BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Bab 4: Sinyal dan Sistem di Domain Frekuensi 1 Konsep Spektrum Frekuensi Suatu Sinyal dapat didekomposisi menjadi komponen-komponen sinusoidal (atau eksponensial kompleks). Dengan dekomposisi semacam itu, sebuah sinyal dikatakan direpresentasikan dalam Domain Frekuensi. Pada sinyal periodik, dekomposisi menjadi komponen sinusoidal disebut Deret Fourier. Sedangkan pada sinyal aperiodik (finite energy) disebut sebagai Transformasi Fourier. Transformasi Fourier dan Deret Fourier adalah alat matematis yang sangat penting dalam analisis dan desain sistem LTI. Dengan melakukan analisis frekuensi, kita dapat melihat representasi matematis komponen-komponen frekuensi yang terkandung dalam suatu sinyal. Rangkaian frekuensi yang terkandung dalam sinyal tersebut disebut spectrum. 1.1 Frekuensi Sinyal Kontinue Periodik Tujuan Belajar 1 Peserta dapat menghitung spektrum (deret Fourier) dari sinyal kontinu yang periodik. Representasi matematis dasar dari sinyal periodik adalah Deret Fourier, yang merupakan penjumlahan berbobot linear (linear weighted sum) dari sinyal sinusoidal atau eksponensial kompleks. Kombinasi x(t ) = linear dari eksponensial kompleks harmonis dalam bentuk ∞ ∑ ck e j 2πkFot adalah sinyal periodik dengan periode fundamental: k = −∞ Tp = 1 To . Oleh karena itu, kita dapat berpikir bahwa sinyal eksponensial { e j 2πkFot k = …, -2, -1, 0, 1, 2, …} adalah “building block” dasar, yang darinya kita dapat mengkonstruksi sinyal periodik dengan berbagai tipe dengan memilih frekuensi fundamental dan koefisenkoenfisien {ck}. Fo menentukan periode fundamental dari x(t) dan koefisien {ck} menentukan bentuk dari gelombang (waveform). Bila diberikan sinyal periodik x(t) dengan periode Tp. Kita dapat merepresentasikan sinyal tersebut dengan suatu deret yang disebut Deret Fourier, dimana frekuensi fundamental Fo dipilih timbal balik dengan periode Tp. Untuk menentukan ekpresi dari koefisen-koenfisien {ck}, kita pertama-tama harus mengalikan kedua sisi dengan eksponensial kompleks e − j 2πFolt , dimana l adalah integer, dan kemudian mengintegrasikan kedua sisi pada satu periode, dari to ke to+Tp. Akan kita dapatkan : IV-1 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain t o +T p to +T p to to − j 2πlF t ∫ x(t )e o dt = ∞ t o +T p k = −∞ to ∑ ck ∫ e j 2πFo ( k − l )t ∫ ∞ e − j 2πlFot ∑ ck e j 2πkFot dt k = −∞ e j 2πFo ( k − l )t t o +T p dt = ∑ ck k = −∞ j 2πFo (k − l ) t o ∞ ↓ 0 bila k ≠ l j 2πFo (k − l )(t o +T p ) karena e = e j 2πFo (k − l )t o tapi bila k=l t o +T p ∫ dt = t to + T p to Jadi ∞ ∑ k = −∞ ck to +T p j 2πFo ( k − l )t ∫e to = Tp dt = cl T p to Karena to adalah sembarang, maka integral dapat dievaluasi dalm setiap interval Tp. Konsekuensinya, integral untuk koefisien Deret Fourier dapat ditulis sebagai ck = 1 Tp ∫ x(t )e − j 2πkFot dt Tp Tujuan Belajar 2 Peserta mengerti konvergensi deret Fourier melalui kondisi Dirichlet. Hal penting yang muncul dalam merepresentasikan sinyal periodik dalam Deret Fourier adalah apakah deret tersebut konvergen untuk x(t) pada setiap nilai t, yaitu bila sinyal x(t) dan representasi Deret Fourier-nya ∞ ∑ ck e j 2πkFot adalah sama untuk setiap nilai t. k = −∞ Kondisi Dirichlet menjamin bahwa deret tersebut akan sama dengan x(t), kecuali pada nilai t dimana x(t) diskontinyu. Kondisi Dirichlet adalah : 1. Sinyal x(t) memiliki discontinuitas dalam setiap perioda dalam jumlah yang terbatas. 2. Sinyal x(t) mengandung maxima dan minima dalam suatu perioda dalam jumlah yang terbatas. 3. Sinyal x(t) dapat diintegralkan secara absolut dalam sembarang periode, IV-2 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain ∫ | x(t ) | dt < ∞ Tp Sebagai kesimpulan, bila sinyal x(t) adalah periodik dan memenuhi Kondisi Dirichlet, maka sinyal tersebut dapat direpresentasikan sebagai Deret Fourier x(t ) = ∞ ∑c e k = −∞ dimana ck = j 2πkFot k 1 Tp ∫ x(t )e − j 2πkFot dt Tp Tujuan Belajar 3 Peserta dapat menghitung variant dari deret Fourier dalam bentuk cos dan sin. Secara umum, Ck adalah bilangan kompleks. Lebih jauh lagi, bila sinyal periodik tersebut adalah, maka Ck dan C-k adalah complex conjugate. ck =| ck | e jθ k c−k =| ck | e − jθ k maka : ( ck + c− k =| ck | e jθ k + e − jθ k ) = 2 | ck | cosθ k Sehingga Deret Fourier dapat direpresentaskan dalam bentuk : ∞ x(t ) = co + 2 ∑ cos( 2πkFot + θ k ) k =1 dimana co adalah real ketika x(t) adalah real. Persamaan tersebut dapat jabarkan menjadi : cos( 2πkFot + θ k ) = cos 2πkFot cosθ k − sin 2πkFot sin θ k Sehingga kita dapat merepresentasikan Deret Fourier dalam bentuk : ∞ x(t ) = ao + ∑ (ak cos 2πkFot − bk sin 2πkFot ) k =1 dimana a0 = co ak = 2|ck|cosθk bk = 2|ck|sinθk IV-3 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Tujuan Belajar 4 Peserta dapat menghitung Power Density Spectrum atau Power Spectrum dari sinyal kontinu yang periodik, dalam term domain waktu maupun domain Fourier (Parseval’s relation). Suatu sinyal periodik memiliki energi tak terhingga (infinite) dan daya rata-rata yang terhingga (finite), yang diberikan sebagai Px = Kita ingat bahwa x = xx* , 1 Tp ∫ | x(t ) | 2 dt Tp maka : Px = = 1 Tp ∫ 1 Tp ∫ x(t ) x * (t )dt Tp ∞ x(t ) ∑ ck *e − j 2πFo k tdt k = −∞ Tp 1 − j 2πkFo t = ∑ ck x(t )e dt Tp ∫ k = −∞ T p ↑ ck ∞ * = ∞ ∑ | c k |2 k = −∞ Ini disebut Parseval's Relation, yang dihitung dalam term ck. Tujuan Belajar 5 Peserta dapat memplot spektrum secara alternatif berbetuk power spectrum maupun magnitude dan fasa. Kita dapat melihat bahwa x(t) adalah deret dari harmonic : ... + C − 2 e − j 2π Fo 2 t + C −1e − j 2π Fot + Co +C1e j 2π Fot + C 2 e j 2π Fo 2 t + ... Daya rata-rata pada masing-masing komponen frekuensi adalah : Px = | c k | 2 IV-4 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Bila kita memplot | ck |2 sebagai fungsi dari frekuensi kF0, k= …-2,-1,0,1,2, … , maka dapat dibuat suatu diagram yang disebut Power Density Spectrum, yang menggambarkan bagaimana daya dari sinyal periodik didistribusikan diantara komponen-komponen frekuensi. power density spectrum IckI2 ... ... -5Fo -4Fo -3Fo -2Fo -Fo 0 Fo 2Fo 3Fo 4Fo 5Fo Frekuensi,F Gambar 1. |ck|2 adalah daya dari komponen pada frekuensi kFo Karena daya pada sinyal periodik ada hanya pada nilai diskrit frekuensi (F= … -2F0, F0, 0, F0,2F0 …), makanya sinyal tersebut dikatakan memiliki line spectrum. Spasi diantara garis spectral yang bersebelahan adalah sebanding dengan periode fundamental Tp. Sebagai alternatif dari memplot Power Density Spectrum, kita dapat memplot Magnitude Spectrum { | ck | } dan Phase spectrum { | θ k | } sebagai fungsi dari frekuensi. Koefisien Detet Fourier yang merupakan bilangan kompleks dapat direpresentasikan sebagai : ck =| ck | e jθ k dimana θ k = /_ ck Power Density Spectrum adalah kuadrat dari Magnitude Spectrum, jadi tidak mengandung info θk. Bila sinyal periodik adalah x(t) real, maka koefisien deret Fourier-nya memenuhi kondisi c-k =ck* sehingga |ck|2 = |ck*|2 Oleh karena itu, power spectrum adalah fungsi symetric/even dari frekuensi. Kondisi ini berrati pula bahwa Magnitude spectrum adalah fungsi symetric/even dan Phase spectrum adalah fungsi ganjil. Sebagai konsekuensi dari adanya simetri tersebut, spektrum dari fungsi real cukup dispesifikasi pada frekuensi positif saja. ∞ Px = Co 2 + 2 ∑ | ck |2 = ao 2 + 1 ∞ ( a 2 + bk 2 ) 2∑ k k =1 IV-5 k =1 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Tujuan Belajar 6 Peserta dapat menghitung spektrum dari deret pulsa rektangular waktu kontinu. Bagaimana menentukan Deret Fourier dan Power Density Spectrum dari pulsa rectangular train? Gambar 2. Pulsa rectangular train. Untuk menyelesaikannya, pertama-tama kita lihat bahwa x(t) adalah periodik dengan periode dasar Tp ⇒ Fo = 1/Tp, jadi kita bisa menggunakan deret Fourier. Selain itu, x(t) adalah sinyal genap sehingga x(t) = x(-t), maka kita dapat memilih interval integrasi dari -Tp/2 s.d. Tp/2 Untuk k=0, kita dapatkan : Tp / 2 1 Co = Tp ∫ x(t )dt = −T p / 2 1 Tp τ /2 τ /2 −τ / 2 −τ / 2 ∫ Adt = A = Aτ Tp Untuk k tidak sama dengan nol, kita dapatkan : ck = ⇒ ck = 1 Tp τ /2 ∫ Ae − j 2π ( kFo )t dt = −τ / 2 A πkFoT p A e j 2πFo kt τ / 2 T p − j 2πkFo −τ / 2 e jπkFo t − e − jπkFot j2 ↓ e jx − e − jx sin x = 2j maka : ck = A sin(πkFoτ ) πkFoT p IV-6 k = ±1, ±2, … BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain karena sin Φ = sin cΦ , maka Φ ck = Aτ sin(πkFoτ ) Aτ = sinc(πkFoτ ) T p πkFoτ Tp ↓ ∅k ∅k bernilai diskrit karena Fo dan τ fixed bergantung k . Tapi bila ∅ kontinu sinc ∅ - decays to zero as |∅| → 0 bernilai nol pada ∅ = mπ, m = ±1, ±2, … 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 Gambar 3. Fungsi sinc. Script Matlab 1 » clear » x=-5*pi:0.001:5*pi; » y=sinc(x); » plot(x,y); Jadi ∅k adalah sample dari ∅ pada posisi (πFoτ)k. Jadi ck adalah sample dari sin∅ pada posisi tersebut dengan amplitudo terskala sebesar Aτ/Tp Ctt. Karena x(t) even → ck real → fase spectrum IV-7 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain 0 →ck positive π → ck negative ck =| ck | e jθ k → jadi plot saja ck tanpa perlu phase dan magnitude Akibat dari perubahan Tp dan τ pada spektrum • Fix Tp dan varies τ 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 Gambar 4. Hasil mengubah τ = 0.05 . Script Matlab 2 » a=1; » tp=1; » tau=0.05; » x=-7*pi:1:7*pi; » y=((a*tau)/tp)*sinc(x*tau); » stem(x,y); » axis([-7*pi 7*pi -0.1 0.3]); IV-8 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 Gambar 5. Hasil mengubah τ = 0.1 . Script Matlab 3 » a=1; » tp=1; » tau=0.1; » x=-7*pi:1:7*pi; » y=((a*tau)/tp)*sinc(x*tau); » stem(x,y); » axis([-7*pi 7*pi -0.1 0.3]); • Fix τ, vary Tp 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1 -20 -15 -10 -5 0 5 10 Gambar 6. Hasil mengubah τ = 0.2 . IV-9 15 20 20 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Script Matlab 4 » a=1; » tp=1; » tau=0.2; » x=-7*pi:1:7*pi; » y=((a*tau)/tp)*sinc(x*tau); » stem(x,y); » axis([-7*pi 7*pi -0.1 0.3]); Perhatikan, bila k≠0 dan sin(πkFoτ), ck = 0 Padahal pada kFo tertentu (π(kFo)τ = mπ, m= ±1, ±2, …) ⇒ sin πkFoτ = 0 ⇒ ini terjadi pada kFo = m/τ Contoh : Bila Fo = 4 Hz dan τ=0.2Tp, (τ = 0.2/4=0.1/2) ck = 0 pada kFo = m.2/0.1 = 20m → kFo = ±20, ±40, ±60, … → pada k = ±5, ±10, ±15, … PDF: 2 Aτ ,k = 0 Tp | ck | 2 = 2 Aτ sin c 2 (πkFoτ ) T p 1.2 Frekuensi Sinyal Kontinu Aperiodik Tujuan Belajar 7 Peserta dapat menghitung spektrum (X(F)) dari sinyal kontinu yang aperiodik, serta mengerti hubungannya dengan kasus periodik. Pada sinyal kontinyu periodik, kita melihat bahwa sinyal memiliki spektra garis dengan spasi yang sebanding dengan frekuensi fundamental. Bila periodenya dibuat menjadi tak terhingga (menjadi sinyal aperiodik), maka lebar spasi akan nol dan spectrum-nya menjadi kontinyu. IV-10 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 7. Sinyal aperiodik dengan durasi terbatas dapat digunakan untuk membuat sinyal periodik. Bila kita mengamati sinyal aperiodik dengan durasi finit pada gambar (a) diatas, maka kita dapat menyusun suatu sinyal periodik xp(t) dengan perioda Tp, seperti pada gambar (b). Jelas, xp(t) = x(t) dengan Tp tak terhingga, yaitu x(t ) = lim x p (t ) . T p →∞ Representasi Deret Fourier untuk sinyal periodik adalah : x p (t ) = ∑ ck k j 2π ( kFo )t Fo =1/Tp dimana 1 ck = Tp ck = 1 Tp Tp / 2 ∫x p (t )e − j 2π ( kFo ) t dt −T p / 2 ∞ ∫ x(t )e − j 2π ( kFo ) t dt −∞ Kini kita definisikan suatu fungsi, Tranformasi Fourier X(F) dari x(t), sebagai : X (F ) = ∞ ∫ x(t )e − j 2πFt dt −∞ X(F) adalah fungsi dengan variable kontinyu F. Koefisien Fourier dapat diekspresikan dengan term X(F) sebagai : 1 ck = X (kFo ) = Fo X (kFo ) = Fo X (kFo ) Tp maka : k X (kFo ) = X = Tp ck T p IV-11 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Dengan demikian dapat dikatakan bahwa koefisien ck adalah sampling dari X(F), yang diambil pada setiap kelipatan Fo dan diskala sebesar Fo (dikalikan dengan 1/ Tp). Dengan mensubstitusikan ck diperoleh : x p (t ) = 1 Tp ∞ k j 2πkF t o e p ∑ x T k = −∞ Untuk mencari x(t) dari X(F) maka didefiniskan : Fo= ∆F= 1/Tp x(t ) = lim x p (t ) T p →∞ sehingga : x p (t ) = ∞ ∑ X (k∆F )e j 2πk∆Ft ∆F k∆F → F k = −∞ Jelas bahwa pada Tp mendekati tak terhingga, xp(t) tereduksi menjadi x(t), juga ∆F menjadi differensial dF dan k ∆F menjadi variabel frekuensi kontinyu F. Maka diperoleh : lim x T p →∞ p (t ) = ∞ ∫ X ( F )e j 2πFt dF = x(t ) −∞ Dapat disimpulkan, untuk sinyal kontinyu aperiodik, berlaku : x(t ) = ∞ ∫ X ( F )e j 2πFt dF −∞ dan X (F ) = ∞ ∫ x(t )e − j 2πFt dt −∞ Tujuan Belajar 8 Peserta dapat menghitung Power Density Spectrum atau Power Spectrum dari sinyal kontinu yang periodik, dalam term domain waktu maupun domain Fourier (Parseval’s relation). Bila x(t) adalah sinyal energi berhingga dengan tranformasi Fourier X(f), maka energinya dapat diekpresikan sebagai: ∞ E x = ∫ | X (t ) |2 dt −∞ bila diekspresikan dalam X(F) persamaannya menjadi : IV-12 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain ∞ = ∫ | X ( F ) |2 dF −∞ Ini adalah Parseval’s Relation untuk sinyal aperiodik energi berhingga dan mengekspresikan prinsip konservasi energi dalam domain waktu dan frekuensi. Sedangkan kuantitas Sxx(F) = | X ( F ) |2 merepresentasikan distribusi energi dari sinyal sebagai fungsi frekuensi. Oleh karena itu Sxx(F) disebut Energy Density Spectrum dari x(t). Intergral dari Sxx(F) sepanjang semua frekuensi menghasilkan total energi dari sinyal tersebut. Tujuan Belajar 9 Peserta dapat menghitung spektrum dari sebuah pulsa rektangular waktu kontinu. Bagaimana menentukan Transformasi Fourier dan Energy Density Spectrum dari sinyal pulsa rektangular pada gambar (a) dibawah ini ? Jelas bahwa sinyal tersebut aperiodik dan memenuhi Kondisi Dirichlet, oleh karena itu Transformasi Fourier-nya ada. Dengan mengaplikasikan persamaan transformasi fourier diperoleh : τ /2 sin πFτ πFτ −τ / 2 Diagramnya dapat dilihat pada gambar atas bagian (b). X (F ) = ∫ Ae − j 2πFt dt = Aτ Energy Density Spectrum dari pulsa rektangular adalah : IV-13 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain 2 sin πFτ S xx ( F ) = ( Aτ ) πFτ 2 Berikut ini beberapa gambar pulsa rektangular dalam berbagai variasi lebar berserta Transformasi Fouriernya. Gambar 8. Beberapa gambar pulsa rektangular dalam berbagai variasi lebar berserta Transformasi Fouriernya 1.3 Frekuensi Sinyal Diskrit Periodik Tujuan Belajar 10 Peserta dapat menghitung spektrum (deret Fourier) untuk sinyal periodik waktu diskrit. Kita diberi skuens periodik x(n) dengan periode N, dimana x(n)=x(n+N) untuk semua n. Representasi deret fourier untuk x(n) terdiri dari N harmonic yang berhubungan dengan fungsi eksponensial IV-14 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain sk = k j 2π n e N k = 0, 1, …, N-1 dan diekspresikan sebagai N −1 x(n) = ∑ ck sk k =0 dimana {ck} adalah koefisien-koefisien dalam representasi deret. Bagaimana mencari ck ? ck = x, sk G * ↓ scaling factor N −1 = ∑ x(n), e k − j 2π n n n =0 N −1 N −1 k j 2π ( k − l ) n N n =0 k = 0 n j 2 p(k −l) N ∑c ∑e k =0 N −1 N −1 = ∑ ∑ ck e n =0 ↓ N ,k − l = 0 , ± N, ± 2 N = 0 ,else Sehingga diperoleh : k − j 2p n 1 N −1 ck = ∑ x(n)e n N n=0 Maka untuk sinya diskrit periodik : N −1 x(n) = ∑ ck e k =0 j 2π k n N = S k ( n) ↓ harmonically relate x(n ) = x(n + N ) Ingat : N, a =1 n N a = 1 − a , a ≠ 1 ∑ n=0 1 − a N −1 N −1 maka ∑e n=0 k j 2π n n N , k = 0,± N ,±2 N = 0, otherwise IV-15 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain ck = 1 N N −1 ∑ x ( n )e − j 2πkn / N n=0 ↓ amplitudo dan fasa x(n ) pada sk ( n ) = e Ck + N 1 = N = k j 2π n N N −1 = e jω k n ∑ x ( n )e − j 2π ( k + N ) n N n =0 1 N N −1 ∑ x ( n )e − j 2π n =0 k n N = Ck karena 1 N ∑ x ( n) e − j 2πn e j 2πk n N n Berikut ini beberapa contoh pencarian spectrum untuk sinyal diskrit periodik: a. b. c. x(n) = cos 2πn π x(n) = cos n 3 x ( n ) = x ( n + 4) , x(n) = {1, 1, 0, 0} Jawab : a. ω o = 2π → f o = 1 → non periodic 2 Spectrum 1 2 b. fo = 1/6 → x(n) periodic N=6 1 5 ck = ∑ x(n )e − j 2πkn / 6 k = 0,1,...,5 6 n =0 2πn 1 j 2πn / 6 1 − j 2πn / 6 ingat x(n ) = cos = e + e 6 2 2 1 1 → c1 = c5 = 2 2 co = c2 = c3 = c4 = 0 IV-16 f BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain c. Ck = k − j 2π n 1 3 4 ( ) x n e ∑ 4 n =0 π − j2 k 1 = 1 + e 4 , 4 k = 0, 1, 2, 3, … k − jπ 1 → Ck = 1 + e 2 4 Co = 1/2 C1 = 1/4(1-j) C2 = 0 C3 = 1/4(1+j) Tujuan Belajar 11 Peserta dapat menghitung power density spectrum dalam term domain waktu maupun domain Fourier (Parseval’s relation). Daya rata-rata dari sinyal waktu-diskrit periodik dengan periode N didefiniskan sebagai: Px = 1 N N −1 N −1 ∑ | x ( n) | = ∑ | c 2 n=0 k =0 k |2 Skuens | ck |2 untuk k=0,1,…,N-1 adalah distribusi daya sebagai fungsi frekuensi dan disebut Power Density Spectrum dari sinyal periodik. Energi dari skuens x(n) pada satu perioda N −1 N −1 n =0 k =0 E N = ∑ | x ( n) |2 = N ∑ | c k | 2 Sebagai contoh, bagaimana mencari deret Fourier dan PDS dari sinyal waktu-diskrit kontinyu square-wave dibawah ini? 2 ck diperoleh : Dengan mengaplikasikan persamaan analisis, k 1 IV-17 2 N-1 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain k 1 N −1 1 L −1 − j 2π N n − j 2πkn / N , k = 0,...N-1 Ck = = ∑ x ( n )e ∑ Ae N n=0 N n=0 A k N L, k = 0 A L−1 − j 2π N = n Ck = ∑ e A 1 − e j 2πkL / N N n =0 N 1 − e − j 2πk / N ↓ sin (πkL / N ) = e − j 2πk ( L−1) / N sin πk / N Power Density Spectrum dari sinyal tersebut adalah : 2 AL N | Ck|2 = 2 2 A sin pkL/N N sin pk/N 1.4 Frekuensi Sinyal Diskrit Aperiodik Tujuan Belajar 12 Peserta dapat menghitung spektrum ( X (ω ) ) untuk sinyal aperiodik waktu diskrit. Tranformasi Fourier untuk sinyal waktu-diskrit energi berhingga x(n) didefinisikan sebagai : X (ω ) = ∞ ∑ x ( n )e − jωn = x, s * n = −∞ ↓ X (ω ) = X (ω + 2πk ) k = integer Cari x(n) → x(n) = ∑ x, s* s Mari kita mengevaluasi skeuens x(n) dari X(ω). Pertama-tama kita kalikan kedua sisi dengan ejωn dan mengintegralkannya dalam interval (-π,π). IV-18 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain π π ∞ −π −π n = −∞ jωn ∫ X (ω )e dω = − jωn jωn ∫ ∑ x(n)e e dω ↓ lim X N (ω ) N →∞ X N (ω ) = N ∑ x(n)e − jωn n=− N Dengan asumsi konvergen = π ∞ ∞ x ( n ) e − j ω ( m − n ) dω = ∫ ∑ −π n = −∞ ∑ n = −∞ π x(n) ∫ e jω ( m − n ) dω −π ↓ 2π , = 0, = 2πx(m ) x ( n) = maka didapat : 1 2π π ∫ X (ω )e jωn m=n 0 dω −π Maka untuk sinyal waktu-diskrit aperiodik berlaku : X (ω ) = ∞ ∑ x ( n )e − jωn n = −∞ X (ω + 2πk ) = ∞ ∑ x ( n )e − j (ω + 2πk ) n = X (ω ) n = −∞ 1 x ( n) = 2π π ∫ X (ω )e jωn dω −π Tujuan Belajar 13 Peserta dapat menghitung spektrum dari sebuah pulsa rektangular waktu diskrit. Bagaimana menghitung spektrum dari sebuah pulsa rektangular waktu diskrit dibawah ini ? IV-19 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 9. Spektrum rektangular. 1, ω ≤ ω c X (ω ) = 0, ω c < ω ≤ π Invers transformasi dari X(ω) menghasilkan sekuens : 1 x( n) = 2π ωc ∫e −ωc jωn dω = sin ω c n πn Gambar 10. Sinyal yang memiliki spektrum rektangular. Tujuan Belajar 14 Peserta mengerti fenomena Gibbs. X (ω ) = ∞ ∑ n = −∞ x(n)e − jωn = sin ω c n − jωn e πn n = −∞ ∞ ∑ ↓ = X N (ω ) XN(ω) untuk beberapa nilai N diperlihatkan pada gambar di bawah ini. Gambar 11. Fenomena Gibbs. Dengan bertambahnya N, osilasi menjadi semakin cepat, tapi ukuran dari riak tetap sama. Bila N→∝, osilasi akan konvergen pada titik diskontinyuitas pada ω=ωc, tapi IV-20 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain amplitudonya tidak menuju nol. Oleh karena itu, XN(ω) konvergeb menuju X(ω) dalam sense mean-square. Kelakuan osilatoris dari aproksimasi XN(ω) menuju funsi X(ω) pada titik diskontinyuitas dari X(ω) disebut Fenomena Gibbs. Tujuan Belajar 15 Peserta dapat menghitung energy density spectrum dalam term domain waktu maupun domain Fourier (Parseval’s relation). Relasi energi antara x(n) dan X(ω) adalah : π ∞ 1 E x = ∑ | x( n) | = | X (ω ) |2dω ∫ 2 π n = −∞ −π Ini adalah Relasi Paserval untuk sinyal waktu-diskrit aperiodik dengan energi berhingga. Spektrum X(ω), secara umum, adalah bilangan kompleks dan dapat dituliskan sebagai : X (ω ) =| X (ω ) | e jθ (ω ) 2 Sebagaimana dalam sinyal kontinyu, kuantitas S xx (ω ) =| X (ω ) |2 merepresentasikan distribusi energi sebagai fungi frekuensi, dan disebut sebagai Energy Density Spectrum dari x(n). Untuk x(n) real maka berlaku simetri, dimana X (−ω ) = X (ω dan ∠X (−ω ) = −∠X (ω ) demikian juga: S xx (ω ) = S xx (−ω ) . Sebagai contoh, untuk mencari Sxx(ω) dari sinyal x(n) = anu(n) Maka kita mengaplikasikan transformasi fourier ∞ ∞ n =0 n=0 ( ) X (ω ) = ∑ ane − jωn = ∑ ae − jω n 1 1 − ae− jω Maka Energy Density Spectrum-nya adalah 1 S xx (ω ) = X (ω ) X (ω )* = − jω 1 − ae 1 − ae jω 1 = 1 − 2a cos ω + a 2 bila |a| < 1 → X (ω ) = ( )( IV-21 ) -1<|a| < 1 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 12. Energy density spectrum. Tujuan Belajar 16 Peserta mengerti hubungan spektrum antara sebuah pulsa rektangular dengan spektrum dari deret pulsa rektangular waktu diskrit. A,0 ≤ n ≤ L − 1 x ( n) = , 0, otherwise bagaimana kita menentuka ni X(ω) dan Sxx(ω) nya? Bila diketahui suatu skuens ∞ Pertama-tama kita lihat bahwa ∑ n = −∞ L −1 x(n) = ∑ | A |= L| A |< ∞ , maka Transformasi n=0 Fourier-nya ada. Lebih lanjut, kita mencatat bahwa x(n) adalah sinyal energi berhingga dengan E x =| A |2 L . Maka Transformasi fouriernya adalah : L −1 1 − e − jωL − jωn X (ω ) = ∑ Ae =A 1 − e − jω n =0 sin(ωL / 2) = Ae − j (ω / 2)( L −1) sin( L / 2) dengan ω sin ωL / 2 ∠X (ω ) = ∠A − ( L − 1) + ∠ 2 sin ω / 2 IV-22 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 13. Spektrum pulsa rektangular. 2π Perhatikan bahwa X N k = Nck k=0,1,….,N-1 2 Ekstensi Transformasi Fourier 2.1 Hubungan Spektrum dengan Transformasi z Tujuan Belajar 17 Peserta mengerti hubungan transformasi Fourier dengan z. Transformasi Z untuk skuens x(n) didefinisikan sebagai X ( z) = ∞ ∑ x( n) z −n ROC : r2 < |z| <r1 n = −∞ Marilah kita menuliskan variable kompleks z dalam bentuk z = rejω. Maka diperoleh : X ( z ) z = re jω = ∑ [x(n)r ]e ∞ −n − jωn n = −∞ ⇒ Fourier Transform dari x(n)r-n IV-23 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Perlu dicatat bahwa, Transformasi Fourier ada bila Ex = ∞ ∑ | x( n) | < ∞ 2 n = −∞ ∞ Z transform exist bila ∑ | x(n)r − n |< ∞ n = −∞ a u(n), |a| > 1 → ada daerah Z-transform exist, FT tidak sin ωc n - x ( n) = , ada daerah FT exist Z-transform tidak πn Keduaya exist bila |z| = 1 ∈ ROC - 2.2 n Konsep Cepstrum Tujuan Belajar 18 Peserta dapat menghitung Cepstrum dari sinyal. Untuk skuens {x(n)} yang mempunyai transformasi-Z X(z), diasumsikan bahwa {x(n)} adalah skuens stabil sehingga X(z) konvergen pada unit circle. Cepstrum kompleks dari dari skuens {x(n)} didefinisikan sebagai skuens {cx(n)} yang merupakan invers tranformasi-Z dari Cx(z), dimana {x(n)} ↔ {cx (n)} b b ln X (z ) = C x ( z ) ROC : r1 < z < r2 0 < r1 < 1; r2 > 1 Dalam ROC tersebut, Cx(z) dapat direpresentasikan dengan Deret Laurent : C x ( z ) = ln X ( z ) = ∞ ∑ c ( n) z n = −∞ −n x dimana c x ( n) = 1 ln X ( z ) z n −1dz ∫ 2πj c Secara Transformasi Fourier, bila |z| = 1∈ ROC, maka : C x (ω ) = ln X (ω ) = ∞ ∑ c ( n )e n = −∞ − jωn x IV-24 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain dimana {cx(n)} adalah skuens yang diperoleh dari invers tranformasi fourier dari X(ω), yaitu π 1 cx ( n ) = ln X (ω )e jωn dω ∫ 2π −π Dalam ekpresi magnitude dan fasa, X (ω ) =| X (ω ) | e jθ (ω ) maka ln X (ω ) = ln | X (ω ) | + jθ (ω ) Dengan melakukan substitusi, kita peroleh Cepstrum Kompleks dalam bentuk : ∞ 1 c x ( n) = [| X (ω ) | + jθ (ω )]e jωn dω 2π −∫∞ 2.3 Transformasi Fourier pada Sinyal dengan Pole di Unit-Circle Tujuan Belajar 19 Peserta dapat mengekstensi transformasi Fourier agar dapat mencakup sinyal dengan pole pada unit circle. Transformasi Fourier terdefinisi bila X (z ) z =1 , sayangnya bila ada pole pada |z| = 1 maka Transformasi Fourier tidak eksis. Skuens semacam itu misalnya skuens unit step yang mempunyai transformasi-Z : X ( z) = 1 1 − z −1 atau skuens x(n)=(cos ωon)u(n) yang mempunyai transformasi-Z : 1 − z −1 cos ω o X ( z) = 1 − 2 z −1 cos ω o + z − 2 Untuk skuens semacam itu, kita dapat mengizinkan Transformasi Fourier untuk mengandung impuls pada frekuensi tertentu yang berkorespondensi dengan dengan lokasi pole dari X(z) yang terletak pada unit circle. Maka digunakan impulse δ(ω), yaitu sinyal dengan magnitude ∞, infinite angle, zero width dan unit area. Jadi "abaikan" titik-titik pole. Kita lihat beberapa contoh skuens berikut dengan mengevaluasi Transformasi-Z-nya pada unit circle. *Bagaimana menentukan Transformasi Fourier untuk sinyal step ? 1 z x ( n) = u ( n ) → X ( z ) = = 1 − z −1 z − 1 IV-25 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain → pole di z = 1 X (ω ) = X ( z ) | z |=1 = e jω e jω = ω ω ω e jω − 1 e j 2 e j 2 − e − j 2 . 22 jj ( ) kecuali z=1 atau ω=0 e jω 2 1 j (ω − π ) = = e 2 ω ≠ 2πk ω ω 2 j sin 2 sin 2 2 di ω = 2πk , X 1 (ω ) = πδ (ω ) *Bagaimana menentukan Transformasi Fourier untuk sinyal x(n) = (-1)nu(n) ? z → z = −1 = e jπ z +1 ↓ pole untuk ω ≠ 2π(k+1/2) X 2 ( z) = z X 2 (ω ) = z +1 jω e jω e 2 = ω ω | z | =1 = e jω + 1 e j 2 + e − j 2 . 22 ( ) 1 e 2 cos ω2 *Bagaimana menentukan Transformasi Fourier untuk sinyal x(n) = cos ωonu(n) ? 1 − z −1 cos ω o X ( z) = 1 − 2 z −1 cos ω o + z − 2 j ω2 = X (ω ) = 2.4 1 − e − jω cos ω o 1 − e − j (ω −ω o 1 − e j (ω +ω o ( )( ω ≠ ± ωo + 2πk ) Teorema Sampling Tujuan Belajar 20 Peserta dapat memahami teorema sampling dalam kontek domain frekuensi (hubungan antara X (F ) dengan X (ω ) ), termasuk konsep aliasing, dan interpolasi. Bagianakah hubungan antara X(F) dengan X(ω) ? Xa(t) xa(nT) = x(n) Sampling IV-26 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain • xa(t) adalah sinyal aperiodik dengan energi berhingga, maka spektrumnya dapat ditunjukkan oleh relasi Tranformasi Fourier : ∞ ∫ x (t )e X a (F ) = − j 2πFt a dt −∞ ∞ xa (t ) = ∫X a ( F )e j 2πFt dF −∞ • Sedangkan spktrum untuk sinyal diskrit x(n) dapat ditunjukkan oleh relasi Tranformasi Fourier : ∞ ∑ x(n)e− jωn atau X (ω ) = X(f ) = n = −∞ ∞ ∑ x ( n )e − j 2π / n n = −∞ skuens x(n) dapat dikembalikan sebagai : π 1/ 2 1 jωn x( n) = X ( ω ) e d ω = X ( f )e j 2πfn df ∫ ∫ 2π −π −1 / 2 1/ 2 ∫ X ( f )e j 2πfn df = x(n) = xa (nT ) = −1 / 2 = ∫ x ( F )e a j 2πFnT dF −∞ Ingat bahwa f = 1 Fs ∞ F 1 → df = dF , maka : Fs Fs ∞ F j 2πn FFs j 2πn ( FF ) s = X e dF X ( F ) e dF a ∫ ∫ F s −1 / 2 −∞ 1/ 2 ∞ ( k + 12 ) Fs ∑ ∫ k = −∞ ( k − 1 ) Fs X a ( f )e j 2πn ( ) F Fs dF 2 = ∞ Fs / 2 ∑ ∫ k = −∞ − Fs / 2 = X a ( F − kFs )e Fs / 2 ∫ ∑X a ( F − kFs )e j 2πn FF s j 2πn FF s dF dF − Fs / 2 k Disimpulkan bahwa : ∞ F X = Fs ∑ X a ( F − kFs ) k = −∞ Fs atau X ( f ) = Fs ∞ ∑ X [( f − K ) F ] **) k = −∞ a s Berikut ini gambar sampling dari suatu sinyal analog pita terbatas dan aliasaing dari komponen spectral. IV-27 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain xˆa (t ) Xˆ a ( F ) Gambar 14. Aliasing di domain frekuensi. Bila B < Fs/2, maka : F1 X X a(F) = s 0 , inversnya adalah Fs / 2 xa (t ) = ( ), F Fs ∫ x ( F )e a F ≤ F > j 2πFt Fs 2 Fs 2 dt − Fs / 2 Kini asumsikan Fs = 2B= 1/T, maka kita mempunyai : IV-28 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain xa (t ) = = 1 Fs 1 Fs ∫ [∑ x(n)e Fs / 2 − Fs / 2 ∞ ∑ n = −∞ Fs / 2 x ( n) ∫e n j 2πF ( t − Fs ) ]e j 2πFt dF dF − Fs / 2 π ∞ F − j 2π Fs n ∑ x (nT )sinc T (t − nT ) n = −∞ a ↓ g (t − nT ) π dimana g (t ) = sinc t = sinc(2πBt ) T Persamaan diatas yang digunakan untuk merekonstruksi sinyal analog dari sampelnya disebut sebagai formula interpolasi ideal. Teorema Sampling : Suatu sinyal waktu-kontinyu pita terbatas, dengan frekuensi tertinggi (bandwidth) B Hz, dapat direkonstruksi secara unik dari samplenya yang memiliki sampling rate Fs ≥ 2B sampel per detik. Relasi antara variabel frekuensi F dan f dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 15. Gambar dibawah ini menunjukkan relasi untuk sinyal sampel pada domain waktu dan domain frekuensi. IV-29 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain ∞ X a ( F ) = ∫ xa (t )e − j 2πFt dt −∞ ∞ j 2πFt ∫ X a ( F )e dF xa (t ) = ≤ −∞ ∞ xa (t) = ∑ x(n) n=−∞ X ( f ) = Fs sinπ (t − nT) / T π (t − nT) / T ∞ ∑X k = −∞ q ∞ X(f )= ( f − k ) Fs ∑ x ( n )e − j 2πfn n = −∞ −∞ x(n) = ∫ X ( f )e j 2πfn df ∞ Gambar 16. Peta spektrum dari sinyal kontinue dan diskrit hasil samplingnya. Sekarang marilah kita melihat contoh soal berikut. Jika diberikan sinyal waktu-kontinyu xa (t ) = cos 2πFo t , dengan sampling Fs, Fs/2 < Fo <Fs , maka rekonstruksi spektrum Xa(F) dapat digambar : IV-30 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 17. Hasil rekonstruksi spektrum. 2.5 Konsep Bandwidth Tujuan Belajar 21 Peserta mengerti berbagai konsep bandwidth, termasuk LP, HP, BP, BS. Bandwidth adalah range dari frekuensi dimana energi density spectrum terkonsentrasi. Bandwidth dikatakan berkisar pada F1 ≤ F ≤ F2 , bila 95% power of energy berada dalam range antara F2 dan F1. Dalam term sinyal bandpass, maka *Sinyal narrow-band adalah sinyal yang bandwidth-nya F 2 − F1 ≈ IV-31 1 F2 +F1 10 2 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain *Sinyal wide-band adalah sinyal yang bandwidth-nya yang lebih besar dari sinyal narrow-band. *Sinyal bandlimited adalah sinyal yang spektrumnya nol diluar range frekuensi |f|≥B. Suatu sinyal waktu-diskrit energi berhingga x(n) dikatakan bandlimited bila : |X(ω)| = 0 untuk ωo < |ω| <π. *Sinyal timelimited adalah bila x(t) = 0, |t| > τ ωo < |ω| <π Perlu dicatat bahwa secara absolut tidak ada sinyal yang time limited sekaligus dengan band limited. Gambar 18. Filter lowpass, highpass, dan bandpass. 3 Sifat-Sifat Transformasi Fourier Tujuan Belajar 22 Peserta mengerti dan dapat memanfaatkan sifat-sifat transformasi Fourier, seperti simetri dari sinyal real, sifat linier, time-shifting, convolution, correlation, Frequency shifting, Modulation, Parseval’s, Multiplication, dan differentiation. Berikut ini adalah sifat-sifat Transformasi Fourier : • Simetri IV-32 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 19. Hubungan simetris. • Linear ∑α i xi (n ) → ∑α i X i (ω ) Sebagai contoh : x(n ) = a n a <1 cari X(ω ) a n n ≥ 0 x1 (n ) = 0 n < 0 a−n n < 0 x2 (n ) = n≥0 0 Diperoleh : X 1 (ω ) = ∞ ∑ x ( n) e − jωn n = −∞ ∞ ( = ∑ ae − jω X 2 (ω ) = n=0 −1 ∞ = ∑ a n e − j ωn n=0 ) n ∑a e n − jωn n = −∞ = 1 1 − ae− jω ∞ k =1 ∞ ( = ae jω ∑ ae jω k =0 ( = ∑ ae − jω ) K = ) K ae jω 1 − ae jω maka akan menghasilkan : IV-33 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain X (ω ) = • 1 ae jω 1 − a2 + = 1 − ae − jω 1 − e jω 1 − 2a cos ω + a 2 Time Shifting dan Time reversal x(n-k ) x(-n ) ↓ • ↓ e − jωk X (ω ) X (ω ) Konvolusi x1 (n) ∗ x2 (n) ↔ X1 (ω ) X 2 (ω ) Sebagai contoh, hitunglah konvolusi dari x1(n) * x2(n) Dimana x1(n) = x2 (n) = {1,1,1} ↑ Maka : X 1 (ω ) = X 2 (ω ) = 1 + 2 cos ω ⇒ X(ω) = (1 + cos ω)2 = 1 + 4 cos ω + cos 2ω = 3 + 2(ejω + e -jω) + (ej2ω + e -j2ω) x(n) = {1,2,3,4,5} ↑ • Korelasi rx1x 2 (n) = ∞ ∑ x1(k ) x2 (k − n) k = −∞ ⇔ S x x (ω ) = X1 (ω ) X 2 (ω ) 1 2 rxx (l ) ↔ S xx (ω ) Auto-Korelasi • Frequency Shifting • Modulation x(n) cos ω o n ↔ 1 [ X (ω + ω o ) + X (ω − ω o )] e jω o n x(n) ↔ X (ω − ω o ) 2 Repersentasi grafis dari terorema modulasi dapat dilihat pada gambar berikut. IV-34 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain X(ω) 1 −2π −π −π/2 π/2 0 −π/2 2 π ω Y1(ω) 1 −π π π/2 0 π ω π ω Y2(ω) = X(ω-π) 1 1/2 −π −π/2 0 π/2 Gambar 20. Hasil modulasi. • Parseval ∞ ∑ x1 (n) x2 (n) ↔ * −∞ 1 2π π ∫ X (ω ) X 1 * 2 (ω )dω −π • Multiplication π 1 x1 (n) x2 (n) ↔ X 1 (λ ) X 2 (ω − λ )dλ 2π −∫π • Diferensiasi dX (ω ) nx(n) ↔ j dω Tujuan Belajar 23 Peserta menguasai pasangan transformasi yang berguna seperti impuls, rektangular, dan fungsi sinc. Tabel berikut memberikan pasangan Transformasi Fourier untuk sinyal waktu-diskrit aperiodik yang sering digunakan. IV-35 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Tabel 1. Pasangan transformasi Fourier yang sering digunakan. 4 Transformasi Fourier untuk Sistem 4.1 Sistem LTI di Domain Frekuensi Tujuan Belajar 24 Peserta menguasai konsep eigenvalue dan eigenfunction dalam konteks respons frekuensi dari sistem LTI, terutama untuk menghitung respons sistem. Eigenfunction dari suatu sstem sistem adalah sinyal input yang menghasilkan output yang berbeda dari input karena perkalian dengan faktor konstan. Faktor pengali tersebut disebut sebagi eigenvalue dari sistem. Aejωn H(ω) y(n) IV-36 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain y ( n) = ∞ ∑ h(k ) Ae j ( n− k ) k = −∞ ∞ = A ∑ h(k )e − jωk e jωn k = −∞ ↓ H (ω ) y(n) = AH(ω)ejωn Maka H(ω) ejωn adalah eigen value adalah eigen vector/ eigen function Sebagai contoh, tentukan output dari sistem dengan respon impuls h(n) = ( 12 ) u (n) dan n jπ n input x(n) = Ae 2 . Kita cari H ( π2 ) terlebih dahulu untuk kemudian mencari y(n), hasilnya : 2 j (π n − 26.6o ) y ( n) = Ae 2 5 ↑ ↑ tergeser amplitudo tergeser fasa Tujuan Belajar 25 Peserta dapat menghitung respons frekuensi (magnitude dan phase) dari sistem yuang diketahui h(n) nya, dan dapat memanfaatkannya untuk menghitung output dari sinyal complex exponential dan sinusoidal dengan durasi tak terhingga. Secara umum kita dapat menulis : H (ω ) = H (ω ) e jθ (ω ) ↓ = ∠ H(ω) H (ω ) = ∑ h(k )coωk − j ∑ h(k ) sin ωk k k ↓ H R (ω ) + jH I (ω ) = H R (ω ) + H I (ω )e 2 2 H (ω ) j tan −1 I H R (ω ) IV-37 ↓ BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain dengan catatan HR(ω) = HR(-ω) HI(ω) = -HI(-ω) Sebagai contoh, tentukan magnitude dan fasa dari h(ω) sistem three-point moving averages. y(n) = 1/3 (x(n+1) + x(n) + x(n-1)) Karena h(n) = {1/3, 1/3, 1/3} maka H (ω ) = 13 e jω + 1 + e − jω = 13 (1 + 2 cos ω ) ( ) H (ω ) = 13 (1 + 2 cos ω ) tan θ (ω ) = ↑ H R (ω ) H I (ω ) = 0 H I (ω ) 0 = H R (ω ) H R (ω ) Jadi untuk input Aejωn y(n) = A|H(ω)|ejθ(ω)ejωn = A|H(ω)|ej(ωn+θω) - input Ae-jωn y (n) = A H (−ω ) e jθ ( −ω )e − jωn = A H (ω ) e − j (ωn +θ (ω ) ) - input Acosωn y (n) = A H (ω ) cos(ωn + θ (ω )) - input Asinωn y (n) = A H (ω ) sin(ωn + θ (ω )) |H(ω)| = magnitude response θ(ω) = phase response Sebagai contoh, tentukan respon dari sistem dengan input sinyal x(n) = 10 - 5sinπn/2 + 20 cos ωπn Frekuensi responsnya 1 H (ω ) = 1 − jω 1− 2 e - untuk 10 → ω = 0 → H(0) = 2 1 2 − j 26.6 o - untuk π/2 → ω = π/2 → H (π2 ) = e π = − j 5 1 − 12 e 2 1 2 - untuk π → ω = π → H (π ) = = 1 − jπ 1− 2 e 3 IV-38 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Maka : y (n) = 20 − 10 sin 5 ( π 2 ) n − 26.6 o + 40 cos πn 3 L L i =1 i =1 -∞ < n < ∞ x(n) = ∑ A1 cos(ω i n + φi ) ⇒ y (n) = ∑ A1 H (ω i ) cos[ω i n + φi + θ (ω i )] 4.2 Respons Steady State dan Transien Tujuan Belajar 26 Peserta dapat menghitung respons steady state dan transien pada sinyal input sinusoidal, khususnya pada kasus sistem y(n ) = ay(n − 1) + x(n ) . Bagaimanakah respons steady state dan respons transient pada sinyal sinusoidal? • bila x(n) diterapkan pada n = -∞ maka tidak ada transien • bila x(n) diterapkan pada n = 0 maka akan muncul transient Sebagai contoh, y(n) = ay(n-1) + x(n) dan x(n) diterapkan pada n = 0 maka n y (n) = a n+1 y (−1) + ∑ a k x(n − k ) n≥0 k =0 ↓ initial condition asumsikan x(n) = Aejωn n ≥ 0, diaplikasikan pada n=0, diperoleh : n y (n) = a n +1 y (−1) + A∑ a k e jω ( n − k ) k =0 = a n +1 y (−1) − Aa n +1 − jω ( n +1) e 1 − ae − jω e j ωn + A 1 − ae − jω e jωn n ≥ 0 ↑ steady state ↑ karena a < 1 → decay to φ → transient Bila menyangkut input sinudoidal, apalagi bila |a| kecil, → transient sering diabaikan → SS penting Bagaimanakah respons steady state terhadap sinyal periodik ? N −1 x ( n + N ) = x ( n) = ∑ ck e j 2πkn / N k = 0 , ..., N-1 k =0 let xk (n) = ck e j 2πkn / N ← komponen cari response IV-39 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain → x(n) = ∑ xk (n) yk(n) = H(? (?k(n) = ck H ( 2Npk )e j 2 p Nk n ↓ H (ω ) ω= 2πk N 2πk j 2π Nk n y (n) = ∑ yk (n) = ∑ ck H e N k k ↓ d k → Fourier series dari y(n ) LTI mengubah amplitudo dan menggeser fasa, tetapi tidak mempengaruhi perioda N Tujuan Belajar 27 Peserta dapat menghitung respons sistem pada sinyal input yang aperiodik. Untuk menghitung respons terhadap sinyal aperiodik, pertama-tama marilah kita lihat teorema konvolusi : Y(ω) = H(ω) X(ω) Yang berarti pula : Y(ω)| = |H(ω)||X(ω)| ∠Y(ω) = ∠X(ω) + ∠H(ω) → H(ω) filter → X(ωi) = 0 → y(ωi) = 0 sistem tidak menambah frekuensi. Skuens output dapat ditentukan dari invers transformasi Fourier : ∞ 1 y ( n) = Y (ω )e jω dω ∫ 2π −∞ ↑ Tapi metode ini jarang digunakan karena kalah populer dibanding Z-transform. Dari pengkuadratan magnitude, kita memperoleh : |Y(ω)|2 = |H(ω)|2|X(ω)|2 Syy(ω) = (H(ω))2 Sxx(ω) 4.3 Hubungan Dengan Fungsi Sistem Tujuan Belajar 28 Peserta dapat menghitung H (ω ) dari H (z ) atau pole-zeronya. Kita tahu bahwa bila fungsi sistem H(z) konvergen pada unit circle, maka kita mendapatkan respons frekuensi dari sistem dengan mengevaluasinya pada unit circle. Maka kita dapatkan IV-40 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain ∏ (1 − z e ) M H (ω ) = H ( z ) z =e jω = bo − jω k k =1 N ∏ (1 − p e ) − jω k i =1 dengan M H (ω ) = * ( bo ∏ 1 − z *e jω k =1 ∏ (1 − p N * jω k e k =1 2 ) ) 1 = H * * z H (ω ) =H (ω ) H * (ω ) = H (ω ) H (−ω ) = H ( z ) H ( z −1 ) z = e jω Jadi Untuk menghitung H(ω) kita lakukan ∏ (1 − z e ) M H (ω ) = H ( z ) z =e jω = b k k =1 o N ∏ (1 − p e − jω k k i =1 ) ∏ (e jω − zk ) ∏ (e jω − pk ) M − jω k = boe jω ( N − M ) k =1 N k =1 → e jω − z k = vk (ω )e jθ k (ω ) → e jω − pk = u k (ω )e jφ (ω ) maka H (ω ) = bo V1 (ω )...VM (ω ) U1 (ω )...U N (ω ) M N i =1 i =1 ∠H (ω ) = ∠bo + ω ( N − M ) + ∑ θ i (ω ) − ∑ θ i (ω ) Gambar-gambar berikut merupakan intepretasi geometris dari kontribusi pole dan zero untuk Transformasi Fourier. IV-41 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 21. Ilustrasi geometris dari pengaruh pole dan zero terhadap spektrum. Sebagai contoh, evaluasilah respons frekuensi dari sistem yang dideskripsikan oleh fungsi sistem : 1 z e jω H ( z) = ± ⇒ H ( ω ) = 1 − .8 z −1 z − 0.8 e jω − 0.8 Jelas, H(z) memiliki zero pada z=0 dan pole pada p=0.8, maka : e jω 1 H (ω ) = jω = 1.64 − 1.6 cos ω e − 0.8 IV-42 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain dan θ (ω ) = ω − tan −1 sin ω cos ω − 0.8 dalam decible : M N k =1 k =1 H (ω ) dB = 20 log10 b + 20∑ log10 Vk (ω ) − 20∑ log 10U k (ω ) 5 Sistem LTI Sebagai Filter 5.1 Konsep Filter Tujuan Belajar 29 Peserta memahami bahwa sistem LTI dapat dipandang sebagai filter, terutama dalam hal magnitude response nya. Filter adalah divais yang menentukan apa yang dilewatkan dari input yang diberikan. Kelakuan fikter ditentukan oleh karakteristik respons frekuensi H(ω), yang bergantung pada parameter sistem. H(ω) berlaku sebagai weighting function atau spectral shaping function untuk komponen-komponen frekuensi yang berbeda dalam sinyal input. Dalah hal ini, setiap sistem LTI dapat dipandang sebagai filter frequency-shaping. Y(ω) = H(ω) X(ω) → filter ↑ pembobot frekuensi/ Fungsi pengubah spektrum Dengan mengubah-ubah ai dan bi, H(ω) dapat dibentuk dengan berbagai bentuk respons. Berikut ini gambar Magnitude Response untuk beberapa filter frekuensi-selektif ideal. IV-43 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 22. Spektrum dari beberapa jenis filter. Tujuan Belajar 30 Peserta mengerti konsep linear phase response, dan motivasinya. Karakteristik lain dari filter ideal mendemonstrasikannya, marilah kita lihat : adalah IV-44 respon fasa linear. Untuk BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain ce− jωno , ω1 < ω < ω 2 H (ω ) = 0, otherwise C, no constants. Let X(ω) ada di [ω1,ω2] Output filter mempunyai spektrum Y(ω) = X(ω)H(ω)= CX(ω)e-jωno ω1 < ω <ω2 Dari sifat Transformasi Fourier, diperoleh y(n) = Cx(n-no) Jadi output dari sistem ini adalah sinyal aslinya yang tergeser fasa dan terskala. Kedua perubahan ini biasanya dapat ditoleransi apabila terjadi pada sinyal seutuhnya. Dengan demikian filter-filter ideal mempunyai karakteristik linear di daerah passband, θ(ω) = -ωno delay : τ g (ω ) = − dθ (ω ) dω → envelope delay/ group delay → τg(ω) adalah time delay dari komponen ω akibat filter. Pada kasus fasa linear, τg(ω) = no → semua komponen mendapat delay yang sama, sehingga integritas sinyal terjaga. Tujuan Belajar 31 Peserta mengetahui definisi filter ideal, dan mengapa tidak dapat di buat secara praktis. Dari bagian sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa filter passband ideal memiliki karakteristik - magnitude yang konstan - fasa yang linear Sayang sekali, hal ini hanya ada di dunia matematis Sebagai contoh, filter lowpass ideal memiliki respons impuls sin ω cπn hep (n) = -∞ < n <∞ πn → non causal, not absolutely summable → unstable → Dalam praktek, filter ini dijadikan pedoman ideal untuk proses aproksimasi Kita akan melihat bagaimana filter-filter dapat dibuat berdasarkan penempatan pole dan zero. Prinsip utama : letakkan ke dekat unit circle. Frekuensi sekitar zero akan diredam, frekuensi sekitar pole akan diperkuat. IV-45 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Selanjutnya : - pole harus di dalam UC, zero bisa di mana saja - pole/zero komplex harus berbentuk conjugate pairs agar koefisien real M H ( z) = ∑b z k =0 N k 1 + ∑ ak z − k k =0 ∏ (1 − z z ) M −k = bo −1 k k =1 N ∏ (1 − p z ) −1 k k =1 bo dipilih agar |H(ωo)| = 1di pass, N ≥ M Tujuan Belajar 32 Peserta dapat membuat filter (LP, HP, BP, BS) dengan menempatkan pole-zero pada posisi yang sesuai. Dalam mendesain filter digital lowpass, - pole harus diletakkan dekat ω = 0 di dekat unit circle - zero harus diletakkan pada ω = π (high frequency) Gambar 23. Contoh peletakan poles. Sebagai contoh, H1 ( z ) = (1 − a ) 1 1 − az −1 ↑ gain agar H1 (ω ) = 1, ? ω = 0 Tambah zero z = -1 → atenuasi frequency response 1 − a 1 + z −1 H 2 (z ) = 2 1 − az −1 → highpass → folding the pole-zero position dengan cermin sumbu imaginer IV-46 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain H 3 (z ) = 1 − a 1 − z −1 2 1 + az − 1 Contoh lagi, LPF dengan 2 buah pole. bo H ( z) = 2 1 − pz −1 tentukan bo dan p agar H(ω) memenuhi : H(0) = 1 |H(π/4)|2 = 1/2 ( ) Jawabannya adalah, di ω = 0, diperoleh bo H (0) = = 1 ⇒ bo = (1 − p ) 2 2 (1 − p) (1 − p ) 2 π di ω = π/4, H = π 2 4 1 − pe − j 4 ( = ) (1 − p ) (1 − p ) 2 = 2 (1 − p cos(π4 ) + jp sin (π4 ))2 p p + j 1 − 2 2 2 sehingga (1 − p) 4 = 2 1 → 2 (1 − p) 2 = 1 + p 2 = 2 p 2 p p2 − 1 2 + 2 2 ⇒ p = 0.32 0.46 H ( z) = 2 1 − 0.32 z −1 ( ) Prinsip yang sama dapat diterapkan pada perancangan filter BP Tujuan Belajar 33 Peserta dapat mengubah filter LP menjadi HP dengan memproses h(n). Bagaimanakah mengubah filter LP menjadi filter HP ? Prototipe LPF memiliki respons impuls hLP(n), maka hLP(n) ↔ HLP(ω) HLP(ω) = HLP(ω-π) = HLP(ω)|ω=ω-π IV-47 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Ctt. N M Bila y (n) = −∑ ak y (n − k ) + ∑ bk x(n − k ) k =1 k =0 M → H lp (ω ) = ∑b e k =0 N − jωk k 1 + ∑ ak e − jωk k =0 M ∑ (−k ) b e k H lp (ω ) =H LP (ω ) ω =ω −π = − j ωk k k =0 N 1 + ∑ (−1) k ak e− jωk k =1 N M k =1 k =0 y (n) = −∑ (−1)k ak y (n − k ) + ∑ (−1)k bk x(n − k ) π 5.2 2π -π π Beberapa Filter Khusus Tujuan Belajar 34 Peserta dapat mendesain dan membuat resonator digital. Resonator digital adalah filter bandpass dua-pole spesial dengan pasangan pole konjugat-kompleks di dekat unit circle. IV-48 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Gambar 24. Penempatan pole untuk resonator digital. Bisa pula ditambah 1-2 zeros. Misalnya di origin atau di z = ±1 to eliminate response di ω = 0 dan ω = π Untuk kasus zero di origin , maka bo bo H ( z) = = − jω o −1 jω o z −1 1 − (2r cos ω o ) z −1 + r 2 z − 2 1 − re 1 − re z |H(ω)| berpuncak dekat ω = ωo, dan bo dipilih agar |H(ωo)| = 1 bo bo H (ω o ) = = jω o − jω o − jω o − jω o 1 − re e 1 − re e (1 − r ) 1 − re − j 2ω o bo H (ω o ) = =1 (1 − r ) 1 + r 2 − 2r cos 2ω o ( )( ) ( )( ) ( ) → bo = (1 − r ) 1 + r 2 − 2r cos 2ω o H (ω ) = bo U1 (ω )U 2 (ω ) ↓ P1 θ(ω) = 2ω -φ1(ω) - φ2(ω) ↓ P2 U1 (ω ) = 1 + r 2 − 2r cos(ω o − ω ) U 2 (ω ) = 1 + r 2 − 2r cos(ω o + ω ) → U1(ω) punya min = (1-r) di ω = ωo U1(ω)U2(ω) mencapai nilai minimum pada frekuensi 1+ r2 cos ω o ω r = cos−1 2r ↑ nilai frekuensi resonansi Ctt. Gambar 25. Spektrum resonator. Bila r → UC, ωr ≈ ωo Bila z = ±1 H ( z) = G (1 − z )(1 + z ) (1 − re −1 jω o z −1 −1 )(1 − re − jω o z −1 ) IV-49 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain =G 1 − z −2 1 − (2r cos ω o ) z −1 + r 2 z − 2 1 − e − j 2ω 1 − re j (ω o −ω ) 1 − re − j (ω o −ω ) N (ω ) H (ω ) = bo U1 (ω )U 2 (ω ) H (ω ) = bo [ ][ ] N (ω ) = 2(1 − cos 2ω ) Tujuan Belajar 35 Peserta dapat mendesain dan membuat filter notch. Notch Filter adalah sebuah filter yang mengandung satu atau lebih notches perfect zero. Contoh : Untuk meredam frekuensi PLN Gambar 26. Spektrum filter notch. z 12 = e ± jω o ( )( H ( z ) = b (1 − 2 cos ω z H ( z ) = bo 1 − e jω o z −1 1 − e − jω o z −1 o o −1 +z −2 ) ) IV-50 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Untuk menaikkan kinerja, kita bisa menambah pole P1,2 = re±jωo 1 − 2 cos ω o z −1 + z −2 H ( z ) = bo 1 − 2r cos ω o z −1 + r 2 z − 2 IV-51 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain Tujuan Belajar 36 Peserta dapat mendesain dan membuat filter comb. Comb Filter adalah - Ekstensi dari Notch Filter - Digunakan untuk membuang harmonics 1 M y ( n) = ∑ x(n − k ) M + 1 k =0 FIR : 1 M −k ∑z M + 1 k =0 1 1 − z − ( M +1) H ( z) = M + 1 1 − z −1 M +1 M − jω sin ω 2 e 2 H (ω ) = M +1 ω sin 2 H ( z) = [ ( ) ] j 2πk z=e ( M +1) k = 1, 2, 3, …M pole z = 1 di cancel zero z = 1 In general M H ( z ) = ∑ hk z − k k =0 M → H L ( z ) = ∑ hk z − k L k =0 M H L (ω ) = ∑ h(k )e− jkLω k =0 IV-52 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain H (ω ) 1 − 2π − π π 2π 2π 5 4π 5 6π 5 8π 5 2π Jadi bila H(z) punya zero pada frekuensi ωo, HL(z) punya zero di ωk = ωo + 2πk/L , k = 0, … L-1 Bila diterapkan di filter sebelumnya, maka 1 1 − z − L ( M +1) H L ( z) = M + 1 1 − z−L 1 sin[ωL( M + 1) / 2] − jωLM / 2 H L (ω ) = e M +1 sin(ωL / 2) → zk = e j 2π k L ( M +1) Tujuan Belajar 37 Peserta dapat mendesain dan membuat filter allpass yang tidak trivial. Semua filter allpass didefinisikan sebagai sistem yang memiliki respon magnitude konstan untuk semua frekuensi. H (ω ) = 1 0≤ω≤π Contoh Trivial : H(z)= z-k a N + a N −1 z −1 + ... + a1 z − N +1 + z − N H ( z) = 1 + a1 z −1 + ... + a N z − N (r ,ω o ) ωo 1 1 a N a (r ,−ω o ) ( 1 r ,−ω ) o Bila A( z ) = ∑ ak z − k → H ( z ) = z − N k =0 ( 1 r ,ω o ) A( z −1 ) A( z ) IV-53 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain H (ω ) = H ( z ) H ( z −1 ) 2 z = e jω =1 → all pass bila zo is pole, zo-1 is zero Secara umum: )( )( ( ( ) ) z −1 − ak N C z −1 − β k z −1 − β k H ap ( z ) = ∏ * −1 ∏ −1 1 − β k z −1 k =1 1 − α k z k =1 1 − β k z NR ⇒ Real poles and zero NC ⇒ Complex conjugate pairs Agar stabil -1 < αk < 1 |βk| < 1 Ini digunakan untuk phase equalizer NR * Tujuan Belajar 38 Peserta dapat mendesain dan membuat digital sinusoidal oscillator. Osilator sinusoidal digital dapat dilihat sebagai bentuk terbatas dari resonator dua pole dimana pole kompeks-konjugate terletak pada unit circle. bo H ( z) = a1 = -2rcosωo −1 1 + a1 z + a2 z − 2 a2 = r2 P12 = re ± jω o ⇒ bo r n sin(n + 1)ω ou (n) sin ω o bila r = 1, bo = Asinωo h(n) = Asin(n+1)ωou(n) sinusoidal → digital frequency synthesizer h( n ) = → → A sin ω oδ (n) − a1 − a2 z −1 z −1 Gambar 27. Pembangkit sinusoid. IV-54 BAB 4 Sinyal dan Sistem di Domain y (n ) = sin (n + 1)ω o y (0 ) = A sin ω o y (1) = A sin 2ω o y (2 ) = A sin 3ω o Coupled form membangkitkan Asinωon A cosωon Cos(α+β) = cosαcosβ - sinαsinβ Sin(α+β) = sinαcosβ + cosαsinβ Didefinisikan α = nωo β = ωo yc(n) = cosnωou(n) = cos(ωo+(n-1)ωo)u(n) ys(n) = sin nωou(n) = sin(ωo+(n-1)ωo)u(n) → yc (n) = (cos ω o ) y c (n − 1) − (sin ω o ) ys (n − 1) ys (n) = sin(ω o ) yc (n − 1) + (cos ω o ) ys (n − 1) y (n) cos ω o ⇒ c = ys (n) sin ω o initial condition z cos ω o −1 − sin ω o yc (n − 1) cos ω o ys (n − 1) yc(-1) = Acosωo ys(-1) = -Asinωo yc ( n) = cos ω o n sin ω o − sin ω o z −1 y s (n) = sin ω o n cosω o Gambar 28. Pembangkit sinus dan cosinus. 6 Penutup Demikian telah dijelaskan konsep spektrum untuk sinyal dan sistem di domain frekusensi. IV-55