KINERJA SAHAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA *) Dr. Suryanto, M.Si *) Ketua Program Studi Administrasi Bisnis FISIP Universitas Padjadjaran Email : [email protected] ABSTRAK. Penelitian ini ingin melihat reaksi pasar dari peristiwa penawaran perdana saham ke public atau yang lebih dikenal dengan IPO (Initial Public Offering). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang serta perbedaan kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang dari perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2009 sampai dengan April 2011. Kinerja saham diukur menggunakan abnormal return dengan model market-adjusted abnormal return. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang mengalami outperformance. Berdasarkan hasil uji hipotesis wilcoxon matched-pairs signed rank test, kinerja saham jangka pendek tidak berbeda secara signifikan dengan kinerja saham jangka panjang. Kata kunci : initial public offering, abnormal return, kinerja saham jangka pendek, kinerja saham jangka panjang Pendahuluan Initial Public Offering (IPO) merupakan kegiatan perusahaan untuk menjual sahamnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kalinya. IPO merupakan salah satu peluang yang besar bagi suatu perusahaan privat untuk memperoleh dana tambahan yang digunakan untuk ekspansi perusahaan. IPO diharapkan akan berakibat pada membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena adanya dana segar yang masuk ke perusahaan. Membaiknya prospek perusahaan ini akan menyebabkan harga saham yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Kinerja perusahaan sebelum IPO merupakan informasi bagi investor mengenai pertumbuhan kinerja perusahaan. Investor berharap bahwa kinerja perusahaan berikutnya sesudah IPO dapat dipertahankan atau bahkan dapat lebih ditingkatkan (Handayani, 2008). Para investor perlu melakukan analisis perusahaan dengan sangat cermat terkait prospek emiten tersebut dari laporan kinerjanya yang bisa dilihat dalam prospektus. Investor juga harus teliti dalam membandingkan kinerja emiten tersebut dengan perusahaan sejenisnya serta mengetahui prospek emiten dan mengetahui kondisi finansial mereka agar dapat meminimalisir resiko dalam pembelian saham IPO. Faktor sektor emiten juga menjadi hal yang dapat dipertimbangkan oleh investor untuk memilih saham IPO. Saat ini, terdapat cukup banyak sektor yang menarik untuk dipilih seperti transportasi, pertambangan, perbankan, industri dasar, dan perkebunan. Kondisi pasar yang masih belum menentu seperti saat ini, membuat beberapa emiten memilih untuk mengurangi porsi IPO. Ada baiknya investor benar-benar mencari tahu latar belakang keputusan emiten mengurangi porsi saham IPO tersebut. Latar belakang keputusan emiten tersebut dapat disebabkan oleh adanya situasi global, atau karena ada strategi tertentu dari perusahaan. Hal itu bisa membantu investor saat memilih saham IPO. Investor yang sudah yakin akan kinerja emiten akan lebih mudah memilih 1|Page apakah akan memanfaatkan saham tersebut dalam jangka panjang atau hanya akan memanfaatkan volatilitas pasar dengan memainkan saham secara jangka pendek. Aspek lain yang tidak kalah penting adalah soal timing atau waktu saham tersebut diperdagangkan. Kondisi pasar saat saham IPO diperdagangkan akan memengaruhi perilaku investor bertransaksi. Misalnya, apabila diperdagangkan saat kondisi pasar turun, maka kinerja saham tersebut juga dapat ikut terseret turun. Berdasarkan statistik IPO tahun 2010, terdapat 23 saham yang melakukan IPO selama periode tersebut dan terdiri dari enam sektor saham, yaitu Barang Konsumsi, Infrastruktur Utilitas & Transportasi, Keuangan, Perdagangan Jasa & Investasi, Pertambangan, dan Properti & Real Estate. IPO dari emiten sektor Perdagangan Jasa & Investasi menjadi yang paling dominan dengan jumlah sebanyak 8 emiten. Sementara di tahun 2011, terdapat peningkatan menjadi 25 emiten saham yang melakukan IPO dan terdiri dari 9 sektor saham, seperti Aneka Industri, Barang Konsumen, Industri Dasar & Kimia, Infrastruktur Utilitas & Transportasi, Keuangan, Perdagangan Jasa & Investasi, Pertambangan, Pertanian, serta Properti & Real Estate. IPO dari emiten sektor Infrastruktur Utilitas & Transportasi Fenomena yang seringkali terjadi setelah IPO dalam jangka pendek terjadi underpricing dimana harga saham yang ditawarkan di pasar perdana lebih rendah dari harga saat di pasar sekunder dan jangka panjang terjadi penurunan kinerja (underperformance) yang merupakan keadaan dimana total return suatu saham selama periode tertentu lebih kecil daripada total return pasar. Penelitian yang berkaitan dengan kinerja surat berharga setelah penawaran perdana telah banyak dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terdapat fenomena underpricing dan dalam jangka panjang terdapat underperformance (Ritter, 1991). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Guntoro dkk (2008) bahwa kinerja saham jangka panjang pada perusahaan yang IPO tahun 2004-2007 mengalami underperformed. Ada perbedaan kinerja saham jangka pendek dan kinerja saham jangka panjang. Kondisi ini terjadi karena informasi asimetri terjadi pada kelompok informed investor dan uninformed investor. Fenomena underpricing ini di satu pihak menguntungkan investor tetapi di pihak lain akan merugikan emiten karena dana yang dikumpulkannya tidak maksimal. Penurunan kinerja yang terjadi dalam jangka panjang akan merugikan investor karena akan memperoleh return yang rendah. Menurut Ritter (1991) faktor yang bisa menjelaskan terjadinya underperformance tersebut adalah kesalahan dalam pengukuran risiko, bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan. Penelitian dengan hasil yang berbeda dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) menyatakan bahwa dalam jangka pendek (3 bulan) kinerja saham mengalami out performance dan dalam jangka panjang (24 bulan) mengalami underperformance. Penelitian ini ingin menguji kembali dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya serta mengembangkannya sehingga dapat membuktikan kebenaran teori dari penelitian sebelumnya masih layak atau tidak jika diterapkan dalam masa sekarang ini. Penelitian ini akan diuji periode dalam jangka waktu yang berbeda dari penelitian Yohannes dan Andi (2004) yang menggunakan jangka waktu 3 bulan untuk mengukur kinerja jangka pendek. Periode waktu yang dipilih untuk mengukur kinerja jangka pendek dalam penelitian ini adalah 6 bulan dan untuk kinerja jangka panjang adalah 24 bulan. Kinerja saham yang diukur dalam penelitian ini merupakan kinerja dari perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2009 sampai dengan April 2011. Untuk melihat 2|Page performa masing-masing perusahaan pada kinerja saham dalam jangka panjang mengalami underperformance dan kinerja saham jangka pendek mengalami outperformance dilihat melalui harga penawaran saham perdana dari masing-masing perusahaan. Initial Public Offering (IPO) Salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh perusahaan yang membutuhkan dana yaitu dapat dilakukan dengan cara penerbitan saham baru pada masyarakat yang disebut penawaran umum perdana (Trianingsih, 2005). Penawaran umum perdana menurut UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan sebagai kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Penawaran umum perdana (Initial Public Offering, IPO) adalah penjualan sekuritas oleh perusahaan yang dilakukan pertama kali (Tandelilin, 2010 : 27). Sedangkan menurut Sunariyah (2003:98) pengertian penawaran umum adalah cara yang pada umumnya dilakukan untuk menawarkan surat berharga di pasar modal. Tujuan penawaran umum perdana adalah bagian dari prospektus emiten yang berisi pernyataan tentang alasan-alasan atau tujuan go public suatu perusahaan. Ada empat alasan atau tujuan suatu perusahaan yang go public menurut Sunariyah (2003) yaitu : a. Meningkatkan modal perusahaan. b. Memungkinkan pendiri untuk diversifikasi usaha c. Mempermudah usaha pembelian perusahaan lain d. Nilai perusahaan. Menurut Jogiyanto (2010:32) beberapa keuntungan dari go public diantaranya memudahan meningkatkan modal di masa mendatang, meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham dan nilai pasar perusahaan diketahui. Disamping keuntungan dari go public, beberapa kerugiannya adalah biaya laporan meningkat, pengungkapan (disclosure), ketakutan untuk diambil-alih Tahapan penawaran umum saham terbagi menjadi 4 (empat) tahap sebagai berikut (Darmadji, 2001) : 1. Tahapan Persiapan Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam rangka mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses Penawaran Umum. Pada tahap yang paling awal perusahaan yang akan menerbitkan saham terlebih dahulu melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para pemegang saham dalam rangka Penawaran Umum saham. Setelah mendapat persetujuan, selanjutnya emiten melakukan penunjukan penjamin emisi, lembaga dan profesi penunjang pasar modal seperti akuntan publik, konsultan hukum, penilai dan notaris. Pihak-pihak yang membantu emiten dalam proses penerbitan saham, antara lain: a. Penjamin Emisi (underwriter) Merupakan pihak yang paling banyak terlibat dalam membantu emiten dalam rangka penerbitan saham. Kegiatan yang dilakukan penjamin emisi antara lain menyiapkan berbagai dokumen, menyiapkan prospektus, dan lain-lain. b. Akuntan Publik Bertugas melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan. c. Penilai Melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari aktiva tetap tersebut. d. Konsultan Hukum Memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion). e. Notaris Melakukan perubahan atas Anggaran Dasar, membuat akta perjanjianperjanjian dalam rangka penawaran umum dan juga notulen-notulen rapat. 3|Page 2. Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran Pada tahap ini, dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung (laporan keuangan yang telah diaudit, pendapat dari konsultan hukum, dan berbagai dokumen lainnya) menyampaikan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal hingga Bapepam menyatakan Pernyataan Pendaftaran menjadi Efektif. Pernyataan Efektif dari Bapepam merupakan “tiket” bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum di Pasar Perdana. 3. Penawaran Umum (Pasar Perdana) Tahapan ini merupakan tahapan utama, karena pada waktu inilah emiten menawarkan saham kepada masyarakat investor. Investor dapat membeli saham tersebut melalui agen-agen penjual yang telah ditunjuk. Masa Penawaran Umum sekurang-kurangnya tiga hari kerja (yaitu masa dimana masyarakat mengisi formulir pemesanan dan penyerahan uang untuk diserahkan ke agen penjual). Perlu diingat pula bahwa tidak seluruh keinginan investor terpenuhi dalam tahapan ini. Misal, saham yang dilepas ke pasar perdana sebanyak 100 juta saham sementara yang ingin dibeli seluruh investor berjumlah 150 juta saham. Investor tersebut dapat membeli di pasar sekunder yaitu setelah saham dicatatkan di Bursa Efek, jika investor tidak mendapatkan saham pada pasar perdana. 4. Pencatatan saham di Bursa Efek Setelah selesai penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek. Di Indonesia, saham dapat dicatatkan di Bursa Efek Indonesia. Kinerja Saham Kinerja saham mengindikasikan kinerja pasar perusahaan dan akan diukur dengan menggunakan harga saham perusahaan yang beredar di pasar modal. Kinerja saham dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan tingkat pengembalian (return) saham. Suatu saham dalam pasar modal memiliki kinerja tersendiri. Kinerja itu bisa dikatakan baik bila memberikan return yang tinggi kepada investor sedangkan kinerja saham dikatakan buruk bila return yang diberikan perusahaan sangat rendah dan bahkan tidak memberikan return. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang (Jogiyanto, 2010:205). Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Abnormal Return Efisiensi dalam pasar modal menunjukan secara tidak langsung bahwa seluruh informasi relevan yang tersedia tentang suatu sekuritas langsung tercermin dalam harganya. Dengan kata lain, sebuah pasar yang efisien adalah pasar dimana harga surat berharga saat ini memberikan estimasi terbaik tentang nilainya yang sebenarnya. Jones (2002) menyatakan secara implisit bahwa dalam suatu pasar modal yang efisien, tidaklah mungkin untuk secara sistematis memperoleh atau kehilangan profit yang abnormal dari perdagangan berdasarkan informasi yang dipublikasikan. Berdasarkan uraian di atas abnormal return adalah selisih antara return yang diharapkan (expected return) dengan return yang sesungguhnya. Selisih return akan positif jika return yang didapat lebih besar dari return yang diharapkan atau return yang dihitung. Sedangkan return akan negatif jika return yang didapat lebih kecil dari return yang diharapkan atau return yang dihitung (Jogiyanto, 2010:415). Expected return merupakan return yang digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Expected return penting jika dibandingkan dengan return historis karena expected return merupakan return yang diharapkan dari investasi yang akan dilakukan 4|Page (Jogiyanto, 2010). Expected return adalah return yang diharapkan investor yang akan diperoleh di masa yang akan datang dimana sifatnya belum terjadi. Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya. Abnormal return dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan Marketadjusted Model karena model ini mengestimasi return sekuritas sebesar return indeks pasarnya sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan peneliti bahwa reaksi yang terjadi adalah akibat dari peristiwa yang diamati dan bukan karena peristiwa lain yang bisa mempengaruhi peristiwa yang akan diamati tersebut. Model sesuai pasar (market adjusted model) menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. (1 + 𝑅𝑖𝑡 ) 𝐴𝑅𝑖𝑡 = − 1𝑥100% (1 + 𝑅𝑚𝑡 ) Keterangan : ARit = Market-adjusted abnormal return Rit = Total return saham Rmt = Total return indeks pasar Wealth Relative Wealth Relative adalah indeks yang digunakan untuk melihat kinerja saham suatu perusahan dibandingkan dengan kinerja saham dari pasar. Jika kinerja suatu saham lebih besar (dilihat dari total return selama periode tertentu) dibandingkan dengan total return pasar maka mengalami outperformance. Sebaliknya jika total return suatu saham selam periode tertentu lebih kecil bila dibandingkan dengan total return pasar maka mengalami underperformance (Prastiwi dan Kusuma, 2001). Kinerja Jangka Pendek dan Jangka Panjang Kinerja jangka pendek adalah kinerja saham dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Menurut Ritter (1991), faktor yang bisa menjelaskan terjadinya underperformance adalah kesalahan dalam pengukuran risiko, bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan. Aggarwal (1993) meneliti kinerja IPO di negara-negara Amerika Latin (Brasil, Chili, Meksiko) untuk periode 1980 sampai 1990. Hasil yang ditemukan di tiga negara ini konsisten dengan pola yang ditemukan di negara lain, termasuk Indonesia (Prastiwi dan Kusuma, 2001) yaitu kinerja jangka pendek positif. Kinerja jangka panjang adalah kinerja saham dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Dari peneltian Arosio (2001) yang menguji mengenai fenomena underperformance pada kinerja periode jangka panjang dari IPO yang dilakukan di Italia. Hasil yang didapatkan pada sebagian besar IPO yang terjadi mengalami outperformance setelah 1, 5, dan 10 hari perdagangan dan setelah 2 atau 3 tahun perdagangan akan mengalami underperformance di pasar, meskipun return saham IPO yang terjadi di era 80an tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan return saham-saham lainnya. Kooli dan Suret (2002) dalam penelitiannya mengenai perilaku dari saham IPO di Kanada. Didapatkan hasil bahwa secara signifikan kinerja periode jangka panjang dari IPO di Kanada mengalami underperformance pada pasar yang sama. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) meneliti mengenai kinerja surat berharga setelah penawaran perdana di Indonesia dengan melihat perbedaan dari kinerja periode jangka panjang pendek dan periode jangka panjang. Didapatkan hasil bahwa kinerja surat berharga pada periode jangka pendek cukup baik (outperformance) sedangkan kinerja periode jangka panjang mengalami penurunan (underperformance). Terdapat perbedaan 5|Page yang signifikan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada surat berharga yang dibeli pada harga perdana. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian komparatif yaitu mencari perbedaan kinerja saham periode jangka pendek dan periode jangka panjang setelah penawaran umum perdana. Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011 yang berjumlah 60 perusahaan. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sehingga diperoleh ukuran sampel sebanyak 35 perusahaan. Adapun ketentuan pemilihan sampel didasarkan pada kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan yang masih aktif melakukan perdagangan saham 6 bulan dan 24 bulan setelah melakukan penawaran umum perdana (IPO). b. Harga perdana dan data harga penutupan hari pertama tersedia. c. Data harga saham bulanan, serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai bulan Januari 2009 – April 2011 tersedia. Tabel 1 Gambaran Umum Sampel Perusahaan yang IPO Periode 2009-2011 Tahun 2009 2010 2011 Total 13 22 25 60 Tidak 2 3 memenuhi 11 19 Total Sampel syarat Sumber : data olahan penulis 20 25 5 35 IPO Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah kinerja saham dalam periode jangka pendek dan periode jangka panjang setelah penawaran perdana. Kinerja saham suatu perusahaan dapat diukur dengan abnormal return. Abnormal return digunakan untuk mengukur performance saham penawaran perdana pada suatu perusahaan dalam periode jangka pendek maupun periode jangka panjang. Pengukuran performance dalam periode jangka pendek dilakukan selama perdagangan aktif dimulai sampai 6 bulan perdagangan berjalan. Sedangkan dalam periode jangka panjang, pengukuran performance dilakukan selama 24 bulan sejak perdagangan aktif dimulai. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 17.0 diperoleh angka statistik deskriptif pada abnormal return kinerja saham jangka pendek dan abnormal return kinerja saham jangka panjang untuk 35 perusahaan yang melakukan penawaran perdana (IPO) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Mean, Standar Deviasi, Standar Error, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Abnormal Return N Min. Max. Stat. Stat. Stat. Mean Stat. Std. Dev. Std. Error Statistic AR_JPE 35 -.5004 1.9644 .159491 .0916807 .5423904 AR_JPA N Valid N 35 -.8009 5.3856 .227803 .1974269 1.1679931 35 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat diketahui besarnya nilai rata-rata, standar deviasi, standar error, nilai maksimum dan nilai minimum dari abnormal return pada periode jangka pendek selama 6 bulan (AR_JPE) dan periode jangka panjang selama 24 bulan (AR_JPA). Nilai mean pada periode jangka pendek sebesar 0.1594 menunjukkan bahwa apabila investor membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama periode jangka pendek (6 bulan), maka investor akan mendapatkan rata-rata abnormal return sebesar 15.94%. Sedangkan nilai mean pada periode jangka panjang sebesar 0.2278 menunjukkan bahwa apabila investor membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama periode jangka panjang (24 bulan), maka investor akan mendapatkan rata-rata abnormal return sebesar 22.78%. Standar deviasi pada periode jangka 6|Page pendek sebesar 0.5423 menunjukkan besarnya risiko yang harus ditanggung oleh investor apabila investor tersebut membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama 6 bulan yaitu sebesar 54.23%. Sedangkan standar deviasi pada periode jangka panjang sebesar 1.1679 yang menunjukkan besarnya risiko yang harus ditanggung oleh investor apabila ia membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama 24 bulan sebesar 116.79%. Standar error menunjukkan nilai penyimpangan abnormal return dari rataratanya, semakin besar nilai standar error maka semakin besar penyimpangan abnormal return dari rata-ratanya. Nilai maksimum pada periode jangka pendek menunjukkan angka 1.9644 berarti bahwa abnormal return tertinggi dicapai oleh investor yang membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama periode jangka pendek (6 bulan) adalah sebesar 196.44%. Nilai minimum pada periode jangka pendek sebesar -0.5004 menunjukkan bahwa kerugian terbesar yang mungkin ditanggung oleh investor yang membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama periode jangka pendek (6 bulan) adalah sebesar 50.04%. Sedangkan nilai maksimum pada periode panjang menunjukkan angka sebesar 5.3856 berarti bahwa abnormal return tertinggi yang dapat dicapai oleh investor yang membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama periode jangka panjang (24 bulan) adalah sebesar 538.56%. Nilai minimum pada periode jangka panjang sebesar -0.8009 menunjukkan bahwa kerugian terbesar yang mungkin ditanggung oleh investor yang membeli saham pada penawaran perdana dan menyimpannya selama periode jangka panjang (24 bulan) adalah sebesar 80.09%. Kinerja Saham Jangka Pendek Kinerja saham jangka pendek diukur dengan abnormal return jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan market- adjusted model karena model ini mengestimasi return sekuritas sebesar return indeks pasarnya sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi. Return sekuritas didapat dari harga saham 6 bulan setelah penawaran perdana. Sedangkan return indeks pasar yang digunakan adalah harga saham IHSG 6 bulan setelah penawaran perdana selama periode pengamatan. Berikut ini adalah gambar 1 yang menunjukkan rata-rata abnormal return kinerja saham jangka pendek dari semua perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Rata-Rata Abnormal Return 0,3000 0,2000 0,1000 0,0000 1 2 3 Gambar 1 Rata-rata Abnormal Jangka Pendek 4 5 6 Bulan Return Kinerja Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui nilai rata-rata abnormal return kinerja jangka pendek selama 6 bulan menunjukkan kecenderungan penurunan harga walaupun begitu keadaan tingkat pengambalian masih terbilang baik melihat dari keseluruhan periode mempunyai nilai yang positif. Nilai yang positif ini mempunyai arti bahwa kinerja saham jangka pendek dari perusahaan mengalami outperformance. Rata-rata abnormal return pada bulan ke 2 setelah penawaran perdana (IPO) sebesar 0.2067 mengalami penurunan dari bulan sebelumnya, 1 bulan setelah penawaran perdana (IPO) sebesar 0.2190. Penurunan ini terjadi karena imbas pada rontoknya indeks bursa di hampir seluruh dunia pada tahun 2008 lalu, disebabkan terjadinya krisis di Amerika Serikat. Berita mengenai bangkrutnya salah satu bank investasi terbesar, Lehman Brothers, akibat krisis kredit perumahan di Amerika Serikat mengakibatkan bursa saham global mengalami guncangan serta menghempaskan 7|Page Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) hingga level terendah, yang mengakibatkan BEI terpaksa disuspend atau penutupan transaksi di lantai bursa. Pasar modal Indonesia yang masih berjuang di tengah krisis global ini menyebabkan lambatnya pertumbuhan pasar modal dan sejumlah perusahaan yang menunda Initial Public Offering (IPO) karena kondisi pasar modal yang belum menentu. Minimnya jumlah emiten di BEI dan masih terbatasnya jumlah investor yang berinvestasi di pasar modal, menyebabkan pasar modal Indonesia lebih mudah terguncang jika terjadi gejolak eksternal. Karena dari sisi penawaran dan permintaan masih terbatas, sehingga jika terjadi guncangan dari luar, misalnya dampak dari adanya krisis global akan memberikan pengaruh pada bursa Indonesia. Pengaruh yang didapat tentunya juga akan mempengaruhi saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penurunan terus terjadi, pada bulan ke 3 setelah penawaran perdana (IPO) rata-rata abnormal return sebesar 0.1911. Kondisi ini terjadi karena pasar sedang menunggu dan mempelajari kinerja dari saham perusahaan yang baru melakukan penawaran perdana (IPO). Kondisi penurunan abnormal return mencerminkan bahwa para investor masih ragu untuk melakukan aksi jual dan beli saham. Pada bulan ke 4 terjadi kenaikan dengan nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.1930. Kenaikan ini perlahan namun pasti menunjukkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah mulai bangkit dari keterpurukannya dilihat dari nilai rata-rata abnormal return yang mengalami kenaikan dari bulan ke 3. Pergerakan IHSG ini masih dipengaruhi oleh kondisi global, IHSG akan mengikuti arah positif searah dengan kondisi global yang memberikan sinyal positif, namun jika sebaliknya maka IHSG bisa terhempas ke arah yang negatif. Bulan ke 6 setelah penawaran perdana (IPO), nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.1452 mengalami penurunan dari bulan ke 5 setelah penawaran perdana (IPO) dengan nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.1826. Pengaruh dari adanya krisis global tidak hanya menjadi penyebab dari terjadinya kondisi ini, imbas dari aksi panik jual yang dilakukan oleh para investor merupakan salah satu penyebab kondisi ini terjadi selain dari adanya kondisi global. Aksi panik jual disebabkan oleh adanya ketidakterbukaan informasi yang dilakukan oleh para perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki kebijakan dalam keterbukaan informasi akan menyebabkan para investor mengambil asumsi-asumsi sendiri sehingga mengurangi kepercayaan para investor terhadap perusahaan. Melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG) disebabkan oleh kekhawatiran para investor tersebut. Harga minyak dunia, timah, nikel maupun harga emas mengalami penurunan karena tidak adanya likuiditas lagi di pasar seiring dengan kekhawatiran ancaman resesi global dimana kegiatan ekonomi akan sangat rendah sekali. Kondisi tersebut menyebabkan nilai harga saham komoditas semakin menurun setiap bulannya dengan adanya penurunan harga komoditas dunia ini. Saham-saham komoditas memiliki resiko yang lebih besar daripada saham-saham lainnya. Harga komoditas dunia yang terjadi sangat mempengaruhi keadaan saham- saham komoditas tersebut. Untuk menginterprestasikan total return secara kelompok (grup) setiap periode dihitung Wealth Relative sebagai pengukur kinerja saham. Perhitungan Wealth Relative ini dilakukan untuk mendukung hasil pengujian yang dilakukan pada perhitungan sebelumnya yang menunjukkan besarnya rata-rata return. Gambar 2 berikut ini menunjukkan nilai Wealth Relative periode jangka pendek. Rata-Rata Abnormal Return 0,3000 0,2000 0,1000 0,0000 1 2 3 4 5 6 Bulan Gambar 2. Wealth Relative Jangka Pendek 8|Page Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa wealth relative dari bulan 1 sampai bulan ke 6 mempunyai nilai yang > 1. Hal ini berarti kinerja saham dalam periode jangka pendek mengalami outperformance dengan nilai wealth relative pada bulan ke 6 sebesar 1.218. Kinerja Saham Jangka Panjang Kinerja saham jangka panjang diukur dengan abnormal return jangka panjang yang dihitung sama seperti kinerja saham jangka pendek, dengan menggunakan market-adjusted model karena model ini mengestimasi return sekuritas sebesar return indeks pasarnya sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi. Return sekuritas yang digunakan dalam mengukur abnormal return didapat dari harga saham penutupan 24 bulan setelah penawaran perdana. Sedangkan return indeks pasar yang digunakan adalah harga saham penutupan IHSG 24 bulan setelah penawaran perdana selama periode pengamatan. Tabel 4.5 berikut menunjukkan rata-rata abnormal return kinerja saham jangka panjang dari semua perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Rata-Rata Abnormal Return 0,3000 0,2000 0,1000 0,0000 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Bulan Gambar 3. Rata-rata Abnormal Return Kinerja Jangka Panjang Gambar di atas menunjukkan nilai ratarata abnormal return kinerja jangka panjang mengalami fluktuasi. Nilai rata-rata abnormal return kinerja jangka panjang ini mempunyai nilai yang positif, dimana dari keseluruhan periode jangka panjang nilai yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih dari nol di setiap bulannya. Hal tersebut menandakan bahwa kinerja saham dalam jangka panjang setelah penawaran perdana mengalami out performance. Berdasarkan pada bulan ke 13 setelah penawaran perdana (IPO) nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.2269. Nilai ratarata ini merupakan tertinggi kedua dalam kinerja jangka panjang setelah penawaran perdana (IPO). Kondisi ini disebabkan oleh keadaan Indeks Harga Saham Gabungan pada tahun 2010 yang mengalami pertumbuhan hingga lebih dari 40%, mengungguli China dan India. Pasar modal sempat bereaksi negatif setelah Sri Mulyani Indrawati secara resmi menerima tawaran menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia per 1 Juni 2010. IHSG dan nilai tukar rupiah langsung terpuruk, IHSG ditutup anjlok 60,146 poin (2,11%) ke level 2.786,093, rupiah terpuruk ke 9.225 per dolar AS. Pertumbuhan tersebut memberikan dampak positif terhadap pelaku pasar sehingga memicu bertambahnya pelaku pasar, baik domestik maupun asing untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Pertumbuhan IHSG yang ditutup berada pada posisi di 3.703,51 poin atau menguat sebesar 46,13 persen dibanding posisi penutupan akhir 2009 yang berada di posisi 2.534,36. IHSG pernah mencapai level tertinggi 3.786,097 pada 9 Desember 2010. Sementara titik terendah pada 8 Februari 2010 di level 2.475,572. Pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari kinerja emiten yang tercatat di bursa dalam negeri yang baik sehingga dapat menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal. Penurunan terjadi dari bulan ke 14 setelah penawaran perdana (IPO) hingga bulan ke 19 setelah penawaran perdana dengan nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.1222. Penurunan ini merupakan nilai rata-rata abnormal return terendah dalam kinerja jangka panjang. Penyebab dari kondisi ini adalah aksi ambil untung di saham-saham unggulan. Aksi tersebut dipicu oleh krisis utang Eropa yang kembali memanas akibat imbal hasil surat utang Italia dan Spanyol yang terus mengalami kenaikan. Dua negara tersebut memegang peran penting dalam krisis, 9|Page seperti yang terjadi di Yunani. Krisis ekonomi yang melanda Yunani menimbulkan efek domino. Berturut-turut ekonomi Irlandia, Portugal, Italia, dan Spanyol terkena imbasnya. Dampak krisis ini juga mulai terasa di Indonesia melalui jalur keuangan dan jalur perdagangan. Jalur keuangan terlihat dari menurunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sehingga berpengaruh pada kinerja emiten di Indonesia sedangkan jalur perdagangan terlihat melalui penurunan ekspor. Bulan ke 20 setelah penawaran perdana (IPO) terjadi kenaikan nilai rata-rata abnormal return dengan nilai sebesar 0.1459. Kinerja emiten di Bursa Efek Indonesia mendukung penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada akhir perdagangan, IHSG naik 15 poin karena para investor memborong saham-saham berbasis konsumer. Sentimen positif laporan keuangan emiten kuartal pertama tahun ini masih menjadi motor penggerak penguatan indeks saham gabungan. Salah satu informasi yang ditunggu para investor adalah laporan keuangan yang bisa melihat kinerja perusahan yang tercermin dalam laba, tingkat hutang, dan tingkat penjualan. Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan juga dipicu oleh kenaikan sahamsaham unggulan. Perdagangan bursa saham Indonesia juga terangkat oleh adanya sentimen positif dari Eropa mengenai raihan teratas partai yang pro bail out Yunani. Penurunan kembali terjadi pada bulan ke 21 setelah penawaran perdana dengan nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.1319. Kondisi ini disebabkan oleh jatuhnya harga minyak dunia yang memberikan dampak negatif bagi sektor pertambangan. Bursa saham Indonesia juga tertekan oleh sentimen negatif yang berasal dari kawasan Eropa. Kondisi keuangan Eropa belum membaik khususnya Yunani yang menjadi fokus utama para pelaku pasar. Hasil dari keputusan KTT Uni Eropa juga menyebabkan pergerakan terbatas dari Indeks Harga Saham Gabungan dimana para investor memilih untuk melakukan strategi wait and see mengenai perkembangan lebih lanjut krisis di Eropa. Hal ini berdampak pada minat investor dalam melakukan aksi jual dan beli saham di Indonesia. Sedangkan nilai rata-rata abnormal tertinggi terjadi pada bulan ke 24 setelah penawaran perdana (IPO) sebesar 0.2280. Pada kondisi ini para investor sudah mampu mengakses informasi dan dapat memprediksi apa yang akan terjadi pada harga saham sehingga para investor dapat memutuskan akan melakukan aksi jual dan beli saham. Perhitungan wealth relative diperlukan untuk mengetahui kinerja saham jangka panjang mengalami outperformance atau underperformance. Tabel 3 berikut ini menunjukkan nilai Wealth Relative periode jangka panjang (24 bulan). Tabel 3 berikut menunjukkan hasil dari uji kolmogorovsmirnov dari 35 sampel untuk periode jangka pendek dan periode jangka panjang. Tabel 3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov N Normal Parameter Most Extreme Differences KolmogorovSmirnov Z Mean Standar Deviation Absolute Positive Negative Asymp. Sig. (2-tailed) AR_JPE 35 .159491 AR_JPA 35 .227803 5423904 1.1679931 .216 .255 .216 -.113 1.279 .255 -.189 1.506 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa nilai Kolmogorovsmirnov hitung dari abnormal return jangka pendek (0.076) > 0.05, maka distribusi data abnormal return dari 35 sampel pada periode jangka pendek adalah normal. Nilai Kolmogorov-smirnov hitung dari abnormal return jangka panjang (0.021) < 0.05, maka distribusi data abnormal return dari 35 sampel pada periode jangka pendek adalah tidak normal. Sehingga uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kinerja saham jangka pendek dan kinerja saham jangka panjang adalah uji Wilcoxon Matched Pairs (Uji Rank Bertanda Wilcoxon) karena salah 10 | P a g e satu dari kedua variabel tersebut didapat hasil distribusi yang tidak normal. Hasil Pegujian Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan signifikan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana di BEI periode Januari 2009 sampai April 2011. Uji Wilcoxon Matched Pairs (Uji Rank Bertanda Wilcoxon) digunakan untuk menguji perbedaan antara rata-rata abnormal return jangka pendek (6 bulan) dan rata- rata abnormal return jangka panjang (24 bulan). Hasil pengujian Wilcoxon Matched Pairs terhadap 35 perusahaan. Tabel 4 Wilcoxon Signed Ranks Test Test Statisticsb Z Asymp.Sig(2-tailed) AR_JPA-AR_JPE -1.016a .310 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0.310. Nilai signifikasi tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka pendek (6 bulan) dan kinerja jangka panjang (24 bulan) karena nilai signifikasi (0.310) > 0.05 sehingga Ho diterima. Para investor yang sudah yakin akan kinerja emiten akan lebih mudah memilih apakah akan memanfaatkan saham tersebut dalam jangka panjang atau hanya akan memanfaatkan volatilitas pasar dengan memainkan saham secara jangka pendek. Kinerja saham dalam jangka pendek dan jangka panjang diukur dengan menggunakan abnormal return. Terdapat 35 sampel perusahaan yang melakukan penawaran perdana (IPO) pada periode Januari 2009 – April 2011. Kinerja saham jangka pendek memiliki resiko yang lebih kecil daripada kinerja saham jangka panjang. Hal ini disebabkan return yang dihasilkan dari saham jangka pendek lebih kecil begitu juga dengan resiko yang akan diterima. Sedangkan pada saham jangka panjang akan menghasilkan return yang lebih besar sehingga resiko yang diterima akan lebih besar juga. Karena semakin besar potensi return yang akan diterima maka semakin besar juga resiko yang akan diterima. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja saham jangka pendek dengan menggunakan abnormal return didapat bahwa kinerja saham jangka pendek mengalami outperformance. Nilai wealth relative pada kinerja saham jangka pendek sebesar 1.1218 yang menunjukkan bahwa nilai wealth relative > 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja saham jangka pendek mengalami outperformance. Abnormal return yang merupakan selisih antara return yang diharapkan (expected return) dengan return yang sesungguhnya, dimana pada hasil yang didapat abnormal return mengalami outperformance dengan nilai wealth relative > 1 dan rata-rata nilai abnormal return > 0. Kondisi ini terjadi karena rata-rata dari perusahaan yang dijadikan sebagai sampel menghasilkan return yang bernilai positif. Hal tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa saham-saham dari perusahaan yang dijadikan sebagai sampel telah menarik para investor untuk melakukan aksi jual dan beli saham. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) bahwa kinerja saham jangka pendek menunjukkan kinerja yang cukup baik (outperformed). Hasil yang sama juga ditunjukkan kinerja saham jangka panjang yang mengalami outperformance. Hasil nilai wealth relative pada kinerja saham jangka panjang sebesar 1.3081. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil tersebut adalah kinerja saham jangka panjang mengalami outperformance tercermin dari wealth relative > 1 dan nilai rata-rata abnormal return > 0. Kinerja saham jangka panjang yang mengalami outperformance disebabkan karena sebagian besar perusahaan yang melakukan penawaran perdana pada periode Januari 2009 sampai April 2011 memang memiliki kinerja 11 | P a g e yang cukup baik. Hal ini terbukti pada nilai abnormal return yang dihasilkan oleh perusahaan sebagian besar bernilai positif. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritter (1991), Prastiwi dan Kusuma (2001), dan Guntoro dkk (2008) bahwa kinerja saham jangka panjang pada perusahaan yang IPO mengalami underperformed. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, penelitian ini gagal membuktikan adanya perbedaan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada perusahaan yang melakukan penawaran pedana di BEI pada periode Januari 2009 sampai April 2011. Hasil uji Wilcoxon Matched Pairs (Uji Rank Bertanda Wilcoxon) menunjukkan tidak terjadinya perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka pendek (6 bulan) dan kinerja jangka panjang (24 bulan), dimana hasil nilai signifikansi sebesar 0.310. Kondisi ini terjadi disebabkan kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang yang sama-sama mengalami outperformance hal ini memberikan kesimpulan bahwa kedua kinerja tersebut sama-sama menarik bagi para investor untuk berinvestasi. Hasil penilitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja saham jangka pendek dan kinerja saham jangka panjang pada perusahaan yang melakukan penawaran perdana (IPO). Setelah ditelusuri lebih lanjut, perusahaan-perusahaan yang mengalami outperformance pada jangka panjang ini memiliki kapitalisasi pasar yang cenderung naik, sehingga menyebabkan harga saham mengalami kenaikan. Bagi perusahaan publik, kapitalisasi pasar ini penting sekali karena ia juga mencerminkan nilai total perusahaan. Pada umumnya, semakin besar nilai kapitalisasi pasar suatu saham, maka semakin besar juga daya pikat saham tersebut bagi investor. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai kapitalisasi semakin kurang menarik bagi investor. Adanya kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Indonesia juga merupakan salah satu penyebab. Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya mendatangkan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Hal tersebut juga menempatkan pasar modal Indonesia dalam posisi yang sangat atraktif bagi investor. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik atau turunnya harga saham di pasar bursa. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata abnormal return yang cenderung positif atau memiliki nilai yang lebih besar dari 0, serta berdasarkan perhitungan wealth relative hasil yang didapat menunjukkan nilai yang lebih dari satu. Bukti tersebut menegaskan bahwa kinerja saham dari perusahaan yang melakukan penawaran perdana (IPO) memiliki kinerja yang cukup baik (outperformance). Simpulan Setelah melakukan analisis terhadap hasil penelitian yang dijelaskan empat), maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja saham pada perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia tahun 20092011 untuk periode jangka pendek dan jangka panjang mengalami outperformance. Abnormal return bernilai positif dan wealth relative juga menunjukkan angka yang lebih dari satu. 2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja saham periode jangka pendek (6 bulan) dengan kinerja saham periode jangka panjang (24 bulan) pada perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Hal ini disebabkan kedua kinerja sama-sama mengalami outperformance dan memiliki nilai abnormal return yang positif. 12 | P a g e DAFTAR PUSTAKA Aggarwal et al. (1993). The After Market Of Initial Public Offerings In Latin America. Financial Management : p.42-53. Arosio. 2001. The Market Performance of Italian IPOs in the Long-Run. SSRN Electronic Paper Collection. Eduardus Tandelilin. 2010. Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Kanisius. Fabozzi, Frank. J. 1999. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat. Guntoro, Adhi dan Harahap, Tatiek N. 2008. Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek Dan Jangka Panjang Pada Perusahaan Initial Public Offering (IPO) Di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Riset Bisnis Indonesia Vol.4 No.2, Juli 2008. Sunariyah. 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi 3. Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2001. Pasar Modal Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat. Trianingsih, Sri. 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Perusahaan Yang Go Public Di BEJ. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4, No. 2 : 195-210. Yohanes, Kartika, dan Andi. 2004. Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi Vol. 11 No.1, Maret 2004. Handayani, Sri Retno. 2008. Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus pada Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006). Tesis, MM Universitas Diponegoro, Semarang. Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BFE Yogyakarta. Jones, Charles P. 2002. Investments : Analysis and Management. 8 th Edition.New York: John Wiley and Sons.Inc. Kooli, M dan J.M. Suret. 2002. The Aftermarket Performance of initial public offerings in Canada. SRRN Electronic Paper Collection. Prastiwi, Arum dan Kusuma, Indra Wijaya. 2001. Analisis Kineja Surat Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16, No. 2, 177-178. Ritter, Jay R., 1991. The Long Run Performance of Initial Public Offering. Journal Of Finance, no.46. 13 | P a g e