Konsepsi Manusia Menurut Psikologi Kognitif

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
KOMUNIKASI
Karakteristik
Manusia
Komunikan
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Broadcasting
Abstract
Tatap Muka
03
Kode MK
Disusun Oleh
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Kompetensi
Konsepsi Manusia Dalam Psikoanalisis
Orang yang pertama kali berusaha merumuskan psikologi manusia dengan
memperhatikan struktur jiwa manusia adalah Sigmund Freud. Menurut Freud, perilaku
manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia yang
disebutnya Id, Ego, dan Superego.
1. Id
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis
manusia, atau disebut juga pusat instink ( hawa nafsu).
Ada dua instink dominan, yaitu :
a) libido; yaitu instink reproduktif untuk tujuan-tujuan konstruktif.
Instink ini disebut juga instink kehidupan/eros, misalnya dorongan seksual, segala
hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta
diri/narcisme.
b) Thanatos; yaitu instink destruktif dan agresif.
Instink ini disebut juga instink kematian.
Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak
berdasarkan prinsip kesenangan, ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis,
tidak bermotral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
Walaupun Id mampu melahirkan keinginan, tetapi ia tidak mampu memuaskan
keinginannya.
2. Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan-tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego
adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dan tuntutan rasional dan realistic. Ego-lah
yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai
wujud yang rasional.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas.
Misalnya, Ketika Id mendesak supaya Anda memmbalas ejekan dengan ejekan lagi,
Ego segera memperingatkan Anda bahwa lawan Anda adalah “Bos” yang dapat memecat
‘15
2
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Anda. Kalau Anda mengikuti desakan Id, maka Anda akan konyol. Setelah itu Anda baru
ingat, bahwa bahaya jika sampai berani melawan Bos/pimpinan dalam budaya Indonesia.
3. Superego
Superego adalah polisi kepribadian yang mewakili dunia ideal. Superego adalah hati
nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma social dan cultural
masyarakatnya. Superego akan memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak
berlainan ke alam bawah sadar.
Baik Id maupun superego berada dalam bawah sadar manusia, sedangkan ego
berada di tengah, antara memenuhi desakan Id dan peraturan superego. Untuk mengatasi
ketegangan, ia dapat menyerah pada tuntutan Id, tetapi berarti dihukum superego dengan
perasan bersalah. Untuk menghindari ketegangan, konflik, atau frustrasi, ego secara sadar
lalu menggunakan mekanisme pertahanan ego, yaitu dengan mendistorsi realitas. Secara
singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen
biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen social (superego), atau unsure
animal, rasional, dan moral (hewani, akal, dan nilai).
Konsepsi Manusia Dalam Behavioralisme
Behavioralisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis
jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psikoanalisis yang berbicara
tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behavioralisme ingin menganalisis hanya
perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan,
Belakangan, teori kaum behavioralisme lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena menurut mereka seluruh perilaku manusia, kecuali instink, adalah hasil belajar.
Behavioralisme tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau
emosional; kaum behavioralis hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan
oleh factor-faktor lingkungan. Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo
Mechanicus”).
Behaviorisme sangat banyak menentukan perkembangan psikologi, teutama dalam
hal ekspeerimen-eksperimen. Kajian-kajian psikologi seringkali hanya mencerminkan
pendekatan ini. Pemikiran behaviorisme sebenarnya sudah dikenal sejak Aristoteles yang
berpendapat bahwa, pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa sma seperti meja
lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman.
‘15
3
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kemudian John Locke meminjam konsep ini, yang dikenal sebagai kaum empirisme.
Menurut mereka, pada waktu lahir, manusia tidak mempunyai warna mental. Warna ini
didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah jalan satu-satunya ke arah penguasaan
pengetahuan. Secara psikologis, ini berarti bahwa seluruh perilaku manusia, kepribadian
dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan bukan
penyebab perilaku manusia, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika
orang membicrakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, salah
satu paham filsafat etika memandang manusia sebagai mahluk yang bergerak untuk
memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan dan menghindari penderitaan.
Utilitarianisme mencoba mengkaji seluruh perilaku manusia pada prinsip ganjaran dan
hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonisme, maka akan kita
temukan behaviorisme.
Kaum behaviorisme berpendapat bahwa organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial
atau psikologis, perilaku adalah hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau dimotivasi
oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan. Pelaziman
klasik akan menjelaskan bahwa setiap kali anak membaca, orang tuanya mengambil
bukunya degnan paksa, maka anak akan benci pada buku. Bila kedatangan Anda selalu
bersamaan dengan datangnya malapetaka, maka kehadiran Anda akan membuat orang
berdebar-debar.
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Seorang ahali,
Bandura, menambahkan konsep belajar sosial. Ia mengemukakan permasalahan peranan
ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Dia mengatakan bahwa, banyak perilaku
manusia yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman atau peneguhan.
Misalnya, mengapa anak yang berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya.
Kaum behavioris tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
maknanya, dipasangkan dengan lambang atau objek yang mempunyai makna. Menurut
Bandura, belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respon orang lain, misalnya
meniru bunyi yang sering didengar, merupakan penyebab utama belajar. Ganjaran dan
hukuman bukan faktor yang utama dalam belajar, tetapi merupakan faktor penting dalam
melakukan suatu tindakan. Misalnya bila anak selalu diganjar/dihargai karena melakukan
sesuatu hal atau dalam mengungkapkan perasaannya, maka ia akan serign melakukannya.
Tetapi jika ia dihukum, maka ia akan menahan diri untuk melakukan sesuatu, meskipun ia
‘15
4
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mampu untuk melakukannya. Jadi, melakukan sesuatu perilaku ditentukan oleh peneguhan,
sedangkan kemampuan potensial untuk berbuat ditentukan oleh peniruan.
Sumbangan
Bandura
tidak
menyebabkan
behaviorisme
dapat
menjelaskan
semuanya. Behaviorisme tidk bisa menjawab ketika melihat perilaku manusia yang tidak
bisa dipengaruhi oleh ganjaran, hukuman, atau peniruan. Contohnya, orang-orang yagn
menjelajah Kutub Utara yang dingin; pemuda Jepang yang menempuh Samudra Pasifik di
atas rakit, atau anak-anak muda Agama Syiah yang meledakkan dirinya dengan bom atau
dinamit di Irak, semuanya adalah perilaku yang bermuatan “self-motivated”.
Memang behaviorisme tidak bisa menjelaskan tentang motivasi. Motivasi memang
terjadi dalam diri individu, sedangkan kaum behaviorisme hanya melihat pada peristiwaperistiwa yang “kasat mata” dalam arti yang dapat diamati atau bersifat eksternal. Perasaan
dan pikiran tidak menarik perhatian kaum behaviorisme.
Beberapa ratus tahun kemudian baru-lah psikologi kembali memasuki proses
kejiwaan internal. Paradigma baru ini kemudian terkenal sebagai psikologi kognitif.
Konsep behavioralisme dipengaruhi oleh :
1. Paham empirisme (John Locke, 1632-1704); pemikirannya adalah
bahwa pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”,
warnanya diperoleh dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh
perilaku manusia, kepribadian dan temparamen ditentukan oleh
pengalaman indrawi (sensory experience).
2. Paham hedonisme, yang memandang manusia sebagaim mahluk yang bergerak
untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri, mencari kesenangan dan mengurangi
penderitaan.
3. Paham utilitarianisme, yang memandang seluruh perilaku manusia tunduk pada
prinsip ganjaran dan hukuman.
Konsepsi Manusia Menurut Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif didasari oleh rasionalisme Immanuel Kant, Rene Descartes, dan
Plato.Kaum
‘15
5
rasionalis
mempertanyakan
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
apakah
betul
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
penginderaan
kita,
melalui
pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita
dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat..
Misalnya mata kita kita melihat bahwa kedua rel kereta api yang sejajar bertemu di ujung
sana.
Descartes dan Kant menyimpulkan bahwa, jiwa-lah/mind yang menjadi alat utama
ilmu pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman indrawi secara aktif,
mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi, dan memberikan makna.
Menurut Lewin, peilaku manusia harus dilihat dalam konteksnya. Perilaku manusia
bukan sekedar respon pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya
secara spontan. Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia
sebagai ruang hayat. Ruang hayat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor
yang disadarinya, dan kesadaran diri.
Secara singkat, perkembangan psikologi kognitif dapat dilihat dari psikologi social,
antara lain dikembangkan oleh Heider dan Festinger. Festinger terkenal dengan teori
disonansi kognitifnya. Disonansi artinya ketidakcocokan antara dua kognisi/pengetahuan.
Dalam keadaan disonan orang berusaha mengurangi disonansi dengan berbagai cara.
Disonansi membuat orang resah.
Kognisi/pengetahuan bahwa “Saya tahu saya senang merokok” disonansi dengan “saya
tahu rokok merusak kesehatan”. Dihadapkan dalam situasi disonansi seperti itu, maka saya
akan :
1. mengubah perilaku, berhenti merokok, atau memutuskan “saya merokok sedikit saja”
2. mengubah kognisi tentang lingkungan, misalnya dengan mengatakan bahwa hanya
perokok berat yang berbahaya.
3. memperkuat salah satu kognisi yang disonan, misalnya dengan “”Ah, kawan-kawan
saya juga banyak yang merokok”
4. mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting,
misalnya “Tidak jadi soal merokok merusak kesehatan, Toh saya ingin hidup cepat
dan mati muda”
Menurut Lewin, peilaku manusia harus dilihat dalam konteksnya. Perilaku manusia
bukan sekedar respon pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya
secara spontan. Lewin menyebut seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia
sebagai ruang hayat. Ruang hayat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor
yang disadarinya, dan kesadaran diri.
‘15
6
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam teori komunikasi, teori disonansi menyatakan bahwa orang akan mencari
informasi yang mengurangi disonansi, dan menghindari inforamsi yang menambah
disonansi. Bila kita terpaksa juga dikenai informasi yang disonan dengan keyakinan kita,
maka kita akan menolak informasi itu, meragukan sumberny, mencari informasi yang
konsonan, atau mengubah sikap sama sekali.
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji,
psikologi kognitif telah emmasukkan kembali “jiwa” manusia yang pada menurut paham
behaviorisme tidak diakui keberadaannya. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi
manusia bukan sekedar mahluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas
dirinya mencapai apa yang menjadi harapannya.
Kritik terhadap teori psikologi kognitif datang dari pemahaman bahwa manusia
adalah pengolah informasi. Dalam konsepsi ini, manusia bergeseer dari orang yang suka
mencari justifikasi atau membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan
persoalan. Perilaku manusia dipandang seabgai produk strategi pengolah informasi yang
rasional, yang mengarahkan penyandian, penyimpnan, dan pemanggilan informasi.
Manusia Menurut Perspektif Humanistik
Psikologi humanistic dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi
pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behavioralisme. Dalam pandngan behavirisme
manusia menjadi robot tanpa jiwa, dan tanpa nilai. Psikologi humanistic mengambil banyak
dari psikoanalasis Neo-Freudian seperti Adler, dan Jung, serta banyak mengambil pemikiran
dari fenomenologi dan eksistensialisme.
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi
dan diinterpretasi secara subjektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri.
Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain. Menurut Alfred
Schultz, tokoh fenomenologi, pengalaman subjektif ini dikomunikasikan oleh factor social
dalam proses intersubjektivitas.
Intersubjektivitas diungkapkan pada eksistensialisme dalam tema dialog, petemuan,
hubungan diri dengan orang lain. Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban
individu pada sesama manusia. Yang paling penting bukan apa yang didapat dari
kehidupan, tetapi apa yang dapat kita berikan untuk kehidupan. Hidup kita baru bermakna
hanya apabila meliabtkan nilai-nilai dan pilihan yang konstruktif secara sosial. Jadi intisari
‘15
7
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dari psikologi humanisme adalah bahwa pada keunikan manusia, pentingnya nilai dan
makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya.
Pandangan Psikologi Humanisme itu adalah :
1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di mana dia
(Sang Aku, Ku, atau Diriku / I. Me, atau Myself ) menjadi pusat.
Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia tentang
identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan brubah-ubah, yang muncul dari suatu
medan fenomenal
2. Manusia
berperilaku
untuk
mempertahankan,
meningkatkan,
dan
Mengaktualisasikan diri.
3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya.
Dengan perkataan lain, ia bereaksi pada “realitas’ seperti yang dipersepsikan
olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri, berupa
penyempitan dan pengkakuan persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan
mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam
kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan
menuju pengembangan dan aktualisasi diri.
‘15
8
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi . Bandung : Remaja Rosdakarya. 2000
Morrisan. Psikologi Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
‘15
9
Psikologi Komunikasi
Rahmadya Putra Nugraha., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download