MENYIAPKAN BANGKITNYA GENERASI EMAS INDONESIA Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd.,Kons. Guru Besar Universitas Negeri Semarang PENGANTAR Bangsa-Cita-cita bangsa Indonesia adalah menjadi negara besar,kuat,disegani dan dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia. Setelah 67 tahun Indonesia merdeka pencapaian cita-cita ini belum sepenuhnya dipenuhi,meskipun kita sadari telah terjadi kemajuan dan capaian yang telah di raih di bidang politik,keamanan,ekonomi,dan kesejahteraan rakyat. Namun kita harus tetap sadar dan lebih meningkatkan kemauan dan kemampuan kita karena ke depan masih banyak persoalan dan tantangan bahkan lebih kompleks yang harus diselesaikan. Optimisme dan upaya kuat seluruh anak bangsa dengan semangat nasionalisme dalam mewujudkan cita-cita harus tetap dilakukan secara sistematik, sistemik dan berkelanjutan,meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan.Meningkatkan komitmen menjadikan pendidikan sebagai sarana utama untuk menuju terwujudnya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah bertekad memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Sampai saat ini, pemerintah telah mengambil berbagai terobosan kebijakan pendidikan berskala besar. Kita semua menyadari,bahwa hanya melalui pendidikan bangsa kita menjadi maju dan dapat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain,baik dalam bidang sains dan teknologi maupun ekonomi. Peran pendidikan penting juga dalam membangun peradaban bangsa yang berdasarkan atas jati diri dan karakter bangsa.Apapun persoalan bangsa yang dihadapi komitmen kita untuk melaksanakan pembangunan pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi dan berbagai peraturan perundanganundangan yang berlaku tetap dipegang. Komitmen ini direalisasikan dalam berbagai kebijakan dan program yang diarahkan untuk mencapai tujuan meningkatnya kualitas sumber daya manusia demi tercapainya kemajuan bangsa dan negara di masa depan, sebagaimana yang kita cita-citakan bersama. Ini menjadi bagian penting yang menentukan perkembangan pendidikan di Indonesia. Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.Disamping itu pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik,mental dan moral bagi individu-individu,agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam,sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Dalam konteks modern dan kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan pengembangan kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus (on going formation). Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah kesinambungan yang terus menerus yang tertata rapi dan terorganisasi,berupa kegiatan yang terarah dan tertuju pada strukturasi dan konsolidasi kepribadian serta kehidupan rasional yang menyertainya,secara personal, komuniter,mondial, dan sebagainya. Pendidikan menyangkut diri manusia . Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat,berilmu,cakap,kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. GENERASI EMAS INDONESIA: APA,SIAPA? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012 adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”. Karena pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga.Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkan hal itu menjadi sangat penting. (Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan:Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2012,Rabu,2 Mei 2012). Mengapa dikatakan Generasi Emas Indonesia ? Karena merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif,sangat berharga dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif, serta menjadi bonus demografi. Mengapa berkarakter? Karena karakter menentukan kulitas moral dan arah dari setiap generasi muda dalam mengambil keputusan dan tingkah laku. Karena karakter merupakan bagian integral yang harus dibangun,agar generasi muda sebagai harapan bangsa,sebagai penerus bangsa yang akan menentukan masa depan harus memiliki sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar dalam upaya membangun bangsa. Mengapa Cerdas? Karena dengan kecerdasan yang tinggi,akan mampu memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses mencapai tujuan. Kemampuan,yaitu karakteristik diri individu yang ditampilkan dalam bentuk perilaku untuk memenuhi kebutuhan/tuntutan tertentu. Manipulasi,yaitu perilaku aktif dan disengaja untuk melihat dan mengorganisasikan dalam membentuk hubungan antar unsur yang ada dalam suatu kondisi. Unsur-unsur,yaitu hasil pemilahan/pemisahan atas bagian-bagian dari suatu kesatuan tertentu. Tujuan,yaitu kondisi yang diharapkan terjadi melalui penampilan kemampuan dalam bentuk usaha. Sukses adalah kondisi yang unsur-unsurnya sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Mengapa Kompetitif? Karena dengan kemampuan kompetitif,akan mampu mencapai keunggulan,memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa lain,dan akan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia. Akan menjadi bangsa dan negara yang besar,kuat,disegani dan dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa di dunia. Ini akan menjadi perwujudan cita-cita bangsa Indonesia setelah 67 tahun merdeka. Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang kokoh,kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif,merupakan produk pendidikan yang diidam-idamkan. Peserta didik dalam setiap jenjang,jenis,dan jalur pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang bekarakter, cerdas dan kompetitif. Proses pembentukan diri terus-menerus (on going formation) ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu, melalui proses pendidikan bermutu. Insan Indonesia berkarakter adalah insan yang memiliki sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Insan yang memiliki sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Indikator karakter yang terwujud dalam perilaku insan berkarakter adalah iman dan takwa,pengendalian diri,sabar, disiplin,kerja keras,ulet,bertanggung jawab,jujur ,membela kebenaran, kepatutan, kesopanan,kesantunan,taat pada peraturan,loyal ,demokratis,sikap kebersamaan, musyawarah,gotong royong,toleran, tertib,damai, anti kekerasan,hemat,konsisten. Insan yang berperilaku berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan perilaku cerdas hendaknya pula diisi upaya yang cerdas. Karakter dan kecerdasan dipersatukan dalam perilaku yang berbudaya. Kehidupan yang berkarakter tanpa disertai kehidupan yang cerdas akan menimbulkan berbagai kesenjangan dan penyimpangan serta ketidakefisienan. Insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif,yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional,cerdas sosial,cerdas intelektual,dan cerdas kinestetis.Cerdas spiritual, yaitu beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.Cerdas emosional, yaitu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya,serta kompetensi untuk mengekspresikannya. Cerdas sosial,yaitu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang (i) membina dan memupuk hubungan timbal balik,(ii) demokratis, (iii) empatik dan simpatik, (iv) menjunjung tinggi hak asasi manusia, (v) ceria dan percaya diri, (vi) menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara, (vii) berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Cerdas intelektual, yaitu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; aktualisasi insan intelektual yang kritis,kreatif,inovatif dan imajinatif. Cerdas kinestetik,yaitu beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan sehat,bugar,berdayatahan,sigap,terampil dan trengginas; serta aktualisasi insan adiguna. Insan Indonesia kompetitif, yaitu insan yang berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri,pantang menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan,inovatif dan menjadi agen perubahan,produktif, sadar mutu,berorientasi global,pembelajar sepanjang hayat,dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa mempunyai peranan penting dalam upaya pembangunan karakter bangsa,yaitu sebagai: a. Pembangun kembali karakter bangsa yang positif. Esensi peran ini adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi emas untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk mengintegrasikannya pada kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari. b. Pemberdaya karakter. Pembagunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus sehingga generasi muda yang merupakan generasi emas juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter.Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi emas untuk menjadi peran model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. c. Perekayasa karakter sejalan dengan perlunya adatifitas daya saing untuk memperkuat ketahan bangsa.Peran ini menuntut generasi emas sebagai generasi penerus bangsa untuk terus melakukan pembelajaran. BAGAIMANA CARA MENYIAPKAN GENERASI EMAS? JAWABANNYA : PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF MASA DEPAN Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas,maju,mandiri,dan modern,serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa.Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian,pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas,yaitu dimensi sosial,budaya, ekonomi dan politik. Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam mobilitas masyarakat. Pendidikan menjadi faktor penting dalam mendorong percepatan mobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru. Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik, yang menjadi elemen penting dalam meperkuat daya rekat sosial (social cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas, perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi sosial. Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos dikalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Bahkan pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa dan mengukuhkan ikatanikatan sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun diri sendiri dan masyarakat. Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang hayat, dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirnya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik pendidikan yang juga kurang proporsional. Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya,yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut: a. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial; b. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara; dan d. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk deskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial. (Rencana Strategis Kemeterian Pendidikan Nasional 2010-2014) Dalam konteks kebudayaan, maka pendidikan merupakan proses pembudayaan peserta didik. Budaya itu sendiri merupakan buah keadaban manusia. Dengan demikian melalui proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak. Budaya atau kebudayaan (culture) adalah pandangan hidup sekelompok orang (Berry dkk,1999) yang meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan, dan berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi serta memberikan identitas pada komunitas`pendukungnya (Prosser,1978). Dipandang dari perspektif budaya, situasi pendidikan adalah sebuah “perjumpaan cultural” (cultural encounter) antara pendidik dengan peserta didik. Dalam pendidikan terjadi proses belajar, transferensi dan kaunter transferensi, serta saling menilai. Oleh karena itu pendidik perlu memiliki kepekaan budaya untuk dapat memahami dan membantu peserta didik. Pendidik yang demikian adalah pendidik yang menyadari benar bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan ke dalam proses pendidikan ia membawa serta kerakteristik tersebut. Untuk memiliki kepekaan budaya, pendidik ditunutut untuk mempunyai pemahaman yang kaya tentang berbagai budaya di luar budayanya sendiri, khususnya berkenaan dengan latar belakang budaya peserta didik di Indonesia. Pada dasarnya pendidikan sebagai proses kebudayaan (cultural process) bagi setiap peserta didik. Di dalam konteks pendidikan sebagai proses pembudayaan maka setiap pendidikan itu berlangsung senantiasa harus dilakukan dengan pendekatan budaya. Apabila pendidikan tidak dilakukan dengan pendekatan budaya maka hanya akan melahirkan orang-orang yang tidak beradab. Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian daerah dan nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional, serta membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antarbangsa di era global. Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan knowledge-based economy (KBE) yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Karena itu pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan - education for the knowledge economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan, yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai IPTEK sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetisi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian pendidikan dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk meraih keunggulan dalam persaingan global. Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizen), yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai warga masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia. Visi dan idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional, yang dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha besar untuk meletakan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan masyarakat kelas menengah terdidik yang menjadi pilar utama civil society, yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis. Berbicara masalah pendidikan bukanlah hal yang mudah dan sederhana, karena selain sifatnya kompleks, dinamis dan kontekstual; pendidikan merupakan wahana untuk pembentukan diri seseorang secara keseluruhan. Peranan pendidikan dalam pembentukan diri sebagai sumberdaya manusia tersebut, dibahas secara rinci oleh Fullan (1982) sebagai tujuan umum pendidikan yang meliputi aspek kognitif berupa keterampilan akademik (membaca dan matematika) dan keterampilan berpikir yang lebih tinggi (kemampuan memecahkan masalah). Selain itu, pendidikan dalam prosesnya juga sekaligus mencakup tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam kelompok secara kreatif, inisiatif, empati, dan yang memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal bermasyarakat. Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu secara umum dan sangat mendasar. Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik. Pendidikan dipandang sebagai komunikasi keberadaan (eksistensi) manusiawi yang otentik kepada manusia muda, agar dimiliki,dilanjutkan dan disempurnakan. Komunikasi ini terlaksana dalam kesatuan antar pribadi antara pendidik dan anak didik. Generasi Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM) yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena generasi emas mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu generasi emas akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu generasi emas hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional. Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan generasi sekarang sebagai generasi emas yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaannya. Pendidikan tidak dipandang hanya sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan direncana dalam memilih isi (materi) strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, berupa pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Apabila diarahkan dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, kegiatan pendidikan diarahkan kepada empat aspek pembentukan kepribadian manusia yaitu pengembangan manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial, mahluk susila, dan mahluk beragama (religius). Pendidikan merupakan gejala yang universal, dimana ada manusia, di sana ada pendidikan. Gejala yang universal ini bukanlah hanya sekedar gejala yang melekat pada manusia saja, melainkan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Dengan demikian pendidikan merupakan keharusan bagi manusia. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia timbulah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara dengan baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang. Disinilah muncul keharusan adanya pemikiran teoritis tentang pendidikan. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Inti dari pada pembangunan pendidikan nasional ialah upaya pengembangan sumber daya manusia (sebagai generasi emas) unggul dalam rangka mempersiapkan masyarakat dan bangsa kita menghadapi millenium ketiga sebagai era yang kompetitif. Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber kehidupan semua bidang.Pembangunan peradaban bangsa harus didasari dengan pembangunan nilai-nilai moral di kalangan warga bangsa baik sebagai individu maupun kelompok. Pendidikan adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia akan menemukan eksistensinya. Eksistensi manusia adalah eksistensi sosio-budaya, karena proses memanusiakan diri berarti juga proses membudayakan diri yang akan menyangkut eksistensi bersama dan menyangkut kehidupan orang lain. Oleh karena itu pendidikan harus menempatkan keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya. Pendidikan ada dan berlangsung di dalam proses sosio-budaya yang sekaligus sebagai wahana pengemban dan pengembang kehidupan sosio-budaya suatu bangsa. Pendidikan sebagai upaya sadar untuk menciptakan manusia sadar akan dirinya secara kultural, yang dapat memunculkan kekuatan moral, dan jika kekuatan ini dimiliki oleh cukup banyak manusia akan dapat mengubah corak kehidupan masyarakat itu sendiri. Upaya pendidikan adalah upaya normatif. Keajegan pandangan tentang hakikat manusia mutlak diperlukan di dalam pendidikan, karena pandangan itu menjadi dasar arah normative strategi upaya pendidikan (Mungin Eddy Wibowo,2001). Meskipun pendidikan itu tidak pernah berlangsung dalam kevakuman dan tidak pernah steril dari nilai-nilai sosial budaya, pendidikan bukanlah proses transformasi dan sosialisasi nilai-nilai budaya belaka. Pendidikan adalah proses individuasi, yaitu membantu manusia berkembang sesuai dengan fitroh kemerdekaannya, dengan memperhatikan keragaman pribadi dari setiap pendidik.Oleh karena itu pendidikan tidak boleh dirancang sekadar sebagai usaha untuk menghasilkan tenaga yang ibarat suku cadang yang dapat diganti dan dipertukarkan. Pendidikan harus merupakan ikhtiar yang jauh melampaui terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sesaat-sesaat. Pendidikan harus tetap mengunggulkan derajat dan martabat manusia. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan diharapkan melahirkan sosok manusia sebagai mana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yaitu pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhalk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah : (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan menfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peningkatan mutu sumberdaya manusia (SDM) merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena SDM mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu sumberdaya manusia akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu sumberdaya manusia hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional. Pendidikan Transformatif dan Pendidikan Antisipatif Pendidikan transformatif, yaitu menjadikan pendidikan sebagai penggerak perubahan dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju. Pembentukan masyarakat maju selalu diikuti oleh proses transformasi struktural, yang menandai suatu perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimal. Bahkan pada era sekarang ini,trasformasi berjalan dengan sangat cepat yang kemudian mengantarkan masyarakat Indonesia pada masyarakat berbasis pengetahuan. Pendidikan antisipatif adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk mengarungi kehidupan di masa depan. Dengan istilah antisipatif mengingatkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, hendaknya melihat jauh ke depan. Maka dalam merancang perubahan pendidikan, tidak hanya memikirkan kebutuhan generasi sekarang, tetapi melihat jauh ke depan, memikirkan apa yang akan dihadapi anak dan cucu kita di masa depan. Antisipasi jauh ke depan sangat penting mengingat bahwa dalam zaman modern ini perubahan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik terjadi dengan sangat cepat. Ini akibat dari cepatnya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan antisipatif sangat tepat untuk diterapkan pada masa sekarang ini dalam rangka membekali peserta didik sebagai generasi emas untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan kompetitif. Oleh karena itu perlu dipikirkan dan dirancang paradigma pendidikan yang dapat membekali generasi emas menghadapi masa depan. Banyak paradigma pendidikan telah dilontarkan oleh beberapa orang, namun paradigma mana yang relevan untuk masa depan pendidikan di Indonesia pada umumnya, perlu analisis spekulatif berdasarkan keadaan obyektif masyarakat kita masa depan, yakni masyarakat madani kedudukannya ditengah masyarakat global. Menurut Gibson (Ed.,1977) masa depan memiliki kriteria khusus yang ditandai oleh hiperkompetisi, suksesi revolusi teknologi serta dislokasi dan konflik sosial, menghasilkan keadaan yang non-linier dan sangat tidak dapat diperkirakan dari masa lampau dan masa kini. Masa depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas, meskipun posisi keadaan sekarang memiliki peranan penting untuk memicu kreativitas kita. Selain itu tampak adanya pergeseran atau perubahan tingkat kepuasan hidup manusia yang semakin materialistik. Keadaan ini mendorong kita harus memiliki paradigma pendidikan masa yakni sistem pendidikan yang memungkinkan peserta didik dan perilaku praksis pendidikan dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai insan berkarakter,cerdas dan kompetitif. Aktualisasi Keunggulan Manusia Sebagai Generasi Emas Paradigma baru dalam pendidikan masa depan mengisyaratkan aktualisasi keunggulan kemampuan manusia sebagai generasi emas yang kini masih tersembunyi dalam dirinya. Dalam kaitan dengan pengembangan manusia ada dua pendekatan yang saling melengkapi, yaitu pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan kemampuan manusia. Pengembangan sumber daya manusia atau Human Resource Development (HRD), terutama terfokus pada keterampilan, sikap dan kemampuan produktif ketenagakerjaan sehingga diperlakukan manusia sebagai “sumber untuk dimanfaatkan” (yaitu sebagai obyek), dalam mencapai tujuan ekonomi, terutama dalam jangka waktu pendek. Pengembangan itu tidak terjadi dari dalam, melainkan “diatur dari atas” sesuai kepentingan lingkungannya. Seyogyanya pendidikan itu teralihkan fokusnya kepada perkembangan dan keterwujudan kemampuan manusia atau Human Capacity Development (HCD) sepanjang hayat yang berhak dan mampu memilih berbagai peran dalam meraih berbagai peluang partisipasi, sebagai anggota masyarakat, sebagai orang tua, atau sebagai pekerja dan konsumen, yaitu suatu perkembangan yang arah dan sasarannya terutama terjadi dari dalam, namun disulut untuk aktualisasinya. Karena itu,HCD menunjuk pada konstelasi keterampilan, sikap dan perilaku dalam melangsungkan hidup mencapai kemandirian (Levinger,1996), sekaligus memiliki daya saing tinggi dan daya tahan terhadap gejolak ekonomi dunia. HCD bermutu adalah proses kontekstual dan futuristik sehingga HCD melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia menguasai pengetahuan dan keterampilan yang cocok dengan tuntutan dunia kerja pada saat ini, melainkan manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat, serta dilandasi sikap, nilai,etik dan moral. Kebermutuan HCD tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual, tetapi kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan moral, dan kecerdasan spiritual. Di dalam pengembangan pribadi, individu perlu memperoleh kesempatan berpikir dan pengalaman berpikir tentang bagaimana dia hendak membangun dirinya, apa yang sudah dibangun, dan memperhadapkan diri dengan kebermaknaan yang akan menjadi arah tujuan mengembangkan diri pada masa yang akan datang. Asumsi ini mengandung implikasi bahwa pendidikan yang bersifat umum dan klasikal, yang dalam banyak hal lebih banyak peduli terhadap belajar intelektual, perlu dibarengi dengan strategi upaya yang secara sistematis untuk membantu individu mengembangkan pribadi, memperhalus dan menginternalisasi nilai-nilai yang diperoleh di dalam pendidikan, serta mengembangkan keterampilan hidup. Pendidikan adalah kendaraan mencapai keterwujudan unggulan manusia sebagai generasi emas berdasarkan motivasi instrinsik, menuju pada kinerja yang akuntabel, berkualitas dan otonom sebagai manusia yang bermartabat, bukan semata sebagai manusia yang harus mengisi keseimbangan antara supply dan demand. Dari sudut pandang manajemen, orientasi HCD terfokus pada brain power planning dan bukan terutama pada man power planning. Meskipun kedua orientasi tidak sepenuhnya bertentangan, namun analisis dari kemengapaan, terutama HCD akan menampilkan proses inquiry yang sifatnya multidimensional. Selain itu,orientasi itu berdasarkan perspektif pengembangan jangka panjang yang jauh melebihi jangkauan relevansi dan efisiensi semata, karena memiliki refleksi terhadap aspek kompleks kualitatif perkembangan masyarakat. Sebaliknya, man power planning yang dilandasi oleh paradigma supply and demand, banyak terhalang oleh berbagai kendala, antara lain berkenaan dengan perubahan cepat teknologi akibat perkembangan iptek yang merupakan tuntutan pasar dan mempersyaratkan keterampilan baru dalam memasuki dunia kerja. Pendidikan sebagai Investasi SDM Pada periode tahun 2010 sampai 2035 Indonesia dikaruniai potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif terbesar sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia. Potensi sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan baik agar berkualitas sehingga menjadi bonus demografi.Oleh karena itu pada periode tersebut harus dijadikan sebagai periode investasi besar-besaran di bidang sumber daya manusia untuk membangkitkan generasi emas Indonesia. Investasi sumber daya manusia akan dapat diwujudkan melalui peran strategis pembangunan bidang pendidikan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu investasi SDM (human capital investment) sehingga mampu menciptakan iklim yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk turut andil atau berperan serta dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Agar dapat memberikan kontribusi itu setiap warga negara harus mengembangkan dirinya agar menjadi produktif sehingga dapat lebih bernilai baik secara ekonomi dan non-ekonomi. Pendidikan merupakan sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan,mencerdaskan bangsa,serta meningkatkan harkat dan martabat sekaligus membangun peradaban yang unggul. Dengan perannya yang sangat penting itu,kita harus membuka akses seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat,mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai pendidikan tinggi (PT). Beberapa kebijakan pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan telah dilakukan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu,antara lain,bantuan operasional untuk PAUD,sekolah,dan perguruan tinggi negeri (BOP,BOS,dan BOPTN),bantuan siswa miskin,bidik misi,pendirian sekolah atau perguruan tinggi di daerah khusus, dan direncanakan pada tahun 2013 akan mulai pendidikan menengah universal (PMU). PMU tersebut diharapkan dapat memeprcepat capaian angka partisipasi kasar (APK) sekolah menengah 97% pada tahun 2020. APK tanpa program PMU tersebut baru akan dicapai tahun 2040. Dengan berbagai kebijakan tersebut serta partisipasi masyarakat yang sangat tinggi, akses ke dunia pendidikan semakin luas. Namun,luasnya akses tersebut harus disertai dengan peningkatan kualitas melalui pemenuhan dan peningkatan delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, standar proses,standar kompetensi lulusan,standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,standar pengelolaan,standar biaya,dan standar penilaian pendidikan.Untuk itu,diperlukan adanya kerjasama yang harmonis dan terus menerus antara seluruh insan pendidikan, pemerintah,pemerintah daerah,organisasi yang bergerak di dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan,sehingga akan dapat diwujudkan generasi emas yang berkarakter, cerdas,dan kompetitif. Pendidikan harus mengembangkan dan menyebarluaskan nilai dan sikap produktivitas SDM melalui pengembangan dua kemampuan sekaligus. Pertama kemampuan teknis seperti peningkatan penguasaan kecakapan, potensi dan keahlian yang seusia dengan tuntutan masyarakat dan lapangan kerja yang berubah. Kedua, kemampuan lain dalam kaitan dengan budaya yang mendorong SDM untuk menjadi kekuatan penggerak pembangunan , seperti wawasan, penalaran, etos kerja, orientasi ke depan, kemampuan belajar secara terus menerus, dan sejenisnya. Dengan kemampuan untuk mengembangkan kedua kekuatan SDM itu, pendidikan sebagai suatu investasi SDM memiliki fungsi yang paling menonjol yaitu sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan tingkat balikan yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Oleh karena itu juga perlu ditanamkan dan diperkuat melalui pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia,terutama melalui penguatan budaya sekolah dan kampus untuk membangun karakter,yaitu (i) memperkuat tradisi akademik melalui penguatan budaya nalar dan kejujuran,(ii) menanamkan nilai patriotisme dan nasionalisme,(iii) menumbuhkan sikap cinta damai,toleransi,saling menghargai,dan menghormati, (iv) menanamkan nilai-nilai demokrasi,dan (v) membudayakan kepatuhan terhadap pranata hukum. Dengan semakin luasnya akses dan dan tingginya kualitas pendidikan disertai dengan penguatan budaya sekolah dan kampus,diharapkan kualitas suber daya manusia Indonesia semakin baik,semakin mampu mengelola kesempatan dan sumber daya yang kita miliki,dalam rangka membangkitkan generasi emas Indonesia untuk memajukan bangsa dan negara yang bermartabat dan disegani oleh bangsa dan negara lain di dunia. Ivestasi SDM berbeda dengan investasi sektor fisik karena pada sektor fisik rentang waktu antara investasi dan tingkat baliknya lebih terukur (measurable) dalam jangka pendek. Investasi pendidikan lebih berjangka panjang, tingkat balikan terhadap investasi pendidikan tidak dapat dinikmati dalam ukuran waktu 1-2 tahun, melainkan belasan dan bahkan mungkin puluhan tahun. Indikator-indikator manfaat pendidikan juga lebih halus dan tidak selalu tampak secara langsung bahkan mungkin tidak selalu dapat diukur, sehingga harus diamati melalui indikatorindikator yang tidak langsung. Namun demikian, dengan semakin berkembangnya metode-metode dan alat ukur dalam analisis investasi pendidikan, maka manfaat pendidikan sudah mulai dapat diukur secara langsung, misalnya melalui pengukuran penghasilan seseorang, penghasilan negara, dan pajak yang diterima oleh negara relative terhadap biaya yang dikeluarkan untuk investasi pendidikan. Karena sifatnya berjangka panjang, maka investasi pendidikan memiliki rentang waktu (lead time) yang panjang pula. Jarak antara waktu seseorang menjalani pendidikan dengan waktu ia memasuki masa produktif dalam masyarakat dan lapangan kerja tidaklah pendek. Dalam keadaan normal, rentang waktu ke depan seorang lulusan SMP adalah 9 tahun, sekolah menengah adalah 12 tahun, Sarjana (S1) sekitar 16 tahun. Dengan adanya rentang waktu yang panjang tersebut, maka investasi pendidikan dituntut untuk lebih berorientasi ke masa depan.Investasi pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses peningkatan nilai tambah dalam sektor-sektor produktif yang dapat memacu pertumbuhan secara tepat. Nilai tambah tersebut dihasilkan dari keterampilan, dan keahlian yang diperoleh seseorang dapat disumbangkan dengan derajat profesionalisasi yang semakin tinggi lagi. Sehingga, pada gilirannya akan semakin memungkinkan bagi seorang SDM terdidik untuk dapat menghasilkan karya-karya unggul dengan mutu bersaing sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Disinilah letak peranan pendidikan dalam menggerakkan pendapatan masyarakat dan negara dan memacu pertumbuhan ekonomi. Pendidikan bermutu akan dapat terwujud jika upaya pendidikan dapat membantu individu sebagai generasi emas yang sedang tumbuh dan kembang secara dinamis dan aktif dalam pembentukan diri menjadi insan Indonesia yang berkarakter, cerdas dan kompetitif,serta insan yang produktif baik dalam arti menghasilkan barang atau jasa atau hasil karya lainnya, maupun menghasilkan suasana lingkungan atau suasana hati serta alam pikiran yang positif dan menyenangkan. Individu sebagai generasi emas yang produktif perlu memiliki kemampuan intelektual, keterampilan, bersikap dan menerapkan nilai-nilai berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan. Generasi emas yang produktif merupakan wujud dari manusia yang berkualitas, yang berkembang secara utuh dalam menyelenggarakan kehidupannya secara berguna bagi manusia lain dan lingkungannya. Manusia produktif adalah manusia yang mampu mengembangkan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan yang terkait dengan masa depan. Pendidikan mengupayakan pengembangan segenap potensi individu secara optimal pada setiap tahap perkembangan, dan berperan aktif dalam pembentukan manusia produktif. Pengembangan ini akan dilengkapi dan meningkatkan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan dengan pengembangan nilai dan sikap (Mungin Eddy Wibowo, 2000). Bagaimana Cara Guru Melakukan Pembelajaran Dalam Menyiapkan Generasi Emas? Guru dalam melakukan pembelajaran harus mampu mengubah strategi pembelajaran yang berlandaskan paradigma teaching menjadi strategi pembelajaran kreatif berlandaskan paradigma learning. Paradigma learning terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad ke-21 versi UNESCO. Keempat visi pendidikan ini sangat jelas berdasarkan pada paradigma learning,tidak lagi pada teaching, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Paradigma belajar yang oleh UNESCO dipandang sebagai pendekatan belajar yang perlu diterapkan untuk menyiapkan generasi muda memasuki abad ke-21 hakikatnya merupakan pendekatan belajar yang telah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh pemikir pendidikan sejak permulaan abad ke-20. Pendekatan ini demikian berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat, terutama sejak ketertinggalan Amerika Serikat dalam teknologi ruang angkasa Uni Soviet pada tahun 1957. Proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan “ways of knowing” atau “mode of inquiry” memungkinkan peserta didik untuk terus belajar dan mampu memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan hasil penelitian orang lain. Karena itu hakikat dari “Learning to Know” adalah proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. Dalam belajar mengutamakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terlibat dalam proses meneliti dan mengkaji. Ini berarti pendidikan berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional sehingga leaner berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta memiliki semangat membaca,mengkaji dan meneliti yang tinggi. Model pendekatan belajar seperti ini dapatlah dihasilkan lulusan yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi dan dengan sendirinya akan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Bagaimana dengan pilar kedua “learning to do”. Jika pada “learning to know”, sasarannya adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tercapainya keseimbangan dalam penguasaan IPTEK. Pada “learning to do”, sasarannya adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industri. “Learning to do” (belajar berbuat/hidup), aspek yang dicapai dalam visi ini adalah keterampilan seorang peserta didik dalam menyelesaikan problem keseharian yang berkaitan dengan kehidupan. Pendidikan dan pembelajaran diarahkan pada “how to solve the problem”. Pendekatan belajar ini,mengandung makna atau berimplikasi pada pembelajaran yang berorientasi pada paradigma pemecahan masalah yang memungkinkan peserta didik berkesempatan mengintegrasikan pemahaman konsep, penguasaan keterampilan teknis dan intelektual, untuk memecahkan masalah dan dapat berlanjut kepada inovasi dan improvisasi. Paradigma belajar berdasarkan pemecahan masalah (problem-based learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan, dan menawarkan kebebasan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran ini peserta didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskan peserta didik mengidentifikasi permasalahan-permasalahan,mengumpulkan data dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Peserta didik akan terlibat sangat intensif, sehingga motivasi untuk terus belajar dan terus mencari tahu menjadi meningkat. Semakin tinggi tingkat kebebasan peserta didik,semakin tinggi juga kebutuhan pembimbingan yang harus dilakukan oleh guru. Peran guru berubah dari “guru” atau “ahli” menjadi fasilitator atau pembimbing. Problem-based learning mempunyai lima asumsi utama,yaitu: Permasalahan sebagai pemandu. Dalam hal ini, permasalahan menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian peserta didik. Bacaan diberikan sejalan dengan permasalahan, dan peserta didik ditugaskan membaca sambil selalu mengacu pada permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka berpikir bagi peserta didik dalam mengerjakan tugas. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Dalam hal ni, permasalahan disajikan kepada peserta didik setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuan utamanya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dalam memecahkan masalah. Permasalahan sebagai contoh. Dalam hal ini, permasalahan adalah salah satu contoh dan bagian dari bahan belajar peserta didik. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, atau prinsip, dan dibahas dalam diskusi antara eserta didik dengan tenaga pengajar. Permasalahan sebagai sarana yang menfasilitasi terjadinya proses. Fokusnya pada kemampuan berpikir kritis dalam hubungannya dengan permasalahan. Permasalahan menjadi alat untuk melatih peserta didik dalam bernalar dan berpikir kritis. Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar Fokusnya pada pengembangan keterampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Keterampilan tidak diajarkan oleh tenaga pengajar, tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh peserta didik mealui aktivitas pemecahan masalah. Keterampilan dimaksud meliputi keterampilan fisik, keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan, dan keterampilan metakognitif. Problem-based learning digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk melibatkan peserta didik, dan mendukung peserta didik dalam aktivitas yang mengembangkannya menjadi praktisi yang profesional. Problem-based learning mengintegrasikan pembelajaran bidang ilmu dan keterampilan memecahkan masalah, memanfaatkan situasi yang kolaboratif, dan menekankan pada proses “belajar untuk belajar” dengan memberikan tanggung jawab maksimal kepada peserta didik untuk menentukan proses belajarnya (Wilson & Cole,1996). Pendidikan tidak hanya membekali peserta didik untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah,melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi,pengertian, dan tanpa prasangka. Pendidikan diarahkan dalam pembentukan peserta didik yang berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dan latar belakang etnik,agama dan budaya. Disinilah pentingnya pilar ketiga yaitu “learning to live together” (belajar hidup bersama). Pendidikan untuk mencapai tingkat kesadaran akan persamaan antar sesama manusia dan terdapat saling ketergantungan satu sama lain tidak dapat ditempuh dengan pendidikan yang menggunakan pendekatan tradisional,melainkan perlu menciptakan situasi kebersamaan dalam waktu yang relatif lama. Dalam hubungan ini,prinsip relevansi sosial dan moral sangat tepat. Suatu prinsip yang memerlukan suasana belajar yang secara “inherently” mengandung nilai-nilai toleransi saling ketergantungan,kerjasama,dan tenggang rasa. Ini diperlukan proses pembelajaran yang menuntut kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Tiga pilar yaitu learning to know, learning to do, dan learning to live together ditujukan bagi lahirnya peserta didik yang mampu mencari informasi dan/atau menemukan ilmu pengetahuan,yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan.Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya,mengambil keputusan dan mengaktualisasikan dirinya. Manusia yang mandiri yang memiliki kemantapan emosional,intelektual,moral, spiritual, yang dapat mengendalikan dirinya, konsisten dan memiliki rasa empati atau dalam kamus psikologi disebut memiliki kecerdasan emnosional,kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, dan kecerdasan spiritual. Inilah makna “learning to be”, yaitu muara akhir dari tiga pilar belajar. Pada masa sekarang ini “learning to be” menjadi sangat penting karena masyarakat modern saat ini sedang dilanda krisis kepribadian. Oleh karena itu melalui “learning to be” sebagai muara akhir dari tiga pilar belajar akan mampu membantu peserta didik dimasa depannya bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mantap dan mandiri,memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki having (materi-materi dan jabatan-jabatan politis). Dengan demikian tujuan pendidikan nasional akan dapat diwujudkan, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kata kunci dari keempat pilar belajar tersebut,yaitu berupa “learning how to learn” (belajar bagaimana belajar), sehingga pembelajaran tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang berupa pemenuhan aspek kognitif saja,melainkan juga berorientasi bagaimana peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya berpikir imajinatif. Untuk dapat mewujudkan paradigma pembelajaran tersebut, pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,kreatif,dinamis,dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pendidikan harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip: (i) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (ii) Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;(iii) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; (iv) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,menulis,dan berhitung bagi segenap warga masyarakat;dan (v) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka mempersiapkan generasi emas Indonesia, disamping disiapkan kebijakan-kebijakan yang sistematis,yang memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal yang masif, juga harus mendorong dan membantu satuan pendidikan formal dan nonformal dalam melakukan penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap,sistematis,dan terencana dalam suatu penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. Penyelenggara pendidikan harus mempunyai acuan dasar (benchmark) yang meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, criteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistic, (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis, (3) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur, (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, (5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal, (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan, dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Acuan dasar tersebut merupakan standar nasional pendidikan (SNP) yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas public dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Penyelenggaraan pendidikan harus mengacu kepada standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. ( PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara,dan satuan pendidikan gar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan bermutu. Pendidikan bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap, kreatif,mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Standar Nasional Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan keprofesionalan sekolah/madrasah sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,pengalaman,sikap, dan nilai berdasarkan SNP, sehingga menjadi sekolah/madrasah mampu menjamin mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan didalam pelaksanaannya ternyata bukan hanya sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai pemerataan pendidikan yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai penuntun bagi pendidik dalam mengadakan perubahan global.SNP akan dapat meningkatan mutu pendidikan nasional dan merupakan upaya yang memiliki dampak untuk peningkatan SDM yang :bermutu,unggul,bermartabat,cerdas,terampil, MUTU pendidikan yang tercermin dalam kompetensi lulusan Sekolah/Madrasah dipengaruhi oleh berbagai komponen yaitu:isi (kurikulum),proses pendidikan,pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan,pengelolaan pendidikan, pembiayaan pendidikan, dan penilaian pendidikan,yang dapat digambarkan dalam konstelasi mutu pendidikan sebagai berikut. MUTU pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas isi (kurikulum) pendidikan, dan proses pendidikan.Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan harus didukung oleh Standar Isi dan Standar Proses. Perwujudan proses pendidikan BERMUTU dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan,kualitas pengelolaan pendidikan,ketersediaan dana pendidikan, dan sistem penilaian pendidikan yang valid,obyektif, dan akuntabel Oleh karena itu perwujudan pendidikan BERMUTU harus didukung oleh SNP,yaitu: Standar Isi,Standar Kompetensi Lulusan,Standar Proses ,Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,Standar Pengelolaan,Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Pendidikan nasional bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan berkembangnya potensi peserta didik maka akan dapat mewujudkan generasi emas Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang berkarakter,cerdas dan kompetitif,sehingga akan meningkatkan kesejahteraan,keharkatan dan kemartabatan bangsa dan negara Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah (2004). Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Ganesindo. A.Atmadi dan Y. Setiyaningsing (editor) (2000). Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga.. Yogyakarta: Kanisius. Chapman,David W.,dkk (editor) (1997). From Planning to Action: Government Initative for Improving School-Level Practice. UNESCO Conny R. Semiawan (1999). Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Grasindo Dahlan,M.D (1998). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FIPIKIP Bandung. Delors,Jacques (Editor) (1998). Education for the Twenty-Firt Century: Issues and Prospects. Paris: UNESCO Publishing. Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Depdiknas.(2010). Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas (2005). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025. Jakarta: Depdiknas Depdiknas (2010). Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 20102014. Jakarta:Kemendiknas. Doni Koesoema A. (2007).Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta:Grasindo Frankl.Victor E. (1985). Man‟s Search for Meaning. Pocket Book, New York: Washington Square Press. Gibson,R.Ed. (1977). Rethinking the Future. London:Nicholas Brealy Publishing. H.A.R Tilaar (2002). Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: Grasindo. Indra Djati Sidi (2003). Menuju Masyarakat Belajar:Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina Levinger,B. (1996). Critical Transitions: Human Capacity Development Across the Lifespan. New York: Education Development Center, Inc. Masnur Muslich (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Mohamad Ali (2009). Pendidikan Nasional untuk Pembangunan Nasional. Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung. PT Imperial Bhakti Utama. Mungin Eddy Wibowo (2001). Model Konseling Kelompok di Sekolah Menengah Umum. Disertasi. Bandung: program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Mungin Eddy Wibowo (2002). Konseling Perkembangan: Paradigma Baru dan Relevansinya di Indonesia. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Semarang: Depdiknas UNNES Prosser, H.M. (1978). The Cultural Dialogue: An Introduction to Intercultural Communication. Boston: Hougton Mifflin. Sunaryo Kartadinata (1987). Mengkaji Makna Bimbingan: Suatu Pandangan Sosiologis. Majalah Bunga Rampai Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP Bandung. Seri 01,103-110. Tonny D.Widiastono (2004).Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Zohar,Danah & Marshall,Lan (2000). Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence. London: Bloombsbury Publ.Plc.