MENYIAPKAN BANGKITNYA GENERASI EMAS INDONESIA Prof

advertisement
MENYIAPKAN BANGKITNYA GENERASI EMAS INDONESIA
Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd.,Kons.
Guru Besar Universitas Negeri Semarang
PENGANTAR
Bangsa-Cita-cita bangsa Indonesia adalah menjadi negara besar,kuat,disegani dan
dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia. Setelah 67 tahun
Indonesia merdeka pencapaian cita-cita ini belum sepenuhnya dipenuhi,meskipun
kita sadari telah terjadi kemajuan dan capaian yang telah di raih di bidang
politik,keamanan,ekonomi,dan kesejahteraan rakyat. Namun kita harus tetap sadar
dan lebih meningkatkan kemauan dan kemampuan kita karena ke depan masih
banyak persoalan dan tantangan bahkan lebih kompleks yang harus diselesaikan.
Optimisme dan upaya kuat seluruh anak bangsa dengan semangat nasionalisme
dalam mewujudkan cita-cita harus tetap dilakukan secara sistematik, sistemik dan
berkelanjutan,meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan.Meningkatkan
komitmen menjadikan pendidikan sebagai sarana utama untuk menuju terwujudnya
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam
pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah bertekad memberikan perhatian
yang besar pada pembangunan pendidikan. Sampai saat ini, pemerintah telah
mengambil berbagai terobosan kebijakan pendidikan berskala besar.
Kita semua menyadari,bahwa hanya melalui pendidikan bangsa kita menjadi maju
dan dapat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain,baik dalam bidang sains dan
teknologi maupun ekonomi. Peran pendidikan penting juga dalam membangun
peradaban bangsa yang berdasarkan atas jati diri dan karakter bangsa.Apapun
persoalan bangsa yang dihadapi komitmen kita untuk melaksanakan pembangunan
pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi dan berbagai peraturan perundanganundangan yang berlaku tetap dipegang. Komitmen ini direalisasikan dalam berbagai
kebijakan dan program yang diarahkan untuk mencapai tujuan meningkatnya
kualitas sumber daya manusia demi tercapainya kemajuan bangsa dan negara di
masa depan, sebagaimana yang kita cita-citakan bersama. Ini menjadi bagian
penting yang menentukan perkembangan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara
efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara
membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.Disamping
itu pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa
fisik,mental dan moral bagi individu-individu,agar mereka menjadi manusia yang
berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang
diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam,sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih
sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang
berarti dan bermanfaat bagi suatu negara.
Dalam konteks modern dan kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan
dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau
generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu
pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan
pengembangan kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan dan
pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).
Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu.
Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan dan
pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah kesinambungan yang terus
menerus yang tertata rapi dan terorganisasi,berupa kegiatan yang terarah dan tertuju
pada strukturasi dan konsolidasi kepribadian serta kehidupan rasional yang
menyertainya,secara personal, komuniter,mondial, dan sebagainya.
Pendidikan menyangkut diri manusia . Manusia membutuhkan pendidikan yang
bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian
diri,kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan
dirinya,masyarakat,bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak
mulia, sehat,berilmu,cakap,kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
GENERASI EMAS INDONESIA: APA,SIAPA?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan
Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan
Nasional Tahun 2012 adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”. Karena
pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya
luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia
merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia
produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus
demografi (demographic dividend) yang sangat berharga.Di sinilah peran strategis
pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkan hal itu menjadi sangat penting.
(Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan:Sambutan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2012,Rabu,2 Mei 2012).
Mengapa dikatakan Generasi Emas Indonesia ? Karena merupakan generasi
penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif,sangat berharga
dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar
berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang
kompetitif, serta menjadi bonus demografi. Mengapa berkarakter? Karena karakter
menentukan kulitas moral dan arah dari setiap generasi muda dalam mengambil
keputusan dan tingkah laku. Karena karakter merupakan bagian integral yang harus
dibangun,agar generasi muda sebagai harapan bangsa,sebagai penerus bangsa yang
akan menentukan masa depan harus memiliki sikap dan pola pikir yang
berlandaskan moral yang kokoh dan benar dalam upaya membangun bangsa.
Mengapa Cerdas? Karena dengan kecerdasan yang tinggi,akan mampu
memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses mencapai tujuan.
Kemampuan,yaitu karakteristik diri individu yang ditampilkan dalam bentuk
perilaku untuk memenuhi kebutuhan/tuntutan tertentu. Manipulasi,yaitu perilaku
aktif dan disengaja untuk melihat dan mengorganisasikan dalam membentuk
hubungan antar unsur yang ada dalam suatu kondisi. Unsur-unsur,yaitu hasil
pemilahan/pemisahan atas bagian-bagian dari suatu kesatuan tertentu. Tujuan,yaitu
kondisi yang diharapkan terjadi melalui penampilan kemampuan dalam bentuk
usaha. Sukses adalah kondisi yang unsur-unsurnya sesuai dengan kriteria yang
diharapkan.
Mengapa Kompetitif? Karena dengan kemampuan kompetitif,akan mampu
mencapai keunggulan,memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa lain,dan akan
menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia. Akan menjadi bangsa dan
negara yang besar,kuat,disegani dan dihormati keberadaannya di tengah-tengah
bangsa di dunia. Ini akan menjadi perwujudan cita-cita bangsa Indonesia setelah 67
tahun merdeka.
Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa yang akan menentukan masa depan
dan int depan diri dan bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi
yang memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang pertama dan
utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme dan gairah
untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan
benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang
cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang kokoh,kecerdasan
yang tinggi, dan kompetitif,merupakan produk pendidikan yang diidam-idamkan.
Peserta didik dalam setiap jenjang,jenis,dan jalur pendidikan merupakan individu
yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam
proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi
generasi emas yaitu insan yang bekarakter, cerdas dan kompetitif. Proses
pembentukan diri terus-menerus (on going formation) ini terjadi dalam kerangka
ruang dan waktu, melalui proses pendidikan bermutu.
Insan Indonesia berkarakter adalah insan yang memiliki sifat pribadi yang relatif
stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam
standar nilai dan norma yang tinggi. Insan yang memiliki sikap dan pola pikir yang
berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Indikator karakter yang terwujud dalam
perilaku insan berkarakter adalah iman dan takwa,pengendalian diri,sabar,
disiplin,kerja keras,ulet,bertanggung jawab,jujur ,membela kebenaran, kepatutan,
kesopanan,kesantunan,taat pada peraturan,loyal ,demokratis,sikap kebersamaan,
musyawarah,gotong royong,toleran, tertib,damai, anti kekerasan,hemat,konsisten.
Insan yang berperilaku berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan
perilaku cerdas hendaknya pula diisi upaya yang cerdas. Karakter dan kecerdasan
dipersatukan dalam perilaku yang berbudaya. Kehidupan yang berkarakter tanpa
disertai kehidupan yang cerdas akan menimbulkan berbagai kesenjangan dan
penyimpangan serta ketidakefisienan.
Insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif,yaitu cerdas
spiritual, cerdas emosional,cerdas sosial,cerdas intelektual,dan cerdas
kinestetis.Cerdas spiritual, yaitu beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk
menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk
budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.Cerdas emosional, yaitu beraktualisasi
diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan
kehalusan dan keindahan seni dan budaya,serta kompetensi untuk
mengekspresikannya. Cerdas sosial,yaitu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial
yang (i) membina dan memupuk hubungan timbal balik,(ii) demokratis, (iii) empatik
dan simpatik, (iv) menjunjung tinggi hak asasi manusia, (v) ceria dan percaya diri,
(vi) menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara, (vii) berwawasan
kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Cerdas
intelektual, yaitu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh
kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; aktualisasi
insan intelektual yang kritis,kreatif,inovatif dan imajinatif. Cerdas kinestetik,yaitu
beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan sehat,bugar,berdayatahan,sigap,terampil dan trengginas; serta aktualisasi insan adiguna.
Insan Indonesia kompetitif, yaitu insan yang berkepribadian unggul dan gandrung
akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri,pantang menyerah, pembangun
dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan,inovatif dan menjadi agen
perubahan,produktif, sadar mutu,berorientasi global,pembelajar sepanjang hayat,dan
menjadi rahmat bagi semesta alam.
Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa mempunyai peranan penting dalam
upaya pembangunan karakter bangsa,yaitu sebagai:
a. Pembangun kembali karakter bangsa yang positif. Esensi peran ini adalah
adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi emas untuk menjunjung
tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus
upaya kolektif untuk mengintegrasikannya pada kegiatan dan aktivitasnya
sehari-hari.
b. Pemberdaya karakter. Pembagunan kembali karakter bangsa tentunya tidak
akan cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus
sehingga generasi muda yang merupakan generasi emas juga dituntut untuk
mengambil peran sebagai pemberdaya karakter.Bentuk praktisnya adalah
kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi emas untuk menjadi peran model
dari pengembangan karakter bangsa yang positif.
c. Perekayasa karakter sejalan dengan perlunya adatifitas daya saing untuk
memperkuat ketahan bangsa.Peran ini menuntut generasi emas sebagai
generasi penerus bangsa untuk terus melakukan pembelajaran.
BAGAIMANA CARA MENYIAPKAN GENERASI EMAS?
JAWABANNYA :
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF MASA DEPAN
Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan
pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan
masyarakat
Indonesia
yang
berkualitas,maju,mandiri,dan
modern,serta
meningkatkan harkat dan martabat bangsa.Keberhasilan dalam membangun
pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan
nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian,pembangunan pendidikan itu
mencakup berbagai dimensi yang sangat luas,yaitu dimensi sosial,budaya, ekonomi
dan politik.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang
mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam mobilitas
masyarakat. Pendidikan menjadi faktor penting dalam mendorong percepatan
mobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru.
Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik, yang
menjadi elemen penting dalam meperkuat daya rekat sosial (social cohesion).
Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan
perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas,
perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam
bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian pendidikan dapat
memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi sosial.
Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang
efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos
dikalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk
memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan
jati diri bangsa. Bahkan pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus
globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang
acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam
konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun
kesadaran kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa dan mengukuhkan ikatanikatan sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan
agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.
Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang
berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun diri sendiri dan
masyarakat. Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang hayat,
dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan
mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta
didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses
pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma
pengajaran lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan
pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang
memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki
kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang
dibutuhkan bagi dirnya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika
kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan datang, maka pemahaman
tentang kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan. Sebaliknya, jika
pengertian dan pemahaman terhadap pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan
konsep dan praktik pendidikan yang juga kurang proporsional.
Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas
untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya,yaitu yang menjunjung tinggi dan
memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut:
a. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial;
b. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka
memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang
memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara; dan
d. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala
bentuk deskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk
semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial.
(Rencana Strategis Kemeterian Pendidikan Nasional 2010-2014)
Dalam konteks kebudayaan, maka pendidikan merupakan proses pembudayaan
peserta didik. Budaya itu sendiri merupakan buah keadaban manusia. Dengan
demikian melalui proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang
makin beradab dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi
pendidikan justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.
Budaya atau kebudayaan (culture) adalah pandangan hidup sekelompok orang
(Berry dkk,1999) yang meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa,
keyakinan, dan berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan
dari generasi ke generasi serta memberikan identitas pada komunitas`pendukungnya
(Prosser,1978). Dipandang dari perspektif budaya, situasi pendidikan adalah sebuah
“perjumpaan cultural” (cultural encounter) antara pendidik dengan peserta didik.
Dalam pendidikan terjadi proses belajar, transferensi dan kaunter transferensi, serta
saling menilai. Oleh karena itu pendidik perlu memiliki kepekaan budaya untuk
dapat memahami dan membantu peserta didik. Pendidik yang demikian adalah
pendidik yang menyadari benar bahwa secara kultural, individu memiliki
karakteristik yang unik dan ke dalam proses pendidikan ia membawa serta
kerakteristik tersebut. Untuk memiliki kepekaan budaya, pendidik ditunutut untuk
mempunyai pemahaman yang kaya tentang berbagai budaya di luar budayanya
sendiri, khususnya berkenaan dengan latar belakang budaya peserta didik di
Indonesia.
Pada dasarnya pendidikan sebagai proses kebudayaan (cultural process) bagi setiap
peserta didik. Di dalam konteks pendidikan sebagai proses pembudayaan maka
setiap pendidikan itu berlangsung senantiasa harus dilakukan dengan pendekatan
budaya. Apabila pendidikan tidak dilakukan dengan pendekatan budaya maka hanya
akan melahirkan orang-orang yang tidak beradab.
Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang
andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi daerah dan nasional.
Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang
memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis
dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan
tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi
salah satu pilar utama aktivitas perekonomian daerah dan nasional. Bahkan peran
pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing
nasional, serta membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak
dalam memasuki persaingan antarbangsa di era global.
Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan
knowledge-based economy (KBE) yang mensyaratkan dukungan manusia
berkualitas. Karena itu pendidikan mutlak diperlukan guna menopang
pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan - education for the knowledge
economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi
sebagai pusat penelitian dan pengembangan, yang menghasilkan produk-produk riset
unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai
IPTEK sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetisi global
dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian
pendidikan dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk meraih keunggulan dalam
persaingan global.
Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas
individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizen), yang memiliki
kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu yang
memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai warga
masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia. Visi dan idealisme itu
haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional, yang dianut oleh
seluruh komponen bangsa. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha besar
untuk meletakan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat
demokratis, yang bertumpu pada golongan masyarakat kelas menengah terdidik
yang menjadi pilar utama civil society, yang menjadi salah satu tiang penyangga
bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.
Berbicara masalah pendidikan bukanlah hal yang mudah dan sederhana, karena
selain sifatnya kompleks, dinamis dan kontekstual; pendidikan merupakan wahana
untuk pembentukan diri seseorang secara keseluruhan. Peranan pendidikan dalam
pembentukan diri sebagai sumberdaya manusia tersebut, dibahas secara rinci oleh
Fullan (1982) sebagai tujuan umum pendidikan yang meliputi aspek kognitif berupa
keterampilan akademik (membaca dan matematika) dan keterampilan berpikir yang
lebih tinggi (kemampuan memecahkan masalah). Selain itu, pendidikan dalam
prosesnya juga sekaligus mencakup tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial
yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam kelompok secara kreatif,
inisiatif, empati, dan yang memiliki keterampilan interpersonal yang memadai
sebagai bekal bermasyarakat.
Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam
kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, mentalnya,
emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu
kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan
kehidupan individu secara umum dan sangat mendasar. Driyarkara (1980)
mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan
manusia muda ke taraf insani itulah yang menjelma dalam semua perbuatan
mendidik. Pendidikan dipandang sebagai komunikasi keberadaan (eksistensi)
manusiawi yang otentik kepada manusia muda, agar dimiliki,dilanjutkan dan
disempurnakan. Komunikasi ini terlaksana dalam kesatuan antar pribadi antara
pendidik dan anak didik.
Generasi Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM)
yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena generasi
emas mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan
nasional. Mutu generasi emas akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa
terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu generasi emas hanya
dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara
kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa
adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional.
Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan
yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan generasi sekarang sebagai generasi
emas yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaannya.
Pendidikan tidak dipandang hanya sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola
hidup pribadi dan sosial yang memuaskan.
Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang
kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara atau
warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan
usaha yang disengaja dan direncana dalam memilih isi (materi) strategi kegiatan,
dan teknik penilaian yang sesuai. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, berupa pendidikan informal,
pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Apabila diarahkan dengan keberadaan
dan hakikat kehidupan manusia, kegiatan pendidikan diarahkan kepada empat aspek
pembentukan kepribadian manusia yaitu pengembangan manusia sebagai mahluk
individu, mahluk sosial, mahluk susila, dan mahluk beragama (religius).
Pendidikan merupakan gejala yang universal, dimana ada manusia, di sana ada
pendidikan. Gejala yang universal ini bukanlah hanya sekedar gejala yang melekat
pada manusia saja, melainkan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia itu
sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Dengan demikian pendidikan
merupakan keharusan bagi manusia. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan
manusia timbulah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara dengan baik,
lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang. Disinilah muncul
keharusan adanya pemikiran teoritis tentang pendidikan.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan bagi
kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi
sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia
dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia
menurut konsep pandangan hidup mereka. Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran
dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Inti dari pada
pembangunan pendidikan nasional ialah upaya pengembangan sumber daya manusia
(sebagai generasi emas) unggul dalam rangka mempersiapkan masyarakat dan
bangsa kita menghadapi millenium ketiga sebagai era yang kompetitif. Pendidikan
bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan
kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan
secara tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan
efisien akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan dan pemberdayaan
manusia yang sedang berkembang. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling
penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi
semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,
dimana iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber kehidupan
semua bidang.Pembangunan peradaban bangsa harus didasari dengan pembangunan
nilai-nilai moral di kalangan warga bangsa baik sebagai individu maupun kelompok.
Pendidikan adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui
pendidikan manusia akan menemukan eksistensinya. Eksistensi manusia adalah
eksistensi sosio-budaya, karena proses memanusiakan diri berarti juga proses
membudayakan diri yang akan menyangkut eksistensi bersama dan menyangkut
kehidupan orang lain. Oleh karena itu pendidikan harus menempatkan keberadaan
peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat
mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi
intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai
dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling
rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan
lingkungan kulturalnya.
Pendidikan ada dan berlangsung di dalam proses sosio-budaya yang sekaligus
sebagai wahana pengemban dan pengembang kehidupan sosio-budaya suatu bangsa.
Pendidikan sebagai upaya sadar untuk menciptakan manusia sadar akan dirinya
secara kultural, yang dapat memunculkan kekuatan moral, dan jika kekuatan ini
dimiliki oleh cukup banyak manusia akan dapat mengubah corak kehidupan
masyarakat itu sendiri.
Upaya pendidikan adalah upaya normatif. Keajegan pandangan tentang hakikat
manusia mutlak diperlukan di dalam pendidikan, karena pandangan itu menjadi
dasar arah normative strategi upaya pendidikan (Mungin Eddy Wibowo,2001).
Meskipun pendidikan itu tidak pernah berlangsung dalam kevakuman dan tidak
pernah steril dari nilai-nilai sosial budaya, pendidikan bukanlah proses transformasi
dan sosialisasi nilai-nilai budaya belaka. Pendidikan adalah proses individuasi, yaitu
membantu manusia berkembang sesuai dengan fitroh kemerdekaannya, dengan
memperhatikan keragaman pribadi dari setiap pendidik.Oleh karena itu pendidikan
tidak boleh dirancang sekadar sebagai usaha untuk menghasilkan tenaga yang ibarat
suku cadang yang dapat diganti dan dipertukarkan. Pendidikan harus merupakan
ikhtiar yang jauh melampaui terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sesaat-sesaat.
Pendidikan harus tetap mengunggulkan derajat dan martabat manusia.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan diharapkan melahirkan sosok
manusia sebagai mana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yaitu pendidikan berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhalk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara
Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional
adalah : (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu
pendidikan yang memiliki daya saing
di tingkat nasional, regional, dan
internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
dan tantangan global; (4) membantu dan menfasilitasi pengembangan potensi anak
bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses
pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6)
meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai
berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi
dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peningkatan mutu sumberdaya manusia (SDM) merupakan suatu hal yang perlu
mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena SDM mempunyai
peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu
sumberdaya manusia akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di
era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu sumberdaya manusia hanya
dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara
kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa
adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional.
Pendidikan Transformatif dan Pendidikan Antisipatif
Pendidikan transformatif, yaitu menjadikan pendidikan sebagai penggerak
perubahan dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju. Pembentukan
masyarakat maju selalu diikuti oleh proses transformasi struktural, yang menandai
suatu perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang
menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi
kemanusiaannya secara optimal. Bahkan pada era sekarang ini,trasformasi berjalan
dengan sangat cepat yang kemudian mengantarkan masyarakat Indonesia pada
masyarakat berbasis pengetahuan.
Pendidikan antisipatif adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk
mengarungi kehidupan di masa depan. Dengan istilah antisipatif mengingatkan
bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, hendaknya melihat jauh ke depan. Maka
dalam merancang perubahan pendidikan, tidak hanya memikirkan kebutuhan
generasi sekarang, tetapi melihat jauh ke depan, memikirkan apa yang akan dihadapi
anak dan cucu kita di masa depan. Antisipasi jauh ke depan sangat penting
mengingat bahwa dalam zaman modern ini perubahan kehidupan ekonomi, sosial,
dan politik terjadi dengan sangat cepat. Ini akibat dari cepatnya perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan antisipatif sangat tepat untuk
diterapkan pada masa sekarang ini dalam rangka membekali peserta didik sebagai
generasi emas untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan kompetitif.
Oleh karena itu perlu dipikirkan dan dirancang paradigma pendidikan yang dapat
membekali generasi emas menghadapi masa depan. Banyak paradigma pendidikan
telah dilontarkan oleh beberapa orang, namun paradigma mana yang relevan untuk
masa depan pendidikan di Indonesia pada umumnya, perlu analisis spekulatif
berdasarkan keadaan obyektif masyarakat kita masa depan, yakni masyarakat
madani kedudukannya ditengah masyarakat global. Menurut Gibson (Ed.,1977)
masa depan memiliki kriteria khusus yang ditandai oleh hiperkompetisi, suksesi
revolusi teknologi serta dislokasi dan konflik sosial, menghasilkan keadaan yang
non-linier dan sangat tidak dapat diperkirakan dari masa lampau dan masa kini.
Masa depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas, meskipun posisi keadaan
sekarang memiliki peranan penting untuk memicu kreativitas kita. Selain itu tampak
adanya pergeseran atau perubahan tingkat kepuasan hidup manusia yang semakin
materialistik. Keadaan ini mendorong kita harus memiliki paradigma pendidikan
masa yakni sistem pendidikan yang memungkinkan peserta didik dan perilaku
praksis pendidikan dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai insan
berkarakter,cerdas dan kompetitif.
Aktualisasi Keunggulan Manusia Sebagai Generasi Emas
Paradigma baru dalam pendidikan masa depan mengisyaratkan aktualisasi
keunggulan kemampuan manusia sebagai generasi emas yang kini masih
tersembunyi dalam dirinya. Dalam kaitan dengan pengembangan manusia ada dua
pendekatan yang saling melengkapi, yaitu pengembangan sumber daya manusia dan
pengembangan kemampuan manusia.
Pengembangan sumber daya manusia atau Human Resource Development (HRD),
terutama terfokus pada keterampilan, sikap dan kemampuan produktif
ketenagakerjaan sehingga diperlakukan manusia sebagai “sumber untuk
dimanfaatkan” (yaitu sebagai obyek), dalam mencapai tujuan ekonomi, terutama
dalam jangka waktu pendek. Pengembangan itu tidak terjadi dari dalam, melainkan
“diatur dari atas” sesuai kepentingan lingkungannya. Seyogyanya pendidikan itu
teralihkan fokusnya kepada perkembangan dan keterwujudan kemampuan manusia
atau Human Capacity Development (HCD) sepanjang hayat yang berhak dan
mampu memilih berbagai peran dalam meraih berbagai peluang partisipasi, sebagai
anggota masyarakat, sebagai orang tua, atau sebagai pekerja dan konsumen, yaitu
suatu perkembangan yang arah dan sasarannya terutama terjadi dari dalam, namun
disulut untuk aktualisasinya.
Karena itu,HCD menunjuk pada konstelasi keterampilan, sikap dan perilaku dalam
melangsungkan hidup mencapai kemandirian (Levinger,1996), sekaligus memiliki
daya saing tinggi dan daya tahan terhadap gejolak ekonomi dunia. HCD bermutu
adalah proses kontekstual dan futuristik sehingga HCD melalui upaya pendidikan
bukanlah sebatas menyiapkan manusia menguasai pengetahuan dan keterampilan
yang cocok dengan tuntutan dunia kerja pada saat ini, melainkan manusia yang
mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat, serta dilandasi sikap, nilai,etik dan
moral. Kebermutuan HCD tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual, tetapi
kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan moral, dan kecerdasan
spiritual.
Di dalam pengembangan pribadi, individu perlu memperoleh kesempatan berpikir
dan pengalaman berpikir tentang bagaimana dia hendak membangun dirinya, apa
yang sudah dibangun, dan memperhadapkan diri dengan kebermaknaan yang akan
menjadi arah tujuan mengembangkan diri pada masa yang akan datang. Asumsi ini
mengandung implikasi bahwa pendidikan yang bersifat umum dan klasikal, yang
dalam banyak hal lebih banyak peduli terhadap belajar intelektual, perlu dibarengi
dengan strategi upaya yang secara sistematis untuk membantu individu
mengembangkan pribadi, memperhalus dan menginternalisasi nilai-nilai yang
diperoleh di dalam pendidikan, serta mengembangkan keterampilan hidup.
Pendidikan adalah kendaraan mencapai keterwujudan unggulan manusia sebagai
generasi emas berdasarkan motivasi instrinsik, menuju pada kinerja yang akuntabel,
berkualitas dan otonom sebagai manusia yang bermartabat, bukan semata sebagai
manusia yang harus mengisi keseimbangan antara supply dan demand. Dari sudut
pandang manajemen, orientasi HCD terfokus pada brain power planning dan bukan
terutama pada man power planning. Meskipun kedua orientasi tidak sepenuhnya
bertentangan, namun analisis dari kemengapaan, terutama HCD akan menampilkan
proses inquiry yang sifatnya multidimensional. Selain itu,orientasi itu berdasarkan
perspektif pengembangan jangka panjang yang jauh melebihi jangkauan relevansi
dan efisiensi semata, karena memiliki refleksi terhadap aspek kompleks kualitatif
perkembangan masyarakat. Sebaliknya, man power planning yang dilandasi oleh
paradigma supply and demand, banyak terhalang oleh berbagai kendala, antara lain
berkenaan dengan perubahan cepat teknologi akibat perkembangan iptek yang
merupakan tuntutan pasar dan mempersyaratkan keterampilan baru dalam memasuki
dunia kerja.
Pendidikan sebagai Investasi SDM
Pada periode tahun 2010 sampai 2035 Indonesia dikaruniai potensi sumber daya
manusia berupa populasi usia produktif terbesar sepanjang sejarah kemerdekaan
Indonesia. Potensi sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan baik agar
berkualitas sehingga menjadi bonus demografi.Oleh karena itu pada periode tersebut
harus dijadikan sebagai periode investasi besar-besaran di bidang sumber daya
manusia untuk membangkitkan generasi emas Indonesia. Investasi sumber daya
manusia akan dapat diwujudkan melalui peran strategis pembangunan bidang
pendidikan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan merupakan suatu investasi SDM (human capital investment) sehingga
mampu menciptakan iklim yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
turut andil atau berperan serta dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan.
Agar dapat memberikan kontribusi itu setiap warga negara harus mengembangkan
dirinya agar menjadi produktif sehingga dapat lebih bernilai baik secara ekonomi
dan non-ekonomi. Pendidikan merupakan sistem rekayasa sosial terbaik untuk
meningkatkan kesejahteraan,mencerdaskan bangsa,serta meningkatkan harkat dan
martabat sekaligus membangun peradaban yang unggul. Dengan perannya yang
sangat penting itu,kita harus membuka akses seluas-luasnya bagi seluruh
masyarakat,mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai pendidikan
tinggi (PT).
Beberapa kebijakan pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan
telah dilakukan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu,antara lain,bantuan
operasional untuk PAUD,sekolah,dan perguruan tinggi negeri (BOP,BOS,dan
BOPTN),bantuan siswa miskin,bidik misi,pendirian sekolah atau perguruan tinggi di
daerah khusus, dan direncanakan pada tahun 2013 akan mulai pendidikan menengah
universal (PMU). PMU tersebut diharapkan dapat memeprcepat capaian angka
partisipasi kasar (APK) sekolah menengah 97% pada tahun 2020. APK tanpa
program PMU tersebut baru akan dicapai tahun 2040.
Dengan berbagai kebijakan tersebut serta partisipasi masyarakat yang sangat tinggi,
akses ke dunia pendidikan semakin luas. Namun,luasnya akses tersebut harus
disertai dengan peningkatan kualitas melalui pemenuhan dan peningkatan delapan
standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, standar proses,standar kompetensi
lulusan,standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana,standar pengelolaan,standar biaya,dan standar penilaian pendidikan.Untuk
itu,diperlukan adanya kerjasama yang harmonis dan terus menerus antara seluruh
insan pendidikan, pemerintah,pemerintah daerah,organisasi yang bergerak di dunia
pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan,sehingga akan dapat
diwujudkan generasi emas yang berkarakter, cerdas,dan kompetitif.
Pendidikan harus mengembangkan dan menyebarluaskan nilai dan sikap
produktivitas SDM melalui pengembangan dua kemampuan sekaligus. Pertama
kemampuan teknis seperti peningkatan penguasaan kecakapan, potensi dan keahlian
yang seusia dengan tuntutan masyarakat dan lapangan kerja yang berubah. Kedua,
kemampuan lain dalam kaitan dengan budaya yang mendorong SDM untuk menjadi
kekuatan penggerak pembangunan , seperti wawasan, penalaran, etos kerja, orientasi
ke depan, kemampuan belajar secara terus menerus, dan sejenisnya. Dengan
kemampuan untuk mengembangkan kedua kekuatan SDM itu, pendidikan sebagai
suatu investasi SDM memiliki fungsi yang paling menonjol yaitu sebagai sarana
untuk memberdayakan masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan tingkat
balikan yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Oleh karena itu juga perlu ditanamkan dan diperkuat melalui pendidikan dan
kebudayaan bangsa Indonesia,terutama melalui penguatan budaya sekolah dan
kampus untuk membangun karakter,yaitu (i) memperkuat tradisi akademik melalui
penguatan budaya nalar dan kejujuran,(ii) menanamkan nilai patriotisme dan
nasionalisme,(iii) menumbuhkan sikap cinta damai,toleransi,saling menghargai,dan
menghormati, (iv) menanamkan nilai-nilai demokrasi,dan (v) membudayakan
kepatuhan terhadap pranata hukum. Dengan semakin luasnya akses dan dan
tingginya kualitas pendidikan disertai dengan penguatan budaya sekolah dan
kampus,diharapkan kualitas suber daya manusia Indonesia semakin baik,semakin
mampu mengelola kesempatan dan sumber daya yang kita miliki,dalam rangka
membangkitkan generasi emas Indonesia untuk memajukan bangsa dan negara yang
bermartabat dan disegani oleh bangsa dan negara lain di dunia.
Ivestasi SDM berbeda dengan investasi sektor fisik karena pada sektor fisik rentang
waktu antara investasi dan tingkat baliknya lebih terukur (measurable) dalam jangka
pendek. Investasi pendidikan lebih berjangka panjang, tingkat balikan terhadap
investasi pendidikan tidak dapat dinikmati dalam ukuran waktu 1-2 tahun,
melainkan belasan dan bahkan mungkin puluhan tahun. Indikator-indikator manfaat
pendidikan juga lebih halus dan tidak selalu tampak secara langsung bahkan
mungkin tidak selalu dapat diukur, sehingga harus diamati melalui indikatorindikator yang tidak langsung. Namun demikian, dengan semakin berkembangnya
metode-metode dan alat ukur dalam analisis investasi pendidikan, maka manfaat
pendidikan sudah mulai dapat diukur secara langsung, misalnya melalui pengukuran
penghasilan seseorang, penghasilan negara, dan pajak yang diterima oleh negara
relative terhadap biaya yang dikeluarkan untuk investasi pendidikan.
Karena sifatnya berjangka panjang, maka investasi pendidikan memiliki rentang
waktu (lead time) yang panjang pula. Jarak antara waktu seseorang menjalani
pendidikan dengan waktu ia memasuki masa produktif dalam masyarakat dan
lapangan kerja tidaklah pendek. Dalam keadaan normal, rentang waktu ke depan
seorang lulusan SMP adalah 9 tahun, sekolah menengah adalah 12 tahun, Sarjana
(S1) sekitar 16 tahun. Dengan adanya rentang waktu yang panjang tersebut, maka
investasi pendidikan dituntut untuk lebih berorientasi ke masa depan.Investasi
pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses peningkatan nilai tambah dalam
sektor-sektor produktif yang dapat memacu pertumbuhan secara tepat. Nilai tambah
tersebut dihasilkan dari keterampilan, dan keahlian yang diperoleh seseorang dapat
disumbangkan dengan derajat profesionalisasi yang semakin tinggi lagi. Sehingga,
pada gilirannya akan semakin memungkinkan bagi seorang SDM terdidik untuk
dapat menghasilkan karya-karya unggul dengan mutu bersaing sehingga memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Disinilah letak peranan pendidikan dalam menggerakkan
pendapatan masyarakat dan negara dan memacu pertumbuhan ekonomi.
Pendidikan bermutu akan dapat terwujud jika upaya pendidikan dapat membantu
individu sebagai generasi emas yang sedang tumbuh dan kembang secara dinamis
dan aktif dalam pembentukan diri menjadi insan Indonesia yang berkarakter, cerdas
dan kompetitif,serta insan yang produktif baik dalam arti menghasilkan barang atau
jasa atau hasil karya lainnya, maupun menghasilkan suasana lingkungan atau
suasana hati serta alam pikiran yang positif dan menyenangkan. Individu sebagai
generasi emas yang
produktif
perlu memiliki kemampuan intelektual,
keterampilan, bersikap dan menerapkan nilai-nilai berkenaan dengan berbagai
bidang kehidupan. Generasi emas yang produktif merupakan wujud dari manusia
yang berkualitas, yang berkembang secara utuh dalam menyelenggarakan
kehidupannya secara berguna bagi manusia lain dan lingkungannya. Manusia
produktif adalah manusia yang mampu mengembangkan perilaku efektif-normatif
dalam kehidupan keseharian dan yang terkait dengan masa depan. Pendidikan
mengupayakan pengembangan segenap potensi individu secara optimal pada setiap
tahap perkembangan, dan berperan aktif dalam pembentukan manusia produktif.
Pengembangan ini akan dilengkapi dan meningkatkan pengembangan kemampuan
intelektual dan keterampilan dengan pengembangan nilai dan sikap (Mungin Eddy
Wibowo, 2000).
Bagaimana Cara Guru Melakukan Pembelajaran Dalam Menyiapkan Generasi
Emas?
Guru dalam melakukan pembelajaran harus mampu mengubah strategi pembelajaran
yang berlandaskan paradigma teaching menjadi strategi pembelajaran kreatif
berlandaskan paradigma learning. Paradigma learning terlihat dalam empat visi
pendidikan menuju abad ke-21 versi UNESCO. Keempat visi pendidikan ini sangat
jelas berdasarkan pada paradigma learning,tidak lagi pada teaching, yaitu learning
to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Paradigma
belajar yang oleh UNESCO dipandang sebagai pendekatan belajar yang perlu
diterapkan untuk menyiapkan generasi muda memasuki abad ke-21 hakikatnya
merupakan pendekatan belajar yang telah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh pemikir
pendidikan sejak permulaan abad ke-20. Pendekatan ini demikian berkembang di
Amerika Serikat dan Eropa Barat, terutama sejak ketertinggalan Amerika Serikat
dalam teknologi ruang angkasa Uni Soviet pada tahun 1957.
Proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan “ways of knowing” atau
“mode of inquiry” memungkinkan peserta didik untuk terus belajar dan mampu
memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan hasil
penelitian orang lain. Karena itu hakikat dari “Learning to Know” adalah proses
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai teknik memperoleh
pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. Dalam belajar
mengutamakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terlibat
dalam proses meneliti dan mengkaji. Ini berarti pendidikan berorientasi pada
pengetahuan logis dan rasional sehingga leaner berani menyatakan pendapat dan
bersikap kritis serta memiliki semangat membaca,mengkaji dan meneliti yang tinggi.
Model pendekatan belajar seperti ini dapatlah dihasilkan lulusan yang memiliki
kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi dan dengan sendirinya akan
mampu mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bagaimana dengan pilar kedua “learning to do”. Jika pada “learning to know”,
sasarannya adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
tercapainya keseimbangan dalam penguasaan IPTEK. Pada “learning to do”,
sasarannya adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan
memasuki ekonomi industri. “Learning to do” (belajar berbuat/hidup), aspek yang
dicapai dalam visi ini adalah keterampilan seorang peserta didik dalam
menyelesaikan problem keseharian yang berkaitan dengan kehidupan. Pendidikan
dan pembelajaran diarahkan pada “how to solve the problem”. Pendekatan belajar
ini,mengandung makna atau berimplikasi pada pembelajaran yang berorientasi pada
paradigma pemecahan masalah yang memungkinkan peserta didik berkesempatan
mengintegrasikan pemahaman konsep, penguasaan keterampilan teknis dan
intelektual, untuk memecahkan masalah dan dapat berlanjut kepada inovasi dan
improvisasi. Paradigma belajar berdasarkan pemecahan masalah (problem-based
learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan, dan menawarkan kebebasan
kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran ini peserta
didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskan peserta
didik mengidentifikasi permasalahan-permasalahan,mengumpulkan data dan
menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Peserta didik akan terlibat
sangat intensif, sehingga motivasi untuk terus belajar dan terus mencari tahu
menjadi meningkat. Semakin tinggi tingkat kebebasan peserta didik,semakin tinggi
juga kebutuhan pembimbingan yang harus dilakukan oleh guru. Peran guru berubah
dari “guru” atau “ahli” menjadi fasilitator atau pembimbing.
Problem-based learning mempunyai lima asumsi utama,yaitu:
Permasalahan sebagai pemandu. Dalam hal ini, permasalahan menjadi acuan
konkret yang harus menjadi perhatian peserta didik. Bacaan diberikan sejalan
dengan permasalahan, dan peserta didik ditugaskan membaca sambil selalu mengacu
pada permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka berpikir bagi peserta didik
dalam mengerjakan tugas.
Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Dalam hal ni, permasalahan
disajikan kepada peserta didik setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuan
utamanya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan
pengetahuan yang sudah diperolehnya dalam memecahkan masalah.
Permasalahan sebagai contoh. Dalam hal ini, permasalahan adalah salah satu
contoh dan bagian dari bahan belajar peserta didik. Permasalahan digunakan untuk
menggambarkan teori, konsep, atau prinsip, dan dibahas dalam diskusi antara eserta
didik dengan tenaga pengajar.
Permasalahan sebagai sarana yang menfasilitasi terjadinya proses. Fokusnya pada
kemampuan berpikir kritis dalam hubungannya dengan permasalahan. Permasalahan
menjadi alat untuk melatih peserta didik dalam bernalar dan berpikir kritis.
Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar Fokusnya pada
pengembangan keterampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa.
Keterampilan tidak diajarkan oleh tenaga pengajar, tetapi ditemukan dan
dikembangkan sendiri oleh peserta didik mealui aktivitas pemecahan masalah.
Keterampilan dimaksud meliputi keterampilan fisik, keterampilan mengumpulkan
dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan, dan keterampilan
metakognitif.
Problem-based learning digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk
melibatkan peserta didik, dan mendukung peserta didik dalam aktivitas yang
mengembangkannya menjadi praktisi yang profesional. Problem-based learning
mengintegrasikan pembelajaran bidang ilmu dan keterampilan memecahkan
masalah, memanfaatkan situasi yang kolaboratif, dan menekankan pada proses
“belajar untuk belajar” dengan memberikan tanggung jawab maksimal kepada
peserta didik untuk menentukan proses belajarnya (Wilson & Cole,1996).
Pendidikan tidak hanya membekali peserta didik untuk menguasai IPTEK dan
kemampuan bekerja serta memecahkan masalah,melainkan kemampuan untuk hidup
bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi,pengertian, dan
tanpa prasangka. Pendidikan diarahkan dalam pembentukan peserta didik yang
berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak
manusia dari berbagai bahasa dan latar belakang etnik,agama dan budaya. Disinilah
pentingnya pilar ketiga yaitu “learning to live together” (belajar hidup bersama).
Pendidikan untuk mencapai tingkat kesadaran akan persamaan antar sesama manusia
dan terdapat saling ketergantungan satu sama lain tidak dapat ditempuh dengan
pendidikan yang menggunakan pendekatan tradisional,melainkan perlu menciptakan
situasi kebersamaan dalam waktu yang relatif lama. Dalam hubungan ini,prinsip
relevansi sosial dan moral sangat tepat. Suatu prinsip yang memerlukan suasana
belajar yang secara “inherently” mengandung nilai-nilai toleransi saling
ketergantungan,kerjasama,dan tenggang rasa. Ini diperlukan proses pembelajaran
yang menuntut kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Tiga pilar yaitu learning to know, learning to do, dan learning to live together
ditujukan bagi lahirnya peserta didik yang mampu mencari informasi dan/atau
menemukan ilmu pengetahuan,yang mampu melaksanakan tugas dalam
memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran
terhadap perbedaan.Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal dirinya,
menerima
dirinya,
mengarahkan
dirinya,mengambil
keputusan
dan
mengaktualisasikan dirinya. Manusia yang mandiri yang memiliki kemantapan
emosional,intelektual,moral, spiritual, yang dapat mengendalikan dirinya, konsisten
dan memiliki rasa empati atau dalam kamus psikologi disebut memiliki kecerdasan
emnosional,kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, dan kecerdasan spiritual.
Inilah makna “learning to be”, yaitu muara akhir dari tiga pilar belajar.
Pada masa sekarang ini “learning to be” menjadi sangat penting karena masyarakat
modern saat ini sedang dilanda krisis kepribadian. Oleh karena itu melalui “learning
to be” sebagai muara akhir dari tiga pilar belajar akan mampu membantu peserta
didik dimasa depannya bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mantap
dan mandiri,memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki having (materi-materi
dan jabatan-jabatan politis). Dengan demikian tujuan pendidikan nasional akan
dapat diwujudkan, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak
mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Kata kunci dari keempat pilar belajar tersebut,yaitu berupa “learning how to learn”
(belajar bagaimana belajar), sehingga pembelajaran tidak hanya berorientasi pada
nilai akademik yang berupa pemenuhan aspek kognitif saja,melainkan juga
berorientasi bagaimana peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari pengalaman
dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam, sehingga
mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya berpikir imajinatif.
Untuk dapat mewujudkan paradigma pembelajaran tersebut, pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban : (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan,kreatif,dinamis,dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga,profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.
Pendidikan harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip:
(i) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa; (ii) Pendidikan diselenggarakan sebagai proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat;(iii) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;
(iv)
Pendidikan
diselenggarakan
dengan
mengembangkan
budaya
membaca,menulis,dan berhitung bagi segenap warga masyarakat;dan (v) Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui
peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka mempersiapkan generasi emas
Indonesia, disamping disiapkan kebijakan-kebijakan yang sistematis,yang
memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal yang masif, juga harus mendorong dan
membantu satuan pendidikan formal dan nonformal dalam melakukan penjaminan
mutu (quality assurance) pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk
memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutu
pendidikan dilakukan secara bertahap,sistematis,dan terencana dalam suatu
penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Penyelenggara pendidikan harus mempunyai acuan dasar (benchmark) yang
meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan. Dalam kaitan ini, criteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan
pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan
holistic, (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi,
mendorong kreativitas, dan dialogis, (3) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur,
(4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, (5)
tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya
potensi peserta didik secara optimal, (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan
yang memberdayakan satuan pendidikan, dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi
dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara
berkelanjutan.
Acuan dasar tersebut merupakan standar nasional pendidikan (SNP) yang
dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar
dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan pendidikan yang
bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai
perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas public
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Standar Nasional Pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen
pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk
mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin
untuk memberikan keleluasan kepada masing-masing satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya
sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan
tinggi.
Penyelenggaraan pendidikan harus mengacu kepada standar nasional pendidikan
yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional
pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat. ( PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan).
Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola,
penyelenggara,dan satuan pendidikan gar dapat meningkatkan kinerjanya dalam
memberikan layanan pendidikan bermutu. Pendidikan bermutu diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,
kreatif,mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Standar Nasional Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan keprofesionalan
sekolah/madrasah
sebagai
pusat
pembudayaan
ilmu
pengetahuan,
keterampilan,pengalaman,sikap, dan nilai berdasarkan SNP, sehingga menjadi
sekolah/madrasah mampu menjamin mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan didalam pelaksanaannya ternyata bukan hanya sebagai
alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai
pemerataan pendidikan yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan berfungsi
sebagai penuntun bagi pendidik dalam mengadakan perubahan global.SNP akan
dapat meningkatan mutu pendidikan nasional dan merupakan upaya yang memiliki
dampak untuk peningkatan SDM yang :bermutu,unggul,bermartabat,cerdas,terampil,
MUTU pendidikan yang tercermin dalam kompetensi lulusan Sekolah/Madrasah
dipengaruhi
oleh
berbagai
komponen
yaitu:isi
(kurikulum),proses
pendidikan,pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana
pendidikan,pengelolaan pendidikan, pembiayaan pendidikan, dan penilaian
pendidikan,yang dapat digambarkan dalam konstelasi mutu pendidikan sebagai
berikut.
MUTU pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh
kualitas isi (kurikulum) pendidikan, dan proses pendidikan.Pencapaian Standar
Kompetensi Lulusan harus didukung oleh Standar Isi dan Standar Proses.
Perwujudan proses pendidikan BERMUTU dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan
tenaga kependidikan, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
pendidikan,kualitas pengelolaan pendidikan,ketersediaan dana pendidikan, dan
sistem penilaian pendidikan yang valid,obyektif, dan akuntabel
Oleh karena itu perwujudan pendidikan BERMUTU harus didukung oleh SNP,yaitu:
Standar Isi,Standar Kompetensi Lulusan,Standar Proses ,Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,Standar Pengelolaan,Standar
Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Pendidikan nasional bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan berkembangnya potensi peserta
didik maka akan dapat mewujudkan generasi emas Indonesia sebagai generasi
penerus bangsa yang berkarakter,cerdas dan kompetitif,sehingga akan meningkatkan
kesejahteraan,keharkatan dan kemartabatan bangsa dan negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah (2004). Pendidikan Nasional Menuju
Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Ganesindo.
A.Atmadi dan Y. Setiyaningsing (editor) (2000). Transformasi Pendidikan
Memasuki Milenium Ketiga.. Yogyakarta: Kanisius.
Chapman,David W.,dkk (editor) (1997). From Planning to Action: Government
Initative for Improving School-Level Practice. UNESCO
Conny R. Semiawan (1999). Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan
Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Grasindo
Dahlan,M.D (1998). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam
Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FIPIKIP Bandung.
Delors,Jacques (Editor) (1998). Education for the Twenty-Firt Century: Issues and
Prospects. Paris: UNESCO Publishing.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas.(2010). Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas (2005). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun
2005-2009. Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang
2025. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas (2010). Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 20102014. Jakarta:Kemendiknas.
Doni Koesoema A. (2007).Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta:Grasindo
Frankl.Victor E. (1985). Man‟s Search for Meaning. Pocket Book, New York:
Washington Square Press.
Gibson,R.Ed. (1977). Rethinking the Future. London:Nicholas Brealy Publishing.
H.A.R Tilaar (2002). Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta:
Grasindo.
Indra Djati Sidi (2003). Menuju Masyarakat Belajar:Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Jakarta: Paramadina
Levinger,B. (1996). Critical Transitions: Human Capacity Development Across
the Lifespan. New York: Education Development Center, Inc.
Masnur Muslich (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Mohamad Ali (2009). Pendidikan Nasional untuk Pembangunan Nasional.
Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung.
PT Imperial Bhakti Utama.
Mungin Eddy Wibowo (2001). Model Konseling Kelompok di Sekolah Menengah
Umum. Disertasi. Bandung: program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia.
Mungin Eddy Wibowo (2002). Konseling Perkembangan: Paradigma Baru dan
Relevansinya di Indonesia. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam
Bidang Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang. Semarang: Depdiknas UNNES
Prosser, H.M. (1978). The Cultural Dialogue: An Introduction to Intercultural
Communication. Boston: Hougton Mifflin.
Sunaryo Kartadinata (1987). Mengkaji Makna Bimbingan: Suatu Pandangan
Sosiologis. Majalah Bunga Rampai Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP
Bandung. Seri 01,103-110.
Tonny D.Widiastono (2004).Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas
Zohar,Danah & Marshall,Lan (2000). Spiritual Intelligence The Ultimate
Intelligence. London: Bloombsbury Publ.Plc.
Download