BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Biaya II.1.1 Definisi Biaya Biaya menurut Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999), “Biaya (cost) adalah pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk suatu produk, biaya menunjukan ukuran moneter sumber daya yang digunakan, sebagai bahan, tenaga kerja dan overhead. Untuk suatu jasa, biaya merupakan pengorbanan moneter yang dilakukan untuk menyediakan jasa” (h.4). Menurut Hongren, Datar dan Foster (2003) biaya adalah sebagai berikut: “Accountants define cost as a resource sacrificed or forgone to achieve a specific objective. A cost (such direct materials or advertising) is usually measured as the monetary (a historical cost), as distinguished from a budgeted (or forecasted) cost” (p. 25). Hansen dan Mowen (2006) mendefinisikan biaya sebagai berikut: “Cost is the cash or cash-equivalent value sacrificed for goods and services that expected to bring a current or future benefit to the organization”(p. 34). Sementara itu, Henry Simamora (2002) memberikan definisi biaya sebagai berikut, “Biaya (cost) adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi”(h. 36). Jadi dapat disimpulkan biaya adalah kas yang dikorbankan untuk memberikan manfaat saat ini. 7 II.1.2 Definisi Beban Menurut IAI (2004), “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang melibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.” Henry Simamora (1999) memberikan definisi sebagai berikut: “Beban (expenses) adalah biaya yang terpakai (expired cost)”(h. 36). Umumnya, biaya (cost) diakui sebagai beban (expense) di laporan laba rugi dalam periode yang mendapatkan manfaat dari biaya tersebut. Perbedaan antara biaya dan beban dapat dilakukan dengan membayangkan pembelian bahan baku secara tunai. Tidak ada beban yang diakui karena aktiva bersih tidak terpengaruh. Sumber daya perusahaan hanya diubah dari kas menjadi persediaan bahan baku. Bahan baku tersebut dibeli dengan biaya tertentu tetapi belum menjadi beban. Ketika perusahaan kemudian menjual bahan baku tersebut yang sudah diolah menjadi barang jadi, biaya dari bahan baku dibukukan sebagai beban di laporan rugi laba. Hal ini sesuai dengan Prinsip Pengaitan yang mengatakan bahwa “biaya yang terjadi untuk menghasilkan suatu Pendapatan harus diakui sebagai beban dalam periode yang sama dengan saat pendapatan diakui. Ini berarti bahwa biaya yang terjadi untuk memperoleh atau membuat sesuatu yang pada akhirnya dijual akan diakui sebagai beban hanya jika telah terjadi penjualan yaitu saat manfaat diperoleh”. Setiap beban adalah biaya, tetapi tidak setiap biaya adalah beban. 8 II.1.3 Pengklasifikasian Biaya Klasifikasi biaya adalah proses pengelompokkan biaya atas keseluruhan elemenelemen biaya secara sistematis ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih rinci untuk dapat memberikan informasi biaya yang lebih lengkap bagi pihak manajemen dalam mengelola perusahaan. Biaya harus digolongkan sesuai dengan manfaat yang diharapkan. Menurut Mulyadi (2007), biaya dapat digolongkan menurut Obyek pengeluaran, Fungsi pokok dalam perusahaan, Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, dan Jangka waktu manfaatnya. Berdasarkan pengelompokkan biaya di atas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Biaya menurut objek pengeluaran Pada penggolongan biaya ini, pengklasifikasian biaya didasarkan atas nama objek pengeluaran. Contohnya, nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan bakar. Contoh lain dari penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran yaitu biaya asuransi, biaya depresiasi mesin, biaya bunga dan lain-lain. 2. Biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, terbagi tiga yaitu: a. Biaya produksi adalah biaya yang terjadi untuk mengelola bahan baku menjadi produksi yang siap dijual di pasaran. Biaya produksi ini meliputi biaya depresiasi dan equipment, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan penolong dan lain-lain. Menurut objek pengeluarannya, biaya produksi sibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik. 9 b. Biaya pemasaran adalah biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya karyawan bagian pembungkusan, biaya bahan untuk membungkus, biaya angkut dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, dan gaji karyawan kegiatan pemasaran. c. Biaya administrasi dan umum adalah biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dengan pemasaran produk. Contohnya yaitu gaji karyawan bagian akuntansi. Keuangan. Biaya gaji bagian personalia, dan lain-lain. 3. Biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai dibagi menjadi dua yaitu: a. Biaya langsung (Direct Cost) merupakan biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai dan mudah untuk diidentifikasi. Biaya produksi langusng terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. b. Biaya tidak langsung (Indirect Cost) merupakan biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dalam hubungannya dengan produk disebut biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasi dengan produk tertentu. 4. Biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, terbagi empat yaitu: a. Biaya variable adalah biaya yang jumlah total berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 10 b. Biaya semivariable adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan biaya variable. c. Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume tertentu. Contohnya biaya gaji direktur produksi. 5. Biaya menurut jangka waktu manfaatnya, terbagi dua yaitu: a. Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi yang dicatat sebagai aktiva dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) adalah biaya yang mempunyai manfaat dalam periode akuntansi pada saat terjadi pengeluaran. Contohnya biaya iklan, biaya telepon dan lain-lain (h. 13). II.2 Metode Konvensional II.2.1 Pengertian Metode Konvensional Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari (2006) mendefinisikan metode konvensional, “Perhitungan biaya produk berdasarkan fungsi membebankan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung ke produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Biaya overhead, di lain pihak, dibebankan dengan menggunakan penelusuran penggerak dan alokasi”(h. 142). Jadi dapat diartikan metode konvensional adalah suatu teknik perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang dalam penelusuran biaya overhead-nya hanya menggunakan pemicu aktifitas berbasis unit atau volume keluaran yang diproduksi dalam perhitungan harga pokoknya. 11 Kriteria yang paling utama tentunya adalah acuan terhadap volume dan unit fungsional dalam perhitungan overhead, sehingga struktur ini disebut sistem costing berbasis fungsional. Hal ini tercermin melalui kelompok-kelompok biaya di tiap departemen, bersifat heterogen – biaya ini muncul dari beragam proses dan umumnya tidak disebabkan oleh satu pemicu. Selanjutnya, karena basis volume dianggap penting, sistem ini mengasumsikan bahwa seluruh biaya dapat diklasifikasikan sebagai tetap atau variabel. Terakhir, metode ini tidak mampu untuk menelusuri seluruh biaya overhead ke objek-objek biaya dengan prinsip kausalitas yang akurat dan handal sehingga alokasi berbasis unit produksi dijadikan dasar sebagai pendekatan dalam menghitung pemicu biaya yang dibebankan ke produk. Pemicu biaya seperti jam kerja mesin dan jam kerja buruh yang sangat berkaitan dengan volume unit dalam perspektif fungsional dipandang penting dalam aktifitas costing. Semakin besar jam kerja mesin atau buruh yang digunakan, maka meningkat pula biaya overhead yang dialokasikan ke HPP. Oleh karena itu, metode konvensional dikatakan berorientasi pada alokasi (allocationoriented). Gambar 2.1 mengilustrasikan metode konvensional. 12 Gambar 2.1 Metode Konvensional Sumber Daya Material Pemicu Biaya Penelusuran Langsung Sumber Daya Tenaga Kerja Pemicu Biaya Seluruh Biaya Tidak Langsung/Overhead Seluruh biaya Rantai Nilai yang tak teralokasi Pemicu Biaya Penelusuran Langsung Alokasi Produk Unallocated Gambar 2.1 Metode Konvensional Sumber: Rekayasa Ulang Akuntansi Biaya: Sintesis Costing Basis Fungsional dan Aktifitas oleh Hamzah Richie 13 II.2.2 Mekanisme Perhitungan Biaya berdasarkan Metode Konvensional Kalkulasi biaya secara konvensional hanya membebankan biaya produksi pada produk. Pembebanan biaya utama ke produk tidak memiliki kesulitan, karena dapat menggunakan penelusuran langsung atau penelusuran penggerak yang sangat akurat. Tetapi sebaliknya, biaya overhead memiliki masalah dalam pembebanan biaya ke produk, karena hubungan antara masukan dan keluaran tidak dapat diobservasi secara fisik. Dalam sistem biaya konvensional, untuk membebankan biaya ke produk digunakan penggerak aktifitas tingkat unit (unit level activity drivers), karena ini merupakan faktor yang menyebabkan perubahan biaya sebagai akibat perubahan unit yang diproduksi. Contoh penggerak tingkat unit yang secara umum digunakan untuk membebankan overhead meliputi: unit yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, tenaga kerja langsung (rupiah), jam mesin dan bahan baku langsung. Setelah mengidentifikasi penggerak (driver) tingkat unit, lalu memprediksi tingkat keluaran aktifitas yang diukur oleh penggerak tersebut, yaitu apakah berdasarkan aktifitas aktual yang diharapkan (expected activity level) dan aktifitas normal (normal activity level). Expected activity level adalah output aktivitas yang diharapkan dicapai oleh perusahaan pada tahun yang akan datang, sedangkan normal activity level adalah output aktivitas rata-rata yang merupakan pengalaman perusahaan dalam jangka panjang. Aktivitas normal mempunyai keunggulan berupa penggunaan tingkat aktifitas yang sama dari tahun ke tahun, sehingga pembebanan overhead ke produk tidak begitu berfluktuasi. Pembebanan overhead pada metode konvensional dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 14 1. Tarif Pabrik Menyeluruh Pembebanan overhead ke produk secara konvensional dapat menggunakan tarif pabrik menyeluruh. Dengan menggunakan tarif ini, biaya overhead pertama sekali diakumulasi dalam kelompok besar pabrik secara menyeluruh. Overhead dibebankan pada kelompok hanya dengan menjumlahkan semua biaya overhead yang diharapkan terjadi di pabrik selama setahun. Semua biaya overhead adalah untuk pabrik, maka pembebanan kepada kelompok dilakukan sangat akurat. Tahap selanjutnya menghitung tarif pabrik menyeluruh dengan menggunakan satu penggerak tingkat unit, biasanya adalah jam tenaga kerja langsung atau jam mesin. 2. Tarif Departemental Dasar pemikiran tarif departemental ini adalah untuk menghindari pembebanan ratarata seperti yang digunakan pada tarif pabrik menyeluruh. Tarif departemental berasumsi bahwa beberapa departemen mungkin lebih intensif overhead dibandingkan dengan yang lain, sehingga produk yang menghabiskan waktu lebih banyak pada departemen akan dibebankan overhead yang lebih besar dari yang menghabiskan waktu yang lebih sedikit. II.2.3 Kekurangan Metode Konvensional Kekurangan metode konvensional menurut Hansen et al. antara lain: 1. Metode konvensional menimbulkan distrosi biaya produk yang besar. Bagi beberapa perusahaan, distrosi biaya produksi dapat merugikan perusahaan, terutama bagi perusahaan yang dikarakteristikan oleh adanya peningkatan atau ketatnya persaingan, tekanan untuk perbaikan berkelanjutan, TQM, kepuasan total pelanggan, serta tekanan atas teknologi canggih. Distorsi biaya produk yang besar disebabkan 15 karena adanya biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit dan keanekaragaman produk. 2. Gejala yang ditimbulkan oleh metode konvensional antara lain: hasil dari penawaran sulit dijelaskan, harga pesaing tampak tidak wajar rendahnya, produk-produk yang sulit diproduksi menunjukan laba yang tinggi, manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan menguntungkan, marjin laba sulit dijelaskan, dan pelanggan tidak mengeluh atas naiknya harga (h. 147). II.3 Metode Activity Based Costing (ABC) II.3.1 Pengertian Activity Based Costing (ABC) Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Nuri Hinduan (2006) mendefinisikan ABC sebagai berikut, “Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas - activity based costing (ABC) adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manager untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap” (h.440). Hansen et al. mendefinisikan ABC sebagai berikut, “Sistem biaya berdasarkan aktivitas (activity based cost-ABC) pertama-tama menelusuri biaya aktivitas dan kemudian produk. Asumsi yang mendasari adalah bahwa aktivitas-aktivitas memakai sumber-sumber daya dan produk, sebagai gantinya, memakai aktivitas” (h.153). Neish dan Banks (1999) mendefinisikan ABC sebagai berikut: Activity based costing is a costing method where all costs are allocated to products, services or departments according to the level of acticity giving rise to the major costs. It differs from rise to the major costs. It differs from the traditional normal or standard costing in that activities that activities that give rise to costs are identified for individual to costs are identified for individual product lines or services-as many costs as possible are identified directly with the individual products or services (p. 11). 16 Sementara itu, Catter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006) mendefinisikan ABC sebagai berikut, ”Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activitybased costing-ABC) didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukan satu atau lebih faktor yang berkaitan dengan volume (non-volume-related factor)”(h. 496). Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ABC (Activity Based Costing) adalah suatu metode perhitungan harga pokok produk yang dilakukan dengan menelusuri biaya ke aktivitas-aktivitas, kemudian membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk sehingga dapat diketahui harga produksi yang bukan hanya sekedar berdasarkan volume. Gambar 2.2 mengilustrasikan metode Activity Based Costing (ABC). 17 Gambar 2.2 Activity Based Costing (ABC) Sumber Daya Material Pemicu Biaya Penelusuran Langsung Sumber Daya Tenaga Kerja Sumber Daya Tidak Langsung A Sumber Daya Tidak Langsung B Pemicu Sumberdaya Pemicu Sumberdaya Pemicu Biaya Penelusuran Langsung Aktifitas 1Penelusuran Pemicu Seluruh biaya Rantai Nilai yang tak teralokasi Aktifitas 2Penelusuran Pemicu Pemicu Aktifitas Produk/Jasa/Pelanggan Pemicu Aktifitas Unallocated Gambar 2.2 Activity Based Costing (ABC) Sumber: Rekayasa Ulang Akuntansi Biaya: Sintesis Costing Basis Fungsional dan Aktifitas oleh Hamzah Richie 18 II.3.2 Mekanisme Perhitungan Biaya berdasarkan Aktivitas Menurut Garrison et al. tahapan menerapkan ABC antara lain: 1. Alokasi Tahap Pertama (First-Stage Allocation) yaitu proses pembebanan biaya overhead ke pul biaya aktivitas dalam sistem ABC. Langkah-langkah dalam tahap ini antara lain mengidentifikasikan dan mendefinisikan aktivitas, membebankan biaya ke pul biaya aktivitas dan menghitung tarif aktivitas. 2. Alokasi Tahap Kedua (Second-Stage Allocation) yaitu suatu proses dimana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk dan pelanggan dalam sistem ABC. Langkah-langkah pada tahap dua antara lain membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas dan menyiapkan laporan manajemen. Alokasi Tahap Pertama a. Mengidentifikasikan dan Mendefinisikan Aktivitas Langkah utama yang pertama dalam menerapkan sistem ABC adalah mengidentifikasikan aktivitas yang menjadi dasar sistem tersebut. Langkah ini mungkin sulit, memakan waktu, dan membutuhkan pertimbangan. Prosedur umum untuk melakukannya adalah melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat atau setidaknya semua supervisor dan manajer departemen yang menimbulkan overhead dan meminta mereka lakukan. Cara untuk memahami aktivitas dan bagaimana aktivitas tersebut digabungkan disusun dalam lima tingkat : unit-level, batch-level, product-level, customer-level dan organization-sustaining. Level tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 19 1. Aktivitas Unit-Level Dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit-level bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi dan satu-satunya biaya yang selalu dapat dibebankan secara akurat proporsional terhadap setiap volume. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas unitlevel karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi. 2. Aktivitas Batch-Level Dilakukan untuk setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada di dalam batch tersebut. Biaya tingkat batch (batch-level cost) adalah biaya yang disebabkan oleh jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contohnya yaitu pekerjaan seperti membuat order produksi, setup peralatan dan pengaturan pengiriman kepada konsumen. Biaya pada batch-level lebih tergantung pada jumlah batch yang diproses dan bukannya pada jumlah unit produksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran volume yang lain. Sebagai contoh, biaya untuk setup mesin untuk memproses batch sama tanpa memperhatikan apakah batch berisi satu atau 5000 item. 3. Aktivitas Product-Level Berkaitan dengan produk yang spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual. Biaya tingkat produk (product-level cost) adalah biaya yang terjadi untuk mendukung sejumlah produk berbeda yang dihasilkan. Sebagai contoh, aktivitas unuk merancang produk, mengiklankan produk dan biaya untuk manajer dan staf produksi adalah aktivitas product-level. 20 4. Aktivitas Customer-Level Berkaitan dengan konsumen khusus dan meliputi aktivitas seperti telepon untuk penjualan, pengiriman katalog, dukungan teknis yang tidak terpaku pada produk tertentu. 5. Aktivitas Organization-Sustaining Dilakukan tanpa memperhatikan konsumen mana yang dilayani, barang apa yang diproduksi, berapa batch yang dijalankan, atau berapa unit yang dibuat. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor eksekutif, penyediaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman, penyusunan laporan tahunan untuk pemegang saham dan sebagainya. b. Membebankan Biaya ke Pul Biaya Aktivitas Pul biaya aktivitas adalah sebuah wadah yang mengakumulasikan semua biaya yang berkaitan dengan aktivitas tunggal dalam sistem ABC. Sebagai contoh, pul biaya pesanan pelanggan akan dibebani semua sumber daya yang dikonsumsi untuk memproses pesanan termasuk kertas yang digunakan dan pengaturan peralatan yang digunakan. Ukuran aktivitas pada pul biaya ini adalah jumlah pesanan yang diterima. Aktivitas ini adalah aktivitas tingkat batch karena setiap pesanan menyebabkan pekerjaan tanpa memperhatikan apakah pesanan tersebut satu unit atau 1.000 unit. Sebagian besar biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi dasar perusahaan berdasarkan departemen di mana biaya tersebut terjadi. Sebagai contoh, gaji, perlengkapan, sewa, dan sebagainya yang terjadi dalam departemen pemasaran akan dibebankan pada departemen tersebut. 21 c. Menghitung Tarif Aktivitas Tarif aktivitas akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dan pelanggan. Tim ABC menentukan total aktivitas sesungguhnya yang diperlukan untuk memproduksi bauran produk dan melayani pelanggannya pada saat ini. Total biaya Tarif aktivitas = Total aktivitas Sebagai contoh, tim ABC menemukan 200 desain produk baru dibutuhkan setiap tahun untuk melayani perusahaan saat ini dan total biaya desain produk adalah Rp 257.000.000,-. Tarif aktivitasnya adalah Rp 1.285.000,- per desain (Rp 257.000.000,-/200). Alokasi Tahap Kedua a. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. Dalam alokasi tahap kedua, tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya produk dan pelanggan. Hal ini dilakukan dengan cara mengalihkan tarif overhead per kelompok biaya dengan besarnya penggerak biaya yang dikonsumsikan oleh setiap produk. Tarif Overhead = yang dibebankan Unit penggerak x kelompok yang dikonsumsikan oleh produk b. Menyiapkan laporan manajemen. Setelah biaya produksi dihitung maka laporan manajemen dapat disiapkan guna memberikan informasi kepada pembacanya mengenai biaya produksi masing-masing produk dengan metode ABC (h. 449). 22 II.3.3 Kelebihan dan Kekurangan ABC Kelebihan ABC menurut Gayle yang diterjemahkan oleh Sugyarto antara lain: 1. ABC memperbaiki distorsi yang melekat dalam informasi biaya tradisional berdasarkan alokasi bertahap yang hanya digunakan penggerak yang dilakukan oleh volume. ABC lebih jauh mengakui hubungan sebab akibat antara penggerak biaya dengan kegiatan. Dengan memusatkan perhatian pada penggerak biaya kegiatan dalam proses bisnis, manajer dapat memahami dan bertindak pada penyebab biaya bukan gejala. 2. Perusahaan dengan biaya overhead yang tinggi, produk yang beragam, dan berbagai macam ukuran batch pelaksanaan produksi sangat mungkin memperoleh manfaat dari ABC. Sistem ABC menghasilkan banyak informasi mengenai kegiatan dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dengan menyediakan informasi ini, ABC menawarkan bantuan dalam memperbaiki proses kerja dengan menyediakan informasi yang lebih baik untuk membantu mengidentifikasi kegiatan yang membutuhkan banyak pekerjaan. 3. Informasi ABC mendorong perusahaan untuk mengevaluasi kegiatan untuk mengetahui mana yang tidak bernilai dan dapat dieliminasi. Bila hanya mengidentifikasikan kegiatan yang tidak bernilai maka tidak akan mengurangi biaya. Oleh karena itu, manajer harus mengurangi kelebihan sumber daya atau mengalokasikannya ke dalam bidang yang lebih produktif. (h.154) Kekurangan ABC menurut Garrison et al. antara lain: 1. Mengimplementasikan ABC adalah suatu proyek besar yang membutuhkan sumber daya yang besar sehingga membutuhkan dana yang lebih mahal untuk pemeliharaan dibandingkan dengan proses biaya tradisional berdasarkan jam tenaga kerja 23 langsung. Keuntungkan dari meningkatnya keakuratan mungkin tidak sebanding dengan biayanya. 2. ABC menghasilkan angka yang berbeda dengan angka yang dihasilkan oleh sistem perhitungan biaya tradisional. Tetapi manajer terbiasa menggunakan sistem perhitungan secara tradisional untuk menjalankan operasinya dan sistem perhitungan biaya tradisional sering digunakan dalam evaluasi kinerja. 3. Umumnya laporan yang dihasilkan oleh sistem ABC terbaik tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Konsekuensinya, organisasi yang menggunakan ABC harus memiliki dua sistem biaya yang berbeda yaitu satu untuk penggunaan internal dan satu untuk menyiapkan laporan eksternal. Ini lebih mahal dari menggunakan satu sistem dan dapat menimbulkan kebingungan tentang sistem mana yang harus dipercaya dan diandalkan. (h. 472). II.4 Perbedaan Activity Based Costing (ABC) dengan Metode Konvensional Menurut Carter dan Usry (2004), perbedaan antara sistem konvensional dan sistem ABC adalah: 1. Sistem perhitungan biaya tradisional memiliki karakteristik khusus, yaitu dalam penggunaan ukuran yang berkaitan dengan volume atau ukuran tingkat unit secara eksklusif sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Untuk alasana tersebutlah maka sistem tradisional juga disebut dengan sistem berdasarkan unit (unit cost system). Sistem ABC mengharuskan penggunaan tempat penampungan overhead lebih dari satu. 24 2. Jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasi cenderung lebih banyak pada sistem ABC, sedangkan sistem tradisional menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya. 3. Perbedaan umum antara sistem ABC dan sistem tradisional adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya. ABC mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya suatu aktivitas, maupun identifikasi suatu pemicu aktivitas untuk setiap aktivitas yang signifikan adan mahal. Akibatnya, ada lebih banyak kehati-hatian, paling tidak dalam membentuk tempat penampungan biaya dalam sistem ABC dibandingkan dengan sistem tradisional. 4. Semua sistem ABC merupakan sistem perhitungan dua tahap, sementara sistem tradisional bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Pada tahap pertama dalam sistem ABC, tempat penampungan biaya aktivitas dibentuk ketika biaya sumber daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Pada tahap pertama dalam sistem ABC, tempat penampungan biaya aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Pada tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari tempat penampungan biaya aktivitas ke produk. Sistem biaya tradisional menggunakan dua tahap hanya apabila departemen atau pusat biaya lain dibuat. Biaya sumber daya dialokasikan ke pusat biaya pada tahap pertama, kemudian biaya dialokasikan dari pusat biaya ke produk pada tahap kedua. Beberapa sistem tradisional hanya terdiri dari satu tahap karena sistem tersebut tidak menggunakan pusat biaya yang terpisah, tetapi tidak ada sistem ABC yang hanya terdiri dari satu tahap. 5. Sistem ABC lebih mampu memberikan informasi tentang seluruh aktivitas yang terkait dengan pembuatan produk dan biaya aktivitas dibandingkan dengan sistem tradisional. (h. 499) 25