BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adanya keterbukaan perekonomian memiliki dampak pada neraca transaksi
berjalan (current account) suatu negara, perkembangan manajemen nilai tukar yang
diadopsi indonesia telah mencatat adanya perubahan yang cukup drastis ketika Bank
Indonesia menetapkan perubahan manajemen nilai tukar dari sistem nilai tukar
mengambang terkendali (managed floating exchange rate) ke sistem nilai tukar
mengambang bebas (free floating exchange rate). Perubahan manajemen yang sangat
drastis ini berawal dari kondisi moneter yang berubah pada saat memasuki
pertengahan tahun 1997. Rupiah mendapatkan tekanan-tekanan depresiatif yang
sangat besar diawali dengan krisis nilai tukar di Thailand dan menyebar ke negara
ASEAN lainnya. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup
berat karena besarnya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing
terhadap perekonomian Indonesia.
Tekanan terhadap nilai tukar tersebut diperberat lagi dengan maraknya
kegiatan speculative bubble, sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar mengalami
depresiasi hingga mencapai 75 persen (Goeltom, 1998), di sisi lain tahun 2012
transaksi berjalan (current account) dalam transaksi pembayaran (balance of
payments) kembali mencatat defisit. Angka defisit yang dicapai adalah terbesar
sepanjang sejarah, yaitu US$ 24.4 miliar atau sekitar 2.8% dari Produk Domestik
Bruto (PDB). Defisit ini juga yang pertama sejak berakhirnya kerisis ekonomi tahun
1997/1998 hingga tahun 2011. Selama ini besaran yang sering dijadikan kambing
hitam yang menyebabkan terjadinya defisit neraca transaksi berjalan (current
account) di Indonesia adalah, (Nizar, 2012): (i) penurunan surplus neraca
perdagangan barang (trade balance) sebagai akibat menurunnya ekspor dan,atau
meningkatnya impor barang. Kondisi ini memang terlihat dalam tahun 2012, dimana
surplus neraca perdagangan mengalami penurunan lebih dari 75 persen bila
dibandingkan dengan surplus tahun 2011; (ii) defisit neraca jasa-jasa (services
accounts); dan (iii) defisit pada neraca pendapatan neto (net income). Bila
diperhatikan selama ini, neraca jasa-jasa dan pendapatan neto selalu mengalami
defisit. Bahkan dalam delapan tahun terakhir, defisit neraca pendapatan telah menjadi
kontributor terbesar bagi defisit transaksi berjalan. Kondisi ini memberikan indikasi
bahwa pendapatan yang harus di transfer ke luar negeri lebih besar dari pendapatan
yang masuk ke dalam negeri, (laporan BOP, Bank Indonesia,2013).
Perubahan variabel ekonomi perlu dicermati lebih seksama bagaimana kejutan
inflasi, tingkat output yang di interpretasikan dengan GDP, dan nilai tukar riil akan
mempengaruhi neraca transaksi berjalan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
perubahan terhadap nilai neraca teransaksi berjalan (current account) mempunyai
pengaruh terhadap perekonomian yang antara lain sering ditujukan dengan adanya
perubahan inflasi, tingkat output (GDP), dan perubahan nilai tukar yang dapat
merubah tingkat kestabilan dari total ekspor-impor dan transfer jasa suatu negara.
Secara garis besar dapat dinyatakan dengan tingkat atau besaran dari total output
domestik, lebih mahal atau murah secara relatif terhadap produk negara lain sehingga
nilai tukar terkadang digunakan alat untuk meningkatkan daya saing (mendorong
ekspor). Perubahan posisi ekspor inilah yang kemudian berguna untuk memperbaiki
posisi neraca transaksi berjalan suatu negara.
Sehingga pada dasarnya pemahaman mengenai hubungan antara kejutan nilai
tukar dengan perubahan output, terhadap transaksi berjalan (current account)
merupakan hal yang penting bagi pengambil kebijakan ekonomi serta masyarakat
dalam perekonomian terbuka. Pemahaman ini akan memberikan kemudahan bagi
para pengambil kebijakan ekonomi maupun masyarakat dalam menanggapi adanya
perubahan dari variabel ekonomi yang akan mempengaruhi neraca transaksi berjalan.
Oleh sebab itu kementrian perekonomian dan bank sentral selaku penggerak
perekonomian dan otoritas moneter apakah inflasi, tingkat output (GDP), dan nilai
tukar masih mempunyai peran besar sebagai salah satu instrument atas
keberlangsungan eksternal faktor ekonomi negara yang tercermin dari neraca
transaksi berjalan (current account), sehingga nantinya neraca teransaksi berjalan
mampu mempengaruhi variabel ekonomi yang lain. Ketika banyak bank sentral dari
berbagai negara maju menggunakan variebel neraca teransaksi berjalan untuk
mencapai tingkat output yang optimal, peran neraca teransaksi berjalan dalam
mencapai kondisi tersebut menjadi topik yang menarik untuk di angkat. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian tentang hal ini untk membuktikan respon variabel
neraca teransaksi berjalan selaku eksternal faktor ekonomi dengan variabel-variabel
kinerja perekonomian lainnya.
250.
6.
4.
2.
0.
-2.
-4.
-6.
-8.
-10.
-12.
200.
150.
100.
50.
GDP
2013:Q3
2012:Q4
2012:Q1
2011:Q2
2010:Q3
2009:Q4
2009:Q1
2008:Q2
2007:Q3
2006:Q4
2006:Q1
2005:Q2
2004:Q3
2003:Q4
2003:Q1
2002:Q2
2001:Q3
2000:Q4
2000:Q1
0.
NTB
Gambar 1.1Fluktusi Tingkat Output (GDP) dan Neraca Transaksi Berjalan
(NTB)
Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah.
Dapat dilihat pada gambar 1.1 hubungan antara tingkat output yang
diinterpretasikan dalam GDP memiliki hubungan terbalik dengan neraca transaksi
berjalan (NTB). Dimana fluktuasi tingkat output terus meningkat, sedangkan
transaksi berjalan menurun. Tercatat pada tahun 2011 neraca transaksi berjalan
(current account) Indonesia mengalami defisit ysang cukup besar, pada tahun 2000
sampai 2010 laju pertumbuhan neraca transaksi indonesia masih dalam kondisi stabil
walaupun proporsinya tidak begitu besar, namaun dalam kurun waktu 2011 hingga
tahun 2013 kuartal ke dua, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit yang tajam
hingga menembus lebih dari 75 persen (laporan BI, balance of Payment, 2013).
Seperti yang kita ketahui bahwa apabila neraca transaksi berjalan suatu negara
mengalami deficit, sudah barang tentu maka proporsi nilai neraca pembayaran
(balance of payments) negara juga mengalami hal yang sama atau defisit. Berbeda
dengan tingkat output yang terus meningkat dari tahun 2000 kuartal pertama hingga
2013 kuartal ke empat.
Dalam kenyataannya nilai tukar selalu menjadi salah satu tolak ukur indikator
terjadinya inflasi, dalam hal ini hubungan nilai tukar terhadap inflasi sejalan dengan
tingkat efektifitas sistem moneter suatu negara. Adapun fluktuasi nilai tukar dan inflsi
Indonesia dapat di lihat pada gambar 1.2.
120
16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2
100
80
60
40
20
0
RER
INF
Gambar 1.2 Fluktuasi Nilai Tukar Riil dan Inflasi
Sumber: World Bank (2012) dan Bank Indonesia(2010), diolah.
Keterkaitan antara nilai tukar dan inflasi dapat dilihat ketika Indonesia
menerapkan sistem nilai tukarnya pada saat sitem nilai tukar mengambang terkendali
(managed floating exchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang bebas (free
floating exchange rate) pada tahun 1998 hingga sekarang. Inflasi yang diukur dengan
indeks harga konsumen mengalami trend yang lebih tajam ketika diberlakukan sistem
free floating exchange rate dibandingkan pada periode sebelumnya.
Dapat dilihat dengan jelas pada tahun 2000 kuartal pertama inflasi Indonesia
mengalami trend menurun sejak diberlakukannya sistem free floating exchange rate
pada saat itu. Khususnya trend inflasi mengalami trend yang cukup berpariatif
dikarenakan pengaruh besarnya depresiasi nilai tukar yang mendorong terjadinya
inflasi secara signifikan. Sudah menjadi variabel yang saling memiliki keterkaitan
antara nilai tukar dengan inflasi, disatu sisi keterkaitan yang memiliki dampak besar
terhadap perubahan tersebut adalah keberlangsungan neraca perdagangan suatu
negara sebagai timbal balik keluar (ekspor-impor) yang selalu berkaca pada nilai
tukar negara satu dengan negara fatnernya. Hal ini dapat tercermin dari baik buruknya
nilai tukar (terapresiasi atau terdepresiasi). Sehingga arus neraca perdagangan dapat
memiliki keseimbangan terhadap keterkaitan antar variabel tersebut. Bisa dilihat pada
tabel 1.1 neraca perdagngan Indonesia tercatat mengalami defisit yang cukup tajam.
Tabel 1.1 Neraca Transaksi Perdagangan Indonesia
Description
Total export
Non-oil and
gas
Oil dan Gas
Total import
Non-oil dan
gas
Oil dan gas
Surplus
(Defisit)
Non-oil dan
gas
Oil dan gas
*Januari-Oktober
Billion US$
2010 2011 2012 2013*
157.7 203.5 190
149.7
129.7
162
Growth (yoy)
2010 2011 2012 2013*
35.4
29
-6.6
-5.5
153.1
123.2
33
24.9
48.3
30.7
-5.5
10.9
8
28
41.5
37
135.6 177.4 191.7
26.5
156
57.5
40
108.2 136.7 149.1
118.9
27.4
40.7
42.6
37.1
22.1
26.1
(-1.6)
(-6.3)
21.5
0.6
25.3
0.8
4
4.3
(-5.6) (-10.6)
-3
-15.4
-2
39
26.2
9
-4.4
44.2
48.4
4.6
6.7
Sumber: BPS (2013), diolah.
Merujuk kepada Tabel 1.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa selama periode
tahun 2010-2013 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit yang cukup besar.
Baik pada total ekspor untuk katagori non-oil dan gas maupun oil dan gas dan total
impor untuk katagori non-oil dan gas maupun oil dan gas. Sejak tahun 2010 untuk
total ekspor Indonesia masih dalam tahap berimbang atau stabil untuk katagori ekspor
non-oil dan gas maupun oil dan gas, tercatat 2010 sebesar 157.7 billion US dan pada
tahun 2011 tercatat 203.5 billion US terkontraksi mengalami penambahan. Tetapi
pada tahun 2012 total ekspor Indonesia tercatat turun drastis (defisit) sebesar 190
billion US, dan terus berlangsung sampai tahun 2013 sebesar 149.7 billion US.
Tidak hanya dari sisi ekspor saja transaksi perdagangan Indonesia mengalami
defisit, tetapi bisa di lihat besaran impor untuk katagori non-oil dan gas maupun oil
dan gas mengalami pembengkakan. Tercatat pada tahun 2010 sebesar 135.6 billion
US terus naik pada tahun 2011 sebesar 177.4 billion US dan puncaknya pada tahun
2012 naik sebesar 191.7 billion US, hingga tahun 2013 sebesar 156.0 billion US.
Inilah yang menjadi masalah krusial yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia
untuk merespon keadaan perekonomian yang terus mengalami ketidakseimbangan,
khususnya untuk hubungan keluar dengan melihat sektor barang-barang ekspor
maupun impor khusuya sektor migas maupun non migas yang membengkak dalam
kurun trakhir ini. Ketergantungan sektor industri di dalam negeri terhadap barangbarang impor seperti barang-barang modal, bahan baku penolong, ikut mendorong
pertumbuhan impor tersebut, yang berdampak signifikan terhadap defisit neraca
transaksi berjalan (current account).
1.2 Rumusan Masalah
Perubahan inflasi, tingkat output yang diinterpretasikan dalam GDP dan nilai
tukar terhdap neraca transaksi berjalan menunjukkan keterkaitan yang kuat antar
variable-variabel. Selain itu, inflasi semakin berfluktuatif dan mengalami trend
kenaikan yang semakin besar setelah perubahan sistem nilai tukar. Sehubungan
dengaan keterkaitan tersebut, depresiasi rupiah menyebabkan barang-barang modal
sebagai input produksi harganya terlalu mahal sehingga mengurangi kemampuan
memenuhi barang-barang modal yang diperlukan untuk proses produksi. Kondisi
tersebut pada akhirnya menurunkan kapasitas produksi industri dalam negeri dan
berdampak pada penurunan output. Oleh sebab itu, terjadi kontraksi terhadap
kelancaran neraca transaksi berjalan suatu negara dalam hal ini pengotimalan ekspor
dan impor. Sehingga mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait.
Tabel 1.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Metode dan Data
Variabel
1
Nguyen & Seiichi (2007) -
VAR
Real exchange rate, Dampak
output, inflation
exchange
-
Vietnam
Temuan
devaluasi
rate
positif dengan
real
berkolerasi
pertumbuhan
output dan inflasi,
melalui
peningkatan jumlah penawaran
uang dan peningkatan neraca
perdagangan.
2
Darwanto (2012)
-
SVAR
Inflasi, tingkat output Adanya
-
Time series
dan current account.
-
Indonesia
hubungan
positif
antara inflasi, tingkat output,
yang
mendorong
current
account menjadi surplus, dalam
jangka panjang.
3
Jaewoo Lee & Menzie D.
- VAR
(1998)
-
Current account and Kejutan
permanen
Seven major industrialized real exchange rate
produktifitas
memiliki
countries
yang
dalam
besar
pada
efek
jangka
panjang terhadap nilai tukar,
tetapi pada neraca transaksi
berjalan dampak yang dihadapi
relatif kecil.
4
Berument & Pasaogullari
- VAR models
Real exchange rate, Adanya hubungan yang negatif
(2003)
output and inflation
-
Turkey
antara nilai tukar riil dan output
di Turkey, selain itu adanya
hubungan
jangka
panjang
antara nilai tukar riil, inflasi,
dan output.
5
Mohamed Arouri et al.
- VAR models
Real exchange rate, Kejutan positif defisit neraca
(2014)
current account
-
SVAR
-
India
perdagangan
mendorong
terjadinya apresiasi terhadap
nilai tukar riil dan sebaliknya.
6
Yin-Wong Cheung et al.
- OLS
(2009)
-
China’s
Current account and Dampak terhadap menurunnya
exchange rate
surplus
perdagangan
kebijakan nilai
china,
tukar
tidak
mampu secara sendiri untuk
mengimbangi
hal
tersebut,
namun dibutuhkan kebikjakan
moneter
lain
guna
mengimbangi hal tersebut.
7
Odusola & Akinlo (2001)-
VAR
Exchange
Nigeria
interest
income,
money
rate, Aspek kebijakan moneter dan
rate,
real fiskal mempengaruhi tingkat
inflation, inflasi
jumlah
melalui
penambahan
pencetakan
uang,
dimana dari sisi fiscal adanya
penerimaan dan pengeluaran
yang mengakibatkan tingkat
permintaan
uang
mengakibatkan
bertambah
terjadinya
inflasi yang tinggi dari sisi
moneter.
Dalam penelitian kali ini, penelitian dilakukan di Indonesia dengan tahun pengamatan
2000:Q1 sampai 2013:Q4, dengan menggunakan Vector Error Corection Model (VECM).
Pemilihan VECM berdasarkan pertimbangan adanya hubungan kausalitas dua arah dari
variabel-variabel yang diteliti serta hubungan kointegrasi antara vriabel. Selain itu juga dalam
penelitian ini akan dilakukan penelitian yang belum dilakukan atau belum terpecahkan
mengenai respon neraca teransaksi berjlan (current account) terhadap kejutan inflasi, tingkat
output, dan nilai tukar.
Penelitian ini berbeda dengan Darwanto (2012) yang melihat kejutan inflasi, terhadap
tingkat output, dan pertumbuhan neraca transaksi berjalan di Indonesia. Dimana dalam
penelitiannya variabel devendent dari sisi tingkat output dan neraca transaksi berjalan dan
variabel indevenden dari sisi inflasi, yang belum memasukkan variabel nilai tukar, dengan
menggunakan model SVAR.
Selain itu juga penelitian ini berbeda dengan Berument dan Pasogullari (2003) dan
Nguyen & Seiichi (2007) yang belum memasukkan variabel keseimbangan eksternal yaitu
neraca transaksi berjalan. Sedangkan persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan
kedua peneliti tersebut adalah sama-sama menggunakan variabel inflasi dan tingkat output,
dimana gambaran keseimbangan dari sisi internal (inflasi) dan dari sisi eksternal (neraca
transaksi berjalan).
1.3 Pertanyaan Penelitian
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberi dasar bagi peneliti untuk
merumuskan pertanyaan penelitian yaitu:
Bagaimana respon yang diterima oleh neraca transaksi berjalan (current account),
terhadap kejutan inflasi, tingkat output yang diinterpretasikan dalam (GDP), dan nilai tukar di
Indonesia pada tahun 2000:Q1 sampai dengan 2013:Q4?
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis respon neraca teransaksi berjalan terhadap kejutan inflasi, tingkat
output dan nilai tukar di Indonesia pada tahun 2000:Q1 sampai dengan 2013:Q4.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan gambaran mengenai keterkaitan
variable neraca teransaksi berjalan terhadap variabel kejutan inflasi, tingkat output dan nilai
tukar di Indonesia. Kemudian diharapkan bagi pengambil kebijakan diantaranya; Bank sentral
dan pemerintah dapat mengimplementasikan pola hubungan antara variabel neraca teransaksi
berjalan dengan variabel inflasi, tingkat output dan nilai tukar di Indonesia yang menjadi
tolak ukur perekonomian makro suatu negara.
1.6 Sistematika Penulisan
Bagian utama dari penulisan ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab Iakan dipaparkan mengenai latar belakang masalah yang akan, rumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II akan dipaparkan gambaran mengenai teori-teori yang mendukung penelitian,
pembahasan mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
masalah penelitian, kerangka pikir penelitian dan hipotesis penelitian.
Bab III akan dipaparkan mengenai langkah-langkah, alat analisis serta metodologi yang akan
digunakan dalam peroses pembentukanmodel penelitian.
Bab IV akan dipaparkanmengenai analisis hasil dari peroses regresi data secara keseluruhan
serta interpretasi pembahasan hasil.
Bab V akan dipaparkan mengenai kesimpulan dan saran yang merangkum hasil penelitian
secara keseluruhan serta rekomendasi yang bisa dijadikan sebagai acuan bagi
pengambil kebijakan berdasarkan hasil penelitian.
Download