INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 PENCEGAHAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA MELALUI METODE COUNTER OF CLINIC-BASED DAN COMMUNITY EMPOWERMENT Oleh: Maryatun , Indarwati2, Dyah Rahmawati3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta [email protected] 1 ABSTRAK Latar Belakang : Informasi dan pelayanan KRR yang tepat, remaja terbantu untuk mengenali dirinya sendiri maupun hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Akhir akhir ini pergeseran perilaku yang mengarah ke negatif telah merambah hingga remaja SMP. Seperti hasil studi pendahuluan kami terhadap beberapa SMP swasta yang ternyata perilaku siswanya sudah mengkhawatirkan dan perlu segera diambil sikap pencegahan agar jangan sampai terjerumus lebih jau. Berdasarkan fenomena tersebut dibutuhkan informasi positif yang mampu menyeimbangkan informasi-informasi pemicu tadi sehingga remaja memiliki bekal yang membuat remaja mampu menentukan sikap terhadap keputusan-keputusan yang berkaitan dengan masalah perilaku seksual. Tujuan. Pengabdian masyarakat melalui hibah dari DIKTI dilakukan dengan workshop KRR bagi Remaja SMPsebagai teman sebaya bertujuan untuk 1) memberikan pengetahuan dan ketrampilan tentang KRR. 2) memberdayakan guru SMP sebagai pendamping teman sebaya dalam menstransfer informasi tentang KRR, 3) dan melatih siswa sebagai teman sebaya serta guru pendamping agar trampil dalam mendampingi siswa dalam menstransfer pengetahuan tentang KRR. Metode : worshop dengan role play konseling KRR oleh siswa dan guru. Hasil; Ada peningkatan pengetahuan remaja dan guru tentang KRR, remaja mampu mempraktekkan cara mendampingi teman dalam menstransfer informasi ttg KRR. Simpulan. Setelah Siswa sebaya dilatih tentang KRR ada perubahan pengetahuan dan sikapnya dalam permasalahan tentang seks bebas, Guru setelah diberdayakan dalam kegiatan worshop KRR ada komitmen bersama dengan guru lain dan pimpinan sekolah untuk terus melanjutkan kegiatan transfer pengetahuan KRR. Key word : Counter of Clinic-Based, KRR PENDAHULUAN Pegetahuan remaja akan kesehatan reproduksi saat ini masih relative rendah. Kesehatan reproduksi bagi remaja dipersepsikan hanya sebatas pada seksualitas remaja. Resiko akibat dampak negative dari rendahnya pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi menyebutkan akan menyebabkan meningkatnya hubungan seksual pranikah seperti kehamilan tidak diinginkan dan infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Dampak negative yang lebih luas secara langsung dan tidak langsung dapat menyebabkan masalah pada konsisi ekonomi dan social bahkan kesehatan mental remaja maupun keluarga (Martino et all.,2008) Di negara berkembang disebutkan dalam penelitian Speizer bahwa remaja sangat rentan dan memiliki resiko tinggi terhadap paparan penyakit PMS, HIV dan kehamilan tidak diinginkan. Setengah dari pengidap HIV pada negara berkembang adalah remaja putri yang berusia kurang dari 25 tahun. Selain dampak tersebut kehamilan tidak diinginkan juga dialami oleh 13 juta remaja JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 27 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 putri akibat dari perilaku seksual pranikah yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh remaja. Di Indonesia, remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 14-19 tahun mengaku mempunyai teman sebaya yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah masing-masing mencapai 34,7% dan 30,9%. Remaja perempuan dan laki-laki usia 20-24 tahun yang mengaku mempunyai teman sebaya pernah melakukan hubungan seksual pranikah masingmasing mencapai 48,6% dan 46,5% (BPS et al., 2003). Pada masa remaja, seorang individu mulai memasuki masa pubertas, yang pada masa pubertas ini seseorang mulai merasakan meningkatnya dorongan seksual. Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja ini dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual, yaitu testosteron pada laki-laki dan progesteron pada perempuan. Hormon-hormon inilah yang mempengaruhi dorongan seksual manusia. Gambaran nasional mengenai kurangnya pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS di Indonesia dapat terlihat dari Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2002/03 yang dianalisis oleh Kiting dkk. Sebanyak 8 dari 10 orang penduduk usia 15-24 tahun yang belum menikah pernah mendengar HIV/AIDS namun hanya 3 orang yang mengetahui satu cara spesifik untuk menghindari atau mencegah penularan penyakit ini dan yang mengetahui lebih dari satu cara hanya 1 orang. Kurangnya pengetahuan remaja belum menikah tentang HIV/AIDS juga dapat dilihat dari kenyataan bahwa hanya satu di antara 10 orang yang mengatakan bahwa orang yang terlihat sehat dapat saja mengidap virus HIV (Kiting et al , 2004). METODE PENELITIAN Dalam kegiatan ini metode yang ditawarkan dalam upaya pencegahan perilaku seksual pranikah di SLTP muhammadiyah 1 dan Muhammadiyah 4 Surakarta adalah Metode Counter of Clinik-Based Dan Community Empowerment Pada Pemberdayaan Pendidik Dan Konselor Sebaya. Metode ini menggunakan model intervensi. Model Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi melalui pendidik sebaya dan konselor sebaya merupakan suatu model pemberdayaan (community/group empowerment) yang pada dasarnya bertujuan untuk membangkitkan/menumbuhkan kesadaran peran serta individu di tengah masyarakat/kelompok untuk berperan sebagai teman sebaya (peer) bagi kelompok yang membutuhkan. Efektifitas pengelolaan model ini diperoleh dari kemampuan remaja dalam melakukan perannya yang pada akhirnya bertujuan terjadi perubahan pada pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi. Pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini dibagi menjadi 2 program kegiatan : yang pertama berupa kegiatan workshop selama 2 hari pada guru bimbingan konseling dan siswa sebagai role model, kegiatan yang kedua adalah kegiatan pendampingan di sekolah sebagai keberlanjutan dari kegiatan workshop. Metode based clinik diharapkan mampu untuk menggali permasalahan siswa siswi yang selama ini kesehatan reproduksi masih menjadi isu tabu bagi siswa ataupun guru yang mendengarkan. Metode ini bersifat mengandalkan privacy dengan pemanfaatkan ruang UKS sebagai unit kelolaan sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 28 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 Pelaksanaan pengabdian masyarakat yang mengusung tema counter of clinic-based dan community empowerment sebagai upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja dilakukan dengan 2 tahapan. Tahap yang pertama dengan melaksanakan workshop selama 2 hari yang melibatkan guru dan pelajar siswa siswi kedua SLTP Muhammadiyah di wilayah Surakarta. Tahap kedua adalah kegiatan pendampingan yang dilaknakan di masing masing sekolah selama 3 bulan dengan melibatkan guru konseling dan siswa siswi yang sudah dilatih sebagai konselor sebaya serta memanfaatan ruang unit kesehatan sekolah (UKS) sebagai counter of clinik based dan community empowerment Hasil dari pelaksanaan kegiatan metode counter of clinic-based dan community empowerment sebagai upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja 1. Sekolah mempunyai peran dan tanggung jawab terhadap kegiatan sosialisasi kesehatan reproduksi 2. Sekolah mempunyai role model melalui organisasi sekolah sebagai pendidik dan konselor pada teman sebaya di sekolah masing-masing 3. Sekolah mempunyai ruang konsultasi untuk wacana kesehatan reproduksi 4. Organisasi sekolah mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi kesehatan reproduksi 5. Siswa pelajar mengetahui informasi kesehatan reproduksi dengan benar 6. Siswa Pelajar mengatahui dampak bahaya / efek samping dari penggunaan organ reproduksi yang tidak semestinya 7. Mengembangkan materi dasar KIE kesehatan reproduksi remaja; 8. Mengembangkan materi dan modul pelatihan bagi pendidik dan konselor sebaya bagi kelompok sasaran remaja; 9. Mengembangkan model jejaring kerja (networking system) antar pendidik/konselor sebaya maupun dengan pihak-pihak terkait lainnya; 10. Mengembangkan sistim pelaporan yang dapat dipakai monitoring dan evaluasi keberhasilan program kesehatan reprosuksi remaja. Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat Tahap Pertama Pada tahap pertama dilaksanakan workshop selama dua hari untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan serta pengalaman dalam pengembangkan metode counter of clinic-based dan community empowerment sebagai upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja. Berikut merupakan data peningkatan pengetahuan pada peserta pelatihan yang menunjukan adanya perubahan sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan: Gambar 1 Penilaian Pre dan Post Test Pelatihan Kespro JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 29 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 120 100 80 60 Pre test 40 Post test 20 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Pada gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa hasil penilaian post test terhadap peserta workshop terjadi kenaikan dibandingkan dengan hasil pre test. Hal ini menggambarkan bahwa pelatihan kesehatan reproduksi memberikan peningkatan pengetahuan terhadap peserta pelatihan. Kegiatan pre dan post test dalam tahap pertama ditujukan sebagai ukuran tingkat pengetahuan peserta pelatihan terhadap kesehatan reproduksi. Dengan pengetahui tingkat pengetahuan ini akan dapat memberikan arah terhadap tindakan tahap selanjutnya yaitu pendampingan. Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat Tahap Kedua Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat tahap kedua adalah pendampingan di sekolah. Kegiatan pendampingan di sekolah di maksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa dan guru pembimbing sekolah untuk dapat mempraktekan hasil pelatihan yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Pendampingan disekolah dilaksanakan setiap 1 minggu sekali dalam waktu 3 bulan. Pendampingan sekolah juga mengoptimalkan ruang UKS sebagai tempat dalam menerapkan based clinik yang bertujuan untuk menampung permasalahan siswa. Penggunaan UKS sebagai based clinik agar siswa terjaga untuk privacy yang sedang dihadapi. Sehingga siswa dapat mengungkapkan permasalahan dan problem dengan lebih terbuka kepada konselor. Dalam Program pendampingan di sekolah based clinik dilakukan oleh pembimbing sekolah ( guru BP). Sedangkan siswa diberikan tugas untuk belajar menyampaikan materi materi kesehatan reproduksi yang di sesuaikan dengan kemampuan. Untuk mengetahui kemampuan siswa pada saat pendampingan dilakukan evaluasi. Penilaian tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dan dapat dijadikan evaluasi dalam kegiatan yang akan datang. Penilaian pada pendampingan ini meliputi : Gambar 2 Kriteria Evaluasi Umum : Relevansi Isi Materi JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 30 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 4 3 2 1 0 ISSN : 2086 - 2628 BAIK CUKUP KL 1 KL 2 KL 3 KL 4 KL 5 KL 6 KL 7 KL 8 KL 9 KL 10 KURANG Gambar 2 memberikan informasi bahwa dari 10 kelompok dalam menyampaikan isi materi 40 persen berkategori baik. Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga remaja yang diberikan informasi kesehatan reproduksi tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan reproduksi. Dengan kata lain pendekatan melalui aspek pendidikan termasuk kegiatan penyuluhan kesehatan, yang bertujuan untuk mengubah perilaku remaja yang merugikan kesehatan kearah perilaku hidup sehat. Melihat manfaat pentingnya komponen dalam penyuluhan kesehatan, materi dalam penyuluhan kesehatan merupakan factor penting untuk bisa menyampaikan pesan yang baik sehingga dapat memberikan umpan balik seperti yang diharapkan. Gambar 3 Kriteria Evaluasi Umum : Kejelasan Penyampaian Presentasi 4 3 2 1 0 BAIK CUKUP KL 1 KL 2 KL 3 KL 4 KL 5 KL 6 KL 7 KL 8 KL 9 KL 10 KURANG Gambar 3 merupakan penilaian dala menyampaikan presentasi pada setiap kelompok. Bisa disebutkan bahwa 30 persen baik dalam menyampaikan presentasi dalam penyuluhan kesehatan reproduksi. Sebanyak 40 persen menjelaskan kurang baik dalam menyampaikan penyuluhan. Penilaian ini diharapkan akan memberikan konstribusi yang meningkat seiring dengan guru konseling memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan kesehatan reproduksi di institusi masing masing. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu hal yang didapat secara formal maupun informal. Pengetahuan merupakan hasil tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu melalui panca indera, yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman serta rasa dan raba. Pengetahuan yang dimiliki sangat pentinguntuk terbentuknya sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2012) Gambar 4 Kriteria Evaluasi Umum : Kemampuan Peserta Komunikasi Dua Arah JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 31 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 4 3 2 BAIK 1 CUKUP 0 KURANG KL 1 KL 2 KL 3 KL 4 KL 5 KL 6 KL 7 KL 8 KL 9 KL 10 Kemampuan peserta komunikasi dua arah bagi peserta kegiatan masih menunjukan sebagian besar cukup baik yaitu 70 persen. Komunikassi merupakan penilaian penting dalam kegiatan ini. Dengan melakukan penyuluhan dengan 2 arah dapat membuat komunikasi yang lebih efektif. Komunikasi efektif dapat mengubah keyakinan, sikap dan perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal antara remaja dengan remaja merupakan bentuk komunikasi yang dianggap paling efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Hal ini karena dalam komunikasi remaja - remaja dilakukan melalui tatap muka, sehingga terjadi kontak antar pribadi (personal contact). Kontak pribadi memungkinkan adanya tanggapan atas pernyataan dari pihak satu ke pihak lain yang dilakukan secara langsung, sehingga akan menimbulkan kesan bagi kedua belah pihak. Gambar 4 Kriteria Evaluasi Non Verbal : Percaya Diri 4 3 2 BAIK 1 CUKUP 0 KURANG KL 1 KL 2 KL 3 KL 4 KL 5 KL 6 KL 7 KL 8 KL 9 KL 10 Kriteria evaluasi non verbal : percaya diri yang merupakan penilaian peserta pelatihan dalam memberikan penyuluhan kesehatan menyimpulkan bahwa 40 persen peserta adalah baik. Hal ini penting bagi calon konselor dalam memberikan penyuluhan kesehatan sebagai modal awal untuk membantu dalam penyuluhan kesehatan yang lebih optimal. Gambar 5 Kriteria Evaluasi Verbal : Mendorong Peserta Yang Pasif Untuk Bicara JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 32 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 4 3 2 BAIK 1 CUKUP 0 KURANG KL 1 KL 2 KL 3 KL 4 KL 5 KL 6 KL 7 KL 8 KL 9 KL 10 Kriteria evaluasi verbal : mendorong peserta untuk lebih aktif merupakan penilaian peserta pelatihan dalam memberikan penyuluhan kesehatan menyimpulkan bahwa 50 persen peserta adalah kurang baik. Penilaian ini penting bagi calon konselor dalam memberikan penyuluhan kesehatan sebagai upaya memberikan reward kepada peserta untuk aktif berinteraksi dalam informasi kesehatan reproduksi pada remaja. Dalam proses komunikasi, komunikator, yaitu remaja konselor, menyampaikan pesan tentang isu seksualitas yang disesuaikan dengan usia termasuk di dalamnya adalah tentang bahaya remaja melakukan hubungan seksual pranikah melalui saluran komunikasi. Kemudian komunikan, yaitu remaja, memberikan umpan balik kepada komunikator. Tujuan akhir komunikasi persuasif adalah agar target remaja memiliki keyakinan terhadap pesan yang nantinya dapat mengubah sikap target teresebut. Komunikasi dikatakan berhasil jika dapat mengajak (persuasi) seseorang dengan cara memberikan pemahaman, kepercayaan, nilai dan penghargaan sehingga dapat memotivasi seseorang untuk bertindak. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam komunikasi, yaitu sumber, pesan, saluran, penerima dan hasil akhir yang akan menentukan perhatian, pemahaman dan penerimaan subjek terhadap objek sikap (Simons-Morton et al., 1995). KESIMPULAN Kesimpulan dalam kegiatan pengabdian masyarakat adalah;1) kegiatan berjalan cukup baik, sekolah memiliki konselor guru BK dan role model siswa sebaya dalam informasi kesehatan reproduksi. 2) Sekolah mampu melaksanakan counter of clinic-based dan community empowerment sebagai upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja. 3) Sekolah memiliki UKS sebagai sarana prasarana untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Saran : 1) Perlunya komitmen yang kuat dari pengambil kebijakan disekolah untuk secara terprogram dan berkelanjutan melaksanakan kegiatan UKS sebagai salah satu fungsi meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi. 2) Perlunya sekolah mengalokasikan dana sebagai stimulan kegiatan dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi sebagai upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja. 3) Perlu adanya kerjasama dengan puskesmas dalam kegiatan KRR secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 33 INFOKES, VOL.4 NO.2 September 2014 ISSN : 2086 - 2628 Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departeman Kesehatan & Macro Internasional Inc. (2003) Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2002-2003. Jakarta. Kiting, A.S., Siregar, S.R., Kusumaryani, M.S.W., Hidayat, Z. (2004 HIV/AIDS dan IMS: apa yang diketahui kaum muda?; Informasi ringkas kesehatan reproduksi remaja. Jakarta: BKKBN. Martino, S.C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. (2008) Beyond the “Big Talk’: The Roles of Breadth and Repetition in ParentAdolescent Communication about Sexual Topics. Pediatrics, 121:612618. Notoatmodjo, S., 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Simons-Morton, B.G., Greene, W.H. & Gottlieb, N.H. (1995) Introduction to Health Education and Health Promotion. 2nd Edition. Illinois: Waveland Press. Speizer, I.S., Magnani, R.J. & Colvin, C.E. (2003). The Effectiveness of Adolescent Reproductive Health Interventions in Developing Countries: A Review of the Evidence. J Adolesc Health, 33:324-348. JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan 34