BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep-konsep dan Definisi yang Dipergunakan Dalam penelitian ini, faktor-faktor sosial demografi yang terkait terhadap intensitas penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara antara lain : daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja. 2.1.1 Pengertian Kesehatan Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan yang dilakukan pemerintah salah satunya di daerah adalah dalam bentuk pemberian pelayanan kesehatan gratis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang kesehatan (Wenjiong, 2011). Pada beberapa negara yang ada di dunia, setiap Pemerintahan diharuskan untuk memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat mengingat adanya perbedaan skala pendapatan masing-masing individu (Gery, 2012). Pemberian bantuan kesehatan kepada masyarakat yang belum memiliki bantuan kesehatan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama yang berpendapatan rendah (Whitney, 2011). Program bantuan kesehatan juga memberikan rasa aman kepada masyarakat, karena dalam hal pembiayaan kesehatan masih menjadi beban utama mereka. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Sharif, 2011). Menurut Azwar (2004) manusia yang sehat tidak hanya dilihat dari sehat jasmani, tetapi juga sehat rohani. Sehingga tubuh sehat dari segi kesehatan meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi penampilan atau performance setiap individu, dalam melakukan aktivitas sehari hari seperti bekerja, berkarya, berkreasi dan melakukan hal-hal yang produktif serta bermanfaat. 2.1.2 Ekonomi Kesehatan Ekonomi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari supply and demand sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap populasi. Ekonomi kesehatan perlu di pelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan. Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat tidaklah sama antar manusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada kesehatannya tentu akan mempunyai demand yan g l ebi h t i ngg i akan st at us k esehat ann ya . S e ba g ai co nt o h, se o ran g at l et profes i onal ak an l e bi h m e m per hat i k an st at us kesehatannya dibanding seseorang yang menganggur (Yuriska Meisa, 2012) Menurut Bhisma Murti (2013) terdapat banyak definisi ekonomi kesehatan. Salah satunya mendefinsikan ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari supply and demand sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap pengguna kesehatan. Tentu saja definisi hanya merepresentasikan sebagian kecil topik yang dipelajari dalam ekonomi kesehatan. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh : 1) Kesehatan yang buruk seorang menyebabkan biaya bagi orang tersebut karena menurunnya kemampuan untuk menikmati hidup, memperoleh penghasilan, atau bekerja dengan efektif. Kesehatan yang lebih baik memungkinkan seorang untuk memenuhi hidup yang lebih produktif. 2) Kesehatan yang buruk individu dapat memberikan dampak dan ancaman bagi orang lain. 3) Seorang yang terinfeksi penyakit infeksi dapat menular ke orang lain. Misalnya, AIDS. 4) Kepala rumah tangga pencari nafkah yang tidak sehat atau sakit akan menyebabkan penurunan pendapatan keluarga, makanan dan perumahan yang buruk bagi keluarga. 5) Anggota keluarga yang harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit akan kehilangan waktu untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan. 6) Pekerja yang memiliki kesehatan buruk akan mengalami penurunan produktivitas. Jadi pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status kesehatan penduduk yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan per kapita, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. 1) Need, Demand, dan Want Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan secara objektif dipandang terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Need biasanya ditentukan oleh dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung pendidikan, peralatan, dan kompetensi dokter. Demand (permintaan) adalah barang atau pelayanan yang sesungguhnya dibeli oleh pasien. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh pendapat medis dari dokter, dan juga faktor lain seperti pendapatan dan harga obat. Demand berbeda dengan need and want. Want (keinginan) adalah barang atau pelayanaan yang diinginkan pasien karena dianggap terbaik bagi mereka (misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants bisa sama atau berbeda dengan need (kebutuhan). Pembedaan itu penting karena tujuannya adalah memenuhi semaksimal mungkin kebutuhan orang, dengan cara memperbaiki keputusan dokter, dan mendekatkan keinginan dan permintaan sedekat mungkin dengan kebutuhan, melalui pendidikan kesehatan, dan sebagainya. 2.1.3 Teori Asuransi Kesehatan Asuransi kesehatan oleh Black dan Skipper dalam Ilyas (2003) didefinisikan sebagai : “… a social insurance where by individuals transfer the financial risksassociated with loss of health to group of individuals and which involves the accumulation of funds by the group from these individuals to meets the uncertain financial losses from an illness of for prevention of an illness”. Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep resiko (Ilyas, 2003). Fungsi asuransi kesehatan adalah mentransfer resiko dari satu individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok. Asuransi kesehatan dapat menjadi bagian dari program asuransi sosial yang disponsori pemerintah, atau dari perusahaan asuransi swasta. Asuransi kesehatan dapat juga dibeli secara kelompok (misalnya oleh perusahaan untuk perlindungan karyawannya) atau dibeli oleh seorang individu. Asuransi kesehatan dilaksanakan dengan memperkirakan biaya keseluruhan risiko kesehatan, dan dibiayai dari premi bulanan atau pajak tahunan. Diantara negara- negara OECD (Organization for Economic Co-operationand Development), model pembiayaan dan pemberian pelayanan kesehatan terbagi menjadi (Docteur dan Oxley dalam Drechsler, Denis dan Jutting, 2005) : 1). The public-integrated model yaitu mengkombinasikan atas pembiayaan anggaran penyediaan perawatan kesehatan dengan rumah sakit yang merupakan bagian dari sektor pemerintah. Sistem ini menggabungkan fungsi asuransi dan penyedia yang diorganisasikan dan dioperasikan seperti bagian pemerintah. Staf secara umum dibayar atas gaji dan kebanyakan merupakan pegawai sektor publik. Dokter dan perawatan kesehatan profesional dapat juga pegawai sektor publik atau kontraktor swasta ke otoritas perawatan kesehatan. Memastikan cakupan keseluruhan penduduk dalam sistem ini lebih mudah. Tetapi sistem ini memiliki insentif yang lemah untuk meningkatkan output, meningkatkan efisiensi atau memelihara kualitas dan tingkat responsif terhadap kebutuhan pasien. 2). Public-contract model yaitu public payer membuat kontrak dengan penyedia perawatan kesehatan swasta. Pembayar ini bisa agen pemerintah atau sebuah lembaga penjamin dana sosial. Sistem single payer kedudukan akan lebih kuat dan cenderung memiliki biaya administrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem multiple payer. Klinik dan rumah sakit swasta dijalankan atas dasar non profit. Sistem ini secara umum lebih responsif terhadap kebutuhan pasien dibandingkan pengaturan publik, namun kurang berhasil dalam mengatur biaya perawatan, membutuhkan regulasi tambahan dan kontrol dari otoritas publik. 3). Private insurance/ provider model yaitu menggunakan asuransi swasta dikombinasikan dengan penyedia swasta. Asuransi dapat diwajibkan seperti di Switzerland atau sukarela seperti di Amerika Serikat. Metode pembayaran secara tradisional berdasarkan atas aktivitas, dan sistem memberikan tingkatan tinggi dari pilihan dan tingkat responsif atas kebutuhan pasien, tapi control biaya lemah. Dalam sistem ini, penjamin asuransi lebih selektif dalam kontrak dengan penyedia yang kompetitif dan membatasi pilihan pasien atas penyedia dan pelayan. 2.1.4 Teori Konsumsi Teori Keynes (Keynesian Consumption Model) 1) Hubungan Pendapatan Disposabel dan Konsumsi. Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel. (Pratama Raharja & Mandala Manurung, 2008) Beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes tersebut: merupakan variabel riil/nyata, yaitu bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, bukan hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal; merupakan pendapatan yang terjadi (current income), bukan pendapatan yang diperoleh sebelumnya dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang (yang diharapkan) dan merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif atau pendapatan permanen. 2) Kecenderungan Mengkonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume). Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (Marginal Propensity to Consume) disingkat MPC adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu unit. Jumlah tambahan konsumsi tidak akan lebih besar daripada tambahan pendapatan disposabel, sehingga angka MPC tidak akan lebih besar dari satu. Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika pendapatan disposabel terus meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol (tidak ada konsumsi). Sebab manusia tidak mungkin hidup di bawah batas konsumsi minimal. Karena itu 0 < MPC < 1. Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (Marginal Prospensity to Consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi (Gregory Mankiw, 2003) 3) Kecenderungan Mengkonsumsi Rata-Rata (Average Propensity to Consume). Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consume) disingkat APC adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total. Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi ratarata (Average Prospensity to Consume), turun ketika pendapatan naik. Masyarakat percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga masyarakat berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. 4) Model Konsumsi Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumption). Model konsumsi siklus hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumption, disingkat LCH ) dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan model Keynes, model ini mengakui bahwa faktor yang dominan pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi adalah pendapatan disposabel. Hanya saja, model siklus hidup ini mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang memengaruhi besarnya pendapatan disposabel. Ternyata, tingkat pendapatan disposabel berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya. Model siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode: (1) Periode Belum Produktif. Periode ini berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah, hingga pertama kali bekerja, biasanya berkisar antara usia nol hingga dua puluh tahun. Pada periode ini umumnya manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain yang telah berpenghasilan. (2) Periode Produktif Periode ini umumnya berlangsung dari usia sekitar dua puluh tahun. Selama periode ini, tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada usia sekitar lima puluhan tahun. Setelah itu tingkat pendapatan disposabel menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi. (3) Periode Tidak Produktif Lagi Periode ini berlangsung setelah usia manusia melebihi enam puluh tahun. Ketuaan yang datang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Pola konsumsi manusia berkaitan dengan periode hidupnya. Dengan kata lain, manusia harus merencanakan alokasi pendapatan disposabelnya. Ada saatnya mereka harus berutang/mendapat tunjangan, ada saat harus menabung sebanyak-banyaknya dan akhirnya ada pula saat dia harus hidup dengan menggunakan uang tabungannya (Pratama Raharja, 2008) 2.1.5 Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan 2.1.5.1 Persepsi Kata “persepsi” dalam bahasa Inggris adalah perception yang mengandung arti pengertian, tanggapan, daya memahami, atau daya menanggapi (Adz-Dzakiey, 2006). Selanjtunya JP. Chaplin yang dikutip Adz-Dzakiey (2006) mengartikan persepsi sebagai berikut. 1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. 2) Kesadaran dari proses-proses organis. 3) Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu. 4) Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan di antara perangsang-perangsang. Dalam arti lain persepsi diartikan sebagai proses dimana seorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera, atau menafsirkan stimulus yang telah ada di otak. Persepsi adalah fungsi yang penting dalam kehidupan, yang dengannya makhluk hidup dapat mengerti apa yang akan menyakitinya, hingga dengannya ia pun segera menjauh. Di samping itu, juga mengerti apa yang bermanfaat bagi dirinya, yang karenanya maka ia akan berusaha untuk mencapainya (Adz-Dzakiey, 2006). Menurut Satiadarma (2001) mengatakan persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Selanjutnya dikatakan, orang dapat memiliki persepsi yang berbeda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi, yaitu: (1) perhatian yang selektif; (2) gangguan yang selektif; dan (3) mengingat yang selektif. Dengan demikian persepsi berkaitan dengan pikiran, perasaan, fantasi dan segenap unsur kejiwaan lainnya, jadi seorang yang tidak mampu melakukan hubungan yang serasi dengan objek yang diamati melalui persepsinya, maka akan kesulitan yang terutama disebabkan oleh daya pengamatan dan pandangan yang kurang baik pada objek tersebut (Satiadarma, 2001). Pada hakekatnya persepsi selalu berhubungan dengan stimulus (rangsangan yang diterima oleh indera). Oleh karena itu, persepsi dapat terjadi setiap adanya stimulus yang menggerakkan indera. Adapun faktor penentu yang mempengaruhi sikap dan tingkah laku yang merupakan hasil persepsi yang berbeda-beda pada satu objek berupa motif, kemampuan berfikir, dan pengalaman hidup. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari pengelihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya (Satiadarma, 2001). Jadi dalam hal ini persepsi pasien dapat timbul karena adanya pengamatan terhadap mutu pelayanan yang diterima pasien atas penggunaan JKBM. Baik itu persepsi yang positif ataupun persepsi yang negatif tergantung pada pandangan, penglihatan dan perhatian pasien dalam menanggapi mutu pelayanan yang ada di puskesmas tersebut. 2.1.5.2 Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut para ahli mutu dapat didefinisikan sebagai berikut. 1) Menurut Winston Dictionary yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati. 2) Menurut Donabedian yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program. 3) Menurut Din ISO 8402 yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut. 4) Menurut Crosby yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. 5) Menurut Deming yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. 6) Menurut Feigenbaum yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya, suatu produk bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. 7) Menurut Garvin dan Davis yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Dari beberapa definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut. 1) Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2) Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan. 3) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualtias saat ini mungkin diangap kurang berkualitas pada masa mendatang) (Nasution, 2005). Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995). Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, sama halnya dengan kebutuhan dan tuntutan, makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1995). Secara sederhana ada tiga persyaratan pokok yag harus dimiliki untuk disebut pelayanan kesehatan yang baik, yaitu sebagai berikut. 1) Sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan. Suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah yang sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan. 2) Dapat dijangkau oleh mereka yang membutuhkan. Pengertian terjangkau adalah tidak hanya dari sudut jarang atau lokasi tetapi juga dari sudut pembiayaan. 3) Sesuai dengan prinsip ilmu dan teknologi kedokteran. Dengan kata lain suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya (Sari, 2004). 2.1.6 Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 6 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) adalah program Pemerintah Provinsi bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan cara memberikan pelayanan kesehatan. Pemerintah Provinsi Bali mengalokasikan dana sebesar Rp. 127 milyar untuk Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dalam tahun 2010. Alokasi dana ini meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (2009) yang hanya Rp 27 milyar. Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan alokasi dana untuk pelayanan kesehatan tersebut mencapai 13,5 persen dari total APBD Bali 2010. Padahal, sesuai UU Kesehatan, alokasi untuk kesehatan idealnya hanya lima persen dari APBD. Di tahun 2009 Pemerintah Bali sudah menjalankan pelayanan kesehatan gratis keliling ke seluruh pelosok Bali (kecuali Jembrana) yang bernama Program Pelayanan Kesehatan Gratis (Yankestin) atau pelayanan kesehatan gratis ini diganti oleh program baru bernama Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang diharapkan akan digunakan seterusnya untuk menjamin kesehatan masyarakat Bali. Program ini mulai berlaku per 1 Januari 2010. Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga mengatakan di depan otoritas kesehatan Kabupaten bahwa kemampuan masyarakat Bali mengakses kesehatan tidak merata, karena itu JKBM memberikan akses pada warga Bali yang belum tertanggung. Dalam perjanjian kerjasama ini, Pemerintah provinsi Bali akan memberikan dana hibah kepada RSUD sebesar 123, 2 milyar dan Puskesmas sebesar 48 milyar di seluruh kabupaten/kota se-Bali kecuali Jembrana. Secara umum program JKBM ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Bali. Bagi masyarakat Bali yang memiliki KTP dan KK dan sudah terdaftar di desa masing-masing akan mendapatkan pelayanan kesehatan di seluruh Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Bali secara gratis. Tentunya harus dilakukan secara bertahap, dari tempat pelayanan kesehatan terdepan/terkecil (Puskesmas) kemudian dilanjutkan ke Rumah Sakit Daerah dan ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Hanya dengan menunjukkan KTP dan KK kita sudah bisa mendapatkan pelayanan gratis ini. Namun masih dalam ruang inap kelas 3, seiring perkembangannya akan berkembang menuju kelas yang lebih elit bahkan sampai kelas VIP, namun kemungkinan akan diperlukan dana tambahan dari yang bersangkutan yang dibayar dalam sistem asuransi. 2.1.6.1 Pendanaan JKBM Pendanaan Program JKBM merupakan subsidi pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKBM. Sumber dana berasal dari APBD Provinsi Bali dan APBD Kabupaten/ Kota yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yang belum memiliki Jaminan Kesehatan dan PAD Kabupaten/Kota. Dana program Jaminan Kesehatan Bali Mandara tersebut keseluruhan dialokasikan untuk membiayai dana pelayanan kesehatan langsung. Disamping dana pelayanan kesehatan langsung untuk mendukung berjalannya program JKBM ini, perlu juga dianggarkan dana pelayanan kesehatan tidak langsung atau operasional manajemen untuk Tim Koordinasi dan Tim Pengelola JKBM di tingkat Kabupaten/Kota dan Propinsi melalui DPA masing-masing Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pengalokasian Dana JKBM ini dibagi secara merata berdasarkan jumlah Anggaran APBD di masing-masing Puskesmas dan RSUD. Program JKBM ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan. 2.1.6.2 Jenis Pelayanan JKBM Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai dengan indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi : 1) Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya (1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan : pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, pemeriksaan kehamilan dan nifas, tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka, penunjang diagnostic sederhana dan pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal (2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan yang meliputi pelayanan: perawatan dan akomodasi rawat inap, partus, visite dokter spesialis, konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan, tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka, penunjang diagnostic sederhana, pemberian obat. (3) Pelayanan gawat darurat (emergency). 2) Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialistik Rumah Sakit Pemerintah yang merupakan jejaring JKBM, meliputi : (1) konsultasi medis, spesialis/umum, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter (2) pemeriksaan kehamilan yang beresiko tinggi dan memerlukan penanganan spesialistik, (3) rehabilitasi medik, (4) penunjang diagnostic : laboratorium klinik, radiologi dan elek-tromedik, (5) tindakan medis kecil-sedang, (6) pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan, (7) pemberian obat sesuai fotmularium obat JKBM, (8) pelayanan darah, Rawat inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III rumah sakit pemerintah meliputi : akomodasi dan konsumsi rawat inap pada kelas III, konsultasi medis, pemeriksaan fisik, penunjang diagnostic, laboratorium klinik, patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiolologi dan elektromedik, tindakan medis kecil-sedang-besar, partus dan komplikasi kehamilan, operasi kecil, sedang dan besar sesuai dengan kompetensinya, pelayanan rehabiltasi media, perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU), pemberian obat sesuai formularium obat JKBM, pelayanan darah, pelayanan hemodialisa (HD) sesuai indikasi medis dan kebutuhan pasien, bahan abis pakai dan Pelayanan gawat darurat (emergency). 3) Pelayanan yang dibatasi (Limitation) (1) Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp. 200.000,- berdasarkan resep dokter, (2) Intra Ocular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, dengan nilai maksimal Rp. 300.000,- untuk operasi katarak SICS, maksimal Rp. 1000.000,- untuk operasi katarak dengan metode Phaeco dan bola mata palsu penggantian maksimal Rp. 400.000,-, (3) Kacamata, IOL dan bola mata palsu, disediakan oleh Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak-pihak lain, (4) Transportasi untuk kasus rujukan pasien emergency dari Nusa Penida ke RS (pemanfaatan lebih rinci diatur dalam peraturan Kabupaten Klungkung) dan transportasi dokter spesialis ke Nusa Penida, (5) Kehamilan, persalinan dan komplikasi kehamilan dibatasi hanya sampai anak ketiga hidup dan verifikasi data dilakukan berdasarkan KK, (6) Pelayanan darah hanya dijamin sebesar Rp. 250.000,- per kantong dan selisih harga dibebankan kepada pasien. 4) Pelayanan yang tidak dijamin (Exclusion) meliputi : pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika, general check up, prothesis gigi tiruan, operasi jantung, pengobatan alternatif, pengobatan tradisional dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah, rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi, pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, pelayanan kesehatan canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ), pembersihan karang gigi dan usaha meratakan gigi, ketergantungan obat-obatan, obat di luar formularum obat JKBM, sirkumsisi, Anti Retro Viral (ARV), kelainan bawaan (kecuali: hidrocefalus, atresia ani dan bayi tanpa saluran kencing), biaya T\transportasi rujukan, biaya Autopsi atau biaya visum, kemoterapi dan radioterapi, kecelakaan lalu lintas tunggal, percobaan bunuh diri, penyakit akibat konsumsi alkohol / miras dan alat kesehatan. 2.1.6.3 Tujuan dan Sasaran Program JKBM Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara mempunyai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan buku pedoman pelaksanaan Program JKBM, terdapat dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari Program JKBM ini adalah meningkatkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Tujuan khusus dari Program JKBM adalah meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bali, serta pengelolaan keuangan yang transparan. Sasaran dari Program JKBM ini adalah seluruh masyarakat yang beridentitas atau memiliki KK dan KTP asli Provinsi Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Seperti kita ketahui bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan oleh karena itu Program JKBM ini dibuat oleh pemerintah Provinsi Bali untuk membantu masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan mereka. Pemerintah daerah sangat berharap agar peserta Program JKBM ini memang benar-benar masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan. Peran perangkat kerja di Kabupaten, Kecamatan dan Desa yang akuntabel sangat dibutuhkan untuk mendorong program ini agar berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Menurut Aprilia (2010) dari hasil penelitian yang sudah dilakukan tentang analisis pelaksanaan Program JKBM bahwa sistem pelaksanaan program JKBM sesuai dengan tujuan dan sesuai diterapkan di Provinsi Bali 2.1.6.4 Intensitas Pelayanan JKBM Chaplin (2008), mendefinisikan “intensitas” berasal dari kata bahasa Inggris “intensity” (intensitas) yaitu, suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan dengan intensitas perangsangnya. Menurut beliau intensitas dapat diartikan dengan kekuatan sebarang tingkah laku atau sebarang pengalaman. Sedangkan menurut Kartono dan Gulo (2003), intensitas berasal dari kata intensity yang berarti besar atau kekuatan suatu tingkah laku; jumlah energi fisik yang digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau data indera. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa intensitas adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan, untuk mengukur ukuran fisik dari energi atau data indera. 2.1.7 Pengertian Demografi Demografi muncul karena adanya kesadaran bahwa data statistik kependudukan dapat menjelaskan berbagai kondisi masyarakat dan perubahan-perubahannya. Sebagai contoh data kelahiran dan kematian dapat menjelaskan perubahan jumlah dan kepadatan penduduk suatu wilayah. Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Demos” rakyat atau penduduk dan “Grafein” menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat atau penduduk (Guillard Achille, 1885). Demografi adalah studi ilmiah tentang penduduk, terutama tentang fertilitas, mortalitas, dan natalitas. Demografi meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk, dan karakter demografis lainnya, serta bagaimana faktor-faktor ini berubah dari waktu ke waktu (Haupt, dan Kane, 1991) dalam Santoso Soeroso. Ada juga yang berpendapat bahwa demografi adalah studi tentang interaksi tingkat perkembangan dari 3 komponen (kelahiran, kematian dan migrasi) dan studi tentang dampak dari perubahan komposisi dan perkembangan dari penduduk (Hawthorn, 1970). Demografi juga merupakan ilmu statistik dan matematika yang mempelajari ukuran, komposisi dan persebaran penduduk serta perubahannya pada suatu kurun waktu melalui proses fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi serta perubahan penduduk (Bogue, 1969). Berikut ini pengertian demografi menurut beberapa ahli: menurut Multilingual Demographic Dictionary, demografi adalah ilmu yang mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya (perubahannya). Menurut Philip M Hauser dan Duddley Duncan (1959), demografi mempelajari jumlah, persebaran, territorial, dan komposisi penduduk serta perubahanperubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang biasanya timbul dari natalitas (fertilitas), mortalitas, gerak territorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status). Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah persebaran dan komposisi penduduk. Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah karena disebabkan oleh proses demografi yakni kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan juga adanya migrasi penduduk. 2.1.8 Teori Mobilitas Tempat Tinggal John Turner mengemukakan teori mobilitas tempat tinggal (Residential Mobility) pada tahun 1968. Menurut Turner terdapat beberapa dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas tempat tinggal ini, antara lain: dimensi lokasi, dimensi perumahan, dimensi siklus kehidupan, dimensi penghasilan (dalam Hadi Sabari Yunus, 2004). Dimensi lokasi mengacu pada tempattempat tertentu pada suatu kota yang oleh seseorang atau sekelompok orang dianggap paling cocok untuk tempat tinggal dalam kondisi dirinya. Kondisi diri ini lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus kehidupannya. Dimensi perumahan dikaitkan dengan inspirasi perorangan atau sekelompok orang terhadap macam type perumahan yang ada. Oleh karena luasnya aspek perumahan ini dibatasi pada aspek "penguasaan (tenure)". Pandangan seseorang terhadap aspek penguasaan tempat tinggal selalu dikaitkan dengan tingkat penghasilan dan siklus kehidupannya. Mereka yang berpenghasilan rendah misalnya akan memilih, menyewa atau mengontrak saja karena sesuai dengan tingkat penghasilannya. Berikut adalah bagan teori mobilitas tempat tinggal yang diungkapkan oleh Turner (1968) : Mobilitas Non Permanen ( Sirkuler ) adalah gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Data mobilitas penduduk sirkuler sukar didapat. Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak memberitahu kepergian mereka kepada kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan kedatangan mereka di daerah tujuan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mobilitas penduduk sirkuler lebih banyak terjadi daripada mobilitas permanen. Hal ini disebabkan antara lain faktor sentrifugal dan sentripetal. Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang terdapat di suatu wilayah yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya. Kekuatan sentripetal adalah kekuatan yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di daerahnya. Kalau dilihat dan ada tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk nonpermanen. Jadi, migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya, mobilitas penduduk nonpermanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas nonpermanen walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama (Steele, 1983). 2.1.9 Teori Human Capital Menurut Garry S. Becker (1992), pemenang Nobel Memorial Prize pada bidang ilmu ekonomi tahun 1992, “revolusi” modal manusia (human capital) dimulai sejak sekitar 5 dekade lalu sejak dekade ini. Menurutnya, sekolah, pelatihan komputer, pengeluaran untuk kesehatan, dan kuliah tentang kebajikan seperti ketepatan waktu dan kejujuran, juga merupakan modal manusia dalam pengertian hal tersebut dapat memperbaiki kesehatan, meingkatkan pendapatan, atau menambah apresiasi seseorang terhadap karya sastra. Manusia sebagai salah satu sumber faktor produksi disebut sumberdaya manusia, yang memiliki arti lebih luas daripada modal manusia. Salah satu sumberdaya manusia yang paling tua adalah modal manusia dalam bentuk tenaga kerja. Modal manusia sudah ada sejak pemiliknya dilahirkan ke dunia. Modal tersebut baru dimanfaatkan setelah pemiliknya menginjak dewasa, namun tergantung juga pada negara, masyarakat, lingkungan, keluarga, dan peraturan, yang berbeda-beda antar negara. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memanfaatkan modalnya, modal fisik dalam bentuk tenaga (kerja). Di negara-negara maju pemerintahnya menetapkan bahwa seseorang boleh bekerja setelah berumur 15 tahun, yang berarti modal manusia baru produktif setelah mereka menamatkan paling sedikit pendidikan menengah. Di negara berkembang, banyak anak-anak bekerja dibawah umur, sekedar “menjual” tenaganya untuk kelangsungan hidup mereka. Di Indonesia, sejak beberapa tahun lalu pemerintah menetapkan kebijakan wajib belajar 12 tahun yang sebelumnya 9 tahun, namun pemerintah mengikuti konvensi internasional bahwa tenaga kerja adalah mereka yang minimum berumur 15 tahun. Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal 68 dan pasal 69, pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali untuk anak yang berumur antara 13-15 tahun dapat dipekerjakan untuk jenis pekerjaan ringan sepanjang tidak membahayakan diri anak, dan waktu kerjanya maksimum 3 jam per hari. Di Amerika menurut Fair Labor Standards Act Advisor minimum umur untuk pekerja adalah 14 tahun, kecuali pekerjaan untuk membantu rumah tangga dan usaha milik keluarga. Menggunakan tenaga sebagai modal tidak membutuhkan bantuan orang atau pihak lain, seperti perbankan yang menyediakan modal uang untuk pihak yang memerlukan. Tenaga kerja sebagai modal sangat unik karena kepemilikannya melekat pada yangbersangkutan dan penggunaannya ditentukan pula oleh yang bersangkutan. Sebagai pekerja dia dapat menggunakannya setiap saat, memulai dan berhenti setiap saat. Ini dapat kita temui, sebagai satu contoh, di sektor pertanian subsisten dan usaha milik sendiri. Karena sepenuhnya menggunakan tenaga sebagai modal fisik tanpa bantuan modal atau sumber lainnya maka produktivitasnya juga rendah atau terbatas. Hal inilah yang menjelaskan kenapa produktivitas sektor pertanian rendah apabila hanya mengandalkan tenaga kerja sebagai modal tanpa modal komplementer lainnya seperti teknologi. Pemanfaatan hanya manusia sebagai tenaga produktif untuk tujuan pembangunan berarti lebih mengutamakan perspirasi atau peluh daripada inspirasi atau kecerdasan; dengan kata lain, otot mendominasi otak. Ini juga terjadi pada saat China mulai membangun yang menggunakan modal manusia sebagai keunggulan karena jumlahnya yang banyak. Apabila penggunaan modal selain manusia belum merupakan modal komplemen, maka produktivitas tenaga kerja sepenuhnya tergantung pada pengalaman mereka sepanjang umur mereka bekerja. Jadi, umur biasanya dipakai sebagai proksi atau indikator untuk mengukur pengalaman. Produktivitas tenaga kerja akan meningkat apabila mereka memperoleh pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan akan membuka cakrawala berpikir sehingga mereka mempunyai aspirasi yang lebih tinggi. Pendidikan juga dapat membuka peluang yang lebih banyak karena dimungkinkannya membuat berbagai pilihan. Demikian pula, pendidikan dapat meningkatkan daya serap seseorang terhadap kemajuan dan modernisasi, seperti kemampuan menggunakan bibit, pupuk, dan penggunaan teknologi, maupun pilihan penggunaan obat-obatan. Intinya, pendidikan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pendidikan non-formal juga dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Pelatihan atau “training” akan meningkatkan keterampilan atau “skills” terutama keterampilan-keras (hard-skills) maupun keterampilan-lunak (soft-skills) mereka. Itu juga sebabnya kenapa pelatihan-pelatihan perlu diberikan secara terusmenerus selepas mereka menamatkan pendidikan formal. Melalui pelatihan dapat diberikan informasi terbaru dan perkembangan mutakhir yang diperlukan dalam meningkatkan produktivitasnya. Modal manusia sebagai sebuah konsep dapat dilihat dari berbagai segi dan kepentingan. Modal manusia dapat dilihat dari dunia bisnis, pembuat kebijakan, organisasi atau lembaga pemerintah maupun swasta seperti serikat pekerja. Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk yang dapat di mobilisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam dunia bisnis, para investor memandang modal manusia sebagai seperangkat keterampilan yang diperlukan bagi seorang pekerja. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui pelatihan maupun pengalaman, suatu keterampilan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi mereka di pasar kerja. Jadi, keterampilan digunakan sebagai ukuran modal manusia. Dalam kontek organisasi modal manusia merujuk pada nilai kolektif daripada modal intelektual organisasi seperti kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan. Modal ini merupakan sumber kreativitas dan inovasi yang dapat diperbaharui terus menerus. Berbeda dengan modal struktural, modal manusia selalu dimiliki oleh individual yang memilikinya dan dapat “dijual pada pihak lain yang memerlukan” kecuali dibatasi oleh peraturan tempat yangbersangkutan bekerja. Dalam kontek ekonomi, modal manusia merupakan atribut seseorang yang produktif. Ini sangat berkaitan dengan pencapaian pendidikan formal, dengan implikasi bahwa pendidikan adalah investasi yang hasilnya akan diperoleh dalam bentuk upah, gaji, atau kompensasi lainnya. Menurut encyclopedia Britanica, human capital: intangible collective resources possessed by individuals and groups within a given population. These resources include all the knowledge, talents, skills, abilities, experience, intelligence, training, judgment, and wisdom possessed individually and collectively, the cumulative total of which represents a form of wealth available to nations and organizations to accomplish their goals. Dalam kontek yang lebih luas, aliran atau paham, kapitalisme selalu memandang modal manusia dari sisi produktivitas atau kinerja. Produktivitas terkait dengan investasi jangka panjang, semakin produktif seseorang maka investasi akan lebih menguntungkan. Konsep modal manusia berasal dari model ekonomi kapitalisme sumber daya manusia, yang menekankan hubungan antara peningkatan produktivitas atau kinerja dan kebutuhan untuk investasi jangka panjang yang berkelanjutan dan dalam pengembangan sumber daya manusia. Model ini dapat diterapkan dalam skala yang sempit maupun luas. Dalam skala yang luas, produktivitas tenaga kerja atau modal manusia akan meningkatkan perekonomian nasional dan dalam skala yang sempit, produktivitas yang tinggi akan meningkatkan kinerja organisasi perusahaan. Di pihak lain, pandangan tradisional yang umumnya berpikir jangka pendek selalu memandang modal manusia sebagai biaya yang harus diperhitungkan dalam organisasi. Pandangan ini biasanya berjangka pendek karena selalu berpikir bagaimana cara menekan biaya untuk kepentingan keuntungan perusahaan sehingga seringkali kebutuhan-kebutuhan dasar pekerja diabaikan dalam rangka menekan biaya. Bereda dengan pandangan jangka panjang yang melihat modal manusia sebagai investasi, dimana mereka berusaha meningkatkan kinerja atau produktivitasnya melalui beberapa cara seperti pelatihan ataupun pendidikan internal perusahaan atau institusi eksternal. 1) Mengukur Modal Manusia Modal manusia bukanlah merupakan konsep satu dimensi melainkan konsep multi dimensi yang berbeda untuk pemangku kepentingan yang berbeda. Seperti disampaikan di atas, dalam dunia bisnis modal manusia adalah nilai ekonomi daripada keterampilan pekerja. Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara konvensional modal manusia dipandang sebagai fungsi pendidikan dan pengalaman yang merefleksikan pelatihan dan pembelajaran. Namun pada saat ini kesehatan (fisik dan mental) menjadi bagian fundamental daripada modal manusia. Nilai modal manusia juga ditentukan oleh faktor ekonomi, sosial, fisik, dan lingkungan masyarakat. World Economic Forum (WEF, 2013) dalam publikasinya The Human Capital Report, melaporkan usahanya dalam memberikan pandangan jangka panjang dan holistik tentang seberapa baik suatu negara memanfaatkan sumber daya manusianya dan membangun tenaga kerjanya yang dipersiapkan untuk permintaan ekonomi yang kompetitif. Menurut WEF, modal manusia didasarkan pada 4 pilar, yaitu: tiga pilar inti yang menentukan: pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja, ditambah faktor lain yaitu lingkungan yang membuat modal manusia mempunyai nilai lebih tinggi. Empat pilar modal manusia tersebut adalah: Pilar 1: Pendidikan. Ukuran yang digunakan untuk meliput pendidikan adalah: 1) Akses terhadap pendidikan diukur dari angka partisipasi sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, dan gap jender pendidikan. 2) Kualitas pendidikan diukur dari akses internet di sekolah, kualitas sistem pendidikan, kualitas pendidikan matematika dan sain, dan kualitas pengelolaan sekolah. 3) Capaian pendidikan diukur dari persentase penduduk umur 25 tahun keatas yang mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan. Pilar 2: Kesehatan dan Kesejahteraan. Pilar ini mencakup berbagai aspek sosial dan layanan kemasyarakatan, seperti: 1) Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup. 2) Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat obesitas, tingkat kematian dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak menular. 3) Kebahagiaan diukur dari tingkat depresi dan stres yang dialami responden. 4) Layanan kesehatan meliputi layanan air, sanitasi dan kebersihan, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas perawatan kesehatan. Pilar 3: Tenaga kerja dan Kesempatan kerja, mengukur pengalaman, bakat, pengetahuan dan pelatihan, seperti: 1) Partisipasi diukur dari tingkat partisipasi tenaga kerja yang berumur 15-64 tahun dan 65 tahun ke atas, tingkat pengangguran, tingkat pengangguran pemuda, dan gap jender tingkat partisipasi. 2) Talenta diukur dari kemampuan negara dalam menarik dan mempertahankan orang bertalenta, kemudahan memperoleh tenaga kerja terampil, pembayaran upah sesuai produktivitas, kapasitas inovasi, dan indek kompleksitas ekonomi. tingkat daya serap teknologi perusahaan, artikel dalam jurnal sain dan teknikal per seribu penduduk, 3) Pelatihan meliputi pelatihan staf dan layanan pelatihan. Pilar 4: Lingkungan, mengukur aspek penunjang yang dapat meningkatkan nilai modal, yaitu: 1) Infrastruktur meliputi pengguna mobil, pengguna internet, dan kualitas angDenpasar Baratn domestik. 2) Kolaborasi meliputi keadaan kluster pembangunan, dan kolaborasi litbang dunia usaha dan universitas. 3) Kerangka hukum diukur dari indek melaksanakan usaha, perlindungan jaring pengaman sosial, dan perlindungan HAKI. 4) Mobilitas sosial. 2.1.10 Masa Kerja Masa Kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Foster,2001). Masa kerja atau pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984 : 15). 2.1.11 Jumlah Anggota Keluarga Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau lebih masing – masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek. Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya (Friedman, 1998). 2.1.12 Pendidikan Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian Hariandja (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan. Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari: a) Pendidikan dasar: jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. b) Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. c) Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan. Menurut Payaman J. Simanjuntak (2001) hubungan antara tingkat pendapatan terhadap tingkat pendidikan adalah karena dengan mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat produktifitas pekerja dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan mereka. Pengertian ini dianut oleh golongan yang menamakan dirinya dengan teori Human Capital. Teori ini juga berkeyakinan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan mereka juga memiliki anggapan bahwa pendidikan formal adalah suatu investasi bagi individu maupun bagi masyarakat. Tamatan SLTA tidak melanjutkan sekolah dan langsung bekerja maka akan mendapatkan penghasilan selama kurun waktu 40 tahun karena ia bekerja mulai umur 20 tahun sampai dengan umur 60 tahun. 2.1.13 Jarak Tempat Tinggal Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUH Perdata tempat tinggal itu adalah tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan. Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, maka tempat tinggal dianggap di mana sungguh-sungguh berada. 2.1.14 Teori alokasi waktu Menurut Becker mengemukakan pendekatan baru teori alokasi waktu dengan peredaran kegiatan. Tanggapan Becker terhadap teori Gronau, yaitu bahwa total waktu dibedakan atas waktu produktif yang benar-benar digunakan untuk bekerja (produktiveworking time) dan waktu produktif (productive time) yang digunakan untuk santai(leisure) seperti nonton TV dan aktivitas lain (work at home or not work). Becker membedakan kegunaan waktu berdasarkan beberapa biaya perjam (cost/hour) setiap aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu waktu digunakan saat ini lebih hati-hati dari waktu yang diguakan saat lalu. Menurut Everson dalam Rochaeni (2005), formula yang disusun Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumah tangga sebagai proses dalam dua tingkat yaitu: (1). Menjelaskan perilaku rumah tangga menhadapi fungsi produksi dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumah tangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumah tangga. (2). Mempelajari proses keputusan pilihan konsumen anggota rumah tangga berperilaku sebagaimana perilaku individu. Dengan demikian rumah tangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Menurut Becker (1993) mendefinisikan bahwa human capital sebagai hasil dari keterampilan, pengetahuan dan pelatihan yang dimiliki oleh seseorang termasuk akumulasi investasi menjadi aktivitas pendidikan job training dan migarasi. 2.2 Hubungan Antar Variabel 2.2.1 Hubungan jarak tempat tinggal dengan pendapatan penerima JKBM Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan pendapatan untuk pelayanan kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis pendapatan. Pendapatan masyarakat yang tinggal di perkotaan (pusat kota) umumnya lebih besar dibandingkan dengan pendapatan masyarakat yang tinggal di pedesaan (pinggiran). Hal ini disebabkan karena daerah perkotaan merupakan pusat perekonomian sehingga memiliki beraneka ragam pekerjaan sesuai dengan keahlian masing-masing orang. Masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih banyak berprofesi sebagai petani. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga mereka tidak mampu bersaing untuk memperoleh tingkat penghasilan yang tinggi. Menurut Wulida (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendapatan merupakan sumber dana yang dimiliki seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pengguna program dapat memberikan persepsinya secara langsung. 2.2.2 Hubungan jarak tempat tinggal dengan intensitas penggunaan JKBM Terhadap penggunaan Program JKBM kecenderungan intensitas penggunaannya lebih besar pada masyarakat yang berada di pinggiran atau di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena penghasilan mereka yang cenderung rendah sehingga mereka sangat terbantu dengan adanya Program JKBM yang tidak memungut biaya (sesuai dengan ketentuan jenis penyakit). Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat kota intensitas penggunaan Program JKBM cenderung lebih kecil dibanding masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini disebabkan karena selain mampu untuk berobat ke dokter mereka cenderung enggan untuk mengantri ke puskesmas setempat. Hal ini dikuatkan pula dengan hasil penelitian oleh Candrika Dewi (2014) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan persepsinya tentang peningkatan kesehatan. 2.2.3 Hubungan pendidikan dengan pendapatan penerima JKBM. Tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap pendapatan seseorang dibandingkan dengan yang hanya tamat sekolah dasar atau bahkan tidak mengenyam tingkat pendidikan sama sekali. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin meningkatkan pendapatannya. Pada umumnya semakin rendah pendidikan seseorang cenderung menyebabkan kesejahteraannya juga rendah (miskin), dan derajat kesehatannya juga rendah. Tingkat pendidikan secara teoritis sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program, sebab dengan tingkat pendidikan baik, maka kemampuan program untuk menyerap informasi semakin baik. Sebagian besar responden berpendidikan tamat SD sehingga pada umumnya sudah mampu membaca. Namun kondisi pendidikan ini tetap perlu ditingkatkan mengingat masih ada peserta program yang tidak pernah sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin baik kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Penelitian Wahyu Dwi (2014) orang yang bekerja, memiliki kecenderungan yang lebih banyak untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya pekerjaan dan tingkat pendidikan juga saling terkait. Bila seseorang dengan pendidikan dan pekerjaan dengan kedudukan yang tinggi, membuat seseorang akan memilih pelayanan kesehatan gisi yang lebih baik lagi. Seseorang akan cenderung lebih memilih ke praktek dokter swasta atau ke rumah sakit secara langsung daripada harus memilih jalur berobat ke puskesmas 2.2.4 Hubungan pendidikan dengan intensitas penggunaan JKBM. Program JKBM dilaksanakan melalui mekanisme jaminan kesehatan sosial diperuntukkan bagi penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Umumnya seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi sudah mempunyai jaminan kesehatan baik yang di cover oleh perusahaan/kantor tempatnya bekerja, atau bahkan mereka secara pribadi memproteksi dirinya. Misalnya dengan mengikuti program asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan yang cukup besar. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang kecil cenderung lebih sering menggunakan Program JKBM tersebut, dikarenakan sangat menguntungkan bagi mereka. Selain mereka tidak harus mengeluarkan biaya untuk mengobatan mereka dapat menggunakan penghasilan mereka untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Elifonia (2011) menyebutkan bahwa seseorang yang pernah menempuh pendidikan akan mampu memberikan saran dan kritik dengan baik. Menurut Wahyu Dwi (2014) responden dengan pendidikan menengah ke atas, perhatian pasien akan kesehatannya lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar, sehingga bila sakit akan langsung berobat. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka intensitas pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan akan semakin tinggi. 2.2.5 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan pendapatan penerima JKBM Besarnya pendapatan dalam satu bulan sangat berpengaruh terhadap banyaknya jumlah anggota keluarga. Dimana jumlah anggota keluarga yang lebih besar akan mengakibatkan pengeluaran yang lebih banyak. Terutama pada keluarga yang hanya kepala rumah tangganya saja yang bekerja. Melihat perbedaan pendapatan yang dimiliki keluarga tersebut tentunya akan berdampak pada setiap bulannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (1992 : 149) bahwa pendapatan yang berbeda akan membawa perbedaan pula dalam pola pembeliannya. 2.2.6 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Intensitas penggunaan JKBM Semakin banyak jumlah anggota keluarga sudah barang tentu akan semakin sering dalam penggunaan program JKBM, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Anggota keluarga sangat mempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat (Kotler dan Amstrong, 2001). Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola konsumsi produk. Baik dalam hal kualitas maupun dalam hal kuantitas atau jumlah yang dikonsumsi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga maka kebutuhan juga akan meningkat. Akan tetapi, jumlah anggota keluarga tersebut dapat juga berdampak negatif, yakni jika jumlah anggota keluarga meningkat maka biaya kebutuhan akan meningkat sehingga dapat saja permintaan akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (1992 : 49) bahwa pola dan barang yang dikonsumsi sehari-hari berbeda jumlah dan mutunya antara keluarga kecil dan keluarga besar namun ini sangat tergantung atas jumlah anggaran belanja rumah tangga yang tersedia. 2.2.7 Hubungan Masa Kerja dengan pendapatan penerima JKBM Masa kerja seseorang umumnya sangat berpengaruh terhadap pendapatannya. Semakin lama orang tersebut bekerja akan peningkatkan jumlah pendapatannya. Candrika Dewi (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bahwa terdapat hubungan signifikan antara pendapatan dengan persepsinya tentang peningkatan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Candrika Dewi (2014) pemberian Program JKBM berdampak positif terhadap pendapatan peserta program JKBM. 2.2.8 Hubungan Masa Kerja dengan Intensitas Penggunaan JKBM Dikarenakan lamanya masa kerja seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan, maka akan mempengaruhi intensitas penggunaan JKBM. Dimana seseorang yang baru mempunyai masa kerja sedikit dengan berbagai tingkat kebutuhan dalam rumah tangganya cenderung lebih memanfaatkan penggunaan program JKBM. Sementara itu menurut Walyitah (2006) bahwa pengguna Jamkesmas yang sudah bekerja dapat memberikan jawaban yang jelas tentang manfaat program JKBM karena program tersebut telah meringankan beban mereka. 2.3 Keaslian Penelitian Dalam melakukan penelitian, penelitian ini mengacu pada peneliti sebelumnya yang bertujuan untuk memberi dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variabel maupun konsep-konsep yang dipakai peneliti dalam penelitian ini. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aprillia (2010) tentang JKBM dimana penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantatif dengan menggunakan dokumen dan studi literatur, serta metode komparatif dengan membuat komparasi best pratice sistem jaminan kesehatan dari negara lain. Metode penelitian yang dilakukan dengan membuat simulasi perhitungan biaya utilisasi pelayanan kesehatan perorang dengan metode kapitasi yaitu metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana pemberi pelayanan kesehatan (dokter atau rumah sakit) menerima sejumlah tetap pendapatan per peserta, per periode waktu (biasanya bulan), untuk pelayanan yang telah ditentukan per periode waktu. Penghitungan biaya kapitasi dilakukan dengan cara jenis pelayanan yang akan dicakup dalam kapitasi, menghitung rate kapitulasi (angka pemanfaatan) tiap jenis layanan, menetapkan biaya per pelayanan yang di cakup dalam kontrak kapitasi, menetapkan biaya per bulan untuk tiap layanan dan menjumlahkan biaya per kapita per bulan untuk seluruh pelayanan guna mendapatkan besaran biaya kapitasi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber pembiayaan Program JKBM dibiayai oleh Pemerintah, diperlukan standarisasi pola tarif untuk JKBM dan waktu pengajuan pengklaiman untuk mempermudah pengguna JKBM, rujukan antar daerah dan ke tingkat perawatan lanjut sudah diatur dengan baik dan telah adanya proses verifikasi administrasi pelayanan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Aprilia (2010) yang diteliti adalah mengenai analisis sistem Program JKBM di Kota Denpasar, sedangkan penelitian ini mengenai intensitas penggunaan Program JKBM di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan metode analisis Path. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang Program JKBM dan menggunakan Statistik Deskriptif. Penelitian kedua dilakukan oleh Naresuari (2011) penelitian ini ingin menganalisis bagaimana efektivitas Program JKBM terhadap peningkatan akses pelayanan kesehatan rumah tangga miskin (RTM) yang berada di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis efektivitas dan uji statistik yaitu uji beda dua rata-rata pengamatan berpasangan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebelumnya menggunakan metode wawancara, kuisioner dengan menggunakan metode pengamatan. Berdasarkan hasil analisis, di dapat simpulan secara umum bahwa hasil penelitian mengenai dampak Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara terhadap derajat kesehatan masyarakat di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung yang dilihat dari variabel angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan persentase gisi buruk mampu meningkatkan derajat kesehatan. Dari hasil analisis ini juga dapat diketahui bahwa kinerja Program JKBM dari segi peningkatan derajat kesehatan masyarakat merata dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat antara desa kategori miskin dan sangat miskin di Kecamatan Mengwi, keseluruhan kinerja Program JKBM memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasien penerima JKBM pada kelompok desa sangat miskin. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan perhitungan efektifitas adalah 97 persen bahwa Program JKBM dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat serta pemberian Program JKBM di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung berdampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga miskin. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan Naresuari (2011) ingin menganalisis tentang peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung sebelum dan setelah menggunakan Program JKBM, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai intensitas pelaksanaan Program JKBM di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan metode Path Analisis. Persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan dalam meneliti Program JKBM dan metode yang digunakan sama-sama menggunakan Statistik Deskriptif. Penelitian ke tiga dilakukan oleh Ni Komang Yusika Trisna Dewi (2013) penelitian ini ingin menganalisis efektivitas pelaksanaan program JKBM di Kecamatan Klungkung, di ukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator input, indikator proses, dan indikator output berada pada kriteria efektif dengan skor 6.582 (81,9 persen). Dilihat dari masing-masing indikator diperoleh hasil sebagai berikut, yakni indikator input dengan skor sebesar 4.964 (82,7 persen) tergolong dalam kriteria efektif, indikator proses dengan skor sebesar 1598 (79,1 persen) tergolong dalam kriteria efektif, dan indikator output dengan skor sebesar 20 (100 persen) tergolong kriteria sangat efektif. Serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menjalankan program JKBM di Kecamatan Klungkung Tahun 2013 yaitu kurangnya pemahaman masyarakat saat melakukan rujukan ke Rumah Sakit dan kurang validnya kepesertaan JKBM. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Yusika yang diteliti adalah mengenai efektivitas Program JKBM dan untuk mengetahui hambatannya pada Kecamatan Klungkung, sedangkan penilitian ini meneliti mengenai intensitas penggunaan Program JKBM di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan metode analisis Path. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang Program JKBM. Penelitian ke empat dilakukan oleh Candrika Dewi (2014) penelitian ini menganalisis Efektivitas Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar, dengan menggunakan analisis data Chi kuadrat (χ²). Tehnik pengumpulan datanya dengan observasi lapangan, wawancara dan wawancara mendalam. Dari penelitian ini diperoleh hasil Efektivitas Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar sebesar 93,75 persen. Hal ini berarti tingkat efektivitas pelaksanaan Program JKBM di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar masuk dalam kategori sangat efektif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada Candrika Dewi yang diteliti tingkat efektivitas Program JKBM di Kabupaten Gianyar sedangkan penelitian ini meneliti mengenai intensitas penggunaan program JKBM di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan analisis Path. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang program JKBM.