BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Hakikat IPA IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses alamiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan – gagasan (Depdikbud, 1994: 61). IPA merupakan salah satu mata pelajaran di SD yang berhubungan dengan cara mencaritahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta atau prinsip- prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006: 17). Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IPA adalah “cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta”. Dalam proses mencari tahu ini pembelajaran IPA dirancang untuk mengembangkan Kerja Ilmiah dan Sikap Ilmiah siswa. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa proses pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menuntut guru mampu menyediakan mengelola pembelajaran IPA dengan suatu metode dan teknik penunjang yang memungkinkan siswa dapat mengalami seluruh tahapan pembelajaran yang bermuatan keterampilan proses, sikap ilmiah, dan penguasaan konsep. Dari uraian di atas jelas bahwa pembelajaran IPA merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Serta menuntut guru mengelola pembelajaran dengan suatu metode dan teknik penunjang. Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD / MI yang disebutkan dalam BSNP (2006: 18) meliputi aspek – aspek berikut: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia , hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan. b. Benda / Materi , sifat – sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 5 6 c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA dapat dipandang dari segi produk, proses, dan pemupukan sikap. Ini berarti bahwa dalam proses belajar mengajar, IPA haruslah mengandung ketiga dimensi IPA tersebut. 1) IPA sebagai Produk IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Produk ini berupa prinsip-prinsip, teori- teori, hukum-hukum, konsep-konsep maupun fakta-fakta yang kesemuanya ditujukan untuk menjelaskan tentang berbagai gejala alam. 2) IPA sebagai Proses Yang dimaksud dengan IPA sebagai proses adalah proses mandapatkan IPA. Tentunya bahwa IPA didapt melalui metode ilmiah. Jadi proses IPA itu tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak Sekolah Dasar, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak Sekolah Dasar dapat melakukan penelitian sederhana. 3) IPA sebagai sikap Sikap yang dimaksud pada pengajaran IPA di SD dalam buku ini dibatasi pada sikap ilmiah terhadap alam sekitar. Guru pada sekolah Dasar harus memotivasi anak didiknya untuk mengembangkan pentingnya mencari jawaban dan penjelasan rasional tentang fenomena alam dan fisik, sebagai seorang guru hendaknya dapat memanfaatkan keinginan anak dan mengembangkan sikap tersebut untuk penemuan. 2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk 7 memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994:89) : 1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.” 2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. 4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok. 5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. 6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. 7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan- keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995). Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif 8 sebagai berikut (Jonson and Smith,199176 ; Anita Lie, 2004:29): (1) Saling ketergantungan Positif, (2) Tanggung jawab perseorangan,(3) Tatap Muka, (4) Komunikasi antar anggota, (5) Evaluasi. 2.1.3 Model Pembelajaran Quantum Learning Quantum Learning (DePorter, B. & M. Hernacki, 2008: 14) berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggesttology” atau “suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti apapun, baik yang bersifat positif maupun negative, dapat mempengaruhi situasi belajar siswa, dan semua hal, sekecil apapun itu, dapat memberikan sugesti positif ataupun negative. Dalam proses pembelajaran di sekolah, tentu saja yang dibutuhkan adalah sugesti positif. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memberikan sugesti positif pada siswa yaitu menggeser posisi tempat duduk siswa, memutar musik latar di dalam kelas, memajang poster-poster yang bertuliskan kata-kata yang memotivasi siswa belajar ataupun poster-poster peta pikiran dari materi-materi yang dipelajari di sekolah, dan lain-lain. Untuk menumbuhkan sugesti positif di dalam kelas juga dibutuhkan guru-guru yang mampu dan terlatih dengan baik dalam memberikan sugesti positif. Selain suggestology, dalam Quantum Learning juga terdapat istilah “pemercepatan belajar”, yaitu siswa memungkinkan untuk belajar dengan cepat, namun tetap dengan melakukan upaya yang normal dan disertai dengan kegembiraan. Dalam pemercepatan belajar ini terdapat beberapa unsur, seperti hiburan, warna, permainan, cara berpikir positif, kesehatan emosional, dan kebugaran fisik. Jika digabungkan, maka semua unsure tersebut dapat menghasilkan pengalaman belajar yang efektif. Quantum Learning (DePorter, B.& M. Hernacki, 2008: 14) mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik, yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Dalam program ini dilakukan penelitian mengenai hubungan antara bahasa dan perilaku. Ternyata bahasa dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam 9 proses pembelajaran di kelas, yaitu guru harus senantiasa menggunakan bahasabahasa yang positif untuk merangsang tindakan-tindakan positif siswa selama pembelajaran berlangsung. Quantum Learning menggabungkan ketiga hal di atas, yaitu suggestology, pemercepatan belajar, dan neurolinguistik. Ketiga hal tersebut tentu saja sangat mempengaruhi proses pembelajaran, serta membuat siswa belajar dengan nyaman, menyenangkan, dan efektif. Dengan demikian, siswa dapat termotivasi untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari dan dapat mengingatnya lebih lama. Quantum Learning (Sudrajat, 2008: 23) ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Selain itu, Quantum Learning (Susilowati, 2009:73) juga merupakan pembelajaran yang mengoptimalkan belajar siswa dan motivasi berprestasi siswa. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dapat disimpulkan bahwa Quantum Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang membiasakan siswa belajar dengan nyaman dan menyenangkan, serta menumbuhkan motivasi belajar siswa. Asas utama yang harus dipegang oleh guru dalam melaksanakan Quantum Learning di kelas (DePorter, dkk., 1999) adalah, “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.” Salah satu caranya adalah dengan mengaitkan materi yang diajarkan dengan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan diterapkannya asas ini, siswa dapat mempelajari materi dengan baik, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Dalam Quantum Learning, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah yang berhubungan dengan lingkungan, fisik, dan suasana. Lingkungan yang diciptakan haruslah positif, aman, mendukung pembelajaran, santai, eksploratori (penjelajahan), dan menggembirakan. Hal-hal yang berhubungan dengan fisik, seperti gerakan-gerakan, permainan-permainan, 10 dan partisipasi, harus dilaksanakan. Selain itu, suasana belajar juga harus nyaman, cukup penerangan, enak dipandang, dan ada musiknya. Quantum Learning juga sangat memperhatikan jeda atau waktu istirahat. Memang merupakan suatu hal yang tidak baik jika seseorang terus-menerus dipaksakan untuk belajar. Ada kalanya otak juga butuh istirahat agar dapat menyerap informasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam setiap pembelajaran, hendaknya guru selalu menyediakan waktu istirahat untuk siswa. Waktu istirahat ini dapat diisi dengan hal-hal yang dapat menyegarkan otak, misalnya minum air mineral, simulasi-simulasi, siswa berdiskusi tanpa bimbingan guru, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kesiapan otak untuk bekerja, sehingga siswa akan lebih siap untuk menerima apa yang akan mereka pelajari di kelas. Selain itu, peta pikiran (mind mapping) yang dicetuskan oleh Tony Buzan juga dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran Quantum Learning. Peta pikiran dibuat berdasarkan bagaimana sesungguhnya cara otak bekerja, sehingga siswa dapat lebih mudah dan cepat dalam memahami dan mengingat konsep yang telah dipelajari. Dalam proses pembelajaran juga hendaknya guru mengajar dengan melibatkan kecerdasan berganda, sehingga otak kanan dan otak kiri siswa bekerja dengan seimbang. Ada beberapa keunggulan dari diterapkannya Quantum Learning dalam pembelajaran di kelas, yaitu: a. Belajar menjadi terasa nyaman dan menyenangkan. b. Belajar menjadi lebih efektif, sehingga proses pembelajaran siswa bermakna . c. Dapat menghilangkan pandangan negative terhadap mata pelajaran yang ada di sekolah. 2.1.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Quantum Learning Setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk menghadapi problematika dalam pembelajaran. Karena model pembelajaran kooperatif adalah salah satu 11 pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Diantara berbagai model pembelajaran kooperatif adalah Quantum learning. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Quantum Learning atau Kerangka Perancangan Pengajaran Quantum Teaching yang disebutkan oleh DePorter, dkk (1999: 214) adalah sebagai berikut: a.Tumbuhkan 1) Sertakan siswa dalam proses pembelajaran 2) Pikat semua siswa dalam proses pembelajaran 3) Puaskan semua siswa dalam proses pembelajaran 4) AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku). b.Alami. 1) Berikan mereka pengalaman belajar; 2) Tumbuhkan “kebutuhan untuk mengetahui”. c. Namai 1) Berikan “data”, tepat saat minat memuncak. d.Demonstrasikan 1) Berikan kesempatan bagi siswa untuk mengaitkan pengalaman dengan data yang baru sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi. 2) Berikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi. e. Ulangi. 1) Rekatkan gambaran keseluruhan tentang materi yang dipelajari. 2) Mengulangi hasil kesimpulan. f.Rayakan 1) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. 2) Perayaan menambahkan belajar dengan asosiasi positif. 2.1.5 Hasil Belajar Menurut Gagne ( dalam Dimyati 1999:10-12) memaparkan bahwa hasil belajar terdiri dari informasi verbal yang berupa pengetahuan, ketrampilan, intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif. Untuk mengetahui 12 seberapa penyampaian hasil belajar yang diperoleh individu (siswa) harus dilakukan suatu penilaian. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan degan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrument test maupun non test. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut di nyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peniliti lain menyebutkan bahwa melalui pendekatan quantum learning dapat meningkatan hasil belajar. Berikut hasil penelitian yang dilkukan oleh Sri Mulyani : Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning Pada Siswa Kelas 4 SD N 1 Sukorame Musuk Boyolali Tahun Ajaran 2009/2010. Penelitian ini berawal dari kesulitan siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sukorame dalam kemampuan membaca aksara jawa dan masih guru hanya 13 menggunakan metode ceramah saja dalam mengajarkan kepada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas 4 SD Negeri I Sukorame berbasis quantum learning. Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca huruf Jawa, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan quantum learning. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sebagai teknik sampling adalah siswa kelas 4 SD Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 25 siswa. Teknik pengumpulan data di gunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil simpulan dari penelitiannya ada peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa setelah diadakan tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan quantum learning. Hal itu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan siswa dari sebelum dan sesudah tindakan. Pada siklus I ada peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa nglegena dari rata-rata 62,2 menjadi 76, pada siklus II ada peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana dari rata-rata 62 menjadi 71,2 dan materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana dari rata-rata 60,2 menjadi 71. Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Bahasa Jawa berbasis Quantum learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas 4 SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian lainnya yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumartini dengan judul Upaya Menciptakan Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Nyaman Dan Menyenangkan Dengan Model Quantum Learning (Metode Permainan Bahasa) Di Kelas I B Min Tempel Ngaglik Sleman Tahun Pelajaran 2008/2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh model quantum learning dapat menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan 14 menyenangkan serta meningkatkan prestasi belajar di kelas 1B MIN Tempel Ngaglik Sleman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi para guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kegiatan proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dan menghadapi kendala serta hambatan sebagai pemacu kreatifitas dan tantangan agar menjadi lebih baik. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan subyek penelitian siswa kelas 1B di MIN Tempel Ngaglik Sleman Tahun Pelajaran 2008/2009 dengan jumlah siswa 34 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, jurnal harian, wawancara tidak terstruktur dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melalui beberapa tahapan yaitu : tahap reduksi data trianggulasi dan display data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) model Quantum Learning dengan metode permainan bahasa merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan, terbukti adanya peningkatan dari hasil observasi kegiatan pembelajaran baik dari segi siswa maupun guru yakni pada siklus 1 prosentase pembelajaran nyaman dan menyenangkan dari segi siswa mencapai prosentasi 30 % sedangkan pada siklus II mencapai 76 % . Telah terjadi peningkatan sebesar 46 %, sedangkan untuk kegiatan pembelajaran nyaman dan menyenangkan dari segi guru pada siklus I prosentase mencapai 41,10% sedang pada siklus II mencapai sebesar 76.11%, mengalami peningkatan sebesar 35,01 %, serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IB dimana pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar 74,41, siklus II nilai rata-rata 90,08. (2) waktu guru untuk menyiapkan proses pembelajaran di kelas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal. 15 2.3 Kerangka Pikir Belajar nyaman a.Tumbuhkan b. Alami Belajar menyenangkan c. Namai d. Demonstrasikan e. Ulangi f. Rayakan Belajar lebih bermakna Hasil belajar meningkat Menghilangkan pandangan negatif Gambar 3.1 Kerangka Pikir Pendekatan Quantum Learning adalah suatu model yang diharapkan dapat membantu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA pada siswa. Melalui konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa siswa menjadi lebih tertarik dan berminat untuk belajar IPA. Quantum Learning Pembelajaran dengan model terbukti dapat meningkatkan kemampuan, menciptakan lingkungan belajar yang efektif, memudahkan proses belajar, meningkatkan partisipasi siswa meningkatkan minat dan motivasi siswa belajar, serta melatih daya ingat dan daya serap siswa dalam pembelajaran (DePorter, 2005:4) Melalui konsep ini dapat dipastikan bahwa siswa akan mengalami pembelajaran, berlatih dan menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri dan akhirnya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA meningkat, prestasi belajar meningkat tujuan pembelajaran tercapai. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah dalam hipotesa tindakan sebagai berikut: a. Melalui konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa 16 siswa menjadi lebih tertarik dan berminat untuk belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Dukutalit 02 Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016 dapat meningkat. b. Melalui model pembelajaran Quantum Learning maka hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Dukutalit 02 Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016 dapat meningkat.