BAB 1 - Perpustakaan IAIN Kendari

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang tua muslim menyadari bahwa pada hakikatnya anak adalah
amanat Allah SWT yang dipercayakan (diamanatkan) kepada dirinya. Kesadaran para
orang tua muslim akan hakikat anak mereka sebagai amanat Allah SWT sepantasnya
ini ditanggapi dengan penuh tanggung jawab. Setiap muslim pasti menyadari bahwa
Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya agar mengemban amanat itu dengan
baik. Dengan demikian, maka orang tua pantang mengkhianati amanat Allah SWT.
Dan hukum mengemban amanat-Nya pun wajib bagi mereka. Dari sekian perintah
Allah SWT yang berkenaan dengan amanat-Nya yang berupa anak adalah bahwa
setiap orang tua wajib mengasuh dan mendidik anak-anak dengan baik dan benar,
agar mereka tidak menjadi anak-anak yang lemah iman dan tumbuh dewasa menjadi
generasi yang saleh. Inilah salah satu tanggung jawab orang tua. Dalam ajaran Islam
pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Para filsuf Islam merasa betapa
pentingnya pendidikan anak-anak terutama dalam pendidikan akhlak. Mereka
sependapat bahwa pendidikan anak-anak sejak dari kecil harus mendapat perhatian.
Dalam ajaran Islam pendidikan keluarga dipandang sebagai penentu masa
depan anak. Betapapun sederhananya sistem pendidikan dalam keluarga ini, tetaplah
berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Karena dari sinilah pertumbuhan
fisik dan mental anak dimulai. Dalam keluarga orang tua merupakan Pembina
pertama bagi perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Sehubungan dengan
1
2
hakikat pendidikan yang meliputi penyelamatan fitrah Islamiah anak, perkembangan
potensi pikir anak, potensi rasa, potensi kerja, dan sebagainya tentu tidak semua
keluarga mampu menanganinya secara keseluruhan mengingat berbagai keterbatasan
yang dimiliki orang tua misalnya keterbatasan waktu, keterbatasan ilmu pengetahuan,
dan keterbatasan lainnya. Oleh karena itu dalam batas-batas tertentu orang tua dapat
menyerahkan pendidikan anaknya kepada pihak luar baik kepada lembaga sekolah
maupun lembaga di lingkungan masyarakat seperti pesantren, majelis taklim, TPA,
dan kursus-kursus serta lembaga lain di lingkungan masyarakat. Penyerahan anak
kepada lembaga-lembaga pendidikan tersebut bukan berarti memindahtangankan
tanggung jawab orang tua tetapi sekedar penyerahan penanganan belaka.
Sekolah merupakan salah satu tempat pendidikan bagi anak. Sistem
pendidikan yang diterapkan di sekolah telah diatur dan terprogram menurut jenjang
dan tingkatnya. Namun demikian pada kenyataannya banyak permasalahan yang
timbul yang dapat ditemui dalam kegiatan sekolah. Berhasil dan tidaknya anak
belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal mencakup kematangan atau pertumbuhan kecerdasan atau intelegensi,
motivasi, minat dan bakat, serta pengalaman anak. Sedang faktor eksternal mencakup
lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah dan perangkat pendidikan lainnya yang
saling berkaitan.
Dalam perkembangannya, seorang anak selain membutuhkan perhatian dari
keluarga dan sekolah juga membutuhkan perhatian dari lingkungan masyarakat.
3
Lingkungan ini nantinya akan memberi pengaruh terhadap perkembangan jiwa anak.
Seperti yang diungkapkan oleh Zuhaili bahwa:
Masyarakat adalah pelaku atau faktor penting dalam pendidikan dan merupakan
lingkungan luas yang mempresentasikan akidah, akhlak, serta nilai-nilai dalam
prinsip yang telah ditentukan. Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap anak
ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Dikatakan berpengaruh
positif apabila pengaruh tersebut membawa dampak yang baik bagi
perkembangan jiwa anak ke arah hal-hal yang positif sedangkan dikatakan
berpengaruh negatif apabila dapat mempengaruhi jiwa anak untuk berbuat halhal negatif yang mengarah pada perbuatan yang tidak dapat diterima oleh
masyarakat. 1
Terkait dengan pengaruh negatif lingkungan terhadap perkembangan jiwa
seorang anak, maka peran orang tua sangatlah dibutuhkan untuk mengawasi,
mengarahkan dan mengendalikan anak agar tidak terpengaruh dampak negatif dari
lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan
akhlak agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan anak. Dengan
pembinaan, diharapkan anak nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang baik dan
benar tidak hanya mengetahui norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga
dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari dengan ikhlas. Lingkungan yang
tertib, aman jauh dari tindakan kemaksiatan dan adanya keharmonisan hubungan
diantara keluarga, masyarakat akan mendukung anak untuk belajar dan bersikap kritis
terhadap apa yang mereka alami dan sebaliknya anak yang tumbuh hidup di
lingkungan keras penuh dengan kemaksiatan akan berpengaruh terhadap akhlak anak
tersebut.
Zuhaili Muhammmad, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Jakarta, A.H. Ba’adillah Press,
2002, h. 89.
1
4
Dengan diselenggarakannya Taman Pendidikan Al-Qur’an Muadz bin Jabal di
Keluahan Jati Mekar Kota Kendari, memberi peluang kepada orang tua untuk
memasukkan anak-anaknya untuk mengikuti serta mendalami pendidikan Islam
khususnya dalam rangka membina akhlak anak, selain pendidikan yang telah
diberikan dalam keluarga dan sekolah. Para orang tua mempunyai harapan yang besar
pada TPQ untuk dapat mendidik anak-anaknya dengan akhlakul karimah (akhlak
yang baik), sehingga dapat di jadikan bekal bagi mereka dalam menjalani kehidupan
di masa mendatang. Para orang tua berharap anak-anak mereka dalam kehidupan
sehari-hari berperilaku sesuai dengan ajaran agama.
Berdasarkan pengamatan dan data sementara yang ditemukan terlihat bahwa
ada perbedaan sikap serta tingkah laku anak diantara anak-anak yang mengikuti
pendidikan di TPQ dengan mereka yang tidak mengikuti pendidikan di TPQ. Dalam
realitas di lapangan perbedaan itu dapat terlihat misalnya anak-anak yang mengikuti
pandidikan di TPQ tingkah lakunya mengarah ke hal yang baik sesuai dengan ajaran
agama. Selain itu mereka juga mempunyai pengetahuan agama yang lebih baik
dibanding dengan anak-anak yang tidak mengikuti TPQ. Oleh karena itu dipandang
perlu untuk mengadakan penelitian tentang eksistensi TPQ “Muadz Bin Jabal” dalam
pembinaan pendidikan Islam anak di Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari.
5
B. Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam anak di TPQ
“Muadz Bin Jabal” Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari ?
2. Apakah faktor pendukung dan menghambat pembinaan pendidikan Islam
TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari ?
C. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan presepsi dalam penelitian ini, maka penulis
perlu mengemukakan definisi operasional judul sebagai berikut :
1. Eksistensi TPQ adalah lembaga pendidikan nonformal yang merupakan lembaga
pendidikan baca Al-Qur’an untuk usia SD dan SMP yang berprinsip
pengembangan dan pelayanan pendidikan terutama baca tulis al-qur’an dan
pembinaan keagamaan. Lembaga ini penyelenggaraannya ditangani oleh
masyarakat Islam yang ada di wilayah tersebut.
2. Pendidikan Islam anak merupakan bimbingan dan arah yang dilakukan oleh
seseorang dalam rangka pemahaman kepada objek pendidikan berdasarkan
norma-norma agama agar tetap berjalan dijalan Tuhan.
3. Pembinaan keagamaan merupakan suatu hal yang sangat penting karena dengan
pembinaan keagamaan anak akan senantiasa memelihara dan menjaga sikap dan
prilakunya sesuai dengan tujuan pendidikan islam.
6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sistem pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam TPQ
“Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari.
b. Untuk mengethaui faktor-faktor pendukung dan penghambat pembinaan
pendidikan Islam TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar Kota
Kendari.
2. Kegunaan Penelitian
a. Bersifat Teoritis
1. Memberikan gambaran dan informasi tentang eksistensi TPQ “Muadz
Bin Jabal”dalam pembinaan pendidikan Islam.
2. Memberikan gambaran yang jelas tentang faktor pendukung dan
penghambat pembinaan pendidikan Islam di TPQ “Muadz Bin Jabal”.
b. Bersifat Praktis
1. Memberikan masukan efektif dan efisien kepada TPQ “Muadz Bin
Jabal”agar lebih meningkatkan kegiatannya.
2. Memberikan informasi kepada orang tua, bahwa penyelenggaraan TPQ
perlu mendapat perhatian dan dukungan karena kegiatan yang dilakukan
identik dan menunjang belajar siswa khususnya pendidikan Agama.
7
3. Menambah wawasan dan cara berpikir anak khususnya yang mengikuti
pendidikan di TPQ.
8
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Deskripsi Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ)
1. Pengertian Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ)
Menurut Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola Kota Gede
Yogyakarta dalam As’ad dan Budiyanto mengemukakan pengertian Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) adalah “lembaga pendidikan nonformal yang
merupakan lembaga pendidikan baca Al-Qur’an untuk usia SD (6-12 tahun)”1.
Lembaga ini penyelenggaraannya ditangani oleh masyarakat Islam yang ada di
wilayah tersebut.
Pada dasarnya lembaga ini terbagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan
tingkat umur yaitu :
a. Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) untuk anak seusia TK (5-7 tahun)
b. Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) untuk anak seusia SD kelas satu sampai
tiga (7-9 tahun)
c. Taman Bimbingan Islam dan Kreatifitas untuk anak yang berusia 10-12 tahun.
Untuk membina agar anak mempunyai sifat-sifat terpuji tidak hanya dengan
pembiasaan-pembiasaan melakukan hal baik, dan menjauhi larangan-Nya. Dengan
Human As’ad, dan Budiyanto, Pedoman Pengelolaan Pembinaan dan Pengembangan TPA-TPA
Nasional, Yogyakarta, LPTQ Nasional, 1995, h. 16
1
8
9
kebiasaan dan latihan akan membuat anak cenderung melakukan yang baik dan
meninggalkan yang buruk.
2. Waktu dan Masa Pendidikan
Keberadaan TPQ merupakan penunjang bagi pendidikan agama Islam pada
Lembaga-lembaga pendidikan sekolah (TK-SD-MI) untuk itu penyelenggaraannya
pada siang dan sore hari di luar jam sekolah. Sedang bagi lingkungan masyarakat
yang memiliki Madrasah Diniyah pada jam-jam tersebut, maka TPA dapat dijadikan
sebagai kegiatan “Pra Madrasah Diniyah”. Lama Pendidikan satu tahun dan terbagi
dalam dua semester. Tiap kali masuk TPQ diperlukan waktu 60 menit.
3. Materi Pelajaran
Sesuai dengan tujuan dan targetnya, maka materi pelajaran dibedakan menjadi
dua macam yaitu materi pokok dan materi tambahan. Yang dimaksud materi pokok
adalah materi yang harus dikuasai benar oleh setiap santri dan dijadikan tolok ukur
keberhasilan santri. Sebagai materi pokok santri adalah belajar membaca Al-Qur’an
dengan menggunakan buku iqro’ jilid 1-6 (susunan Ustadz As Human). Bila santri
telah menyelesaikan jilid 6 dengan baik, dapat dipastikan ia dapat membaca AlQur’an dengan benar. Untuk selanjutnya ia mulai belajar membaca Al-Qur’an.
Adapun “materi tambahan adalah materi yang belum dijadikan syarat untuk
menentukan lulus tidaknya santri tersebut”2. Sebagai materi tambahan adalah :
2
Ibid, h. 16.
10
Hafalan bacaan shalat dan prakteknya, hafalan doa sehari-hari, hafalan surat-surat
pendek, hafalan kalimat thoyibah, bermain cerita, ibadah,aqidah dan akhlak
4. Sasaran dan Tujuan Pembinaan TPQ
Kurikulum dan Pola Penyelenggaraan Pendidikan (KP3) Taman Pendidikan
Al-Qur’an bertujuan :
a. Menyiapkan para santri agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
Qur’ani, mencintai Al-Qur’an sebagai pedoman dan pandangan hidup.
b. Sebagai lingkungan pergaulan yang sehat dan Islami, hal ini penting bagi
perkembangan jiwa anak, utamanya dalam proses sosialisasi.
c. Secara lebih khusus mulai membekali para santri dengan kemampuan berpikir
kreatif, mengembangkan dan mengasah potensi kepemimpinan yang ada pada
dirinya.
Sedang untuk mencapai tujuan di atas ditentukan target operasional yaitu:
a. Santri mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidahkaidah ilmu tajwid
b. Santri mampu terbiasa melaksanakan shalat 5 waktu serta terbiasa hidup dengan
adab-adab Islam sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya
c. Santri hafal doa sehari-hari, mengerti cara menulis huruf-huruf Al-Qur’an.
d. Santri mengenal dan memahami dasar-dasar berfikir kreatif dan teknik
ketrampilan kepemimpinan sesuai dangan tingkatnya.
11
5. Peranan TPQ
Program pengelolaan TPQ di Indonesia saat ini berdasarkan kebiasaan dalam
masyarakat dan berdasarkan LPTQ Tingkat Nasional No 1 tahun 1991 tertanggal 7
pebruari 1991 yang diresmikan oleh Menteri Agama pada waktu itu Bapak Munawir
Syadzali pada tanggal 10 februari 1991. TPQ sebagai lembaga pendidikan nonformal
yang mempunyai peran utama mengajarkan kemampuan membaca dan menulis AlQur’an juga sangat berperan bagi perkembangan jiwa anak seperti pengetahuan
tentang ibadah, akidah, dan akhlak. Mengingat bahwa materi yang diajarkan tidak
hanya terpaku pada materi baca tulis Al-Qur’an melainkan juga memberikan materi
tentang ibadah, aqidah, akhlak atau akhlak yang bertujuan mempersiapkan peserta
didik menjadi pribadi yang Qur’ani dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
dalam hidupnya.
Terkait dengan hal ini, Muzayyin Arifin berpendapat bahwa “dalam proses
pemberdayaan umat manusia, adanya lembaga pendidikan dalam masyarakat
merupakan syarat mutlak yang mempunyai tanggung jawab kultural-edukatif”3.
Selanjutnya Muzayyin Arifin, menyebutkan bahwa tanggung jawab lembaga-lembaga
pendidikan dalam segala jenisnya, menurut pandangan Islam adalah berkaitan dengan
usaha menyukseskan misi dalam tiga macam tuntutan hidup seorang muslim, yaitu
sebagai berikut:
3
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2003, h. 38.
12
a. Pembebasan manusia dari ancaman api neraka.
b. Pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan
dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat sebagai realisasi citacita seseorang yang beriman dan bertakwa yang senantiasa memanjatkan doa
sehari-hari.
c. Membentuk diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang
kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan
hidupnya untuk menghambakan dirinya kepada khaliknya. Keyakinan dan
keimanannya berfungsi sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus
mendasari ilmu pengetahuannya.4
Dasar pandangan inilah lembaga-lembaga pendidikan Islam berpijak untuk
mencapai cita yang ideal, yaitu bahwa idealitas Islam dijadikan elan vitale-nya (daya
pokok) tanggung jawab kultural-edukatifnya. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa
lembaga-lembaga pendidikan berkembang dalam masyarakat merupakan cermin dari
idealitas umat (Islam).
B. Deskripsi Pembinaan Pendidikan Islam
1. Pengertian Pembinaan Anak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa “pembinaan berarti usaha,
tindakan dan kegiatan yang diadakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk
memperoleh hasil yang lebih baik”.5 “Pembinaan juga dapat berarti suatu kegiatan
4
5
Ibid, h. 38
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1990, h. 37.
13
yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada sesuai dengan yang
diharapkan”.6
Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu
usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah ada kepada
yang lebih baik (sempurna) baik dengan melalui pemeliharaan dan bimbingan
terhadap apa yang sudah ada (yang sudah dimiliki). Serta juga dengan mendapatkan
hal yang belum dimilikinya yaitu pengetahuan dan kecakapan yang baru.
Merujuk dari pengertian pembinaan tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pembinaan remaja adalah bimbingan atau arahan yang dilakukan kepada
remaja untuk membentuk pribadi yang baik dan beraklak mulia.
Pembangunan di bidang agama diarahkan agar semakin tertata kehidupan
beragama yang harmonis, semarak dan mendalam serta ditujukan pada peningkatan
kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terpeliharanya
kemantapan kerukunan hidup umat beragama dan bermasyarakat dan berkualitas
dalam meningkatkan kesadaran dan peran serta akan tanggung jawab terhadap
perkembangan akhlak serta secara bersama-sama memperkokoh kesadaran spiritual,
moral dan etika bangsa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peningkatan
pelayanan, sarana dan prasarana kehidupan beragama. Dimaksudkan untuk lebih
memperdalam pengalaman ajaran dan nilai-nilai agama untuk membentuk akhlak
mulia, sehingga mampu menjawab tantangan masa depan. Pembinaan dapat diartikan
6
Hendyat Soetopo dan Wanty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta, Bina
Aksara, t.th, h. 43
14
sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Akan tetapi tidak setiap bantuan atau tuntunan
dapat diartikan sebagai pembinaan. Prayitno mengemukakan bahwa :
Pembinaan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan
sistematis kepada indifidu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar
tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self Understanding),
kemampuan untuk menerima dirinya (self Direction) dan kemampuan untuk
merealisir dirinya (self realization), sesuai kemampuanya dalam mencapai
penyesuaian diri dengan lingkungannya.7
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa pembinaan merupakan proses yang
terus-menerus
dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai
kemampuannya secara maksimal baik bagi dirinya maupun masyarakat. Kaitannya
dengan pembinaan anak atau remaja, pembinaan pada anak atau remaja senantiasa
dilakukan sejak anak tersebut dilahirkan hingga ia mampu membimbing dan
mengarahkan dirinya kea rah yang lebih baik. Pembinaan yang dilakukan oleh orang
tua hendaknya dapat mewarnai kehidupan anak, sehingga pendidikan yang baik
itu,benar-benar menjadi bagian dari kepribadiannya yang akan menjadi pengendali
dalam hidupnya dikemudian hari.Untuk tujuan pembinaan tersebut,maka hendaklah
pendidikan diberikan oleh orang tua,guru ataupun masyarakat yang mencerminkan
sikap,tingkah laku dan gerak-gerik,yang sesuai dengan norma atau ajaran agama
Islam.
Uraian tersebut menggmbarkan bahwa orang tua sebagai orang yang memiliki
tanggung jawab penting pendidikan,sebab secara alami anak pada masa-masa awal
7
Prayitno, Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta, Rineke
Cipta,2001, h. 67
15
pertumbuhannya berbeda ditengah-tengah ibu dan ayahnya, sehingga peran orang tua
dalam meberikan pendidikan bagi anak-anaknya terutama dalam rumah tangga sangat
berarti bagi perkembangan anak.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu “alTarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas,
komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung
tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal)”8.
1. Istilah al-Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” (‫)ربَّى‬,
َ yurabbi (‫ )ي َُربِّى‬menjadi
“tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik.
Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat
kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan
fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari alam
memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya.
Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas untuk
memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam.9
2. Istilah al-Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses
transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah
SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam
informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia menerima
pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya.
Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang
8
Ibnu, Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://makalah-ibnu.blogspot.com, diakses 27
Juni 2012).
9
Ibnu, Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://makalah-ibnu.blogspot.com, diakses 27
Juni 2012).
16
sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan
Tuhannya.10
3. Istilah al-Ta’dib
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan
akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat
Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah
suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Hj. Nur Uhbiyati mengataan bahwa
“hakikat
pendidikan
Islam
adalah
proses
membimbing
dan
mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai
tujuan pendidikan Islam”11. Senada dengan itu Athiyah Al-Abrasy mengungkapkan
bahwa:
Pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan
sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi
pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal
dalam bekerja dan manis tutur sapanya.12
10
Ibnu, Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://makalah-ibnu.blogspot.com, diakses 27
Juni 2012).
11
12
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1999, h. 18
Sopwan Hadi, Definisi Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://sopwanhadi. wordpress.com,
diakses, 27 Juni 2012)
17
Pendidikan Islam merupakan suatu upaya yang terstruktur untuk membentuk
manusia yang berkarakter sesuai dengan konsekuensinya sebagai seorang muslim.
Dalam perjalanannya ada tiga jalan yang harus ditempuh untuk mengupayakan hal
tersebut, yaitu:
1. Penanaman akidah Islam berdasarkan pemikiran yang matang dan dijalankan
dengan cara yang damai.
2. Menanamkan sikap konsisten pada orang yang sudah memiliki akidah islam
agar segala tindak tanduk dan cara berpikirnya tetap berada di jalurnya
sebagai seorang muslim.
3. Mengembangkan kepribadian islam pada mereka yang sudah memilikinya
dengan cara mengajaknya untuk bersungguh-sungguh menjalankan kehidupan
secara islami, dalam artian semua pemikiran dan amalannya sesuai dengan
kodratnya sebagai seorang muslim.13
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, “pendidikan adalah
suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan
sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan
kandungan pendidikan tersebut”14.
Berdasarkan pengertian di atas, ada tiga unsur yang membentuk pendidikan
yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut
yaitu sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia.
Jadi pendidikan Islam adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsurangsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari
segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah
13
14
Anneahira, Pendidikan Islam, (online) (http://www.anneahira.com, diakses, 27 Juni 2012)
Sopwan Hadi, Definisi Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://sopwanhadi. wordpress.com,
diakses, 28 Juni 2012)
18
pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan
kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Karakter pendidikan Islam tidak hanya terletak pada optimalisasi
pengembangan potensi dan sumber daya manusia, tetapi harus pula didasarkan
pada kejernihan iman dan niat yang positif, karena tanpa itu semua penerapan
sains dari hasil karya manusia hanya akan menimbulkan bumerang, bahkan
dapat mendatangkan bahaya kehidupan dari yang tidak diperkirakan
sebelumnya.15
Sedangkan menurut Munzir Hitami bahwa:
Pendidikan sejati atau maha pendidikan itu adalah Allah yang telah
menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan kelebihan serta
menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya,
sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:16
Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah
bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu,
mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa
kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke
akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam
kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan
mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman:









    
     
15
Hasan Al-Banna, Konsep Pendidikan, (online) (http://mcdens13.wordpress.com, diakses, 27 Juni
2012).
16
Munzir Hitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta, Infinite Press, 2004, h. 25-30
19
     
    
Artinya : Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qoshosh: 77).17
Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang
ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian
kepada Tuhan.
Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip
keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan
manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan
spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan
iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang
menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan
kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr: 1-3:
    
    




  
Artinya : 1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, Depag, 1997, h. 623
20
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.18
Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang
manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara
jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit.
Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini
bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan
keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada
berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskandirinya sendiri ke jurang
kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk
mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu
memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah:





     
    
Artinya : Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya
Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. Al Maidah: 39).19
Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan
bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh
18
Ibid, h. 1099
19
Ibid, h. 165
21
dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan.
Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling
tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah
syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan
kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk
kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik
tersebut.
3. Pembinaan Pendidikan Islam Anak
Secara harfiah “pembinaan berarti pemeliharaan secara dinamis dan
berkesinambungan”.20 Di dalam konteksnya dengan suatu kehidupan beragama, maka
pengertian pembinaan adalah:
Segala usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran memelihara
secara terus menerus terhadap tatanan nilai agama agar segala perilaku
kehidupannya senantiasa di atas norma-norma yang ada dalam tatanan itu.
namun perlu dipahami bahwa pembinaan tidak hanya berkisar pada usaha untuk
mengurangi serendah-rendahnya tindakan-tindakan negatif yang dilahirkan dari
suatu lingkungan yang bermasalah, melainkan pembinaan harus merupakan
terapi bagi masyarakat untuk mengurangi perilaku buruk dan tidak baik dan
juga sekaligus bisa mengambil manfaat dari potensi masyarakat, khususnya
generasi muda.21
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada tiga makna pembinaan yaitu:
1. Proses, cara, perbuatan untuk mengupayakan sesuatu menjadi lebih
maju/baik.
2. Pembaharuan, penyempurnaan.
20
Departemen Pendidikan dan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Jakarta Press,
1995, h. 504
21
Ibid. h. 504
22
3. Usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
perolehan hasil yang lebih baik. Dari ketiga makna tersebut, hanya makna
ketiga yang memberikan peluang kekeliruan pemahaman, tapi tetap tidak
menggiring pada pemikiran atau tendensi tindak kekerasan dalam bentuk apa
pun.22
Pembinaan anak didik merupakan semua usaha yang ditujukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) anak didik, memantapkan iman
(ketahanan mental) mereka, membina agar mereka mampu berintegrasi secara wajar
di dalam kehidupan kelompok selama dalam lembaga Pemasyarakatan anak dan
kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya.
Agar pembinaan terhadap perkembangan anak dapat berjalan dengan baik,
maka orang tua atau pendidik harus mempunyai metode/pedoman pendidikan yang
berpengaruh dalam upaya mempersiapkan anak secara mental, moral, saintikal,
spiritual dan sosial, sehingga anak tersebut mampu meraih puncak kesempurnaan,
kedewasaan dan kematangan berpikir dan bertingkah laku. Menurut M.D. Dahlan
paling tidak ada lima buah “metode dalam mendidik anak, yaitu : a) pendidikan
dengan keteladanan, b) pendidikan dengan adat kebiasaan, c) pendidikan dengan
nasihat, d) pendidikan dengan pengawasan, e) pendidikan dengan hukuman”23.
a. Pendidikan dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode
paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secar moral,
22
23
Rudi Gunawan, Pembinaan, (online) (http://www.vhrmedia.net, diakses 29 Juni 2012).
M. D. Dahlan, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-kaidah Dasar, Bandung, Remaja Rosda
Karya, 1992, h. 1.
23
spiritual, dan sosial. Sebab, seorangn pendidik merupakan contoh ideal dalam
pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru. Keteladanan
merupakan faktor penentu baik buruknya anak didik. Semua keteladanan akan
melekat pada diri dan perasaan anak, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang
bersifat material, inderawi maupun spiritual.
b. Pendidikan dengan adat kebiasaan
Adat kebiasaan/pembiasaan adalah salah satu metode pendidikan yang
penting sekali, terutama bagi anak-anak. Anak-anak dapat menurut dan taat kepada
peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan yang
baik, di dalam keluarga, di sekolah dan juga masyarakat. Pembiasaan yang baik
penting artinya bagi pembentukan watak anak, dan juga akan terus berpengaruh
kepada anak itu sampai hari tuanya.
c. Pendidikan dengan nasihat
Nasihat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala
hakikat, menghiasinya dengan moral mulia, dan mengajarinya tentang prinsip-prinsip
Islam.
d. Pendidikan dengan pengawasan
Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam
upaya membentuk aqidah dan moral, dan mengawasinya dalam mempersiapkannya
secara psikis dan sosial, dan menanyakan secara terus menerus tentang keadaannya,
baik dalm hal pendidikan jasmani maupun rohaninya
e. Pendidikan dengan hukuman
24
Hukuman dalam proses pendidikan dapat dikatakan sebagai penderitaan yang
diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh orang tua, guru dan sebagainya
sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Sebagai alat pendidikan
hukuman hendaklah senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran, selalu
bertujuan ke arah perbaikan, hukuman hendaklah diberikan untuk kepentingan anak
itu sendiri.
4. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan.
Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan
pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai
manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal
tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya
untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut
para ahli pendidikan, “ tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusanrumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia”24. Maka dari itu
berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan
bahwa :
Dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman.
Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah
kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or
process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as
study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada
24
Munzir Hitami, Op. Cit, h. 32.
25
pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek
kognitif dan kebiasaan.25
Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum.
Menurutnya “pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk
suatu kehidupan yang bermakna”26. Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum,
yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan,
menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan
karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh
totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim”
dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama.
Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia
dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan
saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang
lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal.27
Ghozali melukiskan bahwa:
Tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi
petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk
individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini
pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.28
25
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2002, h. 6.
26
Ibid, h. 6.
27
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta,
Logos Wacana Ilmu, 2002, h. 5.
28
Ibid, h. 33
26
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan
misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi
dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin” 29. Selain itu, sebenarnya konsep
dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup
multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan
manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka
membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari
sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. “Pendidikan Islam adalah
pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu
untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat
hukum, dinamis, dan harmonis”30.
Munzir Hitami berpendapat bahwa “tujuan pendidikan tidak terlepas dari
tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup,
atau keinginan-keinginan lainnya”31. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun
hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan
pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat
teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka
29
Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta,
Safiria Insania Press dan MSI, t.th, h. 142.
30
Ibid, h. 142.
31
Munzir Hitami, Op. Cit, hal. 32
27
menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya
kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.
Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam
dalam dua hal, yaitu:
1. Mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak
Islam;
2. Mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga
pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam
memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan
ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang
pengetahuan Islam.32
Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt.
Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral,
berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya,
negaranya dan ummat manusia secara keseluruhan. Menurut al Syaibani, tujuan
pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa
pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di
akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat. 33
32
Ahmad Qodri Azizy, Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003, h. 22.
33
Sopwan Hadi, Definisi Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://sopwanhadi. wordpress.com,
diakses, 27 Juni 2012)
28
Sedangkan menurut Samsul Nizar bahwa:
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan
kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui
latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra, karena
itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah
peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa,
baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan
muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah
SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia.34
Berdasarkan pandangan di atas bahwa tujuan pendidikan islam yang
terpenting adalah pembentukan akhlak objek didikan sehingga semua tujuan
pendidikan dapat dicapai dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya
memiliki tujuan kemashlahatan di dalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai
mekanisme pelaksanaanya, hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam
sehingga nantinya implementasi dari teori tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan
dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-faktor tertentu.
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pembinaan Pendidikan Islam
1. Faktor Pendukung
Pembinaan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh orang
tua terhadap anak-anak agar anak-ank nantinya menjadi generasi yang saleh dan
salehah. Dalam usaha pembinaan diketahui bahwa obyek pembinaan adalah anakanak yaitu seorang yang sedang tumbuh ke arah kedewasaan. Dalam usaha
34
Ibnu, Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Islam, (online) (http://makalah-ibnu.blogspot.com, diakses 29
Juni 2012).
29
pembinaan anak, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong baik yang
berasal dari diri anak tersebut maupun faktor dari luar dirinya. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
a. Orang tua
Orang tua adalah pembina pribadi yang utama dalam hidup anak, kepribadian
orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang
tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang
sedang tumbuh. Terkait dengan hal ini, maka orang tua yang baik kemungkinan besar
akan menghasilkan anak yang baik pula. Supaya tetap aktif dalam mengikuti setiap
kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pembinaan akhlak maka orang tua sangat
diperlukan memberikan dorongan dalam mengikuti kegiatan pembinaan tersebut.
b. Motivasi Anak
Motivasi berasal dari kata motivation yang berarti alasan daya batin dan
dorongan. Adapula yang mengartikan bahwa motivasi berasal dari latar belakang atau
sebab-sebab yang mendorong individu melakukan aktivitas guna mencapi tujuan.
Terkait dengan hal ini Darsono mengemukakan bahwa berdasarkan sifatnya motivasi
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1). Motivasi instrinsik
Motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari diri sendiri, tidak
dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya. Jadi tingkah laku yang dilakukan
seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri, bukan dorongan dari luar.
2). Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbulnya dalam diri seseorng
karena pengaruh dari rangsangan luar.35
30
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah pelaku atau faktor penting dalam pendidikan dan merupakan
lingkungan luas yang mempresentasika akidah, akhlak, serta nilai-nilai dalam
prinsip yang telah ditentukan karena manusia adalah makhluk sosial,
terpengaruh kepada orang lain dan mendapat pengaruh dari orang lain36.
Tugas masyarakat dalam hal pendidikan meliputi bidang yang cukup luas dan
bermacam-macam,
yaitu
memuat
hal-hal
terkecil
dalam
hidup
sampai
Departemendeparteman dan sebagainya. Tugas masyarakat juga terlihat dalam
kebiasaan dan tradisi serta dalam pemikiran berbagai peristiwa juga dalam
kebudayaan secara umum serta dalam pengarahan spiritual dan sebagainya.
Lingkungan masyarakat yang baik kemungkinan besar akan menghasilkan anak yang
baik pula. Pada dasarnya masyarakat harus mendidik anak dengan cara yang baik dan
benar.
2. Faktor Penghambat
Tidak selamanya apa yang dilaksanakan dapat meraih apa yang diharapkan.
Karena bagaimanapun usaha pembinaan tidak akan lepas dari hal-hal yang dapat
menghambat jalannya pelaksanaan pembinaan tersebut. Faktor-faktor yang dapat
menghambat pembinaan antara lain:
a. Tingkat Sosial Ekonomi
Keberhasilan suatu pendidikan tidak terlepas dari pendanaan yang ada, kalau
ingin berhasil harus diikuti dengan pembiayaan. Tingkat sosial ekonomi orang tua
35
Max Darsono, dkk, Belajar dan Pembelajaran, Semarang, IKIP Semarang Press. 2001, h. 63.
36
Zuhaili Muhammmad, Op.Cit, h. 89
31
yang masih rendah dapat menjadi penghambat bagi pendidikan karena orang tua lebih
memikirkan biaya bagi kebutuhan sehari-hari dibandingkan bagi pendidikan anak
dikarenakan keterbatasan penghasilan.
b. Tingkat Pendidikan
Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan selalu memperhatikan pendidikan
anaknya. Pendidikan bukan lagi kebutuhan sekunder tetapi sudah menjadi kebutuhan
yang harus dipenuhi dalam keluarga. Tingkat pendidikan yang rendah yang dimiliki
orang tua dapat berakibat pada rendahnya keinginan orang tua untuk memikirkan
pendidikan anaknya, mereka menganggap bahwa pendidikan sebagai hal yang biasa.
c. Tenaga Pengajar
Tenaga pengajar bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar adalah salah
satu faktor yang penting. Begitu juga keberhasilan kegiatan belajar mengajar TPA
banyak ditentukan oleh kuantitas dan kualitas Ustadz dan Ustadzahnya. “Maka bila
TPA ingin sukses dan berhasil mencapai tujuannya, maka pengurus/pengelola harus
senantiasa mengusahakan agar jumlah Ustdz memadai dengan jumlah santri yaitu 1
Ustadz mengajar 5 santri”37. Selain jumlah yang cukup, kualitas Ustadz juga perlu
mendapat perhatian, untuk itu sangat diperlukan adanya persyaratan sebagai calon
Ustadz.
37
Human As’ad dan Budiyanto, Op.Cit, h.19
32
Menurut Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola Kota Gede
Yogyakarta dalam As’ad dan Budiyanto (1995:22) untuk menyeleksi calon Ustadz
ada beberapa hal dapat dijadikan pertimbangan yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Kefasihan membaca Al-Qur’an.
Penguasaan ilmu tajwid dan adab-adab membaca Al-Qur’an.
Kepribadian dan kemampuan mengajar
Sifat kebapakan/keibuan.
Usia, tempat tinggal, dan sebagainya.
Setelah calon Ustadz ada, selanjutnya diadakan pembinaan yang berupa:
1. Penataran mengenai metodologi Iqra’.
2. Penataran dan sistem pengelolaan TPA.
3. Studi banding TPA yang sudah maju.38
Dengan langkah-langkah tersebut di atas, Insya Allah TPQ yang dikelola akan
lebih baik dan tercapai targetnya.
D. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun hasil temuan peneliti yang berkaitan dengan variabel peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh strategi pembina (guru) dalam pembinaan agama di TPA Raodhatul
Muqarrabin Kel. Darma Kec. Polewali Kab. Polmas, dengan hasil penelitian:
a. Bentuk strategi yang dijalankan oleh para pembinaan di TPA Raodhatul
Muqarrabin adalah behavioral models (model tingkah laku) dimana para
pembina menjalankan strategi lemah lembut dimaksudkan agar pembina
dalam menghadapi santri melihat kondisi psikolgis santri. Strategi lemah
38
Ibid, h. 22
33
lembut diterapkan apabila santri mudah diatur dalam proses belajar mengajar.
Dan strategi agak keras diterapkan apabila santri susah atau tidak mau diatur
dalam proses belajar mengajar.
b. Pengaruh strategi pembinaan baru santri di TPA Raodhatul Muqarrabin yaitu
adanya nilai tambah dari segi akhlak maupun keagamaan, mental siswa
terlatih, santri mudah diatur dalam menjalankan shalat berjamaah, terhadap
masyarakat dirasakan ketentraman dalam kekeluargaan baik antar santri
maupun antar pembina dengan orang tua santri atau antar orang tua santri.
2. MAYYA SHOFIYA, dengan judul penelitian : “Pelaksanaan pembinaan
keagamaan pada anak dalam keluarga single parent di dusun Ngentak Sapen RW
01 Caturtunggal Depok Sleman D.I. Yogyakarta”. Dengan hasil penelitian bahwa:
(1). Pelaksanaan pembinaan keagamaan pada anak dalam keluarga single parent di
dusun Ngentak Sapen RW 01 Caturtunggal Depok Sleman D.I. Yogyakarta adalah
orangtua tunggal bersikap kooperatif pada anak, misalnya dengan mengajak dialog
dan berusaha menjadi orangtua yang baik bagi anak. Dengan keterbukaan ini
menjadikan anak memahami posisi ibunya sebagai seorang single parent dan
membuat anak bersikap mandiri dan tidak manja. Pelaksanaan pembinaan
keagamaan pada single parent pada umumnya didasari oleh kewajiban sebagai
orangtua yang diamanahkan untuk mendidik anak dengan baik dan bertujuan
untuk memiliki anak yang sholeh atau sholehah, berbakti pada orangtuanya dan
dapat menjadi anak yang dibanggakan. (2). Materi yang digunakan dalam
melaksanakan pembinaan keagamaan anak meliputi aqidah, ibadah dan akhlak.
34
Pada masing-masing keluarga ada penekanan materi yang di gunakan seperti pada
keluarga ibu Yayuk lebih menekankan pada materi akhlak dan ibadah demikian
juga pada keluarga ibu Sutiyah. Sedangkan pada keluarga ibu Tri lebih ke aqidah
dan akhlak. Pelaksanaan meteri yang digunakan terkait dengan perkembangan
keagamaan anak dan masa usia yang dimilikinya, seperti pada Ibnu anak ibu Tri
yang berusia 7 tahun belum begitu paham dengan apa yang di lakukannya,
pelaksanaan agama yang dilakukannya lebih sebatas sebagai imitasi dan peniruan,
kesadaran yang dimilikinya juga masih rendah. (3) Faktor-faktor pendukung
keluarga single parent dalam pembinaan keagamaan anak di dusun Ngentak Sapen
RW 01 adalah: faktor internal:a)Keinginan orangtua untuk menjadikan anak soleh
dan sholehah.b)Harapan orangtua untuk menjadikan anak lebih baik dari
dirinya.c)Pengertian dari diri anak tentang status orangtuanya yang harus mencari
nafkah dan mengayominya menjadikan anak menjadi tidak manja dan mandiri.
faktor eksternal:a)Adanya masjid yang juga berfungsi sebagai pusat aktivitas
keagamaan untuk orangtua, remaja dan anak-anak, seperti pengajian-pengajian dan
TPA. b)Adanya kedekatan dengan keluarga dan kerabat, sehingga memudahkan
orangtua single parent untuk membantu mengawasi dan mengasuh anaknya.
Faktor-faktor penghambat adalah. Faktor internal:a)Peran ganda orangtua tunggal
dimana sebagai ayah yang harus mencari nafkah dan ibu perhatian sama anak
mengharuskan orangtua tunggal untuk pandai membagi waktu.b)Keterbatasan
waktu untuk berkumpul dengan anak karena sibuk bekerja di luar rumah. Faktor
35
eksternal:Kurangnya segi pendapatan, sehingga sering di bantu oleh keluarga lain
seperti kakek, nenek atau kerabat dekat lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah deskriptif kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor, bahwa: ”penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati”1, sehingga dapat diperoleh data yang bersifat deskriptif
yang berupa kata-kata tertulis atau lisan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di TPQ “Muadz Bin Jabal” Kelurahan Jati
Mekar Kota Kendari.
2. Waktu Penelitian
1
Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2000, h. 3
36
Adapun waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui dalam
seminar proposal dan akan berlangsung selama kurang lebih 3 bulan, sejak bulan
September s/d November 2012.
C. Sumber Data
1. Data primer atau data utama diperoleh dari hasil wawancara dengan para
informan penelitian. Adapun informan
35 dalam penelitian ini adalah ustazd dan
ustadzah, orang tua dan santriwan dan striwati.
2. Data skunder atau data pendukung diperoleh dari bahan dokumen dan
referensi kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian.
Alasan ditetapkannya informan tersebut karena, pertama mereka sebagai
tokoh yang mempunyai peran penting dalam pembinaan pendidikan Islam. Kedua,
mereka mengetahui aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini, Ketiga, mereka
menguasai berbagai informasi yang akurat berkenaan dengan permasalahan yang
terjadi dilokasi penelitian. Dalam pemilihan informan akan digunakan tekhnik
purposive sapling penunjukkan atas beberapa informasi juga dimaksudkan untuk
mengadakan Cross Chek terhadap informan lain sehingga data yang diperoleh akurat
dan dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya. Untuk memilih dan menentukan
informasi lain digunakan snowball sampling. Sampai mendapatkan kesamaan data,
sehingga tidak ada data yang dianggap baru.
37
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian ini, penulis menggunakan sebagai
berikut:
1. Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada obyek
yang diteliti. Dalam hal ini observasi dilakukan untuk mengamati eksistensi TPQ
“Muadz Bin Jabal” dalam pembinaan pendidikan Islam, kemudian menarik
kesimpulan.
2. Interview (wawancara) yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan
wawancara langsung dengan informan. “Wawancara memerlukan syarat penting
yakni terjadinya hubungan yang baik dan demokratis antara responden dengan
penanya”.2
3. Dokumentasi
adalah
mengumpulkan,
menghimpun,
mencatat
sekaligus
memeriksa dokumen yang berhubungan dengan penelitian. Dokumen yang
dimaksud adalah gambaran lokasi penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan tahapan seperti yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman, yang meliputi tiga alur kegiatan, yaitu “reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan/verifikasi”.3
2
Gempur Santoso, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2005,
h.73
3
Miles, dkk., Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI Press, 1992, h. 16.
38
1. Reduksi data yang dimaksud adalah menganalisis data secara keseluruhan
kemudian memberikan penilaian sesuai tema untuk mendapat bagian-bagian
yang saling terkait secara sederhana.
2. Display data yang dimaksud adalah menyajikan data untuk melihat gambaran
secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian yang
dikumpulkan.
3. Verifikasi data adalah melakukan interpretasi data atau menafsirkan dan
mengelompokkan semua data agar tidak terjadi tumpang tindih antara data
satu dengan data lainnya.
Analisis data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan penyusunan data,
yakni penyusunan kata-kata hasil wawancara, hasil observasi dan dokumen-dokumen
berdasarkan kategorisasi. Berdasarkan data yang diperoleh, dikembangkan penajaman
data melalui snowball sampling. Dalam penelitian ini peneliti mencatat data apa
adanya
tanpa intervensi dari teori. Situasi wajar apa adanya (natural setting)
dijadikan bahan penelitian yang dimasuki peneliti tanpa intervensi situasi. Peneliti
berusaha mencari makna inti dari kelakuan dan perbuatan yang terlihat. Hal ini
dilakukan dalam rangka memahami perilaku tersebut dalam konteks fikiran dan
perasaan si pelaku atau disebut persepsi emic. Pada saat wawancara peneliti telah
melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai, sampai tahap tertentu
diperoleh data yang dianggap kredibel. Tujuan analisis data adalah untuk
mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang perlu diuji,
39
pertanyaan apa yang belum dijawab, metode apa yang harus digunakan untuk
mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus segera diperbaiki.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, uji keabsahan data dilakukan dengan uji kredibilitas
data, yang dilakukan dalam bentuk perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan, triangulasi, analisis kasus negatif, serta member check.
1. Perpanjangan waktu di lapangan
Perpanjangan pengamatan dalam penelitian ini adalah peneliti kembali ke
lapangan melakukan pengamatan dan wawancara dengan sumber data yang pernah
ditemui untuk meningkatkan kredibilitas data. Dalam perpanjangan pengamatan
difokuskan pada strategi penerapan peraturan akademik dan pemberian sanksi pada
mahasiswa yang terbukti melanggar pearturan akademik.
2. Peningkatan ketekunan pengamatan.
Salah satu uji kredibilitas data dalam penelitian ini adalah meningkatkan
ketekunan, yakni melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan
terhadap subyek penelitian. . Dengan meningkatkan ketekunan ini, maka peneliti
dapat melakukan pengecekan kembali terhadap data yang ditemukan apakah kredibel
atau belum, untuk menemukan kredibilitas data.
3. Triangulasi
Triangulasi data adalah memeriksa kebenaran data yang telah diperoleh
kepada fihak-fihak lainnya yang dapat dipercaya, atau pengecekan suatu sumber
40
melalui sumber lain sampai pada taraf anggapan bahwa informasi yang dipahami
shahih atau kredibel. Triangulasi merupakan bagian dari pengecekan tingkat
kepercayaan data, disamping mencegah subyektivitas. Hal ini diharapkan melahirkan
kebenaran yang konvergen sebagai akibat dari proses triangulasi data tanpa
mengurangi persepsi emic. Peneliti berusaha memahami dan menggambarkan apa
yang dipahami dan digambarkan subyek penelitian, melalui pendekatan kualitatif
diharapkan terangkat gambaran mengenai aktualitas, realitas sosial dan persepsi
sasaran penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal. Karena itu akan
diusahakan keterlibatan peneliti namun tanpa intervensi terhadap fenomena proses
yang sedang berlangsung apa adanya (naturalistic). Tujuan triangulasi data adalah
untuk meningkatkan pemahaman terhadap apa yang telah ditemukan, untuk validitas
dan reliabiltas data. Triangulasi data dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Triangulasi sumber data adalah pengujian kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi teknik adalah pengujian kredibilitas data yang dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
c. Triangulasi waktu, yaitu pengecekan keabsahan data pada sumber yang sama
dalam waktu yang berbeda.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sistem Pelaksanaan Pembinaan Pendidikan Islam Anak di TPQ “Muadz Bin
Jabal” Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di TPQ “Muadz Bin Jabal” di
Kelurahan Jati Mekar, menjadikan anak memiliki perilaku yang baik adalah
merupakan salah satu tujuan dari didirikannya TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan
Jati Mekar. Maka dari itu pembinaan pendidikan islam sangat diutamakan.
Pembinaan pendidikan islam dilakukan dengan memberikan bimbingan keagamaan
secara intensif terhadap anak (santri). Amrin selaku pengasuh TPQ mengatakan
bahwa:
Pembinaan pendidiakn islam dilakukan sekaligus dalam pembinaan agama. Hal
ini karena pembinaan keagamaan bertujuan mengarahkan anak, sehingga anak
diharapkan mempunyai pandangan hidup, sikap dan dapat bertingkah laku
secara Islami, sehingga perbuatannya berasaskan amal saleh.39
42
Dalam rangka pembinaan yang dilakukan di TPQ terdapat hal-hal sebagai
berikut :
a. Materi pelajaran
Dalam TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar materi pembinaan
yang diberikan meliputi:
1) Materi pokok
Materi pokok yang diajarkan adalah kemampuan membaca Al-Qur’an yang
dimulai dengan Iqro’ jilid 1 sampai 6, juz 41
ama dan Al-Qur’an (di sini berkaitan sekali
dengan materi ilmu tajwid). Sekalipun setiap muslim wajib iman kepada semua
kitabullah, tetapi seorang muslim hendaknya hati-hati karena hanya kitabullah AlQur’an yang dijamin kemurniannya (Al-Hijr (15) : 9). Artinya “Sesungguhya kamilah
yang menurunkan Al-Qur’an, dan kami benar-benar memeliharanya”. Dengan
keyakinan tersebut betapa penting peranan orang tua dalam menjembatani anaknya
untuk dapat membaca, memahami, dan menghayati kandungan Al-Qur’an yang
terdiri dari:
a. Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab, rasul, hari
akhir, Qodho dan Qodhar.
b. Prinsip-prinsip syari’ah yaitu tentang ibadah (shalat, zakat, puasa, haji).
39
Amrin, Pengurus TPQ, Wawancara, 10 September 2012
43
c. Janji dan ancaman, seperti janji orang yang baik, dan ancaman bagi orangorang yang berbuat dosa.
d. Sejarah, seperti sejarah nabi, bangsa-bangsa terdahulu, masyarakat terdahulu.
e. Ilmu pengetahuan dan teknologi.
2) Materi tambahan
Selain dituntut berkemampuan membaca Al-Qur’an, anak (santri) dibimbing
pula dengan materi tambahan yang berfungsi sebagai bekal amalan dan ibadah.
Materi-materi tersebut adalah: ilmu tauhid, fiqih, akhlak, sejarah, hafalan bacaan
shalat dan hafalan bacaan doa sehari-hari. Meskipun sebagai materi tambahan, namun
dalam penyampaiannya termasuk diprioritaskan khususnya dalam rangka pembinaan
pendidikan islam. Materi-materi yang
sangat menunjang pembinaannya yaitu
mengenai ilmu tauhid, fiqih dan akhlak.
Menurut pangasuh TPQ, Irham mengemukakan bahwa:
Ilmu tauhid berkaitan dengan pendidikan akidah anak, fiqih berkaitan dengan
pendidikan ibadah dan akhlak berkaitan dengan pendidikan akhlak. Beliau juga
menjelaskan bahwa berbicara masalah akidah tak ubahnya dengan berbicara
masalah hati yang tidak nampak dari luar. Namun cerminannya dapat terlihat
dari luar berupa aktivitas ibadah dan kehalusan akhlak. Semakin tinggi atau
semakin tebal akidah seseorang, niscaya akan terlihat semakin tinggi
semangatnya dalam beribadah dan semakin halus akhlaknya. Untuk itu jelaslah
bahwa materi ilmu tauhid erat kaitannya dengan fiqih dan akhlak.40
Materi tambahan lain yang cukup diprioritaskan dalam pembinaan adalah
hafalan bacaan shalat dan hafalan doa sehari-hari.
a) Hafalan Bacaan Shalat
40
Irham, Pengurus TPQ, Wawancara, 10 September 2012
44
Hafalan bacaan shalat ini dalam penyampaiannya diprioritaskan karena shalat
dalam ajaran Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terlihat dari
pernyataan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul, yaitu:
(1). Shalat merupakan ciri penting dari orang yang taqwa sebagaimana firman Allah
(Q.S. Al-baqarah (2) :3).
(2). Shalat merupakan ciri dari orang yang berbahagia (Q.S. Al-Mu’minuun (23): 1-2)
(3). Shalat mempunyai peranan untuk menjauhkan diri dari pekerjaan jahat dan
munkar (Q.S. Al-Ankabut (29) :45).
(4). Shalat dinilai sebagai tiang agama (sunnah nabi).
(5). Shalat merupakan kewajiban yang paling pertama diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW (Peristiwa Isra’ Miraj).
Setelah hafal bacaan shalat diharapkan santri bisa melaksanakannya walaupun
belum memenuhi syarat dan rukun-rukunnya.
b) Hafalan doa sehari-hari
Diharapkan dengan hafalan doa harian, santri akan terdorong untuk bisa hidup
dalam suasana Islami. Untuk itu doa-doa ini tidak hanya dihafalkan tetapi langsung
dipraktekkan dalam kehidupan nyata dibawah bimbingan ustadz dan orang tuanya.
Doa-doa yang dimaksud antara lain: Doa kebaikan dunia akhirat, doa untuk ibu
bapak, doa akan tidur dan sehabis tidur, doa makan dan sehabis makan, doa masuk
dan keluar kamar kecil, doa usai adzan dan doa selesai wudlu. Dengan menghafal
doa-doa tersebut anak akan terbiasa hidup disiplin, setia, hormat, cinta damai, peka,
baik hati dan tidak egois.
45
Menurut salah seorang pengasuh TPQ menyatakan bahwa,“pembinaan ini
tidak akan berhasil jika orang tua tidak ikut membimbing dan membantunya”.41
Untuk itu kepada orang tua agar selalu membimbing dan mengawasi perilaku anakanaknya dengan cara melatih serta membiasakan anak-anak untuk selalu
mempraktekkan doa-doa tersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang
diceritakan oleh Bapak La Ode Mesi selaku wali santri mengatakan:
Anak saya sudah saya latih atau saya biasakan dengan pola kehidupan yang
berpedoman pada ajaran agama, salah satunya selalu memerintahkan kepada
anak saya untuk selalu berdoa dalam setiap melakukan sesuatu.42
3).Metode pendidikan
Dalam mendidik / membina anak (santri) metode pembinaan yang digunakan
adalah secara klasikal dan juga secara perorangan (privat). Metode klasikal yaitu
membimbing anak (santri) secara kelompok berdasarkan pembagian kelas. Metode
ini dilakukan pada waktu kegiatan belajar mengajar khususnya dalam penyampaian
materi-materi tambahan. Dengan cara Ustadz memimpin satu kelas untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada para santri. Metode ini dilakukan misalnya
pada saat Ustadz menyampaikan materi hafalan doa sehari-hari dan hafalan bacaan
shalat. Pada awal penyampaiannya, Ustadz menunjuk seorang santri untuk tampil
kedepan untuk memimpin membacakan materi hafalan dan ditirukan oleh temantemannya, kemudian Ustadz mengajak para santri menghafal materi-materi tersebut,
41
Salna Ismail, Pengurus TPQ, Wawancara, 10 September 2012
42
La Ode Mesi, Wali Santri, Wawancara, 12 September 2012
46
diulang-ulang sampai santri benar-benar hafal dan fasikh. Penguasaan santri terhadap
materi yang diklasikalkan tersebut dicek (dievaluasi) oleh Ustadz secara individual
(satu persatu). Selain itu metode bimbingan kelompok juga dilakukan misalnya ada
sekelompok / beberapa anak yang telah melakukan kesalahan.
Bimbingan ini dapat berupa nasihat tentang bagaimana bersikap dan
bertingkah laku yang baik atau juga dapat berupa hukuman (sanksi). Hukuman atau
sanksi yang berlaku di TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar yaitu dalam
bentuk menghafal doa-doa atau disuruh menyapu.
Sedangkan metode bimbingan perorangan (privat) yaitu membimbing anak
secara perseorangan. Metode ini dilakukan dalam penyampaian materi pokok, yang
merupakan waktu untuk belajar membaca Al-Qur’an. Dalam tahap privat ini, masingmasing Ustadz megajar para santri secara bergantian satu persatu dengan sistem
CBSA. Dalam hal ini santrilah yang aktif membaca lembaran-lembaran Iqro’, Juz
Amma, Al-Qur’an, sedang Ustadz hanya menerangkan pokok pelajaran dan
menyimak bacaan santri satu persatu, serta menegurnya sewaktu ada kesalahan.
Selain itu metode bimbingan perseorangan (privat) dilakukan bila ada permasalahan
yang bersifat pribadi. Seperti diungkapkan Ustadz Jusmin, “metode perseorangan
dilakukan ketika ada anak yang mengalami permasalahan kesulitan menguasai materi
pelajaran sedangkan anak lain sudah bisa”43. Hal ini dilakukan agar anak tersebut
tidak malu kepada teman-temannya. Metode perseorangan juga dilakukan ketika ada
43
Jusmin, Ustadz, Wawancara, 11 September 2012
47
anak yang melakukan kesalahan misalnya tidak mengerjakan PR, setelah kegiatan
belajar mengajar selesai biasanya anak tersebut dipanggil secara pribadi. Dengan
metode perseorangan, maka jarak antara pengasuh (ustadz) dan anak (santri) makin
dekat. Metode ini diberikan dalam bentuk nasihat-nasihat terhadap anak.
4).Kegiatan di TPQ
Menurut keterangan pengasuh TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati
Mekar, bahwa karena keterbatasan tenaga maka dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar setiap santri mendapat kesempatan belajar selama dua jam setiap harinya
kecuali hari jumat libur. Sedangkan jadwal kegiatan belajar mengajar berdasarkan
alokasi waktu adalah sebagai berikut :
No
Hari
1
Senin
2
3
4
5
6
Kegiatan dan Uraian
Ket
Belajar mengaji selesai shalat asha - Jum’at libur
berjamaah di mesjid
- Kegiatan ini
berlangsung setiap
Selasa
Sebelum mengaji ada pengarahan dari
harinya dan
bapak/ibu guru
dilaksanakan setiap
Rabu
Pengajian dilaksanakan terbagi tiga
pukul 15.00 s/d 17.00
kelas/tempat yaitu iqra, Juz Amma, Al- Khusus bulan
Qur’an besar
Ramadhan pengajian
Kamis
Hafalan surah-surah pendek dan doa
dilaksanakan jam 12.30
sehari-hari
selesai shalat dzuhur
Sabtu
Belajar ilmu tajwid
Minggu Praktek wuhdu dan shalat
Sebelum dimulai pendidikan, santri terlebih dahulu diadakan penjajagan
untuk mengetahui tingkat kemampuan penguasaan terhadap materi pendidikan. Dari
48
pengamatan dijumpai dalam satu kelas tingkat belajarnya tidak sama, ada yang masih
iqra, juz amma dan al-qur’an besar yang dilaksanakan pada saat yang bersamaa.
Demikian pula para Ustadz dan Ustadznya mereka menghadapi santri antara 2
atau 3 secara bergantian. Namun untuk materi-materi tambahan seperti sejarah, ilmu
tauhid, fiqih, akhlak, hafalan bacaan shalat dan hafalan do’a sehari-hari dilakukan
secara bersama-sama untuk satu tingkat kelas yang sama sesuai jadwal.
Bila ada santri yang dipandang telah menguasai materi dengan benar, mereka
diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya dengan terlebih dahulu
menyodorkan kartu prestasi untuk ditandatangani oleh Ustadz maupun ustadzahnya.
Bagi anak yang belum menguasai benar, masih tetap belajar pada tingkatnya sampai
anak (santri) tersebut bisa dengan benar.
Pada akhir tahun ajaran dimana santri telah selesai dan dapat mendapat
membaca Al-Qur’an, juz ama maupun Iqra’ dengan benar maka diadakan khataman
atau wisuda santri. Selain kegiatan yang dilakukan secara rutin setiap harinya di TPQ
juga selalu mengadakan pengajian akbar (ceramah keagamaan) yang sifatnya umum
dalam rangka memperingati maulud nabi besar Muhammad SAW ataupun peringatan
Isra’ Mi’raj.
B. Faktor Pendukung dan faktor penghambat Pembinaan pendidikan Islam di
TPQ “Muadz Bin Jabal” Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari
1. Faktor Pendukung
49
Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan wawancara
dengan para informan berkaitan dengan eksistensi TPQ dalam pembinaan pendidikan
islam adalah seperti diungkapkan oleh Jumrah bahwa:
Faktor pendukung pembinaan anak adalah berlatar belakang pada ajaran agama
Islam. Dengan tujuan agar anak mendapatkan pendidikan agama yang cukup
untuk membekali diri sebagai umat Islam dan menjadi generasi yang berakhlak
baik. 44
Bukti lain yang menunjukkan adanya dorongan terhadap pembinaan
pendidikan islam di TPQ “Muadz Bin Jabal” adalah ketika ada gagasan untuk
menyelenggarakan TPQ di Kelurahan Jati Mekar, tanggapan dan dukungan positif
langsung dilontarkan seketika itu pula oleh warga masyarakat / para orang tua.
Selain itu bukti yang menunjukan adanya dukungan orang tua terhadap
pembinaan di TPQ adalah masih banyaknya orang tua yang bersedia mengantarkan
anaknya ke TPQ. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan, dalam sehari orang tua
yang mengantar anaknya ke TPQ jumlahnya tidak kurang dari 20 orang khususnya
orang tua dari santri yang masih kecil (golongan kelas iqra dan kelas juz Amma).
Dari hasil wawancara dengan wali santri, mereka mengemukakan alasan
kesediaannya mengantar anak ke TPQ. Seperti yang dikemukakan oleh Hamade
bahwa,
Saya mengantar anak ke TPQ kadang-kadang atas kemauan saya sendiri karena
saya merasa kasihan kepada anak, apalagi jika hujan turun. Lagi pula jarak
rumah saya dari TPQ lumayan jauh, namun saya tidak memaksa jika anak saya
tidak mau diantar.45
44
Jumrah, Ustadz, Wawancara, 11 September 2012
50
Bahkan menurut ibu Wiwit salah seorang wali santri mengatakan:
Untuk melatih dan menciptakan kemandirian anak dibutuhkan pengorbanan
orang tua yang tidak sedikit, contohnya memperingatkan dan mengantar bila ia
berangkat, menanyakan dan menyuruh menghafal atau mengulang materi yang
telah diajarkan.46
Lain lagi dengan Ibu Rodiyah yang mengatakan bahwa:
Saya mengantar anak ke TPQ agar anak saya semangat untuk mengikutinya,
karena semenjak anak saya mengikuti pendidikan di TPQ anak saya jadi lancar
membaca Al-Qur’an dan lebih menurut jika diperintah, selain itu juga saya
selalu memerintahkan anak saya untuk shalat berjamaah.47
Mengingat banyaknya liku-liku kehidupan yang akan dijalani kehidupan anak
ketika menginjak usia dewasa, maka orang tua jauh sebelum itu harus memberikan
pondasi agama yang kuat terhadap anak, agar tidak roboh dan terombang-ambing.
Jika anak-anak sejak dini ditanamkan dan dibiasakan dengan kehidupan yang agamis
niscaya setelah dewasa dapat membedakan mana hal-hal dan perbuatan yang harus
dijalankan dan mana yang harus ditinggalkan.
Jelaslah bahwa kehidupan sehari-hari seorang anak yang terbiasa dengan halhal yang diajarkan oleh agama maka dari itu di dalam pergaulan sesama anak akan
tampak perbedaan sikap dan perilakunya. Anak yang mengikuti pendidikan di TPQ
akan lebih matang dan setidaknya sudah bisa meninggalkan perbuatan nakal, brutal
45
Hamade, Wali santri, Wawancara, 13 September 2012
46
Wiwit, Wali santri, Wawancara, 13 September 2012
47
Rodiyah, Wali santri, Wawancara, 11 September 2012
51
dan dosa.
Pendidikan Islam intinya adalah untuk kepentingan manusia, dengan
pendidikan diharapkan manusia memiliki pengertian tentang Islam sekaligus
mengenal tugas dan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah. Semakin baik
pelaksanaan pendidikan semakin besar manfaatnya bagi kehidupan. Tetapi untuk
sampai ke sana banyak hal yang perlu diupayakan diantaranya adalah motivasi anak.
Motivasai anak dalam pendidikan Islam sangatlah penting, karena berkaitan erat
dengan semangat serta kegairahan seseorang untuk melakukan sesuatu.
Begitu juga motivasi anak adalah salah satu faktor pendorong pembinaan
pendidikan yang dilakukan di TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar.
Motivasi anak yang mengikuti TPQ berbeda-beda. Seperti yang di ungkapkan Anwar
Amrin motivasi anak ada yang sama ada yang beda, antara anak yang satu dengan
yang lainnya. Hal ini terlihat dari hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada 6
anak (santri) di TPQ. Seperti yang dikemukakan oleh Monalisa, Ferdi, La Ode Andi
bahwa:
Yang mendorong mereka mengikuti TPQ pada awalnya adalah dorongan orang
tua tapi setelah beberapa bulan mengikuti TPQ mereka merasakan banyak
manfaat yang diperoleh. Sehingga tanpa dorongan orang tua lagi akhirnya
mereka semangat dalam mengikuti pendidikan di TPQ.48
Lain lagi yang dikemukakan oleh Sujarno, Rina, Kharisma bahwa:
Yang mendorong mereka mengikuti TPQ adalah karena keinginan sendiri.
Selain agar paham dan lancar membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar
48
Santri, Wawancara, 16 September 2012
52
mereka juga ingin menambah pengetahuan tentang ajaran agama Islam
sehingga mereka mengetahui perintah dan larangan dalam ajaran Islam.49
Motivasi anak untuk mengikuti pendidikan di TPQ terlihat dari kedisiplinan
mereka mematuhi jadwal yang berlaku. Contoh, banyaknya santri yang datang ke
TPQ lebih awal dari jam masuk atau mereka selalu mematuhi peraturan yang berlaku
di TPQ. Contoh ketika ada seorang santri yang tidak mengerjakan tugas dengan alas
an lupa atau alasan lainnya maka ia dengan suka rela melaksanakan sanksi yang
berlaku dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Selain itu motivasi anak (santri)
juga bisa dilihat dari semangat mereka mengikuti kegiatan belajar mengajar. Mereka
mengikutinya dengan seksama dan sangat memperhatikan materi yang disampaikan
Ustadz, bahkan tak jarang dari mereka yang berani menanyakan materi yang dirasa
kurang jelas. Seperti yang dilakukan oleh Yayan dan beberapa santri lainnya. Mereka
menyadari sepenuhnya bahwa tujuan TPQ memberikan pembinaan adalah demi
kebaikan mereka sendiri. Sehingga dalam melakukan kegiatan yang dilaksanakan
oleh TPQ, mereka melakukannya dengan senang hati.50
Faktor lain yang membuktikan adanya dorongan terhadap pembinaan yang
dilakukan TPQ yaitu adanya kesadaran masyarakat / orang tua akan tanggung
jawabnya terhadap anak. Anak adalah amanat Tuhan yang harus dijaga dan
dipelihara, seperti termaktub dalam firman Allah Q.S. Al-Anfal : 28 yang artinya :
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
49
Santri, Wawancara, 16 September 2012
50
Santri, Wawancara, 16 September 2012
53
sesungguhnya disisi Allah-lah pahala yang besar”. Maka orang tua harus mendidik
anaknya dengan baik.
Peran orang tua di dalam membina pendidikan dalam keluarga sangat
menentukan bagi pembentukkan sikap dan perilaku anak. Oleh karena itu perlu
menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Contoh,
ketika anak berjalan di muka kerumunan orang banyak, mereka menundukkan kepala
dan memberi salam, maka anak tersebut diterima di masyarakat sebagai anak baik.
Keberadaan TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar disambut
dengan gembira oleh masyarakat, hal ini terbukti dengan dukungan masyarakat
terhadap kegiatan-kagiatan yang dilakukan TPQ. Seperti dikemukakan oleh pemuka
masyarakat setempat yaitu Bapak Wongiso Winarto:
Walaupun saya tidak punya anak yang mengikuti pendidikan di TPQ karena
anak sudah besar-besar tapi saya tetap mendukung semua kegiatan yang
dilakukan TPQ, misalnya jika TPQ mengadakan pengajian akbar, saya
membantu mempersiapkan kegiatan tersebut atau membantu dengan infak.
Masyarakat di sinipun banyak yang membantu, biasanya mereka menyumbang
infak seikhlasnya ataupun berupa makanan kecil (snack).51
Dari pendapat tersebut pada kenyataannya memang benar bahwa masyarakat
juga mendukung kegiatan TPQ. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Ismail salah
seorang wali santri,” Saya selalu mendukung kegiatan di TPA dengan memberi infak
semampu saya, hal ini saya lakukan juga untuk memberi contoh kepada anak saya”.52
2. Faktor Penghambat
51
Wongiso Winarto, Tokoh Masyarakat, Wawancara, 15 September 2012
52
Ismail, Wali santri, Wawancara, 16 September 2012
54
Selain adanya beberapa faktor pendukung kelangsungan TPQ ditemui pula
adanya beberapa faktor penghambat pelaksanaan pembinaan pendidikan di TPQ. Dari
hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan para
informan terdapat hal-hal berikut.
Keberhasilan suatu pendidikan tidak terlepas dari pendanaan yang ada.
Sedang masyarakat di sekitar adalah masyarakat ekonomi menengah kebawah, ini
dapat dilihat dari pekerjaan yang mereka miliki yang rata-rata mempunyai pekerjaan
di sektor swasta. Seperti diungkapkan oleh Bapak Wongiso Winarto selaku Ketua RT
02/RW.04 yang menyatakan:
Masyarakat adalah masyarakat ekonomi menengah kebawah karena masyarakat
di sini kebanyakan berprofesi di sektor swasta seperti buruh, pedagang, tukang
ojek dan pekerjaan swasta lain. Sedangkan yang berprofesi di Instansi
Pemerintah seperti Pegawai negeri Sipil, TNI/POLRI dan lain-lain masih
jarang.53
Dari pernyataan tersebut pada kenyataannya memang benar. Banyaknya wali
santri TPQ yang mempunyai pekerjaan di sektor swasta menandakan bahwa
masyarakat sebagai masyarakat ekonomi menengah kebawah. Hal ini terbukti dari
hasil wawancara dengan beberapa wali santri, seperti Bapak Sapir (29 tahun) yang
bekerja sebagai tukang ojek, Ibu Wiwit (27 tahun) seorang ibu rumah tangga yang
mempunyai suami sebagai buruh, Ibu Sarmini (42 tahun) seorang ibu rumah tangga
yang mempunyai suami sebagai sopir, Ibu Suniah (28 tahun) seorang ibu rumah
tangga yang mempunyai suami sebagai karyawan serta ibu Rodiyah (39 tahun) dan
53
Jusmin, Ustadz, Wawancara, 13 September 2012
55
ibu Masriah (31 tahun) yang bekerja sabagai pedagang makanan kecil dimana suami
kedua-duanya sudah meninggal dunia.
Dari keadaan ekonomi inilah maka kontribusi/sumbangan para wali santri ke
TPQ hanya sebatas kemampuannya. Bahkan tak jarang mereka terlambat membayar
uang shahriyah atau SPP sebagai iuran wajib bagi pendidikan anak-anaknya di TPQ.
Sehingga untuk mengembangkan lembaga pendidikan non formal ini diperlukan
donatur dan perjuangan yang ikhlas. Seperti diungkapkan Jusmin salah seorang
ustadz di TPQ, karena
Faktor tingkat ekonomi inilah TPQ sulit mengembangkan peranannya.
Walaupun tidak dipungkiri bahwa dukungan masyarakat banyak yang mengalir
namun kalau sudah berhubungan dengan masalah dana mereka terkesan
keberatan. Beliau juga menambahkan karena keterbatasan dana inipun
menyebabkan sarana dan prasarana di TPQ belum bisa dikatakan lengkap.
Meskipun demikian Jusmin optimis bahwa kegiatan pembinaan di TPQ akan
terus berjalan walaupun dengan keterbatasan yang ada, yang penting niat dan
dukungan dari semua pihak.54
Selain itu, dilihat dari segi tingkat pendidikan orang tua ditemui hal-hal
sebagai berikut. Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan selalu memperhatikan
pendidikan anaknya. Pendidikan bukan lagi kebutuhan sekunder tetapi sudah menjadi
kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga.
Berdasarkan keterangan dari Ustadz TPQ Rahim,”Masyarakat kebanyakan
masih berpendidikan rendah, ini juga dapat terlihat dari masih banyaknya wali santri
yang menamatkan pendidikan dasar”55. Hal ini juga terbukti dari hasil wawancara
54
Jusmin, Ustadz, Wawancara, 17 September 2012
56
dengan enam wali santri, sebagian besar dari mereka hanya tamat SD seperti bapak
Sapir, Ibu Wiwit, Ibu Rodiyah, Ibu Sarmini dan Ibu Masriah, sedang yang tamat
sekolah lanjutan hanya satu yaitu Ibu Suniah (tamat SMA). Oleh karena itu banyak
usaha yang ditempuh oleh pengurus TPQ maupun pemuka masyarakat agar
keberadaan TPQ ini dapat dipertahankan dan mengena pada sasarannya misalnya
penyuluhan kepada orang tua mengenai betapa penting pendidikan TPQ bagi
perkembangan jiwa anak, yang dilakukan pada waktu TPQ mengadakan kegiatan
yang sifatnya umum seperti pengajian akbar, mengundang para wali santri setiap
bulan sekali ke TPQ untuk membicarakan megenai pendidikan anak-anak di TPQ dan
meminta kepada para wali santri untuk ikut membantu pembinaan yang dilakukan
oleh TPQ dengan cara membimbing dan mengawasi sikap dan perilaku anak seharihari agar pembinaan yang dilakukan TPQ dapat berjalan lancar. Seperti diungkapkan
oleh pemuka masyarakat setempat Bapak Hamade,”Bagaimanapun juga keberadaan
TPQ harus dipertahankan jangan sampai berhenti karena pembinaan yang
diselenggarakan TPQ sangat membantu bagi perkembangan akhlak anak”56.
Keberhasilan Kegiatan Belajar Megajar Taman Pendidikan Al-Qur’an banyak
ditentukan oleh kuantitas dan kualitas Ustadz dan Ustadzahnya. Maka bila TPQ ingin
sukses dan berhasil mencapai tujuannya, pengurus / pengelola harus senantiasa
mengusahakan agar jumlah Ustadz memadai dengan jumlah santri. Selain itu untuk
menjadi Ustadz dibutuhkan keterampilan tertentu, maka tidak setiap orang dapat
55
Rahim, Ustadz, Wawancara, 17 September 2012
56
Hamade, Tokoh Masyarakat, Wawancara, 15 September 2012
57
menjadi Ustadz. Sedang mereka yang mampu belum tentu mempunyai semangat
perjuangan dan ikhlas beramal serta komitmen terhadap agamanya. Dilihat dari
kompetensi / kemampuan yang dimiliki Ustadz atau Ustadzahnya sebenarnya tidak
menjadi hambatan bagi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, namun keterbatasan
jumlah tenaga pengajar inilah yang kadang menjadi kendala yaitu ketika ada Ustadz
ataupun Ustadzah yang berhalangan hadir, sehingga menyebabkan kurang efektifnya
kegiatan belajar mengajar.
C. Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan di TPQ “Muadz Bin Jabal”
di Kelurahan Jati Mekar, dapat disampaikan pembahasan sebagai berikut :
1. Sistem Pelaksanaan Pembinaan Pendidikan Islam Anak di TPQ “Muadz
Bin Jabal” Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari
Keberadaan TPQ merupakan penunjang pendidikan agama Islam pada
lembaga formal yang bertujuan untuk menyiapkan anak didiknya agar menjadi
generasi yang Qur’ani, komitmen dengan Al-Qur’an dan menjadikan Al-Qur’an
sebagai bacaan dan pandangan hidup sehari-hari. Untuk merealisasikan target
kurikulum di TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar, penyelenggaraan
proses belajar mengajar diatur dalam 3 kelas (golongan) yaitu: kelas iqra, kelas juz
amma, dan kelas al-qur’an besar.
Bagi masing-masing kelas dalam pertemuan berlangsung selama 2 jam.
Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan sistem privat dan klasikal. Sistem
privat yaitu Ustadz menghadapi 3 atau 4 santri secara bergilir sesuai dengan materi
58
yang disampaikan dalam hal ini materi pokok. Sistem privat ini dilakukan dengan
pertimbangan agar jarak antara anak/santri dan Ustadz makin dekat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hamalik yang menyebutkan bahwa salah satu keuntungan
pengajaran individual adalah menumbuhkan hubungan pribadi yang menyenangkan
antara terdidik dan pendidik (Hamalik 2001: 187). Sistem klasikal yaitu Ustadz
menghadapi kelompok dalam satu kelas secara bersama-sama sesuai dengan materi
yang disampaikan dalam hal ini materi tambahan. Sistem klasikal berdasar kesamaan
tingkat kelas di sekolah masing-masing misalnya kelas iqra untuk santri yang duduk
di bawah kelas 3 SD, kelas jus amma untuk santri yang duduk di kelas 3-5 SD dan
kelas al-qur,an besar untuk santri yang duduk di kelas 5-6 SD dan SMP. Hal ini
sesuai dengan pedoman pengelolaan kelas dalam TPQ yang menyebutkan bahwa
pembagian kelas semaksimal mungkin berdasarkan kesamaan tingkat kelas di
sekolahnya nya masing-masing.
Berkaitan dengan pendidikan islam, dari hasil pengamatan di TPQ “Muadz
Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar dan wawancara dengan informan, maka terlihat
bahwa sikap dan perilaku anak sudah dapat dikatakan baik dan mengarah ke hal-hal
yang positif, karena sifat-sifat yang terkandung dalam akhlak yang diajarkan oleh
TPQ seperti hormat, kedisiplinan, kejujuran, adil, murah hati, dan keberanian sudah
dilaksanakan oleh santri. Hal ini terlihat dari sikap dan perilakunya sehari-hari. Salah
satunya terlihat ketika peneliti datang ke TPQ anak-anak tersebut bersikap hormat,
terlihat dari sikapnya yang sopan dan tutur bahasanya lebih baik ketika berbicara
kepada orang yang lebih tua dibandingkan ketika berbicara kepada teman sebayanya.
59
Dari hasil wawancara dengan orang tua, mereka menyebutkan bahwa “anak
mereka setelah mengikuti pendidikan di TPQ sikapnya menjadi berubah dan
mengarah ke perilaku yang lebih baik”.57 Begitu juga perilaku anak di TPQ, mereka
berperilaku baik, terlihat dari pengamatan peneliti ketika peneliti datang salah satunya
yaitu sikap hormat anak tercermin dalam perilakunya yang langsung bersalaman dan
ketika diwawancarai mereka menjawab dengan jujur dan berani. Selain itu perilaku
baik anak-anak di TPQ tercermin dari kedisiplinan mengikuti jadwal kegiatan secara
tepat waktu dan selalu mematuhi peraturan yang berlaku di TPQ. Di samping itu para
Ustadznya sendiri dalam memberikan pembinaan juga melakukannya dengan penuh
kedisiplinan dan dengan penuh rasa kekeluargaan sehingga anak/santri merasa
senang, tidak merasa takut namun tetap menghormati para pengasuhnya (Ustadz).
Dari pengamatan yang peneliti lakukan terlihat diantara santri dengan para
Ustadznya sudah ada kerjasama yang baik untuk mencapai keberhasilan pembinaan,
karena keberhasilan pembinaan tidak hanya tergantung dari para Ustadznya, tetapi
anak/santri menentukan keberhasilan pembinaan. Dalam rangka pembinaan
pendidikan Islam di TPQ “Muadz Bin Jabal” di Kelurahan Jati Mekar, maka TPQ
mempunyai cara-cara khusus untuk menanamkan sifat-sifat yang terkandung dalam
Pendidikan islam tersebut, yaitu:
a. Membekali akal pikiran anak dengan ilmu pengetahuan
57
Ismail, Wali santri, Wawancara, 16 September 2012
60
Salah satu pembinaan yang dilakukan di TPQ adalah memberikan bekal ilmu
pengetahuan untuk mengisi akal pikiran anak (santri). Dengan cara selain
memberikan materi pokok juga memberikan materi tambahan seperti ilmu tauhid,
fiqih, akhlak, dan sejarah Islam. Hal ini dilakukan agar santri mempunyai
pengetahuan cukup tentang ajaran-ajaran agama Islam yang berfungsi sebagai bekal
amalan sehari-hari.
b. Mengupayakan anak (santri) bergaul dengan orang-orang baik
Dalam pembinaan akhlak anak, TPQ mengupayakan agar sedapat mungkin
santri dapat bergaul dengan orang-orang yang baik. Hal ini terkait dengan sifat anak
yang senang mencontoh lingkungan dan mudah dipengaruhi. Dengan mengupayakan
santri bergaul dengan orang-orang yang baik, diharapkan mereka mendapatkan
pengaruh yang baik dari orang-orang yang baik itu.
c. Mendorong anak meninggalkan sifat pemalas
Terkait dengan sifat pemalas ini, beberapa santri mengiyakan bahwa mereka
terkadang malas untuk mengikuti TPQ. Rasa malas ini biasanya timbul karena anak
merasa lelah setelah mereka beraktifitas seharian. Wujud kemalasan itu misalnya
tidak mengerjakan PR. Untuk menghadapi sifat malas ini, TPQ memberikan sanksi
bagi siapa saja yang melanggar peraturan TPQ.
d. Membimbing anak merubah kebiasaan buruk
Dalam pembinaan akhlak, mengurangi dan menghilangkan kebiasaan buruk
merupakan sasaran penting dalam pembinaan. Jika kebiasaan buruk anak tidak
dicegah dan dihilangkan maka dapat mempengaruhi santri lainnya. Untuk merubah
61
kebiasaan buruk dan sifat-sifat yang buruk itu diperlukan kemauan yang keras dari
anak, tekad membaja dan kesadaran yang mendalam. Untuk itu semua, peran para
Ustadz TPQ sangatlah besar karena sulit bagi anak melakukannya sendiri tanpa
bimbingan dari orang dewasa. Cara TPQ dalam membimbing santri agar dapat
merubah kebiasaan buruk dapat juga berupa nasihat perorangan dan nasihat secara
kelompok melalui cerita keteladanan Nabi atau Rasul. Cara ini sesuai dengan metode
pendidikan anak yang dikemukakan oleh Dahlan (1992:65) bahwa diantara metode
dan cara-cara mendidik yang efektif di dalam upaya membentuk keimanan anak,
mempersiapkannya secara moral, psikis, dan sosial adalah mendidiknya dengan
memberi nasihat. Sebab, nasihat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak
tentang segala hakikat, menghiasinya dengan moral mulia, dan mengajarinya tentang
prinsip-prinsip Islam. Agar santri tidak melakukan pelanggaran, Ustadz juga
memperingatkan santri dan meminta untuk tidak mengulangi perbuatan buruknya dan
memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya.
Untuk menanamkan sifat-sifat tersebut di atas sebaiknya antara orang tua
dengan TPQ dan masyarakat sekitar harus ada kerjasama yang berkesinambungan
dan saling mendukung sehingga apa yang diprogramkan oleh TPQ dapat terealisir
dan apa yang diinginkan oleh orang tua juga dapat terwujud.
Menurut Ngalim Purwanto (1993: 225), supaya pembinaan itu dapat cepat
tercapai dan hasilnya baik maka harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut:
1. Mulailah pembinaan itu sebelum terlambat, yaitu anak mempunyai kebiasaan
lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
62
2. Pembiasaan itu hendaklah terus-menerus atau berulang-ulang, biasakan secara
teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis, untuk itu
dibutuhkan pengawasan.
3. Pendidik hendaklah konsekwen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap
pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada
anak melanggar pembiasaaan yang telah ditetapkan.
4. Pembiasaan yang mula-mula mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan
yang disertai kata hati.
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pembinaan Pendidikan
Islam Anak di TPQ “Muadz Bin Jabal” Kelurahan Jati Mekar Kota
Kendari
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan para informan
didapatkan informasi tentang faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat
pembinaan di TPQ tersebut antara lain:
a. Faktor Pendukung
Faktor pendorong pembinaan di TPQ adalah sebagai berikut:
1). Orang tua
Orang tua adalah pembina pribadi yang utama dalam hidup anak, kepribadian
orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang
tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang
sedang tumbuh . Terkait dengan hal ini, maka orang tua yang baik kemungkinan
besar akan menghasilkan anak yang baik pula. Dengan mendidik dan membiasakan
anak untuk hidup sesuai dengan ajaran agama, salah satunya dengan cara memasukan
63
anak ke TPQ diharapkan anak-anak akan menjadi generasi yang berakhlak baik,
karena selain sebagai lembaga pendidikan baca tulis Al-Qur’an TPQ juga
mengajarkan tentang akhlak yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak.
2). Motivasi anak
Motivasi anak dalam pendidikan Islam sangatlah penting karena berkaitan erat
dengan semangat serta kegairahan seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi anak
yang mengikuti TPQ merupakan faktor pendorong bagi pembinaannya. Motivasi
tersebut ada yang berasal dari diri santri sendiri maupun karena dorongan dari luar
diri santri seperti dorongan dari orang tua.
3). Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah pelaku atau faktor penting dalam pendidikan dan
merupakan lingkungan luas yang mempresentasikan akidah, akhlak, serta nilai-nilai
dalam prinsip yang telah ditentukan, karena manusia adalah makhluk sosial,
berpengaruh kepada orang lain dan mendapat pengaruh dari orang lain. Tugas
masyarakat dalam hal pendidikan meliputi bidang yang cukup luas dan bermacammacam, yaitu memuat hal-hal terkecil dalam hidup sampai yang paling besar. Tugas
masyarakat juga terlihat dalam kebiasaan dan tradisi serta dalam pemikiran berbagai
peristiwa juga dalam kebudayaan secara umum serta dalam pengarahan spiritual dan
sebagainya. Oleh karena itu lingkungan masyarakat yang baik kemungkinan besar
akan menghasilkan anak yang baik pula.
Pada dasarnya masyarakat harus mendidik anak dengan cara yang baik dan
benar. Orang tua berperan sebagai suritauladan bagi anaknya, seperti pendapat Mac
64
Iver dan Page bahwa kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh
masyarakat.
b. Faktor Penghambat
Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan para informan, dalam
pembinaan ada beberapa hambatan yang ditemukan, namun hambatan itu tidak
sampai berakibat serius bagi pelaksanaan pembinaan yang dilaksanakandi TPQ .
Hambatan yang muncul dalam pembinaan itu lebih dikarenakan adanya faktor
dari luar diri pribadi anak (santri). Faktor penghambat itu antara lain:
1) Tingkat Sosial Ekonomi
Keberhasilan suatu pendidikan tidak terlepas dari pendanaan yang ada, kalau
ingin berhasil harus diikuti dengan pembiayaan. Sedang masyarakat adalah
masyarakat ekonomi menengah ke bawah, sehingga untuk mengembangkan lembaga
nonformal ini diperlukan donatur dan perjuangan warga yang ikhlas dan rela.
2) Tingkat Pendidikan
Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan selalu memperhatikan pendidikan
anaknya. Pendidikan bukan lagi kebutuhan sekunder tetapi sudah menjadi kebutuhan
yang harus dipenuhi dalam keluarga. Sedang masyarakat rata-rata baru menamatkan
pendidikan dasar, sehingga menganggap pendidikan merupakan kebutuhan skunder.
Oleh karena itu, banyak usaha yang ditempuh oleh pengurus TPQ maupun pemuka
masyarakat agar keberadaan TPQ ini dapat dipertahankan dan mengena pada
sasarannya.
65
3) Tenaga Pengajar
Keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar TPQ banyak ditentukan oleh
kuantitas dan kualitas Ustadz dan Ustadzahnya. Maka bila TPQ ingin sukses dan
berhasil mencapai tujuannya, pengurus/pengelola harus senantiasa mengusahakan
agar jumlah Ustadz memadai dengan jumlah santri.
Keterbatasan tenaga pengajar yang ada di TPQ kadang menyebabkan tidak
efektifnya kegiatan belajar mengajarnya, apalagi ketika ada Ustadz yang tidak datang
dalam kegiatan belajar mengajar di TPQ. Hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya
pencapaian tujuan dari pembinaan. Untuk itu seharusnya pengurus/pengelola
mengusahakan jumlah Ustadz memadai dengan jumlah santri, agar pembinaan yang
dilakukan dapat berhasil dengan baik.
66
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang eksistensi TPQ “Muadz Bin Jabal” dalam
pembinaan pendidikan Islam anak di Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Sistem pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam di TPQ “Muadz Bin Jabal”
dengan sistem privat dan klasikal. Sistem privat yaitu Ustadz menghadapi 3
atau 4 santri secara bergilir sesuai dengan materi yang disampaikan dalam hal
ini materi pokok. Sistem privat ini dilakukan dengan pertimbangan agar jarak
antara anak/santri dan Ustadz makin dekat, dan sistem klasikal yaitu Ustadz
menghadapi kelompok dalam satu kelas secara bersama-sama sesuai dengan
materi yang disampaikan dalam hal ini materi tambahan. Sistem klasikal
berdasar kesamaan tingkat kelas di sekolah masing-masing misalnya kelas
iqra untuk santri yang duduk di bawah kelas 3 SD, kelas juz amma untuk
santri yang duduk di kelas 3-5 SD dan kelas al-qur,an besar untuk santri yang
duduk di kelas 5-6 SD dan SMP. Kegiatan pembinaan pada dasarnya
67
dilakukan rutin setiap hari melalui kegiatan belajar mengajar dengan materi
pembinaan pendidikan terdiri dari materi pokok (kemampuan membaca AlQur’an) dan materi tambahan (ilmu tauhid, fikih, akhlak, sejarah, hafalan
bacaan shalat, dan hafalan doa sehari-hari).
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat
66
Faktor pendukung pelaksanaan pembinaan terdiri dari: Pertama, dukungan
orang tua. Kedua, motivasi anak untuk mengikuti TPQ dan ketiga, lingkungan
masyarakat sekitar TPQ yang menyambut gembira keberadaan TPQ. Faktor
penghambat pembinaan di TPQ “Muadz Bin Jabal” pada dasarnya berasal dari
luar diri santri dan hambatan ini tidak sampai berakibat serius bagi
pelaksanaan pembinaannya. Faktor penghambat tersebut terdiri dari : Pertama,
tingkat sosial ekonomi masyarakat dan orang tua santri yang dapat dikatakan
sebagai golongan ekonomi menengah ke bawah. Kedua, tingkat pendidikan
masyarakat yang relatif rendah sehingga menganggap pendidikan masih
merupakan kebutuhan sekunder. Dan ketiga, keterbatasan jumlah tenaga
pengajar (Ustadz) sehingga kadangkala menyebabkan kurang efektifnya
kegiatan belajar mengajar di TPQ.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, maka dapat disampaikan
saran sebagai berikut :
68
1. Bagi TPQ “Muadz Bin Jabal”, pembinaan pendidikan yang dilakukan sudah
cukup baik, namun ada hal-hal yang perlu untuk diperbaiki seperti pengelola
hendaknya menguasai manajemen penyelenggaraan TPQ dengan baik,
misalnya mengupayakan jumlah ustadz agar memadai dengan jumlah santri
yaitu 1 ustadz mengajar 5 santri. Penyuluhan yang telah dilakukan oleh
pengelola/pengurus TPQ kepada warga masyarakat mengenai pentingnya
Taman Pendidikan Al-Qur’an bagi perkembangan jiwa anak hendaknya lebih
ditingkatkan lagi.
2. Bagi orang tua santri dan masyarakat, hendaknya terus meningkatkan
dukungan terhadap keberadaan TPQ baik dukungan material maupun
spiritual, seperti selalu membantu TPQ jika TPQ mengadakan kegiatan. Baik
bantuan tenaga maupun materi. Bagi orang tua santri diusahakan untuk selalu
membayar uang shahriyah secara tepat waktu sebagai iuran wajib tiap bulan
bagi pendidikan anaknya di TPQ.
3. Bagi anak/santri, hendaknya mengikuti pembinaan dengan sungguh-sungguh
dan rajin serta berusaha untuk membantu kelancaran pembinaan dengan cara
menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku di
TPQ.
69
70
EKSISTENSI TPQ “MUADZ BIN JABAL” DALAM PEMBINAAN
PENDIDIKAN ISLAM ANAK DI KELURAHAN
JATI MEKAR KOTA KENDARI
Proposal penelitian diajukan untuk mengikuti seminar proposal pada
Program Studi Pendidikan Agama Islam
OLEH :
A. RACHMAN
71
NIM. 08010101196
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN QAIMUDDIN
KENDARI
2012
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal yang berjudul: “eksistensi TPQ “Muadz Bin Jabal” dalam
pembinaan pendidikan Islam anak di Kelurahan Jati Mekar Kota Kendari”, yang
diajukan oleh saudara, A. Rachman, Nim: 08010101196, mahasiswa Program Studi
Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Sultan Qaimuddin Kendari, telah diperiksa oleh pembimbing I dan II, dan
selanjutnya dinyatakan disetujui untuk diseminarkan.
Kendari,
Juni 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Abd. Kadir, M. Pd
Nip. 196506191992031003
Dra. Marlina Gazali, M. Pd.I
Nip. 196510151994032002
72
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................
ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................
iii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
B. Fokus Penelitian ......................................................................
C. Depinisi Operasional ...............................................................
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................
LANDASAN TEORITIS
A. Deskripsi Taman Pendidikan Al-qur’an (TPQ) ………………
1. Pengertian Taman Pendidikan Al-qur’an……….………..
2. Waktu dan Masa Pendidikan……………………………..
3. Materi Pelajaran……………………………………….….
4. Sasaran dan Tujuan Pembinaan Taman Pendidikan
Al-qur’an………………………………………………….
5. Peran Taman Pendidikan Al-qur’an………………………
B. Deskripsi Pembinaan Pendidikan Islam………………………
1. Pengertian Pembinaan Anak……………………………..
2. Pengertian Pendidikan Islam……………………………..
3. Pembinaan Pendidikan Islam Anak……………………….
4. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam…………………….
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembinaan Pendidikan Islam
D. Penelitian yang Relevan……………………………………….
1
5
5
6
8
8
9
9
10
11
12
15
21
24
28
32
73
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................
C. Sumber Data ............................................................................
D. Metode Penumpulan Data .......................................................
E. Teknik Analisis Data ..............................................................
F. Pengecekkan Keabsahan Data .................................................
DAFTAR PUSTAKA
iii
35
35
36
36
37
38
74
Download