BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep-konsep dan Definisi yang Dipergunakan
Dalam penelitian ini, faktor-faktor sosial demografi yang terkait terhadap intensitas
penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara antara lain : daerah tempat tinggal, pendidikan,
jumlah anggota keluarga dan masa kerja.
2.1.1 Pengertian Kesehatan
Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pengertian kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan yang
dilakukan pemerintah salah satunya di daerah adalah dalam bentuk pemberian pelayanan
kesehatan gratis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang kesehatan
(Wenjiong, 2011). Pada beberapa negara yang ada di dunia, setiap Pemerintahan diharuskan
untuk memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat mengingat adanya perbedaan skala
pendapatan masing-masing individu (Gery, 2012). Pemberian bantuan kesehatan kepada
masyarakat yang belum memiliki bantuan kesehatan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan
sosial masyarakat terutama yang berpendapatan rendah (Whitney, 2011).
Program bantuan kesehatan juga memberikan rasa aman kepada masyarakat, karena
dalam hal pembiayaan kesehatan masih menjadi beban utama mereka. Perilaku yang sehat dan
kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Sharif, 2011).
Menurut Azwar (2004) manusia yang sehat tidak hanya dilihat dari sehat jasmani, tetapi
juga sehat rohani. Sehingga tubuh sehat dari segi kesehatan meliputi aspek fisik, mental dan
sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi
penampilan atau performance setiap individu, dalam melakukan aktivitas sehari hari seperti
bekerja, berkarya, berkreasi dan melakukan hal-hal yang produktif serta bermanfaat.
2.1.2 Ekonomi Kesehatan
Ekonomi kesehatan adalah ilmu yang mempelajari supply and demand sumber daya
pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap populasi. Ekonomi kesehatan
perlu di pelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi
ekonomi, dan sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan. Dalam pemikiran rasional, semua
orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk
mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan
hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat tidaklah sama antar manusia. Seseorang yang
kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada
kesehatannya
tentu
akan
mempunyai
demand yan g l ebi h t i ngg i akan st at us k esehat ann ya . S e ba g ai co nt o h, se o ran g
at l et profes i onal ak an l e bi h m e m per hat i k an st at us kesehatannya dibanding seseorang
yang menganggur (Yuriska Meisa, 2012)
Menurut Bhisma Murti (2013) terdapat banyak definisi ekonomi kesehatan. Salah
satunya mendefinsikan ekonomi kesehatan sebagai ilmu yang mempelajari supply and demand
sumber daya pelayanan kesehatan dan dampak sumber daya pelayanan kesehatan terhadap
pengguna kesehatan. Tentu saja definisi hanya merepresentasikan sebagian kecil topik yang
dipelajari dalam ekonomi kesehatan. Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat
hubungan antara kesehatan dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi ekonomi, dan
sebaliknya ekonomi mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh :
1) Kesehatan yang buruk seorang menyebabkan biaya bagi orang tersebut karena menurunnya
kemampuan untuk menikmati hidup, memperoleh penghasilan, atau bekerja dengan efektif.
Kesehatan yang lebih baik memungkinkan seorang untuk memenuhi hidup yang lebih
produktif.
2) Kesehatan yang buruk individu dapat memberikan dampak dan ancaman bagi orang lain.
3) Seorang yang terinfeksi penyakit infeksi dapat menular ke orang lain. Misalnya, AIDS.
4) Kepala rumah tangga pencari nafkah yang tidak sehat atau sakit akan menyebabkan
penurunan pendapatan keluarga, makanan dan perumahan yang buruk bagi keluarga.
5) Anggota keluarga yang harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit akan
kehilangan waktu untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan.
6) Pekerja yang memiliki kesehatan buruk akan mengalami penurunan produktivitas.
Jadi pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu dan
masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status kesehatan penduduk
yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan per kapita, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara.
1) Need, Demand, dan Want
Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan secara objektif dipandang
terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Need biasanya ditentukan oleh
dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung pendidikan, peralatan, dan kompetensi
dokter. Demand (permintaan) adalah barang atau pelayanan yang sesungguhnya dibeli oleh
pasien. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh pendapat medis dari dokter, dan juga faktor lain
seperti pendapatan dan harga obat. Demand berbeda dengan need and want. Want (keinginan)
adalah barang atau pelayanaan yang diinginkan pasien karena dianggap terbaik bagi mereka
(misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants bisa sama atau berbeda dengan need (kebutuhan).
Pembedaan itu penting karena tujuannya adalah memenuhi semaksimal mungkin
kebutuhan orang, dengan cara memperbaiki keputusan dokter, dan mendekatkan keinginan dan
permintaan sedekat mungkin dengan kebutuhan, melalui pendidikan kesehatan, dan sebagainya.
2.1.3 Teori Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan oleh Black dan Skipper dalam Ilyas (2003) didefinisikan sebagai :
“… a social insurance where by individuals transfer the financial risksassociated with loss of
health to group of individuals and which involves the accumulation of funds by the group from
these individuals to meets the uncertain financial losses from an illness of for prevention of an
illness”.
Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan
konsep resiko (Ilyas, 2003). Fungsi asuransi kesehatan adalah mentransfer resiko dari satu
individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil
oleh seluruh anggota kelompok. Asuransi kesehatan dapat menjadi bagian dari program asuransi
sosial yang disponsori pemerintah, atau dari perusahaan asuransi swasta. Asuransi kesehatan
dapat juga dibeli secara kelompok (misalnya oleh perusahaan untuk perlindungan karyawannya)
atau dibeli oleh seorang individu. Asuransi kesehatan dilaksanakan dengan memperkirakan biaya
keseluruhan risiko kesehatan, dan dibiayai dari premi bulanan atau pajak tahunan.
Diantara negara- negara OECD (Organization for Economic Co-operationand
Development), model pembiayaan dan pemberian pelayanan kesehatan terbagi menjadi (Docteur
dan Oxley dalam Drechsler, Denis dan Jutting, 2005) :
1). The public-integrated model yaitu mengkombinasikan atas pembiayaan anggaran penyediaan
perawatan kesehatan dengan rumah sakit yang merupakan bagian dari sektor pemerintah.
Sistem ini menggabungkan fungsi asuransi dan penyedia yang diorganisasikan dan
dioperasikan seperti bagian pemerintah. Staf secara umum dibayar atas gaji dan kebanyakan
merupakan pegawai sektor publik. Dokter dan perawatan kesehatan profesional dapat juga
pegawai sektor publik atau kontraktor swasta ke otoritas perawatan kesehatan. Memastikan
cakupan keseluruhan penduduk dalam sistem ini lebih mudah. Tetapi sistem ini memiliki
insentif yang lemah untuk meningkatkan output, meningkatkan efisiensi atau memelihara
kualitas dan tingkat responsif terhadap kebutuhan pasien.
2). Public-contract model yaitu public payer membuat kontrak dengan penyedia perawatan
kesehatan swasta. Pembayar ini bisa agen pemerintah atau sebuah lembaga penjamin dana
sosial. Sistem single payer kedudukan akan lebih kuat dan cenderung memiliki biaya
administrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem multiple payer. Klinik dan
rumah sakit swasta dijalankan atas dasar non profit. Sistem ini secara umum lebih responsif
terhadap kebutuhan pasien dibandingkan pengaturan publik, namun kurang berhasil dalam
mengatur biaya perawatan, membutuhkan regulasi tambahan dan kontrol dari otoritas
publik.
3). Private insurance/ provider model yaitu menggunakan asuransi swasta dikombinasikan
dengan penyedia swasta. Asuransi dapat diwajibkan seperti di Switzerland atau sukarela
seperti di Amerika Serikat. Metode pembayaran secara tradisional berdasarkan atas aktivitas,
dan sistem memberikan tingkatan tinggi dari pilihan dan tingkat responsif atas kebutuhan
pasien, tapi control biaya lemah. Dalam sistem ini, penjamin asuransi lebih selektif dalam
kontrak dengan penyedia yang kompetitif dan membatasi pilihan pasien atas penyedia dan
pelayan.
2.1.4 Teori Konsumsi
Teori Keynes (Keynesian Consumption Model)
1) Hubungan Pendapatan Disposabel dan Konsumsi. Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat
ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current
disposable income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung
tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat
pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous
consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat.
Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.
(Pratama Raharja & Mandala Manurung, 2008)
Beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes tersebut: merupakan variabel
riil/nyata, yaitu bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan
dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga
konstan, bukan hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal;
merupakan pendapatan yang terjadi (current income), bukan pendapatan yang diperoleh
sebelumnya dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang (yang
diharapkan) dan merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif atau pendapatan
permanen.
2) Kecenderungan Mengkonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume).
Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (Marginal Propensity to Consume) disingkat MPC
adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila
pendapatan disposabel bertambah satu unit. Jumlah tambahan konsumsi tidak akan lebih besar
daripada tambahan pendapatan disposabel, sehingga angka MPC tidak akan lebih besar dari
satu. Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika pendapatan disposabel terus
meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol (tidak ada konsumsi). Sebab manusia tidak
mungkin hidup di bawah batas konsumsi minimal.
Karena itu 0 < MPC < 1. Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi
marginal (Marginal Prospensity to Consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan
pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah
krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian
meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan
oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi
(Gregory Mankiw, 2003)
3) Kecenderungan Mengkonsumsi Rata-Rata (Average Propensity to Consume).
Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consume) disingkat APC
adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total. Keynes menyatakan
bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi ratarata (Average Prospensity to Consume), turun ketika pendapatan naik. Masyarakat percaya
bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga masyarakat berharap orang kaya menabung
dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
4) Model Konsumsi Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumption).
Model konsumsi siklus hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumption, disingkat LCH )
dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini
berpendapat bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan
model Keynes, model ini mengakui bahwa faktor yang dominan pengaruhnya terhadap
tingkat konsumsi adalah pendapatan disposabel.
Hanya saja, model siklus hidup ini mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang memengaruhi besarnya pendapatan disposabel. Ternyata, tingkat
pendapatan disposabel berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya. Model
siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode:
(1) Periode Belum Produktif.
Periode ini berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah, hingga pertama kali bekerja,
biasanya berkisar antara usia nol hingga dua puluh tahun. Pada periode ini umumnya
manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,
mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain yang telah berpenghasilan.
(2) Periode Produktif
Periode ini umumnya berlangsung dari usia sekitar dua puluh tahun. Selama periode ini,
tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada
usia sekitar lima puluhan tahun. Setelah itu tingkat pendapatan disposabel menurun,
sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi.
(3) Periode Tidak Produktif Lagi
Periode ini berlangsung setelah usia manusia melebihi enam puluh tahun. Ketuaan yang
datang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Pola
konsumsi manusia berkaitan dengan periode hidupnya. Dengan kata lain, manusia harus
merencanakan
alokasi
pendapatan
disposabelnya.
Ada
saatnya
mereka
harus
berutang/mendapat tunjangan, ada saat harus menabung sebanyak-banyaknya dan
akhirnya ada pula saat dia harus hidup dengan menggunakan uang tabungannya (Pratama
Raharja, 2008)
2.1.5 Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan
2.1.5.1 Persepsi
Kata “persepsi” dalam bahasa Inggris adalah perception yang mengandung arti
pengertian, tanggapan, daya memahami, atau daya menanggapi (Adz-Dzakiey, 2006).
Selanjtunya JP. Chaplin yang dikutip Adz-Dzakiey (2006) mengartikan persepsi sebagai berikut.
1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.
2) Kesadaran dari proses-proses organis.
3) Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di
masa lalu.
4) Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme
untuk melakukan pembedaan di antara perangsang-perangsang.
Dalam arti lain persepsi diartikan sebagai proses dimana seorang menjadi sadar akan
segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya, pengetahuan
lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera, atau menafsirkan stimulus yang telah
ada di otak. Persepsi adalah fungsi yang penting dalam kehidupan, yang dengannya makhluk
hidup dapat mengerti apa yang akan menyakitinya, hingga dengannya ia pun segera menjauh. Di
samping itu, juga mengerti apa yang bermanfaat bagi dirinya, yang karenanya maka ia akan
berusaha untuk mencapainya (Adz-Dzakiey, 2006).
Menurut Satiadarma (2001) mengatakan persepsi didefinisikan sebagai proses dimana
seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan
suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Selanjutnya dikatakan, orang dapat memiliki persepsi
yang berbeda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi, yaitu: (1) perhatian yang
selektif; (2) gangguan yang selektif; dan (3) mengingat yang selektif.
Dengan demikian persepsi berkaitan dengan pikiran, perasaan, fantasi dan segenap unsur
kejiwaan lainnya, jadi seorang yang tidak mampu melakukan hubungan yang serasi dengan
objek yang diamati melalui persepsinya, maka akan kesulitan yang terutama disebabkan oleh
daya pengamatan dan pandangan yang kurang baik pada objek tersebut (Satiadarma, 2001).
Pada hakekatnya persepsi selalu berhubungan dengan stimulus (rangsangan yang
diterima oleh indera). Oleh karena itu, persepsi dapat terjadi setiap adanya stimulus yang
menggerakkan indera. Adapun faktor penentu yang mempengaruhi sikap dan tingkah laku yang
merupakan hasil persepsi yang berbeda-beda pada satu objek berupa motif, kemampuan berfikir,
dan pengalaman hidup. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari pengelihatan hingga
terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu
dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya (Satiadarma, 2001).
Jadi dalam hal ini persepsi pasien dapat timbul karena adanya pengamatan terhadap mutu
pelayanan yang diterima pasien atas penggunaan JKBM. Baik itu persepsi yang positif ataupun
persepsi yang negatif tergantung pada pandangan, penglihatan dan perhatian pasien dalam
menanggapi mutu pelayanan yang ada di puskesmas tersebut.
2.1.5.2 Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut para ahli mutu dapat didefinisikan sebagai berikut.
1) Menurut Winston Dictionary yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah tingkat
kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.
2) Menurut Donabedian yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah sifat yang dimiliki oleh
suatu program.
3) Menurut Din ISO 8402 yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah totalitas dari wujud
serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, yang di dalamnya terkandung sekaligus
pengertian akan adanya rasa aman dan atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang
atau jasa yang dihasilkan tersebut.
4) Menurut Crosby yang dikutip oleh Azwar (1995), mutu adalah kepatuhan terhadap standar
yang telah ditetapkan.
5) Menurut Deming yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar.
6) Menurut Feigenbaum yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah kepuasan pelanggan
sepenuhnya, suatu produk bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada
konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
7) Menurut Garvin dan Davis yang dikutip oleh Nasution (2005), mutu adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Dari beberapa definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen
sebagai berikut.
1) Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2) Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan.
3) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan
kualtias saat ini mungkin diangap kurang berkualitas pada masa mendatang) (Nasution,
2005).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga
dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995).
Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, sama halnya dengan kebutuhan dan tuntutan, makin sempurna kepuasan
tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Serta di pihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar,
1995).
Secara sederhana ada tiga persyaratan pokok yag harus dimiliki untuk disebut pelayanan
kesehatan yang baik, yaitu sebagai berikut.
1) Sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan.
Suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah yang sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa
pelayanan.
2) Dapat dijangkau oleh mereka yang membutuhkan.
Pengertian terjangkau adalah tidak hanya dari sudut jarang atau lokasi tetapi juga dari sudut
pembiayaan.
3) Sesuai dengan prinsip ilmu dan teknologi kedokteran.
Dengan kata lain suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang
terjamin mutunya (Sari, 2004).
2.1.6 Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 6 tahun 2010 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), Jaminan Kesehatan Bali
Mandara (JKBM) adalah program Pemerintah Provinsi bekerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan cara
memberikan pelayanan kesehatan. Pemerintah Provinsi Bali mengalokasikan dana sebesar Rp.
127 milyar untuk Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dalam tahun 2010. Alokasi
dana ini meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (2009) yang hanya Rp
27 milyar.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan alokasi dana untuk pelayanan kesehatan
tersebut mencapai 13,5 persen dari total APBD Bali 2010. Padahal, sesuai UU Kesehatan,
alokasi untuk kesehatan idealnya hanya lima persen dari APBD. Di tahun 2009 Pemerintah Bali
sudah menjalankan pelayanan kesehatan gratis keliling ke seluruh pelosok Bali (kecuali
Jembrana) yang bernama Program Pelayanan Kesehatan Gratis (Yankestin) atau pelayanan
kesehatan gratis ini diganti oleh program baru bernama Jaminan Kesehatan Bali Mandara
(JKBM) yang diharapkan akan digunakan seterusnya untuk menjamin kesehatan masyarakat
Bali. Program ini mulai berlaku per 1 Januari 2010. Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga
mengatakan di depan otoritas kesehatan Kabupaten bahwa kemampuan masyarakat Bali
mengakses kesehatan tidak merata, karena itu JKBM memberikan akses pada warga Bali yang
belum tertanggung.
Dalam perjanjian kerjasama ini, Pemerintah provinsi Bali akan memberikan dana hibah
kepada RSUD sebesar 123, 2 milyar dan Puskesmas sebesar 48 milyar di seluruh kabupaten/kota
se-Bali kecuali Jembrana. Secara umum program JKBM ini bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat Bali. Bagi masyarakat Bali yang memiliki KTP dan KK dan sudah
terdaftar di desa masing-masing akan mendapatkan pelayanan kesehatan di seluruh Puskesmas
dan Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Bali secara gratis. Tentunya harus dilakukan secara
bertahap, dari tempat pelayanan kesehatan terdepan/terkecil (Puskesmas) kemudian dilanjutkan
ke Rumah Sakit Daerah dan ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Hanya dengan menunjukkan
KTP dan KK kita sudah bisa mendapatkan pelayanan gratis ini. Namun masih dalam ruang inap
kelas 3, seiring perkembangannya akan berkembang menuju kelas yang lebih elit bahkan sampai
kelas VIP, namun kemungkinan akan diperlukan dana tambahan dari yang bersangkutan yang
dibayar dalam sistem asuransi.
2.1.6.1 Pendanaan JKBM
Pendanaan Program JKBM merupakan subsidi pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKBM. Sumber dana berasal dari APBD
Provinsi Bali dan APBD Kabupaten/ Kota yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yang
belum memiliki Jaminan Kesehatan dan PAD Kabupaten/Kota. Dana program Jaminan
Kesehatan Bali Mandara tersebut keseluruhan dialokasikan untuk membiayai dana pelayanan
kesehatan langsung. Disamping dana
pelayanan kesehatan langsung untuk mendukung
berjalannya program JKBM ini, perlu juga dianggarkan dana pelayanan kesehatan tidak langsung
atau operasional manajemen
untuk Tim Koordinasi dan Tim Pengelola JKBM di tingkat
Kabupaten/Kota dan Propinsi melalui DPA masing-masing Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Pengalokasian Dana JKBM ini dibagi secara merata berdasarkan jumlah
Anggaran APBD di masing-masing Puskesmas dan RSUD. Program JKBM ini diharapkan dapat
membantu masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan.
2.1.6.2 Jenis Pelayanan JKBM
Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai
dengan indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan
kesehatan komprehensif tersebut meliputi :
1) Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya
(1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya baik
dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan : pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter
umum, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, pemeriksaan kehamilan dan
nifas, tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka, penunjang
diagnostic sederhana dan pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal
(2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan yang
meliputi pelayanan: perawatan dan akomodasi rawat inap, partus, visite dokter spesialis,
konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan, tindakan medis kecil termasuk cuci
luka, rawat luka dan jahit luka, penunjang diagnostic sederhana, pemberian obat.
(3) Pelayanan gawat darurat (emergency).
2) Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada puskesmas yang menyediakan
pelayanan spesialistik, poliklinik spesialistik Rumah Sakit Pemerintah yang merupakan
jejaring JKBM, meliputi :
(1) konsultasi
medis,
spesialis/umum,
pemeriksaan
fisik
dan
penyuluhan
kesehatan
oleh
dokter
(2) pemeriksaan kehamilan yang beresiko tinggi dan memerlukan penanganan spesialistik,
(3) rehabilitasi medik,
(4) penunjang diagnostic : laboratorium klinik, radiologi dan elek-tromedik,
(5) tindakan medis kecil-sedang,
(6) pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan,
(7) pemberian obat sesuai fotmularium obat JKBM,
(8) pelayanan darah,
Rawat inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III rumah
sakit pemerintah meliputi : akomodasi dan konsumsi rawat inap pada kelas III, konsultasi
medis, pemeriksaan fisik, penunjang diagnostic, laboratorium klinik, patologi klinik, patologi
anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiolologi dan elektromedik, tindakan medis
kecil-sedang-besar, partus dan komplikasi kehamilan, operasi kecil, sedang dan besar sesuai
dengan kompetensinya, pelayanan rehabiltasi media, perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU,
NICU, PACU), pemberian obat sesuai formularium obat JKBM, pelayanan darah, pelayanan
hemodialisa (HD) sesuai indikasi medis dan kebutuhan pasien, bahan abis pakai dan
Pelayanan gawat darurat (emergency).
3) Pelayanan yang dibatasi (Limitation)
(1) Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1
dengan nilai maksimal Rp. 200.000,- berdasarkan resep dokter,
(2) Intra Ocular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata,
dengan nilai maksimal Rp. 300.000,- untuk operasi katarak SICS, maksimal Rp.
1000.000,- untuk operasi katarak dengan metode Phaeco dan bola mata palsu penggantian
maksimal Rp. 400.000,-,
(3) Kacamata, IOL dan bola mata palsu, disediakan oleh Rumah Sakit bekerjasama dengan
pihak-pihak lain,
(4) Transportasi untuk kasus rujukan pasien emergency dari Nusa Penida ke RS
(pemanfaatan lebih rinci diatur dalam peraturan Kabupaten Klungkung) dan transportasi
dokter spesialis ke Nusa Penida,
(5) Kehamilan, persalinan dan komplikasi kehamilan dibatasi hanya sampai anak ketiga
hidup dan verifikasi data dilakukan berdasarkan KK,
(6) Pelayanan darah hanya dijamin sebesar Rp. 250.000,- per kantong dan selisih harga
dibebankan kepada pasien.
4) Pelayanan yang tidak dijamin (Exclusion) meliputi : pelayanan yang tidak sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang berlaku, bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk
kosmetika, general check up, prothesis gigi tiruan, operasi jantung, pengobatan alternatif,
pengobatan tradisional dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah, rangkaian
pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi
tabung dan pengobatan impotensi, pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana
alam, pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, pelayanan kesehatan
canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ), pembersihan karang gigi dan usaha
meratakan gigi, ketergantungan obat-obatan, obat di luar formularum obat JKBM, sirkumsisi,
Anti Retro Viral (ARV), kelainan bawaan (kecuali: hidrocefalus, atresia ani dan bayi tanpa
saluran kencing), biaya T\transportasi rujukan, biaya Autopsi atau biaya visum, kemoterapi
dan radioterapi, kecelakaan lalu lintas tunggal, percobaan bunuh diri, penyakit akibat
konsumsi alkohol / miras dan alat kesehatan.
2.1.6.3 Tujuan dan Sasaran Program JKBM
Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara mempunyai tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai. Berdasarkan buku pedoman pelaksanaan Program JKBM, terdapat dua tujuan yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari Program JKBM ini adalah meningkatkatnya
akses dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Tujuan khusus dari Program JKBM adalah
meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang
mendapatkan
pelayanan kesehatan,
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bali, serta pengelolaan keuangan
yang transparan.
Sasaran dari Program JKBM ini adalah seluruh masyarakat yang beridentitas atau
memiliki KK dan KTP asli Provinsi Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Seperti kita
ketahui bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan oleh karena
itu Program JKBM ini dibuat oleh pemerintah Provinsi Bali untuk membantu masyarakat yang
belum memiliki jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan mereka. Pemerintah
daerah sangat berharap agar peserta Program JKBM ini memang benar-benar masyarakat yang
belum memiliki jaminan kesehatan. Peran perangkat kerja di Kabupaten, Kecamatan dan Desa
yang akuntabel sangat dibutuhkan untuk mendorong program ini agar berjalan sesuai dengan
aturan yang ada. Menurut Aprilia (2010) dari hasil penelitian yang sudah dilakukan tentang
analisis pelaksanaan Program JKBM bahwa sistem pelaksanaan program JKBM sesuai dengan
tujuan dan sesuai diterapkan di Provinsi Bali
2.1.6.4 Intensitas Pelayanan JKBM
Chaplin (2008), mendefinisikan “intensitas” berasal dari kata bahasa Inggris
“intensity” (intensitas) yaitu, suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan
dengan intensitas perangsangnya. Menurut beliau intensitas dapat diartikan dengan kekuatan
sebarang tingkah laku atau sebarang pengalaman. Sedangkan menurut Kartono dan Gulo (2003),
intensitas berasal dari kata intensity yang berarti besar atau kekuatan suatu tingkah laku; jumlah
energi fisik yang digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau
data indera. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa intensitas adalah suatu
ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan, untuk mengukur ukuran fisik dari energi atau data
indera.
2.1.7 Pengertian Demografi
Demografi muncul karena adanya kesadaran bahwa data statistik kependudukan dapat
menjelaskan berbagai kondisi masyarakat dan perubahan-perubahannya. Sebagai contoh data
kelahiran dan kematian dapat menjelaskan perubahan jumlah dan kepadatan penduduk suatu
wilayah. Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Demos” rakyat atau penduduk dan
“Grafein” menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai
rakyat atau penduduk (Guillard Achille, 1885).
Demografi adalah studi ilmiah tentang penduduk, terutama tentang fertilitas, mortalitas,
dan natalitas. Demografi meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi
penduduk, dan karakter demografis lainnya, serta bagaimana faktor-faktor ini berubah dari waktu
ke waktu (Haupt, dan Kane, 1991) dalam Santoso Soeroso. Ada juga yang berpendapat bahwa
demografi adalah studi tentang interaksi tingkat perkembangan dari 3 komponen (kelahiran,
kematian dan migrasi) dan studi tentang dampak dari perubahan komposisi dan perkembangan
dari penduduk (Hawthorn, 1970). Demografi juga merupakan ilmu statistik dan matematika yang
mempelajari ukuran, komposisi dan persebaran penduduk serta perubahannya pada suatu kurun
waktu melalui proses fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi serta perubahan penduduk
(Bogue, 1969).
Berikut ini pengertian demografi menurut beberapa ahli: menurut Multilingual
Demographic Dictionary, demografi adalah ilmu yang mempelajari penduduk (suatu wilayah)
terutama
mengenai
jumlah,
struktur
(komposisi
penduduk)
dan
perkembangannya
(perubahannya). Menurut Philip M Hauser dan Duddley Duncan (1959), demografi
mempelajari jumlah, persebaran, territorial, dan komposisi penduduk serta perubahanperubahannya dan sebab-sebab perubahan itu yang biasanya timbul dari natalitas (fertilitas),
mortalitas, gerak territorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status). Dari kedua definisi
di atas, dapat disimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu
wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah persebaran dan komposisi penduduk. Struktur
penduduk ini selalu berubah-ubah karena disebabkan oleh proses demografi yakni kelahiran
(fertilitas), kematian (mortalitas) dan juga adanya migrasi penduduk.
2.1.8 Teori Mobilitas Tempat Tinggal
John Turner mengemukakan teori mobilitas tempat tinggal (Residential Mobility) pada
tahun 1968. Menurut Turner terdapat beberapa dimensi yang bergerak paralel dengan mobilitas
tempat tinggal ini, antara lain: dimensi lokasi, dimensi perumahan, dimensi siklus kehidupan,
dimensi penghasilan (dalam Hadi Sabari Yunus, 2004). Dimensi lokasi mengacu pada tempattempat tertentu pada suatu kota yang oleh seseorang atau sekelompok orang dianggap paling
cocok untuk tempat tinggal dalam kondisi dirinya. Kondisi diri ini lebih ditekankan pada
penghasilan dan siklus kehidupannya. Dimensi perumahan dikaitkan dengan inspirasi perorangan
atau sekelompok orang terhadap macam type perumahan yang ada. Oleh karena luasnya aspek
perumahan ini dibatasi pada aspek "penguasaan (tenure)". Pandangan seseorang terhadap aspek
penguasaan tempat tinggal selalu dikaitkan dengan tingkat penghasilan dan siklus kehidupannya.
Mereka yang berpenghasilan rendah misalnya akan memilih, menyewa atau mengontrak saja
karena sesuai dengan tingkat penghasilannya. Berikut adalah bagan teori mobilitas tempat
tinggal yang diungkapkan oleh Turner (1968) :
Mobilitas Non Permanen ( Sirkuler ) adalah gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke
wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Data mobilitas penduduk sirkuler sukar didapat.
Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak memberitahu kepergian mereka kepada kantor desa di
daerah asal, begitu juga dengan kedatangan mereka di daerah tujuan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
mobilitas penduduk sirkuler lebih banyak terjadi daripada mobilitas permanen. Hal ini disebabkan
antara lain faktor sentrifugal dan sentripetal.
Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang terdapat di suatu wilayah yang mendorong penduduk untuk
meninggalkan daerahnya. Kekuatan sentripetal adalah kekuatan yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal
di daerahnya.
Kalau dilihat dan ada tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas
penduduk dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan
mobilitas penduduk nonpermanen. Jadi, migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas
wilayah asal menuju ke wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya,
mobilitas penduduk nonpermanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain
dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju ke daerah lain dan
sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan
sebagai pelaku mobilitas nonpermanen walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam
jangka waktu lama (Steele, 1983).
2.1.9 Teori Human Capital
Menurut Garry S. Becker (1992), pemenang Nobel Memorial Prize pada bidang ilmu
ekonomi tahun 1992, “revolusi” modal manusia (human capital) dimulai sejak sekitar 5 dekade
lalu sejak dekade ini. Menurutnya, sekolah, pelatihan komputer, pengeluaran untuk kesehatan,
dan kuliah tentang kebajikan seperti ketepatan waktu dan kejujuran, juga merupakan modal
manusia dalam pengertian hal tersebut dapat memperbaiki kesehatan, meingkatkan pendapatan,
atau menambah apresiasi seseorang terhadap karya sastra. Manusia sebagai salah satu sumber
faktor produksi disebut sumberdaya manusia, yang memiliki arti lebih luas daripada modal
manusia.
Salah satu sumberdaya manusia yang paling tua adalah modal manusia dalam bentuk
tenaga kerja. Modal manusia sudah ada sejak pemiliknya dilahirkan ke dunia. Modal tersebut
baru dimanfaatkan setelah pemiliknya menginjak dewasa, namun tergantung juga pada negara,
masyarakat, lingkungan, keluarga, dan peraturan, yang berbeda-beda antar negara. Setiap
individu memiliki kebebasan untuk memanfaatkan modalnya, modal fisik dalam bentuk tenaga
(kerja). Di negara-negara maju pemerintahnya menetapkan bahwa seseorang boleh bekerja
setelah berumur 15 tahun, yang berarti modal manusia baru produktif setelah mereka
menamatkan paling sedikit pendidikan menengah. Di negara berkembang, banyak anak-anak
bekerja dibawah umur, sekedar “menjual” tenaganya untuk kelangsungan hidup mereka. Di
Indonesia, sejak beberapa tahun lalu pemerintah menetapkan kebijakan wajib belajar 12 tahun
yang sebelumnya 9 tahun, namun pemerintah mengikuti konvensi internasional bahwa tenaga
kerja adalah mereka yang minimum berumur 15 tahun. Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, pasal 68 dan pasal 69, pengusaha dilarang mempekerjakan anak,
kecuali untuk anak yang berumur antara 13-15 tahun dapat dipekerjakan untuk jenis pekerjaan
ringan sepanjang tidak membahayakan diri anak, dan waktu kerjanya maksimum 3 jam per hari.
Di Amerika menurut Fair Labor Standards Act Advisor minimum umur untuk pekerja adalah 14
tahun, kecuali pekerjaan untuk membantu rumah tangga dan usaha milik keluarga.
Menggunakan tenaga sebagai modal tidak membutuhkan bantuan orang atau pihak lain,
seperti perbankan yang menyediakan modal uang untuk pihak yang memerlukan. Tenaga kerja
sebagai modal sangat unik karena kepemilikannya melekat pada yangbersangkutan dan
penggunaannya ditentukan pula oleh yang bersangkutan. Sebagai pekerja dia dapat
menggunakannya setiap saat, memulai dan berhenti setiap saat. Ini dapat kita temui, sebagai satu
contoh, di sektor pertanian subsisten dan usaha milik sendiri. Karena sepenuhnya menggunakan
tenaga sebagai modal fisik tanpa bantuan modal atau sumber lainnya maka produktivitasnya juga
rendah atau terbatas. Hal inilah yang menjelaskan kenapa produktivitas sektor pertanian rendah
apabila hanya mengandalkan tenaga kerja sebagai modal tanpa modal komplementer lainnya
seperti teknologi. Pemanfaatan hanya manusia sebagai tenaga produktif untuk tujuan
pembangunan berarti lebih mengutamakan perspirasi atau peluh daripada inspirasi atau
kecerdasan; dengan kata lain, otot mendominasi otak. Ini juga terjadi pada saat China mulai
membangun yang menggunakan modal manusia sebagai keunggulan karena jumlahnya yang
banyak. Apabila penggunaan modal selain manusia belum merupakan modal komplemen, maka
produktivitas tenaga kerja sepenuhnya tergantung pada pengalaman mereka sepanjang umur
mereka bekerja. Jadi, umur biasanya dipakai sebagai proksi atau indikator untuk mengukur
pengalaman.
Produktivitas tenaga kerja akan meningkat apabila mereka memperoleh pendidikan, baik
formal maupun informal. Pendidikan akan membuka cakrawala berpikir sehingga mereka
mempunyai aspirasi yang lebih tinggi. Pendidikan juga dapat membuka peluang yang lebih
banyak karena dimungkinkannya membuat berbagai pilihan. Demikian pula, pendidikan dapat
meningkatkan daya serap seseorang terhadap kemajuan dan modernisasi, seperti kemampuan
menggunakan bibit, pupuk, dan penggunaan teknologi, maupun pilihan penggunaan obat-obatan.
Intinya, pendidikan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pendidikan non-formal juga
dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Pelatihan atau “training” akan meningkatkan
keterampilan atau “skills” terutama keterampilan-keras (hard-skills) maupun keterampilan-lunak
(soft-skills) mereka. Itu juga sebabnya kenapa pelatihan-pelatihan perlu diberikan secara terusmenerus selepas mereka menamatkan pendidikan formal. Melalui pelatihan dapat diberikan
informasi terbaru dan perkembangan mutakhir yang diperlukan dalam meningkatkan
produktivitasnya.
Modal manusia sebagai sebuah konsep dapat dilihat dari berbagai segi
dan kepentingan. Modal manusia dapat dilihat dari dunia bisnis, pembuat kebijakan, organisasi
atau lembaga pemerintah maupun swasta seperti serikat pekerja.
Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk yang dapat di
mobilisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam dunia bisnis, para investor
memandang modal manusia sebagai seperangkat keterampilan yang diperlukan bagi seorang
pekerja. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui pelatihan maupun pengalaman, suatu
keterampilan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi mereka di pasar kerja. Jadi, keterampilan
digunakan sebagai ukuran modal manusia. Dalam kontek organisasi modal manusia merujuk
pada nilai kolektif daripada modal intelektual organisasi seperti kompetensi, pengetahuan, dan
keterampilan. Modal ini merupakan sumber kreativitas dan inovasi yang dapat diperbaharui terus
menerus. Berbeda dengan modal struktural, modal manusia selalu dimiliki oleh individual yang
memilikinya dan dapat “dijual pada pihak lain yang memerlukan”
kecuali dibatasi oleh
peraturan tempat yangbersangkutan bekerja.
Dalam kontek ekonomi, modal manusia merupakan atribut seseorang yang produktif. Ini
sangat berkaitan dengan pencapaian pendidikan formal, dengan implikasi bahwa pendidikan
adalah investasi yang hasilnya akan diperoleh dalam bentuk upah, gaji, atau kompensasi lainnya.
Menurut encyclopedia Britanica, human capital:
intangible collective resources possessed by individuals and groups within a given population.
These resources include all the knowledge, talents, skills, abilities, experience, intelligence,
training, judgment, and wisdom possessed individually and collectively, the cumulative total of
which represents a form of wealth available to nations and organizations to accomplish their
goals.
Dalam kontek yang lebih luas, aliran atau paham, kapitalisme selalu memandang modal manusia
dari sisi produktivitas atau kinerja. Produktivitas terkait dengan investasi jangka panjang,
semakin produktif seseorang maka investasi akan lebih menguntungkan. Konsep modal manusia
berasal dari model ekonomi kapitalisme sumber daya manusia, yang menekankan hubungan
antara peningkatan produktivitas atau kinerja dan kebutuhan untuk investasi jangka panjang yang
berkelanjutan dan dalam pengembangan sumber daya manusia. Model ini dapat diterapkan
dalam skala yang sempit maupun luas. Dalam skala yang luas, produktivitas tenaga kerja atau
modal manusia akan meningkatkan perekonomian nasional dan dalam skala yang sempit,
produktivitas yang tinggi akan meningkatkan kinerja organisasi perusahaan.
Di pihak lain, pandangan tradisional yang umumnya berpikir jangka pendek selalu
memandang modal manusia sebagai biaya yang harus diperhitungkan dalam organisasi.
Pandangan ini biasanya berjangka pendek karena selalu berpikir bagaimana cara menekan biaya
untuk kepentingan keuntungan perusahaan sehingga seringkali kebutuhan-kebutuhan dasar
pekerja diabaikan dalam rangka menekan biaya. Bereda dengan pandangan jangka panjang yang
melihat modal manusia sebagai investasi, dimana mereka berusaha meningkatkan kinerja atau
produktivitasnya melalui beberapa cara seperti pelatihan ataupun pendidikan internal perusahaan
atau institusi eksternal.
1) Mengukur Modal Manusia
Modal manusia bukanlah merupakan konsep satu dimensi melainkan konsep multi dimensi
yang berbeda untuk pemangku kepentingan yang berbeda. Seperti disampaikan di atas, dalam
dunia bisnis modal manusia adalah nilai ekonomi daripada keterampilan pekerja. Bagi pembuat
kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Secara konvensional modal manusia dipandang sebagai fungsi pendidikan dan pengalaman yang
merefleksikan pelatihan dan pembelajaran. Namun pada saat ini kesehatan (fisik dan mental)
menjadi bagian fundamental daripada modal manusia. Nilai modal manusia juga ditentukan oleh
faktor ekonomi, sosial, fisik, dan lingkungan masyarakat.
World Economic Forum (WEF, 2013) dalam publikasinya The Human Capital Report,
melaporkan usahanya dalam memberikan pandangan jangka panjang dan holistik tentang
seberapa baik suatu negara memanfaatkan sumber daya manusianya dan membangun tenaga
kerjanya yang dipersiapkan untuk permintaan ekonomi yang kompetitif. Menurut WEF, modal
manusia didasarkan pada 4 pilar, yaitu: tiga pilar inti yang menentukan: pendidikan, kesehatan,
dan kesempatan kerja, ditambah faktor lain yaitu lingkungan yang membuat modal manusia
mempunyai nilai lebih tinggi.
Empat pilar modal manusia tersebut adalah:
Pilar 1: Pendidikan. Ukuran yang digunakan untuk meliput pendidikan adalah:
1) Akses terhadap pendidikan diukur dari angka partisipasi sekolah dasar sampai sekolah
lanjutan atas, dan gap jender pendidikan.
2) Kualitas pendidikan diukur dari akses internet di sekolah, kualitas sistem pendidikan,
kualitas pendidikan matematika dan sain, dan kualitas pengelolaan sekolah.
3) Capaian pendidikan diukur dari persentase penduduk umur 25 tahun keatas yang
mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan.
Pilar 2: Kesehatan dan Kesejahteraan. Pilar ini mencakup berbagai aspek sosial dan layanan
kemasyarakatan, seperti:
1) Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka
harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup.
2) Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat obesitas, tingkat
kematian dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak
menular.
3) Kebahagiaan diukur dari tingkat depresi dan stres yang dialami responden.
4) Layanan kesehatan meliputi layanan air, sanitasi dan kebersihan, kualitas perawatan
kesehatan, dan aksesibilitas perawatan kesehatan.
Pilar 3: Tenaga kerja dan Kesempatan kerja, mengukur pengalaman, bakat, pengetahuan dan
pelatihan, seperti:
1) Partisipasi diukur dari tingkat partisipasi tenaga kerja yang berumur 15-64 tahun dan
65 tahun ke atas, tingkat pengangguran, tingkat pengangguran pemuda, dan gap jender
tingkat partisipasi.
2) Talenta diukur dari kemampuan negara dalam menarik dan mempertahankan orang
bertalenta, kemudahan memperoleh tenaga kerja terampil, pembayaran upah sesuai
produktivitas, kapasitas inovasi, dan indek kompleksitas ekonomi. tingkat daya serap
teknologi perusahaan, artikel dalam jurnal sain dan teknikal per seribu penduduk,
3) Pelatihan meliputi pelatihan staf dan layanan pelatihan.
Pilar 4: Lingkungan, mengukur aspek penunjang yang dapat meningkatkan nilai modal, yaitu:
1) Infrastruktur meliputi pengguna mobil, pengguna internet, dan kualitas angDenpasar
Baratn domestik.
2) Kolaborasi meliputi keadaan kluster pembangunan, dan kolaborasi litbang dunia usaha
dan universitas.
3) Kerangka hukum diukur dari indek melaksanakan usaha, perlindungan jaring pengaman
sosial, dan perlindungan HAKI.
4) Mobilitas sosial.
2.1.10 Masa Kerja
Masa Kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik
(Foster,2001). Masa kerja atau pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau
keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam
pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984 : 15).
2.1.11 Jumlah Anggota Keluarga
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau lebih masing – masing
mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek. Keluarga yang
merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peranan yang sangat penting
dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu
dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat lebih dini
ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai
unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling
mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi juga
keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya (Friedman, 1998).
2.1.12 Pendidikan
Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003) tingkat
pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan
terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis
untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian Hariandja (2002) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki
kinerja perusahaan.
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang
pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:
a)
Pendidikan dasar: jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah
anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
b) Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
c) Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan
menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar
nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi
pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik
bagi perusahaan.
Menurut Payaman J. Simanjuntak (2001) hubungan antara tingkat pendapatan terhadap
tingkat pendidikan adalah karena dengan mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat produktifitas pekerja dan pada akhirnya
mempengaruhi tingkat pendapatan mereka. Pengertian ini dianut oleh golongan yang
menamakan dirinya dengan teori Human Capital. Teori ini juga berkeyakinan bahwa tingkat
pendidikan yang tinggi akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan mereka juga memiliki
anggapan bahwa pendidikan formal adalah suatu investasi bagi individu maupun bagi
masyarakat. Tamatan SLTA tidak melanjutkan sekolah dan langsung bekerja maka akan
mendapatkan penghasilan selama kurun waktu 40 tahun karena ia bekerja mulai umur 20 tahun
sampai dengan umur 60 tahun.
2.1.13 Jarak Tempat Tinggal
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah
rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang
dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana sehari-harinya melakukan kegiatannya atau
di mana berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit,
karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUH
Perdata tempat tinggal itu adalah tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus
dilakukan. Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, maka tempat tinggal
dianggap di mana sungguh-sungguh berada.
2.1.14 Teori alokasi waktu
Menurut Becker mengemukakan pendekatan baru teori alokasi waktu dengan peredaran
kegiatan. Tanggapan Becker terhadap teori Gronau, yaitu bahwa total waktu dibedakan atas
waktu produktif yang benar-benar digunakan untuk bekerja (produktiveworking time) dan waktu
produktif (productive time) yang digunakan untuk santai(leisure) seperti nonton TV dan aktivitas
lain (work at home or not work). Becker membedakan kegunaan waktu berdasarkan beberapa
biaya perjam (cost/hour) setiap aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu waktu digunakan saat
ini lebih hati-hati dari waktu yang diguakan saat lalu.
Menurut Everson dalam Rochaeni (2005), formula yang disusun Becker (1965) secara
mendasar melihat perilaku konsumsi rumah tangga sebagai proses dalam dua tingkat yaitu: (1).
Menjelaskan perilaku rumah tangga menhadapi fungsi produksi dimana waktu dan modal yang
tersedia dalam rumah tangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat
dikonsumsi rumah tangga. (2). Mempelajari proses keputusan pilihan konsumen anggota rumah
tangga berperilaku sebagaimana perilaku individu. Dengan demikian rumah tangga dalam
memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Menurut
Becker (1993) mendefinisikan bahwa human capital sebagai hasil dari keterampilan,
pengetahuan dan pelatihan yang dimiliki oleh seseorang termasuk akumulasi investasi menjadi
aktivitas pendidikan job training dan migarasi.
2.2 Hubungan Antar Variabel
2.2.1 Hubungan jarak tempat tinggal dengan pendapatan penerima JKBM
Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan pendapatan untuk pelayanan
kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam
analisis pendapatan. Pendapatan masyarakat yang tinggal di perkotaan (pusat kota) umumnya
lebih besar dibandingkan dengan pendapatan masyarakat yang tinggal di pedesaan (pinggiran).
Hal ini disebabkan karena daerah perkotaan merupakan pusat perekonomian sehingga memiliki
beraneka ragam pekerjaan sesuai dengan keahlian masing-masing orang.
Masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih banyak berprofesi sebagai petani.
Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga mereka tidak mampu
bersaing untuk memperoleh tingkat penghasilan yang tinggi. Menurut Wulida (2010) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa pendapatan merupakan sumber dana yang dimiliki
seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pengguna program dapat
memberikan persepsinya secara langsung.
2.2.2 Hubungan jarak tempat tinggal dengan intensitas penggunaan JKBM
Terhadap penggunaan Program JKBM kecenderungan intensitas penggunaannya lebih
besar pada masyarakat yang berada di pinggiran atau di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan
karena penghasilan mereka yang cenderung rendah sehingga mereka sangat terbantu dengan
adanya Program JKBM yang tidak memungut biaya (sesuai dengan ketentuan jenis penyakit).
Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat kota intensitas penggunaan Program JKBM
cenderung lebih kecil dibanding masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini disebabkan karena
selain mampu untuk berobat ke dokter mereka cenderung enggan untuk mengantri ke puskesmas
setempat. Hal ini dikuatkan pula dengan hasil penelitian oleh Candrika Dewi (2014) yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan persepsinya
tentang peningkatan kesehatan.
2.2.3 Hubungan pendidikan dengan pendapatan penerima JKBM.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap pendapatan seseorang
dibandingkan dengan yang hanya tamat sekolah dasar atau bahkan tidak mengenyam tingkat
pendidikan sama sekali. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin meningkatkan
pendapatannya. Pada umumnya semakin rendah pendidikan seseorang cenderung menyebabkan
kesejahteraannya juga rendah (miskin), dan derajat kesehatannya juga rendah.
Tingkat pendidikan secara teoritis sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program,
sebab dengan tingkat pendidikan baik, maka kemampuan program untuk menyerap informasi
semakin baik. Sebagian besar responden berpendidikan tamat SD sehingga pada umumnya sudah
mampu membaca. Namun kondisi pendidikan ini tetap perlu ditingkatkan mengingat masih ada
peserta program yang tidak pernah sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan
maka semakin baik kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki.
Penelitian Wahyu Dwi (2014) orang yang bekerja, memiliki kecenderungan yang lebih
banyak untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya pekerjaan dan tingkat
pendidikan juga saling terkait. Bila seseorang dengan pendidikan dan pekerjaan dengan
kedudukan yang tinggi, membuat seseorang akan memilih pelayanan kesehatan gisi yang lebih
baik lagi. Seseorang akan cenderung lebih memilih ke praktek dokter swasta atau ke rumah sakit
secara langsung daripada harus memilih jalur berobat ke puskesmas
2.2.4 Hubungan pendidikan dengan intensitas penggunaan JKBM.
Program
JKBM
dilaksanakan
melalui
mekanisme
jaminan
kesehatan
sosial
diperuntukkan bagi penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Umumnya
seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi sudah mempunyai jaminan kesehatan baik yang di
cover oleh perusahaan/kantor tempatnya bekerja, atau bahkan mereka secara pribadi
memproteksi dirinya. Misalnya dengan mengikuti program asuransi kesehatan dengan nilai
pertanggungan yang cukup besar.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang kecil cenderung
lebih sering menggunakan Program JKBM tersebut, dikarenakan sangat menguntungkan bagi
mereka. Selain mereka tidak harus mengeluarkan biaya untuk mengobatan mereka dapat
menggunakan penghasilan mereka untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Penelitian yang
dilakukan Elifonia (2011) menyebutkan bahwa seseorang yang pernah menempuh pendidikan
akan mampu memberikan saran dan kritik dengan baik.
Menurut Wahyu Dwi (2014) responden dengan pendidikan menengah ke atas, perhatian
pasien akan kesehatannya lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar,
sehingga bila sakit akan langsung berobat. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka intensitas pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan akan semakin tinggi.
2.2.5 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan pendapatan penerima JKBM
Besarnya pendapatan dalam satu bulan sangat berpengaruh terhadap banyaknya jumlah
anggota keluarga. Dimana jumlah anggota keluarga yang lebih besar akan mengakibatkan
pengeluaran yang lebih banyak. Terutama pada keluarga yang hanya kepala rumah tangganya
saja yang bekerja. Melihat perbedaan pendapatan yang dimiliki keluarga tersebut tentunya akan
berdampak pada setiap bulannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (1992 : 149) bahwa
pendapatan yang berbeda akan membawa perbedaan pula dalam pola pembeliannya.
2.2.6 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Intensitas penggunaan JKBM
Semakin banyak jumlah anggota keluarga sudah barang tentu akan semakin sering dalam
penggunaan program JKBM, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Anggota keluarga
sangat mempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen
yang paling penting dalam masyarakat (Kotler dan Amstrong, 2001).
Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola konsumsi
produk. Baik dalam hal kualitas maupun dalam hal kuantitas atau jumlah yang dikonsumsi. Hal
ini disebabkan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga maka kebutuhan juga akan
meningkat. Akan tetapi, jumlah anggota keluarga tersebut dapat juga berdampak negatif, yakni
jika jumlah anggota keluarga meningkat maka biaya kebutuhan akan meningkat sehingga dapat
saja permintaan akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (1992 : 49) bahwa pola
dan barang yang dikonsumsi sehari-hari berbeda jumlah dan mutunya antara keluarga kecil dan
keluarga besar namun ini sangat tergantung atas jumlah anggaran belanja rumah tangga yang
tersedia.
2.2.7 Hubungan Masa Kerja dengan pendapatan penerima JKBM
Masa kerja seseorang umumnya sangat berpengaruh terhadap pendapatannya. Semakin
lama orang tersebut bekerja akan peningkatkan jumlah pendapatannya. Candrika Dewi (2014)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa bahwa terdapat hubungan signifikan antara pendapatan
dengan persepsinya tentang peningkatan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Candrika Dewi (2014) pemberian Program JKBM berdampak positif
terhadap pendapatan peserta program JKBM.
2.2.8 Hubungan Masa Kerja dengan Intensitas Penggunaan JKBM
Dikarenakan lamanya masa kerja seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya
pendapatan, maka akan mempengaruhi intensitas penggunaan JKBM. Dimana seseorang yang
baru mempunyai masa kerja sedikit dengan berbagai tingkat kebutuhan dalam rumah tangganya
cenderung lebih memanfaatkan penggunaan program JKBM. Sementara itu menurut Walyitah
(2006) bahwa pengguna Jamkesmas yang sudah bekerja dapat memberikan jawaban yang jelas
tentang manfaat program JKBM karena program tersebut telah meringankan beban mereka.
2.3 Keaslian Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penelitian ini mengacu pada peneliti sebelumnya yang
bertujuan untuk memberi dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variabel maupun
konsep-konsep yang dipakai peneliti dalam penelitian ini. Penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Aprillia (2010) tentang JKBM dimana penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif dan kuantatif dengan menggunakan dokumen dan studi literatur, serta metode
komparatif dengan membuat komparasi best pratice sistem jaminan kesehatan dari negara lain.
Metode penelitian yang dilakukan dengan membuat simulasi perhitungan biaya utilisasi
pelayanan kesehatan perorang dengan metode kapitasi yaitu metode pembayaran untuk jasa
pelayanan kesehatan dimana pemberi pelayanan kesehatan (dokter atau rumah sakit) menerima
sejumlah tetap pendapatan per peserta, per periode waktu (biasanya bulan), untuk pelayanan
yang telah ditentukan per periode waktu. Penghitungan biaya kapitasi dilakukan dengan cara
jenis pelayanan yang akan dicakup dalam kapitasi, menghitung rate kapitulasi (angka
pemanfaatan) tiap jenis layanan, menetapkan biaya per pelayanan yang di cakup dalam kontrak
kapitasi, menetapkan biaya per bulan untuk tiap layanan dan menjumlahkan biaya per kapita per
bulan untuk seluruh pelayanan guna mendapatkan besaran biaya kapitasi. Hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah sumber pembiayaan Program JKBM dibiayai oleh Pemerintah,
diperlukan standarisasi pola tarif untuk JKBM dan waktu pengajuan pengklaiman untuk
mempermudah pengguna JKBM, rujukan antar daerah dan ke tingkat perawatan lanjut sudah
diatur dengan baik dan telah adanya proses verifikasi administrasi pelayanan kesehatan.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Aprilia (2010) yang diteliti adalah
mengenai analisis sistem Program JKBM di Kota Denpasar, sedangkan penelitian ini mengenai
intensitas penggunaan Program JKBM di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan metode
analisis Path. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang Program JKBM dan
menggunakan Statistik Deskriptif.
Penelitian kedua dilakukan oleh Naresuari (2011) penelitian ini ingin menganalisis
bagaimana efektivitas Program JKBM terhadap peningkatan akses pelayanan kesehatan rumah
tangga miskin (RTM) yang berada di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis efektivitas dan uji statistik yaitu uji beda dua
rata-rata pengamatan berpasangan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebelumnya
menggunakan metode wawancara, kuisioner dengan menggunakan metode pengamatan.
Berdasarkan hasil analisis, di dapat simpulan secara umum bahwa hasil penelitian mengenai
dampak Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara terhadap derajat kesehatan masyarakat di
Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung yang dilihat dari variabel angka kematian bayi, angka
kematian ibu, dan persentase gisi buruk mampu meningkatkan derajat kesehatan. Dari hasil
analisis ini juga dapat diketahui bahwa kinerja Program JKBM dari segi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat merata dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat antara desa
kategori miskin dan sangat miskin di Kecamatan Mengwi, keseluruhan kinerja Program JKBM
memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasien penerima JKBM pada kelompok desa sangat
miskin. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan perhitungan efektifitas adalah 97
persen bahwa Program JKBM dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat serta
pemberian Program JKBM di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung berdampak positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga miskin.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan Naresuari (2011)
ingin menganalisis tentang peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Rumah Tangga Miskin di
Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung sebelum dan setelah menggunakan Program JKBM,
sedangkan penelitian ini meneliti mengenai intensitas pelaksanaan Program JKBM di Kabupaten
Buleleng dengan menggunakan metode Path Analisis. Persamaan dengan penelitian ini adalah
kesamaan dalam meneliti Program JKBM dan metode yang digunakan sama-sama menggunakan
Statistik Deskriptif.
Penelitian ke tiga dilakukan oleh Ni Komang Yusika Trisna Dewi (2013) penelitian ini
ingin menganalisis efektivitas pelaksanaan program JKBM di Kecamatan Klungkung, di ukur
dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator input, indikator proses, dan indikator output
berada pada kriteria efektif dengan skor 6.582 (81,9 persen). Dilihat dari masing-masing
indikator diperoleh hasil sebagai berikut, yakni indikator input dengan skor sebesar 4.964 (82,7
persen) tergolong dalam kriteria efektif, indikator proses dengan skor sebesar 1598 (79,1 persen)
tergolong dalam kriteria efektif, dan indikator output dengan skor sebesar 20 (100 persen)
tergolong kriteria sangat efektif. Serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi
dalam menjalankan program JKBM di Kecamatan Klungkung Tahun 2013 yaitu kurangnya
pemahaman masyarakat saat melakukan rujukan ke Rumah Sakit dan kurang validnya
kepesertaan JKBM.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Yusika yang diteliti adalah
mengenai efektivitas Program JKBM dan untuk mengetahui hambatannya pada Kecamatan
Klungkung, sedangkan penilitian ini meneliti mengenai intensitas penggunaan Program JKBM di
Kabupaten Buleleng dengan menggunakan metode analisis Path. Persamaan dengan penelitian
ini adalah meneliti tentang Program JKBM.
Penelitian ke empat dilakukan oleh Candrika Dewi (2014) penelitian ini menganalisis
Efektivitas Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) di Kecamatan Gianyar
Kabupaten Gianyar, dengan menggunakan analisis data Chi kuadrat (χ²). Tehnik pengumpulan
datanya dengan observasi lapangan, wawancara dan wawancara mendalam. Dari penelitian ini
diperoleh hasil Efektivitas Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) di Kecamatan
Gianyar Kabupaten Gianyar sebesar 93,75 persen. Hal ini berarti tingkat efektivitas pelaksanaan
Program JKBM di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar masuk dalam kategori sangat efektif.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada Candrika Dewi yang diteliti tingkat efektivitas
Program JKBM di Kabupaten Gianyar sedangkan penelitian ini meneliti mengenai intensitas
penggunaan program JKBM di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan analisis Path.
Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang program JKBM.
Download