J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 APLIKASI MEMBRAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG WINDU (Penaeus monodon) UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN SARI BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis) (Application of Membrane Chitosan from Windu Shrimp Shell (penaeus monodon) to Extend The shelf Life of Sweet Orange Juice) Sri Wahyuni1*, Andi Khaeruni. R2, Hamidah3 1Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FakultasTeknologi Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo 3Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo, *Email: [email protected] (Telp: +6281341656438) 2Jurusan ABSTRACT Chitosan can be used in food preservation to extend the shelf life of orange juice instead of chemical preservatives. The purpose of this research were to know the quality of chitosan used as membrane that serves as an anti-microbial in order to extend the shelf life of sweet orange juice. Determination of molecular weight of chitosan using viscosity method. Determining of the degree of deacetylation of the chitosan using infrared spectroscopy method. This study uses two treatments, the concentration of chitosan membrane (1%, 1.5%, 2%) and storage time (7 days, 14 days, 21 days, 28 days). The results showed that the water and ash content of chitosan from Windu shrimp (Penaeus monodon) are 3.347% and 0.167 %, respectively. Chitosan is insoluble in water, ethanol, and n-hexane, slightly soluble in HCl 5 N and dissolved in 1M acetic acid with a molecular weight of 2.3 x 105 Da and degree of deacetylation of chitosan approximately 68.59%. The results showed that, orange juice after addition of chitosan membrane has shelf life up to 14 days with optimal concentrations of chitosan membrane to inhibit microbial growth at 1.5%. Keywords: Chitin, chitosan, membrane, sweet orange juice. ABSTRAK Kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan pangan untuk memperpanjang masa simpan sari buah jeruk sebagai pengganti pengawet kimia. Tujuan Penelitian untuk mengetahui kualitas kitosan yang digunakan sebagai membran yang berfungsi sebagai anti mikroba guna memperpanjang umur simpan sari jeruk manis. Penentuan berat molekul kitosan menggunakan metode viskositas. Penentuan derajat deasetilasi kitosan menggunakan metode spektroskopi inframerah. Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan yaitu konsentrasi membran kitosan (1%, 1,5%, 2%) dan lama penyimpanan (7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari). Hasil penelitian menunjukkan kadar air dan kadar abu kitosan dari udang windu (Penaeus monodon) berturut-turut adalah 3,347% dan 0,167%. Kitosan tidak larut dalam air, etanol, dan n-heksan, sedikit larut dalam HCl 5 N dan larut dalam asam asetat 1M dengan berat molekul 2,3 x 105 Da dan derajat deasetilasi kitosan sebesar 68,59%. Hasil penelitian menunjukkan, sari buah jeruk setelah ditambahkan membran kitosan memiliki umur simpan sampai hari ke-14 dengan konsentrasi membran kitosan yang optimal untuk menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 1,5%. Kata Kunci : Kitin, kitosan, membran, sari buah jeruk manis Kata kunci: Kitin, kitosan, membran, sari buah jeruk. 272 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 PENDAHULUAN Tanaman jeruk Manis (Citrus sinensis) merupakan salah satu jenis tanaman jeruk yang banyak diolah menjadi sari buah. Buah jeruk manis mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, banyak mengandung vitamin C untuk mencegah penyakit sariawan dan menambah selera makan. Pengolahan buah jeruk menjadi sari buah dapat meningkatkan daya simpan dan nilai ekonominya (Simbolon, 2008). Umumnya, jus buah memiliki keterbatasan dalam penyimpanan seperti kehilangan nutrisi oleh temperatur yang ekstrim, lama waktu penyimpanan, atau kontaminasi mikroba. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk memperlambat kerusakan bahan makanan dan memperpanjang shelf life produk melalui penambahan bahan tertentu yang mempunyai sifat sebagai pengawet. Penambahan bahan pengawet kimia penggunaannya terbatas karena dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan seperti kalsium benzoat, sulfur dioksida, dan kalium asetat (Ratnani, 2009). Sehubungan dengan hal tersebut saat ini telah berkembang kecenderungan masyarakat untuk mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pengawet sari buah, dengan menggantinya dengan pengawet alami yang dianggap lebih aman dan ramah lingkungan. Salah satu bahan pengawet alami yang aman dan ramah lingkungan adalah kitosan. Kitosan merupakan hasil ekstraksi dari rangka luar udang dan kepiting atau rajungan. Kitosan adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Husniati dan Oktarina (2012) melaporkan penerapan kitosan 0,05% dengan derajat deasetilasi 71% sebagai pengawet pada jus buah nenas yang menghasilkan peningkatan umur simpan selama 13 hari dibandingkan perlakukan tanpa kitosan. Saat ini penelitian tentang pemanfaatan polimer kitosan sebagai membran sedang berkembang. Membran kitosan banyak digunakan dalam proses pemisahan, pemurnian, dan pemekatan suatu larutan. Membran kitosan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan membran kitin karena kelarutannya yang relatif tinggi dalam asam asetat sehingga mudah untuk memperoleh produk membran setelah pelarutnya diuapkan. Membran kitosan adalah membran pengkompleks dari polimer alam dan telah digunakan untuk menarik unsur-unsur logam transisi dalam jumlah renik dari larutan garamnya (Meriatna, 2008). Wahyuni (2015) telah meneliti efektifitas membran kitosan pada penyerapan ion nikel (Ni2+) pada air minum, begitu pula efektifitas membran kitosan pada penyerapan ion tembaga (Cu2+) pada larutan air minum (wahyuni, 2016). No et al. (2007) menggunakan kitosan sebagai bahan pengawet dan edible coating sehingga efektif untuk mencegah kerusakan kualitas dan memperpanjang umur simpan produk pangan tersebut. Swastawati (2008) juga menggunakan kitosan dari limbah 273 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 kulit udang menjadi edible coating pada pindang ikan layang. Penggunaan edible coating kitosan tersebut diketahui dapat menghambat laju pertumbuhan bakteri dan menambah daya awet produk perikanan. Kitosan telah banyak dimanfaatkan secara komersial seperti pemanfaatannya sebagai bahan pengawet pengganti formalin, bahan pengemas, penstabil dan pengental, antioksidan serta penjernih pada produk minuman dan memperbaiki ikatan antara warna dengan makanan dalam industri pangan. Hasil penelitian Wahyuni (2013), larutan kitosan 1,5% mampu menunda kerusakan fillet ikan gabus sampai pada penyimpanan 20 jam dibandingkan kontrol. Selain itu, kitosan juga dimanfaatkan sebagai serat makanan, penurun kadar kolesterol, antitumor serta prebiotik. Hasil penelitian Wahyuni (2006) oligomer kitosan mampu menghambat proliferasi kultur galur sel kanker K562 secara in vitro sebesar 20,57%. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan–bahan yang digunakan adalah buah jeruk manis (Citrus sinensis) yang diperoleh dari pasar di kota Kendari Sulawesi Tenggara yang kemudian diolah menjadi sari buah jeruk, cangkang udang windu (Penaeus monodon), HCl (Merck, 99%), NaOH (Merck, 99%), aquades, CH3COOH (Merck, 99%), Aseton (Merck, 99%), Iod (Merck), amilum, kertas Lakmus, kertas saring Whatman no. 41, kertas pH Universal, medium NA (nutrient agar) (Difco). Alat yang digunakan adalah : alat-alat gelas, timbangan analitik, eksikator, penangas listrik, kaca objektif, alat ekstraksi soxhlet, viskometer Ostwald, instrumen FTIR (Fourier Transform Infrared spectroscopy (Bruker IFS 113v)) tanur, dan oven. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang menggunakan 2 parameter yaitu konsentrasi membran kitosan (1%, 1,5% dan 2%) dan lama penyimpanan (7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari) 274 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 Prosedur Analisis 1. Isolasi kitosan dari cangkang udang windu a. Demineralisasi Sebanyak 120 gram sampel cangkang udang yang telah dihaluskan ditambahkan 1200 mL HCl 1,5 M (perbandingan 1:10 b/v, berat sampel : HCl 1,5 M) dan diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian disaring dan residunya dicuci dengan menggunakan air hingga mencapai pH netral kemudian dikeringkan pada suhu 60°C selama 4 jam dalam oven atau sampai kering. b. Deproteinasi Sampel hasil demineralisasi kemudian ditambahkan larutan NaOH 3,5% (1:10 b/v, berat sampel : NaOH 3,5% ), diaduk dengan magnet stirrer selama 30 menit pada suhu 60 oC. kemudian disaring dan dicuci dengan menggunakan air hingga pH netral. c. Dekolorisasi Proses penghilangan warna dilakukan dengan cara ekstraksi soklet menggunakan pelarut aseton (1:10 b/v). Setelah itu disaring dan dicuci dengan air hingga pH netral. Residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 4 jam. d. Deasetilasi Proses deasetilasi dilakukan dengan merebus kitin sebanyak 50 gram dalam 500 mL larutan NaOH 50% (1:10 b/v, berat sampel : NaOH 50%) diaduk dengan pengaduk magnet berdasarkan waktu dan suhu yang divariasikan, yakni pada suhu 80-100ºC salama ±6 jam. Residunya dicuci dengan air hingga mencapai pH netral, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60ºC selama 4 jam. 2. Karakterisasi Kitosan a. Kadar Air (AOAC, 1999) Analisis kadar air dilakukan dengan metode thermogravimetri yaitu menimbang cawan kosong. Kemudian dimasukkan cuplikan kitosan 0,5 gram, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam atau sampai beratnya tetap. Kadar air ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : Kadar air (%)= Keterangan : x 100% W1 = Bobot cawan kosong W2 = Bobot cawan + sampel W3 = Bobot cawan + sampel setelah di oven 275 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 b. Kadar Abu (AOAC, 1999) Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang cawan kosong. Kemudian dimasukkan 0,5 gram sampel kitosan k edalam cawan tersebut, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 700 oC sampai diperoleh abu warna putih atau sampai beratnya tetap. Selanjutnya didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : Kadar Abu Berat Abu (g) x100% Berat Sampel (g) c. Kelarutan ( Agusnar, 2007) Uji kelarutan kitosan dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut, yaitu: air, etanol, n-heksan, HCl 10 N, dan CH3COOH 1M masing-masing dengan volume 5 mL dan kitosan masing-masing sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam larutan tersebut. Setelah dilarutkan diamati kelarutan kitosan dalam masing-masing pelarut tersebut. d. Penentuan Berat Molekul (Cervera et al., 2004) Penentuan berat molekul (Mv) dapat dilakukan dengan menggunakan metode viskoskopik. Larutan kitosan dibuat dengan cara menimbang kitosan sebanyak 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g, dan 0,4 g. Kitosan tersebut dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat 1 M. Sebanyak 10 mL asam asetat dimasukkan ke dalam viskometer. Waktu alir diukur 3 kali sampai diperoleh nilai konstan. Nilai Mv ditentukan dengan persamaan Mark-Houwink-Sakurada: [ή] = Km x Mva Dimana nilai Km = 1, 81 x 10-3 dan a= 0,93 [ή] = viskositas intrinsik (mL/g) Mv = Berat Molekul Polimer (molecular weight). e. Analisis FTIR dan Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan (Khan et al., 2002) Penentuan derajat deasetilasi kitosan dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi inframerah. Sampel dibuat pellet dengan 1% KBr kemudian dilakukan scanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Derajat deasetilasi dilakukan dengan metode “base line” Nilai absorbans dihitung dengan menggunakan persamaan : A = log po p (A = absorbans; Po = % transmitans pada garis dasar; P = % transmitans pada puncak minimum) 276 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 Perbandingan antara absorbans pada = 1650-1700 cm-1 dengan absorbans pada = 3200-3500 cm-1 dihitung. Untuk N-deasetilasi kitin yang sempurna (100%) diperoleh nilai A1655 = 1,33. Pengukuran derajat deasetilasi dihitung dengan cara : A 1 x100% % N deasetilasi = 1 1655 x A 3540 1,33 3. Pembuatan Membran kitosan Membran kitosan dibuat dengan cara melarutkan 1 gram kirosan dalam 100 ml larutan asam asetat 1 M, larutan tersebut kemudian disebar di atas kaca objektif dan dibiarkan hingga kering melalui proses penguapan pada suhu kamar. Membran yang terbentuk kemudian direndam dalam larutan NaOH 0,1 M selama 5 menit.. selanjutnya dicuci dengan aquades lalu dikeringkan pada suhu kamar. Membran kitosan yang diperoleh memiliki ketebalan 0,02 mm untuk membran kitosan 1% dan 0,04 mm untuk membran kitosan 1,5% dan 0,06 mm untuk membran kitosan 2%, dengan panjang 6 cm dan lebar 1,8 cm serta berwarna agak kuning. 4. Pembuatan Sari Buah Jeruk dan Aplikasi Membran Kitosan Pembuatan sari buah jeruk manis dengan cara 1 Kg buah jeruk yang telah masak dicuci bersih, kemudian diperas airnya dan disaring. Setelah itu ditambahkan air sebanyak 250 ml dan ditambahkan gula pasir sebanyak 45,8 gram. Sari buah kemudian dipanaskan selama 20 menit. Sari buah ini kemudian ditambahkan membran kitosan dengan konsentrasi 1,0, 1, 5, dan 2,0 % per 100 ml larutan sari buah jeruk dan disimpan dalam botol yang sudah dipasteurisasi. Sebagai kontrol 100 ml sari buah jeruk tanpa membran kitosan dimasukkan ke dalam botol. Semua perlakukan kemudian disimpan dengan lama penyimpanan 7, 14, 21, dan 28 hari. 5. Analisis Kadar Vitamin C Sampel Sari Buah Jeruk (Siregar, 2009) Dipipet 10 mL sari buah jeruk dengan dan tanpa membran kitosan, kemudian sampel sari buah dimasukan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 1 ml indikator amilum 1% lalu dititrasi dengan larutan iod 0,01 N sehingga berubah dari tidak berwarna menjadi warna biru. Kadar Vitamin C dapat diukur dengan menggunakan rumus : Kadar Vitamin C = volume Iodin x N Iodin x BE vitamin Dimana N = Normalitas larutan Iodin BE = berat ekivalen larutan Iodin 277 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 6. Analisis Jumlah Mikroba Sebanyak 100 µL sampel sari buah Jeruk dari setiap perlakuan diencerkan ke dalam 100 mL aquades steril, lalu dilanjutkan dengan pengenceran berseri hingga 1:1.000.000 (10-6). Sebanyak 1 mL dari pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 dari setiap perlakuan disebar dicawan petri yang berisi medium Nutrien Agar (NA), dan selanjutnya diinkubasi selama 3 hari pada suhu 31 oC. Setelah akhir masa inkubasi, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada permukaan medium NA dihitung dengan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC) Fardiaz (1993). HASIL DAN PEMBAHASAN a. Isolasi Kitin dan Transformasi Menjadi Kitosan Pada penelitian ini dilakukan proses isolasi kitin dari udang windu (Penaeus monodon) dengan menggunakan metode No dan Meyer (2007) yaitu demineralisasi, deproteinasi, dekolorisasi dan deasetilasi. Data hasil rendemen selama proses isolasi kitosan pada setiap tahapan disajikan pada Tabel 1 yang memperlihatkan bahwa dalam dari 75 gram limbah udang terkandung 18,65 % kitosan. Tabel 1. Data rendemen isolasi kitin menjadi kitosan Tahapan Berat Awal (g) Berat Akhir (g) % Rendemen Demineralisasi 75 21,71 28,95 Deprotenasi 21,71 16,73 77,06 Dekolorisasi 16,73 16,66 99,58 Deasetilasi 16,66 13,99 83,97 b. Analisis Kadar Air, Kadar Abu dan Kelarutan Kitosan Analisis kadar air dan kadar abu merupakan salah satu parameter standar untuk kualitas kitosan. Kadar air sangat mempengaruhi daya simpan. Sedangkan kadar abu erat kaitannya dengan kadar mineral yang terkandung dalam kitosan (Tabel 2). 278 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 Tabel 2 . Data Kelarutan Kitosan Jenis Pelarut Kelarutan Kitosan Air Tidak larut Etanol Tidak larut n-heksana Tidak larut HCl 5 N Sedikit larut Asam asetat 1 M Larut Berdasarkan Tabel 2, kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat dipengaruhi oleh suhu dan lamanya perendaman dalam larutan NaOH. Asam asetat tergolong asam lemah golongan asam karboksilat yang mengandung gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil yang akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari kitosan (Dunn et al., 1997). c. Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui adanya gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam suatu senyawa. Analisis FTIR pada kitin bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam kitin yang nantinya akan dijadikan sebagai pembanding untuk mengetahui apakah proses deasetilasi kitin telah berhasil dilakukan. Hasil analisis kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 1 dan 2. Berdasarkan spektrum kitin dan kitosan pada Gambar 3 dan 4, persentase derajat deasetilasi yang diperoleh dari sampel kitin yakni 45,45%. Deasetilasi terhadap kitin yang dilakukan selanjutnya ternyata menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 68,59%. Hasil ini menunjukkan proses deasetilasi kitosan yang dihasilkan cukup rendah jika dibandingkan dengan derajat deasetilasi kitosan dari Protan Laboratories Inc (Nurhayati dan Agusman, 2011 ) yang berkisar 70% lebih, tapi derajat desetilasi ini telah sesuai dengan penelitian Knorr (1984) yang melaporkan derajat deasetilasi kitosan yang baik berkisar 50% lebih. 279 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 Gambar 1. Spektrum kitin Gambar 2. Spektrum Kitosan d. Analisis Kadar Vitamin C Sari Buah Jeruk dengan Penambahan Membran Kitosan Pengukuran kadar vitamin C dilakukan untuk mengetahui kandungan vitamin C dalam suatu bahan pangan. Vitamin C merupakan suplemen yang sangat penting bagi tubuh manusia dimana dianjurkan sebesar 3060 mg per hari. Kegunaan dari vitamin C yaitu sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting mulai dari pembuatan kolagen, pengangkut lemak, sampai dengan pengatuanr tingkat kolesterol. Kadar vitamin C dalam bahan pada umumnya sangat menentukan mutu bahan tersebut. Gambar 3 menunjukkan lama penyimpanan dapat menurunkan kadar vitamin C sari buah jeruk manis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Andarwulan (1992) bahwa semakin lama penyimpanan suatu bahan pangan 280 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 maka kadar vitamin C akan semakin rendah. Rendahnya kadar vitamin C ini di sebabkan oleh sifat vitamin C yang mudah rusak oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, dan katalis baik tembaga ataupun besi. Gambar 3. Grafik kadar vitamin C sari buah jeruk selama penyimpanan Pemberian membran kitosan dapat menekan penurunan kadar vitamin C dalam sari buah jeruk akibat aktivitas kitosan dalam menghambat aktivitas mikroba pengurai atau pembusuk dalam sari buah jeruk. Hasil perlakuan ini memperlihatkan penggunaan membran kitosan konsentrasi 2% memberi hasil yang lebih baik dalam mempertahankan kadar vitamin C dibandingkan dengan konsentrasi 1% dan 1,5%. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Husniati dan Oktarina (2012) bahwa pemberian kitosan pada jus nenas dapat mempertahankan kadar asam askorbat yang lebih tinggi dari pada jus nenas dengan natrium benzoat. e. Analisis Jumlah Koloni Bakteri pada Sari Buah Jeruk dengan Penambahan Membran Kitosan Fungsi bahan pengawet adalah untuk menghentikan atau menurunkan kecepatan berkembangnya mikroba pembusuk. Senyawa antimikroba sebagai pengawet dapat bersifat bakterisidal yaitu dapat membunuh bakteri, dan bakteristatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri, dapat berfungsi sebagai fungisidal, fungistatik, serta menghambat germinasi sporabakteri atau germisidal (Puspitasari et al., 1997). Analisis jumlah koloni bakteri diperlukan untuk mengetahui keawetan suatu produk pangan, karena semakin minim jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam bahan pangan, semakin awet pula bahan pangan tersebut. Gambar 6 memperlihatkan bahwa pada penyimpanan hari ke-7 sampai hari ke-28, terjadi peningkatan koloni bakteri. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa jumlah koloni bakteri sari buah jeruk yang diawetkan dengan dan tanpa membran kitosan mengalami peningkatan seiring dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan gula pada proses pembuatan sari buah yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. 281 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 Gambar 4. Grafik pertumbuhan bakteri dalam sari buah jeruk selama penyimpanan Berdasarkan Gambar 4 nampak pemberian membran kitosan, ternyata dapat menurunkan laju peningkatan jumlah koloni bakteri sari buah jeruk, namun dengan kadar konsentrasi membran kitosan yang berbeda juga mempengaruhi pembiakan bakteri pada sari buah jeruk. Penambahan membran kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dalam hal ini sebagai anti bakteri, sedangkan sari buah tanpa pemberian membran kitosan mengalami pertumbuhan bakteri yang pesat karena tidak adanya senyawa antimikroba yang menekan jumlah mikroba. Menurut Helander et al. (2001) mekanisme aktivitas antibakteri kitosan bisa dijelaskan sebagai berikut; muatan positif (NH3+ glukosamin) kitosan berinteraksi dengan muatan negatif (lipoppolisakarida, protein) membran sel mikroba sehingga menyebabkan kerusakan membran luar sel dan keluarnya konstituen intraselullar bakteri. Membran kitosan dengan konsentrasi 1%, 1,5%, dan 2% memiliki kemampuan sendiri dalam menekan pertumbuhan bakteri. Gambar 6 menunjukkan membran kitosan 1,5% optimum menekan jumlah bakteri hingga penyimpanan hari ke-28, dibandingkan dengan membran kitosan 1% dan 2%. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Nuraini et al.(2008) yang menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri larutan kitosan 0,2% lebih baik dibandingkan larutan kitosan 0,8%. Aktivitas anti bakteri nampak semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi kitosan, hal ini diduga disebabkan karena larutan kitosan 0,8% sudah terlalu kental sehingga tidak dapat berdifusi secara baik terhadap sel mikroba. . KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan membran kitosan yang dibuat dari kulit udang windu (Penaeus monodon) yakni pada konsentrasi 1,5% dapat digunakan sebagai antimikroba terhadap sari buah jeruk dengan rata-rata daya awet sari buah jeruk sampai pada penyimpanan hari ke 14. 282 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analyitical Chemists, 14 th Edition, The Asociation of Official Analytical Chemists, Arlington. Virginia. Agusnar H. 2007. Penggunaan kitosan dari tulang rawan cumi-cumi (Lologo Pealli) untuk menurunkan kadar ion logam Cd dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.. Jurnal Sains Kimia 1 (11).: 15-20 Andarwulan N, dan Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta. Cervera M F J, Heinamaki M, Rasenan S, Maunu M dan Karjalainen. 2004. Solid state characterization of chitosans derrived from lobster chitin. J.Carbohydrates Polymers. 58: 401-408. Dunn ET, Grandmaison EW, Goosen MFA. 1997. Applications and Properties of chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of Chitin and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p 3-30. Fardiaz S, 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta Helander IM, Numiaho EL, Ahvenainen R., Rohoades J and Roller S, 2001. Chitosan disrupts the barrier properties of the outer membrane of Gram negative bacteria. International J. of Food Microbiol. 71: 235244. Husniati dan Oktarina E, 2012 Pengaruh penambahan kitosan pada jus Nenas terhadap shelf life, Hasil Penelitian Industri, 1(25) : 11-17 Khan TA Kok K dan Hung D. 2002. Reporting degree of deacetylation valued of chitosan: the influence of analytical methods. J. Pharm. Pharmaceut. Sci. 5: 205-212. Knorr. 1984. Use chitinous in food. Food Tech. 38(1):85. Meriatna. 2008. Penggunaan Membran Kitosan Untuk menurunkan Kadar Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Tesis. USU. Medan. Nuraini S., Rizal S., Yudiantoro, 2008. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar sumur. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 2(13) : 117-125, , Nurhayati dan Agusman, 2011. Edible film kitosan dari limbah udang sebagai pengemas ramah lingkungan., Squalen 1(6) : 38-44 No HK, Meyer SP, Lee KS. 1997. Isolation and characterization of chitin from crawfish shell waste, J. Agricultural and Food Chemistry, 37 : 493-575. No HK, Meyers SP, Prinyawiwatkul W, and Xu Z.. 2007. Applications of Chitosan for Improvement of Quality and shelf Life of Foods: A Review. J. Food Science 5(72.) : 87-98. Puspitasari N, Rahayu WP, dan Arwijlan. 1997. Sifat Antioksidan dan Antimikroba Rempah-rempah dan Bumbu Tradisional . Seminar sehari khasiat dan keamanan rempah, bumbu dan jamu tradisional. PAU-IPB Ratnani R. D, 2009, Bahaya bahan tambahan makanan bagi kesehatan, Momentum, 1(5) : 16 - 22 Siregar R. 2009. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat dan lama penyimpanan terhadap mutu marmalade Sirsak (Annona muricata L). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Simbolon. 2008. Jeruk. Restu V. Jakarta. Swastawati, F. 2008. Pemanfaatan limbah kulit udang menjadi edible coating untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Jurnal Perikanan Universitas Diponegoro. 4 (4): 101-106 Wahyuni S, Zakaria FR, Syah D, Witarto AB, Maggy TS, 2006. Aktivitas anti kanker senyawa-senyawa kitooligomer. Jurnal Teknol dan Industri Pangan, 1(17) : 12-22 Wahyuni S, Khaeruni A, Hartini, 2013 . Kitosan cangkang udang windu sebagai pengawet fillet ikan gabus (Channa sriata) JPHPI, 3(16) : 233-241 Wahyuni S, Zaeni A, Nurhidayati, 2015. Efektivitas bubuk dan membran kitosan dari cangang udang Windu (Penaeus monodon) sebagai adsorben cemaran ion logam berat Nikel (Ni2+) dalam air. Paradigma, 2 (19) : 35 – 48 283 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 Wahyuni S, Zaeni A, Samrin W, Asranudin, Holilah, Sani A 2016. The potential of chitosan polymer waste as bioremediation agent of Cu(II) Ions. International Journal of Biochemistry Research, 1(19): 1-6 Widodo, A dan Muslihatin,W. 2005. Kitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil. Karya Tulis Ilmiah. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 284