KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK - E

advertisement
KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK (Studi Kasus Pada Putusan
Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014)
JURNAL PENELITIAN
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Oleh :
SAIMAN
NIM. 13100114
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2017
KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK (Studi Kasus Pada Putusan
Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014)
Oleh:
SAIMAN
Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
ABSTRAK
Menurut Undang-Undang Merek Tahun 2001, permohonan pembatalan
merek dilakukan dengan gugatan pembatalan pada Pengadilan Niaga oleh pihakpihak yang berkepentingan atau merasa dirugikan. Putusan Pengadilan Niaga
tersebut hanya dapat diajukan upaya hukum berupa Kasasi ke Mahkamah Agung dan
upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengkaji timbulnya sengketa merek
dagang pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014. 2) Mengkaji
dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara peninjauan kembali pembatalan
merek pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI/2014. 3) Mengkaji
akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014.
Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan data
sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen.
Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
bahwa: 1) Sebab timbulnya sengketa merek dagang pada Putusan Mahkamah Agung
No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI/2014 karena merek yang didaftarkan oleh Tergugat
mempunyai persamaan elemen secara keseluruhan, persamaan segmen atau produksi
kelas barang dan jasa, persamaan segmen pasar dengan merek Penggugat sebagai
merek terkenal, dalam, hal ini Merek Telogo Harjo dengan lukisan Obor untuk kelas
barang 30 yang didaftarkan oleh Gani Satriya memiliki kemiripan dengan dengan
merek yang dimiliki oleh Soeharso, S.H.,M.H. 2) Dasar pertimbangan hakim dalam
memutus perkara peninjauan kembali pembatalan merek pada Putusan Mahkamah
Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014 yaitu Majelis tidak menemukan bukti yang
menunjukkan bahwa merek OBOR milik Penggugat untuk barang di kelas 30
merupakan merek terkenal, sehingga dalil Penggugat yang menyebutkan bahwa
Tergugat melakukan itikad tidak baik dengan membonceng ketenaran merek
Penggugat harus dinyatakan tidak terbukti. 2) Akibat hukum dari Putusan Mahkamah
Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014 yaitu Merek Telogo Harjo dengan lukisan
Obor yang didaftarkan oleh Gani Satriya diakui secara sah dan memperoleh
perlindungan hukum secara keperdataan juga berhak memperoleh perlindungan
hukum menurut hukum pidana dengan mengadukan pelanggaran penggunaan merek
tersebut kepada penegak hukum.
Kata Kunci: Pembatalan Merek, Merek Kelas Barang 30 Telogo Harjo
1
LATAR BELAKANG MASALAH
Semakin meningkatnya kebutuhan manusia, timbul ide dari seorang
pengusaha atau seorang manusia untuk memproduksi suatu barang bagi manusia lain
dengan tujuan memperoleh keuntungan. Beragam jenis dan bentuk barang yang
disediakan menyebabkan masyarakat lebih leluasa memilih suatu produk yang
menimbulkan tindakan dari pengusaha yang satu untuk bersaing dengan pengusaha
yang lain baik secara sehat maupun tidak sehat. Persaingan ini terjadi karena adanya
keinginan seseorang pengusaha untuk memperoleh suatu keuntungan atas produk
pengusaha lainnya, dengan memproduksi suatu barang yang mempunyai kesamaan.
Jika hal ini terjadi, tentu saja menyebabkan timbulnya pelanggaran pada yang
pertama kali memproduksi barang tersebut, Sehingga untuk mencegah dan
mengurangi tindakan pelanggaran atas suatu produksi suatu barang, maka terhadap
benda-benda sejenis harus diberikan suatu tanda pembeda.
Pembeda yang membedakan antar barang yang satu dengan yang lainnya
yang sejenis, kemudian disebut sebagai merek. Merek sebagai salah satu bagian yang
cukup penting dalam Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia mempunyai undangundang untuk mengatur masalah merek, undang-undang tersebut adalah UndangUndang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang mulai berlaku sejak 1 Agustus
Tahun 2001. Dengan adanya Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
tersebut, maka merek memegang peranan yang sangat penting dalam era
perdagangan global dibandingkan dengan Undang-Undang tentang Merek lama yang
memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Namun, dilema yang dihadapi
Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual secara ketat
adalah adanya kekhawatiran akan ketergantungan yang semakin kuat terhadap negara
barat yang memiliki kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat.
Sementara Indonesia sebagai negara berkembang masih memerlukan akses yang
bebas terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan daya saing.1
Penggunaan merek pada suatu barang atau jasa dalam dunia bisnis atau
perdagangan bertujuan untuk membedakan barang atau jasa tersebut dengan barang
atau jasa, yang beredar di pasaran. Kebutuhan untuk menunjukkan identifikasi
sumber asal barang lebih dirasakan lagi manfaat pemberian merek. Keberhasilan para
pelaku bisnis, tidak terlepas dari peranan merek sebagai aset tidak berwujud, yang
dapat memberikan identitas terhadap barang atau jasa yang dihasilkan. Dunia industri
terus berkembang dinamis dan persaingan yang begitu ketat semakin
menumbuhkembangkan kesadaran para pelaku bisnis, akan pentingnya sebuah
merek. Keberadaan merek dapat lebih memudahkan konsumen membedakan produk,
yang akan dibeli oleh konsumen dengan produk lain, sehubungan dengan baik
kualitas, kepuasan, kebanggaan, maupun atribut lain, yang melekat pada merek.
Merek juga salah satu karya intelektual, yang mempunyai peranan yang
penting, dalam kehidupan ekonomi terutama dalam bidang perdagangan barang dan
jasa. Merek berfungsi pula untuk membedakan produk, yang satu dengan yang
lainnya, yang sejenis dalam satu kelas. Merek harus merupakan suatu tanda, yang
dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan suatu barang. Jika
1
Cita Citrawinda Priapantja, 2001, HAKI Meningkatkan Kreativitas Masyarakat,
Hukum Bisnis, Vol.13, Edisi April 2001, hal. 33.
2
Jurnal
suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembeda
dan karenanya dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembeda dan
karenanya dianggap bukan merupakan merek.
Pada hakikatnya, merek harus mempunyai daya pembeda, oleh karena itu,
penamaan atas suatu merek harus berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan
dilakukannya pendaftaran dan dikeluarkannya sertifikat atas merek. maka merek
yang dimiliki telah mendapatkan perlindungan hukum. Keuntungan mendaftarkan
merek adalah untuk melindungi merek, menghindari penipuan merek maupun
perbuatan curang yang dilakukan oleh pihak lain, yang tidak bertanggung jawab dan
ingin mendapatkan keuntungan ekonomis atas suatu merek. Sering dengan ketatnya
persaingan dalam dunia perdagangan barang dan jasa, merek menjadi sebuah hal,
yang sering menjadi obyek pembajakan. Pembajakan dalam merek, biasanya
meliputi, persamaan pada keseluruhan dan persamaan pada pokoknya. Pelanggaran
ini sering terjadi meskipun merek yang telah didaftarkan di Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual, bahwa merek hasil tiruan tersebut juga didaftarakan kepada
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dan mendapatkan sertifikat pendaftaran.
Hal ini merupakan salah satu permasalahan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual
terutama bidang merek.
Hak atas Merek adalah “hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya”.
Hak atas merek diperoleh sejak tanggal penerbitan sertifikat merek oleh Dirjen
HAKI. Pemilik merek yang telah terdaftar dapat mempertahankan haknya terhadap
setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain. Perlindungan hak atas merek
terdaftar diberikan selama sepuluh tahun dihitung sejak tanggal penerimaan dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu tertentu. Namun demikian, berdasarkan
Undang-Undang Merek Tahun 2001, merek yang telah terdaftar dapat diajukan
permohonan pembatalan jika terdapat pihak lain yang merasa berkepentingan atau
dirugikan terhadap lahirnya hak atas merek tersebut.
Menurut Undang-Undang Merek Tahun 2001, permohonan pembatalan
merek dilakukan dengan gugatan pembatalan pada Pengadilan Niaga oleh pihakpihak yang berkepentingan atau merasa dirugikan. Putusan Pengadilan Niaga
tersebut hanya dapat diajukan upaya hukum berupa Kasasi ke Mahkamah Agung dan
upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali. Dalam hal Penggugat atau
Tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia, gugatan
diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.2
Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka
waktu 5 (Lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Gugatan pembatalan dapat
diajukan tanpa batas waktu apabila merek yang bersangkutan bertentangan dengan
moralitas, agama, kesusilaan dan ketertiban umum. Putusan pengadilan Niaga
tersebut hanya dapat diajukan upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung dan
upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali. Isi putusan badan peradilan itu
segera di sampaikan ke panitera yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal
setelah tanggal putusan di ucapkan. Direktorat Jenderal melaksanakan pembatalan
2
Usman Rachma, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, Bandung: PT. Alumni, hal 50.
3
pendaftaran merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkan
dalam Berita Resmi Merek setelah putusan badan pengadilan diterima dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Permohonan pembatalan diajukan melalui gugatan kepada Pengadilan Niaga
diantara karena alasan: 1) Merek yang terdaftar yang pendaftarannya dilakukan oleh
pihak yang tidak beritikad baik, 2) Merek terdaftar mengandung salah satu unsur
yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, 3) Adanya persamaan
pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek lain yang sudah terdaftar, 4)
Menyerupai nama orang terkenal, foto dan nama badan hukum yang dimilki, 5)
Peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang simbol atau
emblem dari negara atau lembaga nasional maupun Internasional secara tidak sah, 6)
Peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan negara
atau lembaga negara dengan secara tidak sah. Menyerupai ciptaan orang lain yang
dilindungi hak cipta dengan tanpa persetujuan tertulis.3
Dalam pengkajian merek, setiap perbuatan peniruan, reproduksi, mengkopi,
membajak atau membonceng kemasyuran merek oramg lain, dianggap perbuatan: 1)
Pemalsuan (fraud), 2) Penyesatan (deception, misleading), 3) Memakai merek orang
lain tanpa hak (unauthorized use), Setiap perbuatan Pemalsuan, penyesatan atau
memakai merek orang lain tanpa hak, secara harmonisasi dalam perlindungan merek,
dikualifikasi, 4) Persaingan curang (unfair competition), Serta dinyatakan sebagai
perbuatan mencari kekayaan secara tidak jujur (unjust enrichment).
Kasus gugatan pembatalan merek banyak terjadi di Indonesia, salah satunya
adalah kasus gugatan pembatalan merek Beras Obor yang telah diputus oleh
Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014. Dalam kasus tersebut para pihak
yang bersengketa adalah Soeharso, S.H., M.H., selaku Penggugat melawan Gani
Satriya selaku tergugat. Soeharso, S.H., M.H., selaku pemilik merek Obor untuk
kelas barang 30 yang sudah didaftarkan tanggal 8 Desember 1990, dicatat dalam
Daftar Umum Merek Departemen Kehakiman Republik Indonesia Nomor 288248
tertanggal 20 Februari 1993, diperpanjang masa berlakunya merek dengan
pendaftaran Nomor 459662 terhitung sejak tanggal 25-03-1990 dan diperpanjang lagi
dengan Nomor Pendaftaran IDM000234088, tanggal 22 Januari 2010 menggugat
kepada Gani Satriya yang telah mendaftarkan merek dengan lukisan OBOR dan
tulisan TELOGOHARJO dibawahnya, warna etiket hitam putih didaftar dalam
Daftar Umum Merek tanggal 11 Maret 2005 dengan Nomor IDM000029381 untuk
kelas barang 30.
Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan
mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi
catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pembatalan pendaftaran itu
diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan
menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari
Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku
lagi. Pencoretan pendaftaran suatu merek dari Daftar Umum Merek diumumkan
dalam Berita Resmi Merek. Pembatalan dan pencoretan pendaftaran merek
mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.
3
Henry Clay, 2000, Perkembangan Persaingan Usaha, Jakarta : UI Press, hlm 79.
4
PERUMUSAN MASALAH
1. Bagiamanakah timbulnya sengketa merek dagang pada Putusan Mahkamah
Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014?.
2. Bagiamanakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara peninjauan
kembali pembatalan merek pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.SusHKI /2014?.
3. Bagiamanakah akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.SusHKI /2014?.
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengkaji timbulnya sengketa merek dagang pada Putusan Mahkamah Agung
No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014.
2. Mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara peninjauan kembali
pembatalan merek pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.SusHKI/2014.
3. Mengkaji akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI
/2014.
METODE PENELITIAN
Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan data
sekunder, yaitu berupa Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan
Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014. Teknik pengumpulan
data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sengketa Merek Dagang pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.SusHKI /2014
Sebab timbulnya sengketa merek dagang pada Putusan Mahkamah Agung
No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014 karena merek yang didaftarkan oleh Tergugat
mempunyai persamaan elemen secara keseluruhan, persamaan segmen atau produksi
kelas barang dan jasa, persamaan segmen pasar dengan merek Penggugat sebagai
merek terkenal, dalam, hal ini Merek TELOGO HARJO dengan lukisan OBOR
untuk kelas barang 30 yang didaftarkan oleh Gani Satriya memiliki kemiripan
dengan dengan merek yang dimiliki oleh Soeharso, S.H.,M.H.
Tujuh merek dengan etiket TELOGO HARJO + gambar, maupun, warna
etiketnya berlainan, tapi gambarnya adalah sama, berupa gambar OBOR. Meskipun
adalah tulisan TELOGO HARJO, yang paling menonjol pada 7 merek tersebut
adalah gambar OBOR. Bahwa menurut Penjelasan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek Pasal 6 ayat (1) huruf a: Yang dimaksud dengan
persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsurunsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lainnya, yang dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara
penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang
terdapat dalam merek merek tersebut. Unsur yang menonjol antara merek OBOR
dengan lukisan OBOR milik Penggugat dan merek TELOGOHARJO dengan lukisan
OBOR milik Tergugat, adalah lukisan OBOR, karena yang dilihat konsumen
5
pertama tama adalah lukisan OBOR, terbukti terdapat persamaan pada pokoknya
antara merek OBOR + LUKISAN dan merek TELOGO HARJO + LUKISAN
OBOR dengan demikian menurut Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek, merek OBOR dengan lukisan OBOR milik
Penggugat pada pokoknya terdapat persamaan pada pokoknya dengan 7 merek
TELOGOHARJO dengan lukisan OBOR milik. Bahwa terbukti menurut Hukum
Merek ada persamaan pada pokoknya antara merek Penggugat dan merek Tergugat.
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Peninjauan Kembali
Pembatalan Merek pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.SusHKI/2014
Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara peninjauan kembali
pembatalan merek pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI/2014
adalah sebagai berikut: Pemohon Peninjauan Kembali menyampaikan dua novum
dan keberatan sebagai berikut:
1. Novum Pertama:
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 263 K/Pdt.SusHaKI/2013 yaitu dalam Provisi: Menolak tuntutan provisi Penggugat. Dalam
Eksepsi: Menolak eksepsi Para Tergugat. Dalam Pokok Perkara:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
b. Menyatakan bahwa Penggugat adalah pihak di Indonesia yang diberikan hak
eksklusif oleh Negara untuk menggunakan merek OBOR kelas barang 30,
dengan jenis barang antara lain beras, gula, terhitung sejak tanggal 8
Desember 1990 sampai sekarang, dengan Nomor Pendaftaran 288248,
dilanjutkan dengan Nomor 459662 dan terakhir terdaftar dengan Nomor
IDM000 234088.
c. Menyatakan bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum, mempromosikan beras merek OBOR tanpa ijin dari Penggugat.
d. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti
rugi immateriil kepada Penggugat sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima
juta rupiah) dan menghukum Para Tergugat untuk menghentikan semua
kegiatan yang berkaitan dengan merek Obor.
e. Menghukum Para Tergugat untuk membayar ongkos perkara ini sebesar
Rp2.186.000,00 (dua juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah).
f. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 240 K/Pdt.Sus
HaKI/2013 yaitu:
a. Mengabulkan permohonan kasasi Soeharso,S.H.,M.H., tersebut.
b. Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang
Nomor 02/HAKI/M/2012/PN.Niaga.Smg., tanggal 9 Januari 2013.
Dalam Konvensi yaitu menolak gugatan Penggugat seluruhnya dan dalam
Rekonvensi: Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya. Bahwa
sedangkan Putusan Perkara Nomor 02/HAKI/M/2012/ PN.Niaga.Smg., tanggal 9
Januari 2013 adalah: Dalam Konvensi:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
b. Menyatakan bahwa Penggugat satu-satunya pihak di Indonesia yang diberi
hak eksklusif oleh Negara untuk menggunakan merek OBOR kelas barang 30
jenis barang antara lain beras, gula sejak tanggal 8 Desember 1990 sampai
6
sekarang dengan Nomor Pendaftaran 288248 dilanjutkan dengan Nomor
459662 dan terakhir dengan Nomor IDM000234088.
c. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.
Dalam Rekonvensi: Menolak gugatan rekonvensi Penggugat.
Bahwa novum berupa Putusan Perkara Nomor 263 K/Pdt.Sus-HaKI/
2013: Menyatakan, bahwa Penggugat adalah pihak di Indonesia yang diberikan
hak eksklusif oleh Negara untuk menggunakan merek OBOR kelas barang 30
dengan jenis barang antara lain beras,gula, terhitung sejak tanggal 8 Desember
1990 sampai sekarang, dengan Nomor pendaftaran 288248, dilanjutkan dengan
Nomor 459662 dan terakhit terdaftar dengan Nomor IDM000 234088. Bahwa
Putusan Perkara Nomor 240 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 memutuskan menolak
gugatan.
Menyatakan bahwa Penggugat adalah pihak di Indonesia yang diberikan
hak eksklusif oleh Negara untuk menggunakan merek OBOR kelas barang 30
dengan jenis barang antara lain beras,gula, terhitung sejak tanggal 8 Desember
1990 sampai sekarang, dengan Nomor pendaftaran 288248, dilanjutkan dengan
Nomor 459662 dan terakhit terdaftar dengan Nomor IDM000 234088.
Mengenai petittum yang sama, terdapat dua putusan yang berlainan,
justru oleh Majelis Hakim Agung yang sama. Bahwa Perkara Nomor 240
K/Pdt.Sus-HaKI/2013 dan Nomor 263 K/ Pdt.Sus-HaKI/2013 diputus oleh
Majelis Hakim yang sama, yaitu Ketua Majelis Hakim Hal.17 dari 26 hal. Put.
Nomor
99
PK/Pdt.Sus-HKI/2014
Agung
Prof.Dr.Valerine
J.L.Kriekhoff,S.H.,M.A., dengan anggota:Dr.H.Abdurrahman,S.H.,M.H., Dan
Soltoni Mohdally,S.H.,M.H..
Majelis Hakim Agung tersebut dalam jangka waktu hanya 12 (dua belas)
hari membuat putusan yang berlainan untuk suatu permohonan gugatan yang
sama dalam yaitu tentang kepemilikan merek OBOR dari satu permohonan
(petitum) Penggugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) yang sama, yaitu
tentang kepemilikan Merek OBOR. Berdasarkan adanya novum ini, Majelis
Hakim Agung telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum Pasal 13B.
(1) Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil,
profesional, bertakwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang.
(2) Hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dan
melanggar: Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/
2009 Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan Pedoman
Perilaku Hakim Bab II Kewajiban Dan Larangan.
Pasal 4:
a. Berperilaku adil.
b. Berperilaku jujur.
c. Berperilaku arif dan bijaksana.
d. Berintegritas tinggi.
e. Bertanggung jawab.
f. Menjunjung tinggi harga diri.
g. Berdisiplin tinggi.
h. Bersikap professional.
7
Bahwa karena itu Pemohon Kasasi mohon ke hadapan Bapak Ketua
Mahkamah Agung berkenan membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia dalam Perkara Nomor 240 K/Pdt.Sus.HaKI/2013,
mengadili kembali perkara Nomor 02/HAKI/M/2012/PN.Niaga.Smg.,
2. Novum Kedua:
a. Novum kedua adalah surat dari Komisi Banding Merek, Komisi Banding
Merek adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan
departemen yang membidangi hak kekayaan intelektual (Pasal 33 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, mengatur komisi banding).
b. Surat dari Komisi Banding Merek atas permintaan Pemohon Pemohon
Peninjauan akan diserahkan oleh Komisi Banding Merek dalam sidang
Peninjauan Kembali pada acara sumpah novum pada Pengadilan Niaga
Semarang.
c. Surat dari Komisi Banding Merek tersebut pada pokoknya menyatakan:
1) Ada persamaan pada pokoknya merek OBOR milik Soeharso Nomor
288248 tertanggal 20 Februari 1993, diperpanjang dengan Nomor
459662, diperpanjang lagi dengan Nomor pendaftaran IDM000234088,
tanggal 22 Januari 2010, dibanding merek TELOGO HARJO dengan
lukisan OBOR milik Gani Satriya, yaitu IDM 0001443894 IDM
0001443895 IDM IDM 0001443898 IDM 0001443899 IDM
0001443900.
2) Gani Satriya yang sebelumnya memakai merek OBOR berdasarkan Surat
Perjanjian Lisensi, Akta Nomor 09 Notaris Sri Rahayue Rajendra, Sarjana
Hukum, Surakarta dari Soeharso, kemudian mendaftarkan merek
TELOGO HARJO dengan lukisan OBOR bisa dikategorikan sebagai
pendaftaran yang beritikad tidak baik.
Berdasarkan Novum Pertama tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali
mohon Bapak Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia membatalkan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara Nomor 240
K/Pdt.Sus.HaKI/2013, mengadili kembali perkara Nomor 02/HAKI/M/2012/
PN.Niaga.Smg., dengan mempertimbangkan novum kedua dan keberatan
keberatan Pemohon Peninjauan Kembali.
3. Keberatan Mengenai Persamaan Pada Pokoknya:
Dalam gugatan maupun memori kasasi, Pemohon Peninjauan Kembali
mengutip: Ketua Komisi Banding Merek Sumardi Partorejo dalam makalahnya
berjudul: ”Persamaan pada pokoknya barang dan/atau jasa sejenis dalam
perspektif Majelis Banding Merek”, menjelaskan jika suatu merek yang
bersangkutan akan menimbulkan kekeliruan pada khalayak ramai, jika dipakai
bagi barang-barang yang sejenis maka dianggap ada persamaan pada pokoknya
(dalam workshop di Kantor Hak Kekayaan Intelektual, Jalan Daan Mogot, KM
24, Tangerang, tanggal 13 Oktober 2012), tapi ditolak oleh Pengadilan Niaga
Semarang, mempertimbangkan keterangan Nova Susanti yang hanya staf Seksi
Pertimbangan Hukum dan Letigasi Sub. Dit. Pelayanan Hukum Direktorat
Merek).
Dalam Putusan Perkara Nomor 02/Haki/M/2012/Pn.Niaga.Smg., harus
dibatalkan, karena Nova Susanti (vide halaman 24 turunan Putusan perkara
Nomor 02/HAKI/M/2012/PN.NIAGA.SMG) yang hanya staf Seksi
Pertimbangan Hukum dan Letigasi Sub. Dit. Pelayanan Hukum Direktorat
8
Merek), tidak mempunyai kapasitas sebagai saksi ahli dan memberi kesaksiannya
menyesatkan.
Pada novum kedua, keterangan dari Komisi Banding Merek, Komisi
Banding Merek adalah lembaga independen di bawah Direktorat Hak Kekayaan
Intelektual yang khusus memberi keputusan final hal-hal yang bersifat substantif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 atau Pasal 6 (Pasal 6 mengenai
persamaan pada pokoknya dalam hukum Merek) Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, keterangan ini sesuai hukum yang berlaku,
mempunyai kekuatan pembuktian yang lebih kuat dari pada saksi Nova Susanti,
yang hanya staf Seksi Pertimbangan Hukum dan Letigasi Sub. Dit. Pelayanan
Hukum Direktorat Merek.
Bahwa Mahkamah Agung dalam peninjauan kembali selayaknya
mengabulkan gugatan Pemohon Peninjauan Kembali petitum Nomor 4 gugatan
(turunan Putusan Nomor 240 K/Pdt.Sus-HaKI/ 2013), yaitu: Nomor 4
Menyatakan pada pokoknya sama antara merek Penggugat (sekarang Pemohon
Peninjauan Kembali) OBOR + LUKISAN pada pokoknya sama dengan:
a. Merek milik Tergugat (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) TELOGO
HARJO + LUKISAN OBOR terdaftar pada tanggal 11 Maret 2005.
b. Merek dengan Nomor IDM000029381, dan merek merek IDM 001443894,
IDM 0001443895, IDM 0001443896, IDM0001443897, IDM 000144389,
IDM 0001443899, enam merek TELOGOHARJO dan lukisan OBOR 27
Oktober 2007.
c. Satu merek tulisan TELOGOHARJO tanpa lukisan, terdaftar 27 Oktober
2007.
4. Keberatan Mengenai Itikad Tidak Baik.
Bahwa Majelis Hakim Keliru Dalam Pengertian Itikad Tidak Baik (vide
halaman 17 turunan putusan), yaitu mempertimbangkan: suatu merek dinyatakan
sebagai merek terkenal apabila memenuhi kriteria-kriteria yaitu:
a. Terdapat pengetahuan umum masyarakat tentang merek tersebut di bidang
usaha yang bersangkutan.
b. Terdapat promosi yang gencar dan besar-besaran sehingga mempengaruhi
reputasi merek yang bersangkutan.
c. Terdapat investasi di beberapa negara yang telah ditanamkan oleh
pemiliknya yang dibuktikan dengan pendaftaran merek yang bersangkutan
dbeberapa negara.
Menimbang, bahwa dengan mengacu pada 3 kriteria di atas dan dari
bukti-bukti yang diajukan di persidangan. Majelis tidak menemukan bukti yang
menunjukkan bahwa merek OBOR milik Penggugat untuk barang di kelas 30
merupakan merek terkenal, sehingga dalil Penggugat yang menyebutkan bahwa
Tergugat melakukan itikad tidak baik dengan membonceng ketenaran merek
Penggugat harus dinyatakan tidak terbukti.
Majelis keliru dalam memberi definisi itikad tidak baik. Bahwa
kekeliruan itu adalah itikad tidak baik harus dibuktikan bahwa merek yang ditiru
harus merupakan merek terkenal. Dengan itikad tidak baik, bukan hanya dalam
hukum merek, dalam bidang apapun itikad baik tidak bisa dikaitkan dengan
ketenaran. Dalam surat Direktorat Merek pada Pemohon Peninjauana Kembali
(dahulu Pemohon Kasasi) dengan Nomor D00-2005-02700-02720 tanggal 31
Oktober 2008 (foto copy surat terlampir pada memori kasasi, sebagai lampiran),
9
Direktur Merek mendiskripsikan Pemohon beritikad tidak baik adalah yang
meniru merek orang lain (yang sudah terdaftar).
Direktorat Merek adalah instansi yang paling berkompeten untuk
menyatakan itikad tidak baik dalam merek, sehingga Mahkamah Agung dalam
peninjauan kembali selayaknya mengabulkan gugatan Pemohon Peninjauan
Kembali petitum Nomor 5 gugatan (vide halaman 10 turunan Putusan Nomor 240
K/Pdt.Sus-HaKI/ 2013), yaitu: Nomor 5, membatalkan sertifikat merek dan
mencoret dari Daftar Umum Merek, Direkotat Merek, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Departemen Kahakiman dan Hak Asasi Manusia, Republik
Indonesia.
a. Merek TELOGO HARJO dengan gambar OBOR milik Tergugat, terdaftar
pada tanggal 11 Maret 2005 dengan Nomor IDM000029381, untuk kelas
barang 30, warna etiket hitam putih.
b. Merek TELOGOHARJO + gambar OBOR milik Tergugat terdaftar pada
tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor IDM0001443894, untuk kelas
barang 30, warna etiket, hijau putih dan hitam.
c. Merek TELOGOHARJO + LOGO (gambar OBOR) milik Tergugat
terdaftar pada tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor IDM0001443895,
untuk kelas barang 30, warna etiket merah, hijau dan putih.
d. Merek TELOGOHARJO + gambar OBOR milik Tergugat terdaftar pada
tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor IDM0001443896, untuk kelas
barang 30, warna etiket merah, hitam dan putih.
e. Merek TELOGOHARJO + gambarOBOR milik Tergugat terdaftar pada
tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor IDM0001443897, untuk kelas
barang 30, warna etiket biru, hitam dan putih.
f. Merek TELOGOHARJO + gambar OBOR milik Tergugat terdaftar pada
tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor IDM0001443898, untuk kelas
barang 30, warna etiket merah, hitam, hijau dan kuning.
g. Merek TELOGOHARJO + gambar OBOR milik Tergugat terdaftar pada
tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor IDM0001443899, untuk kelas
barang 30, warna etiket merah dan hitam.
h. Merek TELOGOHARJO hanya tulisan saja, warna hitam putih milik
Tergugat terdaftar pada tanggal 29 Oktober 2007 dengan Nomor
IDM0001443900, untuk kelas barang 30.
5. Keberatan tentang pertimbangan yang sangat sederhana.
Majelis Hakim Kasasi hanya mempertimbangkan secara sederhana
memori kasasi dari Pemohon Peninjauan Kembali, dan memutuskan (vide
halaman 29 sampai 20 turunan putusan). Berdasarkan hal tersebut, Pemohon
Kasasi, menambah memori kasasi, yaitu dalam permohonan.
Mahkamah Agung berpendapat mengenai keberatan-keberatan yang
diajukan yaitu: Bahwa terlepas dari keberatan-keberatan kasasi tersebut,
permohonan kasasi dapat dibenarkan karena Judex Facti telah salah dalam
menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa tidak terdapat
persamaan pada pokoknya antara Merek Penggugat dengan Tergugat, sedangkan
“gambar obor” baik warna maupun bentuknya tidak sama dengan milik
Penggugat.
Majelis Mahkamah Agung berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
10
kasasi dari Pemohon Kasasi Soeharso,S.H.,M.H., tersebut dan membatalkan
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor
02/HAKI/M/ 2012/PN.Niaga.Smg., tanggal 9 Januari 2013 serta Mahkamah
Agung mengadili sendiri dengan amar putusan sebagaimana yang akan
disebutkan di bawah ini:
a. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Soeharso, S.H.,M.H.,
tersebut.
b. Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang
Nomor 02/HAKI/M/2012/PN.Niaga.Smg., tanggal 9 Januari 2013.
Dalam Konvensi: Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Dalam
Rekonvensi: Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya.
Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat Konvesi untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ditetapkan
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Bahwa pertimbangan yang sangat
sederhana, hanya berdasarkan asumsi Majelis Hakim Agung, yaitu: Tidak
terdapat persamaan pada pokoknya antara Merek Penggugat dengan Tergugat,
sedangkan “gambar obor” baik warna maupun bentuknya tidak sama dengan
milik Penggugat. Bahwa pertimbangan tersebut bertentangan:
a. Dengan Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
yaitu: Pasal 6 Ayat (1) Huruf a. Yang dimaksud dengan persamaan pada
pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang
menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat
menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara
penetapan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun
persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
b. Keterangan dari Komisi Banding Merek (novum kedua). Menimbang, bahwa
terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung
berpendapat: Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat
dibenarkan, karena setelah meneliti secara saksama Memori Peninjauan
Kembali tertanggal 2 Juli 2014 dan jawaban atas Memori Peninjauan
Kembali tertanggal 17 Juli 2014, dihubungkan dengan pertimbangan Judex
Juris, ternyata bukti-bukti baru yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali yaitu Novum Pertama dan Novum Kedua, bukan bukti yang bersifat
menentukan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Mahkamah
Agung, serta tidak ditemukan adanya kekhilafan maupun kekeliruan nyata
Hakim dalam perkara a quo, karena itu alasan Peninjauan Kembali harus
ditolak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung
berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan
oleh Pemohon Peninjuan Kembali: Soeharso,S.H., M.H., tidak beralasan,
sehingga harus ditolak.
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan Kembali
dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan
kembali.
Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
11
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009,
serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim dalam
peninjauan kembali memutuskan:
1. Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali: SOEHARSO,S.H.,M.H., tersebut.
2. Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali/Pemohon Kasasi/Penggugat
untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali
sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Peninjauan kembali terhadap putusan perkara pembatalan pendaftaran merek
yang telah berkekuatan hukum tetap ketentuannya tidak diatur secara khusus dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Oleh karena itu hukum acara
yang berlaku bagi peninjauan kembali dalam perkara perdata mengikuti UndangUndang Mahkamah Agung yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 (lex generalis).4
Upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali saja dan
karena putusan telah berkekuatan hukum tetap maka pada prinsipnya eksekusi
putusan dapat dilakukan. Permohonan peninjauan kembali diajukan ke Mahkamah
Agung sebagai lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus perkaranya.
Mahkamah Agung dalam hal ini merupakan peradilan tingkat pertama dan tingkat
terakhir untuk memutus perkara peninjauan kembali. Tenggang waktu untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali adalah 180 (seratus delapan puluh) hari
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Dalam perkara gugatan Soeharso, S.H.,M.H terhadap Gani Satriya, karena
Penggugat/Pemohon Kasasi telah dikalahkan oleh hakim dalam tingkat pertama dan
tingkat kasasi maka Penggugat/Pemohon Kasasi mengajukan upaya hukum
peninjauan kembali terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Bahwa
peninjauan kembali tersebut diajukan oleh Pemohon dengan alasan-alasan yaitu
adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, terdapat bukti baru yang
bersifat menentukan (novum). Alasan-alasan yang dikemukakan Pemohon dalam
peninjauan kembali adalah termasuk alasan-alasan peninjauan kembali yang telah
ditetapkan secara limitatif dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung sebagai
berikut:
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada buktibukti yang kemudian oleh hakim dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut.
4
Gatot Supramono, 2008, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Cetakan
Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta, Hal. 133.
12
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai soal yang sama, atas dasar yang
sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan
yang bertentangan satu dengan yang lain.
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata.
Berdasarkan pertimbangan hakim Peninjauan Kembali, diperoleh fakta
bahwa hakim peninjauan kembali alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak
dapat dibenarkan, karena setelah meneliti secara saksama Memori Peninjauan
Kembali tertanggal 2 Juli 2014 dan jawaban atas Memori Peninjauan Kembali
tertanggal 17 Juli 2014, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris, ternyata
bukti-bukti baru yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali yaitu Novum
Pertama dan Novum Kedua, bukan bukti yang bersifat menentukan, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Mahkamah Agung, serta tidak ditemukan adanya
kekhilafan maupun kekeliruan nyata Hakim dalam perkara a quo, karena itu alasan
Peninjauan Kembali harus ditolak.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat
permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjuan Kembali: SOEHARSO,S.H.,M.H., tidak beralasan, sehingga harus ditolak.
Alasan hakim Peninjauan Kembali tidak mengabulkan permohonan peninjauan
kembali dari Penggugat SOEHARSO, S.H.,M.H., karena novum pertama dan novum
kedua yang diajukan oleh bukan merupakan bukti baru, melainkan dalil-dalil gugatan
yang sudah digunakan dalam pengajuan kasasi.
Dalam novum kedua, pemohon peninjauan kembali SOEHARSO, S.H.,M.H.,
merasa keberatan atas persamaan dalam pokok perkara yaitu dalam gugatan maupun
memori kasasi, Pemohon Peninjauan Kembali mengutip: Ketua Komisi Banding
Merek Sumardi Partorejo dalam makalahnya berjudul: ”Persamaan pada pokoknya
barang dan/atau jasa sejenis dalam perspektif Majelis Banding Merek”, menjelaskan
apabila suatu merek yang bersangkutan akan menimbulkan kekeliruan pada khalayak
ramai, jika dipakai bagi barang-barang yang sejenis maka dianggap ada persamaan
pada pokoknya (dalam workshop di Kantor Hak Kekayaan Intelektual, Jalan Daan
Mogot, KM 24, Tangerang, tanggal 13 Oktober 2012), tapi ditolak oleh Pengadilan
Niaga Semarang. Persamaan pada keseluruhannya yaitu persamaan keseluruhan
elemen dengan kata lain merek yang dimintakan pendaftarannya merupakan copy
atau reproduksi merek orang lain. Agar suatu merek dapat disebut sebagai copy atau
reproduksi merek orang lain sehingga dikualifikasikan mengandung persamaan
secara keseluruhan, paling tidak harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Ada persamaan elemen secara keseluruhan.
2) Persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa.
3) Persamaan wilayah dan segmen pasar.
4) Persamaan cara dan perilaku pemakaian.
5) Persamaan cara pemeliharaan.
Berdasarkan hal tersebut Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa tidak
terdapat persamaan pada pokoknya antara Merek Penggugat dengan Tergugat,
sedangkan “gambar obor” baik warna maupun bentuknya tidak sama dengan milik
Penggugat. Selanjutnya mengenai novum Penggugat tentang itikad tidak baik Hakim
13
Mahkamah Agung berpendapat bahwa suatu merek dinyatakan sebagai merek
terkenal apabila memenuhi kriteria-kriteria yaitu:
a. Terdapat pengetahuan umum masyarakat tentang merek tersebut di bidang usaha
yang bersangkutan.
b. Terdapat promosi yang gencar dan besar-besaran sehingga mempengaruhi
reputasi merek yang bersangkutan.
c. Terdapat investasi di beberapa negara yang telah ditanamkan oleh pemiliknya
yang dibuktikan dengan pendaftaran merek yang bersangkutan di beberapa
negara.
Dengan mengacu pada 3 kriteria di atas dan dari bukti-bukti yang diajukan di
persidangan. Majelis tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa merek
OBOR milik Penggugat untuk barang di kelas 30 merupakan merek terkenal,
sehingga dalil Penggugat yang menyebutkan bahwa Tergugat melakukan itikad tidak
baik dengan membonceng ketenaran merek Penggugat harus dinyatakan tidak
terbukti. Selanjutnya mengenai novum Penggugat yang menyatakan bahwa majelis
keliru dalam memberi definisi itikad tidak baik. Hakim Mahkamah Agung
berpendapat bahwa kekeliruan itu adalah itikad tidak baik harus dibuktikan bahwa
merek yang ditiru harus merupakan merek terkenal. Itikad tidak baik, bukan hanya
dalam hukum merek, dalam bidang apapun itikad baik tidak bisa dikaitkan dengan
ketenaran. Bahwa itikad tidak baik dari Pemohon Merek, diartikan apabila
melakukan tindakan berdasarkan mengambil keuntungan sendiri dengan
mengorbankan kepentingan pihak lain. Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tidak ada satu pasalpun yang menyatakan Pemohon beritikad tidak baik
adalah meniru merek terkenal. Bahwa itikad tidak baik dinyatakan kalau Pemohon
Merek meniru merek orang lain yang sudah terdaftar, tidak ditentukan merek
terdaftar itu terkenal atau tidak. Direktorat merek adalah satu satunya instansi
pemerintah dalam melaksana pendaftaran merek menurut Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, Direktorat Merek adalah instansi yang paling
berkompeten untuk menyatakan itikad tidak baik dalam merek.
Akibat Hukum Dari Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI/2014
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001, bahwa merek yang didaftarkan pada Ditjen Merek oleh Tergugat
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain
yang sudah terkenal milik Penggugat untuk barang sejenis, yang berarti pendaftaran
merek oleh Tergugat tersebut dilakukan tidak secara jujur dan mempunyai niat untuk
membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek milik Penggugat yang
berakibat menimbulkan kerugian pada Penggugat atau menimbulkan kondisi
persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen, sehingga Tergugat telah
mempunyai itikad tidak baik dalam mendaftarkan merek ditolak oleh majelelis
hakim, sehingga gugatan pembatalan merek ditolak pada tingkat peninjauan kembali,
memiliki akibat hukum sebagai berikut:
Merek TELOGO HARJO dengan lukisan OBOR yang didaftarkan oleh Gani
Satriya diakui secara sah dan memperoleh perlindungan hukum secara keperdataan
juga berhak memperoleh perlindungan hukum menurut hukum pidana dengan
mengadukan pelanggaran penggunaan merek tersebut kepada penegak hukum.
Sebagai konsekuensi adanya perlindungan hukum hak atas merek, pemilik merek
terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan yaitu berupa ganti rugi jika
14
mereknya dipergunakan pihak lain tanpa hak atau izin darinya. Dalam Pasal 76 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyatakan bahwa
pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara
tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi,
dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut.
Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) ini, dapat diketahui jenis bentuk gugatan
perdata atas pelanggaran merek terdaftar dapat berupa gugatan ganti rugi atau
penghentian penggunaan merek yang dilanggarnya. Ganti rugi dapat berupa ganti
rugi materiil dan ganti rugi immateriil. Ganti rugi materiil berupa kerugian yang
nyata dan dapat dinilai dengan uang. Sedangkan ganti rugi immateriil berupa
tuntutan ganti rugi yang disebabkan oleh penggunaan merek dengan tanpa hak,
sehingga pihak yang berhak menderita kerugian secara moral.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1) Sebab timbulnya sengketa merek dagang pada Putusan
Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014 karena merek yang didaftarkan
oleh Tergugat mempunyai persamaan elemen secara keseluruhan, persamaan segmen
atau produksi kelas barang dan jasa, persamaan segmen pasar dengan merek
Penggugat sebagai merek terkenal, dalam, hal ini Merek TELOGO HARJO dengan
lukisan OBOR untuk kelas barang 30 yang didaftarkan oleh Gani Satriya memiliki
kemiripan dengan dengan merek yang dimiliki oleh Soeharso, S.H.,M.H. 2) Dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara peninjauan kembali pembatalan merek
pada Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014 yaitu: Majelis tidak
menemukan bukti yang menunjukkan bahwa merek OBOR milik Penggugat untuk
barang di kelas 30 merupakan merek terkenal, sehingga dalil Penggugat yang
menyebutkan bahwa Tergugat melakukan itikad tidak baik dengan membonceng
ketenaran merek Penggugat harus dinyatakan tidak terbukti. Merek terkenal adalah
merek yang memiliki reputasi tinggi serta memiliki kekuatan pancaran yang
memukau dan menarik sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek
itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban. 3) Akibat hukum dari Putusan
Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014 yaitu Merek TELOGO HARJO
dengan lukisan OBOR yang didaftarkan oleh Gani Satriya diakui secara sah dan
memperoleh perlindungan hukum secara keperdataan juga berhak memperoleh
perlindungan hukum menurut hukum pidana dengan mengadukan pelanggaran
penggunaan merek tersebut kepada penegak hukum.
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
AB Susanto dan Himawan Wijanarko, 2008, “Power Branding: Membangun Merek
Unggul dan Organisasi Pendukungnya” , Jakara: Mizan Pustaka.
Bambang Sugeng dan Sujayadi, 2011, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi
Perkara Perdata. Jakarta: Kencana Prenada Media Gorup.
Dwi Agustune Kurniasih, 2009,”Perlindungan Hukum Pemilik Merek Terdaftar dari
Pembuatan Passing off (Pemboncengan Reputasi), Jakarta: Ditjen HKI.
Harsono Adisumarto, 1990, Hak Milik Perindustrian, Jakarta : Akademika
Pressindo.
Henry Clay, 2000, Perkembangan Persaingan Usaha, Jakarta : UI Press.
Insan Budi Maulana dan Yoshiro Sumida, 1994, Perlindungan Bisnis Merek
Indonesia-Jepang, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Ismail Saleh, 1990, Hukum Ekonomi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Miru.Ahmadi, 2005, Hukum Merek ,Jakarta: Rajawali Press.
Much. Nurachmad, 2012, Segala Tentang HAKI Indonesia, Jogjakarta: Buku Biru.
Muhammad Abdulkadir, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,
Bandung : PT.Citra Aditya Bhakti.
Muhamad Djumhana, 2007, Perkembangan doktrin & teori : Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual, Bandung: PT Citra Aditya bakti.
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 1997, Hak Milik Intelektual: sejarah,
teori dan praktiknya di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
M. Yahya Harahap, 2007, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan
Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
OK. Saidin, 2010, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
rights), Jakarta: Rajawali.
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Rachnmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: perlindungan dan
dimensi hukumnya di Indonesia, Bandung: PT Alumni.
16
R. Soekardono, 1999, Hukum Dagang Indonesia Jilid II, Jakarta: Dian Rakyat.
R.M Suryodiningrat, 1981, Aneka Hak Milik Perindustrian, Bandung: Tarsito.
Saidin, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (intellectual property right),
Jakarta: PT Rajagrafindo.
Sanusi Bintang dan Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis,
Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti.
Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Toeri dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.
Sudargo Gautama, 1989, Undang-undang merek Baru. Cetakan ke-1, Bandung:
alumni.
________________, 1977, Hukum Merek Indonesia, Bandung: Alumni.
Usman Rachma, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan
Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: PT. Alumni.
Venantria Sri Hadiarianati, 2009, Hak Kekayaan Intelektual Merek & Merek
Terkenal, Jakarta: Unika Atmajaya.
Zainuddin Mappong, 2010, Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan
Cara Membuat Putusan Serta Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara Perdata).
Malang: Tunggal Mandiri Publishing.
Jurnal Penelitian
Ari Purwadi, Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen, Yuridika,
Majalah Fakultas Hukum Universitas airlangga, Nomor 1 dan 2, Tahun VII,
Jan-Feb-Maret.
Cita Citrawinda Priapantja, 2001, HAKI Meningkatkan Kreativitas Masyarakat,
Jurnal Hukum Bisnis, Vol.13, Edisi April 2001.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor 02/HAKI/M/2012/ PN.Niaga.Smg
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 240 K/PDT.SUS-HaKI/2013
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 99 PK/Pdt.Sus-HKI /2014.
17
Download