BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sociometric Status 1. Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sociometric Status
1. Definisi Sociometric Status
Sociometry yang secara etimologi dari bahasa Latin, “Socious” yang berarti teman
atau kawan dan “Metrum” yang berarti pengukuran (Moreno, 1941). Dengan kata lain
Sociometric mengacu pada pengukuran perasaan antara satu individu dengan individu
lainnya dan menentukannya dalam kriteria yang telah ada (Moreno, 1934). Faisal (1982)
juga menambahkan bahwa sosiometric merupakan salah satu teknik untuk menggambarkan
interaksi sosial yang terjadi diantara individu dalam suatu kelompok. Nasution (1986)
mengatakan untuk mengenal anak-anak sebagai makhluk sosial, mengetahui apakah anak
itu disukai sebagai teman oleh murid-murid lain digunakanlah sociometric. Hasil dari
sociometric ini yang selanjutnya disebut dengan sociometric status. Sociometric status
berarti cerminan penerimaan umum individu oleh teman sebayanya (Finch, 1998). Secara
umum pengertian sociometric diartikan sebagai pengukuran akan pertemanan atau
perkawanan sedangkan sociometric status berarti cerminan dari hasil sociometric yang
berupa cerminan penerimaan individu oleh teman sebayanya.
2. Kategori Sociometric status
Kategori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori dengan tiap kategori
memiliki karakteristik tersendiri. (Moreno dalam Persinger, 2011) menyebutkan bagian
dari sociometric status diantaranya:
a. Popular
Disukai oleh sebagian besar teman dan tidak disukai beberapa teman. Terampil
memulai interaksi sosial dengan teman sebaya dan mempertahankan hubungan
positif dengan orang lain. Cenderung kooperatif, ramah, mudah bergaul, dan
12
13
sensitif kepada orang lain, dan hal ini dirasakan oleh para guru dan orangtua serta
anak-anak lainnya. Cenderung lebih tegas daripada agresif, mendapatkan apa yang
diinginkan tanpa perkelahian ataupun menyakiti orang lain (Moreno dalam
Persinger, 2011).
b. Rejected
Memiliki strategi pernyataan lisan yang sedikit dan tingkat harga diri yang lebih
rendah terkait prestasi sekolah. Siswa rejected cenderung sulit menghadapi
kegagalan dan provokasi dan cenderung sangat agresif bagi anak-anak lain. Siswa
rejected cenderung termotivasi untuk memperlihatkan apa yang didapatkan melalui
cara agresif. Siswa cenderung memiliki lebih banyak kesulitan mencari solusi yang
konstruktif, seperti keadaan untuk bergilir dalam sebuah permainan. Remaja
rejected memiliki kemungkinan untuk merokok lebih besar dibanding remaja
lainnya. Dalam situasi provokatif seperti ketika bermain, siswa rejected
mengungkapkan ekspresi marahnya dengan ekstrim. Siswa rejected juga
mengungkapkan kebahagiaan dalam situasi provokatif, tapi terbatas pada hasil yang
positif bagi siswa rejected. Lebih sombong dan menampilkan perilaku membual
dibandingkan anak-anak lain. Hal ini menunjukkan bahwa siswa rejected kurang
sensitif terhadap dampak dari ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh temannya,
membuat interaksi antara siswa rejected dan temannya lebih tidak menyenangkan.
Rentan terhadap perilaku bermusuhan dan mengancam, agresi fisik, perilaku
mengganggu, dan kenakalan. Siswa rejected juga terlibat dalam agresi relasional
misalnya, menyebarkan rumor tentang orang lain. Studi remaja rejected
menunjukkan siswa rejected memiliki tingkat kecemasan sosial yang tinggi
(Moreno dalam Persinger, 2011).
14
c. Neglected
Kadang-kadang disebut sebagai “hantu”. Tidak dinominasikan sebagai teman, atau
diberikan negatif nominasi. Cenderung kurang bersosialisasi, kurang agresif, dan
kurang mengganggu daripada anak-anak rata-rata. Siswa negledted cenderung
mundur dari interaksi teman sebaya yang melibatkan agresi. Memiliki rata-rata
akademik yang lebih rendah dibandingkan anak-anak lain. Rekan-rekan di
lingkungannya sering menggambarkan siswa neglected sebagai pemimpin yang
buruk, kurang kooperatif, menunjukkan tingkat yang lebih rendah dari kompetensi
sosial dan memiliki kecemasan sosial yang lebih tinggi dibanding temannya. Siswa
neglected, terutama anak perempuan, dua kali lebih mungkin untuk melaporkan
gejala depresi dibandingkan anak rejected dan lima kali lebih mungkin untuk
melaporkan gejala depresi dibandingkan anak populer, average, atau controversial
(Moreno dalam Persinger, 2011).
d. Controversial
Mayoritas rekan-rekan menilai rata antara positif dan nominasi negatif.
Paradoksnya, memiliki karakteristik dari kedua anak populer dan rejected. Siswa
controversial cenderung agresif, agak mengganggu, dan mudah marah, tapi juga
kooperatif, sosial, dan biasanya pandai olahraga. Memiliki kemungkinan menjadi
pemimpin kelompok yang aktif secara sosial dan baik. Dilihat oleh banyak rekanrekan sebagai sosok yang arogan dan sombong. Remaja kontroversial memiliki
kemungkinan lebih besar untuk merokok remaja dibandingkan siswa average
(Persinger, 2011)
15
3. Faktor yang Mempengaruhi Sociometric Status siswa
Popularitas
siswa
mengindikasikan
kedudukan
siswa
pada
kelompok
pertemanannya yang dicerminkan melalui penilaian disukai dan tidak disukai oleh teman
sebaya (Wentzel, 2004):. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
popularitas siswa
a. Perbedaan Gender
Banyak penelitian yang menunjukkan popularitas antara siswa laki-laki dan siswa
perempuan adalah spesifik tergantung gender. Laki-laki dan perempuan memiliki
model yang berbeda untuk melihat popularitas. Siswa laki-laki yang popular
cenderung menunjukkan kemampuan olahraga, sukses berinteraksi dengan lawan
jenis, dan kemampuan sosial. sedangkan siswa perempuan yang popular cenderung
menunjukkan kemampuan ekonomi orangtua, pribadi yang menarik dan
kemampuan akademik yang baik.
b. Kemampuan Olahraga, bentuk tubuh yang menarik dan kemampuan sosial
Kemampuan olahraga yang baik menempati hubungan yang sangat signifikan bagi
siswa laki-laki dan terkadang tidak signifikan bagi siswa perempuan. Popularitas
yang baik dalam olahraga biasanya berkaitan dengan kemampuan kepemimpinan
(LaFontana, 2002). Siswa dengan popularitas sociometric yang baik, cenderung
menunjukkan perilaku prososial yang lebih tinggi dengan teman sebayanya.
c. Kemampuan Akademik
Kemampuan akademik lebih penting bagi siswa perempuan dibandingkan siswa
laki-laki. Terkadang siswa laki-laki yang memiliki kemampuan akademik yang
tinggi membuat tingkat populartitas siswa menurun (Adler, 1992)
16
B. Prestasi Belajar
1. Definisi Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun
demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa
murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible
(tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya
mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan
mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi
cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Hasil dari pengungkapan hasil belajar ini
yang selanjutnya disebut prestasi belajar (Syah, 2008).
Prestasi belajar sendiri dapat diartikan sebagai bukti keberhasilan dari seseorang
setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu yang dicapai oleh siswa
dalam waktu tertentu (Suryabrata, 2002). Tirtinegoro (2001) juga memberikan definisi
terkait prestasi belajar, prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang
dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan
hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar juga
dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang diharapkan
dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang
berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2008). Dari beberapa
definisi prestasi belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
penilaian dari hasil pengalaman belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka,
huruf maupun kalimat.
Bentuk prestasi belajar berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat dari tahun ke
tahun berubah seiring dengan bergantinya kurikulum yang digunakan di Indonesia. Selama
17
Indonesia merdeka, dunia pendidikan di Indonesia sudah pernah mengalami perubahan
kurikulum sebanyak tujuh kali. Kurikulum pertama disebut dengan nama Kurikulum 1968,
selanjutnya diganti Kurikulum 1975, diganti lagi dengan Kurikulum 1984 (Cara Belajar
Siswa Aktif), pada tahun 1994 diganti dengan Kurikulum 1994, hingga tahun 2004 diganti
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), tahun 2006 diganti dengan Kurikulum
2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan terakhir diganti pada tahun 2013 dengan
Kurikulum 2013.
Pada Kurikulum 2013, yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan menyebutkan bahwa hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan
dilaporkan dalam bentuk nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi kepada orangtua dan
pemerintah. Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa laporan hasil penilaian oleh
pendidik berbentuk:
a. Nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi untuk hasil penilaian kompetensi
pengetahuan serta keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematikterpadu.
b. Deskripsi sikap diberikan untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan
sikap sosial.
c. Penilaian oleh masing-masing pendidik secara keseluruhan dilaporkan kepada
orangtua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil Belajar Peserta Didik.
2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar
Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai
tingkat keberhasilan/prestasi belajar (Syah, 2003), yakni:
18
a. Norm-Referencing atau Norm-Referenced Assesment (PAN)
Tardif mengatakan dalam penilaian yang menggunakann pendekatan
PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik
diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai
teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Nasoetion (dalam Syah, 2003)
juga menambahkan pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk
pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman
sekelompoknya dengan skornya sendiri.
b. Criterion-Referenced Assesment (PAK)
Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menyatakan penilaian
dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses
pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian
seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara
baik (well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolut. Oleh
karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan
Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan
pembelajar umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan
seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai
oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaannya
terhadap materi pelajar hingga batas yang sesuai dengan tujuan
instruksional.
Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menjelaskan pendekatan
penilaian seperti diatas biasanya ditetapkan dalam sistema belajar tuntas
(mastery learning). Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat
dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila telah
19
menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai
minimal 80.
3. Fungsi Prestasi Belajar
Menurut Purwanto (2003:155), prestasi belajar merupakan masalah yang bersifat
perennial (abadi) dalam sejarah manusia karena rentang kehidupannya, manusia selalu
mengejar prestasi sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Kemudian masih
menurut Purwanto (2003:155), fungsi prestasi belajar yaitu:
a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik.
Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa menunjukkan sejauh mana siswa
mampu memahami dan menguasai bahan ajar atau materi yang telah disampaikan
oleh guru. Dengan melihat prestasi belajar tersebut maka dapat segera dievaluasi
hal-hal yang menyebabkan siswa kurang memahami atau menguasai bahan ajar
atau materi pelajaran.
b. Prestasi belajar sebagai lembaga kepuasan hasrat ingin tahu.
Para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi
keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum manusia, termasuk didalamnya
adalah seorang siswa yang ingin mencapai kepuasan dengan cara memperoleh
prestasi belajar yang baik.
c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan.
Asumsinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa
dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai bahan
evaluasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern
Sebagai indikator intern artinya prestasi belajar yang telah diraih daopat
digunakan sebagai tolak ukur tingkat produktifitas suatu institusi pendidikan.
20
Sedangkan sebagai indikator ekstern artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat
dijadikan indikator kesuksesan siswa dalam masyarakat.
4. Faktor-faktor Prestasi Belajar
Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor
psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan), dan faktor kelelahan.
b. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor
keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang
kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam
masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Baharuddin (2009) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar, dimana dibedakan menjadi dua kategori yaitu:
a. Faktor Internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat mempengaruhi prestasi belajar individu. Faktor-faktor
internal ini terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis.
b. Faktor Eksternal, dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan sosial seperti
lingkungan sosial sekolah yang di dalamnya termasuk guru, administrasi
dan teman sebaya, lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial
21
keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga, status sosial ekonomi. Sedangkan lingkungan nonsosial terdiri
dari lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran.
Dari beberapa teori mengenai faktor-faktor prestasi belajar, faktor-faktor prestasi
belajar yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis
(intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan.
Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor keluarga (cara
orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
C. Remaja
1. Definisi remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya,
adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Sedangkan istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti lebih
luas mencakup kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik. Pandangan ini
diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 2003) dengan mengatakan:
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam
masalah hak… Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif,
22
kurang lebih berhubungan dengan masa púber… Termasuk juga perubahan intelektual
yang mencolok… Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Gagasan mengenai remaja mulai direkonstruksi sejak Hall menerbitkan
gagasannya. Sejak itu hingga saat ini para ahli mulai menyampaikan gagasan mengenai
remaja. Hurlock adalah salah satunya. Hurlock (1980) mengungkapkan remaja sebagai
periode peralihan serta menjabarkan arti remaja sebagai tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Lebih lanjut, Hurlock(1980) menjelaskan bahwa masa peralihan bukan berarti
terputus karena pengalaman sebelumnya akan membekas dan akan terbawa ke tahap
berikutnya. Masa remaja merupakan masa penting. Akar pemikiran Hurlock adalah
pemikiran Piaget.
Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi
matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Awal masa remaja
berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari
usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2003).
Sedangkan menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008), masa remaja dimulai pada usia 11
atau 12 tahun sampai masa remaja akhir yaitu awal usia 20-an dan masa tersebut membawa
perubahan besar saling bertautan pada semua ranah perkembangan.
Pendapat Hurlock berbeda dengan Hall (dalam Santrock, 2007) yang menyatakan
usia remaja berkisar antara 12 hingga 23 tahun. Meskipun rentang usia dari remaja
bervariasi terkait dengan lingkungan dan budaya, Santrock (2007) mengungkapkan masa
remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22
tahun. Pendapat Santrock mengenai rentang usia masa remaja merupakan yang paling
panjang diantara lainnya yaitu 13 tahun, dimulai sejak usia 10 hingga 22 tahun, sedangkan
pendapat Hurlock adalah rentang yang paling pendek yaitu 6 tahun, dimulai sejak 13
23
hingga 18 tahun. Pendapat Hall memiliki perbedaan 1 tahun yang lebih pendek dari
Santrock yaitu 12 tahun, yang dimulai dari 10 hingga 22 tahun. Pendapat ini berbeda 2
tahun dari Papalia dan Olds yang menyatakan masa remaja dimulai dari usia 11 dan
berakhir pada usia 20-an.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia menjadi tolak ukur dalam
definisi yang diungkapkan Piaget walaupun sesungguhnya remaja memiliki arti luas yang
mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Piaget dalam Hurlock,
1980).
Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan
sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk
menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan
besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki dan anak
perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tercebut selama awal masa
remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukan pada
peletakan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku bagi remaja (Hurlock,
2003)
Penelitian singkat mengenai tugas-tugas perkembangan masa remaja yang penting
akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang
timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas
perkembangan dalam waktu yang relatif singkat yang dimiliki oleh remaja sebagai akibat
perubahan usia kematangan yang sah menjadi delapan belas tahun menyebabkan banyak
tekanan yang mengganggu para remaja. Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima
keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak telah mengagungkan konsep tentang penampilan
24
diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan
untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan
apa yang dicita-citakan (Hurlock, 2003)
Menurut Hurlock (1980) selama masa tumbuh kembang, remaja memiliki tugas
perkembangan yang harus dilewatinya dan tugas pertama yang harus dikuasai selama
perkembangan remaja yang berhubungan dengan seks adalah pembentukan hubungan yang
baik dengan lawan jenis. Yang membedakan dalam masa perkembangan ini adalah
perkembangan sikap dan pola perilaku pada remaja.
a. Pertumbuhan
Soetjiningsih (2004) pertumbuhan menggambarkan proses bertambahnya ukuran
dan jumlah sel serta jaringan interseluler yang terlihat secara fisik dan dapat diukur dengan
menggunakan satuan panjang atau satuan berat dengan proses yang berkesinambungan
dipengaruhi oleh faktor genetik (ras, keluarga) dan faktor lingkungan bio-psikososial yang
dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa.
Potter & Perry (2005) menjelaskan mengenai empat fokus utama pada
pertumbuhan fisik masa remaja:
1. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera,
2. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebar pinggul,
3. Perubahan distribusi otot dan lemak,
4. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder.
Potter & Perry (2005) juga menjelaskan mengenai pertumbuhan bahwa selama
masa pubertas biasa terjadi peningkatan laju tinggi dan berat badan. Pada anak perempuan
pertumbuhan mulai melaju antara usia 8 tahun dan 14 tahun, sedangkan pada anak laki-laki
dimulai pada usia 10 tahun sampai 16 tahun. Pertambahan tinggi anak perempuan
mencapai 90 % sampai 95 % tinggi dewasa pada masa menarke (permulaan menstruasi)
25
hingga mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun, sedangkan anak laki-laki
akan terus tumbuh tinggi hingga usia 18 sampai 20 tahun.
Tanda pubertas pada anak perempuan biasanya ditandai dengan perkembangan
payudara. Setelah pertumbuhan awal jaringan payudara, puting, areola ukurannya
meningkat. Proses ini yang sebagian dikontrol oleh hereditas, dimulai paling muda usia 8
tahun dan mungkin tidak komplet sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar estrogen yang
meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi
peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut dapat terjadi secara spontan atau akibat
perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh.
Menarke pada setiap individu sangat bervariasi, dapat terjadi paling cepat pada usia 8 tahun
dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih. Meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak
teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalu
diwaspadai kecuali dilakukan hal lain. Anak laki-laki mengalami kenaikan kadar
testosterone selama pubertas yang ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis,
prostat, dan vesikula seminalis (Potter & Perry, 2005).
Menurut Potter & Perry (2005), anak laki-laki dan anak gadis mungkin mengalami
orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada anak laki-laki tidak terjadi sampai
organ seksnya matur, yaitusekitar usia 12 atau 14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi pertama
kali selama tidur (emisi nocturnal), hal ini biasa disebut dengan mimpi basah yang sering
kali dianggap sangat memalukan. Anak laki-laki harus mengetahui bahwa, meski mereka
tidak menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi, mereka segera akan menjadi subur
hingga nanti saatnya terjadi perkembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh mulai
tumbuh.
26
b. Perkembangan
Perkembangan menurut Potter & Perry (2005) merupakan aspek progresif adaptasi
terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif. Djiwandono (2002) menuturkan bahwa masa
perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12 -14
tahun. Masa puber yang merupakan permulaan remaja adalah suatu masa saat
perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pada umur 14-16 tahun yang
merupakan pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan
diri dan berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja. Ketika remaja berumur 18 tahun
sampai umur 20 tahun terjadi perubahan yang membuat remaja mulai bertanggungjawab,
membuat pilihan, dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa atau lebih dikenal
dengan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami remaja pada masanya, antara lain:
1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik adalah rangkaian dari perubahan yang dialami remaja. Remaja
membutuhkan penyesuaian yang baik denga perubahan dalam tubuhnya. Kematangan yang
berbeda yang dialami oleh setiap remaja membuat remaja yang mengalami pubertas lebih
awal akan menjadi lebih sensitif dan merasa berbeda dengan yang lain, namun seiring
dengan waktu ia dapat menyesuaikan diri. Jadi dalam penyesuaian perkembangan fisik
inilah nantinya remaja dapat berkembang menjadi remaja yang 17 mampu berhubungan
dengan orang lain atau tidak (Djiwandono, 2002).
2. Perkembangan kognitif
Potter & Perry (2005) menjelaskan selama masa remaja terjadi perubahan dalam
pemikiran dan perluasan lingkungan, namun tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai
remaja tidak mampu mencapai perkembangan neurologis dan tidak mampu diarahkan
untuk dapat berpikir rasional. Kemampuan kognitif yang diperlihatkan oleh remaja sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, pendidikan formal yang ia dapat, dan
27
motivasi. Djiwandono (2005) menjabarkan dalam teori perkembangan kognitif Piaget,
masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berpikir konkret secara operasional ke
berpikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran
mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka
sendiri.
3. Perkembangan psikososial
Soetjiningsih (2004) menjelaskan mengenai masa remaja yang identik dengan
kematangan seksualnya menjadi hal yang sangat berperan penting dalam perkembang
psikososialnya. Kematangan seksual yang diiringi dengan perubahan bentuk tubuh apabila
tidak diketahui oleh remaja dengan baik dapat menimbulkan kecemasan dalam dirinya.
Kecepatan kemajuan kematangan seksual yang berbeda pada setiap individu bisa
menjadikan seorang remaja 18menjadi merasa berbeda dan tidak mau bergaul dengan
teman sebayanya. Contohnya pada anak perempuan yang mengalami kematangan seksual
lebih dulu akan merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan teman sebayanya, namun
sebaliknya pada anak laki-laki yang mengalami keterlambatan kematangan akan
menjadikan dirinya terlihat lebih kecil dari yang lain.
Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi
pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan membutuhkan informasi
yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual, dan kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang
dari rumah, sekolah, buku-buku, atau teman sebaya. Sering kali informasi yang remaja
dapatkan tidak diaplikasikan dalam gaya hidup karena remaja tidak merasa rentan dan
kurangnya kewaspadaaan karena meyakini bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan
terjadi pada mereka (Potter & Perry, 2005).
28
D. Dinamika Hubungan antar Variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel sociometric status dan prestasi
belajar. Kedua variabel tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan, sehingga dari hal
tersebut, akan dapat diasumsikan pula bahwa terdapat perbedaan pada variabel prestasi
belajar antara kategori sociometric status. Kedua variabel ini diasumsikan memiliki
hubungan oleh peneliti dan dinamikanya digambarkan sebagai berikut:
-
Popular
Non-Popular
Middle
-
Sociometric Status
Popular
Neglected
Rejected
Controversial
Average
Prestasi Belajar
a. Internal
- Psikologis dan
Fisiologis
b. Eksternal
- Keluarga
- Sekolah
- Masyarakat
Gambar 1. : Dinamika Antar Variabel Sociometric Status dan Variabel Prestasi
Belajar
Keterangan:
: garis hubungan yang akan diteliti
29
: garis aspek masing-masing variabel
: variabel yang akan diteliti
: aspek masing-masing variabel
Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari:
faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor
eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua,
latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor
masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat).
Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah
dipaparkan, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah relasi teman
sebaya. Faktor eksternal relasi teman sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut
dengan teman-teman di sekitar. Dalam lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan
masing-masing, kedudukan yang dimaksud adalah ikatan yang terjadi antara siswa satu dan
yang lain maupun ikatan siswa dengan guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang
erat dengan teman di sekitarnya, tidak jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh
teman-temannya, diabaikan atau menuai kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang
disenangi oleh teman dan juga guru. Cerminan penerimaan siswa yang cenderung
30
disenangi atau tidak disenangi oleh teman sebaya disebut dengan sociometric status, yang
terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan average (Finch, 1998).
Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Amerika, Papalia (1987)
mengatakan anak yang masuk pada kelompok rejected memiliki paling banyak masalah
terkait penyesuaian diri dan kesulitan belajar. Anak laki-laki yang masuk kelompok
rejected, khususnya yang masih belia, cenderung lebih agresif dan anti-sosial, sedangkan
anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah lebih dewasa yang masuk kelompok
rejected lebih sering menjadi seseorang yang pemalu, terisolasi, tidak bahagia dan
memiliki self-image yang negatif. Kelompok siswa popular cenderung menunjukkan
perilaku yang disukai teman dan dapat beradaptasi dengan lingkungan, selain itu, siswa
popular juga menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa
lainnya.
Secara teori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu popular,
neglected, rejected, controversial, average namun kategori dan kriteria Sociometric Status
di SMPN 1 Bangli akan mengacu pada hasil penggalian data kualitatif yang dilakukan
sebelum penelitian kuantitatif dilakukan. Kategori muncul dikarenakan variabel
sociometric status merupakan variabel yang keadaannya disesuaikan dengan keadaan
subjek yang dikenai penelitian. Moreno (1953) mengatakan kriteria dalam sociometric
status harus berdasarkan situasi yang dialami subjek dari penelitian karena berhubungan
dengan validitas dan keberartian dari kriteria sociometric status.
E. Hipotesis Penelitian
Hipótesis
adalah
jawaban
sementara
terhadap
masalah
penelitian
yang
kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata dalam Azwar, 2007). Hipotesis
adalah jawaban sementara yang berada pada tingkat teoritik dimana derajat kebenarannya
31
masih bersifat tentatif dan hipotetik yang masih harus diuji secara empirik menggunakan
data-data yang dikumpulkan (Azwar, 2007). Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ha : Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli
Ho : Tidak ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1
Bangli
Download