BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang dilaksanakan antar
negara yang berbeda serta mengakibatkan timbulnya pertukaran akan valuta asing
yang mempengaruhi neraca perdagangan negara yang bersangkutan (Simorangkir,
1985). Menurut Dachliani (2006) menyatakan bahwa perdagangan internasional
merupakan suatu cerminan dari negara yang menganut sistem perekonomian
terbuka. Pada zaman globalisasi ini hampir tidak ada negara yang menganut
sistem ekonomi tertutup. Hal ini terjadi karena tentu saja setiap negara tidak bisa
memenuhi keseluruhan kebutuhan masyarakatnya hanya dengan hasil produksi
negeri sendiri. Masyarakat di suatu negara perlu mengonsumsi barang-barang
lainnya yang tidak bisa di produksi negeri sendiri sehingga perlu adanya
pertukaran atau perdagangan antar negara.
Menurut Salvatore (1997) Perdagangan antar negara dimana masing-masing
negara mempunyai
alat tukarnya sendiri
mengharuskan adanya
angka
perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs
valuta asing atau kurs. Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi
nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor.
Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan
berarti nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan
menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta
asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai
kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2011).
Ekspor merupakan variabel injeksi yang menambah besaran aliran pendapatan
seperti halnya investasi, hal ini dikarenakan ekspor berasal dari produksi dalam
negeri yang diperdagangkan di luar negeri. Berbeda dengan ekspor, variabel
impor merupakan variabel bocoran yang mengurangi aliran pendapatan.
Tambunan (2001) mendefinisikan perdagangan sebagai proses tukar-menukar atas
barang atau jasa yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing
pihak. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua jenis yakni perdagangan
barang (fisik) dan perdagangan jasa (non fisik). Manfaat dari kegiatan
perdagangan internasional antara lain :
1) Membantu menjelaskan arah komposisi perdagangan antar negara serta
bagaimana efek terhadap struktur perekonomian suatu negara.
2) Dapat mewujudkan adanya keuntungan yang timbul dari perdagangan
international tersebut atau gain from trade. Perdagangan disini diartikan
sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan kehendak sukarela dari
masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan
untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan
masing-masing dan kemudian menentukan apakah bersedia melakukan
pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan timbul
karena salah satu kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan
tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut (Boediono, 2000).
Jadi perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang dan jasa yang
dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan
tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Berikut adalah beberapa teori
yang berkaitan dengan adanya perdagangan internasional :
1) Teori Merkantilisme
Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin
ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya
akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya
emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara
maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah
harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan
mengurangi serta membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah).
Namun, oleh karena setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan
surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat
tertentu, maka sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan
mengorbankan negara lain. Keinginan para merkantilis untuk mengakumulasi
logam mulia ini sebetulnya cukup rasional, jika mengingat bahwa tujuan utama
kaum merkantilis adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin kekuasaan dan
kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan kekuasaan maka akan dapat
mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar dan lebih baik sehingga
dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya; peningkatan angkatan
bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah negara untuk
menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas berarti
semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis.
Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan
dapat mendorong output dan kesempatan kerja nasional. Status suatu negara di
mata internasional dicerminkan dengan banyaknya jumlah emas yang dimiliki
suatu negara (Hady, 2001).
2) Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan
baik,
negara-negara
cenderung
untuk
mengekspor
barang-barang
yang
menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut
Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan
dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan
komparatif adalah:
1) Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu
negara.
2) Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi,
apakah labor intensity atau capital intensity.
Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva
pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya
produksi yang sama. Kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total
kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan
bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya
tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan
diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut:
a) Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
b) Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing
negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang
dimilikinya.
c) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi
yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
d) Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu
karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal
untuk memproduksinya.
e) Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi
yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang
sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu
Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai
perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan
komparatif. Teori ini dianggap lebih modern karena menyatakan adanya
perbedaan relatif faktor-faktor pemberian dan intensitas penggunaan faktor
produksi sebagai penyebab terjadinya perdagangan internasional (Lindert, 2003).
3) Teori Perluasan Pasar (Vent For Surplus)
Menurut analisa Adam Smith yang dikenal dengan doktrin vent for surplus,
perdagangan luar negeri suatu negara dapat menaikkan produki barang dan jasa
yang sudah tidak dapat dijual di dalam negeri akan tetapi masih dapat dijual di
luar negeri. Dengan penjualan barang di luar negeri tersebut negara itu dapat
mengimpor barang-barang luar negeri sehingga mampu memperbesar tingkat
produksinya, dan juga menambah jumlah barang yang dikonsumsi oleh penduduk
di negerinya. Perluasan pasar ini akan mendorong sektor produktif untuk
menggunakan teknik produksi yang produktivitasnya lebih tinggi dikarenakan
dengan adanya teknologi baru yang lebih baik daripada yang ada di dalam negeri.
4) Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)
Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya yang berjudul
“Principles of Political Economy and Taxation“ tahun 1817. Teori keunggulan
komparatif adalah keunggulan yang diperoleh suatu negara (dari menjalankan
spesialisasi) karena dapat menghasilkan produk dengan biaya relative yang lebih
rendah dari pada negara lain. Menurut teori ini setiap negara akan cenderung
untuk melakukan spesialisasi dan mengekspor barang-barang produksinya yang
memiliki keunggulan komparatif. Menurut teori ini perdagangan masih tetap bisa
dilakukan meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan mutlak sekalipun
terhadap negara lain dan tetap memperoleh keuntungan.
Teori Ricardo ini berdasarkan pada beberapa asumsi, yaitu (1) perdagangan
internasional hanya terjadi antara dua negara, (2) barang-barang yang
diperdagangkan hanya dua jenis, (3) perdagangan dilakukan secara bebas, (4)
tenaga kerja bebas bergerak dalam negeri, (5) biaya produksi dianggap tetap, (6)
biaya transportasi tidak ada, (7) tidak ada perubahan teknologi. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Mankiw (2003) yang mengatakan bahwa keunggulan
komparatif adalah perbandingan yang dilakukan antar produsen untuk suatu
barang, yang didasarkan pada biaya oportunitas yang dikenakan kepada masingmasing produsen.
Menurut Afin dan Nur (2008), Manfaat utama perdagangan internasional
adalah meningkatkan kemakmuran, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada
setiap negara untuk berspesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa yang
relatif efisien. Efisiensi relatif suatu negara dalam memproduksi produk tertentu
dapat dijelaskan dari jumlah produk alternatif lain yang dapat diproduksi dengan
input yang sama. Bila ditinjau dari pengertian ini, efisiensi relatif digambarkan
sebagai keuntungan komparatif. Semua negara secara bersama-sama dapat
memperoleh hasil dari eksploitasi keuntungan komparatifnya, juga dari skala
produksi yang lebih besar dan pilihan produk yang lebih beragam yang semuanya
dimungkinkan oleh adanya perdagangan internasional. Karena itu, keuntungan
dari mengeksploitasi keuntungan komparatif hanyalah sebagian dari seluruh
keuntungan perdagangan bebas.
2.1.2 Konsep Ekspor
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan
barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Menurut Irham dan Yogi (2003), mendefinisikan ekspor adalah menjual
barang-barang ke luar negeri untuk memperoleh devisa yang akan digunakan bagi
penyelenggaraan ekspor yang terjadi haruslah dengan diversifikasi ekspor
sehingga bila terjadi kerugian dalam satu macam barang akan dapat diimbangi
oleh keunggulan dari komoditi lainnya. Sedangkan menurut Priadi (2000)
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barangbarang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara
kenegara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu
tahun. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri yang
dijual secara luas ke luar.
Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor
terpenting dari GNP (Gross National Product), sehingga dengan berubahnya nilai
ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami
perubahan. Dilain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan
perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan
atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian
dunia. Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila
barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi
barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri.
Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk
mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri.
Maksudnya, mutu dan harga barang yang dapat diekspor tersebut haruslah paling
sedikit sama baiknya dengan yang diperjual belikan dalam pasaran luar negeri.
Secara umum boleh dikatakan bahwa semakin banyak jenis barang yang
mempunyai keistimewaan yang sedemikian yang dihasilkan oleh suatu negara,
semakin banyak ekspor yang dapat dilakukan (Sukirno, 2006).
Menurut Mankiw (2009) berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ekspor,
impor, dan ekspor netto suatu negara, meliputi:
1) Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar
negeri.
2) Harga barang-barag di dalam dan di luar negeri.
3) Kurs yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk
membeli mata uang asing.
4) Pendapat konsumen di dalam negeri dan luar negeri.
5) Ongkos angkutan barang antar negara.
6) Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
2.1.3 Konsep Kurs Valuta Asing
Menurut Krugman dan Obstfeld (2005), nilai tukar mata uang yang disebut
juga kurs, adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau
dinyatakan dalam mata uang lainnya. Sedangkan menurut Sukirno (2011), kurs
valuta asing didefinisikan sebagai jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan,
yaitu banyaknya nilai rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata
uang asing. Kurs mata uang asing juga menunjukkan harga atau nilai mata uang
suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang asing lain. Para pelaku ekonomi
membedakan kurs menjadi dua jenis, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs
nominal merupakan harga relatif dari dua mata uang berbeda, sedangkan kurs riil
merupakan harga relatif dari barang-barang antara dua negara.
Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang
asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang
asing. Nilai tukar didasari dua konsep, pertama, konsep nominal, merupakan
konsep untuk mengatur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa
jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna memperoleh sejumlah mata
uang dari negara lain. Kedua, konsep riil yang digunakan untuk mengukur daya
saing komoditi ekspor suatu negara dipasaran internasional.
2.1.4 Hubungan Kurs Valuta Asing (Rp/USD) dengan Ekspor
Kurs valuta asing memiliki peran dalam menentukan besaran nilai ekspor
suatu barang. Perubahan besaran kurs dapat berupa apresiasi ataupun depresiasi.
Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga-harga barang domestik menjadi
lebih tinggi di luar negeri, sebaliknya depresiasi menyebabkan harga barang
domestik menjadi lebih murah di luar negeri sehingga perubahan harga suatu
barang berpengaruh terhadap permintaan atas barang tersebut (Boediono, 2000).
Krisna (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis tingkat daya saing
dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kayu olahan Indonesia ke negara
Amerika Serikat” menyatakan bahwa kurs rupiah berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap ekspor kayu olahan Indonesia. Smith (2004) menyatakan
bahwa volume ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar dan faktor-faktor lainnya. Pada
penelitiannya yang berjudul impact of the exchange rate on export volumes yang
menetapkan lokasi penelitian di New Zealand, menyatakan bahwa nilai tukar
memiliki respon yang berbeda pada setiap sektor ekpor, yaitu nilai tukar lebih
sensitif terhadap volume ekspor pada sektor jasa dibandingkan pada sektor
pertanian.
2.1.5 Konsep Inflasi
Untuk mencapai perkembangan perekonomian yang lebih baik dan cepat pada
tingkat perkembangan yang diperlukan, maka perekonomian dalam suatu negara
akan selalu mengalami inflasi. Inflasi dalam ukuran yang normal, diharapkan
untuk merangsang produsen agar berproduksi. Inflasi sendiri menurut Boediono
(2001) adalah suatu peristiwa dimana harga-harga mempunyai kecenderungan
untuk naik secara umum dan terus-menerus. Akan tetapi, apabila kenaikan harga
barang hanya dialami oleh satu atau dua jenis barang saja tidak dapat dikatakan
sebagai inflasi. Selain itu, kenaikan harga yang dikarenakan musiman, menjelang
hari besar atau terjadi sekali saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi. Hal ini
berarti bahwa harga-harga dari berbagai macam barang dan jasa dengan
presentase yang sama, tetapi yang paling penting adalah terdapatnya kenaikan
harga umum barang-barang dan jasa secara terus-menerus dalam periode tertentu.
Inflasi dapat digolongkan berdasarkan berat dan ringannya, antara lain
(Boediono, 2001) :
1) Inflasi ringan adalah inflasi dibawah 10 persen setahun
2) Inflasi sedang adalah inflasi antara 10-30 persen setahun
3) Inflasi berat adalah inflasi antara 30-100 persen setahun
4) Hiper inflasi adaah inflasi diatas 100 persen setahun
Menurut Boediono (2001) secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai
inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dan proses inflasi, yaitu:
1) Teori kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
a) Jumlah uang yang beredar.
b) Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation).
Berkaitan dengan ini, irving fisher merumuskan sebagai berikut :
M.V=P.T ………………..……………………………………………………....(1)
Keterangan :
M (money)
V (velocity of circulation)
P (price)
T (transaction of goods)
= Jumlah uang yang beredar
= Kecepatan peredaran uang
= Harga barang
= Jumlah yang diperdagangkan
Menurut Irving Fisher harga barang tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah uang
yang beredar saja tetapi juga kecepatan peredaran uang. Semakin cepat peredaran
uang maka akan mengakibatkan pada harga barang semakin mahal juga
sebaliknya jika peredaran uang semakin lambat maka harga barang akan turun
atau nilai uang akan naik.
2) Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar
batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah
proses perebutan sebagai rejeki diantara kelompok-kelompok sosial yang
menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh
masyarakat. Proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan dimana
permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang
yang tersedia (timbulnya inflationary group).
3) Teori strukturalis
Merupakan suatu teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di
negara Amerika Latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran (rigidities)
dari struktural perekonomian yang sedang berkembang. Karena, inflasi dikaitkan
dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya bisa
berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga
teori inflasi jangka panjang.
2.1.6 Hubungan Inflasi dengan Ekspor
Negara yang mengalami inflasi dapat menimbulkan kenaikan harga-harga dan
memberikan dampak buruk perdagangan internasional. Barang yang diproduksi di
negara tersebut tidak mampu bersaing di pasar intenasional akibat dari kenaikan
harga-harga yang akhirnya menyebabkan turunnya nilai ekspor. Sebaliknya,
dengan meningkatnya harga-harga di dalam negeri akan menyebabkan harga
barang-barang impor menjadi lebih murah dan menyebabkan impor tumbuh lebih
cepat dari pada ekspor. Inflasi yang meningkat secara terus menerus dapat juga
menyebabkan harga-harga barang menjadi naik, termasuk bahan baku untuk
melakukan suatu kegiatan produksi. Naiknya harga barang baku menyebabkan
para produsen akan mengalami penurunan kuantitas produksi dan akhirnya akan
mempengaruhi nilai ekspor (Raharja dan Manurung, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian Wardhana (2011) dengan judul “Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor nonmigas Indonesia ke singapura tahun 19902010” memperoleh hasil bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap ekspor non
migas indonesia ke singapura tahun 1990-2010. Hal serupa juga dikemukakan
oleh Ratnawati dan Rulli (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ’’Analisis
pengaruh variabel indikator ekonomi makro terhadap perekonomian Indonesia:
pendekatan pasar barang dan pasar uang (periode 1996-2005)” menyatakan bahwa
inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap total volume ekspor Indonesia
ke luar negeri.
2.1.7 Konsep Produksi
Produksi adalah berkaitan dengan bagaimana sumber daya (input) digunakan
untuk menghasilkan produk (output). Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003),
produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa input. Lebih lanjut, Samuelson dan William (1986)
mengartikan fungsi produksi adalah fungsi matematis yang menyatakan berapa
jumlah suatu masukan dalam unit tertentu. Produksi dibedakan menjadi tiga yaitu:
produksi total (total production) adalah banyaknya produksi yang dihasilkan dari
penggunaan total faktor produksi, produksi marginal (marginal Production)
adalah tambahan produksi karena penambahan pengunaan satu unit faktor
produksi, dan produksi rata-rata (average product) adalah rata-rata output yang
dihasilkan per unit faktor produksi (Raharja dan Manurung, 2001).
Selanjutnya Sukirno (2006), mengatakan yang disebut sebagi fungsi produksi
yaitu suatu perkaitan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
diciptakannya dimana fungsi produksi merupakan suatu hubungan fisik antara
input sumber daya perusahaan (faktor-faktor produksi) dan keluarnya output yang
berupa barang dan jasa per unit waktu atau dapat dibuat formulasinya sebagai
berikut.
……...…………………………………………………………(2)
Keterangan:
A
= barang yang diproduksi
K
= kapital modal
L
= labour/tenaga kerja
R
= resouces/alam
T
= teknologi/enterpreneur
Jika laju kenaikan jumlah produksi sekarang lebih besar dari pada jumlah
produksi yang lalu maka peristiwa itu disebut skala produksi yang meningkat.
Adanya kelebihan produksi dalam hal ini produksi pisang akan dapat
menyebabkan anjloknya harga pisang
2.1.8 Hubungan Produksi dengan Ekspor
Ekspor menambah perbelanjaan barang-barang yang dikeluarkan sektor
perusahaan dan menyebabkan lebih banyak barang yang akan diproduksikan
(Sukirno, 2011). Pernyataan tersebut mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh Rahmawati (2012) dalam penelitiannnya berjudul analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor panili di Indonesia tersebut di sebutkan bahwa
variabel produksi panili di Indonesia secara individual berpengaruh nyata
terhadap volume ekspor panili Indonesia. Nilai koefisien regresi positif
menunjukkan hubungan yang searah antara produksi dan volume ekspor panili.
Artinya, apabila jumlah produksi meningkat, maka akan meningkatkan volume
ekspor maka hubungan antara jumlah produksi dengan volume ekspor mempunyai
hubungan yang positif.
2.1.9 Konsep Luas Panen
Tinggi rendahnya tingkat produksi hasil pertanian ditentukan oleh tingkat
penggunaan faktor produksi. Salah satu faktor produksi yang turut menentukan
tingkat produksi hasil pertanian adalah luas lahan. Keberadaan lahan sangat
penting dalam menunjang kegiatan produksi hasil pertanian. Luas areal panen
adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi tanaman. Peningkatan luas
areal panen secara tidak langsung akan meningkatkan produksi. Menurut BPS
(Badan Pusat Statistik) (2005), meningkatnya permintaan lahan akibat
pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan luas baku lahan pertanian
juga meningkatkan intensitas usaha tani di daerah aliran sungai hulu. Penurunan
luas baku lahan pertanian cenderung semakin besar seiring dengan peningkatan
konversi ke non pertanian. Produksi tanaman pangan, baik padi maupun jagung
mempunyai trend positif setiap tahun. Trend ini disebabkan oleh semakin
meningkatnya produktivitas dan peningkatan luas panen. Cara budidaya petani
sudah semakin baik dan varietas yang digunakan juga semakin bermutu sehingga
produktivitas dapat terus meningkat (Hasan, 2010).
2.1.10 Hubungan Luas Panen dengan Ekspor
Luas lahan yang di panen pada perkebunan pisang dirasakan sangat penting
dan berpengaruh terhadap jumlah produksi pisang yang akan berakibat pada
jumlah volume ekspor. Menurut Iswandhie (2000), semakin luas lahan panen pada
areal perkebunan yang diusahakan maka produksi yang dihasilkan secara
kuantitas diduga akan cenderung meningkat. Apabila produksi meningkat, maka
volume pisang Indonesia yang dapat diekspor dan diolah juga meningkat.
2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada rumusan Masalah, tujuan penelitian, dan kajian-kajian teori
yang relevan ataupun hasil penelitian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, inflasi, produksi dan luas panen
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor komoditas
pisang Indonesia periode 1989-2013.
2) Kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat secara parsial berpengaruh
negatif dan signifikan sedangkan inflasi, produksi, dan luas panen secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor komoditas
pisang Indonesia periode 1989-2013.
Download