Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peneltian
Dunia usaha pada saat ini telah semakin berkembang pesat dan sangat maju
seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian global dimana kekuasaan para
pelaku bisnis semakin besar pada tiap sendi kehidupan manusia. Majalah SWA
(2005:26) mengutip majalah Business Week (edisi 10 Juli 2000) menuliskan laporan
bahwa:
“Di tahun 1999, 100 kekuatan ekonomi dunia dipegang oleh para
korporasi-korporasi global. Dimana nilai penjualan 200 perusahaan
terbesar di dunia lebih besar dari sepertiga transaksi atau aktivitas
perekonomian dunia.”
Perkembangan yang terjadi juga diikuti oleh kemajuan teknologi dari waktu ke
waktu sehingga perpindahan arus informasi menjadi lebih mudah dan cepat. Seiring
dengan itu, persaingan dan kompetisi dalam dunia usaha semakin meningkat, dimana
permasalahan yang harus dihadapi juga semakin komplek yang juga diikuti oleh pola
pikir manusia yang semakin kritis. Fenomena tersebut membuat orang-orang yang
berkecimpung dalam dunia usaha harus berupaya mempertahankan dan meningkatkan
kinerjanya agar dapat terus bersaing dengan pelaku bisnis lainnya. Oleh karenanya
perusahaan sebagai salah satu pelaku bisnis harus berupaya agar pertumbuhannya
tetap terjaga dan beroperasi secara berkelanjutan (sustainable).
Keberhasilan perusahaan mencapai pertumbuhan dapat dilihat dari laba atau
profit yang diraihnya. Namun untuk dapat mengejar keuntungan finansial yaitu profit,
perusahaan juga memerlukan sumberdaya lain dari lingkungannya, baik dari
sumberdaya alam sebagai bahan olahannya maupun manusianya. Dengan adanya
ketersediaan sumberdaya tersebut operasi bisnis perusahaan dapat terus berjalan. Oleh
karena itu, terdapat hal lain yang juga sangat penting agar kegiatan bisnis terus
berlangsung, yaitu keberlanjutan (sustainability). Berkaitan dengan keberlanjutan,
penerimaan publik ataupun para pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap
keberadaan perusahaan itu sendiri sangatlah penting. Adanya paradigma baru yang
1
2
sekarang ini sedang berkembang dalam dunia usaha, dimana antara pihak perusahaan
dengan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan juga tidaklah saling bertolak belakang,
melainkan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Sudah cukup sering kita mendengar bagaimana kepentingan perusahaan yang
terkadang berseberangan dengan kepentingan masyarakat. Kita tentunya masih ingat
mengenai kasus Indorayon (sekarang bernama PT. Toba Pulp Lestari), dimana pada
tahun 1998 mendapat pertentangan dari masyarakat sekitar karena tidak adanya
taggungjawab sosial dari perusahaan atas aktivitas operasinya. Kemudian kasus PT
Newmont yang mengakibatkan terjadinya pencemaran Teluk Buyat karena
pembuangan limbah. Yang terbaru adalah kasus lumpur Lapindo Brantas dan konflik
yang terjadi di distrik Tembagapura, Papua, yang melibatkan PT Freeport. Akibat dari
peristiwa tersebut, aktivitas bisnis perusahaan tidak dapat berjalan bahkan harus
dihentikan.
Sejumlah permasalahan yang dialami entitas bisnis dan para masyarakat
pemangku kepentingan ini seolah menunjukkan pandangan bahwa kesenjangan sosial
dan lingkungan yang terjadi berawal dari perusahaan, terutama perusahaanperusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan. Dalam CSR Indonesia
Newsletter Vol. 4 bulan 1 (2010:8) dikatakan:
“Baru-baru ini di awal 2010 warga Sumenep menolak eksplorasi minyak
yang akan dilakukan Petrolium Ltd di lokasi uji seismik dengan
memblokir jalur menuju lokasi tersebut.” Kemudian lagi CSR Indonesia
Newsletter Vol. 4 bulan 2 (2010:6) menyebutkan: “Belum lagi
kekhawatiran masyarakat Kapuas Hulu terhadap akan beroperasinya
perkebunan sawit berskala besar yang setidaknya akan melibatkan
sembilan perusahaan di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum.”
Matthew Kiernan (2009) dalam Jalal (2010:4) menyatakan:
“Sekitar 75% permasalahan sosial dan lingkungan di dunia secara
langsung maupun
tidak
disebabkan
oleh
perusahaan-perusahaan
miltinasional.”
Sesungguhnya antara perusahaan dan masyarakat memiliki hubungan saling
ketergantungan, baik berupa keputusan bisnis maupun kebijakan sosial atau publik
yang seharusnya menerapkan prinsip berbagi hasil (share value), dimana pilihan-
3
pilihan yang diambil terhadap suatu tindakan saling menguntungkan. Berkaca dari
berbagai kasus dan konflik yang dihadapi perusahaan dan para stakeholder-nya,
tentunya akan menjadi kendala dan hambatan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi
secara berkelanjutan. Disatu sisi faktanya sejumlah perusahaan besar dapat beroperasi
tanpa harus mengalami konflik dengan lingkungan sosialnya, di sisi lain terdapat
perusahaan yang dalam aktivitasnya dilanda oleh berbagai konflik sosial. Perusahaan
haruslah mengadopsi kenyataan bahwa ada dua bentuk perizinan yang harus dipatuhi
agar dapat beroperasi, yaitu izin legal (berupa konsesi) dari pemerintah dan izin sosial
(berupa dukungan) dari masyarakat. Dengan demikian, seperti yang dinyatakan dalam
Sonny Sukada (2007:29):
“Dapat
dimengerti
bahwa
program-program
sosial
perusahaan
dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh izin sosial untuk berusaha
(social license to operate).”
Untuk menjalankan program sosial perusahaan yang juga dalam rangka
mewujudkan keberlanjutan (sustainability) entitas bisnis, lahirlah suatu konsep yang
disebut Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang juga dikenal dengan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Hadirnya konsep CSR merupakan suatu basis
teori tentang perlunya perusahaan berperilaku etis, menerapkan prinsip saling berbagi
dengan para stakeholder dan menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
tempat dimana perusahaan itu berada. Dengan demikian, keberadaan CSR
sesungguhnya merupakan sarana dalam rangka membangun dan memperkuat
keberlanjutan perusahaan itu sendiri melalui kerjasama dengan para stakeholder baik
internal maupun eksternal, dalam artian terintegrasi melalui strategi dan program yang
dijalankan bersama.
Bagi dunia usaha, CSR dapat diartikan sebagai sarana sekaligus wahana
perwujudan sikap kooperatif dan bertanggungjawab sosial dan lingkungan, dimana
kesadaran bahwa kegiatan operasional mereka sebagai entitas bisnis yang menyatu
dengan ekosistem dan tatanan sosial budaya setempat telah menimbulkan dampak
positif dan negatif yang besar dan luas. Dalam kerangka ini, CSR menyediakan
landasan teoritis dan terapan (teknis) yang memungkinkan perusahaan dapat
memperbesar dampak positif sekaligus meminimalkan dampak negatif operasinya.
4
Pihak perusahaan perlu menyadari bahwa kesadaran menjalankan tanggungjawab
sosial merupakan bagian dan bentuk dari strategi manajemen, tidak peduli apakah
pelaksanaanya tersebut disandarkan pada aturan (regulasi) atau bukan. Dengan adanya
efek yang ditimbulkan dalam menjalankan kepentingan ekonominya, perusahaan
tidak diperkenankan mengorbankan kepentingan masyarakat luas dalam hal ini
lingkungan dan sosialnya. CSR dapat dikatakan sebagai bentuk strategi manajemen
dampak perusahaan.
Untuk mewujudkan CSR, memang pada pelaksanaannya seperti yang
dinyatakan pada Pasal 74 Undang-undang No.40 tahun 2007, perusahaan harus
mengeluarkan sejumlah biaya yang dianggarkan yang secara tidak langsung juga akan
mengurangi tingkat keuntungan (profit). Namun, jika dibandingkan dengan keputusan
untuk mengabaikan dan tidak menjalankan tanggungjawab sosial perusahaan, maka
akan sangat mungkin untuk timbulnya dampak yang buruk jika suatu saat terjadi
insiden pada waktu aktifitas berjalan. Biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery
bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan CSR
itu sendiri, belum lagi risiko non-finansial yang harus ditanggung berupa buruknya
citra (image) dan reputasi perusahaan dimata publik.
Di Indonesia, data riset dari Majalah SWA tahun 2005 terhadap 45 perusahaan
menunjukkan bahwa CSR bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan citra
perusahaan (37,38%), hubungan baik dengan masyarakat (16,82%), dan mendukung
operasional perusahaan (10,28%), sarana aktualisasi perusahaan dan karyawan
(8.88%), memperoleh bahan baku dan alat-alat produksi perusahaan (7,48%),
mengurangi gangguan masyarakat terhadap perusahaan (5,61%) dan lainnya
(13,35%). Implementasi kebijakan CSR secara berkelanjutan sebagai strategi yang
terintegrasi dalam perusahaan akan menciptakan satu ekosistem yang menguntungkan
semua pihak (true win win situation), konsumen mendapatkan produk unggul yang
berkomitmen pada lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai.
Dalam perkembangannya, praktik CSR telah banyak dilakukan secara sadar,
artinya menerapkan CSR adalah investasi untuk pertumbuhan dan keberlanjutan
bisnis sehingga tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sentra
laba (profit centre), bahkan penerapannya sekarang sudah menjadi tren global. Hasil
survei
Pricewaterhouse
Coopers
(2002)
terhadap
1.200
pemimpin
bisnis
5
menunjukkan sekitar 70% CEO menilai CSR sangat vital bagi profitabilitas
perusahaan. Dikarenakan sejatinya tujuan perusahaan dan motif melaksanakan CSR
berujung pada keuntungan, maka CSR yang dijalankan dapat digunakan untuk
menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif, sehingga membuka
peluang bagi perusahaan untuk men-generate pendapatan yang besar yang pada
ujungnya bermuara pada perolehan laba atau peningkatan keuntungan.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti dari 3 perusahaan pertambangan yaitu
PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk dan PT. Timah
Tbk. Selain sebagai perusahaan tambang terbesar yang sudah listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI), perusahaan ini juga merupakan peraih ISRA 2009 yang merupakan
suatu wujud penghargaan atas pelaksanaan dan penyelenggararaan pelaporan CSR
oleh perusahaan.
Dalam kepedulian terhadap masyarakat (sosial) menghendaki manajemen
untuk membuat perusahaan menjadi profitable. Perusahaan harus memiliki tingkat
profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan untuk
dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya. Meningkatnya laba salah
satunya dapat dilihat dari hasil operasi perusahaan berupa adanya peningkatan dalam
penjualan. Dengan demikian, perolehan laba yang memadai sebagai hasil pendapatan
operasinya dapat digunakan perusahaan untuk membagi deviden kepada pemegang
saham, memberi imbalan yang layak kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba
yang diperoleh untuk pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan,
membayar pajak kepada pemerintah, dan memberikan multiplier effect yang
diharapkan kepada masyarakat.
Dari berbagai penjelasan di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Marjin
Laba Perusahaan”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, maka penulis mengidentifikasi
rumusan masalah yang menjadi topik pokok pembahasan skripsi ini, sebagai berikut:
1) Sejauhmana penerapan Corporate Social Responsibility dilakukan oleh
perusahaan.
6
2) Bagaimana pencapaian Marjin Laba perusahaan.
3) Apakah terdapat pengaruh penerapan Corporate Social Responsibility
terhadap Marjin Laba perusahaan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari dan memperoleh data-data
empiris dan informasi yang diperlukan mengenai Corporate Social Responsibility
serta kaitannya dengan Marjin Laba perusahaan sebagai bahan dalam rangka
menyusun karya ilmiah dalam bentuk skripsi.
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui sejauh mana penerapan Corporate Social Responsibility
dilakukan oleh perusahaan.
2) Untuk mengetahui bagaimana pencapaian Marjin Laba pada perusahaan.
3) Untuk selanjutnya dapat diketahui apakah terdapat pengaruh penerapan
Corporate Social Responsibility terhadap perolehan Marjin Laba perusahaan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian ini nantinya akan sangat berguna bagi semua
pihak yang berkepentingan. Adapun kegunaan tersebut diantaranya:
1) Bagi penulis, menambah wawasan serta pengetahuan tentang berbagai konsep
dan teori mengenai Corporate Social Responsibility dan juga kaitannya
dengan marjin laba perusahaan, termasuk mengembangkan apa yang diperoleh
di bangku kuliah sekaligus juga hal-hal baru lainnya yang didapatkan diluar
bangku perkuliahan. Selain itu sebagai salah satu syarat dalam menempuh
Ujian Akhir Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Widyatama.
2) Bagi kegunaan praktis dan perusahaan, sebagai bahan pertimbangan, masukan
dan pemikiran di masa akan datang dalam menilai dan mengevaluasi sejauh
mana penerapan Corporate Sosial Responsibility sekaligus mengetahui halhal apa saja yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaan Corporate
Social Responsibility selanjutnya dimasa datang.
7
3) Bagi lingkungan akademik dan pihak lain, diharapkan dapat memperluas dan
menambah pengetahuan mengenai konsep Corporate Social Responsibility
dan juga dapat dijadikan referensi sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam
penelitian selanjutnya, mengingat konsep ini masih tergolong baru dan terus
mengalamai perkembangan dalam penerapannya di Indonesia.
1.5 Kerangka Pemikiran
Dalam kontek etika bisnis, dapat dikatakan bahwa secara maksimum (positif)
para pelaku usaha dituntut secara aktif mengupayakan kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat (prinsip berbuat baik), paling kurang secara minimal (negatif) tidak
melakukan tindakan yang merugikan masyarakat (prinsip tidak berbuat jahat).
Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsbility yang sering dianggap inti
dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajibankewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder)
tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan
(stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas.
Dalam menjalankan operasinya, sebuah perusahaan tentunya tidak terlepas
dari isu-isu sosial yang berkembang disekitarnya. Mas Ahmad Daniri (2007:22)
menyebutkan isu-isu sosial yang mempengaruhi sebuah perusahaan tersebut meliputi:
“Isu sosial generik yakni isu sosial yang tidak dipengaruhi secara
signifikan oleh operasi perusahaan dan tidak mempengaruhi kemampuan
perusahaan untuk berkompetisi dalam jangka panjang, dampak sosial
value chain yakni isu sosial yang secara signifikan dipengaruhi oleh
aktivitas normal perusahaan dan dimensi sosial dari konteks kompetitif
yakni isu sosial di lingkungan eksternal perusahaan yang secara
signifikan mempengaruhi kemampuan berkompetisi perusahaan.”
Dengan berbagai isu sosial yang berkembang, perusahaan dalam rangka
menjalankan komitmen tanggungjawab sosial tentunya haruslah responsif terhadap
kepentingan para stakeholder. Bentuk hubungan perusahaan dengan masyarakat dan
para stakeholder terwujud dalam suatu hubungan timbal balik dan saling
ketergantukan. Hubungan yang dimaksud diantaranya yaitu inside-out linkages,
bahwa perusahaan memiliki dampak terhadap masyarakat melalui operasi bisnisnya
secara normal, serta outside-in-linkages di mana kondisi sosial eksternal juga
8
mempengaruhi perusahaan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dalam Sonny
sukada, dkk, (2007:96) dinyatakan bahwa:
“Perkembangan sekarang ini, bentuk tanggungjawab perusahaan telah
bergeser kepada konsep yang awalnya terhadap stockholder atau
shareholder berganti kepada konsep stakeholder, dimana pemegang
saham dianggap sebagai salah satu pemangku kepentingan utama
perusahaan. Pergeseran ini merupakan suatu perluasan kesadaran
perusahaan yang berorientasi ownership theory of the firm menjadi
stakeholder theory of the firm, yaitu perusahaan bertujuan melayani
publik lebih luas dengan menciptakan nilai bagi masyarakat.”
Mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan terkait merupakan hal
yang sangat mendasar bagi perusahaan. Ide ini merupakan substansi dari bagaimana
perusahaan dibangun dan dikelola, serta menjadi sangat penting sebagai wujud
strategi yang dijalankan dalam operasi bisnisnya. Dengan terciptanya hubungan baik
yang saling menguntungkan (prinsip mutualisme) dengan masyarakat pemangku
kepentingan, aktivitas operasi dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable). Hal
ini dikarenakan tujuan yang hendak dicapai perusahaan tidak hanya jangka pendek
melainkan dalam jangka panjang. Pencapaian keberlanjutan (sustainability) yang
dimaksud tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi, karena kondisi keuangan saja tidak
cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Oleh karena itu
perusahaan juga harus memperhatikan keberlanjutan aspek sosial dan lingkungan
hidup. Ketiga aspek tersebut (ekonomi, sosial dan lingkungan) dikenal dengan konsep
Triple Bottom Line atau 3P, yaitu profit, planet, people. CSR sebagai sebuah gagasan
dalam interaksi dengan stakeholder, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggungjawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan
(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tapi
tanggung jawab yang berpijak pada triple bottom lines yaitu selain financial harus
juga berpijak pada sosial dan lingkungan.
Konsep CSR dapat dikatakan merupakan terjemahan dari pengertian dimensi
yang terkandung didalamnya. Dimensi pertama: ekonomi, sosial, lingkungan;
perusahaan dalam menjalankan CSR harus memperhitungkan ketiganya, tidak boleh
ada trade-off dalam jangka panjang dan ketiganya harus mengalami kemajuan.
Kedua: pemangku kepentingan; perusahaan dalam menjalankan CSR harus
memperhatikan seluruh pemangku kepentingan internal dan eksternalnya dan mencari
9
keseimbangan terbaik bagi pemuasan seluruh kepentingan mereka. Ketiga: voluntary;
perusahaan dalam menjalankan CSR harus mematuhi regulasi yang berlaku kemudian
berusaha melampauinya sejauh mungkin.
Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. CSR Asia (dikutip
dari Edi Suharto, 2008:5) mendifinisikan CSR sebagai:
“Komitmen
berdasarkan
perusahaan
prinsip
untuk
ekonomi,
beroperasi
sosial
dan
secara
berkelanjutan
lingkungan,
seraya
menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.”
Definisi di atas menekankan perlunya memberikan perhatian yang seimbang
terhadap ekspektasi berbagai stakeholder yang beragam atas setiap keputusan dan
tindakan yang diambil pelaku bisnis dalam operasinya melalui perilaku yang secara
sosial bertanggungjawab, termasuk mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan
dan sosial secara keseluruhan. CSR merupakan suatu komitmen yang dijalankan
secara terus-menerus untuk efek jangka panjang. Oleh karena itu, pentingnya suatu
keberlanjutan (sustainability) baik bagi perusahaan itu sendiri maupun masyarakat
secara luas. Lebih lanjut lagi, pada akhirnya CSR ini akan berkaitan erat dengan
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development).
Di Indonesia, seperti yang sebutkan dalam pasal 74 UU RI No. 40 Tahun
2007, Corporate Social Responsibility ini dinyatakan sebagai berikut:
Ayat 1:Perseroan yang menjalankan kegiatannya dibidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial
dan lingkungan.
Ayat 2: Tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan
sebagai
biaya
perseroan
yang
pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
Ayat 3: Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Ayat 4: Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan
diatur dengan peraturan pemerintah.
10
Pelaksanaan CSR tentunya tidak hanya karena kewajiban yang berlandaskan
atas regulasi dan peraturan hukum (beyond regulation), serta bukanlah aktivitas yang
dijalankan secara temporary melainkan dijalankan secara berkesinambungan sebagai
salah satu wujud strategi dalam organisasi perusahaan. Lebih lanjut lagi, John R.
Schermerhorn (2005) dalam Holy K. M. Kalangit (2009:2), secara singkat
mendefinisikan CSR sebagai:
“Kewajiban dari suatu perusahaan untuk bertindak dalam cara-cara
yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan
masyarakat secara luas.”
Institute of Chartered Accountants England and Wales (dikutip dari Edi
Suharto, 2008:5) mendefinisikan CSR:
“Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi
dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan
nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.”
Dalam menjalankan operasi bisnisnya, perusahaan tentunya berkepentingan
terhadap pencapaian tujuan meraih keuntungan sekaligus dapat memaksimalkan nilai
bagi para pemegang saham. Tetapi dalam upayanya mewujudkan hal tersebut, tentu
perlu adanya keseimbangan dengan apa yang menjadi kepentingan masyarakat luas.
Implementasi CSR memang menjadikan manajemen perusahaan mempertimbangkan
sejumlah anggaran atas pendapatan yang dihasilkannya, sehingga tentunya dapat
mempengaruhi upaya dalam mencapai tingkat laba yang diinginkan. Namun gagasan
tentang CSR sudah mulai diterima luas dalam kalangan bisnis. Adanya argumen yang
mendukung bahwa dalam perspektif ilmu manajemen modern, perusahaan tidak dapat
dipisahkan dari individu-individu yang terlibat didalamnya, maka dari itu para
pemilik jelas punya tanggungjawab sosial pada publik.
Pelaksanaan tanggungjawab sosial menurut Archie B. Caroll dalam Saidi dan
Abidin (2004:59-60) cukup logis bagi perusahaan untuk dijalankan, dimana dia
membaginya kedalam bentuk piramida tanggungjawab sosial perusahaan yaitu:
11
“Yang pertama tanggungjawab ekonomis (make a profit), diikuti oleh
tanggungjawab legal (obey the law), tanggungjawab etis (be ethical), dan
puncaknya tanggungjawab filantropis (be a good corporate citizen).”
Konsep Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan ini harus dipandang
sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga aktivitas memperoleh laba
tidak bertentangan dengan tanggungjawab sosial yang harus dijalankan. Akhirnya
kedua hal tersebut menjadi relevan bagi kegiatan bisnis perusahaan.
Sebuah inisiatif CSR hendaknya sudah menjadi kebijakan tertinggi perusahaan
(centrality), sehingga sumberdaya organisasi, manusia, maupun financial yang
dibutuhkan untuk melaksanakannya selalu tersedia. CSR hendaknya juga sesuai
dengan bisnis inti dan ditujukan kepada pihak-pihak yang benar-benar merupakan
pemangku kepentingan perusahaan (specificity). Selain itu, inisiatif CSR benar-benar
diketahui oleh para pemangku kepentingan (visibility), sehingga bisa diterjemahkan
menjadi keuntungan reputasional. Dengan demikian maka perusahaan akan mendapati
CSR-nya yang menguntungkan. CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun
tidak langsung terhadap keuangan perusahaan pada masa datang, oleh karenanya
program CSR yang dijalankan haruslah berkelanjutan (sustainable). Keputusan
manajemen
perusahaan
berkelanjutan,
pada
untuk
dasarnya
melaksanakan
merupakan
program-program
keputusan
yang
CSR
secara
rasional.
Sebab
implementasi program-program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang
akan dinikmati oleh perusahaan dan seluruh stakeholder-nya. Melalui CSR,
kesejahteraan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan lebih terjamin sehingga
daya beli dan daya serap pasar terhadap output perusahaan naik. Sedangkan
terjaganya kelestarian lingkungan/alam selain menjamin kelancaran proses produksi
juga menjamin ketersediaan bahan baku produksi yang diambil dari alam. Dua faktor
tersebut akan meningkatkan potensi peningkatan laba perusahaan, dengan sendirinya
meningkatkan kemampuan perusahaan mengalokasikan sebagian dari keuntungannya
untuk membiayai berbagai aktivitas CSR di tahun-tahun berikutnya. Berbagai pakar
ekonomi menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara profit dan CSR, atau
tujuan finansial dan tujuan sosial perusahaan.
12
Perusahaan dengan laba tertinggi adalah pioner dalam CSR. Pengertian laba
menurut Harahap (2007:241) sebagai berikut:
”Laba adalah naiknya nilai ekuitas dari transaksi yang sifatnya insidentil
dan bukan kegiatan utama entitas dari transaksi kejadian lainnya yang
mempengaruhi entitas selama suatu periode tertentu kecuali yang berasal
dari hasil atau investasi dari pemilik.”
Kini CSR telah mengajarkan bagaimana produk dibuat juga merupakan aspek
penting yang harus diperhatikan konsumen. Konsumen yang dapat memilih antara
produk yang dihasilkan dengan standar kinerja sosial dan lingkungan yang tinggi atau
rendah tentu mampu mempengaruhi bagaimana produk tersebut dibuat. Hasil survei
The Millinium Poll on Corporate Social Responsibility (info.csr.blogspot.com)
menyebutkan dua pertiga dari 25.000 konsumen di 23 negara menunjukkan bahwa
tanggungjawab sosial perusahaan sebagai faktor penting konsumsi mereka.
Sedangkan riset yang dilakukan oleh DePaul University 1997, menemukan bahwa
perusahaan yang merumuskan komitmen korporat dengan menjalankan prinsipprinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) lebih
bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.
Komitmen menerapkan CSR akan menjadi keunggulan kompetitif sebagai
asset strategis dengan meningkatnya reputasi perusahaan. Selain itu juga dipandang
sebagai social marketing bagi perusahaan serta juga merupakan bagian dari
pembangunan citra perusahaan (corporate image building). Social marketing berguna
dalam membentukan brand image suatu perusahaan terkait komitmen yang tinggi
terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi. Hal ini tentunya
memberikan dampak positif terhadap volume unit produksi yang terserap pasar,
sehingga akhirnya mendatangkan keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba
perusahaan, atau dengan kata lain laba tersebut diperoleh dari pendapatan atas
penjualan unit produksi.
Penjualan oleh Syahrul dan Nizar (2000:596) diartikan sebagai:
“Pendapatan yang diterima dari pertukaran barang dan jasa dan dicatat
untuk
suatu
periode
akuntansi
tertentu,
baik
atas
dasar
kas
(sebagaimana diterima) atau atas dasar akrual (sebagaimana diperoleh).”
13
Dengan adanya kemampuan perusahaan memperoleh laba dari pendapatannya
atas penjualan tentunya akan menciptakan profitabilitas operasi yang memadai atas
aktivitas bisnis yang dijalankannya. Perolehan laba atau keuntungan yang dicapai dari
penjualan ini disebut juga dengan marjin laba atau profit margin.
Pengertian Sutrisno (2009:222) mengenai profit margin, sebagai berikut:
“Profit margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.”
Kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba merupakan salah satu
petunjuk mengenai kinerja perusahaan baik kualitas manajemen, karyawan, maupun
proses operasi yang mencerminkan nilai perusahaan dalam periode akuntansi yang
berlangsung. Informasi dalam hal kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba ini
juga diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang
mungkin dikendalikan pada masa akan datang.
Dengan demikian, dari uraian yang telah dikemukakan di atas penulis
mengajukan hipotesis, sebagai berikut:
“Terdapat pengaruh yang signifikan atas penerapan Corporate Social
Responsibility terhadap Marjin Laba perusahaan”
Sebelumnya
penelitian
dengan
judul
“Pengaruh
Corporate
Social
Responsibility (CSR) terhadap Peningkatan Profitabilitas Perusahaan” (Studi survei
pada beberapa perusahaan BUMN dan Swasta di Bandung), telah dilakukan oleh
Risna Rismiyanti (NPM: 0106283) di Universitas Widyatama. Penelitian sama-sama
mengukur rasio profitabilitas, dimana penelitian terdahulu menggunakan rasio Net
Profit Margin (NPM) sebagai sub-indikatornya, sedangkan penelitian dalam tulisan
ini lebih memfokuskan pada rasio Marjin Laba dengan sub-indikator Operating Profit
Margin Ratio (OPM). Beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu di antaranya:
1) Waktu penelitian terdahulu dilakukan pada Agustus 2009 sampai Desember
2009, sedangkan penelitian dalam tulisan ini dilakukan pada Juli 2010 sampai
Maret 2011.
2) Tempat atau yang menjadi subjek pada penelitian terdahulu adalah studi pada
perusahaan BUMN dan Swasta di Bandung yang diantaranya: PT.
14
Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT. Indosat Tbk, PT. Asuransi Jiwasraya
(Persero), PT. Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company Tbk, PT.
Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), dan PT. Nikkatsu Elektric
Work’s. Sedangkan dalam tulisan ini melakukan suvei pada 3 perusahaan
pertambangan peraih ISRA 2009 yang listing di BEI, diantaranya: PT. Aneka
Tambang Tbk, PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, dan PT. Timah Tbk.
3) Pada penelitian terdahulu, penilaian CSR dilakukan melalui kuisioner dengan
prinsip-prinsip CSR yaitu derma (charity) dan perwalian (stewardship)
sebagai indikator-indikatornya. Sedangkan penelitian dalam tulisan ini
melakukan penilaian CSR melalui laporan tahunan (annual report) dan
laporan CSR/keberlajutan (sustainability report) dengan indikator 7 subjek inti
isu-isu pokok CSR dalam ISO 26000 tahun 2010. Di dalamnya terdiri dari
item-item Sustainability Reporting Guidelines (SRG) versi 3.0 yang
dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Dari 79 item yang ada
digunakan 50 item SRG sebagai sub-indikator penilian penerapan CSR.
1.6 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian
deskriptif. Menurut Muhammad Nazir (2003:63) menyatakan bahwa:
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu objek, suatu kondisi. Dengan demikian deskriptif analitis
bertujuan untuk membuat deskriptif, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki secara terperinci untuk
menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang
akan datang.”
Sedangkan pendekatan penelitian yang dilakukan bersifat survei yang
dilakukan terhadap perusahaan pertambangan peraih Indonesia Sustainability
Reporting Award (ISRA) 2009. Mengenai penelitian survei menurut Muhammad
Nazir (2003:65) menyatakan bahwa:
“Metode survei adalah penyidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual, baik tentang sosial, ekonomi, atau politik dari
suatu kelompok ataupun suatu daerah.”
15
1.6.1 Operasional Variabel
Sesuai dengan judul penelitian yaitu pengaruh penerapan Corporate Social
Responsibility terhadap Marjin Laba perusahaan, maka dalam penelitian ini ada dua
variabel yaitu variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
1) Variabel independen (X).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan Corporate Social
Responsibility yang diukur dengan metode content analysis atas item-item
Sustainability Reporting Guidelines (SRG) versi 3.0 yang dikeluarkan Global
Reporting
Initiative
(GRI)
yang
diinformasikan
dalam
Laporan
Keberlanjutan/CSR (Sustainability Report) ataupun Laporan Tahunan (Annual
Report) perusahaan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.
2) Variabel dependen (Y).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah marjin laba yang diukur dengan
rasio laba usaha/operasi terhadap penjualan (operating profit margin) yang
diinformasikan dalam Laporan Keuangan perusahaan yaitu Laporan Rugi
Laba (Income Statement).
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1) Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu:
Penelitian dalam rangka mengumpulkan data teoritis yang relevan dengan
topik bahasan dalam penelitian, dilakukan dengan membaca dan mempelajari
buku-buku serta berbagai literatur yang tersedia.
2) Penelitian Lapangan (field research), yaitu:
Penelitian dilakukan dalam rangka memperoleh secara langsung data
mengenai perusahaan pertambangan peraih ISRA 2009 yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dimana data yang diperoleh akan diteliti dan dipelajari
untuk kemudian dianalisis.
Data yang dipakai adalah data Laporan Tahunan perusahaan yang meliputi
Laporan Keuangan dan Laporan Keberlanjutan/CSR (Sustainability Report). Metode
statistik digunakan dalam pengolahan data dan pengujian hipotesis yang diajukan.
16
1.6.3 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, analitis statistik untuk keperluan pengujian hipotesis
secara kuantitatif yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Analisis regresi untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar variabel.
2) Analisis korelasi untuk mengetahui kuat/lemahnya hubungan antar variabel.
3) Analisis determinasi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antar
variabel.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian terhadap perusahaan pertambangan peraih ISRA
2009 yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kelompok Studi Ekonomi dan
Pasar Modal (KSEPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jalan Ganesha No.10
Bandung, Jawa Barat. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian
ini dimulai pada bulan Juli tahun 2010 sampai dengan selesai.
Download