SINTESIS DAN KARAKTERISASI SUPERKAPASITOR BERBASIS NANOKOMPOSIT TiO2 /C SKRIPSI OLEH VINDA NUR FITRIANA NIM 100322400969 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA MEI 2014 SINTESIS DAN KARAKTERISASI SUPERKAPASITOR BERBASIS NANOKOMPOSIT TiO2 /C SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Malang Untuk memenuhi salah satu persyaratan Dalam menyelesaikan program Sarjana Oleh Vinda Nur Fitriana NIM 100322400969 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA MEI 2014 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI Skripsi oleh Vinda Nur Fitriana ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji. Malang, 08 Mei 2014 Pembimbing I Dr. Markus Diantoro, M.Si. NIP. 19661221 199103 1 001 Malang, 08 Mei 2014 Pembimbing II Nasikhudin, S.Pd., M.Sc. NIP. 19811205 200501 1 001 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi oleh Vinda Nur Fitriana ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 09 Mei 2014 Dewan Penguji, Abdullah Fuad, Drs., M.Si., Ketua NIP.19630222 198812 1 002 Dr. Markus Diantoro, M.Si.,Anggota Penguji I NIP.19661221 199103 1 001 Nasikhudin,S.Pd., M.Sc., Anggota Penguji II NIP.19811205 200501 1 001 Mengetahui, Ketua Jurusan Fisika Mengesahkan, Dekan Fakultas MIPA Dr. Markus Diantoro, M.Si. NIP.19661221 199103 1 001 Prof. Dr. Arif Hidayat, M.Si. NIP. 19660822 199003 1 003 ABSTRACT Nur Fitriana, Vinda. 2014. Synthesis and Characterization Supercapacitor Based On TiO2/C Nanocomposite. Thesis, Physics Departement, Faculty of Mathematics and Science, State University of Malang. Advisors: (I) Dr. Markus Diantoro, M.Si. (II) Nasikhudin, S.Pd, M.Sc Keywords: supercapacitor, coprecipitation, nanomaterial, TiO2/C, carbon, dielectricity Supercapacitors as energy storage devices, that have been used widely in the electronics and transportation line, such as digital telecommunications systems, computer, and pulse lasers system, hybrid electrical vehicles, etc. Supercapacitor has several advantages over batteries and conventional capacitors, there are longer lifetime, the principle and the simple model, short charging time, safe and has a high power density, that is 10-100 times greater. In this research, using nanocomposite TiO2/C, to obtain TiO2 nanomaterial conducted synthesis using TiCl3 precursor that synthesized using coprecipitation method. Titanium dioxide precursor that used, will affect the morphology of the TiO2 nanoparticel result, such as specific surface area, level of crystallinity, and the crystallite size of the products that will greatly affect the properties and performance of TiO2. While carbon has broad application especially in the making of high power energy storage application. Fabrication of pasta nanocomposite TiO2/C is conducted to produce a thin film that is superimposed onto the silver substrate. Separator is used as a separator between the electrodes to one another. From that supercapacitor, dielectric characteristics tested by LCR meter and morphology structure by using SEM EDAX. This research aimed to produce an energy storage system with many advantages and has high capacity and greater energy than regular capacitors and improve the characteristics of the material in accordance with the requirements and the process more efficient, and improve security because there is no corrosive materials and little toxic materials. As well as the variation of the ratio of the mass of the nanocomposite TiO2/C is able to produce high value of supercapacitor dielectrivity and resistive, and frequency range of 1 kHz - 200 kHz capable of producing dielectric constant exponentially with increasing measurement frequency. ABSTRAK Nur Fitriana, Vinda. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Superkapasitor Berbasis Nanokomposit TiO2/C. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dr. Markus Diantoro, M.Si. (II) Nasikhudin, S.Pd, M.Sc Kata Kunci: superkapasitor, kopresitasi, nanomaterial, TiO2/C, carbon, dielektrisitas. Superkapasitor sebagai alat penyimpan energi, telah digunakan secara luas pada bidang elektronik dan transportasi, seperti sistem telekomunikasi digital, komputer dan pulse laser system, hybrid electrical vehicles, dan sebagainya. Superkapasitor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu hidup yang lebih lama, prinsip dan modelnya yang sederhana, waktu pengisian yang pendek, aman dan memiliki rapat daya yang tinggi yaitu 10-100 kali lipat lebih besar. Pada penelitian ini, menggunakan nanokomposit TiO2/C, untuk memperoleh nanomaterial TiO2 di lakukan sintesis dengan menggunakan prekursor TiCl3 yang di sintesis dengan metode kopresitasi. Prekusor titanium dioksida yang digunakan akan mempengaruhi morfologi dari nanopartkel TiO2 yang dihasilkan seperti luas spesifik permukaan, tingkat kristalinitas, dan ukuran kristalit produk yang akan sangat berpengaruh terhadap sifat dan kinerja TiO2. Sedangkan carbon memiliki aplikasi luas khususnya pada aplikasi pembuatan penyimpanan energi listrik yang tinggi. Pembuatan pasta komposit TiO2/C dilakukan untuk menghasilkan film tipis yang dilapiskan ke substrat perak. Separator digunakan sebagai pemisah antara elektroda satu dengan yang lainnya. Dari superkapasitor tersebut, di uji karakteristik dielektriknya dengan LCR meter dan struktur morfologi dengan menggunakan SEM EDAX. Penelitian ini dimaksudkan mampu menghasilkan sebuah sistem penyimpanan energi dengan berbagai keunggulan dan mempunyai kapasitas tinggi dan energi yang lebih besar daripada kapasitor biasa dan mampu memperbaiki karakteristik bahan sesuai dengan persyaratan penggunaannya dan dengan proses yang lebih efisien, serta meningkatkan keamanan karena tidak ada bahan korosif dan lebih sedikit bahan yang beracun. Serta dari perbandingan variasi massa komposit TiO2/C mampu menghasilkan nilai dielektrisitas superkapasitor yang tinggi, dan rentang frekuensi antara 1 kHz-200 kHZ mampu menghasilkan dielektrisitas secara eksponensial seiring dengan bertambahnya frekuensi pengukuran. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi Superkapasitor Berbasis Nanokomposit TiO2/C. Keseluruhan bagian skripsi ini ditulis dalam lima bagian, yaitu Bab I mencakup latar belakang mengenai superkapasitor secara umum dan sifat serta aplikasinya, rumusan masalah, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, serta hipotesis. Bab II berisi kajian pustaka yang disampaikan dalam tiga belas subbab, diantaranya titanium dioksida (TiO2), carbon (C), komposit TiO2/C, perak, spin coating, superkapasitor, metode kopresitasi, teori dielektrisitas, jenis superkapasitor, pengaruh frekuensi terhadap dielektrisitas, pengaruh perbandingan komposisi massa TiO2/C, XRD, dan SEM. Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian mulai dari rancangan penelitian, alat dan bahan, variabel, teknik pengambilan data, dan teknis analisis data. Bab IV berisi mengenai hasil penelitian yang dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan dan ilmu yang sudah ada. Bab V berisi kesimpulan dan saran Selesainya penulisan skripsi ini jauh dari sempurna namun penulis terus melakukan upaya yang maksimal dalam menyusun skripsi ini. Upaya-upaya tersebut tak lepas dari dukungan semua pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Markus Diantoro, M.Si selaku dosen pembimbing I yang memberikan nasihat, evaluasi, pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis. Bapak Nasikhudin, S.Pd, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar memberikan evaluasi dan masukan demi kesempurnaan tulisan ini. Segenap Dosen Program Studi Fisika, Universitas Negeri Malang yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis. Berbagai dukungan, motivasi, doa, dan kasih sayang orang tua, keluarga besar yang memberikan semangat dan semua teman-teman tersayang serta pihak yang telah ikut andil dalam proses penyelesaian skripsi ini yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat dan penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan skripsi ini. Malang, Mei 2014 Penulis DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK.................................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................. iii DAFTAR ISI................................................................................................. v DAFTAR TABEL......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR.................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. x BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................. B. Rumusan Masalah............................................................. C. Manfaat Penelitian............................................................ D. Ruang Lingkup Penelitian................................................ E. Definisi Operasional......................................................... F. Hipotesis........................................................................... 1 4 4 5 6 6 KAJIAN PUSTAKA A. Titanium Dioksida (TiO2)............................................ B. Carbon (C)...................................................................... C. Komposit TiO2/C............................................................. D. Perak (Ag)....................................................................... E. Spin Coating................................................................ F. Superkapasitor.................................................................. G. Metode Kopresitasi......................................................... H. Teori Dielektrisitas........................................................ I. Jenis Superkapasitor...................................................... J. Pengaruh Frekuensi terhadap Dielektrisitas.................... K. Pengaruh Fraksi Komposisi Massa TiO2.......................... L. XRD (X-Ray Diffraction)................................................. M. SEM (Scanning Electron Microscopy)............................. 8 12 15 16 17 18 21 23 26 27 29 29 33 METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian........................................................ B. Waktu dan Tempat Penelitian........................................... C. Alat dan Bahan Penelitian................................................. D. Variabel Penelitian............................................................ 1. Variabel Bebas............................................................. 2. Variabel Terikat........................................................... 3. Variabel Kontrol.......................................................... E. Diagram Alir Penelitian................................................. 1. Sintesis Partikel Nanomaterial TiO2 dengan Metode Kopresitasi................................................................... 2. Preparasi Substrat Perak (Ag).................................. 3. Pembuatan Pasta Komposit TiO2/C.......................... 4. Pelapisan Substrat Perak (Ag).................................. v 41 42 42 44 44 44 44 45 47 47 48 48 F. G. BAB IV BAB V 5. Pengeringan Film Nanokomposit TiO2/C.................. 6. Karakterisasi Film Nanokomposit TiO2/C................ 7. Sandwiching............................................................. Teknik Pengambilan Data............................................ Teknik Analisis Data..................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pola Difraksi Nanomaterial TiO2 Hasil Karakterisasi XRD............................................................................... B. Pola Difraksi Film Tipis Nanokomposit TiO2/C............. C. Karakterisasi SEM EDX............................................... D. Pengaruh Frekuensi Pengukuran terhadap Kapasitansi Superkapasitor.................................................................. E. Kapasitansi Spesifik Superkapasitor ............................ PENUTUP A. Kesimpulan....................................................................... B. Saran................................................................................. 48 49 49 49 50 51 53 59 67 71 75 76 DAFTAR RUJUKAN.................................................................................. 77 vi DAFTAR TABEL Tabel 2.1 2.2 2.3 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 Halaman Perbedaan antara Struktur Kristal Anatase dan Rutile................... 10 Sifat Fisis Perak......................................................................... 17 Nilai Konstanta Dielektik Berbagai Bahan..................................... 23 Variasi Massa Komposisi TiO2/C pada Pembuatan Pasta.............. 48 Hasil EDX Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,5............................................................................................ 59 Hasil EDX Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,25.......................................................................................... 61 Hasil EDX Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,33........................................................................................... 62 Hasil EDX Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,66............................................................................................ 64 Hasil EDX Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,75............................................................................................ 65 Nilai Kapasitansi pada Variasi Fraksi Massa Komposisi TiO2/C dan Frekuensi Pengukuran............................................................. 67 Kapasitansi Spesifik Variasi Fraksi Massa TiO2 Pada Variasi Pengukuran............................................................................. 68 Tabel Massa Komposit TiO2/C pada Superkapasitor..................... 71 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet Film dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,5......................................... 71 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet Film dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,25........................................ 72 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet Film dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,33........................................... 72 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet Film dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,66............................................ 72 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet Film dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,75........................................ 73 vii DAFTAR GAMBAR 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 Halaman Bentuk Kisi Kristal TiO2.............................................................. 9 Kisi Kristal TiO2 ............................................................................ 10 Struktur Kristal Komposit............................................................... 15 Mekanisme Polarisasi Elektronik..................................................... 24 Mekanisme Polarisasi Ionik............................................................ 25 Mekanisme Polarisai Orientasi....................................................... 25 Mekanisme Polarisasi Muatan Ruang.............................................. 26 Difraksi Sinar X Pada Kisi Kristal.................................................. 30 Skema Alat Difraksi Sinar X (XRD)............................................... 32 Scanning Electron Microscopy (SEM)............................................. 34 Hasil Citra Mikroskop Cahaya dan Elektron................................... 35 Skema Pantulan Elektron yang Mengenai Benda............................ 36 Skema SEM................................................................................ 37 Sinyal untuk Menghasilkan Citra..................................................... 38 Perbandingan Gambar Sekunder dan Backscattered........................ 39 Mekanisme Pantulan Elektron Sekunder ........................................ 39 Mekanisme Pantulan Backscattered Elektron............................. 40 Diagram Alir Penelitian................................................................ 45 Diagram Alir Sintesis Pembentukan Nanomaterial TiO2.............. 46 Sistem Superkapasitor Simetrik..................................................... 49 Gambar Pola Difraksi Nanomaterial TiO2.................................... 51 Intensitas Puncak TiO2 dalam Origin............................................... 53 Pola Difraksi Nanokomposit dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C adalah 0,5.............................................................................. 54 Pola Difraksi Nanokomposit dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C adalah 0,25....................................................................... 55 Pola Difraksi Nanokomposit dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C adalah 0,33..................................................................... 55 Pola Difraksi Nanokomposit dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C adalah 0,66......................................................................... 56 Pola Difraksi Nanokomposit dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C adalah 0,75........................................................................ 56 Pola Difraksi antara TiO2, Carbon, dan Perak (Ag) serta Nanokomposit TiO2/C dengan Lima Variasi Fraksi Massa Komposisi TiO2/C....................................................................... 57 Morfologi Film Tipis Nanokomposit dengan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,5 dengan perbesaran 10 K............................................. 59 Presentase Kandungan Unsur dalam Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,5............................................................ 60 Morfologi Film Tipis Nanokomposit dengan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,25 dengan Perbesaran 10 K.............................................. 60 Presentase Kandungan Unsur dalam Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,25............................................. 61 Morfologi Film Tipis Nanokomposit dengan Fraksi Massa TiO2/C viii 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 adalah 0,33 dengan Perbesaran 10 K.............................................. Presentase Kandungan Unsur dalam Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,33............................................. Morfologi Film Tipis Nanokomposit dengan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,66 dengan Perbesaran 10 K............................................ Presentase Kandungan Unsur dalam Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,66............................................................. Morfologi Film Tipis Nanokomposit dengan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,75 dengan Perbesaran 10 K............................................... Presentase Kandungan Unsur dalam Film Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa 0,75............................................................... Grafik Hubungan antara Variasi Fraksi Massa Komposisi TiO2/C dengan Frekuensi Uji Dielektrik Superkapasitor........................... ix 62 63 63 64 65 66 68 DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Halaman Data Karakterisasi XRD TiO2.......................................................... 80 Data Karakterisasi XRD Film Tipis Nanokomposit TiO2/C............................................................................................... 82 Data Carbon dari Database AMS (American Mineralogi).............. 89 Data silver/ perak dari Database AMS (AMERICAN MINERALOGI)................................................................................ 90 Perhitungan Ukuran Butir TiO2 dari Hasil Karakterisasi XRD.................................................................................................. 91 Dokumentasi Kegiatan Penelitian..................................................... 92 Pernyataan Keaslian Tulisan............................................................. 100 Daftar Riwayat Hidup....................................................................... 101 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkapasitor sebagai alat penyimpan energi, telah digunakan secara luas pada bidang elektronik dan transportasi, seperti sistem telekomunikasi digital, komputer dan pulse laser system, hybrid electrical vehicles, dan sebagainya (Wang Gui Xin, 2004). Superkapasitor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu hidup yang lebih lama, prinsip dan modelnya yang sederhana, waktu pengisian yang pendek, aman dan memiliki rapat daya yang tinggi yaitu 10-100 kali lipat lebih besar (Kay Hyeok, 2001), (Karthikeyan, 2009), (Jayalakshmi, 2008), (Sahay, 2009). Selain itu, kebutuhan waktu yang singkat dalam pengisian ulang ini menyebabkan superkapasitor mempunyai potensi yang besar dibandingkan baterai (Conway, 1999). Hal ini disebabkan karena baterai harus mengubah energi listrik menjadi bentuk kimia agar energi ini dapat tersimpan (Hartman , 2011). Superkapasitor dapat menyimpan energi dengan berbagai keunggulan misalnya tidak memerlukan adanya proses maintenance, memiliki lifetime yang lama, memilki karakterisitik cepat dalam proses charge maupun discharge dan 1 2 dapat beroperasi secara efektif dalam beragam kondisi (panas, dingin, dan lembab) lingkungan. Superkapasitor memiliki banyak kelebihan dibanding dengan alat penyimpan energi yang lain seperti baterai. Dari sisi teknis, superkapasitor memiliki jumlah siklus yang relatif banyak (>100000 siklus), kerapatan energi yang tinggi, kemampuan menyimpan energi yang besar, prinsip yang sederhana dan konstruksi yang mudah (Kay Hyeok, 2001). Sedangkan dari sisi keramahan terhadap pengguna, superkapasitor meningkatkan keamanan karena tidak ada bahan korosif dan lebih sedikit bahan yang beracun (Karthikeyan, 2009). Bahan elektroda dasar yang digunakan untuk kapasitor adalah karbon aerogel, nanofoam, nanotube, karbon aktif, logam oksida, dan polimer konduktif (Karthikeyan, 2009). Diantara semua logam oksida, oksida Ru dan Ir menghasilkan kapasitansi spesifik yang sangat tinggi. Namun kelangkaan dan mahalnya logam ini menjadi faktor dalam pembuatannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan terobosan baru dalam pembuatan superkapasitor dengan bahan yang murah dengan performa yang sama (Ghani dkk, 2000). Trasisi logam oksida telah dipertimbangkan sebagai bahan yang menjanjikan untuk pembuatan superkapasitor (Evans, 2006), (Karthikeyan, 2009). Salah satu bahan yang memiliki peluang besar dalam pembuatan superkapasitor adalah nanomaterial TiO2 dan carbon (C). Nanokristal TiO2 memiliki sifat kestabilan yang tinggi, memiliki nilai kelistrikan yang rendah, dan tahan terhadap korosi. Sedangkan carbon (C) memiliki aplikasi luas khususnya pada aplikasi pembuatan penyimpanan energi listrik yang tinggi, karena dengan menggunakan karbon, maka jarak pemisah yang berorde nanometer akan jauh 3 lebih kecil dari pemisah yang selama ini dipakai. Jarak yang sangat kecil itu ditambah dengan permukaan yang sangat luas dari karbon, akan menghasilkan kemampuan kapasitas yang sangat besar dibandingkan dengan kapasitor yang saat ini ada (Kay Hyeok, 2001), (Holister, 2003), (Daenen, 2003). Superkapasitor berbasis TiO2/C dapat dikembangkan dengan perbandingan massa TiO2/C yang dilapiskan pada substrat konduktor untuk menghasilkan nilai kapasitansi spesifik superkapasitor yang lebih tinggi. Selain itu, pengaruh komposisi massa pada komposit terhadap sifat dielektrik, penting untuk diteliti sebagai upaya untuk meningkatkan performa superkapasitor. Pada pembuatan sistem superkapasitor digunakan separator, salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja separator dalam sel superkapasitor adalah ukuran ketebalan. Semakin tebal sebuah separator akan mempengaruhi lamanya ion saat melintasi separator. Separator yang digunakan adalah separator dari Etylen Glikol (EG). Metode pelapisan TiO2/ C pada substrat perak dilakukan dengan metode spin coating. Metode spin coating ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat menumbuhkan film tipis dielektrik dengan kualitas yang baik dan murah. Kualitas film tipis yang ditumbuhkan dengan metode ini sangat peka terhadap parameter fabrikasi yang digunakan. 4 B. Rumusan Masalah Permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh variasi massa komposisi TiO2/C, dengan fraksi massa TiO2/C yaitu 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0,75 terhadap dielektrisitas superkapasitor? 2. Bagaimana pengaruh frekuensi pengukuran yaitu antara 1 kHz-200 kHz terhadap dielektrisitas pada masing- masing variasi komposisi massa TiO2/ C? C. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Mengaplikasikan dan menghubungkan teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan pelaksanakan penelitian. b. Sebagai sarana sikap kritis untuk turut berperan serta dalam peningkatan perkembangan teknologi. c. Diharapkan mampu menghasilkan superkapasitor dengan kapasitansi tinggi, yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi lebih lanjut terutama sebagai bahan peralatan listrik. 2. Bagi KBK Fisika Material UM a. Meningkatkan ilmu fisika dalam bidang rekayasa material sehingga dapat mengikuti perkembangan teknologi dan dapat diaplikasikan sesuai dengan bidangnya. b. Menjadikan tolak ukur perkembangan KBK fisika material UM. 5 c. Menjadikan referensi untuk ditindak lanjut sebagai penelitian yang lebih optimal. 3. Bagi Perkembangan IPTEK a. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan untuk penelitian lebih lanjut b. Menjadi wacana dan referensi untuk penelitian selanjutnya sehingga menghasilkan penelitian yang intensif. D. Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian ini terfokus pada tujuan perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup, antara lain sebagai berikut. 1. Pembuatan komposit TiO2/C dengan perbandingan fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; 0,75 dibuat dengan viskositas yang sama, yaitu masing- masing komposit dibuat dengan massa total yang sama dan meneteskan pelarut polynil alkohol dengan jumlah tetesan yang sama. 2. Besar variasi pengukuran dilakukan pada rentang frekuensi 1 kHz-200 kHz pada suhu ruang. 3. Ketebalan separator superkapasitor dengan ketebalan yang sama yaitu 0,05 mm. 4. Penelitian difokuskan pada sifat dielektrik sampel pada perbandingan massa komposisi yang berbeda dan pada frekuensi pengukuran antara 1 kHz-200 kHz. 6 E. Definisi Operasional Definsi operasional pada penelitian ini adalah. 1. Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh untuk menjadi bahan yang baru. 2. Nanopartikel adalah material yang memiliki ukuran diameter kurang dari 100 nm. Dalam penelitian ini ukuran butir kristal diukur berdasarkan data XRD yang dianalisis dengan menggunakan fitting Gaussian dan dikalkulasi ukurannya dengan menggunakan persamaan Scherrer. 3. Komposit TiO2/C adalah campuran senyawa nanokristal TiO2 dan C dengan menggunakan pelarut polyvinil alkohol dan pencampuran dilakukan selama 15 jam. 4. Karakterisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakterisasi meliputi struktur kristal, fase kristal, ukuran butir, kapasitansi, pengaruh medan magnet. 5. Frekuensi pengukuran adalah variasi frekuensi yang digunakan pada pengukuran kapasitansi superkapasitor, yaitu pada rentang 1 kHz, 10 kHz, 100 kHz, dan 200 kHz. F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dari variasi massa komposisi TiO2/C diharapkan mampu menghasilkan nilai kapasitansi superkapasitor yang tinggi. 7 2. Pada rentang frekuensi 1 kHz-200 kHZ diharapkan mampu menghasilkan nilai kapasitansi secara eksponensial seiring dengan bertambahnya frekuensi pengukuran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Titanium Dioksida (TiO2) Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan brukit. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania pada fase anatase umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11nm, fasa brookite stabil pada ukuran 11-35 nm, dan fasa rutile stabil pada ukuran diatas 35 nm (Septina dkk, 2007). Nanopartikel TiO2 merupakan material semikonduktor tipe-n yang mempunyai ukuran partikel antara 10 sampai 50 nanometer. TiO2 berperan penting dalam pemanfaatan fotoenergi karena memiliki daya oksidatif dan stabilitas yang tinggi terhadap fotokorosi, murah, mudah didapat dan tidak beracun (Rahmawati, 2011). TiO2 mempunyai kemampuan untuk menyerap warna lebih banyak karena di dalamnya terdapat rongga dan ukurannya dalam nano, maka disebut nanoporous. Struktur TiO2 memiliki tiga bentuk struktur yaitu rutile, anatase dan brukit. Rutile dan anatase cukup stabil, sedangkan brukit sulit 8 9 ditemukan, biasanya terdapat dalam mineral dan sulit dimurnikan. Struktur anatase dan rutile dapat dilihat pada Gambar di bawah (Rahmawati, 2003). Gambar 2.1 Bentuk Kisi Kristal TiO2 Fasa Rutile (kanan), Fasa Anatase (kiri) Perbedaan keduanya antara anastase dan rutile terdapat pada distorsi oktahedral dan pola susunan rantai oktahedralnya. Masing-masing ion Ti4+ dikelilingi oleh enam ion O2-. Oktahedral pada struktur rutile mengalami sedikit distorsi ortorombik, sedangkan pada anatase distorsi ortorombiknya cukup besar. Jarak antara Ti-Ti anatase lebih besar pada anatase dibandingkan dengan rutile (3,79 dan 3,04 Å dengan 3,57 dan 3,96 Å) sedangkan jarak Ti-O anatase lebih kecil dibanding dengan rutile (1,934 dan 1,980 Å dengan 1,949 dan 1,980 Å). Setiap oktahedron pada struktur rutile dikelilingi oleh sepuluh oktahedron tetangga, sedangkan pada struktur anatase setiap oktahedron hanya dikelilingi delapan oktahedron tetangga. Distorsi ortorombik menyebabkan terjadinya perbedaan luasan aktif, anatase memiliki simetri geometris yang lebih mendukung untuk mengabsorbsi cahaya karena luasan aktifnya lebih besar daripada rutile. 10 Tabel 2.1 Perbedaan antara struktur kristal anatase dan rutile Faktor Perbedaan Sistem Kristal Parameter Kisi a (Å) c (Å) Vol (Å) Massa Jenis (g/cm3) Celah Energi (Eg) (eV) TiO2 Anastase Tetragonal TiO2 Rutile Tetragonal 3,7852 9,5139 136,25 3,8950 3,2 4,5933 2,9592 62,07 4,2743 3,0 Titanium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ti dan nomor atom 22 merupakan logam transisi yang ringan, kuat, tahan korosi (termasuk tahan terhadap air laut dan chlorine dengan warna putih metalik keperakan. Sedangakan TiO2 merupakan nanomaterial yang bersifat semikonduktor yang dapat menghantarkan listrik, sifat logam yang kuat, ringan dan memiliki kerapatan yang rendah. Keelektronegatifan atom Ti dan atom O dalam skala Pauling adalah 1,54 dan 3,44. Perbedaan keelktronegatifan antara kedua atom tersebut adalah 1,90. Dengan demikian senyawa TiO2 adalah senyawa ionik yang dibentuk dari ion-ion Ti4+ dan ion O2-. Kisi kristal rutil adalah trigonal primitif, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini: Gambar 2.2 Kisi kristal rutil (TiO2) 11 Warna merah adalah ion O2-, sedangkan warna hitam adalah ion Ti4+. Pada kisi kristal TiO2, setiap ion Ti4+ dikelilingi oleh 6 ion O2- dengan geometri oktahedral. Dan setiap ion O2- dikelilingi oleh 3 ion Ti4+ dengan geometri trigonal planar. Dengan demikian bilangan koordinasi ion Ti4+ adalah 6, sedangkan bilangan koordinasi ion O2- adalah 3. Spinel merupakan struktur kristal yang tersusun dari dua sub struktur, yaitu struktur tetrahedral (bagian A) dan struktur oktahedral (bagian B). Pada bagian tetrahedral, ion-ion logam berlokasi di pusat sebuah tetrahedron dengan sudutsudutnya ditempati oleh ion-ion oksigen: sedangkan pada bagian oktahedal, ionion logam berlokasi di pusat oktahedron dengan sudut-sudutnya ditempati oleh ion-ion oksigen. Struktur spinel dapat dibedakan menjadi spinel normal, spinel invers, dan spinel campuran atau mixed spinel. Spinel normal tebentuk apabila semua ion logam divalen menempati posisi A dan semua ion logam trivalen menempati posisi B. Spinel invers tebentuk apabila semua ion logam divalen menempati posisi B, sedangkan setengah ion-ion logam trivalen menempati posisi B dan setengah yang lain menempati posisi A. Spinel campuran merupakan spinel yang tidak mengikuti pola spinel normal dan spinel invers (Taufiq, 2008). Beberapa senyawa kristal dengan strukur kristal diantaranya TiO2, MgH2, ZnF2,SnO2, CoF2, MnF2, GeO2, PbO2, TaO2, MgF2, NiF2, IrO2, SiO2, dan WO2. Metode sintesis yang digunakan untuk memperoleh nanomaterial TiO2 bervariasi yaitu dengan sol-gel hidrolitik, sol-gel non hidrolitik, presipitasi solvotermal, dan emulsi. Berbagai faktor seperti konsentrasi larutan, waktu reaksi, 12 pH atau pencampuran larutan dapat mempengaruhi ukuran partikel, struktur kristal, dan morfologi partikel TiO2. Pada penelitian ini dilakukan sintesis untuk mendapatkan TiO2 (Titanium Dioksida) dari bahan dasar prekusor TiCl3 menggunakan metode kopresitasi. Prekusor titanium dioksida yang digunakan akan mempengaruhi morfologi dari nanopartkel TiO2 yang dihasilkan seperti luas spesifik permukaan, tingkat kristalinitas, dan ukuran kristalit produk yang akan sangat berpengaruh terhadap sifat dan kinerja TiO2 dalam aplikasi (Yong Nian, 2011). Keunggulan menggunakan metode kopresitasi yaitu metodenya sederhana dan telah berhasil dilakukan untuk mendapatkan material berukuran nanometer seperti Y2O3, MgO, dan Brucite. 2 TiCl3(aq) + 8NH3(aq) +2 HCl(aq) + 4 H2O(ℓ) 2 TiO2(aq) + 8NH3Cl(aq) + 17 H2(g) Dari persamaan reaksi diatas, dapat ditentukan berat atom (BA) dan berat molekul (BM) sehingga dapat dicari besar nilai molaritas dari TiO2 dan massa masingmasing sampel bahan. B. Carbon (C) Karbon merupakan unsur dengan nomor atom 6 dan berat atom sebesar 12,0107 g/mol. Karbon aktif mempunyai luas permukaan besar, dan mengandung pori yang mempunyai ukuran dari mikropori (kurang dari 2 nm dalam diameter) sampai makropori. Mikropori tidak mudah dibasahi elektrolit dan permukaan yang terlindung dalam mikropori tidak dimanfaatkan untuk menyimpan muatan. Selanjutnya, jika dalam situasi dimana mikropori dibasahi elektrolit, gerakan ion 13 dalam pori kecil ini terlalu lambat, sehingga stabilitasnya terlalu tinggi (Kinoshita, 1988). Jika pori terhubung secara acak,maka penyimpanan muatan dan kemampuan gerak ionnya terbatas. Salah satu sifat atom karbon yang menarik adalah kemampuan secara alamiah untuk melakukan ikatan dengan atom sesamanya membentuk rantai atau cincin karbon baik dengan ikatan tunggal maupun dengan ikatan rangkap. Masalah lain timbul dari resistansi kontak antara partikel powder karbon dan antara lapisan aktif dan plat pengumpul arus. Untuk memperbaiki resistansi antar butiran, maka partikel-partikel logam atau fiber ditambahkan terhadap powder karbon. Usaha-usaha telah dilakukan untukmenambahkan karbon aktif dengan butyl rubber (Ghani dkk, 2000), polimer (Brosseau dkk, 1997), dan glassy carbon (Sullivan, 2000) untuk membuat kontak permukaan menjadi lebih baik. Karbon aktif merupakan material amorf berkarbon yang memiliki luas permukaan yang besar yang dibangun oleh struktur pori internalnya melalui proses karbonisasi atau aktivasi. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar sekitar 500 m2/gram bahkan bisa mencapai 1500 m2/gram. Karbon aktif memiliki densitas yang berbeda-beda. Karbon aktif juga memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda terhadap tekanan atau geseran tertentu. Perbedaan densitas dan kekerasan karbon aktif sangat bergantung dari bahan baku dan cara pengaktivannya. Berdasarkan bentuknya, karbon aktif dibedakan empat golongan yaitu. 1. Karbon aktif serbuk (powdered activated carbon) berbentuk serbuk dengan ukuran partikel kurang dari 0.8 mm. 14 2. Karbon aktif granular (granular activated carbon), memiliki partikelpartikel yang tidak rata dengan ukuran 0,2-5,0 mm. 3. Karbon aktif pelet (pelleted activated carbon), berbentuk silinder dengan ukuran diameter 0,8-5,0 mm. Karbon aktif ini digunakan untuk aplikasi dalam fasa gas karena memilik kekuatan mekanis yang tinggi. 4. Karbon aktif terlapisi polimer (polimers coated carbon), adalah pori-pori karbon yang dapat dilapisi dengan biopolimer yang mungkin untuk menghasilkan permukaan yang halus dan permeabel tanapa menutupi pori. Berdasarkan pori-porinya, kabon aktif dapat dibedakan menjadi tiga jenis. 1. Makropori Bagian paling luar dari karbon aktif, dengan jari-jari lebih besar dari 25 nm dengan volum pori-pori 0,2-0,5 cm3.g-1 dan luas permukaan 0,2-2 mg-1. Makropori dan mesopori memberikan kapasitas adsorpsi karbon aktif dan keduanya terbentuk selama proses aktivasi. 2. Mesopori Memiliki jari-jari 1-25 nm dengan volum pori-pori mencapai 0,02-0,01 cm3.g-1 dengan luas permukaan 1-100 m2.g-1. Mesopori adalah cabang setelah makropori dan berfungsi sebagai saran transortasi. 3. Mikropori Pori-pori terkecil dengan jari-jari kurang dari 1 nm dengan volum pori 0,15- 0,5 cm3.g1 dan luas permukaan mencapai 100-1000 m2.g-1 15 C. Komposit TiO2/ C Material komposit terdiri dari kombinasi dua atau lebih material yang masing- masing komponen penyusun menunjukkan sifat masing- masing baik itu sifat kimia, maupun sifat fisika. Secara kimia bahan komposit tidak saling terikat, ikatan yang terbentuk antar bahan adalah ikatan antar muka (Corb, 2007). Pada struktur keramik biner, jumlah elemen lebih meningkatkan struktur alami menjadi lebih kompleks karena ukuran dan muatan setiap ion berbeda. Dengan kata lain, strukturnya dapat dilihat sebagai tiga dimensi. Contohnya seperti struktur kristal komposit yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dua struktur yang lebih kompleks adalah spinel dan perovskites. Contoh struktur kristal komposit. (a) struktur Antifluorite, Oktahedra yang tidak ditempati. (b) Struktur Perovskit (CaTiO3). Di setiap cuboctahedron adalah ion Ca. Cuboctahedron Ca dikelilingi oleh delapan titania oktahedral. Gambar 2.3 Struktur Kristal Komposit Sifat efektif dari suatu komposit dengan 2 fase yang berbeda dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 𝐾𝑒 = 𝐾1 𝜑1 + 𝐾2 𝜑2 dengan 𝐾𝑒 adalah sifat efektif komposit, 𝐾1 sifat fase 1, 𝐾2 sifat fase 2, 𝜑1 adalah fraksi massa fase 1 dan 𝜑2 adalah fraksi massa fase 2 (Corb, 2007). 16 Dari pernyataan diatas, maka sifat komposit TiO2/ C adalah gabungan dari sifat fisis maupun kimia dari nanopartikel TiO2 dan carbon (C). Pada komposit ini antara nanopartikel TiO2 dan C hanya terjadi ikatan antar muka dan tidak bersenyawa. Konduktivitas Carbon (C) yang tinggi bersifat menurunkan nilai resistansi superkapasitor, dengan resistivitas yang rendah akan berakibat pada tingginya rapat daya sesuai dengan persamaan (1) 𝑃𝑚𝑎𝑥 = 𝑉𝑖2 /4𝑅. Disamping itu, nanopartikel TiO2 dengan adanya logam oksida berfungsi untuk mempertinggi nilai kapasitansi superkapasitor melalui reaksi redoks pada permukaan elektroda di dalam superkapasitor dan menambah nilai dielektrisitas superkapasitor. Mengingat jumlah energi yang tersimpan dalam superkapasitor tergantung jumlah ion yang disimpan, maka keadaan oksidasi dalam struktur kristal TiO2 akan memiliki kontribusi dalam meningkatkan kapasitansi. D. Perak (Ag) Perak adalah suatu unsur kimia dalam tabel sistem periodik yang memiliki lambang Ag dan nomor atom 47. Lambangnya berasal dari bahasa Latin Argentum. Perak termasuk dalam logam transisi lunak, putih, mengkilap, dan memiliki konduktivitas listrik dan panas tinggi dan terdapat di mineral dan dalam bentuk bebas. Perak termasuk logam mulia yaitu logam yang tahan terhadap korosi maupun oksidasi. Contoh logam mulia adalah emas, perak dan platina. Logam mulia sangat sukar bereaksi dengan asam. 17 Tabel 2.2 Sifat fisis Perak (Van Vlack, 1964), (Shackelford, 2001). No 1 2 Sifat Fisika Besarnya Nomor atom 47 o Titik leleh ( C) 960,5 o 3 Titik didih ( C) 2210 4 Kerapatan (g/cm3) 10,49 5 Struktur Kristal Fcc 6 Jari- jari atom (Å) 1,44 7 Jari- jari ion (Å) (Coord. No=6) Konduktivitas termal (pada 300K) watt/cm. K Ekspansi termal (in/oF) Resistivitas listrik, (ohm.cm) pada 68oF 1,13 8 9 10 4,27 10x10-6 1,8x10-6 o 11 Modulus elastisitas rata- rata, (psi) pada 68 F 12 Konduktivitas listrik 11x106 85 2 13 Daya Hantar panas (watt/mm ) 4,41 14 o Muai linier (m/ C) 18 x10-6 15 Tahanan Listrik (ohm.m) 18 x10-9 16 Kapasitasi panas pada 25oC (cal . g-l . K–1) 0,0566 E. Spin Coating Spin coating dapat digunakan untuk menumbuhkan film tipis dielektrik dengan kualitas yang baik dan murah. Kualitas film tipis yang ditumbuhkan dengan metode ini sangat peka terhadap parameter fabrikasi yang digunakan, antara lain pelarut, substrat dan temperatur annealing. Bahan yang akan dibentuk lapisan dibuat dalam bentuk larutan (gel) kemudian diteteskan di atas suatu substrat yang disimpan di atas piringan yang dapat berputar, karena adanya gaya sentripetal ketika piringan berputar, maka bahan tersebut dapat tertarik ke pinggir substrat dan tersebar merata. Selain untuk penumbuhan bahan semikonduktor, teknik spin coating ini juga dapat digunakan untuk mendeposisi lapisan tipis bahan lainnya seperti bahan polimer maupun bahan keramik oksida. 18 Proses spin coating dibagi menjadi empat yaitu tahap deposisi, spin-up, spinoff, dan evaporasi. Tahap pertama di mulai dari diteteskan atau dialirkannya cairan pelapis berupa gel di atas substrat. Pada tahap deposisi substrat belum diputar. Kemudian pada tahap berikutnya substrat mulai diputar. Akibat gaya sentrifugal cairan menjadi tersebar secara radial keluar dari pusat putaran menuju tepi piringan. Pada tahap ini substrat mengalami percepatan. Sedangkan pada kedua tahap berikutnya laju putaran mulai konstan, artinya tidak ada percepatan sudut pada substrat. Pada tahap spin-off sebagian cairan yang berlebih akan menuju ke tepi substrat dan akhirnya terlepas dari substrat membentuk tetesantetesan. Semakin menipis lapisan yang terbentuk semakin berkurang tetesantetesan yang terbuang. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penambahan hambatan alir dan viskositas pada saat lapisan semakin tipis. Tahap terakhir, evaporasi, merupakan mekanisme utama dari proses penipisan lapisan. Ketebalan lapisan yang terbentuk ditentukan oleh dua parameter utama yaitu viskositas dan laju putaran (angular speed) disamping parameter-parameter lainnya seperti waktu dan kerapatan cairan. F. Superkapasitor Superkapasitor adalah kapasitor double layer, energi disimpan oleh transfer muatan pada batas antara elektroda dan elektrolit. Ketika komposit logam oksida dan karbon digunakan sebagai elektroda untuk superkapasitor, mekanisme penyimpanan termasuk kapasitansi lapisan ganda ( double layer capacitance) dan pseudocapacitance, sehingga menghasilkan kapasitansi yang lebih tinggi (Jayalakshmi, 2008). 19 Superkapasitor dapat menggantikan baterai berkaitan dengan sifatnya yang mampu bertahan lama meskipun diisi ulang berkali-kali serta mempunyai kemampuan mengisi ulang dengan cepat. Kebutuhan waktu yang singkat dalam pengisian ulang ini menyebabkan superkapasitor mempunyai potensi yang besar dibandingkan baterai. Hal ini disebabkan karena baterai harus mengubah energi listrik menjadi bentuk kimia agar energi ini dapat tersimpan (Hartman R, 2011). Superkapasitor memiliki sifat yang melengkapi kekurangan dari baterai dan kapasitor konvensional. Baterai memiliki rapat energi yang sangat tinggi, namun demikian memiliki rapat daya yang sangat rendah. Sedangkan kapasitor konvensional pada umumnya memiliki rapat daya yang sangat tinggi namun rapat energinya sangat rendah. Superkapasitor menghasilkan rapat daya yang tinggi serta rapat energi yang tinggi. Rapat daya berhubungan dengan “kekuatan” (jumlah wat) kombinasi dari arus dan volt, sedangkan rapat energi berhubungan dengan waktu pemakaian. Posisi superkapasitor, dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional. Kelebihan superkapasitor dibandingkan dengan baterai atau superkapasitor konvensional adalah. 1. Superkapasitor memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan baterai sehingga, menjadikan superkapasitor lebih ringan dibandingkan dengan baterai. 2. Superkapasitor memiliki akses yang cepat untuk menyimpan energi, pengisian yang sangat cepat dibandingkan dengan baterai. 3. Siklus charge/discharge 106 kali dibandingkan baterai. 20 4. Rapat energi superkapasitor adalah 10-100 kali lebih besar dibandingkan dengan kapasitor konvensional (tipe 20-70 MJ/m3). 5. Nilai kapasitansinya lebih dari 5 F/cm2. 6. Memiliki efisiensi yang tinggi yaitu 95%. Rapat daya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan baterai. 7. Waktu charge dan discharge sangat singkat. 8. Nilai kapasitansinya berkisar antara 0.043-2700 F. (Jayalakshmi, 2008), (Sahay, 2009), (Evans, 2006), (Chmiola, 2005) (Ganesh, 2006). Divais superkapasitor terdiri dari bagian elektroda, separator, elektrolit dan pengumpul muatan (current collector). Separator yang digunakan dalam superkapasitor ini adalah Etilen (etena H2C=H2) dengan berat molekul 28,0536 merupakan senyawa hidrokarbon olefinik yang paling ringan, cairan tidak berwarna, gas yang mudah terbakar, berbau manis. Senyawa ini terdapat dalam gas alam, minyak bumi kotor, atau deposit bahan bakar fosil lainnya. Namun etilen dapat juga diperoleh dalam jumlah besar dari berbagai proses thermal dan katalitik suhu tinggi dengan fraksi-fraksi gas alam dan minyak bumi sebagai bahan bakunya. Etilen glikol atau yang disebut Monoetilen Glycol, dihasilkan dari reaksi etilen oksida dengan air. Kerja divais superkapasitor yang ditunjukkan oleh rapat daya maupun rapat energi yang besar bergantung pada sifat-sifat elektroda dan elektrolitnya. Salah satu material yang memberikan kerja yang tinggi untuk divais superkapasitor adalah material carbons (C). Material C mempunyai sifat konduktivitas listrik tinggi, luas permukaan dan porositas besar, mempunyai aksesbilitas yang tinggi 21 dengan elektrolit dan stabil jika ingin dikembangkan untuk superkapasitor berkinerja tinggi. Ada dua jenis elektrokimia kapasitor yakni kapasitor lapisan ganda listrik (EDLC) dengan menggunakan elektroda karbon dan pseudocapacitors yang menggunakan metaloxide atau dengan penambahan polimer elektroda (Vikram, 2009). Tiga katagori utama bahan elektroda digunakan dalam EDLC yaitu karbon, polimer dan oksida logam (Sulivan dkk, 2000). Untuk oksida logamseperti CuO2 mempunyai kapasitans lebih besar dari 700 F/g (Yoon, 2000) tetapi bahan ini terlalu mahal. Polimer juga adalah sebagai bahan elektroda untuk EDLC (Gottesfeld dkk, 1995), tetapi dalam polimer, gerakan ion dalam pori agak lambat dan stabilitasnya berubah-ubah. Karbon dengan luas permukaan tinggi adalah bahan elektroda EDLC tidak mahal dengan kapasitans di atas 100 F/g (Baertschi, dkk 2004). Oleh karena itu, banyak kapasitor yang tersedia sekarang dari bahanbahan karbon yang digunakan untuk elektroda Logam oksida seperti ruthenium dioksida memiliki perilaku pseudocapacitance melalui pasangan transfer protonelektron di dalam larutan sesuai dengan persamaan berikut. 𝑅𝑢𝑂2 + 𝛿𝐻 + + 𝛿𝑒 − ↔ 𝑅𝑢𝑂2−𝛿 (𝑂𝐻)𝛿 (Rochefort, 2006) G. Metode Kopresitasi Metode kopresitasi merupakan bagian dari metode reaksi kimia basah, yang merupakan pengembangan dari metode presipitasi. Pada metode presipitasi, masing-masing material dasar diendapkan dengan suatu reaktan. Hasil pengendapan tersebut kemudian digabungkan untuk pembentukan senyawa yang diharapkan, secara stoikiometris. Pada metode kopresitasi, material-material dasar 22 diendapkan bersama secara stoikiometris dengan reaktan tertentu. Setelah endapan terbentuk, untuk meningkatkan kemurniannya makaendapan di saring, dilarutkan dan di endapkan berulang-ulang. Akibatnya ion pengotor yang muncul dalam konsentrasi yang kecil. Pada suhu tertentu, kelarutan zat dalam pelarut akan melewati massa larutan lewat jenuh dimana konsentrasi zat terlarut lebih besar dibandingkan keadaan kesetimbangan sistem yang akan menghasilkan pembentukan inti kristal. Agar kesetimbangan sistem tetap terkendali, maka harus diperhatikan keadaan optinum untuk pengendapan antara lain. 1. Pengendapan harus dilakukan dalam larutan encer yang bertujuan untuk memperkecil kesalahan akibat kopresitasi. 2. Pereaksi dicampurkan perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan yang tetap, yang berguna untuk pertumbuhan kristal yang teratur. Untuk kesempurnaan reaksi, pereaksi harus berlebih serta urutan pencampuran harus teratur. 3. Pengendapan harus dilakukan pada larutan panas sebab kelarutan akan meningkat dengan bertambahnya suhu. 4. Endapan kristal yang terbentuk dalam waktu yang lama. 5. Endapan harus dicuci dengan larutan yang encer dan berulang-ulang agar pengotor hilang. Kopresitasi secara efisien dapat mengontrol morfologi dan komposisi bahan kimia bahan (Gaickwad dkk, 2005). Serangkaian penelitian telah dilakukan dengan metode kopresitasi ini, diantaranya sintesis superkonduktor YBCO 123 yang dilakukan (Purwamargapratal dkk, 2010) dengan garam-garam nitrat 23 pembentuk superkonduktornya diatur tingkat keasamannya dengan amonia, serta perlakuan pirolisis, kalsinasi, dan sintering. Hasilnya terbentuk superkonduktor YBCO yang ditandai dengan adanya pengujian efek meissner. H. Teori Dielektrisitas Bahan dielektrik adalah bahan yang tidak memiliki muatan bebas (isolator) atau semua partikel bermuatannya terikat kuat pada molekul penyusunnya (Van Vlack, 1964). Sedangakan Dielektrisitas adalah tingkatan suatu bahan dielektrik apabila terpolarisasi oleh medan listrik. Dielektrisitas suatu bahan akan meningkat jika jarak antar atom semakin kecil dan volume kristal menjadi lebih kecil sehingga ikatannya akan semakin kuat dan elektron semakin tidak mudah terlepas dari inti. Sifat dielektris terdapat pada bahan non sentrosimetri yaitu bahan yang memiliki momen simetrinya > 0. Permitivitas relatif suatu dielektrik atau disebut juga konstanta dielektrik K didefinisikan sebagai ukuran dari kemampuan material untuk menyimpan muatan. 𝐶 𝜀𝐴/𝑑 𝑘=𝐶 =𝜀 0 0 𝐴/𝑑 𝜀 =𝜀 0 (1) dengan A adalah luas permukaan (m2) dan d adalah jarak antar pelat (m). Jika suatu bahan disisipkan diantara plat sejajar, kapasitansi menjadi bertambah. Nilai konstanta dielektrik untuk beberapa bahan dielektrik disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Nilai konstanta dielektik berbagai bahan NONo Jenis bahan dielektrik Konstanta dielektrik (𝜺) 1 Kertas 1,2 – 2,6 2 Paraffin 1,9 – 2,4 3 Polyethylene 2,2 – 2,4 24 4 Polystyrene 2,5 – 2,7 5 Polypropylene 2,20 – 2,7 6 Polyethylene Tetraphtharate 3,1 – 3,2 7 Air 80 8 Sulfur 2 – 4,2 9 Steatite porcelain 6–7 10 Al porcelain 8 – 10 11 Mica 5–7 12 Insulated Mineral Oil 2,2 – 2,4 Sumber Polarisasi dapat berasal dari polarisasi elektronik, polarisasi ionik, orientasi dan muatan ruang (space charge). a) Polarisasi Elektronik Polarisasi elektronik terjadi pada semua jenis dielektrik. Polarisasi ini terjadi karena pergeseran awan elektron pada atom atau molekul karena adanya medan listrik. Pusat muatan listrik positif dan negatif yang semula berhimpit menjadi terpisah sehingga terbentuk dipol. Pemisahan titik pusat muatan ini berlangsung sampai terjadi keseimbangan dengan medan listrik yang menyebabkannya. Dipol yang terbentuk merupakan dipol tidak permanen artinya dipol terbentuk selama ada pengaruh medan listrik saja. Jika medan listrik dihilangkan maka titik pusat muatan kembali berimpit lagi (Newham, 2005). Gambar 2.4 Mekanisme polarisasi elektronik (Newham, 2005) 25 b) Polarisasi Ionik Polarisasi Ionik hanya teramati pada material dengan ikatan ion. Polarisasi terjadi karena pergeseran ion-ion yang berlawanan tanda karena pengaruh medan listrik. Dipol yang terbentuk dalam polarisasi ionik merupakan dipol tidak permanen. Polarisasi ionik terjadi lebih lambat dari polarisasi elektronik. Apabila diberikan medan searah, diperlukan waktu lebih lama untuk mencapai keadaan seimbang. Demikian pula jika medan dihilangkan posisi ion akan kembali pada posisi semula dalam waktu lebih lama dari polarisasi elektronik. Gambar 2.5 Mekanisme polarisasi ionik (Newham, 2005) c) Polarisasi Orientasi Polarisasi ini terjadi pada material yang memiliki molekul asimetris yang membentuk momen dipole permanen. Dipole-dipole permanen ini akan cenderung mengarahkan diri sejajar dengan medan listrik; namun tidak semua dipole akan sejajar dengan arah medan. Gambar 2.7 Mekanisme polarisasi orientasional [27] Gambar 2.6 Mekanisme polarisasi orientasi (Newham, 2005) 26 d) Polarisasi Muatan Ruang Polarisasi muatan ruang terjadi karena pemisahan muatan-muatan ruang, yang merupakan muatan-muatan bebas dalam ruang dielektrik. Dengan proses ini terjadi pengumpulan muatan sejenis di dua sisi dielektrik. Polarisasi ini berlangsung lebih lambat lagi dan pada waktu medan listrik dihilangkan muatan ruang dapat menempati posisi yang baru, tidak seluruhnya kembali pada posisi awal. Gambar 2.7 Mekanisme polarisasi muatan ruang (Newham, 2005) I. Jenis Kapasitor Berdasarkan Bahan Dielektriknya Terbagi menjadi 3, yaitu: a) Kapasitor Elektrosatik Kapasitor elektrostatik adalah kelompok kapasitor yang dibuat dengan bahan dielektrik dari keramik, film dan mika. Keramik dan mika tersedia dari besaran pF sampai beberapa µF, yang biasanya untuk aplikasi rangkaian yang berhubungan dengan frekuensi tinggi. Yang termasuk kelompok bahan dielektrik film adalah bahan-bahan material seperti polyester (polyethylene terephthalate atau dikenal dengan sebutan mylar), polystyrene, polyprophylene, polycarbonate, metalized paper dan lainnya. Umumnya kapasitor jenis ini adalah kapasitor non-polar. 27 b) Kapasitor Elektrolit Kelompok kapasitor elektrolit terdiri dari kapasitor-kapasitor yang bahan dielektriknya adalah lapisan metal-oksida. Umumnya kapasitor yang termasuk kelompok ini adalah kapasitor polar dengan tanda + dan –. Kapasitor ini memiliki polaritas karena proses pembuatannya menggunakan elektrolisa sehingga terbentuk kutub positif anoda dan kutub negatif katoda. c) Kapasitor Elektrokimia Salah satu jenis kapasitor lain adalah kapasitor elektrokimia. Yang termasuk kapasitor jenis ini adalah battery dan accu. Pada kenyataannya battery dan accu adalah kapasitor yang sangat baik, karena memiliki kapasitansi yang besar dan arus bocor (leakage current) yang sangat kecil. J. Pengaruh Frekuensi Terhadap Dielektrisitas Ditinjau dari frekuensi pengukurannya, yaitu pada rentang 1 kHz-200 kHZ. Pada mekanisme ini nilai dielektrisitas bagian real dan imaginer menurun secara eksponensial seiring dengan bertambahnya frekuensi pengukuran (Rahman, 2006). Pada frekuensi rendah, maka elektron dapat berosilasi mengikuti medan aplikasi dan mekanisme polarisasi dapat mengikuti medan aplikasi. Namun pada frekuensi tinggi, osilasi elektron tidak dapat mengikuti fluktuasi medan aplikasi dan menyebabkan mekanisme polarisasi tidak dapat mengikuti medan aplikasi. Pada frekuensi tinggi, dielektrisitas dihasilkan dari butir (grain) yang memiliki nilai dielektrisitas yang kecil (Mansour, 2005). 28 Menurut Debye hubungan antara frekuensi dan konstanta dielektrik dinyatakan sebagai berikut. 𝜀 ∗ = 𝜀∞ + 𝜀 ∗ = 𝜀∞ + 𝜀 ∗ = 𝜀∞ + 𝜀0 − 𝜀∞ 1 + 𝑖𝜔𝜏 𝜀0 − 𝜀∞ 1 − 𝑖𝜔𝜏 𝑥 1 + 𝑖𝜔𝜏 1 − 𝑖𝜔𝜏 (𝜀 0 −𝜀 ∞ )−(𝜀 0 −𝜀 ∞ )𝑖𝜔𝜏 1+𝜔 2 𝜏 2 Sedangkan 𝜀 ∗ = 𝜀 , + 𝑖𝜀 ′′ 𝜀 ∗= permitifitas kompleks, 𝜀0 = konstanta dielektrik pada frekuensi rendah, 𝜀∞ = konstanta dielektrik pada frekuensi tinggi, 𝜔= 2𝜋𝑓 = frekuensi anguler, 𝜏= waktu relaksasi, 𝜀 , = permitivitas bagian real, 𝜀 ′′ = permitivitas bagian imaginer. Dari persamaan permitifitas kompleks tersebut jika dipisahkan bagian real dan imaginernya maka menjadi 𝜀 −𝜀 0 ∞ 𝜀 , = 𝜀∞ + 1+𝜔 2 𝜏2 dan 𝜀 ′′ = 𝜀 0 −𝜀 ∞ 1+𝜔 2 𝜏 2 (2) 𝑖𝜔𝜏 (3) Nilai maksimum dari 𝜀 , dan 𝜀 ′′ adalah 𝜀, = 𝜀 ′′ = 𝜀 0 +𝜀 ∞ 𝜀 0 −𝜀 ∞ 2 2 (4) (5) Persamaan yang menyatakan hubungan konstanta dielektrik dengan frekuensi diatas, hanya tepat jika diasumsikan hanya memiliki satu macam mekanisme relaksasi (efek Maxwell Wagner). (O’Dwyer, 1952), (Vikram, 2009), (Ratnasari dkk, 2009). 29 K. Pengaruh Komposisi Massa TiO2/C Terhadap Nilai Dielektriktrisitas Dielektrisitas adalah kemampuan suatu material untuk menyimpan muatan listrik (Vlanck, 2009). Nanopartikel TiO2 memiliki sifat semikonduktor pada suhu ruang dan memiliki resisitivitas tinggi. Maka dapat diprediksi dengan semakin tinggi jumlah material TiO2 dalam komposit maka akan semakin tinggi nilai dielektrisitas superkapasitor. L. XRD (X-Ray Diffraction) Sinar-X adalah suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ=0,1 nm) yang lebih pendek dibandingkan gelombang cahaya tampak (λ= 400800 nm). Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Karena asalnya tidak diketahui saat itu maka disebut sinar-X. Sinar-X digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada material maupun manusia. Disamping itu, sinar-X dapat juga digunakan untuk menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif material (Ratnasari dkk, 2009). Ketika suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar monokromatik yang jatuh pada sebuah kristal akan dihamburkan ke segala arah, namun karena keteraturan letak atom-atom penyusunnya, maka pada arah tertentu gelombang hambur tersebut akan berinterferensi konstruktif sedangkan yang lain akan berinterferensi destruktif (Vlanck, 2004). Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Gambar 2.8 menjelaskan pengertian tersebut. 30 Gambar 2.8 Difraksi Sinar-X pada Kisi Kristal (Troitzsch, 2007) Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Difraksi sinar X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai di dalam sampel. Karena itu sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan (Ewing, 1960). Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka dibuatlah berbagai jenis alat yang memanfaatkan prinsip dari Hukum Bragg ini. XRD atau X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang memanfaatkan prinsip tersebut dengan menggunakan metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Dasar dari prinsip pendifraksian sinar-X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. 31 Ketika seberkas sinar-X menumbuk pada bahan, hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif bila terpenuhi persamaan Bragg. n λ= 2 dhkl sin dengan n = 1,2,3 (6) λ = panjang gelombang sinar x, dhkl= jarak antar atom bidang Bragg, Ө= sudut difraksi. Secara umum persamaan jarak bidang dapat ditulis sebagai berikut. dhkl= V (h2b2c2+ k2a2c2 sin2 ß + l2a2b2sin2 γ + 2hl ab2c (cos a cos γ – cos ß) + 2hk abc2 (cos a cos ß – cos γ) + 2kl (cos ß cos γ – cos a))-1/2 (7) Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Setiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS (Ratnasari dkk, 2009). Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut, XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar-X. Sinar-X dihasilkan di tabung sinar-X yang berisi katoda memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat 32 energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar-X. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar-X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar-X dan mengolahnya dalam bentuk grafik. Skema alat difraktometer sinar-X ditunjukkan pada Gambar 2.9 dengan panjang gelombang sinar-X sekitar 1,540 Å dan target anoda terbuat dari bahan tembaga (Cu) (Troitzsch, 2007). Gambar 2.9 Skema Alat Difraksi Sinar-X (Troitzsch, 2007) Beberapa pemakaian difraksi serbuk sinar-X (Vlanck, 2004) antara lain digunakan sebagai (1) pembeda antara bahan kristalin dan amorf, (2) penentuan struktur kristal bahan, (3) penentuan distribusi elektron dalam atom, dan seluruh sel satuan, (4) penentuan orientasi kristal tunggal, (5) penentuan tekstur bahan dalam berbutir majemuk polygrain, (6) identifikasi fase kristalin, (7) pengukuran batas daya larut, dan penentuan diagram diagram fase, (8) penentuan strain dan ukuran butir kecil (9) pengukuran berbagai keacakan, keteraturan dan cacat kristal. Metode karakterisasi XRD dalam bentuk serbuk merupakan suatu metode 33 yang sering digunakan karena yang paling banyak tersedia peralatannya. Analisis struktur dari data XRD diawali dengan penentuan model struktur kisi yang bersesuaian, yang dilanjutkan dengan melakukan fitting yang disebut dengan proses refinement. Banyak software program yang tersedia untuk proses tersebut seperti GSAS, Rietica, RIETAN, Powder Cell For Windows (PCW) dan Fullprof. Dengan sofware ini akan diperoleh informasi yang dibutuhkan, seperti parameter kisi kristal atomik, posisi dan jarak atomik serta fraksinya. M. SEM (Scanning Electron Microscopy) SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah peralatan untuk menguji atau melihat struktur permukaan sampel dengan perbesaran sampai dengan 1.000.000 x. Peralatan ini memiliki 2 modus operasional, Low Vacum (untuk sampel nonkonduktif) dan High Vacum (untuk sampel konduktif). Alat ini dilengkapi EDAX yaitu alat yang dapat digunakan untuk menguji kandungan unsur pada bahan yang dilihat struktur permukaannya. Kandungan unsur yang dapat diuji mulai dari Berilium s/d Uranium. Sebaran unsur didalam bahan juga dapat dideteksi berupa surface area, line dan mapping. 34 Gambar 2.10 Scanning Electron Microscopy (SEM) Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi. Permukaan benda yang dikenai berkas elektron akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah dimana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberikan informasi profil permukaan benda seperti seberapa landai dan kemana arah kemiringan. Ketika dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area pengamatan. Lokasi pengamatan dapat dibatasi dengan melakukan zoom-in atau zoom-out. Berdasarkan arah pantulan berkas pada berbagai titik pengamatan maka profil permukaan benda dapat dibangun menggunakan program pengolahan citra yang tersedia dalam komputer. 35 SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Panjang gelombang de Broglie adalah. λ= ℎ 𝑝 (8) dengan һ adalah konstanta Planck dan adalah p momentum elektron. Momentum elektron dapat ditentukan dari energi kinetik melalui hubungan. K= 𝑝2 2𝑚 (9) dengan m adalah massa elektron. Citra perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan elektron ditunjukkan Gambar 2.11 Gambar 2.11 Hasil Citra Mikroskop Cahaya dan Mikroskop Elektron Dalam SEM, berkas elektron keluar dari filamen panas lalu dipercepat pada potensial tinggi V. Akibat percepatan tersebut, elektron memiliki energi kinetik. K= e V (10) 36 Dengan menggunakan persamaan (9) dan (10). Didapatkan momentum elektron sebagai berikut. p= 2 𝑚𝑒𝑣 (11) Dengan demikian panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron adalah. (12) Umumnya tegangan yang digunakan pada SEM adalah puluhan kiloVolt. Sebagai contoh, misalkan SEM dioperasikan pada tegangan 20 kV maka panjang gelombang de Broglie elektron adalah sekitar 9x10-12 m (Abdullah, 2009). Dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini. Gambar 2.12 Skema Pantulan Elektron yang Mengenai Benda 37 Sebuah sistem mikroskop elektron (SEM) memiliki beberapa peralatan utama antara lain. 1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron misal tungsten. 2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet. 3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udara, elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting. Gambar 2.13 Skema SEM Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X 38 sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyalsinyal tersebut dijelaskan pada Gambar 2.14. Gambar 2.14 Sinyal Untuk Menghasilkan Citra Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah sebagai berikut. Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Contoh perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan pada Gambar 2.15. 39 Gambar 2.15 Perbandingan Gambar Pantulan Sekunder dan Backscattered Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan dengan Gambar 2.16. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar. Gambar 2.16 Mekanisme Pantulan Elektron Sekunder Sedangkan mekanisme kontras dari backscattered elektron dijelaskan dengan Gambar 2.17 yang secara prinsip atom – atom dengan densitas atau berat molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak 40 lebih cerah dari atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk membedakan jenis atom. Gambar 2.17 Mekanisme Pantulan Backscattered Electron Citra SEM digunakan untuk topografi yakni menganalisa permukaan dan tekstur (kekerasan, reflektifitas, dsb) dan morfologi yakni menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel. BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini tahapan awalnya dilakukan dengan pembuatan sampel nanokomposit TiO2/C. Pada pembuatan sampel tersebut massa yang digunakan divariasi dengan fraksi komposisi massa TiO2/C 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0,75. Selanjutnya untuk pelapisan komposit pada substrat perak menggunakan metode spin coating sehingga terbentuk film tipis, film tipis yang dihasilkan dilakukan uji karakterisasi dielektriknya menggunakan LCR meter pada suhu ruang. Sampel dilakukan uji perbandingan untuk menghasilkan frekuensi yang akan digunakan yaitu dengan cara membandingkan besar dielektrisitas masing-masing konsentrasi sehingga frekuensi yang digunakan adalah frekuensi terendah 1 kHz. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pengukuran terhadap besar dielektrik, masing- masing sampel diukur kapasitansinya dengan rentang antara 1 kHz – 200 kHz. Dielektrisitas yang dihasilkan diperoleh dengan cara mengukur kapasitansi sampel, dan selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan Microsoft Excel dan Origin. Sedangkan untuk karakterisasi hasil pengujian XRD dan SEM EDAX menggunakan Fullproff, PCW, dan Origin. 41 42 B. Waktu dan Tempat Penelitian Proses dari penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Fisika KBK Material Universitas Negeri Malang. Sedangkan, karakterisasi XRD dilakukan di Laboratorium Metalurgi FTI Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. SEM-EDAX dan LCR dilakukan di Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri Malang. Pelaksanan penelitian ini berlangsung pada bulan Februari-April. C. Alat dan Bahan Bahan Penelitian Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Substrat Perak (Ag) berukuran 1 x1 cm2 2. Serbuk TiO2 yang dihasilkan dari sintesis TiCl3 dengan metode kopresitasi. 3. Serbuk Carbon aktif 200 mesh 4. Polyvinil Alkohol 5. KOH 6 M Merck 6. NH3 7. HCl 8. Aquades Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan untuk preparasi sampel adalah sebagai berikut. 1. Pipet 2. Pinset stainlees steel 3. Beaker glass 250 ml dan 500 ml 43 4. Spatula stainlees stell 5. Crucible20 ml 6. Magnetic stirrer 7. Timbangan digital sartorius dengan ketelitian 0.0001 gram 8. Furnace Thermolyne 48000 deviasi 1oC, fusi electric 9. Ultrasonic cleaner, Power sonic 405 10. Spin Coating Peralatan Karakterisasi bahan Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi bahan adalah sebagai berikut. a. LCR meter Motech MT 4090 b. Kapasitansimeter c. Teslameter d. Power Suplay e. Kumparan Perangkat Lunak untuk Analisis Data Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data hasil penelitian adalah sebagai berikut. a. Microsoft Excel untuk perhitungan dan dielektriksitas. b. Microsoft Origin untuk penampilan semua grafik hasil analisis data dan untuk perhitungan ukuran butir. c. PCW untuk karakterisasi fase komposit. d. Fullprof untuk karakterisasi posisi komposisi dari komposit. 44 D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah. a. Variasi fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0,75. b. Besar frekuensi pengukuran untuk masing- masing sampel yaitu antara 1kHz200 kHz. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai dielektrisitas untuk masingmasing variasi massa komposisi TiO2/C dan untuk variasi frekuensi pengukuran. 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Kekentalan komposit TiO2/C, dengan cara pembuatan komposit dilakukan dengan massa total TiO2/C dan tetesan pelarut (Polyvinil Alkohol) sama untuk setiap variasi. b. Lama pengadukan komposit, yaitu selama 15 jam. c. Suhu pencampuran komposit, yaitu pada suhu ruang. d. Separator dibuat dengan ketebalan yang sama. e. Suhu pengukuran dilakukan pada suhu ruang. 45 E. Prosedur Penelitian Pembuatan serbuk TiO2 Mensintesis TiCl3 dengan metode kopresitasi menggunakan pelarut NH3 Pencampuran prekursor TiCl3 dan NH3 Uji XRD Preparasi Substrat Perak Mensterilkan substrat perak Ag 1x1 cm2 Dengan ultrasonic cleaning bath Menimbang substrat perak sebelum dilapisi Pembuatan Pasta Komposit Penimbangan serbuk TiO2 dan Carbon Pencampuran serbuk TiO2 dan Carbon kemudian meneteskan larutan polyvinil alkohol (2,5 ml) Diaduk hingga tercampur rata selama 15 jam Pelapisan Substrat Perak (Ag) Permukaan substrat perak Ag dilapisi dengan komposit TiO2 / C dengan cara spin coating Pengeringan Sampel yang sudah dikering, kemudian ditimbang untuk mengetahui massa komposit pada film. Sandwiching Substrat yang terbentuk di sandwiching dengan memberi separator Karakterisasi Dielektrik pada frekuensi 1 kHz-200 kHz dan kapasitansi Uji XRD Uji SEM EDAX 46 Sintesis Pembentukan Nanomaterial TiO2 Melarutkan TiCl3+HCl+Aquades di stirer selama 5 menit Menambahkan HCl dan melarutkannya selama 5 menit Meneteskan NH3 selama proses pelarutan Larutan yang terbentuk di diamkan selama 24 jam Endapan disaring dan dicuci dengan aquades Endapan TiO2 di annealing pada suhu 1000 ̊ selama 7 jam Serbuk TiO2 dikarakterisasi dengan uji XRD Gambar 3.2 Diagram alir sintesis pembentukan nanomaterial TiO 2 47 1. Sintesis Partikel Nanomaterial TiO2 dengan Metode Kopresitasi Persamaan reaksi kimianya adalah sebagai berikut: 2 TiCl3(aq) + 8NH3(aq)+2 HCl(aq) + 4H2O(ℓ) 2 TiO2(aq)+ 8 NH3Cl(aq) +17 H2(g) Tahapan awal adalah dengan melarutkan 10 ml TiCl3, 0,3 ml HCl, dan 4,7 ml aquades di stirer dengan kecepatan stabil selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan penambahan 30 ml HCl 32 %. Selama proses pengadukan, dilakukan pula penetesan 180 ml NH3 dengan tujuan agar terjadi pengendapan sampai berwarna ungu violet dan kemudian berubah berwarna putih. Hasil yang didapat, didiamkan selama 24 jam. Endapan yang telah terbentuk selama 24 jam, disaring menggunakan kertas saring dan dicuci menggunakan aquades sampai lima kali. Setelah pencucian didapatkan endapan lembut yang berwarna putih. Endapan yang sudah selesai disaring di annealing pada suhu sekitar 1000 °C selama penahanan kurang lebih 7 jam. 2. Preparasi Substrat Perak Substrat perak (Ag) ukuran 1x1cm2 dibersihkan menggunakan ultarasonic cleaning bath selama 15 menit dengan menggunakan aceton. Perak yang sudah di sterilkan, dipanaskan dalam furnace pada suhu 70oC selama 1 jam untuk menghilangkan aceton. 48 3. Pembuatan Pasta Komposit Pembuatan pasta komposit TiO2/C dilakukan dengan viskositas yang sama, hal ini dilakukan dengan pembuatan massa total TiO2/C dengan jumlah yang sama, dan tetesan pelarut yaitu polyvinil alkohol dilakukan dengan jumlah yang sama pula. Pencampuran komposit dilakukan dengan pengadukan selama 15 jam pada magnetik stirer. Tabel 3.1 Variasi massa komposisi TiO2/C pada pembuatan pasta No Fraksi massa TiO2 MassaTiO2 (gram) Massa Carbon (gram) Massa Total (gram) Jumlah tetesan polyvinil alkohol (ml) 1 0,5 0,09 0,09 0,18 2,5 2 0,25 0,045 0,135 0,18 2,5 4 0,33 0,06 0,12 0,18 2,5 5 0,66 0,12 0,06 0,18 2,5 6 0,75 0,135 0,045 0,18 2,5 4. Pelapisan Substrat Perak Perak yang sudah di sterilkan dan dipanaskan, dapat dilakukan proses pelapisan dengan metode spin coating dengan antara jarak substrat dan screen adalah sama 3 cm. 5. Pengeringan Setelah substrat perak dilakukan proses spin coating, di keringkan selama 24 jam. 49 6. Karakterisasi Perak ditimbang untuk mengetahui massa kompositnya sebelum dan sesudah dilapisi pasta komposit, selanjutnya dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan SEM. 7. Sandwiching Dilakukan sandwiching dengan menggunakan separator dengan ketebalan 0,05 mm. Selanjutnya dilakukan pengukuran kapasitansi sampel pada variasi frekuensi yaitu pada rentang 1kHz -200 kHz. Gambar 3.3 Sistem superkapasitor simetrik. Keterangan: = Perak = Etylen Glykol = Komposit TiO2/C F. TEKNIK PENGAMBILAN DATA Karakterisasi Dielektrisitas Nilai dielektrisitas dapat diperoleh dari pengukuran sampel kapasitansi dengan menggunakan LCR meter. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh variasi frekuensi pengukuran terhadap nilai dielektrisitas, diukur pada rentang frekuensi 1kHz-200 kHz. Dengan menggunakan persamaan berikut ini, maka 50 r C o . d A (13) r = konstanta dielektrik, C = Kapasitansi kapasitor, o = Permitivitas ruang hampa (8,85x 10-12 F/m), d = Jarak antar plat. G. TEKNIK ANALISIS DATA Setelah dilakukan uji karakterisasi XRD, maka material komposit yang dilapiskan pada substrat perak dapat diketahui pola difraksinya. Pada pola difraksi XRD, fase yang terbentuk merupakan gabungan antara fase TiO2 dan Carbon (C). Sehingga akan terlihat puncak- puncak tertinggi pada pola difraksi komposit. Sedangkan untuk mengetahui struktur morfologi dari sampel material komposit tersebut, dapat menggunakan uji karakterisasi SEM EDAX. Dari hasil SEM EDAX dapat diketahui grain pada komposit,dan biasanya terjadi penggumpalan. Penggumpalan ini kemungkinan terjadi akibat tidak larutnya suatu larutan. Adanya penggumpalan ini akan mengganggu kerja superkapasitor karena akan mengurangi luas permukaan komposit dan dapat menyebabkan berkurangnya kapasitansi superkapasitor. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pola Difraksi Nanomaterial TiO2 Karakterisasi XRD dilakukan dengan tujuan menentukan jenis ukuran, dan struktur kristal pada suatu material. Jenis material dapat diketahui dengan membandingakan hasil karakterisasi XRD dengan puncak hasil difraksi. Berikut adalah gambar pola difraksi dari nanomaterial TiO2 hasil karakterisasi XRD. Gambar 4.1 Gambar pola difraksi nanomaterial TiO 2 51 52 Ukuran butir nanopartikel TiO2 dapat diamati dengan hasil karakterisasi nilai FWHM dari puncak bidang difraksi. Pada umumnya, nilai FWHM digunakan untuk menentukan ukuran partikel dengan menggunakan persamaan Scherrer. Nilai FWHM diperoleh dari hasil fitting puncak difraksi sinar-X dengan mengambil fungsi Gaussian. Dari hasil fitting, FWHM dikonversi ke dalam satuan radian dengan dikalikan /180. Sudut Bragg sebagai representasi dari bidang (hkl) diperoleh dari nilai centre (xc). Fitting Gaussian untuk menentukan FWHM dan sudut Bragg menggunakan software Origin 8. Pada Gambar 4.1 diatas tampak bahwa puncak- puncak tertinggi pada pola difraksi nanomaterial TiO2. Dari pola difraksi diatas dapat dihitung ukuran partikel TiO2 dengan menggunakan persamaan Scherrer dibawah ini 𝐷= 𝐾𝜆 𝐵𝑜 cos 𝜃 Perhitungan tersebut FWHM diambil pada puncak TiO2 yang tertinggi. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan diatas, maka didapatkan ukuran TiO2 rata-rata sebesar 50,4 nm. 53 Gambar 4.2 Intensitas puncak TiO2 dalam origin Dari hasil perhitungan menggunakan origin didapatkan nilai FWHM yaitu 0,16252 dan Xc sebesar 27,57564 kemudian dimasukkan ke dalam persamaan tersebut. B. Pola Difraksi Film Tipis Nanokomposit TiO2/C Material komposit terdiri dari kombinasi dua atau lebih material yang masing- masing komponen penyusun menunjukkan sifat masing- masing baik itu sifat kimia, maupun sifat fisika. Secara kimia bahan komposit tidak saling terikat, ikatan yang terbentuk antar bahan adalah ikatan antar muka. Karakterisasi pola difrakasi dilakukan pada komposit yang dilapiskan pada substrat perak dengan perbandingan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0,75. Pada pola difraksi XRD, fase yang terbentuk merupakan gabungan antara fase TiO2 dan C. 54 Gambar XRD dari komposisi TiO2/C yang dilapiskan pada substrat perak ditunjukkan pada gambar dibawah. a) Pola difraksi film nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,5 Gambar 4.3 Gambar pola difraksi nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,5 55 b) Pola difraksi film nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,25. Gambar 4.4 Gambar pola difraksi nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/ C adalah 0,25 c) Pola difraksi film nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,33. Gambar 4.5 Gambar pola difraksi nanokomposit dengan perbandingan massa TiO2/C adalah 0,33. 56 d) Pola difraksi nanokomposit dengan perbandingan massa TiO2/ C adalah 0,66. Gambar 4.6 Gambar pola difraksi nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,66 e) Pola difraksi nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/ C adalah 0,75. Gambar 4.7 Gambar pola difraksi nanokomposit dengan fraksi massa komposisi TiO2/ C adalah 0,75 57 Dari kelima pola difraksi nanokomposit diatas yang diperoleh dari perbandingan massa antara TiO2 dan karbon yang berbeda yaitu massanya yang divariasi menjadi 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0,75. Maka dapat dicari posisi dari TiO2 dan karbon pada grafik dibawah ini. Gambar 4.8 Gambar pola difraksi antara TiO2, Carbon, dan Perak (Ag) serta nanokomposit TiO2/C dengan lima variasi fraksi massa komposisi TiO2/C Dari Gambar 4.8 diatas dapat dilihat posisi antara TiO2, karbon, perak (Ag), dan lima variasi film nanokomposit TiO2/C. Pada pola difraksi gambar diatas menjelaskan bahwa karbon pada 2Ө berada antara rentang 14-23 derajat dan puncak tertinggi karbon tampak pada sudut 21 derajat. Sedangkan untuk TiO2 berada pada rentang antara 29-41 derajat, karena pola film tipis nanokomposit TiO2/C menggunakan sudut pendek maka pola difraksinya hanya sampai 50 derajat. Pola difraksi karbon hanya terlihat satu puncak difraksi atau satu bidang hkl dan sedikit melengkung, hal ini dikarenakan sifat karbon adalah amorf. Sedangkan untuk TiO2 tampak pola difraksinya berupa banyak puncak dikarenakan sifat TiO2 adalah kristal. Sedangkan perak (Ag) posisinya berada pada rentang sudut antara 40-48 derajat. Setelah diberi variasi doping karbon, 58 tampak pola difraksi nanomaterial TiO2 mengalami pergeseran ke kanan. Hal ini dapat dilihat pada salah satu puncak difraksi yang awalnya sebelum didoping dengan karbon berada pada sudut 28 derajat, sedangkan setelah didoping untuk variasi fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0,75 berada pada sudut 28 derajat akan tetapi mengalami penurunan intensitas dari masingmasing variasi doping. Intensitas puncak tertinggi karakteristik TiO2 terindikasi lebih tinggi dari intensitas puncak utama karakteristik Carbon (C). Fakta ini dapat dimengerti karena ion TiO2 berperan dalam meningkatkan derajat kristalinitas. Sementara kontribusi kation C adalah untuk merubah band struktur dari sampel atau menurunkan energi band gab dari komposit TiO2/C. 59 C. Karakterisasi SEM-EDAX (Struktur Morfologi Kandungan Unsur Film Tipis Nanokomposit TiO2/C) dan Presentase Karakterisasi SEM bertujuan untuk mengetahui morfologi, porositas, dan ukuran material. Berikut hasil karakterisasi SEM-EDX pada film tipis nanokomposit TiO2/C. a) Film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,5 Gambar 4.9 Struktur Morfologi Film Tipis Nanokomposit dengan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,5 dengan perbesaran 10 K. Selain itu juga dikarakterisasi EDX dengan tujuan mengenali jenis atom di permukaan material yang mengandung multi atom. Hasil EDX untuk film nanokomposit TiO2/C pada substrat perak (Ag) ditunjukkan pada tabel dibawah. Tabel 4.1 Hasil EDX film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,5 Element Wt (%) At (%) CK 69,54 77,23 OK 26,32 21,94 AgL 02,07 00,26 TiK 02,07 00,58 Matrix Correction ZAF 60 Gambar 4.10 Grafik presentase kandungan unsur dalam film nanokomposit TiO 2/C dengan fraksi massa 0,5 Grafik diatas menjelaskan banyaknya kandungan unsur yang terdapat pada film nanokomposit tersebut yaitu kandungan unsur C, O, Ag, dan Ti. b) Film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,25 Gambar 4.11 Struktur morfologi film nanokomposit dengan fraksi massa 0,25 dengan perbesaran 10 K. 61 Tabel 4.2 Hasil EDX film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,25 Element Wt (%) At (%) CK 69,91 77,08 OK 26,99 22,34 AgL 01,81 00,22 TiK 01,29 00,36 Matrix Correction ZAF Kandungan komposisi unsur antara film satu dengan yang sama, akan tetapi dari presentase tabel dapat dilihat perbedaan kandungan unsurnya. Pada film nanokomposit CK 69,91 %, OK 26,99%, AgL 01,81 %, dan TiK 01,29 %. Sedangkan untuk volume atomnya (At) yaitu untuk pada CK sebesar 77,08 %, OK 22,34%, AgL 00,22 %, dan TiK 00,36 %. Gambar 4.12 Grafik presentase kandungan unsur dalam film nanokomposit TiO 2/C dengan fraksi massa 0,25 62 c) Film nanokomposit TiO2/C dengan komposisi fraksi massa 0,33 Gambar 4.13 Struktur morfologi film nanokomposit dengan fraksi massa 0,33 dengan perbesaran 10 K. Tabel 4.3 Hasil EDX film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,33 Element Wt (%) At (%) CK 68,50 76,29 OK 27,12 22,67 AgL 01,20 00,15 TiK 03,19 00,89 Matrix Correction ZAF Pada film nanokomposit dengan fraksi massa 0,33 diatas dapat dilihat bahwa presentase kandungan unsur didalam film adalah CK 68,50 %, OK 27,12%, AgL 01,20 %, dan TiK 03,19 %. Sedangkan untuk volume atomnya (At) yaitu untuk pada CK sebesar 76,29 %, OK 22,67 %, AgL 00,15 %, dan TiK 00,89 %. 63 Jika dibuat hubungkan dengan suatu grafik menjadi seperti berikut. Gambar 4.14 Grafik presentase kandungan unsur dalam film nanokomposit TiO 2/C dengan fraksi massa 0,33 d) Film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,66 Gambar 4.15 Struktur morfologi film nanokomposit dengan fraksi massa 0,66 dengan perbesaran 10 K. 64 Tabel 4.4 Hasil EDX film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,66 Element Wt (%) At (%) CK 55,05 73,25 OK 23,14 23,12 AgL 19,67 02,91 TiK 02,14 00,71 Matrix Correction ZAF Pada film nanokomposit dengan fraksi massa 0,66 diatas dapat dilihat bahwa presentase kandungan unsur didalam film adalah CK 55,05 %, OK 23,14%, AgL 19,67 %, dan TiK 02,14 %. Sedangkan untuk volume atomnya (At) yaitu untuk pada CK sebesar 73,25 %, OK 23,12 %, AgL 02,91 %, dan TiK 00,71 %. Grafik hubungan presentase diatas adalah. Gambar 4.16 Grafik presentase kandungan unsur dalam film nanokomposit TiO 2/C dengan fraksi massa 0,66 65 e) Film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,75 Gambar 4.17 Struktur morfologi film nanokomposit dengan fraksi massa 0,75 dengan perbesaran 10 K. Tabel 4.5 Hasil EDX film nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,75 Element Wt (%) At (%) CK 44,02 68,96 OK 21,18 24,91 AgL 34,54 06,02 TiK 00,27 00,11 Matrix Correction ZAF Pada film nanokomposit dengan fraksi massa 0,75 diatas dapat dilihat bahwa presentase kandungan unsur didalam film adalah CK 44,02 %, OK 21,18 %, AgL 34,54 %, dan TiK 00,27 %. Sedangkan untuk volume atomnya (At) yaitu untuk pada CK sebesar 68,96 %, OK 24,91 %, AgL 06,02 %, dan TiK 00,11 %. Grafik hubungan presentase diatas adalah. 66 Gambar 4.18 Grafik presentase kandungan unsur dalam film nanokomposit TiO 2/C dengan fraksi massa 0,75 Hasil karakterisasi SEM EDAX kelima film tipis nanokomposit TiO2/C diatas, tidak menunjukkan grain. Akan tetapi, pada komposit tersebut tampak adanya penggumpalan, penggumpalan ini kemungkinan terjadi akibat tidak larutnya TiO2 pada larutan polivynil alkohol. Semakin tinggi fraksi massa TiO2 pada komposit, semakin banyak pula penggumpalan yang terjadi pada komposit. Adanya penggumpalan ini tentunya mengganggu performa superkapasitor karena dapat mengurangi luas permukaan komposit dan dapat menyebabkan berkurangnya kapasitansi superkapasitor. Pada grafik hubungan antara energi dan kandungan unsur film menjelaskan bahwa, dari kelima grafik film nanokomposit TiO2/C dengan variasi fraksi massa yaitu 0,5; 0,25; 0,33; 0,66; dan 0.75. Unsur Carbon (C) berada pada sebeah kiri, hal ini dikarenakan unsur C memiliki nomor atom 6 dan berada pada kulit atom K. Sehingga elektron yang berada pada kulit K salah satu tereksitasi dan digantikan oleh elektron dari kulit L. Jadi semakin ke kanan dari grafik, maka 67 nomor atomnya semakin besar dan semakin besar sinar yang ditembakkan maka semakin besar pula energi yang dikeluarkan oleh elektron. D. Pengaruh Frekuensi Pengukuran Terhadap Kapasitansi Masing- masing Variasi Massa Komposisi TiO2. Untuk mengetahui pengaruh besarnya frekuensi terhadap nilai dielektrik superkapasitor, maka setiap sampel diukur dengan rentang 1kHz, 10 kHz, 100 kHz, dan 200 kHz. Konstanta dielektrik masing- masing variasi komposisi TiO2/C untuk berbagai frekuensi ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.6 Nilai kapasitansi pada variasi fraksi massa komposisi TiO 2 dan frekuensi pengukuran Fraksi massa TiO2 0,5 0,25 0,33 0,66 0,75 Kapasitansi (Farrad) Frekuensi 1 kHz 3,615 x 10-12 1,335 x 10-6 3,26 x 10-12 2,02 x 10-13 1,66 x 10-13 Frekuensi 10 kHz 1,669 x 10-12 3,264 x 10-7 1,975 x 10-12 3,26 x 10-13 1,9 x 10-14 Frekuensi 100 kHz 7,406 x 10-7 5,187 x 10-8 9,472 x 10-7 6,99 x 10-13 7,6 x 10-14 Frekuensi 200 kHz 3,691 x 10-7 3,43 x 10-8 3,881 x 10-7 5,25 x 10-13 2,74 x 10-13 Untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi massa komposit terhadap nilai kapasitansi spesifik. Besarnya kapasitansi spesifik untuk masing- masing variasi fraksi massa TiO2 pada Tabel 4.7 berikut ini. 68 Tabel 4.7 Kapasitansi spesifik pada variasi fraksi massa TiO2 pada variasi frekuensi pengukuran Fraksi massa TiO2 Massa Komposit TiO2/C Pada Superkapasitor (gram) 0,25 0,33 0,5 0,66 0,75 0,41 0,44 0,36 0,20 0,35 Kapasitansi Spesifik (Farrad/gram) Frekuensi 1 kHz 3,26 x 10-6 7,40 x10-12 1,00x10-11 1,01x10-12 4,74x10-13 Frekuensi 10 kHz 7,96x10-7 4,49x10-12 4,63x10-12 1,63x10-12 2,86x10-14 Frekuensi 100 kHz 1,27x10-7 2,15x10-6 2,05x10-6 3,50x10-12 2,17x10-13 Frekuensi 200 kHz 8,37x10-8 8,82x10-7 1,02x10-6 2,62x10-12 7,82x10-13 Jika pada Tabel 4.6 dibuat grafik hubungan frekuensi dengan nilai dielektrik superkapasitor pada variasi komposisi massa, maka akan tampak sebagai berikut. 1,60E-06 1,40E-06 Kapasitansi 1,20E-06 1,00E-06 1k 8,00E-07 10 k 6,00E-07 100 k 4,00E-07 200 k 2,00E-07 0,00E+00 0,25 0,33 0,5 0,66 0,75 Fraksi Massa TiO2 Gambar 4.19 Grafik superkapasitor hubungan antara fraksi massa TiO2 dengan kapasitansi Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa fraksi massa TiO2 yaitu 0,25 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada frekuensi 1 kHz. Hal ini dikarenakan Dari Gambar 4.19 terlihat bahwa dengan semakin bertambahnya frekuensi pengukuran, maka nilai dielektrik dari kapasitansi superkapasitor semakin menurun. Penurunan nilai dielektrik superkapasitor seiring dengan 69 naiknya frekuensi pengukuran ini dapat dijelaskan secara matetatis dari persamaan dibawah ini. 𝜀 ∗ = 𝜀∞ + 𝜀 ∗ = 𝜀∞ + 𝜀 ∗ = 𝜀∞ + 𝜀0 − 𝜀∞ 1 + 𝑖𝜔𝜏 𝜀0 − 𝜀∞ 1 − 𝑖𝜔𝜏 𝑥 1 + 𝑖𝜔𝜏 1 − 𝑖𝜔𝜏 (𝜀 0 −𝜀 ∞ )−(𝜀 0 −𝜀 ∞ )𝑖𝜔𝜏 1+𝜔 2 𝜏 2 Sedangkan 𝜀 ∗ = 𝜀 , + 𝑖𝜀 ′′ dengan 𝜀 ∗ = permitifitas kompleks 𝜀0 = konstanta dielektrik pada frekuensi rendah 𝜀∞ = konstanta dielektrik pada frekuensi tinggi 𝜔= 2𝜋𝑓 = frekuensi anguler 𝜏= waktu relaksasi 𝜀 , = permitivitas bagian real 𝜀 ′′ = permitivitas bagian imaginer Dari persamaan permitifitas kompleks tersebut jika dipisahkan bagian real dan imaginernya maka menjadi 𝜀 −𝜀 0 ∞ 𝜀 , = 𝜀∞ + 1+𝜔 2 𝜏2 𝜀 ′′ = 𝜀 0 −𝜀 ∞ 1+𝜔 2 𝜏 2 𝑖𝜔𝜏 (11) (12) Pada penelitian ini nilai konstanta dielektrik yang terukur merupakan bagian real dan imaginer, pada persamaan dielektrik real dan imaginer tampak bahwa nilai dielektrik tergantung pada nilai konstanta dielektrik pada frekuensi tinggi (𝜀∞ ) konstanta dielektrik pada frekuensi rendah 𝜀0 , frekuensi anguler 70 (𝜔 = 2𝜋𝑓) dan waktu relaksasi (𝜏). Pada sampel yang sama, dalam hal ini untuk fraksi massa TiO2 yang sama, maka nilai konstanta dielektrik pada frekuensi tinggi, nilai konstanta dielektrik pada frekuensi rendah dan waktu relaksasi memiliki nilai yang sama, sehingga pada sampel yang sama dan diukur dengan frekuensi yang berbeda, maka yang berpengaruh adalah frekuensi pengukuran (f). Pada persamaan konstanta dielektrik real dan imaginer tampak bahwa semakin tinggi frekuensi maka akan semakin tinggi pula frekuensi anguler, tingginya frekuensi anguler tersebut berdampak pada semakin tingginya pembagi 𝜀0 − 𝜀∞ dan menyebabkan semakin kecilnya konstanta dielektrik bagian real maupun bagian imaginer. Selain dari persamaan tersebut, penurunan nilai konstanta dielektrik seiring dengan naiknya frekuensi pengukuran, dapat ditinjau dari mekanisme polarisasi yang terjadi pada sampel. Pada rentang pengukuran 1 kHz- 200 kHz, mekanisme polarisasi yang terjadi merupakan polarisasi mutan ruang dimana nilai permitivitas bagian real dan imaginernya menurun seiring bertambahnya frekuensi (Yongping, 2006). Sacara mikroskopik penurunan konstanta dielektrik seiring dengan kenaikan frekuensi pengukuran dikarenakan, ketika frekuensi yang diaplikasikan rendah maka elektron akan berosilasi dengan frekuensi yang sama dengan medan aplikasi dan semua mekanisme polarisasi dapat mengikuti medan aplikasi. Ketika frekuensi yang diaplikasikan sangat tinggi maka osilasi elektron tidak mampu mengikuti fluktuasi medan aplikasi, selain itu pada frekuensi tinggi mekanisme polarisasi tidak dapat mengikuti medan aplikasi (Rahman, 2006), (Barsoum, 71 2003). Hal inilah yang menyebabkan nilai konstanta dielektrik turun seiring dengan bertambahnya frekuensi. E. Kapasitansi Spesifik Superkapasitor Tabel 4.8 Tabel massa komposit TiO2/C Pada Superkapasitor Fraksi massa TiO2 0,5 0,33 0,25 0,66 0,75 Massa 2 substrat perak 0,60 gram 0,61 gram 0,60 gram 0,60 gram 0,60 gram Massa superkapasitor 0,96 gram 1,05 gram 1,01 gram 0,80 gram 0,95 gram Massa komposit TiO2/C pada superkapasitor 0,36 gram 0,44 gram 0,41 gram 0,20 gram 0,35 gram 1. Fraksi massa TiO2/C yaitu 0,5 Tanpa dipengaruhi medan magnet besar kapasitansi yang dihasilkan 1,6x10-7 F. Setelah diberi pengaruh medan magnet adalah sebagai berikut. Tabel 4.9 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,5 No 1 2 3 4 5 6 7 2. B (Tesla) 0,0534 0,0626 0,06901 0,0721 0,0768 0,083 0,0887 C (Farrad) 3,9x10-6 3,8x10-6 3,7x10-6 3,7x10-6 3,6x10-6 3,5x10-6 3,4x10-6 Fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,25 Tanpa dipengaruhi medan magnet besar kapasitansi yang dihasilkan 5,3x10-7 F. Setelah diberi pengaruh medan magnet adalah sebagai berikut. 72 Tabel 4.10 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,25 No 1 2 3 4 5 6 7 3. B (Tesla) 0,0578 0,0615 0,067 0,0727 0,0772 0,0829 0,0877 C (Farrad) 3,4x10-7 3,5 x10-7 3,6 x10-7 3,6 x10-7 3,7 x10-7 3,8 x10-7 3,9 x10-7 Fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,33 Tanpa dipengaruhi medan magnet besar kapasitansi yang dihasilkan 1,04x10-5 F. Setelah diberi pengaruh medan magnet adalah sebagai berikut. Tabel 4.11 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,33 No 1 2 3 4 5 6 7 4. B (Tesla) 0,0561 0,0618 0,0681 0,073 0,0786 0,0839 0,0889 C (Farrad) 1,35x10-5 1,34x10-5 1,32x10-5 1,31x10-5 1,29x10-5 1,28x10-5 1,27x10-5 Fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,66 Tanpa dipengaruhi medan magnet besar kapasitansi yang dihasilkan 4,5x10-7 F. Setelah diberi pengaruh medan magnet adalah sebagai berikut. Tabel 4.12 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,66 No 1 2 3 4 5 6 7 B (Tesla) 0,00536 0,0629 0,0669 0,0725 0,0783 0,0834 0,0889 C (Farrad) 2x10-7 2 x10-7 1,8 x10-7 1,8 x10-7 1,7 x10-7 1,6 x10-7 1,5 x10-7 73 5. Fraksi massa komposisi TiO2/C yaitu 0,75 Tanpa dipengaruhi medan magnet besar kapasitansi yang dihasilkan 1,28x10-5 F. Setelah diberi pengaruh medan magnet adalah sebagai berikut. Tabel 4.13 Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C 0,75 No 1 2 3 4 5 6 7 B (Tesla) 0,0532 0,062 0,0668 0,0736 0,0799 0,0838 0,0889 C (Farrad) 2,8x10-7 2,7 x10-7 2,6 x10-7 2,6 x10-7 2,5 x10-7 2,4 x10-7 2,4 x10-7 Besarnya kapasitansi spesifik dari suatu kapasitor sebanding dengan luasnya permukaan spesifik dari komposit dan juga dari besarnya reaksi redoks yang dihasilkan pada lapisan elektroda. Dengan melihat hasil penelitian diatas, diperoleh nilai kapasitansi tertinggi yaitu 1,28 x 10-5 F yang terdapat pada variasi perbandingan fraksi massa komposisi TiO2/C sebesar 0,75. Maka dapat disimpulkan bahwa besarnya kapasitansi spesifik komposit TiO2/C didominasi oleh dielektrisitas dari TiO2. Sedangkan fungsi dari C untuk mempertinggi luas spesifik komposit tidak berperan dengan baik akibat adanya penggumpalan pada komposit. Peran C pada superkapasitor ini adalah untuk mengurangi resistivitas superkapasitor agar tercapai rapat daya yang tinggi. Sedangkan setelah diberi pengaruh medan magnet, dari hasil pengukuran kapasitansi, sesuai dengan persamaan dibawah ini. B= 𝛍𝟎 𝐈 𝟐𝛑𝐚 74 Didapatkan hubungan persamaan, V= I. R. V sebanding I sebanding B dan sebanding dengan 1/C. V adalah tegangan (volt), I adalah arus listrik (Ampere), dan R adalah hambatan (Ohm). Sehingga diperoleh C = 𝑸 𝑽 . C sebanding dengan C ~ 1 𝑣 Berdasarkan Tabel 4.8, 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.12 maka dapat dijelaskan bahwa, semakin besar pengaruh medan magnet yang diberikan, maka kapasitansi yang dihasilkan akan semakin kecil (berbanding terbalik). BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Peningkatan massa TiO2 pada komposit TiO2/C, meningkatkan kapasitansi superkapasitor. Pada penelitian ini, TiO2 memiliki peran yang besar dalam meningkatkan nilai dielektrisitas superkapasitor. Sifat carbon (C) yang sangat konduktif dan terjadinya penggumpalan pada komposit, menyebabkan kecilnya peranan carbon (C) dalam meningkatkan dielektrisitas superkapasitor. 2. Peningkatan frekuensi pengukuran superkapasitor, menurunkan kapasitansi superkapasitor. Hal ini sesuai dengan pesamaan hubungan antara frekuensi dan konstanta dielektrik yang dikemukakan oleh Debye. 75 76 B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbesar rentang variasi komposisi massa komposit dan lebih teliti dalam melakukan proses pencampuran komposit. Dari hasil pencampuran yang teliti, akan menghasilkan sampel sesuai yang diharapkan. DAFTAR RUJUKAN Abdullah, M., Khairurrijal. 2009. Review: Karakter Nanomaterial Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. No 1 Februari 2009. An, Kay Hyeok. 2001. Electrochemical Properties Of High-Power Supercapacitors Using Single-Walled Carbon nanotube Electrodes. Advanced Functional Materials Vol 11 Hal 387-392. B. E. Conway. 1999. Electrochemical Supercapacitors. Scientific Fundamentals and Technological Applications. New York : Kluwer Academic/Plenum Publishers. Ch. 15. C. Brosseau, F. Boulic, P. Queffellc, C.Bourbigot, Y.Lemest, and J.Loaec. 1997. J.Appl.Phys., 82 882. Corb, Ioana. 2007. Carbon- based Composite Elektrodes: Preparation, Characterization and Application in Electroanalysis. Sensors vol 7, hal 2626-2635. Chmiola, J. 2005. Double-Layer Capacitance Of Carbide Derived Carbons In Sulfuric Acid. Electrochemical And Solid-State Letters. Vol 8. Hal A 357-A 360. Chen, Yongping . 2006. Effects Of Maxwell- Wagner Polarization on Soil Complex Dielectric Permittivity Under Variable temperature And Electrical Conductivity. water resources research, vol.42, hal 1-14. Daenen, M. 2003. The Wondrus World Of Carbon Nanotube. Eindhoven University of Technology. Evans, David. 2006. Improved Capacitor Using Amorphous Ruo2. International Semina On Double layer. Florida: Capacitor And Similar Energy Storage Devices. Ewing, G.W., 1960. Instrumental Methods of Chemical Analysis, 2nd edition, Mc Graw Hill Book Company Inc. Kogakusha Company. LTD, Tokyo. Ganesh, V. 2006. New Symmetric And Asymetric Supercapacitors Besade On High Surface Area Porous Nickel And Activated Carbon. Power Sources. Vol 158 Hal 1-43. Gaickwad, dkk. 2005. Co-presipitation Method for the Preparation of Nanocrystaline Ferroelectric SrBi2Nb2O9 Ceramics, Journal of Electroceramics 14, 83-87. Holister, Paul . 2003. Nanotubes. University Of Montreal. Canada. 77 78 Jayalakshmi, M. 2008. Simple Capacitors To Supercapacitors. Int. J. Electrochem. Sci.. Vol 3. Hal 1196 – 1217. Karthikeyan, K. 2009. Synthesis And Characterization Of Znco2o4 Nanomaterial For Symmetric Supercapacitor Applications. Ionics. K. Kinoshita. 1988. Carbon: Electrochemical and Physicochemical Properties, John Willey& Sons Inc. NewYork. Lu W., Hartman R., 2011. Nanocomposite electrodes for high performance supercapacitors, Journal of Physical Chemistry Letters 43, 655. M. Hahn, M. Baertschi, O. Barbiere, J.C. Sauter, R. Kotz, and R. Gallay. 2004. Electrochem. Sol. State. Lett., 7 A33-A36. M.G. Sullivan, B. Schnyder, M.Bartsch, D. Alliata, C. Barbero, R. Imhof, and R.Kotz, J. 2000. Electrochem. Sos., 147 2636-2643. Mansour. 2005. Frequency and Composition Dependence on the dielectric properties for Mg-Zn Ferrite. Egypt. J. Solid. Vol 28 hal 263-273. Newham, Robert E. 2005. Properties Of Material. New York: Oxford University Press. O’Dwyer. 1952. The frequency dependent of the dielectric propeerties of dipole substence. Electrotechnology. Vol 25. Hal 647-651. Purwamargapratal, Y dkk. 2010. Sintesis Superkonduktor YBCO 123 Dengan Metode Kopresitasi. Prosiding Seminar Nasional Fisika. Rahman, Samy A. 2006. Temperature, Frequency And Composition Dependence Of Dielectric Properties Of Nb Substituted Li- Ferit. Egypt. J. Solid vol 29 no. 1 hal 131-139. Rahmawati, Ayu. S. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Titanium Dioksida Sensitisasi Dye Antosianin dari Ekstrak Buah Strawberry. Skripsi Mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rahmawati, F., dan Masykur, A., 2003. Modifikasi Permukaan Semikonduktor TiO2 dengan Penempelan Cu secara Elektrodeposisi Guna Peningkatan Efektifitas Fotokatalitiknya, Laporan Penelitian Dasar, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ratnasari, D., Hermanihadi, S., Indriyanto, W., Fathony, A., Devi WH. F., Agung R, P. dan Amin Rais, Y. 2009. Tugas Kimia Fisika X-Ray Diffraction (XRD), Surakarta: FT UNS. 79 Rochefort, Dominic. 2006. Pseudocapacitive behaviour of RuO2 in a proton exchange ionic liquid. Electrochemistry Communications vol 8. Hal 1539– 1543. S.A. Abdel-Ghani, T. M. Madkour, H. M. Osman, and A. R. Mohamed. 2000. Egypt. J. Sol., 23 307. S. Yoon, J. Lee, T. Hyeon, and S. M. OH, J. Electrochem. Sos., 147 12. Sahay, Kuldeep. 2009. Supercapcitor Energy Storage System For Power Quality Improvement. J. Electrical Systems Vol X Hal 1-8 . Septina, wilman; Fajarisandi, Dimas; Aditia Mega, 2007. Pembuatan Prototipe Solar Cell Murah dengan Bahan Organik-inorganik (Dye-sensitized Solar Cell). Laporan penelitian bidang energi, Institut Teknologi Bandung. Shackelford. 2001. Materials Science And Engineering Handbook. Florida : Crc Press Llc. Taufiq, Ahmad . (2008). Sintesis Partikel Nano Fe3-xMnxO4 Berbais Pasir Besi Dan karakterisasi Struktur Serta Kemagnetannya. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Vol1 hal 67-73. Troitzsch, U. 2007. X-Ray Diffraction (XRD). Australia: Department of Earth and Marine Sciences Australian National University. Vikram, Yadav S. 2009. The Effect Of Frequency And Temperature On Dielectric Properties Of Pure Poly Vinylidend Fluoride (PVDF) Thin Films. Proceedings of world congress on engineering 2009, london, UK vol 1 hal 400-402. Vlack, Van. Lawrence H. 1964. Element Of Material Science. Tokyo: Tosho Insatsu Printing Co. Ltd. Vlanck, V, Lawrence. 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material Edisi Ke-6. Jakarta: Erlangga. W Barsoum, M. 2003. Fundamentals Of Ceramics. Philadelphia: MPG Books Ltd Wang, Gui-Xin. 2004. Manganese Oxide/MWNTs Composite Electrodes For Supercapacitor. Solid state ionics vol 176 hal 1169-1174 X.Ren,S.Gottesfeld and J.P.Ferrais,1995, Electrochemical Capacitors, F. M. Delnich and M.Tomkiez Editors. 138. Yong Nian Tan, Chung Leng Wong, Abdul Rahman Mohamed. 2011. An overview on the photocatalytic activity of nano-doped-TiO2 in the degradation of organic pollutans. School of Chemical Engineering, Engineering Campus, University Sains Malaysia: Pulau Pinang.p.3-4. LAMPIRAN I DATA KARAKTERISASI XRD TiO2 Crystal system: Space group: Space group number: Tetragonal P42/mnm 136 a (Å): b (Å): c (Å): Alpha (°): Beta (°): Gamma (°): 4.5930 4.5930 2.9610 90.0000 90.0000 90.0000 Volume of cell (10^6 pm^3): Z: 62.46 2.00 RIR: 3.62 Peak list No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 h 1 1 2 1 2 2 2 0 3 2 3 1 3 3 2 2 3 4 4 2 3 4 3 4 3 4 1 3 1 4 4 5 k 1 0 0 1 1 1 2 0 1 2 0 1 1 2 0 1 2 0 1 2 3 1 1 2 3 2 0 2 1 3 0 1 l 0 1 0 1 0 1 0 2 0 1 1 2 1 0 2 2 1 0 0 2 0 1 2 0 1 1 3 2 3 0 2 0 d [A] 3.24770 2.48870 2.29650 2.18810 2.05400 1.68770 1.62390 1.48050 1.45240 1.42380 1.36000 1.34710 1.30400 1.27390 1.24430 1.20100 1.17020 1.14820 1.11400 1.09400 1.08260 1.04260 1.03680 1.02700 1.01680 0.97030 0.96500 0.96500 0.94440 0.91860 0.90730 0.90080 2Theta[deg] I [%] 27.441 100.0 36.060 45.1 39.197 6.8 41.224 17.3 44.052 6.2 54.313 50.6 56.634 14.6 62.704 6.7 64.060 6.9 65.506 0.5 68.999 16.3 69.755 8.1 72.416 0.9 74.411 0.2 76.495 1.8 79.790 0.9 82.335 3.4 84.269 2.2 87.494 0.7 89.516 5.1 90.719 2.7 95.263 4.7 95.968 3.6 97.189 2.0 98.501 0.1 105.099 0.4 105.924 1.4 105.924 1.4 109.303 0.3 113.976 0.1 116.207 2.1 117.548 2.3 80 81 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 4 2 4 3 5 5 2 4 3 5 3 4 1 1 3 3 1 2 2 2 0 2 1 4 Stick Pattern 2 3 1 2 1 0 3 2 3 1 3 0 0.88960 0.88960 0.87740 0.87390 0.86180 0.85290 0.84390 0.84390 0.82960 0.81960 0.81630 0.81190 119.970 119.970 122.788 123.636 126.716 129.152 131.786 131.786 136.410 140.052 141.347 143.159 4.4 4.4 4.3 3.0 0.1 0.1 2.8 2.8 3.0 5.7 0.2 0.8 LAMPIRAN II DATA KARAKTERISASI XRD FILM TIPIS NANOKOMPOSIT TiO2/C 1. Film tipis dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,5 K-Alpha1 [Å] 1.54060 K-Alpha2 [Å] 1.54443 K-Beta [Å] 1.39225 K-A2 / K-A1 Ratio 0.50000 Generator Settings 30 mA, 40 kV Diffractometer Type 0000000011119014 Diffractometer Number 0 Goniometer Radius [mm] 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm] 100.00 Counts 1;1 1000 500 0 10 20 30 40 Position [°2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 19.1559 109.12 0.3346 4.63333 8.22 27.1647 273.41 0.1004 3.28278 20.59 27.5262 95.01 0.1338 3.24049 7.15 83 2. 29.1067 33.58 0.2007 3.06802 2.53 31.9557 144.38 0.1338 2.80070 10.87 35.3241 46.01 0.3346 2.54097 3.46 35.8151 91.19 0.1004 2.50726 6.87 37.8794 1327.97 0.1338 2.37523 100.00 41.0369 28.31 0.2676 2.19948 2.13 44.0964 848.41 0.0612 2.05202 63.89 45.8925 152.72 0.2342 1.97743 11.50 Film tipis dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,25 K-Alpha1 [Å] 1.54060 K-Alpha2 [Å] 1.54443 K-Beta [Å] 1.39225 K-A2 / K-A1 Ratio 0.50000 Generator Settings 30 mA, 40 kV Diffractometer Type 0000000011119014 Diffractometer Number 0 Goniometer Radius [mm] 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm] 100.00 84 Counts 1;3 1000 500 0 10 20 30 40 Position [°2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 19.2209 100.22 0.4015 4.61781 7.12 27.1445 417.56 0.0836 3.28518 29.66 27.5120 486.07 0.1673 3.24213 34.52 29.0418 98.41 0.2007 3.07473 6.99 31.1548 54.92 0.2007 2.87084 3.90 31.8539 580.74 0.1506 2.80942 41.25 35.7589 154.85 0.1673 2.51107 11.00 37.8221 1407.92 0.0836 2.37870 100.00 40.9482 90.75 0.1338 2.20404 6.45 44.0486 706.04 0.1004 2.05583 50.15 45.9053 491.94 0.1673 1.97691 34.94 85 3. Film tipis dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,33 K-Alpha1 [Å] 1.54060 K-Alpha2 [Å] 1.54443 K-Beta [Å] 1.39225 K-A2 / K-A1 Ratio 0.50000 Generator Settings 30 mA, 40 kV Diffractometer Type XPert MPD Diffractometer Number 1 Goniometer Radius [mm] 200.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm] 91.00 Counts 1;2 2000 1000 0 10 20 30 40 Position [°2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 19.5856 130.00 0.8029 4.53265 6.63 27.4520 595.18 0.0836 3.24908 30.35 27.8128 212.78 0.1338 3.20774 10.85 29.4018 47.29 0.2007 3.03790 2.41 32.2408 223.60 0.1506 2.77658 11.40 36.0649 189.32 0.0669 2.49046 9.65 38.0679 1960.97 0.1506 2.36391 100.00 86 4. 41.2408 63.56 0.2007 2.18907 3.24 44.2887 1230.53 0.1171 2.04525 62.75 46.2132 135.71 0.1338 1.96446 6.92 Film tipis dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,66 K-Alpha1 [Å] 1.54060 K-Alpha2 [Å] 1.54443 K-Beta [Å] 1.39225 K-A2 / K-A1 Ratio 0.50000 Generator Settings 30 mA, 40 kV Diffractometer Type 0000000011119014 Diffractometer Number 0 Goniometer Radius [mm] 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm] 100.00 Counts 2;1 3000 2000 1000 0 10 20 30 40 Position [°2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 19.2495 56.71 0.6691 4.61101 1.80 27.1378 205.52 0.1506 3.28597 6.54 87 5. 31.9440 32.01 0.2342 2.80170 1.02 35.7711 69.26 0.1004 2.51024 2.20 37.8257 3144.47 0.2342 2.37848 100.00 44.1156 2214.16 0.1840 2.05286 70.41 45.8689 49.22 0.2676 1.97840 1.57 Film tipis dengan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,75 K-Alpha1 [Å] 1.54060 K-Alpha2 [Å] 1.54443 K-Beta [Å] 1.39225 K-A2 / K-A1 Ratio 0.50000 Generator Settings 30 mA, 40 kV Diffractometer Type 0000000011119014 Diffractometer Number 0 Goniometer Radius [mm] 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm] 100.00 Counts 3;1 1500 1000 500 0 10 20 30 Position [°2Theta] (Copper (Cu)) 40 88 Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 19.3875 71.11 0.5353 4.57851 4.00 27.5322 31.38 0.5353 3.23979 1.76 29.2819 21.10 0.1004 3.05006 1.19 32.1831 23.27 0.8029 2.78143 1.31 35.3784 35.20 0.3346 2.53720 1.98 37.9353 1778.16 0.1673 2.37187 100.00 44.1358 1236.06 0.1506 2.05197 69.51 45.9815 49.55 0.1338 1.97381 2.79 LAMPIRAN III DATA CARBON DARI DATABASE AMS (AMERICAN MINERALOGI) 89 LAMPIRAN IV DATA SILVER/ PERAK DARI DATABASE AMS (AMERICAN MINERALOGI) 90 LAMPIRAN V PERHITUNGAN UKURAN BUTIR TiO2 DARI HASIL KARAKTERISASI XRD Ukuran butir nanopartikel TiO2 dapat diamati dengan hasil karakterisasi nilai FWHM dari puncak bidang difraksi. Dengan menggunakan persamaan Scherrer, maka diperoleh sebagai berikut. 𝐷= 𝐾𝜆 𝐵𝑜 cos 𝜃 Diketahui besar nilai k yaitu konstanta 0,9 dan 𝜆 sebesar 1,5406. Sedangkan untuk FWHM dan Xc didapatkan dengan menggunakan origin, sehingga besar FWHM adalah 0,16252 dan untuk Xc adalah 27,57564. Dimasukkan ke dalam persamaan diatas menjadi. D= 0,9 X 1,5406 0,0028350711 X 0,971184965 = 503,5920532 Angstrom = 50,3 nano 91 LAMPIRAN VI DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN 1. Preparasi alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses penelitian. 2. Pembuatan nanomaterial TiO2 menggunakan prekursor TiCl3 dengan metode sintesis yaitu metode kopresitasi. 92 93 3. Melarutkan TiCl3, HCl, NH3, dan pada pembuatan TiO2 4. Pencucian larutan TiO2 dengan aquades sebanyak lima pencucian 94 5. Dari pencucian dihasilkan endapan warna putih yang merupakan TiO2 6. Pelarutan Polyvinil Alkohol (PVA) dengan aquades 7. Menimbang massa karbon sebagai bahan pembuatan nanokomposit 95 8. Pembuatan nanokomposit TiO2/C dan distirer selama 15 jam 9. Mensterilkan substrat dengan aceton menggunkan sonobath selama 15 menit 96 10. Pengeringan substrat dengan cara di furnace selama 1 jam dengan suhu 70 derajat 11. Menimbang massa substrat perak (Ag) sebelum di buat film 97 12. Pembuatan film tipis nanokomposit TiO2/C dengan metode spin coating 13. Film tipis nanokomposit TiO2/C 98 14. Superkapasitor dengan variasi fraksi massa komposisi TiO2/C 15. Uji dielektrisitas superkapasitor dengan menggunakan LCR Meter 99 16. Pengujian besar kapasitansi dengan pengaruh medan magnet PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Vinda Nur Fitriana NIM : 100322400969 Jurusan/Program Studi : Fisika/Fisika Fakultas : MIPA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Malang, 19 Mei 2014 Yang membuat pernyataan Vinda Nur Fitriana 100 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Vinda Nur Fitriana lahir di Bojonegoro pada tanggal 06 April 1992. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Ngadenan dan Ibu Listiningsih. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2004 di SDN Kemamang, Balen. Pada tahun 2007 dia lulus dari SMP Negeri I Balen. Penulis pada tahun 2010 menyelesaikan pendidikan di SMAN 4 Bojonegoro. Pada tahun 2010 masuk Universitas Negeri Malang Fakultas MIPA Jurusan Fisika melalui jalur SNMPTN dan tamat tahun 2014. Selama kuliah di Universitas Negeri Malang penulis pernah mendapatkan dana hibah PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) Penelitian sebagai ketua dengan judul “Optimalisasi Membran Kulit Telur Sebagai Separator TiO2/CNT yang Efisien” pada periode 2013-2014 dan dana hibah PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) Gagasan Tertulis periode 2012-2013 sebagai ketua dengan judul “Upaya Sintesis Hidroxyapatite Cangkang Telur Ayam dengan Teknik Sol Gel Sebagai Bahan Tulang Biomaterial.” 101 SINTESIS DAN KARAKTERISASI SUPERKAPASITOR BERBASIS NANOKOMPOSIT TiO2/C Vinda Nur Fitriana1, Markus Diantoro2, Nasikhudin3 1 Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 3 Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang Jl.Semarang 5 Malang 65145 [email protected] ABSTRAK Superkapasitor sebagai alat penyimpan energi, telah digunakan secara luas pada bidang elektronik dan transportasi, seperti sistem telekomunikasi digital, komputer dan pulse laser system, hybrid electrical vehicles, dan sebagainya. Pada penelitian ini, menggunakan nanokomposit TiO2/C, untuk memperoleh nanomaterial TiO2 di lakukan sintesis dengan menggunakan prekursor TiCl 3 yang di sintesis dengan metode kopresitasi. Serta carbon yang memiliki aplikasi luas khususnya pada aplikasi pembuatan penyimpanan energi listrik yang tinggi. Pembuatan pasta komposit TiO2/C dilakukan untuk menghasilkan film tipis yang dilapiskan ke substrat perak. Separator digunakan sebagai pemisah antara elektroda satu dengan yang lainnya. Dari superkapasitor tersebut, di uji karakteristik dielektriknya dengan LCR meter dan struktur morfologi dengan menggunakan SEM EDAX. Superkapasitor yang dihasilkan mampu menghasilkan nilai dielektrisitas superkapasitor yang tinggi dan pada rentang frekuensi antara 1 kHz-200 kHZ mampu menghasilkan dielektrisitas secara eksponensial seiring dengan bertambahnya frekuensi pengukuran. Kata Kunci: Superkapasitor, Kopresitasi, Nanomaterial, TiO2/C, Carbon, Dielektrisitas ABSTRACT Supercapacitors as energy storage devices, that have been used widely in the electronics and transportation line, such as digital telecommunications systems, computer, and pulse lasers system, hybrid electrical vehicles, etc. In this research, using nanocomposite TiO2/C, to obtain TiO2 nanomaterial conducted synthesis using TiCl3 precursor that synthesized using coprecitation method. Carbon has broad application especially in the making of high power energy storage application. Fabrication of pasta composite TiO 2/C is conducted to produce a thin film that is superimposed onto the silver substrate. Separator is used as a separator between the electrodes to one another. From that supercapacitor, dielectric characteristics tested by LCR meter and morphology structure by using SEM EDAX. Supercapacitor is able to produce high value of supercapacitor dielectrivity and resistive, and frequency range of 1 kHz - 200 kHz capable of producing dielectric constant exponentially with increasing measurement frequency. Keywords: Supercapacitor, Coprecipitation, Nanomaterial, TiO2/C, Carbon, Dielectricity PENDAHULUAN Superkapasitor sebagai alat penyimpan energi, telah digunakan secara luas pada bidang elektronik dan transportasi, seperti sistem telekomunikasi digital, komputer dan pulse laser system, hybrid electrical vehicles, dan sebagainya [1]. Superkapasitor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu hidup yang lebih lama, prinsip dan modelnya yang sederhana, waktu pengisian yang pendek, aman dan memiliki rapat daya yang tinggi yaitu 10-100 kali lipat lebih besar [2-5]. Superkapasitor memiliki banyak kelebihan dibanding dengan alat penyimpan energi yang lain seperti baterai. Dari sisi teknis, superkapasitor memiliki jumlah siklus yang relatif banyak (>100000 siklus), kerapatan energi yang tinggi, kemampuan menyimpan energi yang besar, prinsip yang sederhana dan konstruksi yang mudah [2]. Sedangkan dari sisi keramahan terhadap pengguna, superkapasitor meningkatkan keamanan karena tidak ada bahan korosif dan lebih sedikit bahan yang beracun [3]. Salah satu bahan yang memiliki peluang besar dalam pembuatan superkapasitor adalah nanomaterial TiO2 dan carbon. Nanokristal TiO2 memiliki sifat kestabilan yang tinggi, memiliki nilai kelistrikan yang rendah, dan tahan terhadap korosi. Sedangkan carbon memiliki aplikasi luas khususnya pada aplikasi pembuatan penyimpanan energi listrik yang tinggi. Pada pembuatan sistem superkapasitor digunakan separator, salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja separator dalam sel superkapasitor adalah ukuran ketebalan. Semakin tebal sebuah separator akan mempengaruhi lamanya ion saat melintasi separator. Separator yang digunakan adalah separator dari Etylen Glikol (EG). Metode pelapisan TiO2 pada substrat perak dilakukan dengan metode spin coating. Metode spin coating ini imemiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapatmenumbuhkan film tipis dielektrik dengan kualitas yang baik dan murah. Kualitas film tipis yang ditumbuhkan dengan metode ini sangat peka terhadap parameter fabrikasi yang digunakan. Pembuatan Film Tipis Nanokomposit TiO2/C Perak yang sudah di sterilkan dan dipanaskan, dapat dilakukan proses pelapisan dengan metode spin coating dengan antara jarak substrat dan screen adalah sama 3 cm. Sandwiching Dilakukan sandwiching dengan menggunakan separator Etylen Glikol dan dikeringkan selama 24 jam. HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Pembentukan Nanomaterial TiO2 Pola difraksi nanomaterial TiO2 yang dihasilkan dari karakterisasi XRD. METODE EKSPERIMEN Langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut: Sintesis Pembentukan Nanomaterial TiO2 Dilakukan sintesis untuk mendapatkan TiO2 (Titanium Dioksida) dari bahan dasar prekusor TiCl3 menggunakan metode kopresitasi. Prekusor titanium dioksida yang digunakan akan mempengaruhi morfologi dari nanopartkel TiO2 yang dihasilkan seperti luas spesifik permukaan, tingkat kristalinitas, dan ukuran kristalit produk yang akan sangat berpengaruh terhadap sifat dan kinerja TiO2 dalam aplikasi. [23] 2 TiCl3(aq) + 8NH3(aq) +2 HCl(aq) + 4 H2O(ℓ) 2 TiO2(aq) + 8NH3Cl(aq) + 17 H2(g) Dari hasil sintesis nanomaterial TiO2 dilakukan uji karakterisasi XRD untuk mengetahui pola difraksi dan dapat dicari ukuran butirnya. Pembuatan Nanokomposit TiO2/C Pembuatan pasta komposit TiO2/C dilakukan dengan viskositas yang sama, hal ini dilakukan dengan pembuatan massa total TiO2/C dengan jumlah yang sama, dan tetesan pelarut yaitu polyvinil alkohol dilakukan dengan jumlah yang sama pula di stirer selama 15 jam. Film tipis dilakukan uji karakterisasi XRD dan SEM EDAX untuk mengetahui pola difraksi dan struktur morfologi. Gambar 1. Hasil Pola Difraksi XRD Nanomaterial TiO2 Pada Gambar 1 diatas tampak bahwa puncakpuncak tertinggi pada pola difraksi nanomaterial TiO2. Dari pola difraksi diatas dapat dihitung ukuran partikel TiO2. Perhitungan tersebut dengan mencari FWHM diambil dari puncak TiO2 yang tertinggi menggunakan Origin. Film Tipis Nanokomposit TiO2/C Material komposit terdiri dari kombinasi dua atau lebih material yang masing- masing komponen penyusun menunjukkan sifat masing- masing baik itu sifat kimia, maupun sifat fisika. Secara kimia bahan komposit tidak saling terikat, ikatan yang terbentuk antar bahan adalah ikatan antar muka. Pola difraksi dan struktur morfologi yang dihasilkan sebagai berikut. Tabel 1. Komposisi Unsur dalam Film Tipis Nanokomposit Perbandingan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,5 Element Gambar 2. Pola Difraksi Film Nanokomposit Dengan Fraksi Massa Komposisi TiO2/C adalah 0,5 Wt% At% CK 69.54 77.23 OK 26.32 21.94 AgL 02.07 00.26 TiK 02.07 00.58 Matrix Correction ZAF Hasil karakterisasi SEM EDAX pada film tipis nanokomposit TiO2/C, tidak menunjukkan grain. Akan tetapi, pada komposit tersebut tampak adanya penggumpalan, penggumpalan ini kemungkinan terjadi akibat tidak larutnya TiO2 pada larutan polivynil alkohol. Semakin tinggi fraksi massa TiO2 pada komposit, semakin banyak pula penggumpalan yang terjadi pada komposit. Adanya penggumpalan ini tentunya mengganggu performa superkapasitor karena dapat mengurangi luas permukaan komposit dan dapat menyebabkan berkurangnya kapasitansi superkapasitor. Besar kapasitansi sebelum dipengaruhi oleh medan magnet adalah 1,6x10-7 F untuk superkapasitor dengan perbandingan fraksi massa komposisi TiO2/C adalah 0,5. Gambar 3. Struktur Morfologi Film Tipis Nanokomposit TiO2/C dengan Fraksi Massa TiO2/C adalah 0,5 Tabel 2. Uji Kapasitansi dengan Pengaruh Medan Magnet No 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 4. Grafik presentase kandungan unsur dalam Film Tipis Nanokomposit TiO2/C dengan fraksi massa 0,5 B (Tesla) 0,0534 0,0626 0,06901 0,0721 0,0768 0,083 0,0887 C (Farrad) 3,9x10-6 3,8x10-6 3,7x10-6 3,7x10-6 3,6x10-6 3,5x10-6 3,4x10-6 Dari hasil uji kapasitansi yang diperoleh dapat dijelaskan semakin besar pengaruh medan magnet yang diberikan, maka besar kapasitansi yang dihasilkan akan semakin kecil (berbanding terbalik). Semakin besar tegangannya, maka besar kapasitansi juga semakin kecil. Semakin besar tegangan yang diberikan, maka semakin besar juga pengaruh medan magnet yang dihasilkan (berbanding lurus). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan: 1. 2. Peningkatan massa TiO2 pada komposit TiO2/C, meningkatkan kapasitansi superkapasitor. Pada penelitian ini, TiO2 memiliki peran yang besar dalam meningkatkan dielektrisitas superkapasitor. Sifat Carbon (C) yang sangat konduktif dan terjadinya penggumpalan pada komposit, menyebabkan kecilnya peranan Carbon dalam meningkatkan dielektrisitas superkapasitor. Peningkatan frekuensi pengukuran superkapasitor, menurunkan kapasitansi superkapasitor. Hal ini sesuai dengan pesamaan hubungan antara frekuansi dan konstanta dielektrik yang dikemukakan oleh Debye. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbesar rentang variasi komposisi massa komposit dan lebih teliti dalam melakukan proses pencampuran komposit. Dari hasil pencampuran yang teliti, akan menghasilkan sampel sesuai yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. Wang, Gui-Xin. 2004. Manganese Oxide/MWNTs Composite Electrodes For Supercapacitor. Solid state ionics vol 176 hal 1169-1174. Shukla, A.K. Sampath, S. & Vijayamohanan, K. (2000). Electrochemical Supercapacitors: Energy Storage Beyond Batteries. Current Science, vol. 79, no. 12. Simon, P. & Burke, A. (2008). Nanostructured Carbons: Double-Layer Capacitance Electrochemical Society Interface, hlm. 38-43. Jayalakshmi, M (2008) Simple Capacitors To Supercapacitors. Int. J. Electrochem. Sci.. Vol 3. Hal 1196 – 1217. Sahay, Kuldeep. (2009) Supercapcitor Energy Storage System For Power Quality Improvement. J. Electrical Systems Vol X Hal 1-8.