BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turbin Angin Bila terdapat suatu mesin dengan sudu berputar yang dapat mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik maka disebut juga turbin angin. Jika energi mekanik digunakan langsung secara permesinan seperti pompa, maka mesin (turbin) disebut windmill seperti tampak pada Gambar II.1 . Jika energi mekanik dikonversikan menjadi energi listrik, maka mesin disebut turbin angin atau wind energy converter. Gambar II. 1 Windmill (Sumber energyboomer.typepad.com) : Pemanfaatan potensi angin dimulai dengan kapal-tenaga angin, pabrik gandum dan grinding stone. Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk menyuplai kebutuhan listrik dengan menggunakan prinsip konversi energi dan memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui yaitu angin. Walaupun sampai saat ini pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi II-1 II-2 pembangkit listrik konvensional, contohnya pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan sebagainya. Turbin angin masih terus dikembangkan oleh para ilmuwan karena waktu dekat manusia akan dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber dalam daya alam tak terbaharui, contohnya minyak bumi, batubara dan sebagainya sebagai bahan dasar untuk membangkitkan energi listrik. 2.2 Jenis Turbin angin Turbin angin dapat digolongkan berdasarkan : 1. Prinsip aerodinamik 2. Arah sumbu rotasi sudu 2.2.1 Prinsip Aerodinamik Jika diamati dari prinsip aerodinamik, turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: 1. Jenis drag yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan selisih koefisien drag. 2. Jenis lift yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan gaya lift. Pada pengelompokan turbin angin berdasarkan prinsip aerodinamik pada sudu yang dimaksud yaitu apakah sudu turbin angin mengubah energi angin memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui sudu sudu atau sudu angin mengekstrak energi angin dengan memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan aliran udara yang melalui profil aerodinamis sudu. Prinsip gaya drag memiliki putaran sudu relatif rendah dibandingkan turbin angin yang sudunya menggunakan prinsip gaya lift. II-3 2.2.2 Arah Sumbu Rotasi Sudu Turbin angin dapat digolongkan menjadi dua bagian bila dilihat dari arah sumbu rotasi sudu : 1. Turbin angin sumbu horizontal (TASH) 2. Turbin angin sumbu vertikal (TASV) 2.2.2.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH) Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi sudunya paralel dengan permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal memiliki poros sudu utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan menuju dari arah datangnya angin. Sudu turbin angin yang kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan baling–baling angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya menggunakan sensor angin dan motor yang mengubah sudu turbin mengarah pada angin. Komponen dari TASH umumnya seperti Gambar II.2. Gambar II. 2 Komponen Turbin Angin Horizontal (Sumber science.howstuffworks.com) Sumbu : II-4 Berdasarkan prinsip aerodinamis, sudu pada turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga sudu turbin ini lebih dikenal dengan jenis sudu turbin tipe lift. Jika dilihat dari letak sudu terhadap arah angin, turbin angin dibagi menjadi dua macam upwind dan downwind. Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang membelakangi arah angin, seperti tampak pada Gambar II.3. Gambar II. 3 Jenis TASH berdasarkan letak sudu terhadap arah angin (Sumber : mstudioblackboard.tudelft.nl) 2.2.2.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV) Turbin angin sumbu vertikal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi sudunya tegak lurus terhadap permukaan tanah. Beberapa contoh turbin angin sumbu vertikal yaitu turbin angin Darrieus, turbin angin savonius, dll, seperti tampak pada Gambar II.4, Gambar II.5 dan Gambar II.6. II-5 Gambar II. 4 Turbin angin Darrieus dan komponen pendukungnya (Sumber : science.howstuffworks.com) Gambar II. 5 Turbin angin H (Sumber : michaelschelter.de) Gambar II. 6 Jenis turbin angin savonius (Sumber : reuk.co.uk) II-6 2.3 Sudu Falcon Sudu Falcon merupakan desain pada sudu turbin angin sumbu horizontal (TASH). Sudu Falcon telah dikembangkan oleh seorang peneliti asal Amerika bernama Jeff Molly dengan prototype pertamanya bernama FALCON MACH III dengan 3 sudu dan prototype ke duanya FALCON MACH 5 dengan 5 sudu. Prototype seperti tampak pada Gambar II.7 ini digunakan oleh Jeff Molly sebagai pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik di rumahnya serta sebagai pompa air untuk mengairi perkebunannya. Gambar II. 7 FALCON MACH III buatan Jeff Molly (Sumber : Nugraha) Desain sudu falcon mengadaptasi dari bentuk dan cara kerja yang sama dengan sayap pesawat terbang. Seperti pada Gambar II.8 terlihat pada beberapa bagian sudu, seperti penggunaan winglet pada sudu falcon yang biasa digunakan oleh pesawat-pesawat modern yang dimaksudkan untuk mengurangi drag akibat adanya wing tip vortex pada ujung sudu, desain sudu seperti desain sayap pesawat dengan tipe sudu mengecil diujung (taper), serta bilah puntir (twist) yang berguna untuk meningkatkan nilai dari torsi sudu. Oleh karena itu sudu Falcon dirancang untuk dapat menghasilkan torsi yang tinggi dengan kecepatan angin yang rendah sehingga akan menghasilkan energi listrik yang besar. II-7 Gambar II. 8 2.4 Konsep dasar FALCON MACH V (Sumber : Nugraha) Airfoil Airfoil adalah bentuk penampang dari sayap pesawat yang dapat menghasilkan gaya angkat (lift) atau efek aerodinamika ketika melewati suatu aliran udara. Airfoil merupakan bentuk dari potongan melintang sayap yang dihasilkan oleh perpotongan tegak lurus sayap terhadap pesawat, dengan kata lain airfoil merupakan bentuk sayap secara dua dimensi seperti pada Gambar II.9. Gambar II. 9 Penampang airfoil (Sumber : Raharjo, 2010) Dari Gambar II.9, dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut : II-8 1. Leading edge, merupakan bagian permukaan paling depan dari airfoil. 2. Trailing edge, merupakan bagian permukan paling belakang dari airfoil. 3. Mean chamber line, merupakan garis pertengahan yang membagi antara permukaan bagian atas dan permukaan bagian bawah dari airfoil. 4. Chord line, merupakan garis lurus yang menghubungkan leading edge dan trailing edge. 5. Chord, merupakan perpanjangan dari chord line mulai dari leading edge hingga trailing edge. Dengan kata lain, chord adalah karakteristik dimensi longitudinal dari suatu airfoil. 6. Maximum chamber, merupakan jarak antara mean chamber line dengan chord line. Maximum chamber membantu mendefinisikan bentuk dari mean chamber line. 7. Maximum thickness, merupakan ketebalan maksimum dari suatu airfoil, dan menunjukkan persentase dari chord. Maximum thickness membantu mendefinisikan bentuk dari airfoil dan juga performa dari airfoil tersebut. Suatu airfoil memiliki gaya-gaya aerodinamika. Perhitungan gaya aerodinamika pada sudu hampir mirip dengan konsep aerodinamika pada sayap pesawat terbang. Berikut ini dijelaskan gaya angkat (lift) dan gaya hambat (drag). 2.4.1 Gaya angkat Gaya angkat atau lift dapat timbul karena adanya perbedaan tekanan udara antara permukaan bagian atas upper surface dengan permukaan bagian bawah lower surface. Dengan kerapatan massa udara (ρ), kecepatan angin ( ), span (s) dan koefisien gaya angkat (CL), maka persamaan gaya angkat (L) adalah sebagai berikut : L=½ . ρ . 2 . s . CL (2.1) II-9 2.4.2 Gaya hambat Gaya hambat atau drag pada sebuah airfoil terjadi karena friction drag dan pressure drag. Friction drag terjadi karena adanya gesekan udara dengan permukaan airfoil dan pressure drag terjadi karena adanya flow separation. Dengan kerapatan massa udara (ρ), kecepatan angin ( hambat (CD), maka persamaan gaya hambat (D) adalah sebagai berikut : D = ½ . ρ . 2 ), span (s) dan koefisien gaya . s . CD (2.2) Profil airfoil yang digunakan pada penelitian ini adalah NACA 1-H-15, seperti tampak pada Gambar II.10, dengan karakteristik seperti pada table II.1. Gambar II. 10 Profil airfoil NACA 1-H-15 (Sumber : worldofkrauss.com) Tabel II. 1 Karakteristik Karakteristik NACA 1-H-15 (Sumber : worldofkrauss.com) Spesifikasi Thickness 14.7% Camber 5.5% Trailing edge angle 9.9o Lower flatness 94.1% Leading edge radius 3.3% Max CL 1.283 Max CL angle 15.0 II-10 Karakteristik Max L/D Max L/D angle Max L/D CL Spesifikasi 29.245 6.5 0.849 Stall angle -0.5 Zero-lift angle -2.0 2.5 Teori Mekanikal 2.5.1 Kerja Kerja atau work dapat didefinisikan sebagai suatu perpindahan energi dari satu sistem ke sistem lainnya. Sehingga kerja dapat diartikan sebagai perkalian dari gaya dengan perpindahan jarak. Secara matematis torsi dan kerja mempunyai rumus yang sama yaitu gaya dikalikan perpindahan jarak, tetapi sesungguhnya torsi dan kerja berbeda. Saat torsi terjadi ada gaya yang menyebabkan benda berputar tetapi belum tentu terjadi perpindahan jarak pada benda tersebut. Sedangkan saat kerja terjadi ada perpindahan jarak, perpindahan jarak ini dapat dibabkan oleh torsi. 2.5.2 Torsi Seberapa besar produktifitas dari sebuah turbin dapat diukur dari seberapa besar torsi yang dapat dihasilkan. Jika semakin besar torsi yang dapat dihasilkan, maka semakin besar pula daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah turbin. Dan juga sebaliknya, jika semakin kecil torsi yang dapat dihasilkan, maka semakin kecil pula daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah turbin. Hubungan torsi (T), gaya (F), dan jari-jari sudu (r) seperti tampak pada persamaan sebagai berikut : T= F x r (2.3) II-11 2.6 Prinsip Konversi Energi Angin Daya teoritis (Pt) yang dapat diekstrak oleh turbin angin dengan luas penampang sapuan sudu (luas cakram) (A), dengan kerapatan massa udara (ρ) dan kecepatan angin ( Pt= ρA ) dapat dituliskan pada persamaan sebagai berikut : 3 (2.4) Sebuah turbin angin yang optimal adalah sebuah turbin angin yang memiliki koefsien daya (Cp) yang mendekati dengan batas Betz bernilai 0,593 (59,3 %). Semakin besar daya aktual yang didapatkan maka semakin besar pula koefesien dayanya. Untuk mengetahui nilai Cp maksimal yang mampu dihasilkan oleh sebuah turbin angin, maka perlu diketahui nilai Tip speed ratio yang dihasilkan. Tip speed ratio merupakan perbandingan dari kecepatan ujung rotor turbin terhadap kecepatan angin yang melalui rotor. Rasio kecepatan ujung rotor memiliki nilai nominal yang berubah-ubah terhadap perubahan kecepatan angin. Dengan kecepatan putar sudu putar sudu ( ), dan posisi sepanjang sudu (r), dan kecepatan angin ( maka Tip speed ratio ( ) dapat dituliskan sebagai berikut : (2.5) Grafik berikut menunjukkan variasi tip speed ratio dan koefisien daya (Cp) pada berbagai jenis turbin angin ditunjukkan pada Gambar II.11. II-12 Gambar II. 11 Variasi tip speed ratio dan Cp pada berbagai jenis turbin angin (Sumber: otherpower.com) 2.7 Generator Listrik Turbin angin yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik memerlukan generator yang berguna untuk mengubah energi mekanik gerak rotasi rotor menjadi energi listrik. Terdapat beberapa jenis generator yang digunakan. Berdasarkan arah arus yang dikeluarkan, generator dibagi menjadi dua jenis yaitu generator arus searah (Direct Current - DC) dan generator arus bolak – balik (Alternating Current - AC). Generator arus searah (DC) menghasilkan beda potensial yang arahnya tetap dan jika dihubungkan dengan beban akan menghasilkan arus searah pula. Pada umumnya generator arus searah dapat menghasilkan energi listrik pada putaran tinggi. Untuk digunakan pada turbin angin, jenis generator ini memerlukan sistem transmisi untuk menaikkan putaran (speed increasing). Generator AC dapat menghasilkan beda potensial yang arahnya bolak-balik dan jika dihubungkan dengan beban akan menimbulkan arus bolak-balik pula. Generator AC dapat menghasilkan daya pada putaran yang bervariasi bergantung pada spesifikasi generator itu sendiri. Besar putaran minimal yang diperlukan II-13 generator AC untuk dapat menghasilkan energi listrik dan besar putaran kerja bergantung pada jumlah kutub dan kumparan dalam generator, semakin banyak jumlah kumparannya maka semakin kecil putaran minimal dan putaran kerjanya. Jumlah kumparan merupakan kelipatan dari jumlah kutub yang dimiliki generator. Untuk putaran turbin yang memiliki putaran yang relatif rendah, digunakan jenis generator magnet permanen dengan variasi jumlah kutub, semakin banyak jumlah kutub generator maka putaran yang dibutuhkan semakin kecil untuk membangkitkan listrik dan sebaliknya. Untuk generator yang menggunakan magnet permanen sebagai penginduksi kumparannya disebut generator magnet permanen. 2.8 Daya Jika terdapat perpindahan secara angular, maka daya aktual (Pa) adalah perkalian antara torsi (T) dan kecepatan angular (ω) seperti pada persamaan berikut : Pa= T x ω (2.6) Arus listrik yang mengalir dalam rangkaian dengan hambatan listrik menimbulkan kerja. Peranti mengkonversi kerja ini ke dalam berbagai bentuk yang berguna, seperti panas (seperti pada pemanas listrik), cahaya (seperti pada bola lampu), energi kinetik (motor listrik), dan suara (loudspeaker). Listrik dapat diperoleh dari pembangkit listrik atau penyimpan energi seperti baterai. Listrik arus bolak-balik (listrik AC - alternating current) adalah arus listrik dimana besarnya dan arahnya arus berubah-ubah secara bolak-balik. Berbeda dengan listrik arus searah dimana arah arus yang mengalir tidak berubah-ubah dengan waktu. Bentuk gelombang dari listrik arus bolak-balik biasanya berbentuk gelombang sinusoida, karena ini yang memungkinkan pengaliran energi yang paling efisien. Arus listrik (I) dan beda potensial (V) maka daya aktual (Pa) dapat dituliskan kembali menjadi Pa= V I (2.7) II-14 2.9 Terowongan Angin Pengujian model TASH-Falcon ini menggunakan kecepatan angin, dimana kecepatan angin ini dihasilkan dari blower dari terowongan angin. Aliran udara dari blower wind tunnel yang digunakan diukur kecepatan angin rata-rata dengan menggunakan anemometer. Dalam pengujian ini digunakan beberapa variasi kecepatan. Variasi kecepatan didapatkan dengan cara mengatur RPM engine dari terowongan angin, dimana variasi tersebut berkisar antara 500 RPM sampai dengan 900 RPM. Gambar II.12 menunjukan terowongan angin yang dipakai saat pengujian. Gambar II. 12 Terowongan angin (Sumber : Nugraha) PSTA Polban