99 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Pembelajaran Fisika a. Hakikat Fisika Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam atau IPA. Oleh karena itu untuk mengetahui hakikat Fisika, terlebih dahulu harus mengetahui definisi tentang IPA. Berikut ini akan dikemukakan pendapat para ahli dalam mendefinisikan IPA. Margono dkk (1998:21), IPA meliputi tiga hal yaitu produk, proses dan sikap ilmiah yang ketiganya saling berhubungan. 1) Produk IPA adalah semua pengetahuan tentang gejala alam yang telah dikumpulkan melalui obeservasi berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. 2) Proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh hasil-hasil IPA atau produk IPA. Untuk dapat memahami dan memiliki keterampilan dalam proses IPA, diperlukan pengalaman belajar dan berlatih melakukan observasi, berfikir logis dan kritis, melakukan eksperimen, berkomunikasi verbal ataupun nonverbal, dan memecahkan masalah. 3) Nilai dan sikap ilmiah sangat diperlukan dalam belajar IPA, yaitu sikap-sikap seperti hasrat ingin tahu, jujur, tekun, teliti, objektif, keterbukaan, mawas diri, komunikatif, dan sebagainya agar dapat mencapai hasil IPA yang sebenarnya. Berdasarkan definisi tersebut, IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. IPA meliputi produk, proses dan nilai (sikap ilmiah). IPA sebagai suatu produk berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. IPA sebagai proses yaitu berupa cara kerja untuk memperoleh produk IPA. IPA sebagai nilai (sikap ilmiah) yaitu berupa sikap-sikap ilmiah agar dapat mencapai hasil IPA yang sesungguhnya. Fisika merupakan salah satu dari cabang dari IPA, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala alam berdasarakan atas pengamatan dan pengukuran. Menurut Beiser (1962: v), “Physics, like any other science, involves the active of pursuit of knowledge, and it contains many elements besides its basics concepts”. Menurut Beiser, seperti pada 9 10 mata pelajaran lain di IPA, Fisika juga mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarakan observasi, sehingga Fisika terdiri dari banyak unsur termasuk konsep-konsepnya yang mendasar. Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas, 2003). Sementara menurut Brockhaus dan Gerthsen yang dikutip oleh Herbert (1986) antara lain: a. b. Menurut Brockhaus, Fisika adalah pelajaran tentang kejadian dalam alam, yang memungkinkan penelitian dalam percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian serta matematis dan berdasarkan pengetahuan umum. Menurut Gerthsen, Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam yang sederhana dan berusaha menemukan hubungan antara pernyataan-pernyataan. Prasyarat dasar untuk memecahkan persoalan ialah mengamati gejala-gejala tersebut. Menurut Brockhaus dan Gerthsen tersebut, Fisika adalah pelajaran yang menerangkan gejala alam yang dapat diamati dengan percobaan untuk menemukan hubungan antara gejala-gejala tersebut. Dari beberapa pengertian Fisika tersebut dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menganalisis peristiwa alam yang kemudian menjelaskan dengan cara sesederhana mungkin sehingga menghasilkan aturan-aturan atau hukum. b. Hakikat Pembelajaran Dalam proses belajar siswa di kelas, guru bertanggung jawab atas kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Dimyati dan Mudijono (1999: 297) dalam Sagala (2009: 62) mendefinisikan “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Sagala (2009: 64) menambahkan bahwa “pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu siswa dalam 11 mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu prosedur yang sistematis melalui tahapan rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi”. Hal terpenting dalam sebuah proses pembelajaran adalah siswa mampu memaknai dengan benar, tidak hanya secara pengetahuan, melainkan juga sikap dan ketrampilan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha sadar dari pengajar untuk membuat siswa belajar yaitu dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik dalam waktu yang relatif lama. Hal yang penting dalam mengajar adalah bagaimana siswa dapat mempelajari materi sesuai tujuan. Usaha yang dilakukan guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa belajar. c. Pembelajaran Fisika Pembelajaran fisika adalah pembelajaran yang tidak mengabaikan hakikat Fisika sebagai sains. Hakikat sains yang dimaksud meliputi produk, proses, dan sikap ilmiah. Pembelajaran fisika seharusnya dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa sehingga menambah kemampuan dalam mengkonstruksi, memahami, dan menerapkan konsep yang telah dipelajari. Dengan demikian, siswa akan terlatih menemukan sendiri berbagai konsep secara holistik, bermakna, otentik serta aplikatif untuk kepentingan pemecahan masalah. 2. Pendekatan Saintifik (Sciencetific Approach) a. Pengertian Pendekatan Saintifik Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pendekatan adalah: 1) Proses, perbuatan, cara mendekati 2) Usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan. Menurut M. Hosnan (2014: 32) mengatakan bahwa pengertian pendekatan pembelajaran yaitu : 12 1) Perspektif (sudut pandang; pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran. 2) Suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran. 3) Sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umu, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi kemudian dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasanintelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode saintifik. 13 Sehingga, pendekatan saintifik yang dimaksudkan disini untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal darimana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Menurut M. Hosnan (2014: 36) pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut, 1) Berpusat pada siswa 2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip. 3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa 4) Dapat mengembangkan karakter siswa Pada pendekatan saintifik atau ilmiah ini, untuk proses pembelajarannya menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill), yaitu: 1) Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peseta didik “tahu mengapa”. 2) Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peseta didik “tahu bagaimana”. 3) Ranah sikap pengetahuan transformasi substansi atau materi ajar agar peseta didik “tahu apa”. 4) Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 14 5) Hasil belajar peserta didik melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang teriintegrasi. b. Langkah-langkah Umum pendekatan Saintifik Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2.1. Kegiatan Pembelajaran menurut M. Hosnan (214: 39) Kegiatan Aktivitas Belajar Mengamati (observing) Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat). Menanya (questioning) Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan, mandiri (menjadi suatu kebiasaan). Pengumpulan data Menentukan data yang diperlukan dari (experimenting) pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen). Mengasosiasi (associating) Menganalisis data dalam membuat kategori, menentukan hubungan data/ kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-unistructuremultistructure-complicated structure. Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya. Pada proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nialai-nilai atau sifat non-ilmiah. Langkah-langkah umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik yaitu: 15 Observing (mengamati) Experimenting (mengumpulkan data) Questioning (menanya) Associating (menalar) Networking (mengkomu -nikasikan) Gambar 2.1. Langkah-langkah Umum Pembelajaran Saintifik (Sumber: M. Hosnan (2014: 77)) 1) Mengamati (Observing) Kegiatan pertama pada pendekatan ilimah (scientific approach) adalah pada langkah pembelajaran/ observing. Metode observasi adalah salah satu strategi pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dan media asli dalam rangka membelajarkan siswa yang mengutamakan kebermaknaan proses belajar. Dengan metode observasi, siswa akan merasa tertantang mengeksplorasi rasa keingintahuannya tentang fenomena dan rahasia alam yang senantiasa menantang. 2) Menanya (Questioning) Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. 3) Mengumpulkan informasi (Experimenting) Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. 16 Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen yaitu: a) Persiapan (1) Menetapkan tujuan eksperimen (2) Mempersiapkan alat atau bahan (3) Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat atau bahan yang tersedia (4) Mempertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari resiko yang mungkin timbul b) Pelaksanaan (1) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan (2) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran. c) Tindak lanjut (1) Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru (2) Guru memerksa hasil eksperimen peserta didik (3) Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen (4) Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen 4) Menalar (Associating) Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat 17 menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. 5) Mengkomunikasikan (Networking) Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Berdasarkan Permendikbud No 65 Tahun 2003 menyatakan kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu: a) Pendahuluan Dalam kehiatan pendahuluan, guru bertugas yaitu: (1) Menyiapkan psikis dan fisik peserta didik untuk mengikuti pembelajaran (2) Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai dengan materi pembelajaran (3) Mengajukan pertanyaan tentang konsep materi yang akan diajarkan (4) Menjelaskan tujuan pembelajaran (5) Menyampaiakan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus b) Kegiatan inti 18 Kegiatan inti ini merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogam yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan ini dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. c) Penutup Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan siswa melakukan refleksi untuk mengevaluasi hasil pembelajaran. Langkah-langkah kegiatan penutup yaitu: (1) Guru bersama dengan siswa menemukan manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan (2) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (3) Melakukan kegiatan tindak lanjut (4) Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya 3. Metode Pembelajaran Menurut Muhibbin Syah dalam Paizaluddin, dkk (2012:213) mengatakan bahwa “Metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsepkonsep secara sistematis. Dalam dunia psikologi, metode berarti prosedur matematis (tata cara yang berurutan) yang biasa digunakan untuk menyelididki fenomena (gejala-gejala) kejiwaan seperti metode klinik, metode eksperimen dan sebagainya”. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah kegiatan atau cara untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep yang tersusun secara sistematis dalam mencapai tujuan tertentu. 19 Untuk menyatakan metode baik atau tidak, maka seorang guru harus pandai dalam memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses pembelajaran. Ketepatan menggunakan metode pembelajaran sangat tergantung pada tujuan, isi proses belajar mengajar, dan sebagainya. a. Metode Eksperimen Karena kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka segala sesuatu memerlukan eksperimentasi. Begitu juga dalam cara mengajar guru di kelas dapat digunakan metode eksperimen. Roestiyah N.K. (2001: 1), mengemukakan “yang dimaksud dengan metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikann di kelas dan dievaluasi oleh guru”. Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, siswa dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah menemukan (scientific bukti thingking). kebenaran dari Dengan teori eksperimen, sesuatu yang siswa sedang dipelajarinya. Rini Budiharti (2000: 27) mengemukakan pula bahwa “Tujuan eksperimen hendaknya tidak hanya membuktikan kebenaran suatu prinsip atau hukum yang telah diajarkan, melainkan juga melihat apa yang terjadi dan baru kemudian membandingkannya dengan teori. Bahkan kalau mungkin eksperimentasi diarahkan pada penemuan sesuatu yang baru. Selain itu, juga sebaliknya eksperimen tidak dilakukan setelah dijelaskan, melainkan diskusi atau pembicaraan diberikan setelah eksperimen selesai”. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah suatu cara mengajar yang menggunakan suatu percobaan tertentu terhadap suatu konsep atau teori dengan cara mengamati, menuliskan hasil percobaan dan mengevaluasi kebenaran 20 konsep atau teori sehingga siswa dapat menerima atau menolak konsep tersebut berdasarkan hasil percobaan. Menurut Rini Budiharti (2001: 35), kelebihan dan kelemahan dari metode ini adalah: Kelebihan dari metode eksperimen yaitu, 1) Siswa dapat terlibat langsung didalamnya sehingga mereka merasa ikut menemukan sesuatu serta mendapatkan pengalaman-pengalamanbaru dalam hidupnya. 2) Mendorong siswa untuk menggunakan metode ilmiah dalam melakukan sesuatu. 3) Menambah minat belajar Sedangkan kelemahan dari metode eksperimen ini yaitu: 1) Guru dituntut tidak hanya menguasai teorinya saja, tetapi juga harus menguasai keterampilan yang lain yang menyangkut berlangsungnya eksperimen secara baik. 2) Dibutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan metode lain. 3) Dibutuhkan alat yang relatif banyak, sehingga masing-masing siswa mendapatkannya. 4) Dibutuhkan sarana yang lebih memenuhi syarat baik keamanan maupun kebaikan. Metode eksperimen biasanya dilakukan dengan cara siswa dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok kecil. Mereka diberi materi yang akan dipelajari secara bersama-sama (tanpa ada pembagian) melalui percobaan. Selanjutnya mereka melaporkan hasil baik secara tertulis maupun lisan. b. Metode Diskusi Menurut Paizaluddin, dkk (2012: 215), metode diskusi merupakan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Dalam diskusi ini, proses belajar mengajar terjadi dimana interaksi dua tau lebih individu yang terlibat, saling tukar-menukar pengalamn, informasi, memecahkan masalah dapat terjadi juga semuanya aktif, tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Suryobroto (2002: 179) menyatakan bahwa metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok) siswa untuk 21 mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau penyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Menurut Sudjana (2005: 76) menyatakan bahwa teknik pembentukan kelompok kecil bertujuan untuk membina keakraban dan keterbukaan dalam memilih teman-teman berkelompok. Teknik ini dilakukan untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang jumlah anggotanya terbatas antara 4-5 orang secara heterogen. Pendapat lain menyatakan bahwa diskusi kelompok ialah pembicaraan melalui tatap muka yang direncanakan diantara dua peserta didik atau lebih tentang pokok atau topik bahasan tertentu, dan dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi. Pembicaraan itu mengungkap pikiran, gagasan atau pendapat tentang topik yang dibahas. Topik itu dapat berupa bahan yang berhubungan dengan tugas, rumusan atau konsep tentang sesuatu gagasan, atau pemecahan suatu masalah (Sudjana, 2005:99). Menurut Suryobroto (2002:181) langkah-langkah penggunaan metode diskusi kelompok kecil yaitu: (1) Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya; (2) Dengan pimpinan guru para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi (Ketua, Sekretaris (pencatat), pelapor(kalau perlu), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana dan sebagainya); (3) Para siswa berdiskusi di dalam kelompoknya masing-masing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain (kalau ada lebih dari satu kelompok) menjaga ketertiban serta memberikan dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok aktif dan diskusi berjalan lancar; (4) Kemudian tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasilhasilnya yang dilaporkan itu ditanggapi oleh semua siswa (terutama kelompok lain); (5) Akhirnya para siswa mencatat hasil (hasil-hasil) diskusi, dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok sesudah para siswa mencatatnya untuk “file” kelas. Kelebihan dan kekurangan metode diskusi menurut Wina Sanjaya (2008: 154-156) yaitu : Kelebihan dari metode diskusi: 22 1) Dapat merangsang untuk lebih kreatif dalam memberikan gagasan-gagasan atau ide-ide. 2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan 3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Kekurangan metode diskusi yaitu: 1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi sikuasai oleh 2-3 orang yang memiliki keterampilan berbicara 2) Kadang pembahasan dalam diskusi meluas sehingga kesimpulan menjadi kabur 3) Memerlukan waktu yang cukup panjang yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan. 4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional dan tidak terkontrol. 4. Prestasi Belajar Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Menurut Zainal Arifin (1990: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie”. Prestatie dalam bahasan Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Hasil belajar seorang siswa dapat ditunjukkan dari prestasi yang dicapainya. Sutratinah Tirtinegoro (2001: 43), “Prestasi belajar adalah adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam perode tertentu”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah suatu hasil atau bukti dari usaha optimal yang telah dilakukan sehingga dapat menunjukkan tingkat keberhasilan yamg dicapai seseorang. Prestasi belajar mencakup tiga aspek penilaian yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Berikut ini akan dijelaskan aspek kognitif sebagai prestasi belajar siswa yang akan diukur oleh peneliti dalam penelitian ini: a. Kemampuan Kognitif Para ahli psikologi kognitif berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu didasari oleh kognisi, yaitu kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Menurut Sudijono (2008: 49) “ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak)”. Sementara itu 23 Sudaryono (2012: 43) mendefinisikan bahwa “kemampuan kognitif mencakup kegiatan otak, yang artinya segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk ke dalam kemampuan kognitif”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan seseorang dalam memproses satu atau lebih informasi, yang mana proses dalam hal ini menyangkut tentang pemahaman orang tersebut terhadap informasi yang diperolehnya. Kemampuan kognitif menjadi sangat penting dalam hal pemecahan masalah, karena jika dalam pemecahan masalah tersebut seseorang memiliki kemampuan kognitif yang baik, dia akan dengan cepat menemukan inti masalah itu dan menginterpretasikan serta mencari jalan keluarnya. Klasifikasi kemampuan kognitif menurut Bloom dalam Sudjana (2009: 23-29) adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan (C1) Kemampuan kognitif ini mencakup ingatan siswa akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat meliputi fakta, kaidah, dan prinsip yang diketahui. b. Pemahaman (C2) Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk memahami apa yang mereka ketahui atau kenali. Pemahaman dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: (1) pemahaman terjemahan, (2) pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, dan (3) ekstrapolasi, diharapkan seseorang dapat membuat ramalan tentang konsekuensi masalahnya. c. Penerapan (C3) Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk menerapkan atau menggunakan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. d. Analisis (C4) Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa dalam memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya dan atau susunannya. e. Sintesis (C5) Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru meliputi menggabungkan berbagai informasi menjadi suatu kesimpulan atau konsep atau penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk yang menyeluruh. f. Evaluasi (C6) Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal 24 bersama pertanggungjawaban pendapat tersebut yang kriteria tertentu, kemampuan ini dinyatakan dalam penilaian terhadap sesuatu. Dalam mengembangkan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis sehingga akan mempertinggi mutu evaluasi. berdasarkan memberikan kemampuan dan sistesis Lebih lanjut untuk perumusan tujuan evaluasi belajar, Bloom (1979) mengklasifikaskan jenjang proses berpikir dalam ranah kognitif seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. menyatakan bahwa tiap-tiap jenjang memiliki tingkat kemampuan dan batasan yang berbeda. Penjelasan tersebut menjadi landasan dalam menyusun instrumen tes supaya dapat sesuai dengan tingkatan belajar siswa. Tabel 2.2. Klasifikasi Jenjang Proses Berpikir Ranah Kognitif Tingkatan belajar Ciri-cirinya 1. Pengetahuan a. Jenjang belajar terendah. b. Kemampuan mengingat fakta-fakta. c. Kemampuan menghafalkan rumus, definisi, prinsip, dan prosedur. d. Dapat mendeskripsikan. 2. Pemahaman a. Mampu menerjemahkan (pemahaman menerjemahkan). b. Mampu menafsirkan, mendeskripsikan secara verbal. c. Pemahaman ekstrapolasi. d. Mampu membuat estimasi. 3. Penerapan a. Kemampuan menerapkan materi pelajaran dalam situasi baru. b. Kemampuan menetapkan prinsip atau generalisasi pada situasi baru. c. Dapat menyusun problema-problema sehingga dapat menetapkan generalisasi. d. Dapat mengenali hal-hal yang menyimpang dari prinsip dan generalisasi. e. Dapat mengenali fenomena baru dari prinsip dan generalisasi. f. Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi. g. Dapat menentukan tindakan tertentu berdasarkan prinsip dan generalisasi. h. Dapat menjelaskan alasan penggunaan prinsip dan generalisasi. 4. Analisis a. Dapat memisah-misahkan suatu prinsip menjadi unsur-unsur, menghubungkan antarunsur dan 25 mengorganisasikan prinsip-prinsip. Dapat mengklasifikasikan prinsip-prinsip. Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu. Meramalkan kualitas/kondisi. Mengetengahkan pola tata hubungan, atau sebabakibat. f. Mengenal pola dan prinsip-prinsip organisasi materi yang dihadapi. g. Meramalkan dasar sudut pandangan kerangka acuan dari materi. 5. Sintesis a. Menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi satu keseluruhan. b. Dapat menemukan hubungan yang unik. c. Dapat merencanakan langkah yang konkrit. d. Dapat mengabstraksikan suatu gejala, hipotesis hasil penelitian, dan sebagainya. 6. Analisis a. Dapat menggunakan kriteria internal, dan kriteria eksternal. b. Evaluasi tentang ketetapan suatu karya dokumen (kriteria internal). c. Evaluasi tentang keajegan dalam memberikan argumentasi (kriteria internal). d. Menentukan nilai/sudut pandang yang dipakai dalam mengambil keputusan (kriteria internal). e. Membandingkan karya-karya yang relevan (eksternal). f. Mengevaluasi suatu karya dengan kriteria eksternal. g. Membandingkan sejumlah karya dengan sejumlah kriteria eksternal. Sumber : Benjamin S. Bloom (1979) dalam Arikunto (1996 : 28) b. c. d. e. Dalam pembelajaran, untuk mengetahui kemampuan siswa berdasarkan ranah kognitif dapat diketahui dengan diadakannya tes. Sudijono (2008: 67) menyatakan : Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee (peserta tes), sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee; nilai yang dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. 26 Berdasarkan pernyataan di atas, secara ringkas tes dapat didefinisikan sebagai suatu alat atau prosedur secara sistematis untuk mengukur kemampuan siswa. 5. Motivasi Belajar a. Pengertian Tentang Motivasi Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandain dengan timbulnya perasaan dan reaksi-reaksi untuk mencapau tujuan (Hamalik, 2001). Menurut MC Donald dalam Sardiman (2011), motivasi merupakan perubahan energy yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila merasa ada suatu kebutuhan. Memberikan motivasi kepada seorang siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 2011). Baharuddin (2008) berpendapat motivasi belajar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan belajar siswa. Berarti segala kegiatan belajar yang dilakukan siswa didorong oleh motivasi belajar. Tanpa adanya motivasi belajar yang kuat dari dalam diri siswa maka tidak akan terjadi proses belajar yang baik karena proses belajar itu memerlukan suatu usaha untuk mengolah bahan ajar. Sedangkan motivasi belajar menurut Sardiman (2001: 88) motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegaiatn belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2008: 23) mejelaskan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang disertai beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Berdasarkan uraian di atas dapat sisimpulkan bahwa motivasi mengawali terjadinya perubahan energi yang ditandai dengan munculnya feeling dan dorongan baik internal maupun eksternal untuk melakukan suatu tindakan atau unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. 27 Motivasi mempunyai peranan besar dalam keberhasilan individu dalam belajar. Guru sebagai motor penggerak atau pembangkit motivasi belajar. Tugas guru sebagai pembangkit motivasi belajar, terutama motivasi untuk memperkaya diri sendiri. Peran motivasi dalam kegiatan belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 85) adalah : 1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil belajar. 2) Menginformasikan kekuatan usaha belajar. 3) Mengarahkan kegiatan belajar. 4) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja. Sehingga dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan dorongan diri dalam diri pribadi untuk melaksanakan usaha yang menjelaskan awal, arah, dan intensitas dalam rangka perubahan perilaku, baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. b. Jenis Motivasi Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seorang siswa melakukan kegiatan belajar yang bisa berasal dari dalam diirnya atau dari luar dirinya. Yamin (2008: 108) menggolongkan jenis motivasi belajar menjadi motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik. 1) Motivasi ekstrinsik merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang yang tidak secara langsung berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri. Sebagai contoh seorang siswa belajar karena ada rangsangan dari guru misalnya memberikan dorongan, arahan, hadiah, dan sejenisnya. Sehingga motivasi belajar ekstrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar individu. 2) Motivasi instrinsik merupakan kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya belajar karena ingin menjadi professor, belajar untuk 28 mengetahui mekanisme sesuatu berdasarkan hukum dan rumus, atau ingin menjadi seseorang yang ahli ilmu pengetahuan. Menurut Hany (2012) ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan guru dalam mengelola aktivitas di kelas agar menjadi efektif, yaitu sebagai berikut: 1) Menunjukkan seberapa jauh guru mengikuti aktivitas yang sedang berlangsung 2) Mengatasi situasi tumpang tindih secara efektif 3) Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran 4) Melibatkan murid dalam aktivitas menantang 5) Menunjukkan sikap tangkap 6) Membagi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung pada waktu yang sama 7) Memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan 8) Memberi petunjuk yang jelas saat pembelajaran dalam memberikan tugas, percobaan ataupun diskusi 9) Menegur siswa yang menganggu c. Ciri-Ciri Motivasi Menurut Sardiman (2011) motivasi yang ada pada diri setiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai) 2) Ulet menghadapi kesulitan, tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya 3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah 4) Lebih senang bekerja mandiri 5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin 6) Dapat mempertahankan pendapatnya 7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini 8) Senang mencari dan memecahkan masalah 29 Menurut Hastuti (2013), siswa yang memiliki ciri-ciri berikut berarti siswa tersebut memiliki motivasi yang baik, yaitu: 1) Siswa aktif dalam memperhatikan penjelasan guru 2) Siswa aktif bertanya tentang materi yang belum jelas 3) Siswa aktif dalam menyampaikan pendapat 4) Siswa tekun dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru 5) Siswa mampu mempertahankan pendapatnya d. Teknik-Teknik Motivasi Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Sardiman (2011) membaginya menjadi beberapa bentuk, yaitu: 1) Memberi angka karena angka yang baik akan memberi motivasi yang sangat kuat. 2) Hadiah dapat dikatakan sebagai motivasi, namun tidak selalu seperti itu. 3) Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai penumbuh motivasi 4) Ego-involvement dapat menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerima sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri. 5) Memberi ulangan namun diupayakan tidak terlalu sering karena bersifat membosankan dan rutinitas 6) Berusaha agar siswa mengetahui hasil atas suatu pekerjaannya 7) Pujian 8) Hukuman yang diberikan secara bijaksana 9) Hasrat untuk belajar 10) Minat Teknik-teknik motivasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu memberi angka, adanya kompetisi, memberi ulangan, mengetahui hasil dan memberikan pujian. e. Fungsi motivasi Motivasi belajar diperlukan untuk mendukung kegiatan belajar siswa. Hana dan Cucu (2009: 28) mengemukakan secara lebih spesifik fungsi motivasi belajar sebagai berikut : 1) Motivasi merupakan alat pendorong perilaku belajar peserta didik. 2) Motivasi merupakan alat untuk mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. 30 3) Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. 4) Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran lebih bermakna. 6. Materi Alat-Alat Optik Kacamata, lup, mikroskop dan teropong merupakan alat-alat yang menggunakan sifat-sifat cahaya untuk membantu penglihatan mata dan dikenal sebagai alat-alat optik. Komponen-komponen yang ada pada alat optik adalah cermin lengkung dan lensa. a. Spion dan Kaca Reflektor sebagai Aplikasi Cermin Lengkung Cermin lengkung merupakan bagian dari permukaan sebuah bola yang berongga seperti tampak dalam Gambar 2.2. Jika cahaya dipantulkan dari sisi dalam bola, maka cermin disebut cermin cekung yang bisa diaplikasikan melalui teropong pantul dan kaca reflektor. Gambar 2.2 Cermin Lengkung Sebagai Bagian dari Bola (Sumber : Setya Nurachamandani (2009 :130)) Sebaliknya, jika cahaya dipantulkan dari sisi luar bola, maka cermin disebut cermin cembung dengan penggunaannya ada kaca spion dana kaca pengintai di tikungan jalan yang menanjak. 1) Cermin Cekung pada Kaca Reflektor Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi yang paling sering kita lihat pada cermin cekung adalah pada lampu senter. Di mana dalam lampu senter terdapat sebuah alat yang berbentuk cekung yang namanya reflektor yang fungsinya agar sinar yang keluar pada 31 lampu senter menjadi terkumpul atau tidak terpencar. Cermin cekung bersifat konvergen, yaitu bersifat mengumpulkan sinar. Gambar 2.3 Kaca Reflektor yang menggunakan prinsip cermin cekung (Sumber : www.ocrare.com) Pada cermin cekung ini mempunyai daerah yang dapat dibagi menjadi ruang-ruang di sekitar cermin ini juga dibagi menjadi daerah di depan cermin bersifat nyata dan di belakang cermin bersifat maya. Selain itu, daerah disekitar cermin cekung juga dapat dibagi lagi menjadi empat ruang. Perhatikan pembagian ruang ini pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Pembagian ruang pada cermin cekung Pembagian ruang pada cermin cekung itu dibatasi oleh cermin (titik O), titik P (titik pusat kelengkungan) dan titik F (titik fokus). Jarak OF sama dengan FP sehingga berlaku hubungan: …………………………………(2.1) Keterangan : f = Jarak focus (cm) 32 R = Jari-jari kelengkungan cermin (cm) Dari semua cara yang mungkin untuk melukiskan sinar yang berasal dari sebuah benda menuju sebuah cermin, hanya ada 3 yang utama dan berguna untuk menentukan lokasi bayangan yaitu, (a) Sinar yang melalui pusat kelengkungan cermin akan dipantulkan melalui pusat kelengkungan itu lagi. (b) Sinar yang sejajar sumbu utama akan dipantulkan melalui fokus utama. (c) Sinar yang melalui fokus utama akan dipantulkan sejajar sumbu utama. f f (a) (b) f (c) Gambar 2.5 Tiga Jenis Sinar yang Diperlukan untuk Menentukan Lokasi Bayangan yang Terbentuk pada Cermin Cekung Selain secara geometri, letak dan sifat bayangan benda dapat ditentukan secara perhitungan. Pada gambar di bawah digambarkan dua berkas cahaya yakni P’BFQ’ dan P’AQ’. Berkas cahaya P’AQ’ memenuhi hukum pemantulan cahaya karenanya segitiga P’AP serupa dengan Q’AQ. Dengan demikian : ……………………………… (2.2) 33 Gambar 2.6 Prinsip Kesebangunan untuk Menurunkan Rumus Umum Cermin Pada berkas cahaya P’BFQ’, segitiga BFA serupa dengan QFQ’ di mana jarak AB = tinggi benda (h) dan jarak FA = panjang fokus (f) cermin cekung. Dengan demikian : …………...…….…..…(2.3) Ruas kiri dan ruas kanan persamaan (2.2) dan (2.3) sama, karenanya ruas kanan disamakan : ……………...……..…(2.4) Dari persamaan (2.3) dikalikan , maka ………………………...(2.5) Dengan, 34 = Jarak fokus cermin, dengan R adalah jari-jari kelengkungan s = Jarak benda ke cermin (cm) = Jarak bayangan ke cermin (cm) Pendekatan yang dilakukan untuk penurunan rumus di atas, pada persamaan (2.5) berlaku untuk sinar-sinar paraksial, artinya sinar-sinar yang dekat dengan sumbu utama. Persamaan (2.5) ini dapat diterapkan untuk cermin cekung dan cermin cembung. Namun, dalam perhitungan harus diperhatikan perjanjian tanda berikut, bertanda + jika benda terletak didepan cermin (benda nyata) s bertanda – jika benda terletak dibelakang cermin (benda maya) s’ bertanda + jika bayangan terletak didepan cermin (bayangan nyata) s’ bertanda – jika bayangan terletak dibelakang cermin (bayangan maya) f dan R bertanda + untuk cermin cekung f dan R bertanda – untuk cermin cembung Perbesaran yang dihasilkan dari bayangan oleh cermin dapat menjadi lebih besar atau lebih kecil. Perbesaran linear didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan dengan tinggi benda. Secara matematis dituliskan, | | ………………………………………….(2.6) 2) Cermin Cembung pada Kaca Spion Cermin cembung adalah bagian dari sebuah bola yang memantulkan sinar dari bagian luar bola. Cermin cembung bersifat divergen, yaitu bersifat memencarkan sinar. Cermin cembung ini diaplikasikan pada kaca spion, kaca pengintai di toko dan pinggiran jalan yang menikung saat tanjakan. Berkas sinar sejajar sumbu utama dipantulkan berpencar. Mengacu pada argumen yang sama dengan pemantulan pada cermin cekung, maka dapat dirumuskan aturan pelukisan diagram sinar untuk cermin cembung sebagai berikut: 35 (1) sinar datang yang paralel dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus (Gambar 2.7a), (2) sinar datang yang menuju titik fokus dipantulkan paralel dengan sumbu utama (Gambar 2.7b), (3) sinar datang yang menuju pusat kelengkungan dipantulkan melalui lintasan yang sama (Gambar 2.7c). (a) (b) (c) Gambar 2.7 Tiga Jenis Sinar Istimewa pada Cermin Cembung Rumus-rumus yang berlaku pada cermin cekung serta perjanjian tandanya berlaku juga untuk cermin cembung. b. Cacat Mata dan Kaca Mata Mata merupakan indra penglihatan dan merupakan organ yang dapat menangkap perubahan dan perbedaan cahaya. Organ ini bekerja dengan cara menerima, memfokuskan, dan mentransmisikan cahaya melalui lensa untuk menghasilkan bayangan objek yang dilihatnya. Lensa mata ini memiliki sifat yang dapat berubah-ubah. Kemampuan mata untuk mengubah ketebalan lensa ini disebut daya akomodasi. Lensa mata akan menipis saat melihat benda jauh dan keadaan paling tipis disebut akomodasi minimum. Dan saat melihat benda dekat, lensa mata akan menebal hingga paling tebal disebut akomodasi maksimum. Mata normal berakomodasi maksimum saat melihat benda pada jarak terdekat 25 cm dan berakomodasi minimum saat melihat benda di jauh tak hingga. Jarak terdekat yang dapat dilihat mata disebut titik dekat (Punctum Proximum = PP) dan jarak terjauh yang dapat dilihat disebut titik jauh (Punctum Remotum = PR). Mata yang sifatnya tidak normal dinamakan mata rabun. Mata yang rabun ini berarti lensa matanya tidak dapat berakomodasi secara 36 normal. Keadaan mata yang tidak normal dapat dibantu dengan alat yang kita kenal kaca mata. Daya kaca mata yang dibutuhkan memenuhi persamaan, ………………………………... (2.7) s adalah jarak benda yang diharapkan untuk dapat dilihat. Sedangkan s’ adalah bayangan oleh lensa yang harus bersifat maya sehingga bernilai negatif. Mata rabun ada tiga jenis yaitu rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh (miopi) dan presbiopi. 1) Hipermetropi Hipermetropi atau rabun dekat disebut juga mata jauh karena hanya dapat melihat jelas benda-benda yang jauh. Mata ini tidak dapat berakomodasi maksimum secara normal berarti titik dekatnya lebih besar dari 25 cm (PP > 25 cm). Karena sifat di atas maka setiap melihat benda pada titik baca normal (25 cm) bayangannya akan berada di belakang retina. Untuk mengatasinya diperlukan lensa positif. Sehingga untuk kekuatan lensa positif yang digunakannya yaitu, ………………………... (2.8) Dengan P adalah kekuatan lensa dalam satuan dioptri, dan besarnya f = . 2) Miopi Miopi atau rabuh jauh disebut juga mata dekat karena hanya dapat melihat jelas benda-benda yang dekat. Mata ini tidak dapat berakomodasi minimum secara normal. Titik jauh matanya kurang dari jauh tak hingga (PR < ~). Dan titik dekatnya yaitu PP < 25 cm. Karena sifat di atas maka mata miopi yang digunakan untuk melihat benda jauh tak hingga akan membentuk bayangan di depan retina. Untuk melihat benda jauh tak hingga maka mata ini dapat dibantu dengan kacamata lensa negatif. Lihat Gambar 2.9. 37 Gambar 2.8 Lensa Negatif pada Rabun Jauh (Sumber : Sri Handayani (2009 : 129) Sesuai dengan prinsip lensa cekung atau lensa negatif yang digunakan untuk membantu penderita rabun jauh, maka besar kekuatan lensa cekung ini dapat dituliskan, ………………………….... (2.9) 3) Presbiopi Presbiopi disebut juga mata tua yaitu mata yang titik dekat dan titik jauhnya telah berubah. Titik dekatnya menjauh dan titik jauhnya mendekat. Berarti mata presbiopi tidak bisa melihat benda dekat maupun jauh dengan jelas. Mata yang memiliki sifat seperti ini mengalami miopi maupun hipermetropi. Cara menanganinya adalah menggunakan kaca mata rangkap. Dari penjelasan di atas dapat dituliskan sifat-sifat mata presbiopi sebagai berikut. a) PP > 25 cm b) PR < ~ c) tidak bisa melihat benda jauh maupun dekat d) penyelesaiannya merupakan gabungan miopi dan hipermetropi c. Lup sebagai Aplikasi Lensa Cembung Lup atau kaca pembesar adalah alat optik yang terdiri dari sebuah lensa cembung. Umumnya lup digunakan untuk melihat angka-angka yang sangat kecil seperti pada Gambar 2.9 dan banyak digunakan oleh tukang arloji untuk melihat komponen yang sangat kecil. 38 Gambar 2.9 Kaca Pembesar (Sumber : www.ocrare.com) Lensa cembung (konveks) memiliki bagian tengah yang lebih tebal daripada bagian tepinya. Lensa ini bersifat mengumpulkan sinar sehingga disebut juga lensa konvergen. Gambar 2.10 Lensa Cembung Bersifat Konvergen ( Sumber : Setya Nurachamandani (2009 : 135)) Sama halnya seperti pada cermin, ada 3 sinar istimewa pada lensa cembung, yaitu Sinar yang sejajar dengan sumbu utama akan dibiaskan melalui titik fokus. Sinar datang melalui titik fokus akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama. Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak akan dibiaskan tetapi diteruskan. Persamaan yang digunakan pada lensa tipis yaitu, ( )( ) ………………………………….(2.10) 39 Untuk benda yang terletak di jauh tak terhingga (s = ~), bayangan terjadi di titik fokus (s’= f). Substitusi nilai tersebut ke dalam Persamaan (2.10) menghasilkan, ( )( )……………………………………….(2.11) Dengan menggabungkan Persamaan (2.9) dan (2.10) kita akan mendapatkan rumus lensa tipis sebagai, ……………………………………………………(2.12) Seperti halnya cermin lengkung, perbesaran linear didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan (panjang bayangan) dengan tinggi benda dan memenuhi hubungan berikut. | |…………………………...……………………..(2.13) dengan, M = perbesaran linear h = tinggi benda (cm) = tinggi bayangan (cm) Rumus-rumus lensa di atas berlaku umum baik untuk lensa cembung maupun untuk lensa cekung. Akan tetapi dalam penggunaannya harus mengikuti perjanjian tanda berikut. f bertanda + untuk lensa cembung R bertanda + untuk permukaan lensa yang cembung Besaran untuk menyatakan kuat lensa (diberi lambang P) didefinisikan sebagai kebalikan jarak fokus (f). Secara matematis dituliskan, ………………………………………………………(2.14) dengan; P = kuat lensa (dioptri), dan f = jarak fokus (meter). Pada lup, ukuran angular jika kita melihat benda dengan menggunakan lup adalah lebih besar daripada ukuran angular jika kita melihatnya langsung dengan mata. Oleh karena itu, lup memiliki perbesar 40 angular yang dapat ditinjau saat mata berakomodasi maksimum dan tidak berakomodasi. 1) Pemakaian Lup dengan Mata Berakomodasi Maksimum Pengamatan akomodasi maksimum dengan lup berarti bayangan oleh lensa lup harus berada pada titik dekat mata. Untuk mata normal dan berakomodasi maksimum, bayangan yang terbentuk berada pada jarak baca normal (PP) yaitu 25 cm. Oleh karena itu, perbesaran bayangan pada lup dapat dituliskan, ……………………(2.15) Untuk mata berakomodasi maksimum s' = -25 cm (tanda negatif (-) menunjukkan bayangan di depan lensa). Dan benda harus diletakkan dari lup sejauh s. Rumus pemakaian lup dengn mata berakomodasi maksimum disini yaitu, Karena PP = 25, maka .................................(2.16) 2) Pemakaian Lup dengan Mata Tak Berakomodasi Perbesaran anguler atau daya perbesaran (M) dari lensa didefinisikan sebagai perbandingan sudut yang dibentuk oleh benda ketika menggunakan lensa dengan sudut yang dibentuk ketika mata tanpa bantuan lensa, dengan benda pada titik dekat. Titik dekat normal di sini selalu Sn atau bisa juga dituliskan dengan PP dari mata (PP = 25 cm untuk mata normal). Untuk mata tak berakomodasi, bayangan terbentuk di tak terhingga (s' = ~), sehingga perbesaran bayangan yang dibentuk lup untuk mata tak berakomodasi dirumuskan: 41 M …….................(2.17) dengan : M = perbesaran anguler Sn = jarak baca normal f = jarak fokus lup d. Mikroskop Mikroskop merupakan alat optik untuk melihat benda-benda renik seperti amoeba, sel atau bakteri. Mikroskop tersusun dari dua lensa positif. Lensa yang dekat benda dinamakan lensa objektif (fob) dan lensa yang dekat mata dinamakan lensa okuler (fok). Benda ditempatkan di ruang kedua lensa objektif sehingga bayangannya bersifat nyata, terbalik diperbesar. Kemudian bayangan oleh lensa objektif diteruskan pada lensa okuler. Lensa okuler mikroskop bertindak sebagai lup berarti bayangannya adalah maya, diperbesar, dan terbalik terhadap arah benda semula. Gambar 2.11 Pembentukan bayangan pada mikroskop (Sumber : Sri Handayani (2009 : 135)) Bayangan akhir oleh mikroskop adalah maya, terbalik, diperbesar. Karena untuk melihat benda renik maka hal utama yang perlu 42 diperhatikan pada mikroskop adalah perbesarannya. Perbesaran total mikroskop merupakan perkalian dari perbesaran kedua lensanya. ……………….……..……(2.18) …………………………(2.19) Sedangkan, Karena lensa objektif bersifat seperti lup maka pengamatan dengan mikroskop juga memiliki dua jenis akomodasi utama. 1) Pemakaian Mikroskop dengan Mata Berakomodasi Maksimum Pengamatan dengan akomodasi maksimum bisa terjadi jika jarak bayangan oleh lensa okuler jatuh pada titik dekat mata. Untuk mata normal memenuhi atau cm. Pada perbesaran oleh mikroskop, lensa objektif bersifat seperti lensa positif biasa, sedangkan lensa okuler seperti lup. Dan perbesaran anguler Mok untuk mata berakomodasi maksimum adalah, ………………………………….……(2.20) Atau, Berarti setiap analisanya perlu memperhatikan sifat-sifat lensa dan lup. Sedangkan jarak antara lensa pada lup dapat memenuhi: ……………………………(2.21) Sehingga, | dengan : d | ………....(2.22) = jarak antar lensa Sob’ = jarak bayangan oleh lensa objektif Sok = jarak benda lensa okuler 2) Pemakaian Mikroskop dengan Mata Tak Berakomodasi Pada mikroskop, lensa okuler memperbesar bayangan yang dibentuk oleh objektif, perbesaran anguler total M adalah hasil kali antara perbesaran lateral lensa objektif Mob dengan perbesaran anguler Mok dari lensa okuler. Dan perbesaran anguler Mok untuk mata tak berakomodasi adalah, 43 …………………………...…(2.23) Sehingga perbesaran untuk mata tidak berakomodasi diperoleh persamaan: Atau dapat dituliskan, | | ………..……………(2.24) = ………..……….….…(2.25) Pengamatan dengan akomodasi minimum bisa terjadi jika bayangan lensa okuler di jauh tak hingga (Sok’ = ~) berarti jarak benda memenuhi : Sok = fok. Untuk pengamatan mikroskop tidak berakomodasi, bayangan objektif harus jatuh di titik fokus okuler, sehingga panjang mikroskop d dinyatakan oleh, …………………………..(2.26) Dengan adalah jarak bayangan lensa objektif dan jarak benda terhadap lensa okuler. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas X.2 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar saat pembelajaran Fisika, ditemukan fenomena pelajaran fisika tidak diajarkan sesuai dengan hakikat fisika. Pengajar hanya mengajar dengan metode ceramah atau konvensional hal ini yang mengakibatkan motivasi dan hasil belajar siswa yang rendah. Hal ini juga ditunjukkan oleh beberapa permasalahan yang ditemukan, antara lain masih banyak siswa yang melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan pelajaran Fisika dan kesadaran siswa akan belajar masih sangat rendah. Sedangkan hasil wawancara dengan guru Fisika, mengatakan bahwa pada umumnya guru masih menggunakan paradigma lama dalam mengajar siswa sehinga perkembangan kemampuan berpikir tidak bisa diasah, serta berakibat terhadap hasil belajar dan rata-rata guru tidak paham tentang inovasi-inovasi pembelajaran. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka perlu adanya metode serta pendekatan pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar. Agar hasil belajar dan keterampilan proses sains tercapai secara optimal, perlu dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran 44 yang sesuai dengan perubahan paradigma dari mengajarkan siswa menjadi membelajarkan siswa, yang akan menekankan pada proses belajar siswa. Pemilihan metode yang tepat serta efektif harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi yang disampaikan, kondisi siswa, dan sarana yang tersedia, sehingga dapat dilihat apakah model yang diterapkan efektif. Pendekatan yang mendukung pengalaman dan hasil belajar siswa salah satunya adalah pendekatan saintifik. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik disini dilakukan agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, menanyakan, mengambil data, menganalisis dan mengkomunikasikan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dan guru bermaksud menerapkan sebuah pendekatan pembelajaran yang efektif sesuai hakikat sains yaitu pendekatan saintifik melalui metode eksperimen dan diskusi untuk meningkatkan motivasi belajar Fisika dan kemampuan kognitif siswa. Skema kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.13. Kondisi Awal/ Permasalahan 1. 2. Keadaan kelas masih menerapkan pembelajaran konvensional Motivasi belajar dan kemampuan kognif siswa pada pembelajaran Fisika yang rendah Tindakan/ Solusi Menerapkan pendekatan pembelajaran saintifik dengan metode eksperimen dan diskusi Target Kondisi Motivasi belajar Fisika dan kemampuan kognitif siswa meningkat Akhir Gambar 2.13 Kerangka Berpikir 45 D. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan pembelajaran saintifik melalui metode eksperimen dan diskusi pada materi Alat Optik dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa kelas X.2 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/ 2015. 2. Penerapan pendekatan pembelajaran saintifik melalui metode eksperimen dan diskusi pada materi Alat Optik dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas X.2 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/ 2015.