KAJIAN SPESIES SERANGGA DAN TUMBUHAN ASING INVASIF DI WILAYAH PEMERIKSAAN KARANTINA PERTANIAN DI JAKARTA RAHMA SUSILA HANDAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Rahma Susila Handayani NIM A352100144 RINGKASAN RAHMA SUSILA HANDAYANI. Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta. Dibimbing oleh PUDJIANTO dan SRI SUDARMIYATI TJITROSOEDIRDJO. Badan Karantina Pertanian (BARANTAN) sedang mengembangkan tugas untuk mencegah masuk dan menyebarnya spesies asing invasif di Indonesia. Penelitian ini menganalisis spesies asing invasif yang menjadi Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK), pemasukannya secara sengaja melalui impor, dan pemasukan secara tidak sengaja melalui kontaminasi produk tumbuhan impor. Hal ini dilakukan untuk menginventaris serangga dan tumbuhan yang menjadi OPTK dan kontaminan, serta tumbuhan impor yang menjadi spesies asing invasif, selanjutnya dipelajari potensi invasif serta keberadaannya di Indonesia. Penelitian ini difokuskan pada spesies serangga dan tumbuhan. Data diperoleh dari inventarisasi daftar OPTK, pengambilan contoh produk pertanian dan kehutanan impor seperti benih atau selain benih untuk diidentifikasi spesies kontaminannya, hasil intersepsi BARANTAN tahun 2010-2011, koleksi intersepsi pada Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok dan Soekarno Hatta, survei tanaman ke nursery di Jabodetabek dan Karawang. Sebagai tambahan adalah data impor BARANTAN tahun 2010-2011 berupa spesies benih, tanaman hidup, dan biji bukan benih yang berpotensi tumbuh. Seluruh hasil inventarisasi disandingkan dengan daftar spesies serangga dan tumbuhan invasif pada Global Invasive Species Database (GISD). Spesies yang sama adalah spesies invasif yang kemudian dikaji mengenai bioekologi, sejarah invasi, dan dampaknya. Spesies yang tidak terdaftar di dalam GISD dilakukan pencarian informasi tentang potensi invasifnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies asing invasif yang merupakan target OPTK ada 12 spesies serangga dan 3 spesies gulma. Pemasukan spesies asing invasif melalui kontaminasi produk impor ada 5 spesies serangga dan 37 spesies tumbuhan. Agrilus sulcicollis dan Megacyllene robiniae merupakan serangga invasif yang belum terdapat di Indonesia dan tidak termasuk di dalam daftar OPTK maupun GISD. Ada 5 spesies tumbuhan invasif yang sebelumnya tidak dilaporkan di Indonesia yaitu Cirsium vulgare, Cirsium arvense (OPTK kategori A1) Centaurea melitensis, Lepidium virginicum, dan Melilotus albus. Spesies tumbuhan yang diimpor dan dari hasil survei menunjukkan terdapat 18 spesies tumbuhan berpotensi invasif. Satu dari 18 spesies tersebut memiliki kesamaan nama spesies OPTK kategori A2 (Asystasia gangetica subsp. micrantha). Spesies-spesies yang diketahui belum ada di Indonesia dari hasil penelitian ini, dapat menjadi informasi sebagai bahan penetapan target pemantauan, target IAS, dan revisi daftar OPTK. Pengelolaan spesies invasif di pre-border perlu ditingkatkan dengan membuat target pemeriksaan spesies invasif, peningkatan kemampuan identifikasi, peningkatan standar penerimaan terhadap kualitas impor, dan penerapan standar Sanitary and Phytosanitary Measures yang sebaik-baiknya. Kata kunci: serangga, tumbuhan, asing, invasif, dan karantina SUMMARY RAHMA SUSILA HANDAYANI. Study Invasive Alien Insects and Plants Species in Indonesia. Supervised by PUDJIANTO and SRI SUDARMIYATI TJITROSOEDIRDJO. Agricultural Quarantine Agency (AQA) is developing a duty to prevent the entry and spread of invasive alien species in Indonesia. This study was conducted to analyze the potency of alien species listed in quarantine pests, introduction intentionally through import, and introduction unintentionally through contamination of imports plant products to become invasive and quarantine pest, its revenue through import intentionally, and unintentionally income through contamination of plant products imports. This is done to make an inventory of invasive alien species, to know the character of invasive and existence in Indonesia. This study has focus on the species of insects and plants. Data were obtained from the inventory insects and plants listed as quarantine pests, sampling of imported agricultural and forestry products such as seed or non-seed to detect and identify contaminant species, the results AQA interception in 2010-2011, collection of interception at Agricultural Quarantine of Tanjung Priok Sea Port and Soekarno Hatta Air Port, as well as survey of plants to the nursery in Jabodetabek and Karawang. In addition, the data of imported living plants, seeds and non-seeds in 2010-2011 BARANTAN were also analyzed. All data were compared to the list of invasive species in Global Invasive Species Database (GISD). The dentified that were listed in GISD were classified as invasive species, and then were studied their bioecology, historical invasion, and impact. Species that are not included in the list of GISD performed invasive potential of information retrieval. The results showed that 12 species of insects and 3 species of weeds listed in the quarantine pests could be classified as invasive species. Five species as contaminants of imported products were invasive insect species and 37 were found plants. The invasive insects Agrilus sulcicollis and Megacyllene robiniae not exist in Indonesia and are not listed in the quarantine pests and GISD. Five of invasive plants which are not exist in Indonesia were Cirsium vulgare, Cirsium arvense (quarantine pest A1 category), Centaurea melitensis, Lepidium virginicum, and Melilotus albus. Introduction invasive alien plants were imported and the results of survey there are 18 invasive plants species of GISD. One of 18 plants species is known as quarantine pest A2 category (Asystasia gangetica subsp. micrantha). The invasive alien species that do not exist in Indonesia can be used as target material monitoring and revision is a list quarantine pest. Management of invasive species in the pre-border needs to be improved by making the target invasive species inspection, increased expertise of identification, improvement of the quality standards of imported products, and the acceptance of the application of Sanitary and Phytosanitary Measures as well as. Key Words: insects, plants, alien, invasive, and quarantine. © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB KAJIAN SPESIES SERANGGA DAN TUMBUHAN ASING INVASIF DI WILAYAH PEMERIKSAAN KARANTINA PERTANIAN DI JAKARTA RAHMA SUSILA HANDAYANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Penguji pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Marimin, MS Dr Ir Naresworo Nugroho, MS Judul Tesis : Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta Nama : Rahma Susila Handayani NIM : A352100144 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Pudjianto, MSi Ketua Dr Sri Sudarmiyati T., MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 24 Februari 2014 Tanggal Lulus: Judul Tesis : Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta : Rahma Susila Handayani Nama : A352100144 NIM Disetujui o1eh Komisi Pembimbing Dr Ir Pudjianto, MSi Ketua Dr Sri Sudarmiyati T., MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Tangga1 Ujian: 24 Februari 2014 Tanggal Lulus: 2 8 FEB 2014 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta, Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Jl. Sambu, No. 9, Baranangsiang, Bogor dan Laboratorium Herbarium-SEAMEO BIOTROP. Adapun tema dari penelitian ini yaitu pembelajaran spesies serangga dan tumbuhan asing invasif diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi kegiatan perlindungan pertanian di Indonesia secara umum. Sumber dana penelitian dan pendidikan pascasarjana penulis ini berasal dari Anggaran DIPA tahun 2010 Badan Karantina Pertanian-Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Dr Ir Pudjianto, MSi dan Dr Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, MSc atas kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesainya tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu dan Bapak tercinta serta Kakak dan Adik yang selalu memberikan motivasi serta semangat saat melakukan penelitian. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Wilayah Kerja Karantina Pertanian Kantor Pos Bogor, Ibu Trisnasari, Bapak Hermawan, Bapak Iman suryaman, Bagus Seta Chandra W., Epriyanto serta rekan-rekan lainnya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penyelesaian tesis ini. Penulis berharap, semoga tesis ini bermanfaat bagi pembacanya. Bogor, Februari 2014 Rahma Susila Handayani DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 1 3 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Spesies Asing Invasif (IAS) Karantina Pertanian di Indonesia 4 4 8 3 METODE Tempat dan Waktu Bahan Alat Metode Pelaksanaan 10 10 10 10 11 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kelompok Serangga Kajian Spesies Serangga Asing Invasif yang Terdaftar sebagai OPTK Indonesia Kajian Spesies Serangga Kontaminan yang Berpotensi Invasif di Indonesia Kelompok Tumbuhan Kajian Spesies Tumbuhan Asing Invasif yang Terdaftar sebagai OPTK Indonesia Kajian Spesies Tumbuhan Kontaminan yang Berpotensi Invasif di Indonesia Kajian Spesies Tumbuhan Impor yang Berpotensi Invasif di Indonesia Pengelolaan spesies asing invasif di Pre-Border 14 14 42 48 5 SIMPULAN DAN SARAN 49 DAFTAR PUSTAKA 50 LAMPIRAN 57 RIWAYAT HIDUP 14 20 27 27 30 109 DAFTAR TABEL 1 Spesies serangga invasif yang tergolong OPTK 2 Lima negara asal barang impor dengan tingkat temuan kontaminasi serangga dan tumbuhan asing tertinggi di tahun 2010 dan 2011 3 Lima produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 yang sering terkontaminasi spesies serangga dan tumbuhan asing 4 Lima famili serangga dari Ordo Coleoptera yang sering mengontaminasi produk pertanian impor di tahun 2010 dan 2011 5 Serangga yang sering ditemukan mengontaminasi kedelai impor di tahun 2010 dan 2011 6 Status spesies serangga asing yang belum ada di Indonesia mengontaminasi produk pertanian impor 7 Daftar spesies tumbuhan asing invasif yang merupakan OPTK kelompok gulma di Indonesia 8 Biji tumbuhan yang sering mengontaminasi produk kedelai impor di tahun 2010 dan 2011 9 Spesies tumbuhan asing invasif yang terdaftar di GISD dan ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor 10 Spesies tumbuhan asing kontaminan yang telah menjadi invasif di Indonesia 11 Spesies tumbuhan asing yang berpotensi invasif hasil survei ke nursery di Jabodetabek dan Karawang 12 Benih dan bibit tumbuhan impor tahun 2010-2011 yang terdaftar sebagai spesies invasif di dalam GISD 14 21 22 23 23 24 28 31 33 35 43 44 DAFTAR GAMBAR 1 Imago Anthonomus grandis perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) 2 Imago Ceratitis capitata perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) 3 Imago Trogoderma granarium perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskops stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) 4 Proporsi ordo serangga yang mengontaminasi produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 5 Imago Agrilus sulcicollis perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS) 16 17 20 22 25 DAFTAR GAMBAR (lanjutan) 6 Imago Megacylene robiniae perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS) 7 Imago Pyrrhidium sanguineum betina dan jantan (paling kanan) perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS) 8 Tanaman Asystasia gangetica subsp. micrantha (Sumber: foto oleh Rahma, kamera Canon Ixus 1000HS) 9 Proporsi famili tumbuhan yang mengontaminasi produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 10 Polong dan biji melilotus albus perbesaran 10x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskops stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) 26 27 29 30 40 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil intersepsi serangga dan tumbuhan kontaminan pada produk pertanian impor dari Amerika Serikat tahun 2010 dan 2011 57 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi spesies serangga dan tumbuhan kontaminan pada sampel produk pertanian impor serta jadwal survei 62 3 Beberapa foto serangga hasil hasil deteksi dan identifikasi pada produk pertanian impor 83 4 Beberapa foto dan deskripsi biji kontaminan hasil deteksi dan identifikasi pada produk pertanian impor 85 5 Beberapa foto biji tumbuhan asing hasil deteksi dan identifikasi pada produk pertanian impor 88 6 Impor produk pertanian berupa tanaman hidup, benih, dan hasil tanaman hidup bukan benih, hasil tanaman mati diolah, dan tanpa olahan periode tahun 2010 100 7 Impor produk pertanian berupa tanaman hidup, benih, dan hasil tanaman hidup bukan benih, hasil tanaman mati diolah, dan tanpa olahan periode tahun 2011 106 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Spesies asing invasif yang lebih dikenal dengan invasive alien species (IAS) menurut McNeely (2001) adalah spesies, subspesies, atau varietas yang masuk ke dalam suatu ekosistem bukan habitat aslinya baik secara langsung maupun tidak langsung, menetap, dan bereproduksi sehingga dapat menjadi agen pengubah dan mengancam ekosistem, habitat, keanekaragaman hayati, merugikan ekonomi dan kesehatan manusia. Sekarang ini IAS telah menjadi perhatian publik sejak adanya perjanjian KTT Bumi yang ditandai oleh Convention on Biological Diversity (CBD) di Rio de Janeiro pada tahun 1992. Prinsip utama perjanjian tersebut adalah memperhatikan kondisi lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi. Artikel ke-8 (h) di dalam CBD menyatakan bahwa setiap negara perlu mencegah introduksi, mengendalikan, dan memusnahkan spesies-spesies asing yang dapat mengancam ekosistem, habitat, dan spesies lainnya (Lopian 2005). Mengingat pentingnya keanekaragaman hayati maka Indonesia merativikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati atau CBD melalui Undang-undang No. 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2007). Pelaksanaan perlindungan dari IAS merupakan mandat dari CBD dan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) terhadap International Plant Protection Convention (IPPC) karena peran pencegahan introduksi spesies asing lebih sesuai dengan peran IPPC (Lopian 2005). Spesies yang bersifat invasif dapat berupa: (1) bakteri, virus, cendawan, parasit; (2) hewan liar; (3) serangga dan invertebrata lain; (4) organisme pengganggu ekosistem laut; dan (5) gulma, (Australian Goverment Department of Sustainability, Environment, Water, Population, and Communities 2010). Serangga dan gulma merupakan bagian dari kelompok organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang keberadaannya dapat dilihat secara makroskopis atau mata telanjang. Dua kelompok OPT ini juga merupakan sebagian dari target pemeriksaan karantina yang tercantum dalam daftar OPT-Karantina (OPTK). Menurut Lopian (2005), tidak semua serangga OPTK merupakan spesies invasif. Oleh karena itu, penelitian ini lebih mengutamakan pada bahasan serangga sebagai hama dan tumbuhan yang berpotensi menjadi gulma. Serangga yang dapat menjadi invasif dalam suatu ekositem umumnya dapat berperan sebagai predator, polinator, dan hama. Hama merupakan yang paling umum sebagai perusak. Sebagai contoh: kutu putih Paracoccus marginatus merupakan serangga asli dari Mexico yang dilaporkan telah masuk dan menjadi invasif di Indonesia dan India (Muniappan et al. 2008). Kutu putih ini sangat merugikan secara ekonomi khususnya pada tanaman pepaya. Tumbuhan yang menjadi gulma adalah tumbuhan yang tumbuh salah tempat, belum diketahui manfaatnya, atau tidak diharapkan oleh kelompok orang tertentu, tetapi berdasarkan observasi faktual gulma merupakan tumbuhan yang efisien dan berhasil di tempat ia tumbuh. Keberhasilan gulma ditentukan oleh beberapa karakter biologi (Tjitrosoedirdjo et al. 2011). 2 Tumbuhan invasif memiliki karakter yang sama dengan gulma (Tjitrosoedirdjo 2010). Tumbuhan yang memiliki karakter gulma yang baik menjadi tumbuhan invasif yang berbahaya (Zihmdal 2007). Di Indonesia, gulma dapat terjadi di ekosistem pertanian dan ekosistem non-pertanian (Tjitrosoedirdjo 2010). Keberadaan gulma di lingkungan pertanian antara lain dapat mengganggu sistem produksi pertanian, mengontaminasi produk pertanian sehingga mempengaruhi kualitas produksi, dan sebagai agens penyebaran OPT (Radosevich et al. 2007). Menurut Ujiyani (2009), spesies invasif Bromus tectorum ditemukan mengontaminasi komoditas pertanian yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 yang merupakan salah satu OPTK kategori A1 (belum ada di Indonesia). B. tectorum dilaporkan menginvasi dan menyebabkan area pertumbuhan Artemisia tridentata sebagai sumber pakan hebivora di Amerika Utara menjadi lebih mudah terbakar (Radosevich et al. 2007). Penelitian tentang spesies invasif di Indonesia masih sangat terbatas. Peluang masuknya IAS mempengaruhi kehidupan dan lingkungan di Indonesia dan negara lain. Kejadian invasif bersifat unik di setiap lokasi yang diinvasi. Globalisasi telah menstimulir peningkatan arus perdagangan, transportasi, dan arus perjalanan wisatawan. Hal ini dapat menjadi fasilitas kemudahan masuk dan tersebarnya spesies asing ke suatu area. Jika habitat baru merupakan habitat yang mirip dengan habitat aslinya, spesies asing dapat bertahan dan bereproduksi. Suatu spesies menjadi invasif jika mampu berkompetisi dengan organisme asli untuk memperoleh makanan dan habitat, menyebar melalui lingkungan barunya, mengalami peningkatan populasi, dan membahayakan ekosistem yang diintroduksinya (CBD 2009a). Contoh spesies asing invasif yang menetap di Indonesia dan merugikan secara ekonomi yaitu Paracoccus marginatus (kutu putih). P. marginatus menghisap cairan tanaman, membentuk koloni yang padat sehingga menghambat fotosintesis dan pertumbuhan tanaman tersebut, bahkan menyebabkan kematian tanaman. Dampak dari introduksi P. marginatus memiliki kontribusi terhadap penurunan produksi pepaya di wilayah kecamatan Sukaraja (Bogor) hingga mencapai 58% dan terjadi peningkatan biaya produksi 46% akibat penggunaan pestisida. Petani mengalami kerugian sekitar 14.2 juta ton/ha (Ivakdalam 2010). Chromolaena odorata (Kirinyuh) merupakan tanaman invasif yang agresif berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1934 tepatnya di Lubuk Pakam, Sumatera Utara, di perkebunan tembakau. Kirinyuh ini menyebar sangat cepat di seluruh Indonesia dari Aceh, Sumatera hingga Papua (Titrosoedirdjo 2005). Senyawa alelopati yang dihasilkan tanaman ini di dalam tanah dapat mencegah perkecambahan dan pertumbuhan tanaman yang asli (native). Kerugian yang diakibatkan C. odorata menyebabkan kehilangan hasil tanaman mencapai 30% sampai dengan 35%, tetapi kerugian meningkat pada tanaman kopi dan cokelat yaitu 45% (Wise et al. 2007). Enceng gondok (Eichhornia crassipes) telah menginvasi habitat tropis di seluruh dunia, menyebar ke 50 negara lebih di lima benua. Enceng gondok dapat menghambat saluran perairan, memusnahkan satwa liar perairan dan mata pencaharian masyarakat lokal, serta dapat menjadikan kondisi yang ideal untuk penyakit dan vektornya (CBD 2009b). Bahaya yang ditimbulkan IAS sangat serius sehingga perlu penanganan khusus untuk meminimalkan peluang masuk ke suatu wilayah, khususnya negara Indonesia. 3 Pencegahan masuk IAS ke wilayah Indonesia lebih berkaitan dengan peranan karantina pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lopian (2005) bahwa IAS berhubungan dengan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Sebagian besar OPTK merupakan IAS, dan IAS yang merugikan secara ekonomi pada tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan OPTK. Tupoksi karantina pertanian di Indonesia selama ini masih terbatas pada OPTK/HPHK berdasarkan UU No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, PP No. 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, dan PP No. 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan. Pengembangan tugas karantina dimulai tahun 2009 yaitu menangani keamanan pangan. Karantina terus melakukan pengembangan peran sesuai dengan perkembangan aturan di dunia, seperti peranannya yang terkait dengan IAS. Badan Karantina Pertanian (BARANTAN) dan FAO serta SEAMEO-BIOTROP berkolaborasi mempersiapkan program kerja “Strengthening Quarantine Control System for Invasive Alien Species (IAS)” beberapa diantaranya menyiapkan peraturan dan pengembangan kapasitas kelembagaan meliputi sistem manajemen informasi (BARANTAN 2011). Penelitian ini berkaitan dengan program kerja karantina tersebut sehingga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai IAS yang diperkirakan dapat berada di wilayah Indonesia. Penelitian ini mengutamakan ruang lingkup pada beberapa wilayah layanan pemeriksaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Tumbuhan di Jakarta yaitu Bekasi, Bogor, Depok, Jakarta, Karawang, dan Tangerang (Kementan 2010). Selain itu, target yang menjadi bahan pengamatan ini dikhususkan pada serangga hama di ekosistem pertanian, kehutanan, dan serangga gudang, sedangkan untuk tumbuhan meliputi tanaman hias, cover crop, dan biji tumbuhan kontaminan yang berpotensi menjadi gulma. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk inventarisasi serangga dan tumbuhan yang menjadi OPTK dan kontaminan, serta tumbuhan impor yang menjadi IAS dan mempelajari kriteria potensi IAS di Indonesia melalui kajian taksonomi, biologi, daerah asal, dan sejarah invasi. Kajian tersebut dilakukan terhadap spesies yang invasif di ekosistem pertanian maupun ekosistem non-pertanian. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini berupa informasi yang dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan database IAS di Indonesia, untuk merevisi daftar OPTK, pencegahan masuk dan tersebarnya IAS, serta penentuan teknik pengelolaan IAS di Indonesia. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Spesies Asing Invasif (IAS) Pengertian IAS Istilah spesies asing invasif ini dikenal pertama kali melalui pertemuan para ahli lingkungan yaitu dalam CBD yang diorganisasikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Earth Summit tahun 1992 dan lebih dikenal dengan Invasive Alien Spesies (IAS) (Tjitrosoedirdjo 2010). Spesies asing invasif menurut McNeely et al. (2001) adalah spesies introduksi baik secara langsung maupun tidak langsung, menetap dan bereproduksi sehingga dapat menjadi agen pengubah dan mengancam ekosistem, habitat, keanekaragaman hayati, merugikan ekonomi dan kesehatan manusia. IAS dapat berupa tumbuhan, hewan, patogen, dan organisme lain yang asing dalam ekosistem, yang menyebabkan kerugian secara ekonomi, kerusakan lingkungan dan bahkan dapat mengganggu kesehatan manusia, khususnya berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, termasuk penurunan dan penghilangan spesies asli melalui kompetisi, pemangsaan, atau transmisi patogen dan terganggunya ekosistem lokal serta fungsi ekosistem (CBD 2009c). Menurut Australian Goverment Department of Sustainability, Environment, Water, Population, Communities (2010), spesies invasif merupakan spesies yang terjadi, sebagai akibat dari aktivitas manusia, diluar distribusi normalnya, dipertimbangkan merugikan lingkungan, pertanian dan sumber daya lain. Spesies invasif ini meliputi: (1) patogen dan parasit; (2) hewan liar; (3) serangga dan invertebrata lain; (4) OPT di ekosistem laut; serta (5) gulma. Proses Invasi Invasi merupakan perluasan geografis dari suatu spesies pada daerah yang sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Tidak semua organisme yang masuk ke dalam suatu wilayah/habitat baru menjadi invasi. Terkadang invasi dapat terjadi kegagalan, tetapi invasi yang berhasil adalah peristiwa yang jarang. Invasi yang berhasil memerlukan bahwa spesies itu sampai kesitu, mapan, bereproduksi, menyebar, dan mengintegrasikan diri dengan anggota lain dari komunitas yang diinvasi (Tjitrosoedirdjo 2010). Tiga fase mayor invasi tanaman menurut Raizada (2007) yaitu introduksi, kolonisasi, dan naturalisasi. Hill (2008) menyatakan suatu yang berbeda bahwa satu spesies harus dapat melalui enam fase untuk berhasil menetap di lokasi baru. Hasil dari setiap fase memiliki keterkaitan kemungkinan berhasil dan setiap fase harus diselesaikan sebelum pindah ke fase berikutnya. Oleh karena itu, satu spesies harus melalui semua fase untuk berhasil melakukan invasi yaitu: fase introduksi, fase bertahan secara individu, fase memasuki lingkungan yang sesuai untuk bertahan jangka panjang, fase sukses bereproduksi secara individu, fase sukses berkompetisi, dan fase perluasan dan penyebaran populasi. Kemiripan habitat baru dengan habitat asli dari suatu spesies yang masuk ke suatu area dapat menyebabkan spesies tersebut dapat bertahan dan bereproduksi. Suatu spesies menjadi invasif harus mampu berkompetisi dengan organisme asli 5 untuk makanan dan habitat, menyebar melalui lingkungan barunya, populasi meningkat, dan membahayakan ekosistem yang diintroduksinya (CBD 2009a). Ada 4 tahapan proses invasi tumbuhan yang idealistik menurut Tjitrosoedirdjo (2010), yaitu: 1. Berada di daerah baru Tahapan ini merupakan periode pemeliharaan, seperti untuk tumbuhan yang dibudidayakan dan tanaman hias, sedangkan untuk tumbuhan lain merupakan periode dorman. 2. Mapan secara spontan Periode telah menghasilkan 1 generasi dalam daerah baru tersebut tanpa bantuan manusia. 3. Mapan secara permanen Periode telah membentuk populasi dan mampu bertahan di daerah baru tersebut. 4. Persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas Periode telah terjadi invasi di seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya sebagai implikasi sebaran baru telah tercapai. Keberhasilan invasi tergantung spesies dan kemudahan invasi dari habitat. Kemampuan spesies menginvasi meliputi karakter sejarah kehidupan, sebaran asli secara geografis luas, dan pola taksonomi. Kemudahan invasi dari habitat peran pengrusakan dan peran keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber daya alam. Pengelolaan yang baik terhadap organisme dapat meminimalkan terjadinya invasi. Kriteria Tumbuhan Invasif Tumbuhan invasif, salah satunya adalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang efisien dan berhasil di tempat ia tumbuh. Keberhasilannya ditentukan oleh karakter biologi (Tjitrosoedirdjo et al. 2011). Karakter biologis gulma ideal (Baker 1974 di dalam Tjtrosoedirdjo et al. 2011), yaitu: 1. Syarat perkecambahan dapat terpenuhi oleh berbagai lingkungan 2. Biji mempunyai viabilitas yang lama dan perkecambahan bersifat diskontinyu 3. Pertumbuhan yang cepat dari fase vegetatif sampai ke taraf pembungaan 4. Terus menerus memproduksi biji sepanjang kondisi lingkungan memungkinkan 5. Self-compatible, tetapi tidak autogami atau apomixis penuh 6. Perkawinan silang; bila terjadi tidk memerlukan polinator khusus ataupun angin. 7. Produksi biji sangat tinggi, dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan 8. Produksi biji dapat terjadi dalam rentang kondisi lingkungan yang lebar, toleran, dan plastis. 9. Teradaptasi untuk penyebaran jarak jauh maupun jarak dekat 10. Apabila berupa tumbuhan tahunan, reproduksi vegetatif sangat subur, atau dapat ber-regenerasi dari fragmentasi 11. Apabila berupa tumbuhan semusim, bersifat mudah patah, sehingga tidak mudah dicabut dari tanah 6 12. Mempunyai kemampuan berkompetisi antar spesies dengan alat khusus (roset, mencekik tumbuhan lain, dan alelopati) Tingkat keinvasifan suatu spesies sangat beragam. Tingkat invasi tumbuhan ditentukan dengan mengevaluasi karakteristik biologis dan ekologis terhadap kriteria yang mencakup persyaratan menetap (established), tingkat pertumbuhan dan kemampuan berkompetisi, metode reproduksi, dan mekanisme pemencaran (Weiss dan Laconis 2002). Karakter keinvasifan tumbuhan dapat diprediksi. Prediksi utama tingkat keinvasifan menurut Rejmanek (2001) sebagai berikut: 1. Memiliki kebugaran yang konstan baik secara individu maupun populasi di berbagai lingkungan. 2. Ukuran genom yang kecil, umumnya berkaitan dengan masa generasi yang pendek, peridoe juvenile yang pendek, ukuran benih yang kecil, membuat naungan yang cepat, tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi 3. Keinvasifan spesies tumbuhan berkayu dihubungkan dengan ukuran masa biji yang ringan, periode penghasilan biji yang panjang, periode juvenil yang pendek, dan periode pembentukan buah yang panjang 4. Dapat disebarkan oleh vertebrata 5. Spesies yang merupakan invasif di daerah sebaran aslinya 6. Dapat bereproduksi secara vegetatif 7. Tumbuhan asing berasal dari genus asing dan lebih invasif daripada di habitat aslinya 8. Spesies tidak memiliki simbiosis mutualisme yang spesifik 9. Tumbuhan komunitas yang tidak berbahaya secara natural atau semi natural akan lebih menginvasi tumbuhan yang tinggi 10. Penyebaran spesies asing umumnya tergantung pada aktivitas manusia. Menurut (Weber 2003) tumbuhan invasif dapat berasal dari jenis tanaman hias, tumbuhan untuk pengendali erosi, tumbuhan berkayu, pakan ternak, tanaman pangan, tumbuhan pelindung, dan masih banyak lagi jenis yang belum dikenal. Kriteria Serangga Invasif Serangga merupakan bagian dari taksonomi Kingdom Animal yang memiliki tubuh beruas-ruas dan bertungkai 3 pasang. Peranan serangga di dalam suatu ekosistem antara lain sebagai bahan makanan serangga lain, herbivor, predator, polinator, pesaing, vektor, parasit, parasitoid, dekomposer atau detrivor. Invasif dapat berpengaruh terhadap perekonomian dan lingkungan secara langsung melalui pemakanan dan persaingan, sedangkan cara tidak langsung seperti penyebaran patogen. Karakteristik yang mencirikan spesies serangga invasif menurut Worner (2002) antara lain: berasosiasi dengan aktivitas manusia sehingga dapat menyebar luas di wilayah aslinya, kelimpahan tinggi di wilayah aslinya, memiliki kemampuan peningkatan populasi yang tinggi, berperan pada kondisi yang luas, memiliki daya pencar yang besar, siklus hidup menyesuaikan lingkungan yang baru secara cepat, memiliki reproduksi dengan berbagai cara, dan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Menurut Sanders et al. (2010), kunci utama dalam menentukan karakteristik spesies arthropoda invasif meliputi nama spesies, wilayah sebaran asli, kerusakan di wilayah sebaran aslinya, kisaran wilayah introduksi, mekanisme introduksi, 7 terkait dengan habitat buatan manusia, kisaran inang yang luas, dan kemampuan sebagai vektor penyakit. Faktor lain yang dapat mendukung keinvasifan serangga adalah faktor kondisi dan habitat. Faktor kondisi berupa tersedianya kesempatan bagi spesies serangga untuk muncul dan menang dalam persaingan pemanfaatan sumber daya. Habitat yang diperlukan adalah habitat yang telah mengalami gangguan atau kerusakan. Habitat yang demikian rentan terhadap invasi (Worner 2002). Penyebaran IAS Penyebaran spesies asing dapat terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Proses penyebaran IAS secara sengaja dapat dipicu dengan adanya globalisasi. Globalisasi telah mendorong peningkatan perdagangan, transportasi, perjalanan dan wisatawan. Hal ini dapat menjadi fasilitas untuk masuk dan tersebarnya spesies asing ke suatu area. Jika habitat baru merupakan habitat yang memadai habitat asli spesies tersebut, memungkinkan spesies tersebut untuk bertahan dan bereproduksi. Suatu spesies menjadi invasif harus mampu berkompetisi dengan organisme asli untuk makanan dan habitat, menyebar melalui lingkungan barunya, meningkatkan populasi, dan membahayakan ekosistem yang diintroduksinya (CBD 2009a). Penyebaran IAS secara tidak sengaja dapat berupa adanya organisme yang menjadi kontaminan atau menginvestasi komoditas pertanian yang diedarkan. Dampak Negatif IAS Faktor yang dapat menyebabkan terganggunya keanekaragaman hayati di suatu kawasan, salah satunya adalah pengaruh spesies asing (eksotik). Spesies asing yang mempunyai daya adaptasi tinggi dan bersifat invasif mampu mengubah ekosistem lokal (Shiva et al. dalam Kumalasari 2006). Kerugian yang diakibatkan oleh IAS bervariasi tergantung spesies dan lingkungannya. E. crassipes yang awalnya sebagai tanaman hias di aquarium, sekarang menyebabkan kerugian secara ekonomi dan mengganggu ekosistem air. Tumbuhan ini diketahui menjadi berbahaya setelah 30 tahun dari pemasukannya (Tjitrosoedirdjo 2007). Mikania micrantha dari Amerika Selatan dapat merusak ekosistem hutan di Indonesia dengan cara merambati kanopi sehingga menghambat pertumbuhan vegetasi asli (Tjitrosoedirdjo & Subiakto 2010). Penghambatan pertumbuhan dan perusakan keanekaragaman hayati menyebabkan kerugian secara ekonomi. Sebagai contoh: P. marginatus merusak tanaman pepaya dengan cara menusuk dan menghisap cairan tanaman dan membentuk koloni yang padat sehingga menghambat fotosintesis dan pertumbuhan tanaman tersebut. Dampak dari introduksi P. marginatus memiliki kontribusi terhadap penurunan produksi pepaya di wilayah kecamatan Sukaraja (Bogor) hingga mencapai 58%, tetapi terjadi peningkatan biaya produksi 46% akibat penggunaan pestisida. Petani mengalami kerugian sekitar 14.2 juta ton/ha (Ivakdalam 2010). Gulma di Indonesia dilaporkan dapat terjadi di berbagai tempat antara lain pekarangan, lahan pertanian tanaman pangan, lahan perkebunan, dan hutan serta perairan. Ageratum conyzoides merupakan gulma yang dapat ditemukan diberbagai macam tempat di Indonesia kecuali di area perairan (Soerjani et al. 1986). Gulma ini merupakan spesies tumbuhan yang invasif. Selain menjadi gulma, A. conyzoides menjadi inang beberapa penyakit tumbuhan. Alelopati yang 8 dihasilkan dapat menginterfensi tumbuhan lain sehingga dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan tanaman lain. Gulma tersebut dapat menyebabkan alergi dan mengganggu kesehatan manusia (ISSG 2011). Spesies invasif lebih umum diketahui berasal dari spesies asing yang masuk, menetap dan berkembang biak di negara lain. Ada sedikit pengecualian bahwa spesies dapat menjadi invasif di daerah sebaran aslinya, seperti Imperata cyliandrica dan Phragmites vallatoria yang merupakan spesies invasif asli di Indonesia (Tjirosoedirdjo 2007). Karantina Pertanian di Indonesia Landasan Hukum Karantina Pertanian Terkait dengan IAS Badan Karantina Pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi terkait pencegahan masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan karantina/hama dan penyakit hewan karantina dengan dasar UU No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, PP No. 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, dan PP No. 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan. Karantina mulai mengembangkan tugas sesuai dengan peraturan dunia yaitu dengan mengawasi keamanan pangan pada tumbuhan atau bahan asal tumbuhan segar tahun 2009 sebagai implementasi Peraturan Menteri Pertanian No. 27 /Permentan/PP.340/5/ Tahun 2009 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 38/Permentan/PP.340/8/2009. Peraturan yang terkait dengan spesies invasif di Indonesia masih dalam proses pembentukan, tetapi karantina telah menyiapkan berbagai sarana dan konsep untuk pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan spesies invasif. Pembentukan peraturan IAS didasarkan pada tindak lanjut ratifikasi Indonesia terhadap peraturan CBD. Persiapan pembentukan peraturan dan sistem informasi tentang IAS tersebut melibatkan kerjasama dengan berbagai pihak di lingkungan instansi maupun lembaga penelitian serta lembaga pendidikan. Seperti halnya IPB, SEAMEO-BIOTROP, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Karantina Ikan, Badan Penelitian Dan Pengembangan (Litbang) Kehutanan, Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas LIPI, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI, dan Pusat Penelitian Biologi LIPI. Tindakan Karantina Pertanian Berkaitan dengan IAS Karantina pertanian untuk penanganan IAS masih terbatas dalam persiapan. Pencegahan IAS pada umumnya telah dilakukan seiring dengan pencegahan OPTK. Kegiatan pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan karantina baik di tempat masuk dan pengeluaran maupun di luar tempat tersebut. Wilayah pelayanan pemeriksaan karantina tumbuhan di luar tempat pemasukan dan pengeluaran ditetapkan oleh Menteri Pertanian yaitu nomor 56/Permentan/ OT.140/9/2010 tentang pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan di luar tempat pemasukan dan pengeluaran. BARANTAN bekerja sama dengan SEAMOBIOTROP, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), FAO dan instansi lain untuk menyusun payung hukum mengenai IAS di Indonesia. Langkah awal untuk mewujudkan tindakan karantina dalam menangani IAS salah satunya dengan 9 menyusun database IAS di Indonesia untuk dijadikan pedoman sasaran pemeriksaan seperti halnya daftar OPTK. 10 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Soekarno-Hatta (Jakarta), di Laboratorium BBKP Tanjung Priok-Wilayah Kerja Kantor Pos Bogor dan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Pengambilan sampel dan survei dilakukan pada bulan September 2011 sampai dengan Januari 2012. Bahan Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil deteksi dan identifikasi spesies serangga dan tumbuhan kontaminan pada sampel produk pertanian impor dan hasil survei nursery yang dipertimbangkan banyak melakukan importasi tanaman hias, tanaman penutup tanah, dan tanaman pelindung. Data sekunder diperoleh dari data pemasukan tanaman hidup dan benih yang terekam di dalam database Eplaq System BARANTAN tahun 2010-2011, data intersepsi yang terekam di dalam database Eplaq System BARANTAN tahun 2010-2011, data koleksi biji tumbuhan dan serangga hasil intersepsi di BBKP Tanjung Priok dan Soekarno-Hatta, dan data koleksi media pembawa OPT/OPTK impor di BBKP Tanjung Priok dan Soekarno-Hatta. Selain itu, data yang digunakan berupa daftar spesies OPTK kelompok serangga dan gulma yang tertera pada Lampiran Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Spesies Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina dan data spesies serangga dan tumbuhan invasif internasional yang ada pada Global Invasive Species Database (GISD) tahun 2011 [http://www.issg.org/database/welcome/]. Serangga yang menjadi bahan penelitian berupa arthropoda dari Kelas Insekta yang menjadi hama gudang, hama di ekosistem hutan, dan di ekosistem pertanian. Tumbuhan yang menjadi bahan kajian penelitian berupa benih atau bibit tanaman hias, tanaman penutup tanah, rumput-rumputan, dan biji tumbuhan yang mengontaminasi media pembawa OPT/OPTK (dalam penelitian ini disebut produk pertanian impor). Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamera digital Canon Ixus 1000HS, mikroskop stereo binokuler ZEISS Stemi 2000-C dengan kamera digital AxioCamERc5s. Literatur berupa buku, internet, dan CD-ROM CABI 2007 untuk identifikasi biji tumbuhan dan serangga. 11 Metode Pelaksanaan Pengambilan Sampel Sampel produk pertanian impor diambil untuk dilakukan deteksi dan identifikasi spesies serangga dan biji kontaminan. Produk pertanian tersebut berupa tanaman hidup dan benih, hasil tanaman hidup bukan benih, dan hasil tanaman mati yang tidak diolah atau telah diolah. Sampel hasil tanaman mati yang diolah atau tidak diolah seperti beras, tepung jagung, bungkil kedelai, kayu, dan lain sebagainya. Sampel hasil tanaman hidup bukan benih, contoh jagung, kedelai, kacang tanah yang pemasukannya tidak dipergunakan sebagai benih atau untuk ditanam. Sampel produk pertanian impor yang berupa tanaman hidup dan benih yaitu tanaman hias, rumput-rumputan, kelapa sawit, dan tanaman penutup tanah diperoleh dari laboratorium Karantina Tumbuhan di BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekarno-Hatta. Pengambilan sampel benih biji-bijian dilakukan sesuai dengan panduan pada pedoman teknis pengambilan sampel biji-bijian untuk benih yang dikeluarkan oleh BARANTAN tahun 2007, sedangkan untuk pelaksanaan pengambilan sampel non-benih mengadopsi dan memodifikasi dari pedoman tersebut. Ukuran sampel yang digunakan bergantung pada jenis produk pertanian impor, jumlah produk pertanian yang diimpor, jenis kemasan, ukuran kemasan, jumlah kemasan, dan alat yang digunakan untuk pengambilan sampel. Jenis kemasan yang dimaksud adalah kemasan dalam bentuk kantong/kontainer dan curah. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Sampel produk pertanian impor yang dipergunakan minimum 200 g dan maksimum 5 000 g. Sampel yang berupa hasil tanaman hidup bukan benih, dan hasil tanaman mati yang tidak diolah atau telah diolah diperoleh dari Depo Arcola, Depo Transporindo, laboratorium Karantina Tumbuhan di BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekarno-Hatta. Sampel diambil selama penelitian berlangsung dengan periode 1 minggu sekali. Pendeteksian dan Identifikasi Spesies Kontaminan pada Sampel Produk Pertanian Impor Sampel produk pertanian impor yang diperoleh, kecuali tanaman hidup dilakukan pemaparan sampel. Sampel yang diperoleh diletakkan dan dipaparkan di dalam nampan plastik. Selanjutnya, sampel diperiksa untuk dideteksi organisme kontaminannya dengan memilah antara sampel dan kontaminan menggunakan kuas dan spatula di bawah magnifier lamp. Kontaminan kelompok serangga dapat berupa bagian tubuh serangga atau stadia serangga, sedangkan untuk kelompok tumbuhan ditemukan berupa biji. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika ditemukan bagian dari tanaman yang dapat diidentifikasi untuk menentukan spesies. Hasil pendeteksian kontaminan diletakkan di dalam cawan petri, kemudian diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Setelah teridentifikasi spesies yang ditemukan dicatat. Sampel produk pertanian yang berupa tanaman hidup dilakukan pendeteksian langsung di Laboratorium Karantina Tumbuhan BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekarno-Hatta yaitu dengan memeriksa fisik tanaman secara cermat dengan bantuan magnifier lamp dan kuas untuk dideteksi keberadaan 12 organisme yang terbawa pada sampel. Organisme yang ditemukan selanjutnya dilakukan identifikasi morfologi dan dicatat. Identifikasi morfologi dilakukan dengan mencocokkan morfologi organisme kontaminan dengan master koleksi, buku identifikasi, kunci identifikasi on-line, master koleksi, dan CD-ROM CABI 2007 atau menanyakan spesies organsime tersebut dengan pakarnya. Survei ke Nursery Survei dilakukan pada enam wilayah layanan pemeriksaan UPT Karantina Tumbuhan yang ada di Jakarta. UPT tersebut yaitu BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekarno-Hatta. Adapun wilayah layanan pemeriksaan UPT tersebut yang digunakan survei adalah Bekasi, Bogor, Depok, Jakarta, Karawang, dan Tangerang (Peraturan Menteri Pertanian nomor 56/Permentan/ OT.140/9/2010 tentang pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan di luar tempat pemasukan dan pengeluaran). Informasi lokasi nursery diperoleh dari pencarian di internet, informasi dari BBKP Tanjung Priok-Soekarno Hatta, dan informasi dari pihak lain. Lokasi survei di Jakarta (Griya Dina Nursery dan Toko Trubus Bintaro), Bogor (Top Nursery), Bekasi (Anisa Adenium Nursery dan R & D Nursery), Tangerang (Flora Alam Sutra dan Bunga Desa Nursery), Depok (PT. Godong Ijo Nursery), dan di Karawang (PT. Benara Nursery). Survei difokuskan pada tanaman hias, tanaman penutup tanah, dan tanaman pelindung. Survei dilakukan dengan melakukan interview kepada pemilik mengenai importasi tanaman hias yang dilakukan dan jenisnya. Kelompok Serangga Kajian spesies OPTK kelompok serangga yang berpotensi invasif. Daftar OPTK Kategori A1 (yang belum ada di Indonesia) dan A2 (yang sudah ada di Indonesia dengan wilayah sebaran terbatas) diseleksi dan dikumpulkan khusus spesies yang termasuk kelompok serangga baik OPTK ekosistem pertanian dan OPTK tanaman kayu/hutan. Daftar tersebut disandingkan dengan daftar spesies serangga invasif dari GISD khusus kelompok serangga. Selanjutnya, spesies yang sama dari hasil penyandingan dilakukan kajian informasi bioekologi, dampak, daerah asal, deskripsi, status keberadaan di Indonesia, sebaran geografi, dan taksonomi. Kajian spesies serangga kontaminan yang berpotensi invasif. Kajian serangga kontaminan ini menggunakan bahan yang berasal dari spesies hasil deteksi dan identifikasi, hasil intersepsi kelompok serangga dari database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011, hasil koleksi serangga intersepsi dari BBKP Tanjung Priok. Selanjutnya, semua data tersebut digabungkan dan kemudian disandingkan dengan data spesies serangga invasif dari GISD. Spesies yang sama dilakukan kajian informasi seperti metode sebelumnya. Spesies serangga kontaminan yang tidak terdaftar GISD dilakukan kajian status mengenai keberadaannya di Indonesia serta peranannya. Data intersepsi dari database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011 umumnya berupa organisme dari kelompok bakteri, cendawan, gulma, nematoda, serangga, dan virus. Setiap satu jenis produk pertanian impor kemungkinan dapat tercatat lebih dari 1 organisme temuan dan berasal dari berbagai kelompok sehingga perlu penyeleksian data organisme khusus kelompok serangga. 13 Kelompok Tumbuhan Kajian spesies OPTK kelompok gulma yang berpotensi invasif. Daftar spesies gulma yang ada di dalam lampiran OPTK baik kategori A1 dan A2 dikumpulkan dan selanjutnya disandingkan dengan daftar spesies tumbuhan invasif dari GISD. Spesies yang sama dalam kedua daftar dilakukan kajian informasi bioekologi, dampak, daerah asal, deskripsi, status keberadaan di Indonesia, sebaran geografi, dan taksonomi. Kajian spesies biji tumbuhan kontaminan yang berpotensi invasif. Bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah spesies hasil deteksi dan identifikasi, spesies intersepsi kelompok serangga yang terekam di database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011, dan spesies biji tumbuhan hasil koleksi intersepsi dari BBKP Tanjung Priok. Selanjutnya, data tersebut digabungkan dan disandingkan dengan data spesies tumbuhan invasif dari GISD. Spesies yang sama dilakukan kajian informasi seperti metode sebelumnya. Spesies biji tumbuhan kontaminan yang tidak terdaftar GISD dilakukan kajian status mengenai keberadaannya di Indonesia serta peranannya. Kajian spesies tumbuhan impor yang berpotensi invasif. Data yang digunakan dalam kajian ini berasal dari spesies hasil survei ke nursery, hasil koleksi media pembawa OPT/OPTK impor di BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekarno Hatta, serta data pemasukan impor berupa tanaman hidup dan benih yang terekam di database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011. Semua data tersebut digabungkan, kemudian disandingkan dengan data spesies tumbuhan invasif dari GISD. Spesies yang sama dilakukan kajian informasi seperti metode sebelumnya. Spesies biji tumbuhan kontaminan yang tidak terdaftar GISD dilakukan kajian status mengenai keberadaannya di Indonesia serta peranannya. 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kelompok Serangga Kajian Spesies Serangga Asing Invasif yang Terdaftar sebagai OPTK Indonesia Spesies serangga yang terdaftar sebagai OPTK di dalam Lampiran Keputusan Kepala BARANTAN No 28/Kpts/HK.060/1/2009 Tahun 2009 berjumlah 226 spesies yang termasuk kategori A1 dan 33 spesies yang termasuk kategori A2. Spesies serangga yang terdaftar di dalam GISD tahun 2011 yang telah di up date tahun 2011 berjumlah 86 spesies. Hasil penyandingan spesies pada daftar OPTK tahun 2011 dengan daftar GISD diperoleh 11 spesies berpotensi invasif tergolong OPTK kategori A1 dan 1 spesies yang tergolong OPTK kategori A2 (Tabel 1). OPTK yang berpotensi invasif didominasi ordo Coleoptera. Spesies serangga OPTK yang terdaftar invasif pada umumnya merupakan hama pada tanaman kayu/kehutanan dan hama lapangan tanaman pangan dan hortikultura, sedangkan untuk hama gudang hanya 1 spesies yang terdaftar sebagai OPTK yang berpotensi invasif yaitu Trogoderma granarium. Tabel 1. Spesies serangga invasif yang tergolong OPTK*) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. *) Spesies Agrilus planipennis Anoplophora glabripennis Anthonomus grandis Bactrocera tryoni Ceratitis capitata Coptotermes formosanus Hypanthria cunea Ips typographus Icerya purchasi Lymantria dispar Sirex noctilio Trogoderma granarium Kategori Ordo Famili A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A2 A1 A1 A1 Coleoptera Coleoptera Coleoptera Diptera Diptera Isoptera Lepidotera Coleoptera Hemiptera Lepidoptera Hymenoptera Coleoptera Buprestidae Cerambycidae Curculionidae Tephritidae Tephritidae Rhinotermitidae Arctidae Scolytidae Margarodidae Lymantriidae Siricidae Dermestidae Hasil penyandingan antara spesies pada Kementan (2011) dengan GISD. Aturan nasional selalu berkembang sesuai perkembangan aturan dunia, daftar OPTK harus selalu diperbarui. Penetapan daftar OPTK di Indonesia pada umumnya berjalan setiap 3 tahun (Hermawan 20 Februari 2012, komunikasi pribadi), tetapi pada 29 Desember 2011 bertepatan dengan proses penelitian ini, telah terbit Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Perubahan daftar 15 OPTK tersebut, mencantumkan adanya spesies serangga mengalami perubahan daftar OPTK. Total serangga terdaftar OPTK yaitu 229 spesies, terjadi penambahan 6 spesies, dan terjadi perubahan status kategori ada 2 spesies (Bactrocera neohumeralis dan Heterobostrychus aequalis). Penambahan spesies pada daftar OPTK terdiri atas 2 spesies kategori A1 (Caliothrips masculinus dan Chaetosiphon fragaefolii) dan 4 spesies kategori A2 (B. occipitalis, Pineus boerneri, Sexava nubila, dan, Thosea monolancha). Perubahan daftar OPTK pada tahun 2011 tidak menunjukkan perbedaan hasil spesies OPTK yang berpotensi invasif dengan pada daftar OPTK 2009. Presentase spesies OPTK yang merupakan invasif kurang lebih 3.5%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua spesies OPTK merupakan spesies invasif seperti yang dinyatakan oleh Lopian (2005). Agrilus planipennis. Serangga ini merupakan salah satu serangga kumbang metalik penggerek kayu yang lebih dikenal dengan sebutan Emerald ash borer (EAB). Kumbang ini menjadi invasif dan asli China Timur Laut, Korea, Jepang, dan Rusia. Tubuh imago tidak ada spot, pronotum berwarna hijau keemasan, elitra dan sternit abdomen berwarna hijau, tergit abdomen berwarna tembaga keunguan, pigidium berbentuk cekung seperti duri, dan panjang tubuh 13 mm (Zablotny 2008). Serangan awal A. planipennis sangat sulit untuk dideteksi tetapi dapat dicirikan bahwa tanaman yang terserang kumbang ini tidak mengeluarkan getah atau cairan dan terbentuk lubang pada pohon seperti huruf “D” sebagai tempat keluarnya imago. Pendeteksian serangan A. planipennis dapat dilakukan ketika serangan tinggi atau pohon telah mati. Larva menyerang floem dan menggerek lapisan kambium, umumnya serangan dengan pola zigzag. Larva bersifat kanibal terutama pada kepadatan populasi yang tinggi. Imago tertarik pada cahaya, tetapi akan jatuh atau pura-pura mati ketika ada bahaya dan kembali terbang. Imago aktif pada kanopi yang terpapar cahaya dan pada kondisi suhu lebih dari 25 °C. Satu generasi dihasilkan dalam kurun 1 tahun (Wang et al. 2010). Kumbang ini membuat koloni dan serangannya menyebabkan kematian pepohonan ash, terutama tanaman genus Fraxinus di daerah perkotaan dan hutan. Selain itu, tanaman yang diserang adalah tanaman hias dan pohon yang ada di tepi jalan dan kebun (EPPO 2005). Anoplophora glabripennis. Kumbang penggerek kayu terbesar di Asia sebagai habitat aslinya seperti China, Jepang, Korea, dan Taiwan menyebar ke Austria, Jerman, Kanada, Perancis, dan USA. Serangga ini banyak ditemukan di daerah subtropik hingga beriklim sedang. A. glabripennis menyebabkan kerugian secara ekonomi, sosial, dan ekosistem. Kerusakan berdampak pada ekosisten tanaman berdaun lebar di Eropa, berkompetisi dengan serangga Xylophagus, menyerang pohon di jalan dan kebun di daerah urban, mematikan tanaman sehat, dan bahkan menyerang pohon yang telah dipanen (Sauvard 2006). Di Amerika Serikat, kumbang ini menyerang populasi pohon kota. Perkiraan potensi dampak maksimum secara nasional, A. glabripennis merusak 34.9% total kanopi, menyebabkan kematian pohon 30.3% (1.2 milyar pohon), dan kerugian 669 milyar $US (Nowak et al. 2001). A. glabripennis jantan pada umumnya sebagai penyerang inang pertama kali, kemudian mengundang betina untuk kawin dengan feromon dan selanjutnya berkembang biak di pohon inang. Perkembangannya diperkirakan dapat berhasil dan mapan di Indonesia mengingat kisaran suhu untuk perkembangan sesuai dengan kisaran suhu di Indonesia. Imago betina mampu 16 bertahan hidup pada kisaran suhu 3-39 °C dan jantan pada suhu 2-38 °C. Suhu optimum untuk fekunditas maksimum adalah 23-24 °C. Telur cepat menetas pada suhu 29 °C dan presentase penetasan tertinggi pada suhu 23 °C (Keena 2006). Pengendalian dapat dilakukan dengan melakukan monitoring dan eradikasi (EPPO 2013b). Anthonomus grandis. Kumbang moncong asli dari Meksiko hingga Amerika Tengah dan menjadi invasif di USA. Ukuran tubuhnya 6-7 mm, berambut kasar dan moncong melengkung. Elitra beralur dan dipenuhi rambut kaku (Gambar 1). Kumbang ini memakan dan berkembang hanya pada kapas dan tanaman malvaceous. Di daerah beriklim sedang, A. grandis dorman bereproduksi tanpa makan sepanjang musim dingin dan akan kembali aktif hingga kapas berbunga. Di daerah sub tropik dan tropik, imago aktif secara periodik selama musim panas dan musim kapas tidak bereproduksi, dan kumbang akan makan dan bereproduksi setelah tersedia inang yang sesuai. Serangan A. grandis menyebabkan berkurangnya produksi kapas. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida pada daun dan bunga (ISSG 2011). Bactrocera tryoni. Lalat buah ini dikenal sebagai Q-fly dan QFF yang umum ditemui pada area kota dan hortikultura di Australia Timur. Serangga ini sangat merusak sebagian besar buah-buahan, dan merugikan secara ekonomi. Panjang tubuhnya 7 mm dengan panjang sayap 10-12 mm. Imago berwarna cokelat kemerahan. Imago sepanjang hidupnya dapat meletakkan telur sampai dengan ratusan butir. Perkembangan telur menjadi larva sangat cepat sehingga dapat merusak buah dalam beberapa hari. Inang utama seperti apel, kopi, jambu biji, lemon, mangga, kenanga, pepaya dan tomat serta masih banyak lagi jenis buah impor yang menjadi inang lalat tersebut. Q-fly telah dilaporkan menyerang 60 jenis tanaman liar. Lalat ini mampu beradaptasi pada kisaran iklim yang luas. Lalat mampu bertahan pada suhu -2 ºC sampai dengan 25 ºC bahkan lebih, lalat ini tidak mati pada lokasi yang mengalami musim gugur yang bersuhu -4.5 ºC. Pengendalian dilakukan dengan melakukan kombinasi penyemprotan umpan yang diberi insektisida, menjaga kebersihan di kebun, dan pelepasan jantan mandul (ISSG 2011). Gambar 1 Imago Anthonomus grandis perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) 17 Ceratitis capitata. Hama utama yang menyerang lebih dari 300 inang yang berbeda, terutama pada buah daerah beriklim sedang dan subtropik. Lalat menginvasi di beberapa negara dan penyebab utama kehilangan hasil bagi petani buah. C. capitata memiliki toleransi yang tinggi pada suhu dingin daripada lalat buah lainnya. Selain secara ekonomi, serangan lalat ini menyebabkan penurunan estetika (ISSG 2011). Ukuran imago lalat 3.5-5 mm, dengan corak semburat cokelat kekuningan pada tungkai, abdomen, dan sayap. Tanda pada sayap mempunyai karakteristik khusus (Gambar 2). Tengah kepala ke bawah terdapat seta berwarna putih, mata ungu kemerahan, terdapat rambut di sekitar oceli. Apikal skutelum berwarna hitam. Siklus hidup kurang lebih 1 bulan dan imago dapat hidup mencapai 2 bulan. Kisaran suhu perkembangan yang sesuai antara 13 °C dan 28 °C. Pengendalian dapat dilakukan dengan memasang perangkap dengan umpan yang dikominasikan dengan insektisida malathion (EPPO 2011). Kisaran suhu perkembangan lalat buah yang demikian dan kelimpahan inang berupa buah-buahan sangat sesuai dengan kondisi di Indonesia sehingga perlu kewaspadaan keberadaan C. capitata di Indonesia mengingat kerugian yang diakibatkannya. Gambar 2 Imago Ceratitis capitata perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) Coptotermes formosanus. Rayap yang banyak ditemukan di daerah subteranian. Rayap ini menyukai daerah kelambaban tinggi dan tersedia kayu. Hama ini bersifat agresif sehingga mampu bersaing dengan spesies lain. Rayap mampu hidup pada suhu 17-32 °C. Pengendalian tidak dapat dilakukan secara tuntas karena faktor koloni yang besar dan berada di dalam tanah. Rayap memakan bahan yang terdapat selulosa. Serangga ini dapat berpindah tempat dengan menginfestasi galangan kapal. Panjang tubuh 4-5 mm. Alate beukuran 1215 mm. Kerugian yang diakibatkan serangan rayap ini yaitu menyebabkan kerugian ekonomi yang dikeluarkan untuk biaya pengendalian, berkuranngnya persediaan bahan bangunan dari kayu, mampu bersaing dengan spesies rayap yang asli di USA. Pengendalian dapat dilakukan dengan mengawetkan kayu menggunakan creosote dan garam anorganik, termitisida, dan umpan beracun 18 (CABI 2013). Indonesia sangat sesuai untuk perkembangbiakan C. formosanus karena suhu yang mendukung dan kelimpahan kayu di Indonesia. Hypanthria cunea. Serangga ini asli Amerika Utara, menyebabkan kerusakan di area pertanian dan kerusakan keanekaragaman hayati. Serangga bersifat polifagus dan menyerang lebih dari 100 spesies tanaman inang. Serangga ini lebih menyukai inang cottonwood dan chokecherry. Satu tahun dapat terjadi 1 hingga 2 generasi tergantung lokasi. Larva hidup secara gregarius dan sebagai fase perusak (Davis 2011). Di Amerika, suhu optimum untuk perkembangan serangga ini yaitu 22-25 °C dengan kelembaban 70-80%. Serangga ini menyerap menyerang daun hingga gundul. Telur diletakkan 293-1 892 butir selama 1-2 hari (CABI 2013). Iceriya purchasi. Serangga ini menyebabkan hilangnya cairan pada tanaman sehingga daun dan buah berumur muda menjadi gugur serta kematian cabang dan beberapa tanaman. Keberadaan serangga ini dapat memicu pertumbuhan cendawan jelaga hitam yang menutupi permukaan daun sehingga menghalangi proses fotosintesis. Serangga ini asli Australia dan telah menyebar di beberapa daerah Galapagos (ISSG 2011). Tubuh serangga ini berwarna oranye kecokelatan, dengan tungkai, antena dan rambut tubuh berwarna hitam, serta panjang tubuh 10 mm. Umur jantan lebih pendek daripada betina. Ciri khas serangga ini adalah mempunyai 2 spirakel pada abdomen, dan 3 citracices dan seta yang berwarna hitam. Hama ini telah ada di Indonesia di wilayah Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Papua Barat (CABI 2013). Ips typographus. Serangga ini asli Eropa dan Asia. Kumbang ini berwarna cokelat gelap, mengkilat, dan berambut. Tubuhnya berukuran 4.5-5.5 mm, antena berbentuk clavate, dan kepala berada di bawah pronotum. Ciri khusus terletak pada posterior di bagian elitra, dengan ujung seperti penyok dan tepi penyokan terdapat empat tonjolan seperti gerigi, tonjolan ketiga lebih membulat dan besar. Imago betina mampu memproduksi telur 30-80 butir dengan ukuran kurang dari 1 mm. Larva tidak bertungkai. Awalnya, imago jantan menyerang pohon dengan menularkan cendawan Ceratocystis polonica untuk menanggulangi reaksi kimia pada cairan tanaman, kemudian mempersiapkan diri untuk kawin dengan mengeluarkan sex feromon untuk menarik betina di dalam pohon dan selanjutnya betina bereproduksi di dalam pohon. Kondisi lingkungan yang sesuai akan mendukung perkembangan hama dan umumnya 1 generasi tercapai dalam 2-2.5 bulan. Suhu yang rendah dapat menghambat perkembangan hama tersebut. Perkembangan hama yang cepat mencirikan keinvasifan dengan menghasilkan 4-6 generasi per tahun dan itu tergantung pada kondisi lingkungan yang mendukung. Suhu maksimum imago beraktivitas terbang pada 25-30 ºC (CABI 2013). Wabah serangan hama ini mengakibatkan kerugian 30 juta meter kubik pohon cemara di Jerman, dan baru-baru ini serangan hama berserta adanya angin kencang menyebabkan kerugian 7 juta meter kubik pohon cemara di Norwegia dan Swedia (USDA 2013). Lymantria dispar. Serangga ini dikenal dengan nama Asian gypsy moth, sebaran aslinya Eurasia. Serangga ini menyerang dedaunan pada pohon naungan, pohon buah-buahan, tanaman hias, dan tanam hutan kayu keras. Serangan berat dapat menyebabkan gundulnya daun, terhambatnya pertumbuhan, dan kematian pohon, serta berkurangnya kelembaban tanah. Imago mampu meletakkan telur 300-1 000 butir, diletakkan berkelompok dan ditutupi rambut-rambut berwarna 19 kekuningan. Serangga ini mengalami periode dormansi dan mampu bertahan pada suhu antara -30 dan -31.7 ºC. Ada 2 strain L. dispar yaitu strain Asia dan strain Eropa. Strain Asia lebih invasif daripada strain Eropa. Kemampuan terbang L. dispar strain Asia mencapai 25 mil untuk meletakkan telur, sehingga memungkinkan penyebaran yang agresif. Larva instar terakhir mengonsumsi daun paling banyak (85% dari total konsumsi). Wabah berlangsung 2 sampai 4 tahun dan kemudian mati. Kematian umumnya disebabkan serangan virus, parasit, predator, kelaparan, dan kondisi iklim yang tidak menguntungkan. Hama ini menyerang 500 spesies tumbuhan. Serangan dapat menyebabkan kematian pohon mencapai 30-40%. Rambut-rambut serangga ini menyebabkan alergi kulit, mata, dan pernafasan (Fabel 2000). Penyebaran alami juga dapat dilakukan oleh larva instar terkahir yang dapat berjalan hingga 100 m (ISSG 2011). Sebagian inang hama ini merupakan spesies tanaman yang dibudidayakan di Indonesia sehingga perlu diwaspadai pemasukan L. dispar karena kondisi lingkungan di Indonesia sangat mendukung perkembangbiakannya. Sirex noctilio. Tabuhan asli Eropa ini memiliki resiko invasif yang tinggi. Di beberapa bagian Asia, tabuhan yang bersimbiosis dengan cendawan Amylostereum areolatum menyebabkan kematian 80% pohon pinus. Ukuran tubuh S. noctilio adalah 12-34 mm, berwarna biru gelap metalik. Tungkai depan dan tengah berwarna kuning atau merah kecokelatan, dan tungkai belakang berwarna hitam. Sayap berwarna kuning. Tabuhan ini mampu beradaptasi pada keragaman suhu dan kelembaban yang luas. Inang utama yang diserang tabuhan ini adalah Pinus spp. Tabuhan dapat terbawa melalui impor palet (ISSG 2011). Trogoderma granarium. Kumbang ini sering disebut Khapra beetle, serangga ini asli dari India dan telah menetap di Eropa, Afrika, dan Asia (Arakelian 2013). Kumbang ini dipertimbangkan invasif karena dapat menyesuaikan diri di berbagai kondisi lingkungan, memiliki inang beragam, berkembang biak dengan cepat, dan merugikan secara ekonomi serta dapat mengganggu kesehatan manusia. Imago berukuran 1.6-3.4 mm, tubuhnya ditutupi dengan rambut, berbentuk oval, berwarna cokelat kehitaman, dan elitra terdapat pola gelombang berwarna merah kekuningan (Gambar 3). Siklus hidupnya 26-220 hari bergantung pada suhu. Suhu perkembangan optimum yaitu 35 °C. T. granarium mampu bertahan pada suhu di bawah -8 °C. Larva terkadang mengalami diapause pada interval waktu yang panjang dan aktif kembali secara tidak teratur bergantung pada ketersediaan inang yang baru. Larva dapat bertahan hidup tanpa makanan hingga 3 tahun. Larva menyerang utamanya pada epikotil biji. Serangan berat dapat menyebabkan rusaknya produk simpanan. Kumbang ini menyerang serealia utuh, serealia bentuk remahan, biji yang mengandung lemak, dan bahan makanan lainnya. Kumbang ini juga dapat menyerang komoditas kering yang berasal dari hewan. Kerugian secara ekonomi yang disebabkan serangan T. granarium berkisar 2-70%. Rambut-rambut dan eksuvie T. granarium dapat menyebabkan dermatitis (Ahmedani et al. 2007). 20 3 mm Gambar 3. Imago Trogoderma granarium perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) Kajian Spesies Serangga Kontaminan yang Berpotensi Invasif di Indonesia Hasil intersepsi dari BARANTAN menunjukkan bahwa ada 5 negara asal produk pertanian impor yang memiliki urutan frekuensi tertinggi yang memiliki andil dalam pemasukan spesies serangga dan tumbuhan asing secara tidak sengaja ke Indonesia. Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki andil pemasukan organisme asing terbanyak ke Indonesia (Tabel 2). Produk pertanian impor dari negara maju tidak menjamin bahwa kualitas produk pertanian dalam hal kebersihan dan kesehatan tanaman akan selalu baik. Adapun organisme serangga dan tumbuhan kontaminan pada berbagai produk pertanian impor dari Amerika Serikat tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Lampiran 1. Produk pertanian impor yang paling sering ditemukan serangga dan tumbuhan asing kontaminan adalah kedelai (Tabel 3). Serangga yang mengontaminasi produk pertanian impor di tahun 2010 dan 2011 pada umumnya berasal dari Ordo Coleoptera yaitu lebih dari 75% (Gambar 4). Hasil intersepsi BARANTAN tahun 2010 banyak menemukan serangga yang tidak diidentifikasi karena yang ditemukan hanya berupa bagian dari tubuh dan atau stadia serangga. Umumnya serangga yang ditemukan merupakan hama tetapi ada satu spesies yang termasuk agens hayati berupa parasitoid di penyimpanan. Parasitoid tersebut dari Ordo Hymenoptera yaitu Anisopteromalus calandrae. Ordo Coleoptera yang sering mengontaminasi produk pertanian impor di tahun 2010 ada 18 famili, sedangkan di tahun 2011 ada 12 famili. Famili Nitidulidae sering ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor di tahun 2010, sedangkan di tahun 2011 sering ditemukan organisme dari Famili Tenebrionidae (Tabel 4). Hal ini disebabkan produk pertanian impor di tahun 2010 berupa mayoritas produk pertanian yang lembab atau mengandung air dan mudah membusuk, seperti bawang merah, edamame, bawang putih, dan lain-lain. Produk tersebut merupakan inang yang disukai serangga Famili Nitidulidae karena beberapa serangga dari famili ini memakan getah tumbuhan dan cairan pada buah (Government of Canada, Canadian Grain Commission 2013a), tetapi famili ini juga dapat menyerang produk simpanan yang kering. Produk pertanian 21 kering yang dimpor di tahun 2010 banyak yang berbentuk remahan dan sedikit yang berbentuk biji, tetapi di tahun 2011 didominan dengan biji-bijian utuh dan remahan. Famili Nitidulidae merupakan hama sekunder. Biji yang sering diserang di penyimpanan umumnya biji yang telah berlubang atau mengalami kerusakan sebelumnya atau berupa remahan. Famili Tenebrionidae umumnya menyerang biji-bijian yang utuh dan stabil di penyimpanan, meskipun sebagian inang ada yang menyukai tepung atau remahan. Serangga Famili Tenebrionidae umumnya menjadi hama primer. Hal ini yang menyebabkan Famili Tenebrionidae lebih banyak ditemukan pada produk pertanian impor di tahun 2011 yang mayoritas bentuknya berupa biji (Government of Canada, Canadian Grain Commission 2013b). Hasil intersepsi yang terekam di database Eplaq Sytem BARANTAN pada umumnya kurang dapat menunjukkan jenis produk pertanian yang terbawa atau terkontaminasi serangga maupun tumbuhan asing karena berdasarkan nomor registrasi permohonan masuk. Satu kali permohonan yang masuk terkadang terdiri atas 2 atau lebih jenis produk pertanian dan bahkan rekaman data produk impor tidak mencukupi ruangan yang telah disediakan di aplikasi. Untuk lebih detail dan rinci hasil intersepsi hanya dapat diperoleh dari hasil intersepsi di setiap UPT Karantina Pertanian. Tabel 2 Lima negara asal barang impor dengan tingkat temuan kontaminasi serangga dan tumbuhan asing tertinggi di tahun 2010 dan 2011*) Jumlah kontaminan Persentase (organisme) temuan (%) Temuan Serangga Tumbuhan Frekuensi (kali) Tahun Negara Impor 2010 2011 *) Amerika Serikat Malaysia Singapura Thailand Vietnam 10 646 351 3.30 23 21 6 101 6 327 4 973 1 672 366 18 39 41 6.00 0.28 0.78 2.45 15 12 12 13 6 1 6 2 Amerika Serikat India Malaysia Thailand Vietnam 7 345 131 1.78 8 27 4 691 5 409 3 744 1 786 22 16 42 57 0.47 0.30 1.12 3.19 10 7 9 11 0 1 7 8 Sumber: dihitung dari database Eplaq Sytem BARANTAN. 22 Tabel 3 Lima produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 yang sering terkontaminasi spesies serangga dan tumbuhan asing*) Tahun Produk pertanian 2010 Kedelai (Soybean) Bawang merah (Shallot) Beras (Rice) Kayu oak merah (Round log/red oak logs) Kedelai muda (Edamame) Kedelai (Soybean) Beras (Rice) Jagung (Corn) Beras menir (Broken rice) Bungkil jagung (Corn kernel) 2011 *) Frekuensi temuan (kali) 219 109 61 57 52 125 78 17 12 9 Sumber: dihitung dari database Eplaq Sytem BARANTAN. 2010 2011 Gambar 4 Proporsi ordo serangga yang mengontaminasi produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 23 Tabel 4 Lima famili serangga dari Ordo Coleoptera yang sering mengontaminasi produk pertanian impor di tahun 2010 dan 2011*) Famili serangga Anobiidae Cucujidae Curculionidae Nitidulidae Tenebrionidae *) Frekeunsi temuan (kali) Tahun 2010 Tahun 2011 51 48 30 219 108 27 23 37 28 77 Sumber: dihitung dari database Eplaq Sytem BARANTAN. Kedelai yang diimpor pada tahun 2010, terkontaminasi serangga OPTK kategori A1 yaitu Sitophilus granarius (Tabel 5). Seluruh hasil intersepsi menunjukkan bahwa ada 3 spesies serangga asing invasif yang terdaftar sebagai OPTK kategori A1 (Tabel 6). Adanya temuan spesies tersebut baik dalam keadaan mati maupun hidup, sebagai tindakan antisipasi penyebaran spesies yang tahan terhadap perlakuan di negara asal maka di Indonesia telah dilakukan tindakan perlakuan terhadap produk pertanian yang terkontaminasi tersebut. Tabel 5 Serangga yang sering ditemukan mengontaminasi kedelai impor di tahun 2010 dan 2011*) Negara asal Amerika Serikat India Kanada *) Nama organisme serangga kontaminan Ahasverus advena Alphitobius diaperinus Araecerus fasciculatus Callosobruchus maculatus Cryptolestes ferrugineus Cryptolestes sp. Liposcelis sp. Oryzaephilus surinamensis Sitophilus granarius Sitophilus oryzae Sitophilus sp. Tribolium castaneum Tribolium sp. Carpophilus sp. Cryptolestes ferrugineus Tribolium castaneum Oryzaephilus surinamensis Tribolium sp. Sumber: dihitung dari database Eplaq Sytem BARANTAN. - Tidak terdeteksi. Frekeunsi temuan (kali) 2010 2011 2 1 2 2 3 1 1 1 1 3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 3 7 1 - 24 Pendeteksian dan identifikasi spesies asing secara langsung dilakukan pada 31 produk pertanian impor dari berbagai negara yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok dan bandara Soekarno-Hatta. Keseluruhan hasil pengamatan menunjukkan adanya 156 organisme asing yang terdiri atas kelompok tumbuhan 137 organisme dan kelompok serangga 19 organisme (Lampiran 2). Beberapa foto serangga kontaminan terdapat pada Lampiran 3. Sembilan belas organisme serangga kontaminan terdiri atas 15 spesies, 1 genus, 1 famili, dan 2 ordo. Jumlah organisme asing terbanyak ditemukan pada kedelai impor dari Amerika Serikat yaitu 48 organisme. Kelompok serangga yang terdeteksi mayoritas merupakan serangga gudang kosmopolitan. Ada beberapa serangga yang merupakan hama pada kayu yaitu A. sulcicollis, M. robiniae, dan P. sanguineum. Dua diantara hama kayu tersebut merupakan serangga yang berpotensi invasif, sedangkan P. sanguineum merupakan spesies yang terancam punah (Tabel 6). Data koleksi yang bersumber dari kegiatan intersepsi untuk kelompok serangga tidak ada yang menunjukkan OPTK atau spesies yang berpotensi invasif. Data koleksi serangga yang ada di BBKP Soekarno-Hatta terbatas dari hasil pemantauan sehingga data koleksi serangga intersepsi hanya diperoleh dari BBKP Tanjung Priok. Tabel 6 Status spesies serangga asing yang belum ada di Indonesia mengontaminasi produk pertanian impor Spesies Agrilus sulcicollis Megacyllene robiniae Pyrrhidium sanguineum Ceratitis capitata*) Sirex noctilio*) Trogoderma granarium*) Bactrocera psidii**) Sitophilus granarius**) *) **) Produk pertanian/ Negara Asal Sumber perolehan Status Kayu log oak merah/ Jerman Kayu log oak merah/ Jerman Kayu log oak merah/ Jerman Longan fresh/ Thailand Kurma/Mesir Kayu (Logs)/ Amerika Serikat Soybean Meal/ Argentina Identifikasi Invasif Identifikasi Invasif Identifikasi Terancam punah Invasif Intersepsi tahun 2010 Intersepsi tahun 2010 Invasif Yelow Peas/Malaysia Kedelai/ Amerika Serikat Beras/ Thailand dan Vietnam Intersepsi tahun 2010 Intersepsi tahun 2010 Intersepsi tahun 2011 Noninvasif Noninvasif Intersepsi tahun 2010 Terdaftar sebagai OPTK kategori A1 dan spesies invasif di dalam GISD. Terdaftar sebagai OPTK kategori A1. Invasif 25 A. sulcicollis. Serangga ini merupakan kumbang yang lebih dikenal dengan European oak borer (EOB). Ukuran tubuh 7 mm, warna biru metalik, dan elitra mengkilap (Gambar 5). Rincian deskripsi seperti pada laporan Jendek dan Grebenniko (2009). Siklus hidup mencapai 1 hingga 2 tahun. Imago menyerang batang dan pohon yang berdaging tebal dan lemah. Telur diletakkan di bawah kulit kayu. Larva hidup dan menyerang bagian antara floem dan kulit kayu, sehingga membuat pohon mudah terbakar. Serangga ini asli Eropa dan di Asia meliputi Azerbaijan, Georgia, dan Kazakhstan tetapi kemungkinan yang dilaporkan di Asia ialah A. buresi. Serangga ini lebih menyerang oak. Selain itu, dapat menyerang Fagus sylvatica, Castanea. Spesies ini pernah dikoleksi di Kanada menggunakan perangkap pada pohon Quercus rubra, Sticky-trapp pada Carya cordiformis, dan perangkap di pohon Fraxinus sp. Kumbang A. sulcicollis diketahui invasif di Kanada, yakni di Ontario Selatan. Serangga ini diperkirakan telah masuk Ontario pada tahun 1995 (Jendek dan Grebenniko 2009). Spesies ini memiliki genus yang sama pada spesies invasif yang terdaftar dalam GISD yaitu A. planipennis. Spesies ini belum ada laporan yang menyatakan keberadaannya di Indonesia. Gambar 5 Imago Agrilus sulcicollis perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS) Megacyllene robiniae. Locust borer, merupakan sebutan nama untuk kumbang berwarna hitam, dengan garis berwarna kuning melintang pada toraks, dan di setiap elitra terdapat pola “V” berwarna kuning sehingga jika elitra menyatu, membentuk huruf “W”. Ukuran tubuh 16 mm (Gambar 6). Antena panjang dan tungkai berwana kuning kemerahan. Imago M. robiniae meletakkan telur di kulit atau cabang pohon, berukuran kecil sekitar 100-200 telur secara terpisah atau berkelompok. Stadia larva yang paling merugikan karena larva menghisap cairan tanaman dan menggerek pohon hingga kambium (pertengahan pohon) dan kemudian menuju pertengahan batang dan cabang. Pohon menjadi lemah dan mati. Siklus hidup menghasilkan 1 generasi per tahun. Serangga ini menjadi hama di Kanada bagian Timur dan juga banyak terjadi di Amerika 26 16 mm Serikat (Karren 2003). Menurut Ciesla (2011) serangga ini menyebar di Amerika Utara, Kanada Selatan, dan USA. Inang utamanya ialah Robinia pseudoacacia dan dapat menyerang kultivar Genus Robiniae lainnya seperti R. neomexicana. Pohon yang rentan terhadap serangan hama ini adalah pohon yang tingginya kurang dari 6 in, pohon yang vigornya melemah, pohon yang sakit, pohon pada kondisi kering dan kurang gizi (Karren 2003). Serangga ini termasuk dalam daftar spesies invasif yang telah menetap di Oregon tahun 2000 (Nugent et al. 2005). Selain M. robiniae berpotensi merusak, kriteria potensi invasif juga didukung oleh keinvasifan inangnya. R. pseudoacacia merupakan spesies invasif. Tanaman ini telah dibudidayakan khususnya di Jawa yang lebih dikenal dengan sebutan Jati Unggul. Tumbuhan ini pernah dilaporkan invasif di Amerika Selatan, Australia, Bostwana, beberapa negara bagian Amerika Utara, beberapa negara bagian Eropa, Israel, Namibia, New Zealand, dan Turki (CABI 2013), tetapi belum ada pelaporan tentang hama tersebut di Indonesia. Invasi yang diakibatkan tumbuhan ini berdampak menghambat pertumbuhan tanaman asli dan mempengaruhi komposisi tumbuhan di dalam ekosistem. Selain itu, R. pseudoacacia mampu memfiksasi nitrogen dan keberadaannya menyebabkan peningkatan kadar nitrogen di perairan (Sabdo 2000). Perlu kewaspadaan tinggi masuknya hama M. robiniae ke Indonesia karena dapat merusak R. pseudoacacia yang dibudidayakan di Indonesia. Meskipun R. pseudoacacia dibudidayakan di Indonesia perlu perhatian khusus cara pengelolaan yang baik dalam skala budi daya agar tidak menjadi invasif di Indonesia. Gambar 6 Imago Megacyllene robiniae perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS) Pyrrhidium sanguineum. Longhorned beetle merupakan kumbang yang menyerang kayu dan cabang tebal yang baru mati yang terpapar matahari atau bagian batang oak. Larva menggerek kayu dan membuat jalur datar di bawah kulit kayu. Hidupnya bergantung pada ketersediaan kayu dan cabang tebal yang mati. Kumbang ini dilaporkan bertahan hidup pada habitat hutan yang memiliki proporsi kayu tegakan hutan yang tinggi seperti di bagian Timur dari Småland dan Öland pusat. Kumbang telah menyebabkan masalah pada limbah pemotongan 27 13 mm kayu dan sempalan sebagai energi hutan (Ehnström 1999). Ukuran tubuh 6-13 mm, tubuh imago berwarna merah bata menyala, dan elitra berambut. Kepala dan antena berwarna hitam. Antena berukuran setengah panjang tubuh (Gambar 7). P. sanguineum merupakan spesies yang dikhawatirkan terancam punah dan tercantum pada “Red List status of European saproxylic beetles” (Nieto dan Alexander 2010). Wilayah sebarannya meliputi Tunisia, Algeria, Eropa, Rusia, Turki, Syria, Iran, dan Kazakhstan. Penyebaran berlanjut dari semua negara Nordik dan negara-negara Baltik. Prevalensi dunia mulai dari Eropa Selatan dan Barat ke arah Timur ke Turki dan Iran (Ehnström 1999). Sebagai catatan bahwa A. sulcicollis, M. robiniae, dan P. sanguineum diperoleh dari hasil deteksi dan identifikasi pada kayu log oak merah impor dari Jerman melalui BBKP Tanjung Priok pada akhir 2011 dan telah diberi perlakuan menggunakan metil bromida. Gambar 7 Imago Pyrrhidium sanguineum betina dan jantan (paling kanan) perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS) Kelompok Tumbuhan Kajian Spesies Tumbuhan Asing Invasif yang Terdaftar sebagai OPTK Indonesia Spesies gulma yang terdaftar sebagai OPTK di dalam Lampiran Keputusan Kepala BARANTAN No 28/Kpts/HK.060/1/2009 Tahun 2009 berjumlah 58 spesies yang termasuk kategori A1 dan tidak ada gulma yang terdaftar sebagai OPTK kategori A2. Seiring proses penelitian berjalan, daftar OPTK di Indonesia mengalami perubahan pada tanggal 29 Desember 2011 dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Perubahan penetapan daftar OPTK tahun 2011 telah mencantumkan 3 spesies gulma OPTK kategori A2 dan 38 spesies gulma OPTK kategori A1. Target pemeriksaan Karantina Tumbuhan (daftar OPTK) terbaru, diketahui bahwa ada 2 spesies tumbuhan asing invasif yang merupakan gulma OPTK Kategori A1 dan 1 spesies yang tergolong OPTK kategori A2 (Tabel 7). 28 Spesies tumbuhan asing invasif yang terdaftar di dalam OPTK lebih didominasi oleh Famili Asteraceae. Menurut Williams et al. (2001) bahwa Asteraceae merupakan famili dari gulma paling penting dengan jumlah spesies tertinggi di dunia. Sebagian besar OPTK kelompok gulma merupakan gulma pada ekosistem pertanian yang dapat merugikan secara ekonomi. Famili Asteraceae dilaporkan menjadi salah satu famili mayoritas tumbuhan invasif di Canada (Canadian Food Inspection Agency 2008) dan Cina (Weber et al. 2008). Tabel 7 Daftar spesies tumbuhan asing invasif yang merupakan OPTK kelompok gulma di Indonesia*) No Spesies 1 Asystasia gangetica subsp. micrantha (sinonim Asystasia intrusa) Cirsium arvense Parthenium hysterophorus 2 3 *) Famili Kategori Acanthaceae A2 Asteraceae Asteraceae A1 A1 Hasil penyandingan daftar OPTK 2011 dengan GISD. Asystasia gangetica subsp. micrantha. Tumbuhan ini asli dari Afrika. Tumbuhan ini menginvasi suatu tempat dengan cara berkembang biak secara cepat, membentuk semak belukar yang sangat tebal, mengalahkan tumbuhan lain di sekitarnya. Tumbuhan ini memiliki ciri khas bunga berwarna putih dengan bintik keunguan (Gambar 8). Di Indonesia, Tumbuhan ini menginvasi di pinggir jalan, lahan terlantar, tepi sungai, perkebunan kelapa sawit, karet, cokelat, HTI Eucalyptus, dan lain-lain. A. gangetica subsp. micrantha dapat tumbuh di lahan terbuka atau lahan yang ternaungi. Di tempat teduh, tumbuhan ini akan tumbuh menjalar dan menghasilkan masa vegetatif yang berlimpah sehingga perlu upaya dan tenaga kerja yang cukup besar untuk mengendalikannya. Di tempat terbuka akan lebih banyak menghasilkan bunga dan biji. Tumbuhan ini menjadi gulma yang produktif dan kompetitif. Pertumbuhan A. gangetica subsp. micrantha memerlukan nutrisi N dan P yang tinggi. Penyebaran dapat melalui ternak yang memakan biji. Produksi biji dengan 85% viabilitas dan dapat bertahan 8 bulan di tanah. Secara alami, biji dapat tumbuh 30 hari setelah tanam dan memerlukan 8 bulan atau lebih untuk memproduksi biji. Sebaran di Indonesia meliputi Jawa Barat, Kalimantan, dan Sumatera (SEAMEO-BIOTROP 2014a). Cirsium arvense. Tumbuhan ini merupakan herba perennial asli Eropa Tenggara, Asia Barat, dan Afrika Utara. C. arvense merupakan tanaman berumah dua (duocieous) dan mempunyai akar yang dalam. Herba ini tumbuh baik pada daerah yang lembab, mampu tumbuh pada tanah berlempung, tanah liat, dan tanah berpasir. Biji bertipe achene, dapat memproduksi hingga 40.000 biji per tahun, dan mampu memencar jauh dari tumbuhan induk hingga 1 km. Biji berkecambah dengan baik pada kedalaman 1 cm dari permukaan tanah pada suhu antara 20 ºC dan 30 ºC. Biji dapat mengapung di air dan dapat dipencarkan melalui tiupan angin. Biji juga dapat menempel pada kulit atau bulu hewan. Perkecambahan biji rata-rata 90% dalam satu tahun. Biji dapat menjadi dorman di dalam tanah hingga 20 tahun (Klein 2011). Habitat yang diinvasi berupa hutan, padang rumput, 29 riparian, tepi danau dan daerah berpasir. C. arvense memiliki akar yang tumbuh mendalam di dalam tanah sehingga sulit untuk dikendalikan (Weber 2003). Keberadaannya dapat menggusur tanaman asli, mengurangi hasil panen, merubah struktur dan komposisi suatu habitat, serta menjadi inang hama Aphid dan penggerek batang (ISSG 2011). Gambar 8 Tanaman Asystasia gangetica subsp. micrantha (Sumber: foto oleh Rahma, kamera Canon Ixus 1000 HS) Parthenium hysterophorus. Tumbuhan ini merupakan gulma herba agresif asli daerah tropik dan subtropik Amerika Utara dan Selatan. Gulma ini mampu tumbuh pada tanah berpasir hingga tanah liat. P. hysterophorus mampu tumbuh pada daerah yang bercurah hujan tinggi dan toleran terhadap tanah kering (Masum et al. 2013). Gulma ini dapat mengolonisasi area dengan cepat dan menggusur vegetasi asli, serta dapat menyebabkan alergi pada manusia. Selain itu, gulma ini tidak dapat dimakan oleh hewan ternak karena mengandung parthenin yang hepatotoksik. Biji yang dihasilkan berukuran kecil dan ringan sehingga dapat dipencarkan oleh angin dan air. Pemencaran selain dari biji dapat dilakukan dengan bagian tanaman lainnya seperti bonggol, akar dan pelepah yang tersisa di tanah. Biji yang dihasilkan mencapai 25 000 biji per tanaman. Kemunculan P. hysterophorus dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena menghasilkan asam fenolat dan seskuiterpen (Kohli et al. 2006). Asam fenolat dapat dikeluarkan oleh gulma Parthenium dari akar, daun, achene, dan sisa-sisa tanaman yang membusuk di tanah (Masum et al. 2013). Ekstrak daun P. hysterophorus dapat menghambat perkecambahan gandum hingga 22% (Gella et al. 2013). Tanaman ini dapat menjadi inang kutu kebul. Tanpa pengendalian P. hysterophorus sepanjang musim dapat merugikan hasil panen sorghum antara 40-97% di Ethiopia. Viabilitas biji tetap tinggi lebih dari 50% setelah 26 bulan terkubur di dalam tanah. Secara alami biji akan berkecambah setelah 60 hari berada di tanah. Biji mampu berkecambah dengan baik di tanah pada kedalaman kurang dari 5 cm (Tamado et al. 2002). 30 Kajian Spesies Tumbuhan Kontaminan yang Berpotensi Invasif di Indonesia Kajian ini diperoleh dari hasil intersepsi kelompok gulma dari database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011, hasil deteksi dan identifikasi tumbuhan kontaminan secara langsung, serta koleksi intersepsi biji gulma yang ada di BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekanro-Hatta. Hasil intersepsi gulma BARANTAN tahun 2010-2011 menunjukkan adanya 73 organisme kelompok tumbuhan kontaminan yang terdiri atas 54 yang teridentifikasi hingga spesies dan 18 yang teridentifikasi hingga genus. Kontaminasi kelompok tumbuhan di tahun 2010 didominasi dari Famili Malvaceae, sedangkan di tahun 2011 didominasi dari Famili Poaceae (Gambar 9). Kedelai merupakan produk pertanian impor yang paling sering ditemukan terkontaminasi serangga dan tumbuhan asing. Adapun organisme tumbuhan kontaminan pada kedelai impor di tahun 2010 dan 2011 terlihat pada Tabel 8. Biji tumbuhan kontaminan lebih banyak ditemukan di tahun 2010 daripada tahun 2011. 2010 2011 Gambar 9 Proporsi famili tumbuhan yang mengontaminasi produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 Hasil deteksi kelompok tumbuhan kontaminan secara langsung diperoleh dari 31 produk impor. Jumlah identifikasi kontaminan tersebut adalah 120 spesies, 11 genus, dan 6 famili. Hasil identifikasi organisme tumbuhan yang terdeteksi mengontaminasi sampel produk pertanian impor di BBKP Tanjung Priok dan 31 BBKP Soekarno-Hatta terdapat pada Lampiran 2. Beberapa deskripsi dan foto biji tumbuhan kontaminan hasil deteksi dan identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Koleksi biji tumbuhan kontaminan hasil intersepsi pada kegiatan impor diperoleh dari koleksi OPT/OPTK di BBKP Tanjung Priok berjumlah 106 spesies dan 4 genus. Koleksi kelompok tumbuhan di BBKP Soekarno-Hatta masih terbatas pada koleksi media pembawa OPT/OPTK sehingga tidak diperoleh data koleksi biji tumbuhan intersepsi dari BBKP Soekarno-Hatta. Keseluruhan data tumbuhan asing kontaminan menunjukkan bahwa terdapat spesies yang merupakan OPTK dan atau spesies invasif yang terdaftar di dalam GISD serta spesies tanaman budidaya. Ada 2 spesies tumbuhan kontaminan yang termasuk OPTK yaitu Cirsium arvense dan Cuscuta epithymum. C. arvense merupakan spesies kontaminan yang termasuk OPTK invasif. Tumbuhan asing yang mengontaminasi produk impor dan terdaftar di dalam GISD ada 20 spesies (Tabel 9), 11 spesies diantaranya telah dilaporkan mapan di Indonesia (ISSG 2011). Beberapa spesies tumbuhan asing kontaminan ada yang merupakan spesies tanaman budidaya di Indonesia antara lain: Anoda cristata, Avena fatua, Beta vulgaris, Brassica campestris, Carica papaya, Cicer arietinum, Fagopyrum esculentum, Glycine max, Helianthus annuus, Hordeum vulgare, Linum usitatissimum, L. temulentum, Melilotus indicus, Phaseolus vulgaris, Sesamum indicum, Trigonella faecumgraecum, dan Vigna radiata. Selain itu, ditemukan spesies tumbuhan asing kontaminan yang diketahui telah menjadi invasif di Indonesia (Tabel 10). Berdasarkan perihal keanekaragaman hayati, ada 8 spesies tumbuhan kontaminan yang terdaftar di dalam The IUCN Red List of Threatened Species dengan kategori dikhawatirkan punah (Least Concern) antara lain: Aeschynomene indica, Cyanotis axillaris, Mimosa pudica, Paspalum scrobiculatum, Polygonum barbatum, Polygonum lapathifolium, Polygonum persicaria, dan Sorghum bicolor. Tabel 8 Biji tumbuhan yang sering mengontaminasi produk kedelai impor di tahun 2010 dan 2011*) Negara asal Nama organisme kontaminan Amerika Serikat Abutilon theophrasti Amaranthus sp. Ambrosia artemisiifolia Ambrosia confertiflora Ambrosia sp. Ambrosia spp. Ambrosia trifida Anoda cristata Asteraceae Avena sativa Brassica campestris *) Sumber: dihitung dari database Eplaq Sytem BARANTAN. - Tidak terdeteksi. Frekeunsi temuan (kali) Tahun 2010 Tahun 2011 4 3 26 1 1 86 1 1 11 21 2 1 21 1 1 - 32 Tabel 8 Biji tumbuhan...(lanjutan) Negara asal Nama organisme kontaminan Amerika Serikat (lanjutan) Cassia obtusifolia Echinochloa sp. Ipomoea purpurea Ipomoea sp. Leguminosae Panicum repens Phytolaca sp. Phytolacca americana Polygonum convolvulus Polygonum pensylvanicum Polygonum persicaria Polygonum sp. Polygonum scandens Proboscidea louisianica Proboscidea sp. Setaria parviflora Setaria pumila Setaria sp. Sida sp. Sida spinosa Sorghum bicolor Sorghum halepense Solanum rostratum Xanthium sp. Xanthium strumarium Ambrosia trifida Emex australis Urena lobata Ambrosia trifida Ambrosia artemisiifolia Ambrosia trifida Xanthium strumarium Kanada Malaysia Uruguay Frekeunsi temuan (kali) Tahun 2010 Tahun 2011 7 6 1 1 1 2 1 3 1 1 31 2 1 1 5 1 3 3 1 1 9 1 1 2 1 5 3 2 1 4 2 1 1 5 5 1 3 3 - *) Sumber: dihitung dari database Eplaq Sytem BARANTAN. - Tidak terdeteksi. Secara umum hasil intersepsi BARANTAN tahun 2010-2011 kelompok gulma menunjukkan bahwa beberapa spesies telah ada di Indonesia tetapi ada yang belum diketahui potensi invasif dan status keberadaanya di Indonesia. Spesies tersebut adalah A. confertiflora, Cyperus schweinitzii, P. americana, dan P. pensylvanicum. Spesies kontaminan yang tidak terdaftar dalam GISD seperti P. louisianica dan Brachiaria decumbens telah diketahui berpotensi invasif tetapi dengan tingkatan yang rendah. B. decumbens merupakan gulma lingkungan yang menjajah lingkungan terganggu, pertumbuhannya bersifat agresif, umumnya 33 memerlukan N dan P yang tinggi, dapat beradaptasi pada tanah dengan kesuburan rendah, mengalami dormansi, dormansi dapat dipatahkan setelah 6-9 bulan penyimpanan atau dengan skarifikasi asam dan produk biji berlimpah, tetapi beberapa negara telah membudidayakan gulma ini sebagai pakan ternak (Cook et al. 2005). Menurut Shelton (tahun tidak diketahui) bahwa gulma ini tumbuh dengan cepat tetapi tidak menimbulkan bahaya. P. lousianica menjadi invasif di Victoria karena semak ini berbuah yang berbentuk seperti cakar dan dapat melukai kaki manusia, umumnya tumbuh pada lingkungan terganggu, daya saing tumbuh tinggi terhadap tanaman kapas (DEPI 2013). Tabel 9 Spesies tumbuhan asing invasif yang terdaftar di GISD dan ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor Spesies kontaminan Ageratum conyzoides*) Ambrosia artemisiifolia Produk pertanian Negara Asal Sumber Edamame, groundnut kernel, dan bawang merah Malaysia Intersepsi 2010 - - Kedelai Kedelai White oak Koleksi 2005 Amerika Serikat Amerika Serikat dan Uruguay Jerman - - Centaurea melitensis - - Cirsium arvense - - Cirsium vulgare - - Lepidium virginicum - - Melilotus albus Mimosa pudica*) Gandum Edamame, groundnut kernel, kacang hijau, dan bawang merah Pakistan Malysia *) Spesies invasif yang dilaporkan ada di Indonesia menurut GISD. - Informasi tidak diperoleh. Identifikasi Intersepsi 2010 Intersepsi 2010 Koleksi 2005; 2008 Koleksi 2008 Koleksi 2008 Koleksi 2008 Koleksi 2008 Identifikasi Intersepsi 2010 34 Tabel 9 Spesies tumbuhan ... (lanjutan) Spesies kontaminan Produk pertanian Negara Asal Mimosa pigra*) - - Panicum repens*) Kedelai Amerika Serikat Koleksi 2005 Intersepsi 2011 Paspalum scrobiculatum*) Beras Thailand Identifikasi Prosopis farcta*) - - Prosopis pallida*) - - Prosopis pubescens*) - - Rottboellia cochinchinensis*) Vigna radiata Myanmar Identifikasi Pueraria javanica Malaysia Identifikasi Rumex acetosella - - Rumex crispus Gandum Pakistan - - Rumex obtusifolisus Gandum Pakistan Setaria verticillata*) - - Sorghum halepense*) Jinten hitam Djibouti Amerika Serikat Kedelai Sumber Koleksi 2005 Koleksi 2005 Koleksi 2008 Koleksi 2008 Identifikasi Koleksi 2008 Identifikasi Koleksi 2008 Identifikasi Intersepsi 2011 *) Spesies invasif yang dilaporkan ada di Indonesia menurut GISD. - Informasi tidak diperoleh. Hasil deteksi dan identifikasi spesies tumbuhan kontaminan diperoleh Cynoglossum glochidiatum yang keberadaannya juga belum ada di Indonesia dan memiliki kesamaan genus pada spesies invasif GISD yaitu C. officinale. Informasi tentang C. glochidiatum masih terbatas. Biji C. officinale berkuruan lebih besar daripada C. glochidiatum. Koleksi spesies tumbuhan kontaminan di BBKP Tanjung Priok umumnya berupa gulma. Spesies hasil koleksi BBKP Tanjung Priok tahun 2005-2008 yang selama ini teridentifikasi sebagai Verbascum thapsus dan Ipomoea locunosa telah mengalami re-identifikasi bahwa spesies tersebut berurutan adalah Cyanotis axillaris dan Melochia corchorifolia. Dua spesies tersebut telah ada dan menetap di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada spesies invasif V. thapsus dan I. locunosa yang masuk melalui BBKP Tanjung Priok seperti yang telah dilaporkan oleh Ujiyani (2009). M. corchorifolia telah diverifikasi dengan 35 melakukan identifikasi biji dan seedling, sedangkan C. axillaris diverifikasi berdasarkan referensi identifikasi biji. Biji M. corchorifolia umumnya berukuran 2 mm, warna hitam, dengan hilum di ujung seperti terdapat garis-garis yang tersusun melingkar, irisan melintang biji berbentuk segitiga dengan tepiannya cenderung halus. Biji I. locunosa berwarna cokelat kehitaman, berukuran 4 mm, irisan melintang biji berbentuk segitiga dengan tepian tajam, dan hilum berbentuk bulat-cekung terletak di ujung (Lampiran 4). Tabel 10 *) Spesies tumbuhan asing kontaminan yang telah menjadi invasif di Indonesia*) No. Spesies Famili 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Aeschynomene americana Aeschynomene indica Ageratum conyzoides Amaranthus spinosus Ambrosia artemisiifolia Borreria alata Centrosema pubescens Cleome rutidosperma Crotalaria juncea Cyanotis axillaris Echinochloa colonum Echinochloa crus-galli Eriochloa polystachya Euphorbia heterophylla Hyptis capitata Ipomoea triloba Mimosa pigra Mimosa pudica Panicum repens Paspalum scrobiculatum Polygonum barbatum Rottboellia cocchinchinensis Rumex acetosella Rumex crispus Silene gallica Tribulus terestris Fabaceae Fabaceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Rubiaceae Fabaceae Cleomaceae Fabaceae Commelinaceae Poaceae Poaceae Poaceae Euphorbiaceae Lamiaceae Convolvulaceae Fabaceae Fabaceae Poaceae Poaceae Polygonaceae Polygonaceae Polygonaceae Polygonaceae Caryophyllaceae Zygophyllaceae Sumber KLH (2003). Cuscuta epithymum. Spesies ini dikenal dengan clover dodder. Tumbuhan ini tidak berakar, bersifat parasit dan memiliki daun yang tereduksi. Batangnya berbulu, seperti benang (tebal 0.25-0.40 mm), dan berwarna kuning, merah, atau 36 keunguan. Tumbuhan ini menghasilkan bunga dan buah. Buah berbentuk kapsul yang berisi 4 biji. Biji berukuran 1 mm. C. epithymum asli Eropa dan menyebar hampir di seluruh dunia. Pada umumnya spesies tersebut memarasit tanaman Calluna vulgaris, Ulex europaeus, dan Trifolium spp. Biji yang berkecambah harus segera menemukan inang untuk dihisap cairannya dan bertahan hidup. C. epithymum membentuk haustorium sebagai alat untuk menembus ke jaringan tanaman dan sebagai penghubung transfer makanan. Adanya kontak langsung dengan tanaman akan mempercepat pertumbuhan C. epithymum. C. epithymum tumbuh melilit tanaman inang berlawanan dengan arah jarum jam. Tingkat pertumbuhan C. epithymum tergantung kesesuaian inang dan kekuatan inang. Di Eropa Barat, C. epithymum hidup pada tanaman berbunga yag berumur 0-3 tahun di daerah panas. Gangguan pemangkasan, pembakaran, dan pemotongan dapat membantu perkecambahan biji. Biji dapat menjadi dorman dan mampu berkecambah hingga beberapa tahun. C. epithymum banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar dan untuk mengobati gangguan pada hati, limpa serta saluran kemih (King dan Harris 2013). Menurut CABI (2013) bahwa C. epithymum berpotensi invasif. Penyebarannya melalui biji dan bagian vegetatif tumbuhan. C. epithymum mampu menghasilkan 16 000 biji. Perkecambahan biji optimum pada suhu 15-20 ºC. C. epithymum belum ada di Indonesia dan terdaftar sebagai OPTK kategori A1 (Kementan 2011). Aeschynomene americana. Tumbuhan asli Amerika Tengah dan Amerika Selatan tropik. Tumbuhan ini pada umumnya menjadi gulma pada padi dan kedelai sehingga memerlukan pengendalian budidaya dan kimia yang memadai mengingat gulma tersebut Famili Fabaceae yang juga merupakan famili tanaman inang. Gulma telah ternaturalisasi di Sri Lanka. Biji berukuran 2-3 mm berwarna abu-abu kecokelatan. Tumbuh di daerah basah dataran rendah dan tanah tergenang air. Kemampuan beradapatasinya tinggi pada kesuburan tanah yang rendah dan tahan terhadap nanungan yang moderat. A. americana menghasilkan fiksasi nitrogen yang tinggi (Cook 2007). A. americana juga dilaporkan telah ternaturalisasi di Indonesia (KLH 2003 dan Cook et al. 2005). Aeschynomene indica. A. indica sebagai salah satu gulma padi utama di Asia Tenggara. Gulma ini dilaporkan sebagai inang alternatif dari Helicoverpa armigera di India. Fiksasi nitrogen tinggi dan dilaporkan berbahaya untuk dikonsumsi kuda bila dalam tahap berbuah. Ukuran biji A. indica lebih besar daripada A. americana. A. indica lebih menyukai kondisi tanah basah dan sering ditemukan di sepanjang perbatasan selokan atau kolam renang, atau di lahan pertanian basah. Tumbuhan ini telah ada dan ternaturalisasi di Indonesia (CABI 2013). Amaranthus spinosus. Tanaman ini asli Amerika Tropik. Benih memiliki viabilitas yang panjang, disimpan di dalam kaca selama 19 tahun mempunyai viabilitas 4%. Biji dihasilkan sebanyak 235 000 biji per tanaman. Biji dapat disebarkan oleh air dan angin. Tumbuhan mampu beradaptasi pada tanah kering dan basah, tetapi tidak tahan terhadap genangan air. Tumbuhan memiliki duri. (Gordon et al. 2008). Tumbuhan ini menghasilkan alelopati sehingga dapat menghambat pertumbuhan terutama pada tanaman C4. A. spinosus telah menyebar luas di Indonesia (CABI 2013). Ageratum conyzoides. Tumbuhan asli Amerika Tropik yang lebih dikenal dengan sebutan nama daerah Babadotan. Spesies ini dapat terjadi di daerah 37 lembab di lahan pertanian, limbah tanah, pinggir jalan, perkebunan, padang rumput dan ladang padi gogo. Tumbuhan ini merupakan herba semusim yang mampu memproduksi 40 000 atau lebih biji per individu. Biji mampu disebarkan oleh angin dan air. Siklus hidup sekitar 2 bulan. Tumbuhan ini menjadi inang beberapa hama dan penyakit tumbuhan. Keberadaan A. conyzoides secara signifikan mengurangi biomassa total dan jumlah spesies, yaitu keanekaragaman hayati sekaligus merubah struktur komunitas vegetasi dan regim tanah. Spesies ini penghasil zat alelopati dan dapat menyebabkan alergi ke beberapa manusia (ISSG 2011). Tumbuhan ini telah menyebar di Indonesia (KLH 2003). Ambrosia artemisiifolia. Spesies ini merupakan tumbuhan herba semusim asli USA dan Kanada. Spesies ini kompetitif, agresif, dan dianggap sebagai gulma berbahaya yang mengganggu tanaman budidaya. Kondisi yang sesuai untuk perkembangannya bergantung pada sinar matahari yang penuh, area yang hangat, kaya nutrisi, tanah yang sedikit asam, dan spesies ini dapat mentolerir kondisi tanah yang kering. Serbuk sari bunga jantan menyebabkan alergi ke beberapa orang yang sensitif seperti; rhinitis, oculorhinitis, asma dan iritasi kulit. Biji dapat menyebabkan penyakit pada ternak yang menelannya. Spesies ini dapat menjadi gulma di area bunga matahari, jagung, bit, dan sereal lainnya. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat pengeluaran biaya perawatan dan waktu tenaga kerja (ISSG 2011). Satu tanaman dapat menghasilkan 3 000–4 000 biji, bahkan hingga mencapai 32 000 biji per individu. Biji mampu bertahan hingga 40 tahun dan viabilitas berkurang dipengaruhi oleh waktu penyimpanan. Biji yang matang mempunyai daya kecambah yang rendah, dan memerlukan stratifikasi dingin untuk perkecambahan. Biji dapat mengalami dormansi skunder (CABI 2013). A. artemisiifolia telah masuk ke wilayah Indonesia (KLH 2003). Centaurea melitensis. Tumbuhan herba asli Afrika Selatan dan Eropa Selatan. Spesies ini menyerang area terbuka, area terganggu, dan penyebarannya dapat dengan bantuan manusia atau tanah yang terkontaminasi, benih tanaman, serta rumput. C. melitensis memiliki duri dan dapat memproduksi 6 000 biji per individu. Kebakaran dapat membantu perkcambahan dan pemencaran biji. Pertumbuhan spesies ini lebih cepat dibandingkan dengan vegetasi asli (CABI 2013). Belum ada informasi mengenai keberadaannya di Indonesia. Centrosema pubescens. Tumbuhan asli Amerika Selatan Tropik. Tumbuh merambat dengan sedikit bulu pada permukaan daun dan batang. Tumbuhan ini memproduksi 20 biji per polong, biji berwarna hitam kecokelatan dan terdapat pola bintik-bintik warna gelap dengan halo berwarna lebih terang. Biji berukuran 4 mm. C. pubescens mampu tumbuh pada tanah berlempung dan berpasir, daerah tropik basah dengan curah hujan 750 mm atau lebih. Akar berupa akar tunggang sehingga toleran terhadap kekeringan. Selain itu, toleran terhadap banjir sampai dengan terendam selama 2 bulan. Tumbuhan ini juga toleran terhadap tanah yang memiliki kandungan mangan yang tinggi, toleran terhadap naungan, dan mampu menghasilkan fiksasi nitrogen yang tinggi. Kebakaran dapat memicu perkecambahan biji. Perkecambahan biji 60% memerlukan skarifikasi, biji mempunyai pelindung yang keras sehingga tahan abrasi dan hampir kedap air (PIER 2005). Tumbuhan ini dikenal dengan sentro yang dapat tumbuh alami di Jawa Timur (Schlutze-Kraft dan Clements 1990). Cirsium vulgare. C. vulgare merupakan tumbuhan asli Afrika Utara, Asia, dan Eropa. Tumbuhan ini berpotensi untuk bersaing dengan banyak spesies 38 tumbuhan asli dan mampu menggantikan vegetasi asli. Kemampuan mentolerir kondisi lingkungan yang merugikan dan beradaptasi dengan habitat yang berbeda menyebabkan mampu menyebar secara terus menerus dan menempati daerah baru meskipun tindakan pengendalian diterapkan. Satu individu mampu menghasilkan 1 600-8 400 biji bahkan ada yang mencapai 50 000 biji. Produksi biji yang tinggi, mengalami dormansi yang bervariasi, dan kebiasaan pertumbuhan kuat membuat spesies ini menjadi invasif. Tumbuhan ini mampu bersaing dengan spesies lain di padang rumput, lahan pertanian, dan dapat menyebabkan cedera fisik untuk binatang (CABI 2013). Belum ada laporan tentang keberadaannya di Indonesia. Crotalaria juncea. Tumbuhan ini asli Amerika Tengah yang mampu tumbuh di daerah tropik dan subtropik. Kemampuan beradaptasi pada tanah kering sangat tinggi, mampu beradaptasi pada tanah berpasir, lebih produktif pada tanah yang lembab, toleransi rendah sampai dengan sedang pada tanah yang salin. Tumbuhan memproduksi alkaloid pada biji dan polong, tetapi tidak untuk daerah topik. Ukuran benih bervariasi dari 11 000 sampai dengan 77 000 per pon (Sheahan 2012). Batas suhu untuk perkembangan dan pertumbuhan C. juncea 9-30 ºC (Orwa et al. 2009). Spesies ini menjadi tanaman pupuk yang ditemukan tumbuh di Indonesia, Rodhesia, Malaysia, Taiwan, Thailand, dan China (Rotar dan Joy 1983). Echinochloa colonum. Tumbuhan ini merupakan asli India yang umum menjadi gulma penting pada lahan padi. E. colonum menjadi gulma kosmopolit pada area budidaya, area sampah, selokan dan lapangan. Kemampuan bersaing dengan padi ditandai dengan tumbuh lebih cepat dan memiliki kumpulan akar yang lebih besar sehingga penyerapan nitrogen, fosfor, dan kalium jauh lebih besar daripada padi. Tumbuhan mampu memproduksi biji sebanyak 42 000 biji viabel, dan biji mampu bertahan hingga 3 tahun. Gulma mendominasi lahan sehingga dapat mengurangi hasil panen padi gogo rancah sekitar 74-98% (CABI 2013). Spesies ini telah ternaturalisasi di Indonesia (KLH 2003). Echinochloa cruss-galli. E. cruss-galli tersebar luas di daerah beriklim sedang dan subtropik hangat di dunia, memperluas ke daerah tropik. Tumbuhan ini lebih suka tempat cerah terbuka dan sebagian besar terbatas pada tanah basah, tanah liat sampai tanah liat berpasir. Gulma ini dapat mentolerir tanah kering, tetapi juga dapat terus tumbuh ketika sebagian terendam. Benih memiliki dormansi 3-4 bulan dan tidak berkecambah dalam air yang lebih dalam dari 12 cm, suhu tanah optimum untuk perkecambahan adalah 20-30 °C. Gulma menghasilkan 3 500-80 000 biji bergantung pada jenis tanaman yang berkompetisi dengan gulma tersebut (CABI 2013). Spesies ini telah ternaturalisasi di Indonesia (KLH 2003). Euphorbia heterophylla. Tumbuhan ini asli daerah tropik dan subtropik di Amerika. Biji diproduksi dalam jumlah besar dan kelangsungan hidup yang tinggi. Pertumbuhan optimum pada suhu 25 dan 35 °C. E. heterophylla bersama gulma lain menghasilkan zat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman (CABI 2013). Spesies ini telah ternaturalisasi di Indonesia (KLH 2003). Hyptis capitata. Tumbuhan asli Amerika Tropik dengan nama lain H. rhomboidea. Tumbuhan banyak menginvasi sisi jalan, selokan, area sampah, lahan kering, perkebunan karet, dan hutan jati yang lembab. Habitat yang disukai 39 daerah yang cerah atau terdapat nanungan dan mampu berbunga sepanjang tahun. Tumbuhan ini telah menyebar di seluruh Indonesia (SEAMEO-BIOTROP 2014b). Ipomoea triloba. Spesies ini asli dari Amerika Tropik. Tumbuhan ini telah ada di Jawa dan ditemukan di perkebunan karet, ladang tebu, pinggir jalan, serta lahan pembuangan sampah. I. triloba tumbuh melilit dan memproduksi biji. Pertumbuhannya bergantung pada curah hujan. Kelembaban tanah yang sesuai untuk perkecambahan biji ialah 40-80%. Biji mengalami dormansi. Pemecahan dormansi yang paling efektif dengan memotong atau membuka kulit biji menggunakan pisau. Spesies ini menjadi gulma serius di Australia dan Filipina terutama pada tanaman monokultur. I. triloba berpotensi invasif karena kemampuan bersaing dengan tanaman lain untuk memperoleh air dan nutrisi, serta pertumbuhannya yang melilit dapat menyebabkan kesulitan pemanenan secara mekanik. I. triloba ini diketahui menjadi inang penyakit sapu setan pada ubi jalar dan inang alternatif Meloidogyne javanica dan M. incognita (CABI 2013). Lepidium virginicum. Spesies ini asli dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Costa Rica, El Salvador, Guatemala, Honduras, Nicaragua, dan Panama. Tumbuhan ini menjadi gulma di lahan pertanian, sayuran, buah-buahan, dan di lahan pembibitan. Tumbuhan ini ternaturalisasi di Amerika Serikat bagian Barat, Hawai, dan menyebar cepat ke Grand Cayman, serta ternaturalisasi di Turki. Buah berbentuk silica membulat, dengan ujung bertakik, lebar buah 4 mm, pipih dan bersayap di bagian eksterior. Tanaman ini dapat tumbuh daerah yang ternaungi atau daerah yang mendapat sinar matahari penuh (PIER 2013). Spesies ini belum ada pelaporannya di Indonesia. Melilotus albus. Spesies ini merupakan herba biennial asli Afrika Utara, Asia, dan Eropa. Tumbuhan ini menghasilan coumarin yang beracun bagi hewan (ISSG 2011). Produksi biji tinggi dengan indeks produktivitas sebesar 14-26% (Kolyasnikova 2013). M. albus memproduksi biji hingga 350 000 biji baik dari hasil penyerbukan silang maupun hasil penyerbukan sendiri. Biji tetap viabel meskipun terkubur di dalam tanah hingga 81 tahun. Kebakaran baik alami maupun dari kegiatan manusia dapat menyebabkan skarifikasi biji dan menstimulir perkecambahan biji. Suhu kurang dari 59 ºF merupakan suhu optimum perkecambahan biji. Tumbuhan ini toleran pada tanah dengan kandungan garam moderat dan tidak toleran terhadap naungan. Gulma ini dapat terjadi di hutan, perairan, dan padang rumput (NPS 2013). Biji yang dihasilkan berbentuk hati dengan warna hijau kekuningan hingga kuning kecokelatan, permukaan biji halus, berukuran panjang 1-2 mm. Satu polong menghasilkan 1 biji seperti ada alur gelombang pada permukaan polong (Gambar 10). Informasi tentang keberadaannya di Indonesia belum diketahui. Mimosa pudica. Spesies ini merupakan herba Amerika, menghasilkan biji 600-700 biji per musim. Biji dapat bertahan hingga 19 tahun disimpan di Laboratorium dengan daya kecambah 2%. Kulit polong berbulu memungkinkan dapat dipencarkan melalui manusia atau bulu hewan. Biji juga dapat dipencarkan oleh air. M. pudica dapat tumbuh pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tumbuhan ini toleran pada daerah yang teduh. Daun yang dihasilkan dapat mudah terbakar. Tumbuhan di duga menghasilkan zat beracun sehingga meracuni ternak di Papua New Guinea. Populasi yang tinggi dengan batang yang berduri menyebabkan berkurangnya ketersediaan hijauan untuk merumput ternak. M. pudica dan M. pigra dilaporkan sebagai gulma berbahaya di Australia (Gordon 40 et al. 2008). Introduksi ke Indonesia pertama kali di perkebunan tembakau di Deli, Sumatera. Di jawa telah ternaturalisasi dan sekarang telah menyebar keseluruh Indonesia. Tumbuhan ini menjadi gulma penting di nursery dan perkebunan karet (SEAMEO-BIOTROP 2014c). Gambar 10 Polong dan biji Melilotus albus perbesaran 10 x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s) Mimosa pigra. Habitat yang disukai adalah daerah lembab. Spesies ini merupakan herba asli Amerika Tropik yang menyebar sebagai tanaman hias atau tanaman penutup tanah. Spesies ini menjadi gulma di pertanian, pesisir pantai, di hutan yang lembab, dan di padang rumput. Gulma mampu beradaptasi dan tumbuh di berbagai tipe tanah. Berkembang biak dengan biji dan suckers. Tanaman menghasilkan biji sampai dengan 90 000 biji di Laboratorium. Biji mempunyai sifat dorman lebih dari 15 tahun. Kemampuan bertahan hidup biji yang terkubur di dalam tanah bervariasi (Gordonet al. 2008). Sebaran di Indonesia masih terbatas di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Di Jawa, tumbuhan ini lebih agresif daripada propinsi lain. Tumbuhan ini menginvasi waduk di Bening dan Saradan, Jawa. Di Saradan, M. pigra menjadi spesies dominan (Tjitrosoedirdjo 1988/1989). Panicum repens. Jenis rumput asli Afrika Topik, Afrika Utara, dan Mediteranian. Akarnya yang bersifat rizoma menyebabkan tumbuhan ini sulit dikendalikan. Rumput ini menjadi gulma di daerah basah, baik pesisir dan pedalaman, yang terjadi secara alami di sepanjang tepi sungai, saluran irigasi, danau dan tepi pantai payau. Gulma ini toleran pada berbagai tipe tanah dan tidak sensitif terhadap pH tanah dan salinitas tanah. Suhu pertumbuhan optimum 30-35 ºC. Dormansi biji terjadi pada biji muda. Perkecambahan biji dapat ditingkatkan dengan dingin, nitrat, dan perubahan suhu. Rumput ini dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 50% pada tanaman tebu karena menghasilkan zat alelopati. Selain itu, P. repens dapat menjadi inang kutu loncat padi, Ustilago spp., dan Pyrricularia spp. Spesies ini telah banyak ditemukan di Indonesia (CABI 2013). Paspalum scrobiculatum. Spesies ini merupakan gulma berbahaya di Amerika Serikat dan berpotensi menjadi invasif di Pasifik. Gulma ini menjadi 41 OPTK di 10 negara bagian Amerika. Spesies ini asli Afrika (ISSG 2011). Spesies ini telah menyebar di Indonesia (CABI 2013). Polygonum barbatum. Tumbuhan ini merupakan herba tahunan yang tercatat sebagai salah satu gulma dari tujuh spesies gulma yang dapat mengurangi 65% hasil panen kentang di India. Pertumbuhan yang padat di perairan dapat menurunkan kualitas air, dan transportasi air (Plantwise Knowledge Bank 2013). Gulma ini salah satu spesies asing yang menginvasi perairan terbuka di Waduk Ir. P. M. Noor, Kalimantan Selatan (Tjitrosoedirdjo 2005). Rottboellia cochinchinensis. Rumput yang lebih sering tumbuh daerah yang beriklim tropik dan subtropik. Rumput ini menjadi gulma di pertanian dan di tepi jalan di Pasifik. Gulma ini membahayakan tanaman budidaya karena menghasilkan alelopati, selain itu juga berbahaya bagi hewan ternak dan manusia karena menyebabkan luka karena rambut kasar pada daun dan batang. Rumput ini menjadi inang alternatif virus yaitu rice leaf gall virus dan corn leaf gall virus. Rumput ini menajdi gulma pada tanah liat dan liat berpasir. Biji diproduksi setelah 6-7 minggu dari kemunculan. Biji tidak terdapat awn dan dipencarkan oleh air. Biji diproduksi 2 200-16 500 biji per individu. Biji tetap bertahan dan viabel di dalam tanah hingga 4 tahun (Gordon et al. 2008). Spesies ini ada di Jawa, Nusa Tenggara, dan Sumatera (CABI 2013). Rumex acetosella. Tumbuhan merupakan herba tahunan asli Eurasia dan Chili dapat terjadi di daerah terganggu, seprti pinggir jalan dan padang rumput dan hutan. Herba ini menghasilkan asam oksalat sehingga beracun bagi hewan. Hal ini juga menyebabkan demam pada manusia. Pertumbuhan yang cepat dan mampu mengolonisasi daerah terganggu. Spesies ini dapat menghambat pembentukan kembali spesies asli dan mempengaruhi proses suksesi alami (ISSG 2011). Peningkatan invasi didukung oleh bank benih yang relatif besar. Tanaman menghasilkan biji mencapai 1 622 biji per ramet. Hal ini bergantung dari lokasi dan genetik. Perkembangan optimum pada suhu 17.5-30 ºC. Peneduh dapat menghambat pertumbuhan R. acetosella. Biji masih viabel walau terkubur di dalam tanah selama 5 tahun. Perlakuan suhu lebih dari 70 ºC dapat mengurangi vibilitas biji (CABI 2013). Rumex crispus. Tumbuhan herba asli Afrika Utara, Asia Tropik, dan Eropa. Tumbuhan menginvasi air tawar, lahan basah, rawa, dan pesisir. Selain itu, dapat ternaturalisasi di daerah temperate. Tumbuhan ini merupakan gulma di pertanian di seluruh benua. Tumbuhan ini menghasilkan racun sehingga dapat menyebabkan kembung dan dermatistids pada hewan. Gulma ini tumbuh subur pada tanah yang kaya nutrisi dan nitrogen, lembab, dan berlempung. Herba ini memproduksi hingga 60 000 biji per individu dan biji yang disimpan masih viabel hingga berapa dekade (Gordon et al. 2008). Menurut CABI (2013) spesies ini tidak menjadi invasif di Jawa. Rumex obtusifolius. Tumbuhan ini menghasilkan asam oksalat yang beracun bagi hewan dan dapat mengurangi palatabilitas rumput hingga 65%. Tumbuhan ini menjadi gulma di pertanian, di padang rumput, dan di perkebunan. Di wilayah Sub Antartika, gulma ini menginvasi berbagai habitat termasuk daerah yang didominasi oleh spesies tumbuhan asli (ISSG 2011). Biji diproduksi bervariasi 100-60 000 biji per individu per tahun. Viabilitas biji tinggi mencapai 83% setelah terkubur selama 21 tahun. Selain biji, gulma ini dapat berkembang biak secara vegetatif yaitu dengan akar. Kemampuan beradaptasi terhadap 42 lingkungan yang ekstrim terhadap dingin dan kering. Gulma ini juga mengeksfoliasi nitrogen sehingga dapat merugikan spesies asli (CABI 2013). R. obtusifolisus telah mapan, tetapi tidak menjadi invasif di Tengger, Jawa Timur (KLH 2003). Setaria verticillata. Tumbuhan asli Eropa. Tumbuhan ini menjadi gulma pada lahan pertanian, kota, dan daerah terganggu. Kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan S. verticillata meliputi kerugian ekonomi dan lingkungan. Gulma ini dapat beradaptasi dengan lingkungan lokal dengan cepat, serta resisten terhadap beberapa pestisida (ISSG 2011). Biji memiliki sifat dorman selama 7 bulan setelah terpencar. Suhu 25-35 °C yang paling menguntungkan untuk perkecambahan (minimum 15 °C, maksimum 40 °C) dengan perubahan gelap dan terang. Biji akan menurun viabilitasnya setelah 18 bulan tersimpan di dalam tanah. Spesies ini telah ada di Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi (CABI 2013). Silene gallica. Spesies yang asli Afrika Utara, Asia Barat, dan Eropa. Spesies ini menginvasi daerah terganggu terutama pada daerah pantai. S. gallica mampu tumbuh di tanah subur dan limbah, cenderung berpasir, daerah semi-teduh dan terbuka, termasuk padang rumput, lahan pertanian, daerah berhutan ringan, pinggir jalan, jalan, dan daerah terganggu. Tumbuhan ini mampu berkompetisi dengan spesies asli untuk kelembaban, toleran terhadap suhu rendah hingga 10 ºC dan toleran terhadap kekeringan (GOERT 2011). Spesies ini ditemukan di Jawa Timur (KLH 2003). Sorghum halepense. Spesies ini merupakan tumbuhan asli Eropa Tenggara yang berproduksi dengan biji dan rizoma. Tumbuhan ini merupakan gulma berbahaya yang sangat invasif dengan distribusi di seluruh dunia. Produksi benih yang tinggi dan sistem perakaran yang luas membuatnya sulit untuk diberantas. Spesies ini memiliki sejumlah efek merugikan meliputi toksisitas terhadap hewan merumput, resiko kebakaran selama musim panas dan eksklusi kompetitif tanaman lain. Gulma ini mengurangi kesuburan tanah, bertindak sebagai inang untuk patogen tanaman dan dapat menyebabkan alergi (ISSG 2011). Tribulus terestris. Spesies ini asli Eropa Selatan, Afrika beriklim sedang dan Asia Tropik. Tumbuhan ini memiliki kandungan nitrat yang tinggi yang bersifat racun pada hewan ternak. Spesies ini toleran pada berbagai tipe tanah, berkembang sangat baik pada tanah kering yang berpasir. Buah memiliki duri. Biji dihasilkan 200-5 000 biji per individu (Clifford 2010). Tumbuhan ini sering dibudidayakan di Indonesia sebagai obat tradisional. Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan pada produk pertanian impor pada umumnya merupakan spesies invasif yang merugikan ekosistem pertanian. Oleh karena itu, sangat penting dan wajib dilakukan pemeriksaan karantina terhadap produk pertanian khususnya yang berasal dari tumbuhan yang akan diperdagangkan dan atau dilalulintaskan di dan ke wilayah Indonesia untuk mencegah masuk dan tersebarnya spesies yang berpotensi invasif. Kajian Spesies Tumbuhan Impor yang Berpotensi Invasif di Indonesia Kajian ini diperoleh dari survei ke nursery dan data spesies tumbuhan impor berupa bibit/benih/biji BARANTAN Tahun 2010 sampai dengan 2011 serta koleksi media pembawa OPT/OPTK impor di BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekarno-Hatta. Survei dilakukan di wilayah jabodetabek dan karawang. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya tanaman yang diperjualbelikan merupakan tanaman hasil penyilangan atau hibrida, sehingga kecil potensinya 43 menjadi invasif. Akan tetapi tidak semua tanaman yang diperdagangkan merupakan hasil persilangan sehingga jalur perdagangan tersebut dapat berpotensi sebagai jalur penyebaran spesies invasif di wilayah Indonesia. Ada 13 spesies tumbuhan asing yang berpotensi invasif yang diperdagangkan di nursery (Tabel 11). Data spesies berpotensi invasif banyak diperoleh dari Depok (PT. Godong Ijo Nursery) dan di Karawang (PT. Benara Nursery). Paling banyak macam tanaman hias ada di Karwang. Spesies yang memiki genus yang sama dengan spesies OPTK kelompok gulma kategori A2, yaitu A. gangetica pernah diperdagangkan di tahun 2011, tetapi pada awal tahun 2012 tidak lagi diperdagangkan seiring dengan adanya perkembangan aturan daftar OPTK tahun 2011. Tabel 11 Spesies tumbuhan asing yang berpotensi invasif hasil survei ke nursery di Jabodetabek dan Karawang*) *) **) No. Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Alpinia zerumbet Ardisia elliptica Arundo donax Asystasia gangetica**) Citharexylum spinosum Flacourtia indica Lonicera japonica Melaleuca quinquinervia Phoenix canariensis Samanea saman Spathodea campanulata Tecomaria capensis Thevetia peruviana Famili Zingiberaceae Primulaceae Poales Acanthaceae Verbenaceae Salicaceae Caprifoliaceae Myrtaceae Arecaceae Fabaceae Bignoniaceae Bignoniaceae Apocynaceae Hasil penyandingan dengan daftar GISD Spesies yang sama dengan OPTK tahun 2011 Jenis produk pertanian impor pada tahun 2010 dan 2011 yang tercatat di BARANTAN (Lampiran 6 dan 7), diketahui bahwa ada 5 spesies tumbuhan yang merupakan spesies invasif yang terdaftar di dalam GISD (Tabel 12). Benih Elaeis guineensis dan Ipomoea aquatica merupakan benih tanaman yang dibudidayakan sehingga kemungkinan menjadi invasif sangat tipis selama selalu dalam pengelolaan yang baik. Tiga spesies lain perlu di awasi pengelolaannya, karena bersifat tanaman hias dan penutup tanah sehingga apa bila pengelolaan tidak dilakukan secara terus menerus potensi invasif akan muncul. Tanaman hias pengelolaannya cenderung sesuai kebutuhan dan minat terhadap suatu tumbuhan dari pengelola, sehingga hal ini yang mendorong kemungkinan munculnya potensi invasif jika pengelolaan tidak dilakukan secara terus menerus. Tumbuhan invasif umumnya berasal dari tanaman hias (Ujiyani 2009). 44 Tumbuhan yang diimpor pada umumnya tercatat dalam bentuk nama umum dan genus, sehingga untuk menentukan dan penyandingan nama spesies invasif agak terkendala. Detail komoditi umumnya tersimpan di setiap unit pelaksana teknis yang melakukan pemasukan data ke dalam database Eplaq System BARANTAN. Sebagian dari tumbuhan impor ada yang memiliki genus yang sama dengan spesies invasif tetapi tumbuhan impor ini lebih banyak dipergunakan untuk benih tanaman hortikultura atau buah-buahan. Sampel produk pertanian impor yang masuk selama penelitian berlangsung ada yang termasuk spesies invasif yang terdafar di dalam GISD, tetapi juga telah ada di Indonesia dan menjadi invasif seperti Cynodon dactylon dan Calopogonium caeruleum (KLH 2003). E. guineensis merupakan tanaman budidaya yang memiliki potensi invasif yang terdaftar di GISD. Pengelolaan budidaya tanaman yang baik dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk meminimumkan terjadinya ledakan atau invasi. Tabel 12 Benih dan bibit tumbuhan impor tahun 2010-2011 yang terdaftar sebagai spesies invasif di dalam GISD No. Spesies 1. Cynodon dactylon 2. * Elaeis guineensis Tahun 2010 Volume 9 344.2 Satuan kg 2010 3 505 621 411 632.1 batang kg 2011 4 031 435 18 704.7 batang kg batang kg kg 3. 4. Impatiens walleriana* Ipomoea aquatica 2011 2010 2011 710 1 500 7 980 5. Zantedeschia aethiopica 2011 594 kg Negara Asal Filipina, Singapura, Taiwan, dan Thailand. Afrika Selatan, Costa Rica, Malaysia, Pantai Gading, Papu Nugini dan Thailand. Angola, Kolombia, Costarica, Malaysia, Panama, Papua nugini, Perancis, Pantai Gading, Thailand Belanda Amerika Serikat China, Taiwan, Thailand Taiwan Total pemasukan spesies ini bersamaam dengan spesies Begonia semperflorens. 45 Koleksi spesies tumbuhan impor yang ada di BBKP Tanjung Priok dan BBKP Soekanro-Hatta pada umumnya berasal dari biji-bijian tanaman hortikultura dan tanaman pangan hibrida sehingga tidak berpotensi invasif. Koleksi media pembawa yang ada di BBKP Tanjung Priok diperoleh ada satu spesies yang berpotensi invasif dan terdaftar di dalam GISD yaitu Cyperus rotundus. Sumber koleksi spesies ini diperoleh dari kegiatan impor. C. rotundus dimasukkan ke Indonesia untuk reklamasi lahan di area pertambangan. Koleksi yang ada di BBKP Soekarno-Hatta yang berpotensi invasif adalah E. guineensis. Alpinia zerumbet. Semak yang tumbuh padat di habitat seperti sungai dan lereng yang teduh. Tumbuhan ini menghasilkan sebanyak 1 000 biji per kaki persegi. Biji berdaging buah dan dapat terbawa air ketika tumbuh di dekat sungai. Selain dengan biji, tanaman juga dapat berkembang biak dengan pembelahan rimpang (ISSG 2011). A. zerumbet ternaturalisasi di Afrika bagian Selatan, Hawai, dan Puerto Rico (PIER 2013). Ardisia elliptica. Tumbuhan ini berkembang cepat dan mampu menginvasi daerah hutan lembab yang terganggu serta tidak terganggu. Viabilitas biji sangat tinggi mencapai 99% dan tidak mempunyai sifat dormansi yang lama. Biji dan tanaman muda dapat bertahan dalam kondisi yang teduh selama bertahun-tahun (PIER 2013). Arundo donax. A. donax merupakan hidrofit yang dapat tumbuh di tanah lembab hingga tanah kering. Preferensi tanah terjadi pada pasir kasar, tanah liat dan sedimen sungai air tawar, dan payau, parit, dan sepanjang tepi sungai. A. donax tidak menghasilkan biji yang layak di sebagian besar wilayah dan mampu beradaptasi dengan baik. Spesies ini berkembang biak dengan vegetatif. Tumbuhan ini dilaporkan mentolerir curah hujan tahunan 300-4 000 mm, suhu tahunan dari 9-29 °C dan pH tanah 5.0-8.7. Ekosistem yang terinvasi telah berubah struktur dan komunitasnya (CABI 2013). Citharexylum spinosum. Spesies ini merupakan jenis pohon yang memiliki akar dengan pertumbuhan yang agresif. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada pipa dan jaringan lain di dalam tanah. Kejadian tersebut dapat terjadi di area pertanian, perkotaan, pesisir, dan area terganggu. Tumbuhan ini membentuk kanopi yang lebat sehingga dapat mengancam spesies lain (ISSG 2011). Cynodon dactylon. Spesies gulma pertanian yang potensial berasal dari jenis rumput-rumputan. Gulma mampu bertahan hidup di daerah kering dan banjir. Tumbuhan ini menghasilkan alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan dan mengurangi 41-86% hasil panen tanaman budidaya. Alat perkembangbiakan dapat melalui biji, stolon, dan rizoma. Benang sari dapat menyebabkan alergi seperti demam. Tumbuhan ini dapat menstimulir kebakaran pada kondisi kering yang berkepanjangan, toleran pada berbagai jenis dan kondisi tanah. Biji dihasilkan pada kondisi yang kurang subur, pada umumnya gulma jarang menghasilkan biji pada kondisi subur. Biji dapat bertahan di tanah maksimum 2 tahun. Biji tetap viabel meskipun melalui pencernaan ternak dan setelah perendaman air selama 50 hari (PIER 2013). Elaeis guineensis. Tumbuhan ini merupakan palm asli hutan hujan tropik Afrika Barat. Akar, buah, dan batang tahan terhadap api. Polen dapat menyebabkan alergi polinosis di Malaysia dan Singapura. Pertumbuhan lambat tetapi menjadi cepat jika didukung oleh kelembaban tanah yang tinggi dan kaya 46 nutrisi (PIER 2013). Di Indonesia, tumbuhan ini dibudidayakan dan dikelola dengan baik untuk penghasil minyak. Flacourtia indica. Tumbuhan ini merupakan semak yang dapat menyerang daerah terganggu, tepi hutan, dan pembukaan lahan. Biji bersifat orthodoks dan tetap viabel setelah lebih dari 1 tahun di simpan kering pada suhu 5 ºC. Perkecambahan biji lambat. Tumbuhan mempunyai duri yang dapat berbahaya bagi manusia dan hewan (PIER 2013). Impatiens walleriana. Tumbuhan ini merupakan herba dari Afrika. Pemotongan dapat menyebabkan pertumbuhan kembali setelah 2-3 minggu. Kebugaran biji berkurang maksimum 2 tahun di bawah kondisi laboratorium. Biji berukuran kecil 65 000 butir di dalam setengah sendok teh. Biji memiliki fotodormansi. Spesies ini tumbuh pada tanah sedikit asam, tanah berlempung atau berpasir yang kaya organik maupun tanah organik, dan berdrainase baik. Ada spesies yang memiliki genus yang sama dan umum menjadi gulma di Indonesia yaitu I. platypetala (PIER 2013). I. walleriana menyebabkan punahnya spesies asli dan mengancam tegakan tertentu pada hutan hujan pesisir di New South Wales (Queensland Goverment 2011), tetapi spesies ini mempunyai penilaian resiko yang rendah (PIER 2013). Ipomoea aquatica. Tumbuhan semusim atau tahunan yang tumbuh sangat cepat berasal asli dari India. Perbanyakan dapat dilakukan dengan pemotongan atau biji. Buah berupa kapsul yang terdiri dari 4 biji dengan ukuran 4 mm. Satu individu dapat menghasilakan 175-250 biji. Biji yang baru matang memiliki viabilitas 80% dan 100% setelah 3 hari. Penyimpanan dapat memicu dormansi sekunder pada biji, dan memerlukan skarifikasi dengan membuang kulit biji. Tumbuhan ini toleran pada panas tetapi tidak toleran terhadap garam. Tumbuhan ini menyebabkan polusi pada air, mengganggu sistem irigasi, dapat menurunkan hasil panen pada padi dan tebu. Kondisi Banjir dapat meningkatkan pertumbuhan I. aquatica (Lethonen 1993). Lonicera japonica. Tumbuhan ini asli Jepang dan Korea. Keberadaannya dapat menyebabkan punahnya spesies asli tanaman hutan, dan memicu adanya invasi spesies lain. L. japonica bersaing dengan spesies asli untuk memperoleh cahaya dan nutrisi. Pertumbuhan merambati kanopi, melilit, dan mencekik pohon sehingga menyebabkan kematian pohon tersebut. Tumbuhan ini toleran terhadap naungan dan kondisi kering (ISSG 2011). Melaleuca quinquinervia. Spesies asli Australia Timur. Benih spesies ini banyak dan dapat menjadi gulma, terutama di area yang mengalami kebakaran periodik. Hal tersebut memberikan persemaian yang cocok, seperti di Florida Selatan. Keberadaannya meluas ke Selatan Papua Nugini dan Irian Jaya, Indonesia, dan memiliki distribusi yang luas di Kaledonia Baru, terutama di sebelah Barat Laut dari pulau. Suhu untuk pertumbuhan M. quinquinervia antara 4 ºC dan 38ºC. Tumbuhan ini sangat toleran terhadap api kecuali bibit muda (PIER 2013). Phoenix canariensis. Palm asli dan endemik Kepulauan Canary. Tumbuhan ini memiliki duri tajam yang dapat menyebabkan infeksi bagi manusia dan hewan. Selain itu, daun-daun yang kering dapat menyebabkan asma pada sebagian orang yang sensitif. Keberadaannya dapat menggantikan spesies asli (ISSG 2011). 47 Samanea saman. Kacang-kacangan ini tumbuh dengan cepat mencapai ketinggian 25 m. Spesies ini menjadi invasif di Fiji yang menyerang ekosistem hutan. Biji yang dihasilkan produktif antara 4 400 dan 7 700 biji/kg dengan kulit biji yang keras. Toleran terhadap berbagai kondisi dan tekstur tanah. Getah yang memancar dapat merusak rumput atau tumbuhan yang dibawahnya karena kandungan alelopati. Spesies ini dapat memperbaiki kesuburan tanah karena mampu memfiksasi nitrogen (CABI 2013). S. saman telah ada di Indonesia tetapi tidak menjadi invasif (KLH 2003). Spathodea campanulata. Pohon asli Afrika Barat. Perkecambahan biji cepat sehingga cepat membentuk semak dan dapat membentuk kanopi yang dapat menggantikan spesies asli. Spesies ini dapat menjadi gulma di area pertanian, kehutanan, dan perkotaan. Penyebarannya sangat cepat dapat melalui air dan angin. Spesies sering ditemukan di daerah yang lembab. Biji bersayap sehingga mudah diterbangkan oleh angin (PIER 2013). Tecomaria capensis. Tanaman toleran pada tanah liat, berpasir, asam, netral, basa, bergaram, dan agak toleran kekeringan. Tumbuh cepat dan memadat memebentuk belukar. Buah yang diproduksi menghailkan biji dalam jumlah banyak. Perkecambahan biji 6-21 hari. Spesies ini tumbuh kuat dan membekap tanaman sehingga dapat menggantikan spesies asli (PIER 2013). Thevetia peruviana. Tumbuhan semak asli Amerika Tropik. Buah dan biji beracun bahkan dapat menyebabkan kematian. Biji tahan terhadap kebakaran. Habitat yang disukai adalah tanah yang subur hingga kering, umumnya di daerah terganggu (PIER 2013). Zantedeschia aethiopica. Tumbuhan asli Afrika Selatan yang mampu beradaptasi pada berbagai type tanah, toleran terhadap iklim tropik dan dingin. Infestasi dapat menyebabkan berkurangnya area hijauan merumput, menggantikan spesies asli padang rumput, dan menurunkan produktivitas padang rumput. Penurunan produktivitas lebih dari 5%. Seluruh bagian tanaman dapat menyebabkan keracunan pada hewan dan manusia. Pengendalian dapat menyebabkan alergi dan iritasi (PIER 2013). Sebagai catatan, hasil survei tanaman di nursery ada yang merupakan spesies yang sama dengan spesies invasif di GISD, tetapi spesies tersebut tidak invasif di Indonesia yaitu Psidium guajava dan Lantana camara. Dua spesies tersebut yang diperdagangkan di nursery umumnya telah berkurang sifat liarnya dan telah mengalami perbaikan genetik. P. guajava yang lebih dikenal jambu biji, telah disilangkan untuk mendapatkan tanaman yang berproduksi buah banyak, cepat panen, berdaging buah tebal, dan umumnya kurang berbiji bahkan tidak berbiji. L. camara yang diperjualbelikan di nursery, umumnya telah dipersilangkan dan memiliki varietas yang beranekaragam, pertumbuhannya lambat sehingga memudahkan perawatan sebagai tanaman hias, bunga yang dihasilkan banyak dan berukuran besar. P. guajava dan L. camara yang menjadi invasif umumnya memiliki perkembangan cepat, tumbuh liar, berbuah atau berbunga banyak, umumnya ukuran biji kecil dan biji diproduksi dalam jumlah banyak. P. guajava yang invasif, cepat membentuk semak padat menyebabkan berkurangnya daerah hijauan pada padang rumput. Daun mengandung alelopati dan eksudat akar dapat menghambat pertumbuhan gulma lain (PIER 2013). L. camara yang invasif menghasilkan zat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan spesies lain dan 48 menurunkan hasil panen tanaman budidaya. Daun dan biji menghasilkan triterpenoid yang menyebabkan kercaunan pada hewan. Biji tetap viabel sampai beberapa tahun (PIER 2013). Kajian spesies tumbuhan asing invasif pada tumbuhan impor ditujukan untuk mengetahui spesies asing invasif yang dapat merugikan ekosistem nonpertanian. Tumbuhan yang menjadi invasif umumnya dari tanaman hias. Pengelolaan Spesies Asing Invasif di Pre-Border Badan Karantina Pertanian selaku pelaksana hukum dalam mencegah masuk dan tersebarnya OPTK maupun spesies asing invasif di pre-Border. Spesies asing yang berupa produk tumbuhan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah RI harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan sesuai UU no. 16 tahun 1992 dan PP no 14 tahun 2002. Pemasukan yang berupa bibit atau benih atau bagian-bagiannya yang difungsikan untuk di tanam, sebelum dilaporkan ke petugas Karantina untuk dilakukan pemeriksaan tindakan karantina tumbuhan maka wajib mendapat ijin pemasukan dari Menteri Pertanian yaitu SIPMENTAN. SIPMENTAN dikeluarkan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP). Izin pemasukan tersebut dikeluarkan atas dasar pertimbanganpertimbangan terutama Analisis Resiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) pada media pembawa yang termasuk WRA (Weed Risk Analys). Hal ini untuk menentukan tolak, terima, dan perlu evaluasi terhadap produk impor tersebut. Pemeriksaan produk impor yang berasal dari tumbuhan dilakukan tindakan karantina tumbuhan berdasarkan target pemeriksaan yaitu OPTK. OPTK disusun melalui berbagai tahap dari hasil AROPT dan WRA maupun dari hasil penelitian dan informasi outbreak serta hasil pemantauan OPT/OPTK. Penetapan status OPTK dilakukan berdasarkan dari hasil rapat dengan pihak-pihak berwenang dan ahli dalam bidangnya. Perubahan status OPTK umumnya dilakukan setiap tahun, tetapi di Indonesia dilakukan maksimum 3 tahun. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan administrasi, kesehatan fisik dan atau kesehatan laboratorium. Hasil pemeriksaan tersebut akan menunjukkan kesehatan tanaman secara jelas dan akurat, oleh karena itu diperlukan peningkatan akurasi alat dan sdm di dalam hal identifikasi spesies temuan. Hasil pemeriksaan yang sesuai dengan target OPTK akan dilakukan tindakan karantina tumbuhan sesuai dengan golongan OPTK. Jika produk pertanian impor ditemukan target OPTK golongan I (tidak dapat dibebeaskan) maka dilakukan tindakan pemusnahan atau penolakan jika produk tersebut belum turun dari alat angkut. Temuan golongan II (dapat dibebaskan) maka dilakukan tindakan perlakuan seperti fumigasi, iradiasi, purity analys dan lain sebagainya. Pemeriksaan yang demikian dapat memperkecil peluang masuk dan tersebarnya OPTK dan spesies asing invasif. Target spesies asing invasif di Indonesia telah dilakukan pembuatannya dengan pembuatan website Invasive Alien Species (IAS). Namun, petunjuk teknis tentang pemeriksaan tentang IAS khususnya masih dalam proses pembuatan. Pencegahan masuk dan tersebarnya IAS maupun OPTK dapat dipermudah dengan memberlakukan persyaratan teknis dan mutu terhadap produk pertanian impor tersebut. 49 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Target OPTK kelompok serangga yang berpotensi invasif ada 12 spesies. Tiga spesies diantaranya ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor (Ceratitis capitata, Sirex notilio, dan Trogoderma granarium). Agrilus sulcicollis dan Megacyllene robiniae merupakan spesies asing invasif yang belum ada di wilayah Indonesia ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor. Target OPTK kelompok gulma yang berpotensi invasif terdapat 3 spesies. Asystasia gangetica subsp. micrantha (OPTK kategori A2 berpotensi invasif) telah ada di Indonesia dalam wilayah sebaran terbatas, penyebarannya diasumsikan melalui perdagangan nursery. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat spesies tanaman hias yang sama dengan OPTK tersebut yaitu A. gangetica. Cirsium arvense (OPTK kategori A1 berpotensi invasif) ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor. Centaurea melitensis, Cirsium vulgare, Lepidium virginicum, dan Melilotus albus merupakan spesies yang belum ada di Indonesia yang juga ditemukan mengontaminasi produk pertanian impor. Tumbuhan asing berpotensi invasif yang diimpor dan hasil survei ada 18 spesies. Data spesies asing invasif yang belum ada di Indonesia dapat menjadi bahan informasi sebagai penetapan target pemantauan, target IAS, dan revisi daftar OPTK. Spesies asing invasif yang mengontaminasi produk pertanian umumnya berpotensi menginvasi ekosistem pertanian, sedangkan spesies tumbuhan impor yang berpotensi invasif umumnya merugikan ekosistem non-pertanian. Spesies yang dipertimbangkan sebagai OPTK ialah spesies yang dapat merugikan secara ekonomi. Spesies invasif yaitu spesies yang memiliki karakter berkembang cepat, mampu beradaptasi di kisaran lingkungan yang luas, dapat berpotensi menjadi vektor, unggul dalam berkompetisi dengan spesies lain, merugikan secara ekonomi, keanekaragaman hayati, lingkungan, dan atau kesehatan manusia. Keberhasilan invasi juga dibatasi oleh keberadaan musuh alaminya dan pengelolaan yang baik. Pengelolaan spesies asing invasif di tingkat pre-border dapat dilakukan sama dengan halnya pengelolaan OPTK yaitu melalui pemeriksaan karantina tumbuhan. Pencegahan masuk dan tersebarnya IAS/OPTK dapat diupayakan dengan penertiban pemeriksaan, peningkatan keakuratan identifikasi, penerapan persyaratan tekhnis dan persyaratan kualitas produk yang diimpor serta Sanitary and Phytosanitary Measures yang baik. Saran Spesies invasif yang belum ada di Indonesia (Agrilus sulcicollis, Centaurea melitensis, Cirsium arvense, Cirsium vulgare, Cynoglossum glochidiatum, Lepidium virginicum, Melilotus albus, dan Megacyllene robiniae) sebaiknya dilakukan penelitian atau monitoring lebih lanjut mengenai sebaran dan dampaknya di Indonesia mengingat pernah menjadi kontaminasi produk pertanian impor. 50 DAFTAR PUSTAKA Ahmedani MS, Khaliq A, Tariq M, Anwar M, Naz S. 2007. Khapra beetle (Trogoderma granarium everts): a serious threat to food security and safety. Pak. J. Agri. Sci. Vol. 44(3): 481-493. Arakelian G. 2013. Field Guide to Target Insects in Pest Detection Programs. Los Angeles (CA): County Department of Agricultural Commissioner/Weights and Measures. Australian Government Deparment of Sustainability, Environment, Water, Population, and Comunities. 2010. Invasive species [Internet]. [diunduh 2011 Jun 18]; Canbera (AU): Asutralian Government Deparment of Sustainability, Environment, Water, Population, and Comunities. Tersedia pada: http://www.environment. gov.au/ biodiversity/invasive/. [BARANTAN] Badan Karantina Pertanian. 2011. Tentang invasive alien spesies Invasive Alien Species [Internet]. [diunduh 2011 des 15]; Jakarta (ID): BARANTAN. Tersedia pada: http://ias.karantina.deptan.go.id/index.php? option=com_content&view=article&id=55&Itemid=60. CABI. 2013. Invasive species compendium [Internet]. [diunduh 2012 Jul 17]; Wallingford (UK): CAB International. Tersedia pada: http://www.cabi.org /isc. Canadian Food Inspection Agency. 2008. Invasive Alien Plants in Canada. Ottawa (CA) : CFIA. [CBD] Convention on Biological Diversity. 2009a. Cause and impact of invasive alien species CBD [Internet]. [diunduh 2011 Jun 16]; Montreal (CA): Convention on Biological Diversity. Tersedia pada: http://www.cbd.int/idb/ 2009/about/causes/. [CBD] Convention on Biological Diversity. 2009b. Examples of invasive alien species CBD [Internet]. [diunduh 2011 Jun 16]; Montreal (CA): Convention on Biological Diversity. Tersedia pada: http://www.cbd.int/idb/ 2009/about/examples/. [CBD] Convention on Biological Diversity. 2009c. What are alien invasive species? [Internet]. [diunduh 2011 Jul 1]; Montreal (CA): Convention on Biological Diversity. Tersedia pada: https://www.cbd.int/idb/2009/about/ what/. Ciesla WM. 2011. Forest Entomology A Global Perspective. West Sussex (UK): Wiley-Blackwell. Clifford P. 2010. Tribulus terrestris (Zygophyllaceae) [Internet]. [diunduh 2012 Feb 17]; Pasific Island (US): US Forest Service, Pacific Island Ecosystems at Risk (PIER). Tersedia pada: http://www.hear.org/pier/wra/pacific/ Tribulus_terrestris_PMC.pdf. Cook B, Pengelly B, Brown S, Donnelly J, Eagles D, Franco A, Hanson J, Mullen B, Partridge I, Peters M, et al. 2005. Tropical forages: an interaktif selection tool [Internet]. [Diunduh 2013 Mei 20]; St Lucia (AU): CSIRO, DPI&F Queensland, CIAT, dan ILRI. Tersedia pada: http://www.tropical forages.info. 51 Cook BG. 2007. American jointvetch [Internet]. [diunduh 2011 Agu 12]. Tersedia pada: http://www.pasturepicker.com.au/Html/American_jointvetch.htm. Davis RS. 2011. Fall webworm [Internet]. Utah State University Extension and Utah Plant Pest Diagnostic Laboratory. [diunduh 2012 Jun 12]. Tersedia pada: http://extension.usu.edu/files/publications/factsheet/fall-webworm 2010.pdf. [DEPI] Departmen of Environment and Primary Industries. 2013. Impact assessment - Devil's Claw (purple flower) (Proboscidea louisianica) in Victoria. Victorian Resources Online [Internet]. [diunduh 2013 Mei 20]. Tersedia pada: http://vro.depi.vic.gov.au/dpi/vro/vrosite.nsf/pages/impact_ devils_claw_ purple. Ehnström B. 1999. Pyrrhidium sanguineum [Internet]. [diunduh 2013 Des 22]; ArtDatabanken. Tersedia pada: http://www.artfakta.se/artfaktablad/ Pyrrhidium_Sanguineum_101690.pdf [EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2005. Data sheets on quarantine pests Agrilus planipennis. Bulletin OEPP/EPPO 41: 340-346. [EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2011. Diagnostic Ceratitis capitata. Bulletin OEPP/EPPO 41: 340-346. [EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2013b. National regulatory control systems, PM 9/15 (1) Anoplophora glabripennis: procedures for official control. Bulletin OEPP/EPPO 43 (3): 510–517. DOI: 10.1111/epp.12064. Fabel S. 2000. Effects of Lymantria dispar, the Gypsy Moth, on broadleaved forests In Eastern North America. Restoration and Reclamation Review [Internet]. [diunduh 30 Jan 2014]; 6(6). Tersedia pada: http://conservancy.umn.edu/bitstream/11299/60112/1/6.6.Fabel.pdf. Gella D, Ashagre H, dan NegewoT. 2013. Allelopathic effect of aqueous extracts of major weed species plant parts on germination and growth of wheat. J. Agric. Crop Res. Vol. 1(3): 30-35. [GOERT] Garry Oak Ecosystems Recovery Team. 2011. Silene gallica-common catchfly [Internet]. [diunduh 2012 Jun 13]; Columbia (UK): Garry Oak And Associated Ecosystems In British Columbia. Tersedia pada: http://www.goert.ca/documents/Silene-gallica.pdf. Gordon DR, Onderdonk DA, Fox AM, Stocker RK, Gantz C. 2008. Predicting invasive plants in Florida using the Australian weed risk assessment. Invasive Plant Science and Management 1: 178-195. Government of Canada, Canadian Grain Commission. 2013a. Secondary insect pests [Internet]. [diunduh 2013 Des 02]. Tersedia pada: https://www.grainscanada. gc.ca/storage-entrepose/sip-irs/sip-irs-eng.htm Government of Canada, Canadian Grain Commission. 2013b. Primary insect pests [Internet]. [diunduh 2013 Des 02]. https://www.grainscanada.gc.ca/ storage-entrepose/pip-irp/pip-irp-eng.htm Hill JE. 2008. Non-native species in aquaculture: terminology, potential impacts, and the invasion process. Southern Regional Aquaculture Center Publication [internet]. [diunduh 2011 Jul 1]; No. 4303. Tersedia pada: https://srac.tamu. edu/index.cfm/event/getFactSheet/whichfactsheet/209/. 52 Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi, Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. [ISSG] The Invasive Species Specialist Group (ISSG). 2011. Global invasive species database [Internet]. [diunduh 2012 Feb 02]. Tersedia pada: http://www.issg.org/database/welcome/. Ivakdalam LM. 2010. Dampak ekonomi usahatani pepaya akibat serangan hama Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) di Kecamatan Sukaraja. Jurnal Ilmiah Agribisnis Perikanan. 3(2): 66-73. Jendek E, Grebenniko VV. 2009. Agrilus sulcicollis (Coleoptera: Buprestidae), a new alien species in North America. Can. Entomol. 141: 236–245. Karren JB. 2003. Locust Borer fact. Sheet 35 [Internet]. [diunduh 2012 Des 02]. Utah State University Cooperative Extension. Tersedia pada: http://extension.usu.edu/files/publications/factsheet/locust-borers02.pdf. Keena MA. 2006. Effects of temperature on Anoplophora glabripennis (Coleoptera: Cerambycidae) adult survival, reproduction, and egg hatch. Environ. Entomol. 35(4): 912-921. [Kementan] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/OT.140/9/2010 tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran. Jakarta (ID): Kementan. [Kementan] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta (ID): Kementan. King S, Harris T (editor). 2013. Cuscuta epithymum (clover dodder). Kew Royal Botanic Gardens [internet]. [diunduh 2013 Feb 14]. Tersedia pada: http://www.kew.org/plants-fungi/Cuscuta-epithymum.htm. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Penyebaran Jenis Tumbuhan Asing di Indonesia. Jakarta (ID): Kementrian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan SEAMEO-BIOTROP. Klein H. 2011. Canada thistle. University of Alaska Anchirage (UAA) [Internet]. [diunduh 2012 Mei 13]. Tersedia pada: http://aknhp.uaa. alaska.edu/wp-content/uploads/2013/01/Cirsium_arvense_ BIO_CIAR4.pdf. Kohli RK, Batish DR, Singh HP, Dogra KS. 2006. Status, invasiveness and environmental threats of three tropical American invasive weeds (Parthenium hysterophorus L., Ageratum conyzoides L., Lantana camara L.) in India. Biological Invasions 8:1501–1510. DOI 10.1007/s10530-0055842-1. Kolyasnikova NL. 2013. The Flowering and seed production species of Melilotus albus and Melilotus officinalis. Middle-East J Sci Res 16 (11): 1466-1469. DOI: 10.5829/idosi.mejsr.2013.16.11.12064. Kumalasari NR. 2006. Analisis pengaruh jenis asing invasif Acacia nilotica Will ex Dell 1813 terhadap pola pergerakan banteng (Bos javanicus d’Alton 1823) di Padang Savana Bekol, Taman Nasional Baluran [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lethonen P. 1993. Pest Risk Assessment on Chinese Water Spinach [Internet]. [diunduh 2012 Des 02]; USDA. Tersedia pada: http://www.aphis.usda.gov/ plant_health/plant_pest _info/weeds/downloads/wra/Ipomoea_aquatica.pdf. 53 Lopian R. 2005. The international plant protection convention and invasive alien species. Di dalam: IPPC Secretariat, editor. Identification of Risks and Management of Invasive Alien Species Using The IPPC Framework. Proceedings of The Workshop on Invasive Alien Species and The International Plant Protection Convention [Internet]; 2003 Sep 22-26; Braunschweig, Germany. Roma (IT): FAO; [diunduh 2011 Jul 2]. Tersedia pada: http://www.fao.org/ docrep/008/y5968e/y5968e07.htm. Masum SM, Hasanuzzaman M, Ali MH. 2013. Threats of Parthenium hysterophorus on agro-ecosystems and its management: a review. Intl J Agri Crop Sci [Internet]. [diunduh 2013 Okt 21]; 6 (11): 684-697. http://www.ijagcs.com/wp-content/uploads/2013/10/684-697.pdf. McNeely JA, Mooney HA, Neville NE, Schei P, Waage JK (editor). 2001. A Global Strategy on Invasive Alien Species. Cambridge (UK): IUCN. Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Sartiami D. 2008. First report of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia. J. Agric. Urban Entomol. 25(1): 37-40. Nieto A, Alexander KNA. 2010. European Red List of Saproxylic Beetles. Luxembourg (LU): Publications Office of the European Union. Nowak DJ, Pasek JE, Sequeira RA, Crane DE, Mastro VC. 2001. Potential effect of Anoplophora glabripennis (Coleoptera: Cerambycidae) on urban trees in the United States. J. Econ. Entomol. 94(1): 116-122. [NPS] National Park Service U.S Department of The Interior. 2013. White http:// Sweetclover [Internet]. [diunduh 2013 Jan 15]. Tersedia pada: www.nps.gov/akso/NatRes/EPMT/Species_bios/Melilotus%20alba.pdf. Nugent M, Alexanian K, Chan S, Cudd S, Demasi R, Guntermann C, Henry R, Hilburn D, Reynolds B, Schwamberger E, et al. 2005. Oregon Invasif Spesies Action Plan [Internet]. [diunduh: 2013 Sep 02]; Portland (OR): Oregon Department of Fish & Wildlife. Tersedia pada: http://www.oregon.gov/ oisc/docs/pdf/oisc_plan6_05.pdf. Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Simons A. 2009. Agroforestree database: a tree reference and selection guide. version 4.0. World Agroforestry Centre, Kenya [Interrnet]. [diunduh 2012 Jun 20]. Tersedia pada: http://www.worldagroforestry.org/resources/databases/ agroforestree. [PIER] Pacific Island Ecosystems at Risk. 2005. Centrosema pubescens [Internet]. [diunduh 2012 Apr 6]. Tersedi pada: http://www.hear.org/pier/ wra/pacific/centrosema_molle_htmlwra.htm. [PIER] US Forest Service, Pacific Island Ecosystems at Risk. 2013. Plant Threats to Pacific Ecosystems. [Internet]. [diunduh 2013 Jub 6]. Tersedi pada : http://www.hear.org/pier/scientificnames/index.html. Plantwise Knowledge Bank. 2013. Knot grass (Polygonum barbatum). plantwise knowledge bank [Internet]. [diunduh 2013 Mar 02]. Tersedia pada: http://www.plantwise.org/KnowledgeBank/Datasheet.aspx?dsid= 42686. Queensland Goverment. 2011. Environmental weeds of Australia for biosecurity Queensland: Impatiens walleriana [internet]. [diunduh 2013 Des 29]; Queensland (AU): Queensland Goverment. Tersedia pada: http://keyserver. lucidcentral.org/weeds/data/03030800-0b07-490a-8d04-0605030c0f01/ media/Html/Impatiens_walleriana.htm. 54 Radosevich SR, Holt JS, Ghersa CM. 2007. Ecology of Weeds and Invasive Plants: Relationship to Agriculture and Natural Resource Management. Canada (US): John Wiley & Sons, Inc. Raizada P. 2007. Invasive species: the concept, invasion process, and impact and management of invaders. International Society of Environmental Botanist [internet]. [diunduh 2011 Jul 1]; Vol.13 No. 3. Tersedia pada: http://isebindia.com/05_08/07-07-2.html. Rejmanek M. 2001. What tools do we have to detect invasive plant species?. Groves FH, Panetta FD, Virtue JG, editor. Weed Risk Assessment. Asutralia: CSIRO Publishing. [RI] Presiden Republik Indonesia. 1992. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tentang Karantina Tumbuhan. Jakarta: RI. [RI] Presiden Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Jakarta: RI. Rotar PP, Joy RJ. 1983. 'Tropic Sun' sunn hemp, Crotalaria juncea L. Research Extension Series: 0271-9916. Sabdo E. 2000. Robinia pseudoacacia invasions and control in North America and Europe. Student On-Line Journal [Internet]. [diunduh 2014 Feb 24] vol (6). Tersedia pada: http://conservancy.umn.edu/bitstream/59729/1/6.3. Sabo.pdf. Sanders CJ, Mellor PS, Wilson AJ. 2010. Invasive arthropods. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz [Internet]. [diunduh 2013 Mei 28]; 29 (2): 273-286. Tersedia pada: http://www.oie.int/doc/ged/D7614.PDF. Sauvard D. 2006. Anoplophora glabripennis [internet]. [diunduh 05 feb 2012]. [DAISIE] Delivering Alien Invasive Species Inventories for Europe. Tersedia pada: http://www.europe-aliens.org/pdf/Anoplophora_glabripennis .pdf. Schlutze-Kraft R, Clements J. 1990. Centrosema: Biology, Agronomy, and Utilization. Cali (CO): Centro Internacional de Agricultura Tropical [CIAT]. SEAMEO-BIOTROP. 2014a. Invasive alien species [Internet]. Bogor (ID): SEAMEO-BIOTROP. [Diunduh 2014 Jan 20]. Tersedia pada: http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias&page=2. SEAMEO-BIOTROP. 2014b. Invasive alien species [Internet]. Bogor (ID): SEAMEO-BIOTROP. [Diunduh 2014 Feb 24]. Tersedia pada: http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias&page=6 SEAMEO-BIOTROP. 2014c. Invasive alien species [Internet]. Bogor (ID): SEAMEO-BIOTROP. [Diunduh 2014 Feb 24]. Tersedia pada: http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias&page=4. Sheahan CM. 2012. Plant guide for sunn hemp (Crotalaria juncea). USDANatural Resources Conservation Service, Cape May Plant Materials Center. Cape May, NJ . 08210 [Internet]. [diunduh 2013 Jan 14]. Tersedia pada: https://plants.usda.gov/plantguide/pdf/pg_crju.pdf. Shelton M. Tahun tidak diketahui. Brachiaria decumbens [Internet]. [diunduh 2013 Mei 20]; Roma (IT): FAO Tersedia pada: http://www.fao.org/ag/ AGP/AGPC/doc/Gbase/data/pf000188.htm. 55 Soerjani M, Sundaru M, Anwar C. 1986. Present status of weed problems and their control in Indonesia. Symposium in Weed Science. Proceedings of The Symposium in Weed Science; 1984 Apr 10-12; . Bogor. Bogor (ID): SEAMO-BIOTROP. Tamado T, Schütz W, Milberg P. 2002. Germination ecology of the weed Parthenium hysterophorus in eastern Ethiopia. Ann. appl. Biol. 140: 263270. Tjitrosoedirdjo SS. 1988/1989. The distribution and potential problems of Mimosa pigra l. In indonesia. BIOTROPIA (2): 18-24. Tjitrosoedirdjo SS. 2005. Inventory of the invasive allien plant species in Indonesia. BIOTROPIA NO. 25: 60 – 73. Tjitrosoedirdjo SS. 2007. Notes on the profile of Indonesian invasive alien plant species. BIOTROPIA. 14(1): 57-66. Tjitrosoedirdjo S. 2010. Konsep gulma dan tumbuhan invasif. Jurnal Gulma dan Tumbuhan Invasif Tropika. Bogor (ID): Vol. 1 No. 2: 89-100. Tjitrosoedirdjo S dan Subiakto A. 2010. Mikania micrantha suatu jenis asing invasive mengancam rehabilitasi hutan alam bekas tebangan di Indonesia. Jurnal Gulma dan Tumbuhan Invasif Tropik. Bogor (ID): Vol. 1 No. 1: 1-7. Tjitrosoedirdjo SS, Tjitrosoedirdjo S, Mochtar M, dan Cicuzza D. 2011. Pengelolaan Gulma dalam Sistem Agroforestri Kakao di Sulawesi Tengah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, IPB Press. 1-140. ISBN: 978-979-493319-0. Ujiyani F. 2009. Inventarisasi dan kajian potensi invasif arthropoda dan tumbuhan yang mauk ke wilayah Indonesia melalui Bandara SoekarnoHatta dan Pelabuhan Tanjung Priok [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [USDA] United States Department of Agriculture National Agricultural. 2013. National invasive species information center: European spruce bark beetle [Internet]. [Diunduh 2013 Apr 12]. Tersedia pada: http://www.invasivespeciesinfo.gov/animals/eurosbb.shtml. Wang XY, Yang ZQ, Gould JR, Zhang YN, Liu GJ, Liu ES. 2010. The biology and ecology of the emerald ash borer, Agrilus planipennis, in China. Journal of Insect Science [Internet]. [Diunduh 2013 Apr 12]; 10: 128. Tersedia pada: http://www.insectscience.org/10.128/i1536-2442-10-128.pdf. Weber E. 2003. Invasive Plant Species of The World Areference Guide to Eenvironmental Weeds. Oxon (UK): CABI. Weber E, Guo Shun S, Li B. 2008. Invasive alien plants in China: diversity and ecological insights. Biol Invasions 10:1411–1429. DOI 10.1007/s10530008-9216-3. Weiss JER, Laconis LJ. 2002. Pest Plant Invasiveness Assessment. Victoria (AU): Parks Victoria. Williams PA, Nicol E, Newfield M. 2001. Assesing the risk to indigenous biota of plant taxa new to New Zealand. Di dalam: Groves RH, Panetta FD, dan Virtue JG, editor. Weed Risk Assessment. Collingwood (AU): CSIRO Publishing. hlm 100-116. 56 Wise RM, van Wilgen BW, Hill Mp, Schulthess F, Tweddle D, Chabi-Olay A, Zimmermann HG. 2007. The Economic Impact and Appropriate Management of Selected Invasive Alien Species on the African Continent. Afrika Selatan: CISR. Worner P. 2002. Prediciting the invasive potential of exotic insects. Di dalam: Hallman GJ dan Schwalbe CP, editor. Invasive Arthropods in Agriculture. Enfield (NH): Science Publishers. hlm 119-137. Zablotny JE. 2008. Agrilus planipennis Fairmaire Screening Aid [internet]. [diunduh 2013 Feb 20]. New York (US): USDA APHIS PPQ. Tersedia pada: http://caps.ceris.purdue.edu/screening/agrilus_planipennis. Zimdahl RL. 2007. Fundamentals of Weed Science. California (US): Academic Press. LAMPIRAN 57 Lampiran 1 Hasil intersepsi serangga dan tumbuhan kontaminan pada produk pertanian impor dari Amerika Serikat tahun 2010 dan 2011*) Negara/ Tahun Frekuensi temuan/negara (kali) Jumlah serangga dan tumbuhan kontaminan (organisme) 1 2 351 Amerika Serikat / 2010 Organisme kontaminan Frekuensi temuan individu/negara (kali) Produk pertanian impor 3 4 5 6 44 Abutilon theophrasti Ahasverus advena Alphitobius diaperinus Amaranthus sp. Ambrosia artemisiifolia Ambrosia confertiflora Ambrosia sp. Ambrosia trifida Araecerus fasciculatus Famili Asteraceae Avena sativa Bagian tubuh serangga Brassica campestris 4 2 1 3 23 1 1 86 1 1 3 2 2 Brassica nigra Callosobruchus maculatus Carpophilus hemipterus *) Sumber: hasil ringkasan dari database Eplaq System BARANTAN tahun 2010 dan 2011. 1 2 2 Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Wheat grain Oak logs Soybean Wheat grain Wheat grain Soybean Corn pellet Distillers dried grains 58 Lampiran 1 Hasil intersepsi serangga ...(lanjutan) 1 2 3 4 5 6 Cryptolestes ferrugineus Cryptolestes sp. Drosophila melanogaster Famili Cerambycidae 3 1 1 3 Soybean Soybean Distillers dried grains Red oak veneer logs White oak logs Soybean Soybean Hard Maple Logs Hard maple saw logs Hickory logs Hickory logs, red oak logs Logs Red oak logs Red oak saw logs hickory log Red oak Round log/red oak logs Round logs Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Ipomoea purpurea Ipomoea sp. Tungkai serangga Famili Leguminosae Liposcelis sp. Oryzaephilus surinamensis Phytolaca sp. Phytolacca americana Polygonum pensylvanicum Polygonum scandens *) Sumber: hasil ringkasan dari database Eplaq System BARANTAN tahun 2010 dan 2011. 7 6 43 1 1 1 1 1 2 1 59 Lampiran 1 Hasil intersepsi serangga ...(lanjutan) 1 *) 2 3 4 5 6 Proboscidea louisianica Proboscidea sp. Pupa serangga 3 1 86 Sirex noctilio Sitophilus granarius Sitophilus sp. Solanum rostratum Famili staphylinidae Tribolium castaneum 1 1 1 1 1 11 Tribolium sp. Xanthium strumarium 2 31 Soybean Soybean Hard maple logs Hickory logs Hickory logs, red oak logs Logs Red oak logs Red oak Round log/red oak logs Round logs White oak logs, red oak logs Logs Soybean Soybean Soybean White oak Corn meal Corn pellet Distillers dried grains Soybean U.S. no.2 or better hard red winter wheat Soybean Sumber: hasil ringkasan dari database Eplaq System BARANTAN tahun 2010 dan 2011. 60 Lampiran 1 Hasil intersepsi serangga ...(lanjutan) 1 2 3 4 Xyleborinus sp. Xylosandrus sp. Xylotrechus sp. 5 1 1 3 Amerika serikat / 2011 131 35 Abutilon theophrasti Ahasverus advena 11 2 Ambrosia artemisiifolia Ambrosia sp. Ambrosia spp. 19 2 2 Ambrosia trifida Anoda cristata Avena sativa Callosobruchus maculatus Cassia obtusifolia Cryptolestes ferrugineus Cryptolestes pusillus Echinochloa sp. Ipomoea purpurea Panicum repens Phytolaca sp. Phytolacca americana Polygonum convovulus 21 1 1 2 1 1 1 1 9 1 1 2 1 *) Sumber: hasil ringkasan dari database Eplaq System BARANTAN tahun 2010 dan 2011. 6 White oak logs Red oak logs Red oak White oak logs Soybean Black cherry (lumber) Soybean Soybean Soybean Edamame Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Black cherry (lumber) Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean 61 Lampiran 1 Hasil intersepsi serangga ...(lanjutan) 1 *) 2 3 4 5 6 Polygonum pensylvanicum Polygonum persicaria Polygonum sp. Proboscidea sp. Setaria parviflora Setaria pumila Setaria sp. Sida sp. Sida spinosa Sitophilus oryzae Sorghum bicolor Sorghum halepense Tribolium castaneum 5 3 2 1 4 2 1 1 5 3 5 1 9 Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Soybean Ampas jagung Edamame Corn Soybean Tribolium sp. Xanthium sp. 1 4 Xanthium strumarium Xylotrechus sp. 3 2 Soybean Edamame Soybean Soybean Red oak Sumber: hasil ringkasan dari database Eplaq System BARANTAN tahun 2010 dan 2011. 62 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi spesies serangga dan tumbuhan kontaminan pada produk pertanian impor serta jadwal survei Tanggal Komoditas Negara Jumlah Total Impor Pengambilan Lokasi Identifikasi Pertanian Asal Impor dalam 1 bulan Sampel 1 2 3 4 5 6 7 01-Sep-11 Depo Transporindo Vigna radiata Myanmar Rottboellia cochinchinensis 25 000 kg 25 000 kg 02-Sep-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 06-Sep-11 Depo Arcola Gandum Australia Avena fatua 515 800 kg 112 093 975 kg Brassica campestris Brassica juncea Brassica napus Brassica notatum Convolvulus arvensis Echinochloa cruss-galli Lolium perenne Lolium temulentum Melilotus indicus Phalaris minor Raphanus raphanistrum Rumex altisimus 63 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 06-Sep-11 2 Depo Transporindo Milet 4 Amerika Serikat 06-Sep-11 Depo Transporindo Barley Malt Belgia 09-Sep-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Pueraria javanica 12-Sep-11 Lab. KT Tanjung Priok 3 5 Sorghum bicolor Hordeum vulgare Helianthus anus Convolvulus arvensis Poaceae1 Aeolus sp. Cenchrus longispinus Euphorbia heterophylla Layia platyglossa Eragrostis cilianensis Brassica sp. Veronica hederifolia - - Malaysia Urena lobata Carica papaya Rottboellia cochinchinensis 6 86 945 kg 7 86 945 kg 198 000 kg 674 020 kg - 4 000 kg - 21 327 kg 64 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 12-Sep-11 2 Lab. KT Tanjung Priok 3 Callopogonium coeruleum 4 Malaysia 12-Sep-11 Depo Transporindo Kedelai hitam China 5 Fabaceae 1 Pueraria javanica Fabaceae 2 Malvaceae 1 Araecerus fasciculatus Vigna radiata Centrosema pubescens Fabaceae 3 Fabaceae 4 Panicum miliaceum Polygonum convolvulus Setaria italica Sitophilus oryzae Sorghum bicolor Vigna radiata Phaseolus vulgaris Vigna angularis Fagopyrum esculentum Canabis sp. Vicia angustifolia Panicum notatum Tribulus terestris 6 4 000 kg 7 21 327 kg 44 500 kg 44 500 kg 65 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 12-Sep-11 16-Sep-11 18-Sep-11 2 Depo Transporindo (lanjutan) Lab. KT Soekarno-Hatta 3 Kedelai hitam Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 4 China 5 Sinapsis alba 6 7 - - - - Avena sterilis Vicia sp. Sitophilus oryzae Phyllanthus sp. Lolium perenne Brassica sp. Rhyzopertha dominica Oryzaephilus mercator Oryzaephilus surinamensis Triticum aestivum 255 580 kg 91 114 198.6 kg 412 799 kg 17 856 090 kg 485 980 kg 7 749 875.99 kg - - - 19-Sep-11 SURVEY TANGERANG Lab. KT Tanjung Priok Gandum Australia 19-Sep-11 Depo Arcola Kedelai Amerika Serikat 19-Sep-11 Depo Transporindo Jagung Pakistan 23-Sep-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 66 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 26-Sep-11 2 Depo Transporindo 3 Barley malt 4 Australia 26-Sep-11 Depo Arcola Black cummin seed Djibouti 5 Avena fatua Bromus tectorum Avena fatua Avena sativa Coriandrum sativum Lolium temulentum Phaseolus lunatus Setaria sp. Sorghum halapense Triticum aestivum Trigonella faecumgraecum Linum usitatissimum Cynoglossum glochidiatum Setaria macrostachya Sesamum indicum Phyllanthus virgatus Myriophyllum verrucosum Physalis heterophylla Eriochloa polystachya 6 239 220 kg 7 695 580 kg 30 000 kg 30 000 kg 67 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 01-Okt-11 2 Lab. KT Soekarno-Hatta 03-Okt-11 Depo Arcola 3 Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kuljar) Jagung 04-Okt-11 Lab. KT Tanjung Priok Gandum 4 5 6 7 - - - - 119 400 kg 16 284 296.99 kg 325 870 kg 91 114 198.6 kg Pakistan Rhyzopertha dominica Tribolium castaneum Cryptolestes ferrugineus Cryptolestes pusillus Triticum aestivum Sitophilus oryzae Alphitobius diaperinus Alphitobius laevigatus Australia Avena sterilis Lolium perenne Lolium temulentum Amaranthus retroflexus Amaranthus albus Papaver orientale Polygonum scandens Rumex maritimus 68 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 07-Okt-11 2 Depo Transporindo 08-Okt-11 Lab. KT Soekarno-Hatta 3 Jagung 10-Okt-11 Lab. KT Tanjung Priok Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Ketan pecah 10-Okt-11 Depo Arcola Beras Pecah 4 India 5 Sysimbrium officinale Cryptolestes ferrugineus Larva lepidoptera Oryzaephilus mercator Rhyzopertha dominica Sitophilus oryzae Tribolium castaneum Vigna radiata - - Thailand Ipomoea locunosa Aeschynomene indica Cyanotis axyllaris Trifolium avense Echinochloa colonum Echinochloa cruss-galli Oryzaephilus surinamensis Rhyzopertha dominica Myanmar 6 249 645 kg 7 49 735 370 kg - - 250 000 kg 344 000 kg 2 775 000 kg 1 140 000 kg 69 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 10-Okt-11 2 Depo Arcola (lanjutan) 3 Beras Pecah 4 Myanmar 14-Okt-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Australia 17-Okt-11 Depo Transporindo Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Barley malt 17-Okt-11 Lab. KT Tanjung Priok Beras pecah Myanmar 21-Okt-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Elaeis guineensis benih biji Costa Rica 23-Okt-11 SURVEI JAKARTA 5 Scirpus robustus Ipomoea triloba Cyanotis axyllaris Melochia corchorifolia 6 7 - - - Avena fatua Brassica oleraceae Lolium perenne Aeschynomene indica Cryptolestes pusillus Echinochloa cruss-galli Famili Bostrichidae Sitophilus oryzae Tribolium castaneum Cyanotis axyllaris Melochia corchorifolia Nihil 239 240 kg 1 304 740 kg 500 000 kg 1 140 000 kg 474 kg 474 kg 70 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 24-Okt-11 2 Lab. KT Tanjung Priok 3 Beras 4 Myanmar 24-Okt-11 Depo Transporindo Kedelai Amerika Serikat 5 Alphitobius laevigatus Alphitobius diaperinus Cryptolestes ferrugineus Echinochloa cruss-galli Ipomoea sp. Rhyzopertha dominica Sitophilus oryzae Tribolium castaneum Aeschynomene indica Aeschynomene americana Canabis sp. Triticum aestivum Abutilon theophrasti Brassica notatum Echinochloa cruss-galli Echinochloa colonum Ambrosia trifida Thlaspi arvense Sida spinosa Ipomoea purpurea 6 296 000 kg 7 1 140 000 kg 335 988 kg 17 574 814.64 kg 71 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 24-Okt-11 2 Depo Transporindo (lanjutan) 3 Kedelai 4 Amerika Serikat 24-Okt-11 Depo Arcola Jagung Amerika Serikat 28-Okt-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Kedelai 31-Okt-11 Depo Transporindo - Amerika Serikat 5 Amaranthus retroflexus Amaranthus spinosus Anoda cristata Rumex crispus Chenopodium album Hibiscus trionum Polygonum pensylvanicum Setaria pumila Aster pilosus Malva neglecta Nihil - Amaranthus palmeri Amaranthus retroflexus Amaranthus rudis Abutilon theophrasti 6 25 900 kg 7 451 301 kg - - 212 029 kg 17 574 814.64 kg 72 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 31-Okt-11 2 Depo Transporindo (lanjutan) 3 Kedelai 4 Amerika Serikat 5 Ambrosia trifida Anoda cristata Cryptolestes ferrugineus Echinochloa cruss-galli Ipomoea hederaceae Palorus ratzeburgii Rhyzopertha dominica Setaria pumila Sida spinosa Tribolium castaneum Triticum aestivum Urochloa ramosa Vigna radiata Polygonum laphatifolium Chenopodium album Ambrosia artemisiifolia Hibiscus trionum Phalaris canariensis Polygonum pensylvanicum Polygonum scandens 6 7 73 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 31-Okt-11 3 Kedelai 31-Okt-11 2 Depo Transporindo (lanjutan) Depo Arcola Red millet 4 Amerika Serikat China 01-Nop-11 Depo Transporindo Jagung Pakistan 03-Nop-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 5 Digitaria sanguinalis Panicum miliaceum Shorgum bicolor Setaria italica Setaria viridis Fagopyrum tartaricum Panicum laetum Setaria palmifolia Corispermum declinatum Cryptolestes ferrugineus Cryptolestes pusillus Rhyzopertha dominica Sitophilus oryzae Tribolium castaneum Triticum aestivum - 6 7 21 000 kg 67 000 kg 351 010 kg 1 584 790 kg - - - 74 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 09-Nop-11 11-Nop-11 13-Nop-11 16-Nop-11 2 Lab. KT Tanjung Priok Lab. KT Soekarno-Hatta SURVEY BEKASI Lab. KT Soekarno-Hatta 3 Beras ketan Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 4 Vietnam 5 6 300 000 kg - - - - - - - - 18-Nop-11 Lab. KT Tanjung Priok Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Barley 18-Nop-11 Lab. KT Tanjung Priok Beras pecah Thailand 18-Nop-11 Lab. KT Tanjung Priok Beras India Belgia Nihil Avena fatua 237 920 kg Oryza sativa Sitophilus oryzae 75 000 kg Echinochloa cruss-galli Aeschynomene indica Shorgum bicolor 20 000 kg Triticum aestivum Panicum miliaceum Cryptolestes ferrugineus Helianthus annuus Avena sativa 7 9 051 200 kg 473 840 kg 17 305 530 kg 1 235 000 kg 75 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 18-Nop-11 2 Lab. KT Tanjung Priok (lanjutan) 18-Nop-11 18-Nop-11 22-Nop-11 Lab. KT Tanjung Priok Lab. KT Tanjung Priok Depo Transporindo 25-Nop-11 Lab. KT Soekarno-Hatta 3 Beras 28-Nop-11 Depo Transporindo 02-Des-11 Lab. KT Soekarno-Hatta Beras ketan Beras pecah Biji bunga matahari Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Herb medicinal plant Beras 04-Des SURVEY BOGOR DAN DEPOK Depo Transporindo Barley Malt 05-Des-11 4 Vietnam Pakistan China 5 Cryptolestes ferrugineus Setaria viridis Panicum virgatum Nihil Nihil Nihil - - China Nihil Saudi Arabia Tribolium castaneum Oryzaephilus surinamensis Australia Avena sterilis Lupinus angustifolius 6 7 500 000 kg 270 300 kg 120 000 kg - 10 840 940 kg 270 300 kg 934 000 kg - 12 981 kg 54 559 kg 50 kg 50 kg 240 020 kg 825 260 kg 76 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 05-Des-11 2 Depo Transporindo 3 Barley 4 Belgia 05-Des-11 Depo Transporindo Barley Malt Belgia 05-Des-11 Lab. KT Tanjung Priok Beras Ketan Thailand 05-Des-11 Depo Arcola China 05-Des-11 Depo Arcola Herb medicinal plant Gandum Pakistan 5 Avena fatua Avena sterilis Galium aparine Galium sp. Beta vulgaris Brassica oleraceae Zea mays Avena sterilis Polygonum convolvulus Galium sp. Paspalum scrobiculatum Echinochloa cruss-galli Scirpus robustus Aeschynomene americana Cyanotis axyllaris Melochia corchorifolia Nihil 6 220 920 kg 7 1 357 240 kg 238 600 kg 864 788 kg 250 000 kg 5 445 000 kg 8 283 kg 19 421 kg Melilotus indicus Rumex crispus 523 300 kg 1 479 990 kg 77 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 05-Des-11 2 Depo Arcola (lanjutan) 3 Gandum 4 Pakistan 5 Chenopodium album Medicago polymorpha Avena fatua Avena sterilis Beta vulgaris Brassica campestris Brassica notatum Coriandrum sativum Cyperus sp. Lathyrus sp. Linum usitatissimum Lolium temulentum Lophocateres pusillus Lupinus sp. Phalaris minor Phaseolus lunatus Polygonum sp. Rhyzopertha dominica Tribolium castaneum Melilotus albus Raphanus raphanistrum Kumerowia stipulacea Rumex obtusifolius 6 7 78 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 05-Des-11 09-Des-11 2 Depo Arcola (lanjutan) Lab. KT Soekarno-Hatta 14-Des-11 Lab KT Tanjung Priok 16-Des-11 Lab. KT Soekarno-Hatta 19-Des-11 19-Des-11 19-Des-11 Depo Transporindo Depo Transporindo Depo Transporindo 19-Des-11 23-Des-11 Lab. KT Tanjung Priok Lab. KT Soekarno-Hatta 3 Gandum Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Barley Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Feed oats for horses Herb medicinal plant Jagung Cynodon dactylon Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 4 Pakistan 5 Rumex brownii Belgia Avena sativa Brassica notatum Australia China India Amerika Serikat - 6 7 - - 216 880 kg 864 788 kg - - Avena strigosa Ordo Coleoptera Tribolium castaneum Brassica notatum 521 028 kg 17 755 kg 199 945 kg 521 028 kg 55 044 kg 34 209 873 kg 4 350 kg 4 350 kg Nihil - - - - 79 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 26-Des-11 2 Lab. KT Tanjung Priok 3 Ketan 4 Thailand 26-Des-11 Depo Arcola Kayu oak merah log Jerman 30-Des-11 Lab. KT Soekarno-Hatta 03-Jan-12 06-Jan-12 Depo Transporindo Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Rape seed meal India Cynodon dactylon stolon 09-Jan-12 SURVEY KARAWANG 5 Echinochloa cruss-galli Echinochloa colonum Ipomoea sp. Aeschynomene americana Aeschynomene indica Cyanotis axyllaris Sesbania sericea Melochia corchorifolia Megacyllene robiniae Pyrhidium sanguineum Agrilus sulcicollis 6 3 270 000 kg 7 5 445 000 kg 48 000 kg 3 385 235 kg Cyamopsis tetragonoloba Nihil 212 400 kg 48 000 kg 80 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 10-Jan-12 2 Lab. KT Tanjung Priok 3 Gandum 13-Jan-12 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 4 Rusia - 5 Avena sterilis Ipomoea sp. Brassica oleraceae Brassica rapa Polygonum convolvulus Brassica sp. Polygonum sp. Galium aparine Convolvulus arvensis Lolium perenne Helianthus annuus Brassica napus Calystegia sepium Lithospermum arvense Polygonum scandens Echium plantagineum - 6 1 849 210 kg - 7 1 849 210 kg - 81 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 16-Jan-12 2 Lab. KT Tanjung Priok 3 Beras pecah 20-Jan-12 Lab. KT Soekarno-Hatta Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) Beras Thailand Beras Thailand Beras pecah Thailand 23-Jan-12 Lab. KT Tanjung Priok 23-Jan-12 Lab. KT Tanjung Priok (lanjutan) Lab. KT Tanjung Priok 23-Jan-12 4 Thailand - 5 Echinochloa cruss-galli Aeschynomene americana Ipomoea aquatica Aeschynomene indica Cyanotis axyllaris Sesbania sericea Melochia corchorifolia 6 1 730 000 kg 7 21 601 400 kg - - - Echinochloa cruss-galli Echinochloa colonum Crotalaria striata Vigna radiata Melochia corchorifolia Echinochloa cruss-galli Melochia corchorifolia 125 000 kg 21 601 400 kg 82 Lampiran 2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi... (lanjutan) 1 27-Jan-12 2 Lab. KT Soekarno-Hatta 3 Tidak ada sampel yang memiliki target gulma dan serangga (kultur jaringan) 4 5 - - 6 7 - - 83 Lampiran 3 No. 1. Beberapa foto serangga hasil deteksi dan identifikasi produk pertanian impor* Foto Nama ilmiah/Perbesaran Alphitobius laevigatus 6.5x Keterangan Imago dan * A. laevigatus 20.0x Mata faset 2. Cryptolestes ferrugineus 12.5x Imago 3. Cryptolestes pusillus 12.5x Imago 4. Famili Bostrichidae 10.0x Imago Foto diambil menggunakan bantuan mikroskop stereo binokuler ZEISS Stemi 2000-C dengan kamera AxioCam ERc5s. 84 Lampiran 3 Beberapa foto serangga...(lanjutan) No. * Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan 5. Pseudoscorpion 10.0x Imago 6. Araecerus fasciculatus 6.5x Imago 7. Lophocateres pusillus 12.5x Imago 8. Palorus ratzeburgii 10.0x Imago Foto diambil menggunakan bantuan mikroskop stereo binokuler ZEISS Stemi 2000-C dengan kamera AxioCam ERc5s. 85 Lampiran 4 No. 1. Beberapa foto dan deskripsi biji kontaminan hasil deteksi dan identifikasi produk pertanian impor*) Foto Spesies/Perbesaran/Deskripsi Keterangan Avena fatua 6.5x Caryopsis dan Floret -Dapat ditemukan berupa caryopsis, floret, dan jarang berupa spikelet o caryopsis panjang, sempit, dan ada penipisan pada tengah atas caryopsis, panjang caryopsis 7-8 mm o Permukaan floret agak kasar, tetapi cenderung berbulu dan terlihat mengkilap, posisi awn terletak di bagian tengah atas pada glume, bagian dasar semua floret membulat seperti tapal kuda, ujung rachila membulat segitiga pada semua floret, panjang floret 14-20 mm. Umumnya floret ditemukan tunggal. 2. 3. Aeschynomene americana 12.5x Biji o Biji kecil berwarna cokelat hingga kehitaman, biji seperti huruf “C”, berukuran 2 mm, hilum terletak di bagian atas, tepian biji tipis, hilum berbentuk bulat kecil. Beta vulgaris 10.0x (biji) dan 6.5x (kapsul) Biji dan o Biji terbungkus kapsul yang keras karena biji mudah hancur, kulit biji tipis, berwarna cokelat kemerahan, dan mengkilap. Diameter biji 1-2 mm. Kapsul -Umumnya ditemukan berupa kapsul 86 Lampiran 4 Beberapa foto dan deskripsi biji...(lanjutan) No. Foto Spesies/Perbesaran/Deskripsi Keterangan 4. Cynoglossum glochidiatum 10.0 x o Biji nampak seperti berduri, duri memiliki karakter seperti menara, biji berukuran 2-3 mm. 5. Cyanotis axillaris 10.0x Biji o Biji berbentuk tabung, berukuran 2 mm, berwarna cokelat kehitaman, jika dibelah melintang seperti bentukan busur panah yang dibentang, terdapat cerukan dipermukaan biji, hilum terletak di atas bagian tepi yang pipih. Melochia corchorifolia 10.0x Biji o Biji berbentuk segitiga dengan salah satu posisi tepian membulat, berwarna hitam, hilum terletak dibagian ujung biji, berukuran 2 mm. 6. 7. Rotboellia cocchinchinensis 6.5x o Floret berbentuk tabung, dengan lema dan glume yang keras, berwarna hijau hingga kuning, erukuran 6-7 mm. Floret umumnya tersusun membentuk spikelet seperti pensil o Caryopsis berwarna kuning, bentuk seperti kapal boat, hilum bulat, panjang 4 mm, dan lebar 1.5 mm. Biji Floret -Umumnya ditemukan berupa floret Caryopsis 87 Lampiran 4 Beberapa foto dan deskripsi biji...(lanjutan) No. 8. 9. 10. * Foto Spesies/Perbesaran/Deskripsi Keterangan Corispermum declinatum 10.0x o Biji berwarna cokelat, berbentuk pipih, ujung biji seperti capit, permukaan biji ada tonjolan-tonjolan, panjang 3 mm, dan lebar 1.5 mm. Ipomoea locunosa 8.0x o Biji berwarna cokelat kehitaman, berbentuk segitiga jika dilihat dari samping, sudut tepi tegas, panjang 4 mm, dan lebar 45 mm. Biji Raphanus raphanistrum 8.0x o Umumnya polong yang ditemukan mengontaminan berbentuk gada atau potongan kayu, tekstur polong tidak teralalu keras, permukaan polong cenderung halus dan terkadang beralur garis memanjang. o Biji bulat lonjong berwarna merah kecokatan, bagian salah satu tepi biji terdapat alur, bagian ujung biji agak datar dan terdapat hilum. Umumnya disekitar hilum terlihat seperti ada tepung putih. Polong Biji -Dapat ditemukan berupa polong dan terkadang berupa biji Biji Foto diambil menggunakan bantuan mikroskop stereo binokuler ZEISS Stemi 2000-C dengan kamera AxioCam ERc5s. 88 Lampiran 5 Beberapa foto biji tumbuhan asing hasil deteksi dan identifikasi produk pertanian impor* No. 1. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan Abutilon theophrasti 8.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 2. Ambrosia artemisiifolia 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 3. Aster pilosus 8.0x Bunga majemuk (Kamera AxioCam ERc5s) dan A. pilosus 12.5x Bunga tunggal (Kamera AxioCam ERc5s) -Umumnya ditemukan berupa bunga majemuk 89 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan 4. Avena strigosa 6.5x Floret (Kamera Canon Ixus 1000HS) 5. Canabis sp. 6.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 6. Cenchrus longispinus 10.0x Caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) -Umumnya ditemukan berupa spikelet. 7. Centrosema pubescens 8.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 8. Convolvulus arvensis 8.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 90 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 9. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan Digitaria sanguinalis 10.0x Caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) 10. Echium plantagineum 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 11. Eragrostis cilianensis 10.0x Spikelet (Kamera AxioCam ERc5s) dan caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) 91 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan 12. Eriochloa polystachya 10.0x Caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) 13. Euphorbia heterophylla 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 14. Fagopyrum esculentum 6.5x Kapsul dan Biji (Kamera AxioCam ERc5s) -Biji umumnya ditemukan bersama kapsulnya 15. Galium aparine 12.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 92 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 16. 17. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan Hibiscus trionum 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) Kochia scoparia 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) kapsul (Kamera AxioCam ERc5s) -Umumnya ditemukan berupa kapsul Achene (Kamera AxioCam ERc5s) 18. Layia platyglossa 10.0x 19. Linum usitatissimum 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 20. Lithospermum arvense 8.0x (Sinonim dari Buglossoides arvensis) Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 93 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 21. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan Lolium temulentum 6.5x Caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) 22. Lupinus angustifolius 6.5x Biji (Kamera Canon Ixus 1000HS) 23. Medicago polymorpha 6.5x Polong (Kamera AxioCam ERc5s) dan 24. M. polymorpha 12.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) Melampyrum verrucosum 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 94 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 25. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Melilotus indicus 10.0x Keterangan Polong (Kamera AxioCam ERc5s) Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 26. Panicum notatum 10.0x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 27. Paspalum scrobiculatum 10.0x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 95 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 28. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Phalaris minor 10.0x Keterangan Floret (Kamera AxioCam ERc5s) Caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) 29. Phyllanthus virgatus 12.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 30. Physalis heterophylla 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 31. Polygonum scandens 12.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 32. Fagopyrum tartaricum 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 96 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 33. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Rumex altissimus 10.0x Keterangan Kapsul (Kamera AxioCam ERc5s) Kapsul (Kamera AxioCam ERc5s) -dapat ditemukan berupa kapsul atau biji Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 34. Scirpus robustus 10.0x 35. Sesamum indicum 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 36. Sesbania sericea 12.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 97 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 37. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Setaria faberi 12.5x Keterangan Floret (Kamera AxioCam ERc5s) dan Caryopsis (Kamera AxioCam ERc5s) -Umunya ditemukan floret, jarang sekali ditemukan berupa caryopsis 38. Setaria pumila 10.0x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 39. Setaria macrostachya 10.0x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 98 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 40. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan Setaria sphacelata 12.5x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 41. Setaria viridis 12.5x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 42. Sida spinosa 10.0x Kapsul (Kamera AxioCam ERc5s) dan Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 43. Sorghum halapense 10.0x Floret (Kamera AxioCam ERc5s) 99 Lampiran 5 Beberapa foto biji ...(lanjutan) No. 44. 45. Foto Nama ilmiah/Perbesaran Keterangan Thlaspi arvense 12.5x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) Urena lobata 6.5x Kapsul (Kamera AxioCam ERc5s) dan Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 46. Urochloa ramosa 10.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) 47. Veronica hederifolia 8.0x Biji (Kamera AxioCam ERc5s) * Foto diambil menggunakan bantuan mikroskop stereo binokuler ZEISS Stemi 2000-C. 100 Lampiran 6 Impor produk pertanian berupa tanaman hidup, benih dan hasil tanaman hidup bukan benih, hasil tanaman mati diolah, dan tanpa olahan periode tahun 2010*) Kelompok Jenis produk pertanian Frekuensi Volume Satuan Tanaman Hias Acacia spp. Acorus spp. Agave spp. Aglaonema spp. Aglaonema spp., Anthurium spp., Sansevieria spp., Phalaenopsis spp. Anthurium spp. Arecaceae Auricularia polytricha Bambusa spp. Begonia spp. Begonia spp., Bidens spp., Brachyscome spp., Impatiens spp., Lobelia spp., Sanvi spp. Benih bunga Bibit anggrek Bibit hias Boswellia carteri Bromelia spp. Cannabis spp. Cassia spp. Cattleya spp., Dendrobium spp., Vanda spp. Cattleya spp., Phalaenopsis spp. Chamelaucium ciliatum, Eriostemon spp., Banksia serrata Chrysanthemum indicum Chrysanthemum spp. Cichorium intybus Commiphora myrrha Copernicia alba Cuscuta spp. Cycas spp. Cymbidium spp, Lilium spp., Tulipa sp. 1 1 1 56 1 96 7 275 150 000 32 823 300 kg kg batang batang kg 1 1.500 batang 7 1 1 2 2 2 1 2 12 455 5 000 5 000 236 24 000 420 30 000 1 445 batang kg kg batang kg kg batang batang 1 77 430 batang 2 2 6 1 1 1 1 20 050 23 250 3 252.60 90 280 120 435 kg batang batang kg batang kg kg 1 24 750 batang 1 24 750 batang 1 148 8 2 1 1 1 1 1 2 167 100 21 408 20 000 90 10 180 12 3.398 1 242 kg batang kg kg kg batang kg batang kg kg 101 Lampiran 6 Impor ... (lanjutan) Kelompok Tanaman Hias Jenis produk pertanian Dendrobium spp. Dendrobium spp., Phalaenopsis spp., Vanda spp. Dianthus caryophyllus Dianthus spp. Dracaena spp. Encephalartos spp. Eucalyptus spp. Flowerbulbs Gerbera spp. Helianthus annuus Lilium spp. Livistona rotundifolia Lomandra spp., Dianella spp. Lomandra spp., Dianella spp., Anigozanthos spp. Lophanthera lactescens Lophanthera spp Loropetalum chinensis Nelumbo nucifera Oncidium spp. Oncidium spp., Phalaenopsis amabilis Oncidium spp., Phalaenopsis spp. Papaver somniferum Papaver spp. Parent seed Perilla frutescens Phalaenopsis amabilis Phalaenopsis spp. Phalaenopsis spp., Dendrobium spp., Cymbidium spp. Frekuensi Volume Satuan 12 163 830 batang 1 24 500 batang 3 14 745 1 320 1 30 1 1 500 5 185 3 84 1 1.13 1 15 6 89 000 1 10 500 1 595 74 5 258 167.10 7 22 011 34 107 321.50 1 100 1 3 000 batang kg batang kg batang kg kg kemasan batang batang kemasan kg batang kg batang kg 1 740 batang 1 3 509 batang 1 1 1 3 2 50 800 0 675 5 .678 batang kg kg kg batang 1 2 742 batang 1 2 060 batang 1 1 2 1 16 1 17 3 1 3 402.48 16.18 68 522 360 117 460 7 000 3 926 6 052 320 1 5 401 kg kg kg kg batang kg kemasan batang kemasan batang 102 Lampiran 6 Impor ... (lanjutan) Kelompok Tanaman Hias Jenis produk pertanian Philodendron spp. Phoenix sp. Phoenix spp. Phoenix sylvestris Platycladus orientalis Pruni persicae Prunus spp. Pterocarpus indicus Pruni persicae Rhapis excelsa Rheum palmatum Rosa spp. Sandersonia auratiaca, Calla palustris Sanseivera spp. Saracca spp. Sargassum spp. Aquarium Tanaman Hias Vaccaria spp. Vanda spp. Wrightia religiosa Xanthorea spp. Xanthostemon spp. Zambila hyachitus Ziziphi spinosae Hortikultura Cucurbita pepo Olea europaea Allium ampeloprasum Allium cepa Amaranthus spp. Ananas comosus Apium graveolens Apium graveolens subsp. dulce Benih sayuran (campuran) Bibit sayuran Brassica napus Frekuensi Volume Satuan 5 1 1 4 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 5 1 140 930 20 254 3 000 90 600 170 200 50 170 50 600 17 500 18 145 270 batang kg batang batang kg batang kg kg kg batang kg batang kg kg batang kg 1 155 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 48 2 1 1 3 175 50 1 600 160 1 985 8 794 169 300 50 600 10 800 1 300 6 850 660 10 2 441 735 2 508 240 000 9 687 1 100 kg 19 1 6 26 464.8 124 121 036 kg kg kg kg batang batang kg kg batang batang kg batang batang kg batang kg batang kg kg kg kg kg kg batang kg 103 Lampiran 6 Impor ... (lanjutan) Kelompok Jenis produk pertanian Tanaman Hortikultura Brassica oleracea Brassica oleracea var. botrytis Brassica spp. Capsicum spp. Citrullus lanatus Citrullus lanatus, Cucumis sativus Citrullus lanatus, Lactuca sativa, Capsicum annuum Citrus spp. Coriandrum sativum Cucumis sativus Cucurbita moschata Cuminum cyminum Curcuma longa Daucus carota, Brassica oleracea Daucus carota, Solanum lycopersicum Fragaria × ananassa Glycine max Illicium verum Ipomoea aquatica Jatropha curcas Jatropha spp. Lactuca sativa Lathyrus odoratus Momordica charantia Momordica charantia; Cucurbita moschata Musa spp. Nymphaea spp. Ocimum basilicum Ocimum tenuiflorum Origanum majorana Petoselinum crispum Pisum sativum ssp. sativum Raphanus sativus Rubus spp. Sesamum indicum Frekuensi Volume Satuan 34 7952.25 kg 2 120 kg 12 3 9 125 527.50 1 717.25 3 948 kg kg kg 1 450.2 kg 1 6.75 kg 3 11 1 8 16 2 11 450 298 192 50 610.04 273 065.75 11 200 1 1 228 kg 1 1 300 kg 3 3 2 2 5 1 1 2 2 1 88 250 1 040 4 915 34 640 9 344.20 300 112 1.500 6.812 27 1 25.19 kg 3 2 7 2 1 8 50 000 6 375 73 584 30 000 20 44.25 batang kg kg kg kg kg 2 15 220 kg 4 1 12 490 5 000 209 228 kg batang kg batang kg kg kg kg kg batang kg kg kg kg kg kg kg kg kg 104 Lampiran 6 Impor ... (lanjutan) Kelompok Jenis produk pertanian Tanaman Hortikultura Solanum lycopersicum Syzygium aqueum, Nephelium lappaceum Syzygium malaccense Trachyspermum ammi Vaccinium myrtillus Vitis vinifera Wasabia japonica Kehutanan Acacia spp. Albizia chinensis Corylus spp. Swietenia macrophylla Obat Folium artemisiae Folium eriobotryae Folium mori(sangye) Folium perillae Tribulus terestris Vitex spp. Xanthium spp. Pangan Manihot utilisima Oryza sativa Solanum lycopersicum Solanum tuberosum Sorghum bicolor Zea mays Penutup Tanah, rumput, dan Benih pakan ternak pakan ternak Benih rumput Callopogonium caeruleum Callopogonium mucunoides Croton sp. Croton spp. Cynodon dactylon Brachiaria decumbens; Chloris gayana; Stylosanthes hamata; dan C. dactylon Linum usitatissimum Medicago sativa Mucuna bracteata Phalaris canariensis Frekuensi Volume Satuan 3 736.04 kg 1 710 kg 1 50 1 6 300 1 4 339 1 10 000 2 54 1 75 1 1 043 4 42 500 1 3 2 774 1 450 1 416 1 399 1 150 1 160 1 180 1 9.37 57 2 504 940.70 2 558.07 17 1 924 400 1 2 000 40 923 929.71 kg kg kg batang kg kg kemasan kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg 1 5 kg 1 3 1 3 1 1 6 530 40 000 10 000 827 1 000 1 500 kg kg kg batang kg kg 1 5 530 kg 9 47 7 9 163 876.53 16 044.04 10 470 422 962 kg kg kg kg 105 Lampiran 6 Impor ... (lanjutan). Kelompok Jenis produk Tanaman pertanian Pueraria javanica Penutup Tanah, rumput, Serinus canaria dan pakan Penutup tanah ternak Perkebunan Areca catechu Canarium spp. Coccos nucifera Coffea spp. Elaeis guineensis Gossypium spp. Nicotiana tabacum Theobroma cacao *) Frekuensi Volume Satuan 7 2 127 000 219 500 kg kg 31 613 600 kg 1 5 1 2 43 45 2 2 1 11 200 439 360 26 134 400 6 372 483 422 048.60 49 314 85.6 150 000 kg kg koli kg batang kg kg kg kg Sumber: Eplaq System BARANTAN tahun 2010 dan telah dilakukan pencarian nama spesies. 106 Lampiran 7 Impor produk pertanian berupa tanaman hidup, benih dan hasil tanaman hidup bukan benih, hasil tanaman mati diolah, dan tanpa olahan periode tahun 2011*) Kelompok Tanaman Kehutanan Hias Jenis produk pertanian Acacia spp. Fcus benjamina Swietenia macrophylla Tectona grandis Agalaonema spp. Agastache cana Agave spp. Anthurium andraeanum Arecaceae Begonia glabra Begonia semperflorens, Impatiens walleriana Brachiaria decumbens Chloris gayana Chrysanthemum indicum Cichorium intybus Crocosmia x crocosmiiflora Dahlia spp., Penstemon spp. Dendrobium spp. Dracaena spp. Echinacea purpurea Eustoma grandiflorum Gerbera spp. Guizotia abyssinica Gypsophila spp. Frekuensi Volume Satuan 4 1 1 1 30 1 1 1 1 3 115.19 5 060 89 269.15 246 922.8 14 500 12 130 000 30 44 35 360 kg kg kg batang batang batang batang kg batang batang 1 710 batang 1 1 8 13 1 1 8 200 300 80 396 76 598 24 1 595 272 150 328.5 297 12 8 000 7 130 36 191 12 500 6 506 989.87 48 3 300 40 506 130 810 1 500 1 996 14 640 1 880 500 300 40 102 672 0.20 kg kg batang kg batang batang batang kg kg batang batang batang kg batang 1 1 1 2 2 2 Helianthus annuus 77 Heuchera sanguinea Impatiens spp. Lilium spp. 1 3 20 Neliumbium nucifera Nigella spp. Orcidaceae Salam seashore paspalum Setaria sphacelata Stylosanthes hamata Petunia spp. Phalaenopsis amabilis 1 1 1 1 1 1 1 17 kg batang batang batang kg kg kg batang kg kg kg batang batang kg 107 Lampiran 7 Impor ...(lanjutan) Kelompok Tanaman Hias Jenis produk pertanian Phalaenopsis amabilis Phalaenopsis spp. Phoenix spp. Podocarpus costalis Rheum palmatum Rosa spp. Rudbeckia subtomentosa Salvia officinalis Sandersonia auratica Saururus cernuus Stevia rebaudiana Valeriana officinalis Vanda spp.; P amabilis; Cattleya spp.; Dendrobium spp. Zantedeschia aethiopica Tanaman hias Hortikultura Allium ampeloprasum Allium ascalonicum Amaranthus spp. Ananas comosus Apium graveolens Brassica napus Brassica oleracea Brassica oleracea gemmifera Brassica paradisi Capsicum annuum Citrullus vulgaris Citrus sp. Coriandrum sativum Cucumis melo Cucumis sativus Cucurbita spp. Cycas rumphii Daucus carota Fragaria × ananassa Ipomoea aquatica Lactuca sativa Frekuensi Volume Satuan 2 1 1 4 3 730 33 5 960.20 3 760 3 28 100 20 000 68 030 1 12 batang 1 2 1 2 1 2 12 284.50 36 200 000 9 250 52 250 batang kg kg batang kg batang 2 2 4 16 3 6 1 7 14 8 670.5 300 41 228 928 000 2 496.20 660 340 2 190 1 968 5 060 1 185 kg batang kg kg kg batang kg kg kg kg 8 9 11 2 1 1 3 2 1 1 1 5 5 895 1 312.57 2 984.1 2 600 20 000 1 200 26.21 3.20 41 000 18 000 40 000 7 980 25 910.60 kg kg kg batang kg kg kg kg batang kg batang kg kg 11 kemasan batang kg kemasan koli kg batang kg batang 108 Lampiran 7 Impor (lanjutan) Kelompok Jenis produk pertanian Tanaman Hortikultura Momordica charantia Ocimum spp. Origanum majorana Petroselinum crispum Pisum sativum Pyrus pyrifolia Raphanus sativus Rubus idaeus Solanum lycopersicum Vigna unguiculata Wasabia japonica Benih sayuran (campuran) Kehutanan Aquilaria spp Corylus spp Gingko biloba Pangan Linum usitatissimum Oryza sativa Solanum tuberosum Zea mays Penutup Medicago sativa Tanah. Lomandra spp rumput. dan pakan Mucuna spp ternak Phalaris canariensis Penutup Tanah Benih Leguminosae Benih rumput Perkebunan Elaeis guineensis Encephalartos spp Gossypium herbaceum Jatropha curcas Nicotiana tabacum Phoenix dactylifera *) Frekuensi 3 1 1 1 2 1 5 1 6 7 2 47 1 5 2 2 33 12 54 53 2 7 3 29 1 1 99 2 1 10 3 1 Volume Satuan 18 862.67 2 000 10 40 5 870 5 000 1 131.95 4 000 1 989.98 312 000 7 97 083.15 15 000 45 219.96 240 4 917 2 151 794.442 864000 1 393 642.53 1 313 431.79 9 148 225 23 540 180 530 242 077 31.8 1 000 4 031 435 18 476.60 13 18 000 6 400 1 267.50 21.2 28 kg kg kg kg kg kg kg batang kg kg kg kg batang kg kg kg kg kg kg kg batang kemasan kg kg kg kg kg batang kg batang kg batang kg kg kg Sumber: Eplaq System BARANTAN tahun 2011 dan telah dilakukan pencarian nama spesies. 109 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 06 April 1981 dari pasangan Bapak Rakidin dan Ibu Ismojowati, SPd. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Penulis lulus pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri I Mejayan pada tahun 1999 dan melanjutkan pendidikan strata-1 (S1) di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan memilih jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2004. Kegiatan yang pernah diikuti oleh penulis yaitu peserta Olimpiade Matematika Tingkat Karisidenan Madiun pada tahun 1994, peserta Olimpiade Kimia Tingkat Kotamadya Madiun pada tahun 1996, menjadi pemrasaran pada Symposisum PEI tahun 2004 dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Pakan Madu terhadap Lama Hidup dan Produksi telur Trichogramma pretiosum”, menjadi anggota PEI Cabang Bogor Tahun 2004 sampai dengan sekarang dan anggota PFI Cabang Jakarta sejak tahun 2012 sampai dengan sekarang. Penghargaan yang pernah diperoleh penulis yaitu sebagai mahasiswa lulusan terbaik tingkat Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, IPB tahun 2004. Pengalaman kerja penulis yaitu sebagai asisten peneliti di laboratorium Ekologi-Parasitoid IPB dan di Yayasan Peduli Konservasi Alam (PEKA) Indonesia pada tahun 2004-2005, Pegawai Negeri Sipil-Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) di Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Bandar Lampung dari Januari 2005 sampai dengan April 2013, selanjutnya dari April 2013 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai POPT di Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok tepatnya di Wilayah Kerja Karantina Pertanian Kantor Pos Bogor.