
(pengulangan) pembelian yang dilakukan. (Sivakumaran dan Kannan, 2002:78)
Menurut Peter dan Olson dalam Gusti (2010:27) Variety seeking adalah
komitmen secara sadar untuk membeli merek lain karena terdorong untuk terlibat
atau mencoba hal-hal baru, rasa ingin tahu dengan hal-hal baru, kesenangan baru,
atau untuk mengatasi masalah kejenuhan terhadap hal yang lama atau biasanya.
Menurut Junaidi dan Dharmmesta dalam Gusti (2010:27) menunjukkan
bahwa kebutuhan mencari variasi baru terhadap sebuah produk atau jasa sebagai
akibat dari inovasi produk atau jasa yang terlambat. Selain itu, juga diungkapkan
bahwa kebutuhan mencari variasi ini terus terjadi lagi di pasar, dengan banyak
ditemukan produk atau jasa sejenis yang seimbang dengan produk yang ditawarkan
perusahaan. Konsumen terkadang membuat pilihan yang bervariasi bahkan pada saat
dimana satu alternatif pilihan yang mendominasi.
Universitas Sumatera Utara
21
2.4.2 Faktor-faktor yang Mendukung kegiatan Variety Seeking
Junaidi dan Dharmmesta dalam Gusti (2010:28) juga menambahkan bahwa
kebutuhan mencari variasi ini muncul karena didukung oleh berbagai faktor, antara
lain:
1.
Persaingan yang ketat antara produk sejenis, sehingga setiap produk
mempropagandakan untuk menjadi yang terbaik. Kondisi ini tentunya
memungkinkan untuk mempengaruhi konsumen cenderung mencoba.
2.
Kualitas produk mengalami penurunan. Penurunan kinerja sebuah produk
mendorong konsumen untuk mencari dan mencoba produk-produk baru yang
dimingkinkan mampu memberikan sebuah kepuasan.
3.
Karakteristik alamiah konsumen. Karakteristik konsumen adalah berbeda. Suatu
kelompok konsumen dimungkinkan mempunyai prilaku untuk selalu mencari
dan mencmencari dan mencoba-coba hal baru, meskipun prouk yang telah
dikonsumsinya juga mampu memberikan sebuah kepuasan.
2.4.3 Metode Mengidentifikasi Kebutuhan Variety Seeking
Dalam mengidentifikasi kebutuhan mencari variasi, metode untuk mengetahui
kebutuhan dalam keputusan variety seeking tersebut dijabarkan lebih konkrit kedalam
sejumlah konstruk yang disebut sebagai Exploratory Acquisition of Product (EAP)
yang telah disesuaikan sebagai berikut (Van Trijp dalam Schiffman dan Hanuk,
2007:115):
1.
Lebih suka merek yang belum pernah dicoba.
2.
Merasa tertantang jika memesan merek yang belum familiar.
Universitas Sumatera Utara
22
3.
Meskipun menyukai merek tertentu, namun sering mencoba merek baru.
4.
Tidak khawatir mencoba merek baru atau berbeda.
5.
Jika merek produk tersedia dalam sejumlah variasi, pasti akan mencobanya.
6.
Menikmati peluang membeli merek yang tidak familiar demi mendapatkan
variasi dalam pembelian.
2.5
Perilaku Beralih
Menurut Dharmesta (2002:82), “switching behaviour adalah perilaku beralih
yang dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu atau diartikan juga sebagai
kerentanan konsumen untuk berpindah ke jasa lain”. Penilaian konsumen terhadap
suatu produk atau jasa dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman
konsumen terhadap produk sebelumnya dan pengetahuan konsumen tentang produk.
Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen
terhadap merek produk tersebut.
Pencarian merek lain dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan
informasi melalui media cetak, media audio ataupun melalui interpersonal, dimana
tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah (Dharmesta, 2002:83). Seperti yang
diungkapan Schifman dan Kanuk (2007:112), bahwa tidak semua pelanggan itu setia,
beberapa dari pelanggan melakukan peralihan (switching behaviour) disebabkan
karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk yang sudah dibeli, layanan yang
tidak memuaskan atau hanya karena bosan. Diehl dan Gilman (1999) meneliti
hubungan umur dengan perilaku berpindah pelanggan, menyimpulkan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
23
1.
Pelanggan lebih muda memiliki kecendrungan berpindah lebih tinggi daripada
pelanggan lebih tua
2.
Pelanggan yang sebelumnya pernah berpindah, cenderung lebih mudah pindah
3.
Loyalitas yang paling kuat disebabkan oleh penggunaan yang telah lama dan
image perusahaan
Salah satu perilaku konsumen yang tidak puas atau kecewa akibat dari
persepsi negatif atas kualitas layanan yang diterima adalah berpindahnya konsumen
ke penyedia jasa lainnya. Secara persis apa saja penyebabnya, hanya konsumen yang
tahu. Namun Keaveney (2001:112) mengelompokkan perilaku berpindahnya
konsumen dalam industri jasa sebagai berikut :
1.
Pricing (pemberian harga)
Faktor pricing (pemberian harga) menyebabkan konsumen beralih pada penyedia
jasa lain karena harga yang dirasakan tidak dapat memberikan manfaat yang
sesuai harapannya.
2.
Inconvenience (ketidaknyaman)
Untuk inconvenience (ketidaknyaman) merupakan penyebab berpindahnya
konsumen karena lokasi penyedia jasa yang tidak mudah dijangkau, kenyamanan
ruang, dan waktu menunggu untuk dilayani.
3. Core service failures (kegagalan pemberian jasa inti)
Core service failures (kegagalan pemberian jasa inti) merupakan penyebab
kepindahan konsumen karena kesalahan ataupun masalah teknis pada jasa yang
Universitas Sumatera Utara
24
ditawarkan kepada konsumen. Hal ini dapat terjadi bila konsumen menderita
kerugian karena terjadi kekeliruan karyawan.
4.
Service encounter failures (kegagalan pelayanan jasa inti)
Service encounter
failures (kegagalan pelayanan jasa inti) merupakan
berpindahnya konsumen disebabkan oleh kegagalan pelayanan jasa inti ini.
Penyebabnya karena sikap karyawan yang antara lain kurang perhatian, tidak
sopan, tidak tanggap, dan kurang menguasai lingkup pekerjaannya.
5.
Employee response to failed service (tanggapan karyawan atas kegagalan jasa)
Employee response to failed service (tanggapan karyawan atas kegagalan jasa)
merupakan terjadinya perpindahan konsumen karena kegagalan perusahaan
penyedia jasa dalam menangani keluhan konsumen.
6.
Attraction by competitor (kemenarikan pesaing)
Attraction by competitor (kemenarikan pesaing) merupakan perpindahan
konsumen karena kemenarikan perusahaan penyedia jasa yang lain dibandingkan
dengan
perusahaan
penyedia
jasa
sebelumnya
yang
menyebabkan
ketidakpuasannya.
7.
Ethical problems (masalah etika)
Ethical problems (masalah etika) merupakan masalah yang berhubungan dengan
moral,
ketidakamanan,
ketidaksehatan
ataupun
masalah
perilaku
yang
berhubungan norma-norma sosial.
Universitas Sumatera Utara
25
8.
Involuntary switching (berpindah tidak sengaja)
Involuntary switching (berpindah tidak sengaja) terjadi karena faktor diluar
kemampuan konsumen maupun perusahaan penyedia jasa, seperti pindahnya
tempat perusahaan penyedia jasa, ataupun pindahnya tempat tinggal konsumen.
2.6
Kerangka Konseptual
Banyaknya berdiri usaha salon di kota Medan dikarenakan budaya yang
berubah dari masyarakat kota Medan itu sendiri. Sifat ingin tampil selalu baik secara
fisik, baik laki-laki maupun perempuan menjadikan pangsa pasar bisnis salon ini
semakin menjanjika. Dengan demikian, banyak pilihan bagi konsumen untuk
menggunakan jasa salon yang sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.
Persaingan antar salon tersebut otomatis akan menyebabkan tingkat perpindahan
konsumen dari satu salon ke salon yang juga menjadi tinggi.
Ruang lingkup pemasaran tidak hanya mencakup pada penghasilan produk
yang berwujud, tetapi juga produk tidak berwujud seperti jasa. Industri jasa beraneka
ragam seperti pada hotel, salon, jasa boga, penyewaan ruangan untuk kantor dan
sebagainya. Salah satu cara membedakan sebuah perusahaan jasa dengan perusahaan
jasa lainnya adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih dari pesaing secara
konsisten.
Harga menurut Swastha dalam Hafizah (2010:88) adalah “sejumlah uang yang
dibutuhkan
untuk
mendapatkan
sejumlah
kombinasi
dari
barang
beserta
pelayanannya. Harga yang tidak sesuai dengan kualitas jasa yang diterima akan
menyebabkan pelanggan enggan kembali dan akan mencari harga yang lebih murah.
Universitas Sumatera Utara
26
Junaidi dan Dharmesta (2002:91) menyatakan bahwa ketidakpuasan
konsumen merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi keputusan
perpindahan merek yang sangat signifikan. Tingkat kualitas pelayanan akan sangat
menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap barang/jasa yang ditawarkan.
Selanjutnya tingkat kepuasan akan menunjang pembentukan loyalitas pelanggan
terhadap pelayanan yang diterimanya. Bila kualitas pelayanan yang diterima baik
berarti pelanggan merasa puas, dan hal tersebut akan mendorong pelanggan loyal
terhadap pelayanan yang diterimanya. Dan sebaliknya jika kualitas pelayanan yang
diterimanya kurang baik berarti pelanggan kurang puas, maka hal ini akan
menghambat pembentukan loyalitas pelanggan terhadap pelayanan tersebut.
Sebaliknya ia akan terpengaruh dan beralih pada pelayanan yang ditawarkan pihak
lain.
Selain kedua faktor tersebut, variety seeking juga merupakan penyebab
beralihnya konsumen ke pesaing. Junaidi dan Dharmmesta dalam Gusti (2010:77)
menyatakan bahwa kebutuhan mencari variasi baru terhadap sebuah produk atau jasa
sebagai akibat dari inovasi produk atau jasa yang terlambat. Selain itu, juga
diungkapkan bahwa kebutuhan mencari variasi ini terus terjadi lagi di pasar, dengan
banyak ditemukan produk atau jasa sejenis yang seimbang dengan produk yang
ditawarkan perusahaan. Konsumen terkadang membuat pilihan yang bervariasi
bahkan pada saat dimana satu alternatif pilihan yang mendominasi.
Universitas Sumatera Utara
27
Seperti yang diungkapan diatas, bahwa tidak semua pelanggan itu setia,
beberapa dari pelanggan melakukan peralihan (switching behaviour) disebabkan
karena faktor penentuan harga, layanan yang tidak memuaskan atau hanya karena
kebutuhan variety seeking. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kerangka
konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penentuan Harga
Tingkat Pelayanan
Beralih Ke
Pesaing
Variety Seeking
Sumber: Hafizha (2010), Gusti (2010), Data Diolah
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
2.7
Hipotesis
Hipotesis menurut Sugiyono (2005 : 70) adalah “jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan”.
Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini
adalah:
“Faktor penentuan harga, tingkat pelayanan dan variety seeking berpengaruh positif
terhadap perilaku beralih ke pesaing pada salon Mammamia di wilayah kecamatan
Medan Area di kota Medan.”
Universitas Sumatera Utara
Download