Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian teori
2.1.1 Hakikat IPA
IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan,
dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian proses alamiah antara lain penyelidikan,
penyusunan, dan pengujian gagasan – gagasan (Depdikbud, 1994: 61). IPA
merupakan salah satu
mata pelajaran di SD yang berhubungan dengan cara
mencaritahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta atau prinsip- prinsip
saja tetapi merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006: 17).
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IPA adalah
“cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta”. Dalam proses
mencari tahu ini pembelajaran IPA dirancang untuk mengembangkan Kerja
Ilmiah dan Sikap Ilmiah siswa. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa
proses pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menuntut guru mampu menyediakan
mengelola pembelajaran IPA dengan suatu metode dan teknik penunjang yang
memungkinkan siswa dapat mengalami seluruh tahapan pembelajaran yang
bermuatan keterampilan proses, sikap ilmiah, dan penguasaan konsep. Dari uraian
di atas jelas bahwa pembelajaran IPA merupakan disiplin ilmu yang berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Serta menuntut guru mengelola
pembelajaran dengan suatu metode dan teknik penunjang.
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD / MI yang disebutkan
dalam BSNP (2006: 18) meliputi aspek – aspek berikut:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia , hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b. Benda / Materi , sifat – sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
5
6
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,
dan pesawat sederhana.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA dapat dipandang dari
segi produk, proses, dan pemupukan sikap. Ini berarti bahwa dalam proses belajar
mengajar, IPA haruslah mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.
1) IPA sebagai Produk
IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia untuk
memahami berbagai gejala alam. Produk ini berupa prinsip-prinsip, teori- teori,
hukum-hukum, konsep-konsep maupun fakta-fakta yang kesemuanya ditujukan
untuk menjelaskan tentang berbagai gejala alam.
2) IPA sebagai Proses
Yang dimaksud dengan IPA sebagai proses adalah proses mandapatkan
IPA. Tentunya bahwa IPA didapt melalui metode ilmiah. Jadi proses IPA itu tidak
lain adalah metode ilmiah. Untuk anak Sekolah Dasar, metode ilmiah
dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa
pada akhirnya akan terbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak
Sekolah Dasar dapat melakukan penelitian sederhana.
3) IPA sebagai sikap
Sikap yang dimaksud pada pengajaran IPA di SD dalam buku ini dibatasi
pada sikap ilmiah terhadap alam sekitar. Guru pada sekolah Dasar harus
memotivasi anak didiknya untuk mengembangkan pentingnya mencari jawaban
dan penjelasan rasional tentang fenomena alam dan fisik, sebagai seorang guru
hendaknya dapat memanfaatkan keinginan anak dan mengembangkan sikap
tersebut untuk penemuan.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
7
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut
(Lungdren, 1994:89) :
1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama.”
2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik
lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama.
4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota
kelompok.
5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6) Para
siswa
berbagi
kepemimpinan
sementara
mereka
memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan- keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti
menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan
atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu
mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses
belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan
secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama
antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran
kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif
8
sebagai berikut (Jonson and Smith,199176 ; Anita Lie, 2004:29): (1) Saling
ketergantungan Positif, (2) Tanggung jawab perseorangan,(3) Tatap Muka, (4)
Komunikasi antar anggota, (5) Evaluasi.
2.1.3 Model Pembelajaran Quantum Learning
Quantum Learning (DePorter, B. & M. Hernacki, 2008: 14) berakar dari
upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang
bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggesttology” atau
“suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti apapun, baik yang bersifat positif
maupun negative, dapat mempengaruhi situasi belajar siswa, dan semua hal,
sekecil apapun itu, dapat memberikan sugesti positif ataupun negative. Dalam
proses pembelajaran di sekolah, tentu saja yang dibutuhkan adalah sugesti positif.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memberikan sugesti positif pada siswa
yaitu menggeser posisi tempat duduk siswa, memutar musik latar di dalam kelas,
memajang poster-poster yang bertuliskan kata-kata yang memotivasi siswa belajar
ataupun poster-poster peta pikiran dari materi-materi yang dipelajari di sekolah,
dan lain-lain. Untuk menumbuhkan sugesti positif di dalam kelas juga dibutuhkan
guru-guru yang mampu dan terlatih dengan baik dalam memberikan sugesti
positif.
Selain suggestology, dalam Quantum Learning juga terdapat istilah
“pemercepatan belajar”, yaitu siswa memungkinkan untuk belajar dengan cepat,
namun tetap dengan melakukan upaya yang normal dan disertai dengan
kegembiraan. Dalam pemercepatan belajar ini terdapat beberapa unsur, seperti
hiburan, warna, permainan, cara berpikir positif, kesehatan emosional, dan
kebugaran fisik. Jika digabungkan, maka semua unsure tersebut dapat
menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Quantum Learning (DePorter, B.& M. Hernacki, 2008: 14) mencakup
aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik, yaitu suatu penelitian tentang
bagaimana otak mengatur informasi. Dalam program ini dilakukan penelitian
mengenai hubungan antara bahasa dan perilaku. Ternyata bahasa dapat
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam
9
proses pembelajaran di kelas, yaitu guru harus senantiasa menggunakan bahasabahasa yang positif untuk merangsang tindakan-tindakan positif siswa selama
pembelajaran berlangsung.
Quantum
Learning
menggabungkan
ketiga
hal
di
atas,
yaitu
suggestology, pemercepatan belajar, dan neurolinguistik. Ketiga hal tersebut tentu
saja sangat mempengaruhi proses pembelajaran, serta membuat siswa belajar
dengan nyaman, menyenangkan, dan efektif. Dengan demikian, siswa dapat
termotivasi untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari
dan dapat mengingatnya lebih lama.
Quantum Learning (Sudrajat, 2008: 23) ialah kiat, petunjuk, strategi, dan
seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta
membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Selain
itu, Quantum Learning (Susilowati, 2009:73) juga merupakan pembelajaran yang
mengoptimalkan belajar siswa dan motivasi berprestasi siswa. Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dapat disimpulkan bahwa Quantum
Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang membiasakan siswa
belajar dengan nyaman dan menyenangkan, serta menumbuhkan motivasi belajar
siswa.
Asas utama yang harus dipegang oleh guru dalam melaksanakan
Quantum Learning di kelas (DePorter, dkk., 1999) adalah, “Bawalah dunia
mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.” Salah satu
caranya adalah dengan mengaitkan materi yang diajarkan dengan peristiwa yang
terjadi di dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan diterapkannya asas ini,
siswa dapat mempelajari materi dengan baik, sehingga dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan mereka.
Dalam
Quantum
Learning,
terdapat
beberapa
hal
yang
harus
diperhatikan, diantaranya adalah yang berhubungan dengan lingkungan, fisik, dan
suasana. Lingkungan yang diciptakan haruslah positif, aman, mendukung
pembelajaran, santai, eksploratori (penjelajahan), dan menggembirakan. Hal-hal
yang berhubungan dengan fisik, seperti gerakan-gerakan, permainan-permainan,
10
dan partisipasi, harus dilaksanakan. Selain itu, suasana belajar juga harus nyaman,
cukup penerangan, enak dipandang, dan ada musiknya.
Quantum Learning juga sangat memperhatikan jeda atau waktu istirahat.
Memang merupakan suatu hal yang tidak baik jika seseorang terus-menerus
dipaksakan untuk belajar. Ada kalanya otak juga butuh istirahat agar dapat
menyerap informasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam setiap pembelajaran,
hendaknya guru selalu menyediakan waktu istirahat untuk siswa. Waktu istirahat
ini dapat diisi dengan hal-hal yang dapat menyegarkan otak, misalnya minum air
mineral, simulasi-simulasi, siswa berdiskusi tanpa bimbingan guru, dan lain
sebagainya.
Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kesiapan otak untuk bekerja,
sehingga siswa akan lebih siap untuk menerima apa yang akan mereka pelajari di
kelas. Selain itu, peta pikiran (mind mapping) yang dicetuskan oleh Tony Buzan
juga dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran Quantum Learning.
Peta pikiran dibuat berdasarkan bagaimana sesungguhnya cara otak bekerja,
sehingga siswa dapat lebih mudah dan cepat dalam memahami dan mengingat
konsep yang telah dipelajari. Dalam proses pembelajaran juga hendaknya guru
mengajar dengan melibatkan kecerdasan berganda, sehingga otak kanan dan otak
kiri siswa bekerja dengan seimbang.
Ada beberapa keunggulan dari diterapkannya Quantum Learning dalam
pembelajaran di kelas, yaitu:
a. Belajar menjadi terasa nyaman dan menyenangkan.
b. Belajar menjadi lebih efektif, sehingga proses pembelajaran siswa bermakna .
c. Dapat menghilangkan pandangan negative terhadap mata pelajaran yang ada di
sekolah.
2.1.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Quantum Learning
Setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi
pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu upaya untuk menghadapi problematika dalam
pembelajaran. Karena model pembelajaran kooperatif adalah salah satu
11
pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Diantara berbagai model
pembelajaran kooperatif adalah Quantum learning.
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Quantum Learning
atau Kerangka Perancangan Pengajaran Quantum Teaching yang disebutkan oleh
DePorter, dkk (1999: 214) adalah sebagai berikut:
a.Tumbuhkan
1) Sertakan siswa dalam proses pembelajaran
2) Pikat semua siswa dalam proses pembelajaran
3) Puaskan semua siswa dalam proses pembelajaran
4) AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku).
b.Alami.
1) Berikan mereka pengalaman belajar;
2) Tumbuhkan “kebutuhan untuk mengetahui”.
c. Namai
1) Berikan “data”, tepat saat minat memuncak.
d.Demonstrasikan
1) Berikan kesempatan bagi siswa untuk mengaitkan pengalaman dengan data
yang baru sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman
pribadi.
2) Berikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi.
e. Ulangi.
1) Rekatkan gambaran keseluruhan tentang materi yang dipelajari.
2) Mengulangi hasil kesimpulan.
f.Rayakan
1) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
2) Perayaan menambahkan belajar dengan asosiasi positif.
2.1.5 Hasil Belajar
Menurut Gagne ( dalam Dimyati 1999:10-12) memaparkan bahwa hasil
belajar terdiri dari informasi verbal yang berupa pengetahuan, ketrampilan,
intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif. Untuk mengetahui
12
seberapa penyampaian hasil belajar yang diperoleh individu (siswa) harus
dilakukan suatu penilaian. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil
keputusan degan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran
hasil belajar, baik yang menggunakan instrument test maupun non test.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar
mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki
oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual),
bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal)
dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran
yang mana hal tersebut di nyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peniliti lain
menyebutkan bahwa melalui pendekatan quantum learning dapat meningkatan
hasil belajar. Berikut hasil penelitian yang dilkukan oleh Sri Mulyani :
Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa
Berbasis Quantum
Learning Pada Siswa Kelas 4 SD N 1 Sukorame Musuk Boyolali Tahun Ajaran
2009/2010. Penelitian ini berawal dari kesulitan siswa kelas 4 SD Negeri 1
Sukorame dalam kemampuan membaca aksara jawa dan masih guru hanya
13
menggunakan metode ceramah saja dalam mengajarkan kepada siswa. Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada
siswa kelas 4 SD Negeri I Sukorame berbasis quantum learning. Variabel yang
menjadi sasaran perubahan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca
huruf Jawa, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan quantum learning. Bentuk penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas sebanyak 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sebagai teknik
sampling adalah siswa kelas 4 SD Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk,
Kabupaten Boyolali yang berjumlah 25 siswa. Teknik pengumpulan data di
gunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Teknik analisis data yang
digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga buah komponen
yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil
simpulan dari penelitiannya ada peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa
setelah diadakan tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan quantum
learning. Hal itu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan siswa dari
sebelum dan sesudah tindakan. Pada siklus I ada peningkatan untuk materi
membaca huruf Jawa nglegena dari rata-rata 62,2 menjadi 76, pada siklus II ada
peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana
dari rata-rata 62 menjadi 71,2 dan materi membaca huruf Jawa dengan
sandhangan dan pasangan sederhana dari rata-rata 60,2 menjadi 71. Dengan
demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Bahasa Jawa
berbasis Quantum learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf
Jawa pada siswa kelas 4 SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten
Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
Penelitian lainnya yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sumartini dengan judul Upaya Menciptakan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Yang Nyaman Dan Menyenangkan Dengan Model Quantum Learning (Metode
Permainan Bahasa) Di Kelas I B Min Tempel Ngaglik Sleman Tahun Pelajaran
2008/2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh model
quantum learning dapat menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan
14
menyenangkan serta meningkatkan prestasi belajar di kelas 1B MIN Tempel
Ngaglik Sleman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi para guru
untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kegiatan proses
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dan menghadapi kendala serta hambatan
sebagai pemacu kreatifitas dan tantangan agar menjadi lebih baik.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan subyek
penelitian siswa kelas 1B di MIN Tempel Ngaglik Sleman Tahun Pelajaran
2008/2009 dengan jumlah siswa 34 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan lembar observasi, jurnal harian, wawancara tidak terstruktur dan
dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melalui
beberapa tahapan yaitu : tahap reduksi data trianggulasi dan display data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) model Quantum Learning
dengan metode permainan bahasa merupakan salah satu metode pembelajaran
yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan,
terbukti adanya peningkatan dari hasil observasi kegiatan pembelajaran baik dari
segi siswa maupun guru yakni pada siklus 1 prosentase pembelajaran nyaman dan
menyenangkan dari segi siswa mencapai prosentasi 30 % sedangkan pada siklus II
mencapai 76 % . Telah terjadi peningkatan sebesar 46 %, sedangkan untuk
kegiatan pembelajaran nyaman dan menyenangkan dari segi guru pada siklus I
prosentase mencapai 41,10% sedang pada siklus II mencapai sebesar 76.11%,
mengalami peningkatan sebesar 35,01 %, serta dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas IB dimana pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar 74,41,
siklus II nilai rata-rata 90,08. (2) waktu guru untuk menyiapkan proses
pembelajaran di kelas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal.
15
2.3 Kerangka Pikir
Belajar nyaman
a.Tumbuhkan
b. Alami
Belajar
menyenangkan
c. Namai
d. Demonstrasikan
e. Ulangi
f. Rayakan
Belajar lebih
bermakna
Hasil belajar
meningkat
Menghilangkan
pandangan
negatif
Gambar 3.1 Kerangka Pikir
Pendekatan Quantum Learning adalah suatu model yang diharapkan
dapat membantu meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar IPA pada siswa.
Melalui konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi
dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa siswa menjadi
lebih tertarik dan berminat untuk belajar IPA.
Quantum Learning
Pembelajaran dengan model
terbukti dapat meningkatkan kemampuan, menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, memudahkan proses belajar, meningkatkan
partisipasi siswa meningkatkan minat dan motivasi siswa belajar, serta melatih
daya ingat dan daya serap siswa dalam pembelajaran (DePorter, 2005:4) Melalui
konsep ini dapat dipastikan bahwa siswa akan mengalami pembelajaran, berlatih
dan menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri dan akhirnya hasil belajar
siswa pada pelajaran IPA meningkat, prestasi belajar meningkat tujuan
pembelajaran tercapai.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah dalam hipotesa tindakan sebagai berikut:
a. Melalui konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa
16
siswa menjadi lebih tertarik dan berminat untuk belajar IPA pada siswa kelas 5
SD Negeri Dukutalit 02 Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati tahun pelajaran
2015/2016 dapat meningkat.
b. Melalui model pembelajaran Quantum Learning maka hasil belajar IPA pada
siswa kelas 5 SD Negeri Dukutalit 02 Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
tahun pelajaran 2015/2016 dapat meningkat.
Download