Analisis pembentukan citra PT Indocement tunggal

advertisement
6 BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Citra dan Citra Perusahaan
2.1.1
Pengertian citra
Menurut Kotler (1985) dalam Suwandi, Citra adalah seperangkat
keyakinan, ide, opini dan impresi seseorang terhadap suatu obyek. Sutisna (2001)
mengungkapkan, “Citra adalah total presepsi terhadap suatu obyek yang dibentuk
dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu”. Selanjutnya
menurut Ruslan (2003) dalam Muplihah (2005) citra adalah seperangkat ide dan
kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang
terhadap suatu obyek akan ditentukan oleh citra obyek tersebut yang
manampilkan kondisi terbaiknya (Ruslan, 2003). Citra terbentuk berdasarkan
pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Efek kognitif
sangat mempengaruhi proses pembentukan citra perusahaan.
Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi
bukan citra atas produk dan pelayananya. Hal-hal positif yang dapat
meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup
perusahaan yang gemilang, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik,
reputasi sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah besar, kesdiaan turut
memikul tanggung jawab sosial, komitmen mengadakan riset, dan sebagainya
(Jefkins,1996).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, citra menunjukkan kesan suatu
objek, yang berasal dari informasi yang terus diperbaharui dan bersumber dari
sumber terpercaya. Menurut Suwandi, Terdapat tiga hal penting dalam citra, yaitu:
kesan obyek, proses terbentuknya citra, dan sumber terpercaya. Obyek meliputi
individu maupun perusahaan yang terdiri dari sekelompok orang didalamnya.
Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak menutup
kemungkinan terjadinya perubahan citra pada obyek terhadap sumber informasi
setiap waktu. Besarnya kepercayaan obyek terhadap sumber informasi
7 memberikan dasar penerimaan atau penolakan informasi. Sumber informasi dapat
berasal dari internal perusahaan atau pihak-pihak lain yang tidak secara langsung.
2.1.2 Jenis-Jenis Citra
Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu organisasi
untuk menutup-nutupi suatu fakta. Dalam menjaga reputasi atau citra lembaga
atau perusahaan yang diwakilinya, para anggota dituntut untuk mampu
menjadikan orang lain memahami suatu pesan. Menurut Jefkins (1992), terdapat
beberapa jenis citra (image), diantaranya ialah:
1. Citra Bayangan (mirror image)
Citra bayangan merupakan sebuah citra yang dianut oleh seseorang
dalam memaknai pandangan orang luar terhadap organisasi. Citra ini
sering tidak akurat dan dianggap sebagai sebuah ilusi, sebagai akibat dari
sedikitnya informasi, pengetahuan, ataupun pemahaman yang dimiliki
oleh kalangan dalam organisasi itu tentang pendapat ataupun pandangan
pihak luar. Citra ini cenderung positif, bahkan terlalu positif, karena kita
sering membayangkan hal yang hebat mengenai diri sendiri, dan kita
meyakini bahwa orang lain juga memiliki pendapat yang tidak kalah hebat
tentang diri kita.
2. Citra yang berlaku (current image)
Citra yang berlaku (current image) adalah suatu citra atau
pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
Namun, citra ini pun memiliki ketidakakuratan yang sama dengan citra
bayangan, karena semata-mata terbentuk hanya dari pengalaman dan
pengetahuan orang luar yang biasanya tidak memadai. Biasanya, citra ini
cenderung negatif. Citra ini sangat ditentukan oleh banyak-sedikitnya
informasi yang dimiliki oleh penganut atau mereka yang mempercayainya.
Oleh karena itu, salah satu tugas pokok pejabat humas atau public
relations officer (PRO) adalah menginterpretasikan sikap-sikap pihak luar
terhadap pihak luar.
8 3. Citra harapan (wish image)
Citra harapan (wish image) adalah suatu citra yang diinginkan oleh
pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra sebenarnya.
Biasanya citra yang diharapkan lebih baik dari citra yang sebenarnya. Citra
yang diharapkan itu biasanya dibentuk atau dirumuskan dan di
perjuangkan saat menyambut sesuatu yang baru, yakni ketika khalayak
belum memiliki banyak pengetahuan yang memadai.
4. Citra perusahaan (corporate image)
Citra perusahaan adalah citra suatu organisasi secara keseluruhan,
jadi bukan citra atas suatu produk dan pelayananya. Citra tersebut
terbentuk oleh banyak hal, yang mana salah satunya adalah kesediaan
perusahaan untuk ikut berperan dalam tanggung jawab sosial. Maka dari
itu, sebuah citra perusahaan merupakan sebuah pandangan atau sebagai
kesan seseorang terhadap segala aktivitas perusahaan, termasuk dalam
pelaksanaan tanggung jawab sosial. Citra perusahaan dapat dibentuk
dengan cara mengidentifikasi keinginan masyarakat tentang citra
perusahaan.
5. Citra majemuk (multiple image)
Setiap perusahaan atau organisasi memiliki banyak karyawan,
mereka pasti memunculkan citra yang belum tentu sama dengan citra
organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Jumlah citra yang dimiliki
perusahaan dapat dikatakan sebanyak jumlah pegawai yang dimilikinya.
Variasi citra perlu ditekan seminimal mungkin dan citra perusahaan
seutuhnya harus ditegakkan.
Dikutip dari Bangun (2010) Rangkaian kegiatan public relation suatu
perusahaan bertujuan untuk mencapai sasaran utama yaitu citra positif perusahaan
dimana dapat menggunakan tolak ukur sebagai berikut:
1. Kepercayaan: Dalam perkembangan dan kemajuan suatu perusahaan tidak
terlepas dari dukungan publiknya yaitu adanya kepercayaan. Artinya,
kepercayaan menjadi kelanjutan nafas kehidupan sebuah perusahaan.
9 2. Realitas: Realistik, jelas terwujud, dapat diukur dan hasilnya dapat
dirasakan serta dapat dipertanggungjawabkan dengan perencanaan yang
matang dan sistematis bagi responden
3. Kerjasama
saling
menguntungkan:
Suatu
kegiatan
dilaksanakan
mendatangkan kesuksesan dan keuntungan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
4. Kesadaran: Adanya kesadaran khalayak tentang dan perhatian terhadap
produk yang dihasilkan maupun terhadap perkembangan perusahaan.
2.1.3 Proses Terbentuknya Citra
Keberadaan citra perusahaan bersumber dari pengalaman dan atau upaya
komunikasi sehingga penilaian maupun pengembangannya terjadi pada salah satu
atau kedua hal tersebut. Citra perusahaan yang bersumber dari pengalaman
memberikan gambaran bahwa telah terjadi keterlibatan antara konsumen atau
masyarakat dengan perusahaan. Keterlibatan tersebut, belum terjadi dalam citra
perusahaan yang bersumber dari upaya komunikasi perusahaan. Proses
terbentuknya citra perusahaan menurut Hawkins et.all (2000)
1
ialah sebagai
berikut:
exposure
attention
image
behavior
comPRehensiv
Gambar.1 Proses Terbentuknya Citra Perusahaan
1
Suwandi,
Iman
Mulyani
Dwi.
2009.
Citra
Perusahaan.
(http://oeconomicus.files.wordPRess.com/2007/07/citra-perusahaan.pdf). [diakses 25 Februari
2011]
10 Berdasarkan gambar proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung
pada beberapa tahapan. Pertama, obyek mengetahui (melihat atau mendengar)
upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan. Kedua,
memperhatikan upaya tersebut. Ketiga setelah adanya perhatian terhadap obyek
mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Keempat,
terbentuknya citra perusahaan pada obyek yang pada kemudian tahap kelima citra
perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku obyek sasaran dalam
hubungannya dengan perusahaan.
Proses pembentukan citra akan menghasilkan sikap seseorang atau
masyarakat terhadap organisasi atau perusahaan. sikap masyarakat terhadap suatu
perusahaan diketahui dengan melakukan suatu penelitian agar perusahaan
mengetahui dan dapat memenuhi keinginan masyarakat sebagai salah satu
publiknya (Hastin, 2010). Gambar 2 menunjukkan orientasi menunjukkan
orientasi dari public relation yaitu membangun citra (image building) yang dapat
dilihat sebagai model komunikasi dalam public relation.
Sumber
Perusahaa/
Lembaga/
organisasi
Komunikator
Bidang/
Divisi
PR
Pesan
Kegiatankegiatan
Komunikan
Efek
Publikpublik PR
Citra
Publik
terhadap
Perusahaan
Gambar 2. Model Komunikasi dalam Public Relation
2.2
Public Relation
2.2.1
Pengertian Public Relation
International Public Relations Association (IPRA) tahun 1960 dalam
Rumanti (2002), publlic relation merupakan fungsi manajemen dari sikap budi
yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasiorganisasi, lembaga-lembaga umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh
dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada.
11 Hubungan yang diduga akan ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik
mereka, dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan
ketatalaksanaan, guna mencapai kerjasama yang lebih produktif, dan untuk
memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien, dengan kegiatan penerangan
yang terencana dan tersebar luas.
Selain itu J.C. Seidel dan W. Emerson Rech dalam Rumanti (2002)
menjelaskan bahwa PR adalah proses yang berkesinambungan, seni menanamkan
suatu rencana dan sebagainya. Definisi public relation menurut Jefkins (1992)
adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun
keluar, antara suatu organisasi dengan semua khayalayaknya dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan saling pengertian.
2.2.2
Fungsi Public Relations
Fungsi petugas public relations pun berkembang seiring kemajuan dunia
usaha. Terdapat empat fungsi utama yang dituntut dari petugas public relation
Ruslan (2008) dalam Novianti (2010) yaitu sebagi berikut:
1. Communicator
Sebagai juru bicara organisasi, public relation berkomunikasi secara
intensif melalui media dan kelompok masyarakat. Hampir semua teknik
komuikaasi antar personal (personal communication) dipergunakan,
komunikasi lisan, komunikasi tatap muka sebagai mediator maupun
persuasif.
2. Relationship
Kemampuan public relation
membangaun hubungan positif anatara
lembaga yang diwakilinya dengan publik internal maupun eksternal.
Ralationship yang tidak harmonis beresiko menimbulkan ketidakpuasan
publik yang pada akhirnya mengancam kelangsungan bisnis perusahaan.
Selain itu, relationship juga berupaya menciptakan saling pengertian,
kepercayaan, dukungan, kerjasama, dan toleransi anatara kedua belah
pihak.
12 3. Backup management
Melaksanakan dukungan manajemen atau menunjang kegiatan departemen
lain dlaam perusahaan demi terciptanya tujuan bersama dalam suatu
kernga tujuan pokok perusahaan.
4. Good image Marker
Menciptakan citra perusahaan dan publisitas positif merupakan prestasi,
reputasi, dan menjadi tujuan utama aktivitas public relation dalam
melaksanakan manajemen kehumasan membangun citra perusahaan.
2.2.3
Kegiatan-kegiatan Public Relation
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan public relation merupakan langkah
penting dalam menjaga eksistensi perusahaan. kegiatan yang dilakukan seorang
public relation tersebut dapat berupa kegiatan internal dan eksternal perushaan.
Suhandang (2004) menyebutkan bahwa titik berat kegiatan public relation adalah
kepentingan dan kepercayaan publiknya. Kegiatan public relation betujuan untuk
menanamkan dan memperoleh pengertian, jasa baik, kepercayaan, dan
penghargaan dari publik khusunya serta masyarakat pada umumnya. Usaha yang
dapat dilakukan adalah dengan bersikap simpatik, terbuka dalam menerima saran,
kritik, atau opini publik. Jika hal ini dapat dilakukan akan memberikan
keuntungan bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Salah satu kegiatan eksternal public relation yang dapat dilakukan
perusahaan untuk meningkatkan citra perusahaan adalah program CSR. CSR
merupakan
program
tanggung jawab sosial perusahaan kepada publiknya
terutama masyarakat.
2.2.4
Peran Public Relation dalam Corporate Social Responsibility
Seringkali praktisi public relation memainkan peran kunci dalam fungsi
filantropi perusahaan, adakalanya menjadi pejabat yang bertanggung jawab atas
fungsi itu. Lazimnya peran hubungan masyarakat mencakup hal-hal berikut ini:
1. Menggelar peristiwa-peristiwa yang sesuai untuk membantu kontribusi
yang menentukan, seperti kampanye dana kesejahtraan atau penciptaan
beasiswa.
13 2. Membantu kampanye atau usaha kers amal dengan nasehat strategi
Komunikasi, menyiapkan materi cetak atau audiovisual dan mengiklankan
dukungan atau meningkatkan publisitas.
3. Memimpin proyek atau kampanye atau betindak sebagai wakil pejabat
senior perusahaan.
4. Memeriksa perkara-perkara komunitas yang bermacam-macam untuk
menentukan bagaimana dan dimana perusahaan dapat memberi bantuan
terbaik.
5. Membimbing bukan mengarahkan, pendekatan partisipatf yang melibatkan
unsur pokok komunitas dalam mengalokasikan kontribusi-kontribusi
perusahaan (Cutlip, 2000).
2.3 Corporate Social Responsibility (CSR)
2.3.1 Pengertian dan perkembangan CSR
Konsep tanggung jawab sosial sangat beragam beberapa diantaranya
adalah yang dirumuskan oleh World Business Council for Sustainable
Development
(WBCSD)
mendefinisikan
CSR
sebagai
komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi
kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan
karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada
umumnya. Selanjutnya, menurut Trinidads & Tobacco Bureauof Standard CSR
adalah komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi berasamaan dengan peningkatan
ekonomi bersama peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas2. Sedangkan Budimanta (2002)
memaknai CSR sebagai komitmen perusahaan untuk membangun kualitas
kehidupan yang lebih baik dengan pihak yang terkait, terutama masyarakat
disekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada,
dilakukan secara terpadu dengan kegiatan berkelanjutan3. Dari ketiga definisi
2
Rahman, Reza. 2009. Corporate Social Responsibility; Antara Teori dan kenyataan. MedPRess: Yogyakarta. 3
Rudito, Bambang, dkk. 2004. Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. ICSD : Jakarta. 14 tersebut dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan sebuah komitmen perusahaan
untuk memperhatikan kesejahteraan baik bagi internal perusahaan maupun
eksternal perusahaan untuk meningkatkan perekonomian, serta perhatian terhadap
isu sosial dan lingkungan sekitar perusahaan dengan kegiatan berkelanjutan.
Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia secara yuridis
telah dinyatakan sebagaimana pada Undang-undang No.40 Tahun 2007, tentang
perseroan terbatas, BAB V, pasal 74. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa
tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan tanggung jawab perusahaan
atas eksistensinya dalam kegiatan bisnis. Selanjutnya, menurut Rudito (2009) dari
pasal tersebut, telah tersirat upaya yang harus dilakukan korporat maupun
pemerintah untuk melakukan pengembangan masyarakat, baik pada aspek sosial
dan ekonomi, pendidikan maupun kesehatan. Selain regulasi yang telah dibentuk
oleh pemerintah Indonesia, dunia Internasional juga memiliki panduan dan
standarisasi yang dibentuk pada tahun 2004 untuk memperjelas pelaksanaan
PRogram CSR yang diberi nama ISO 26000: guidance standard on social
responsibility. ISO 26000 menjadi standar pedoman untuk penerapan CSR. Di
dalam IS0 26000, CSR mencakup tujuh isu pokok, yaitu: (1)Pengembangan
masyarakat;
(2)Konsumen;
(3)Praktek
kegiatan
institusi
yang
sehat;
(4)lingkungan ketenagakerjaan; (6)Hak asasi manusia; dan (7)Organisasi
kepemerintahan.
Menurut Rudito (2004) walaupun banyaknya pemaknaan yang berbeda
antara korporat yang satu dengan yang lainya, ada bentuk-bentuk yang seragam
yang diambil dari kompetisi yang dilakukan untuk mendapatkan penghargaan.
Bentuk-bentuk keseragaman tersebut adalah bahwa korporat tidak lagi melakukan
pemisahaan antara dirinya sebagai suatu usaha dengan komunitas disekitarnya.
Selain itu, konsep CSR juga menawarkan sebuah kesamaan yaitu keseimbangan
antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial serta lingkungan. Konsep
tersebut merujuk pada konsep triple bottom line yang merupakan buah pemikiran
dari John Elkington sebagai dasar pelaksanaannya. Sehingga perusahaan perlu
memiliki sebuah komitmen untuk berkonstribusi dalam pembangunan bangsa
dengan memperhatikan aspek dalam 3P (Profit, people, dan planet). Implementasi
CSR juga merupakan perwujudan komitmen yang dibangun oleh perusahaan
15 untuk memberikan konstribusi pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
(Susiloadi, 2008).
2.3.2
Implementasi CSR
Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah utama yakni, sosialisasi,
pelaksanaan, internalisasi. Tahap sosialisasi yang dimaksud adalah tahap
memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagi aspek yang
dilaksanakan dalam CSR. Tujuan utama dari sosialisasi ini adalah agar program
CSR yang dilaksanakan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen
perusahaan. Selanjutnya tahap pelaksanaan, pada tahap ini yang dilakukan adalah
penyesuaian pelaksanaan dengan pedoman CSR yang telah disusun. Terkahir,
tahap internalisasi adalah tahap jangka panjang. Internalisasi mencakup upayaupaya memperkenalkan CSR dalam seluruh proses bisnis perusahaan (Wibisono,
2007). Selanjutnya, Wibisono (2007) menjelaskan mekanisme pelaksanaan
program atau kegiatan Corporate Social Responsibility dapat dilakukan sebagai
berikut, yaitu (1)Bottom Up process: program berdasar pada permintaan
beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan; (2)Top Down
process: program berdasar pada survey/pemeriksaan seksama oleh perusahaan,
yang disepakati oleh beneficiaries; (3) Partisipatif: program dirancang bersama
antara perusahaan dan beneficiaries.
Solihin (2008) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan program CSR
melibatkan beberapa pihak, yaitu perusahaan, pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, serta calon penerima manfaat
CSR. Oleh sebab itu, implementasi program CSR memerlukan beberapa kondisi
yang dapat menjamin keberlangsungannya. Pertama, Implementasi program CSR
memperoleh persetujuan dan dukungan dari pihak yang terlibat. Kedua, dalam
implementasi yang harus diciptakan untuk menunjang keberhasilan adalah
ditetapkannya pola hubungan (relationship) diantara pihak-pihak yang terlibat
secara jelas. Hal ini akan meningkatkan kualitas koordinasi pelaksanaan program
CSR. Kondisi ketiga, adanya pengelolaan program yang baik, hal ini dapat
terwujud bila adanya kejelasan dari tujuan program dan kesepakatan mengenai
strategi yang digunakan.
16 3.3
Tujuan CSR
Ambadar (2008) terdapat enam prakarsa utama dalam kegiatan CSR sesuai
dengan tujuan sosial perusahaan, antara lain:
1. Cause promotion, inisiatif perusahaan untuk mengalokasikan dana atau
bantuan dalam bentuk barang dan sumber daya lain, untuk meningkatkan
kesadaran dan perhatian tentang masalah sosial tertentu, atau dalam rangka
pendaftaran sukarelawan.
2. Cause Related Marketing, komitmen perusahaan untuk mendonasikan
sejumlah presentase tertentu dari pendapatan tertentu untuk hal yang
berkaitan dengan penjualan produk.
3. Corporate Social Marketing, upaya perusahaan memberi dukungan pada
pembangunan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk
mengubah sikap dan perilaku masyarakat dalam rangka memperbaiki
kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan dan lainnya.
4. Corporate Philanthrophy, pemberian sumbangan sebagai kegiatan amal
(Charity) dalam bentuk hibah tunai, donasi atau bentuk barang.
5. Community Valunteering, perwujudan dukungan dan dorongan perusahaan
kepada karyawan, mitra pemasaran dan/atau anggota franchise untuk
menyediakan dan mengabdikan waktu dan tenaga mereka untuk
membantu kegiatan sosial.
6. Socially Responsible Business Practics, berbagai investasi bisnis yang
mendukung pemecahan masalah sosial tertentu.
2.3.4
Manfaat CSR
Manfaat implementasi CSR bagi perusahaan dikemukakan oleh Wibisono
(2007) adalah: 1) mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan citra
perusahaan, 2) mendapatkan lisensi sosial dari masyarakat sekitar perusahaan
untuk terus dapat beroperasi, 3) mereduksi risiko bisnis perusahaan melalui
adanya hubungan yang harmonis dengan para stakeholder perusahaan, 4)
melebarkan akses terhadap sumberdaya, 5) membentangkan akses menuju pasart,
6) mereduksi biaya, misal dengan upaya mengurangi limbah melalui daur ulang
ke dalam siklus produksi., 7) memperbaiki hubungan dengan stakeholders, 8)
17 memperbaiki hubungan dengan regulator, 9) meningkatkan semangat dan
produkstivitas karyawan, 10) peluang mendapatkan penghargaan.
2.3.5
Pandangan perusahaan terhadap CSR
Selanjutnya Wibisono (2007) menjelaskan bahwa terdapat tiga model cara
pandang perusahaan terhadap CSR, yaitu:
1. Sekedar basa-basi dan keterpaksaan, yaitu pelaksanaan CSR karena faktor
eksternal (external driven). Pemenuhan tanggung jawab lebih karena
keterpakasaan akibat tuntutan dibandingkan dengan rasa sukarela. CSR
diimplementasikan sebagai upaya dalam konteks public relation yang
diliputi kemauan meraih kesempatan untuk melakukan publikasi postif dan
untuk meningkatkan citra perusahaan yang didasarkan bukan atas regulasi
CSR dari pemerintah;
2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance), didasarkan atas
adanya regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Kewajiban
perusahaan melaksanakan CSR adalah karena adanya market driven
(dorongan pasar/ masyarakat dan lingkungan setempat). Pandangan lain
yang sangggup memaksa perusahaan untuk mempraktekkan CSR adalah
adanya penghargaan-penghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap
institusi atau lembaga. Misalnya CSR Award baik yang regional maupun
global;
3. Beyond complience atau compliance plus, yakni CSR diimplementasikan
karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven).
Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar
kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya,
melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan
18 2.3.6 Model CSR
Menurut Saidi dan Abidin (2004), terdapat empat model atau pola CSR
yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu:
1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara
langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk
menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah
satu pejabat seniornya, seperti coporae secretary atau public affair
manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui
yayasan
atau
organisasi
sosial
perusahaan.
Perusahaan
mendidrikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model
ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaanperusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana
awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi
kegiatan yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelengggarakan CSR melalui
kerjasama dengan lembaga sosial/ organisasi non-pemerintah (Ornop),
instansi pemerinah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola
dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut
mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang
didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
lainnnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan
yang bersifat “hibah pembangunan”.
2.4 Kerangka Pemikiran
Perusahaan memiliki bagian khusus untuk bertanggung jawab dalam
mengelola proses komunikasi yaitu Hubungan Masyarakat (Humas) atau public
relations (PR) yang menjembatani proses komunikasi baik ke dalam perusahaan
maupun luar perusahaan. Ruslan (2001) dalam Fitriani (2010) menjelaskan bahwa
salah satu tujuan PR adalah menciptakan kesan (image) yang tepat berdasarkan
prinsip-prinsip hubungan yang harmonis, baik hubungan ke dalam (internal
19 relations) maupun hubungan keluar atau external relations. Implementasi
program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu langkah
untuk menjalin hubungan yang baik ke luar perusahaan. Selain untuk
mendapatkan citra positif dari masyarakat, CSR juga telah diatur dalam Undangundang No.40 Tahun 2007, tentang perseroan terbatas, BAB V, pasal 74.
Pendekatan
CSR PT. ITP
•
•
•
•
•
•
•
Penilaian Implementasi
Program CSR:
Jenis kegiatan (X1)
Frekuensi kegiatan (X2)
Kemampuan fasilitator (X3)
Manfaat program (X4)
Proses Pencitraan (Y1):
Tingkat perhatian terhadap program
Tingkat pengertian terhadap program
Tingkat penerimaan terhadap program
Citra Perusahaan (Y2):
• Positif
• Negatif
Keterangan:
: Mempengaruhi
: Hubungan yang tidak diuji
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Analisis Pembentukan Citra Perusahaan Melalui
Implementasi Corporate Social Responsibility.
Penelitian ini menggunakan model penelitian komunikasi yaitu model
jarum hipodermik, yang lebih dikenal dengan “bullet theory”. Bullet theory
memiliki tiga variabel yaitu variabel komunikasi, variabel antara, dan variabel
efek (Jalaludin, 2009). Penelitian ini akan mengkur adalah variabel peniliaian
20 implementasi (jenis program, frekuensi program, kemampuan fasilitator dan
manfaat program), yang menjadi variabel bebas dengan variabel terikatnya poses
pembentukan citra (perhatian, pengertian, dan pemahaman). Selanjutnya variabel
bebas yakni tingkat pembentukan citra dengan variabel terikatnya yakni citra
perusahaan. Variabel-variabel tersebut dapat terlihat dalam Gambar.3 (Kerangka
Pemikiran Analisis Pembentukan Citra Perusahaan Melalui Implementasi
Corporate Social Responsibility (CSR)).
2.5 Hipotesis Penelitian
1. Semakin beragam jenis kegiatan, maka akan meningkatkan proses
pencitraan responden pada PRogram CSR PT Indocement
2. Semakin tinggi frekuensi program, maka akan meningkatkan
proses pencitraan responden pada program CSR PT Indocement
3. Semakin tinggi kemampuan fasilitator, maka akan meningkatkan
proses pencitraan responden pada program CSR PT Indocement
4. Semakin tinggi manfaat program, maka akan meningkatkan
proses pencitraan responden pada program CSR PT Indocement
5. Ada hubungan positif antara proses pencitraan dengan citra
perusahaan yang terbentuk
2.6
Definisi Operasional
1. Jenis Kegiatan adalah pengetahuan responden terhadap ragam dari
rangkaian keseluruhan kegiatan berdasarkan lima pilar pembangunan
yang dilaksanakan di Desa Bantarjati. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan skala ordinal dan dikelompokkan menjadi tiga kategori:
•
Tidak beragam, jenis kegiatan yang diketahui responden kurang
dari 9 kegiatan
•
Kurang beragam, jenis kegiatan yang diketahui responden
sebanyak antara 9 hingga 16 kegiatan
•
Beragam, jenis kegiatan yang diketahui responden sebanyak 17
hingga 24 kegiatan
21 2. Frekuensi
program
adalah
total
rangkaian
corporate
social
responsibility yang dilaksanakan oleh PT Indocement selama satu
tahun. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ordinal
dikelompokkam menjadi tiga kategori:
•
Rendah, jika respoden hanya mengetahui pelaksanaan program
kurang dari 3 kali dalam satu tahun
•
Sedang , jika responden mengetahui pelaksanaan program sebanyak
3 hingga 7 kali dalam satu tahun
•
Tinggi, jika responden mengetahui pelaksanaan program sebanyak
8 hinggga 12 kali dalam satu tahun
3. Kemampuan Fasilitator adalah penilaian responden bagi koordinator
desa PT Indocement dalam setiap pelaksanaan kegiatan corporate
social responsibility.
Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan
skala
ordinal
dikelompokkam menjadi tiga kategori:
-
Bagus
:3
-
Kurang Bagus : 2
-
Tidak Bagus : 1
Pengukuran kemampuan fasilitator menurut responden, sebagai berikut:
Max= 9
Min= 5
∑k= 3
NN= Max- minn = 9-5 = 4 = 1,33 ≈ 1
∑k
3
3
Sehingga skor kemampuan fasilitator menurut responden dibagi
menjadi tiga ketegori, dengan skor sebagai berikut:
-
Rendah
: ≤5
-
Sedang
:6≥x≥7
-
Tinggi
:8≤x≤9
22 4. Manfaat program adalah sejauhmana responden menganggap bahwa
program CSR PT Indocement berguna bagi masyarakat Desa
Bantarjati.
Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan
skala
ordinal
responden,
sebagai
dikelompokkam menjadi tiga kategori:
Setuju
:3
Kurang Setuju
:2
Tidak Setuju
:1
Pengukuran
manfaat
program
menurut
berikut:
Max= 9
N=
Min= 4
Max- min
∑k
=
∑k= 3
9-4
3
=
5
= 1,67 ≈ 2
3
Sehingga skor manfaat program menurut responden dibagi menjadi
tiga ketegori, dengan skor sebagai berikut:
Tidak Bermanfaat
: ≤5
Kurang Bermanfaat
:6≥x≥7
Bermanfaat
:8≤x≤9
5. Proses Pencitraan adalah sejauhmana sasaran program memaknai
program diawali dari adanya perhatian individu, dilanjutkan dengan
pengertian terhadap program, dan pemahaman pada program.
•
Tingkat Perhatian adalah sejauh mana sasaran program
menyadari adanya implementasi program CSR.
•
Tingkat Pengertian adalah sejauh mana individu sasaran
PRogram memahami implementasi program CSR.
•
Tingkat Penerimaan adalah sejauh mana individu sasaran
program menyetahui gagasan dari implementasi PRogram
CSR.
23 Berdasarkan uraian di atas, maka masing-masing unsur tahap
pembentukan citra akan diukur berdasarkan pengukuran dengan skala
ordinal dikelompokkam menjadi empat kategori:
-
Sangat setuju : 4
-
Setuju
-
Kurang Setuju : 2
-
Tidak Setuju : 1
:3
Pengukuran proses pencitraan menurut responden, sebagai berikut:
Max= 53
Min= 31
∑k= 3
N = Max- min = 53-31 = 22 = 7,33 ≈ 7
∑k
3
3
Sehingga skor proses pencitraan menurut responden dibagi menjadi tiga
ketegori, dengan skor sebagai berikut:
-
Baik
: ≤ 37
-
Kurang Baik : 38 ≥ x ≥ 45
-
Buruk
: 46 ≤ x ≤ 5
6. Tingkat citra perusahaan adalah sejauhmana sasaran program
memandangan perusahaan.
Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan
skala
ordinal
dikelompokkam menjadi empat kategori:
Sangat Setuju
:4
Setuju
:3
Kurang Setuju
:2
Tidak Setuju
:1
Pengukuran tingkat citra perusahaan menurut responden, sebagai
berikut:
Max= 37
N=
∑k= 3
Min= 26
Max- min
∑k
=
37-26
3
=
11
3
= 3,67 ≈ 4
24 Sehingga skor citra perusahaan menurut responden dibagi menjadi tiga
ketegori, dengan skor sebagai berikut:
Rendah
: ≤25
Sedang
: 26 ≥ x ≥ 30
Tinggi
: 31 ≤ x ≤ 35
Download